ANALISIS PENGARUH AGLOMERASI INDUSTRI, TINGKAT...
Transcript of ANALISIS PENGARUH AGLOMERASI INDUSTRI, TINGKAT...
ANALISIS PENGARUH AGLOMERASI INDUSTRI, TINGKAT PARTISIPASI
ANGKATAN KERJA (TPAK) DAN NILAI OUTPUT INDUSTRI TERHADAP LAJU
PERTUMBUHAN EKONOMI KAB/KOTA DI PROPINSI JAWA TENGAH TAHUN
2009-2011
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh:
RAVINDRA BRAMASTYO REZKINOSA
NIM: 1110084000018
JURUSAN ILMU EKONOMI & STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Ravindra Bramastyo Rezkinosa
2. Tempat/Tanggal Lahir : Sleman, 5 Agustus 1992
3. Alamat : Pinus Barat VI B2/68
RT003/RW024 Perum Sasmita
Jaya, Pamulang Barat,
Pamulang, Tangerang Selatan.
4. Telepon : 08891507880
5. E-mail : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Negeri 13 Cilandak Barat Tahun 1998-2004
2. SMP Negeri 85 Pondok Labu Tahun 2004-2007
3. SMA Negeri 66 Pondok Labu Tahun 2007-2010
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010-2014
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Wakil Karang Taruna RW 024 Perum Sasmita Jaya
ii
IV.SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Workshop Islamic Economy Revivalism: Between Theory and
Practice, UIN Jakarta, 2012
2. Seminar Outlook Peran Otoritas Jasa Keuangan terhadap Industri
Keuangan dan Perbankan Syariah, UIN Jakarta, 2012
3. Studium General Jurusan IESP, UIN Jakarta, 2012
4. Seminar di Badan Kebijakan Fiskal, Kementrian Keuangan RI,
2012
V. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Mustriyono Mustadjab
2. Tempat/Tanggal Lahir : Mojokerto, 10 Juni 1962
3. Ibu : Sayu Ngurah Christina S.P
4. Tempat/Tanggal Lahir : Yogyakarya, 15 April 1968
6. Alamat : Pinus Barat VI B2/68 RT
003/RW024 Perum Sasmita Jaya,
Pamulang Barat, Pamulang,
Tangerang Selatan.
7. Telepon : 081381730135
8. Anak ke dari : Anak Pertama
iii
ABSTRACT
This study aims to gain insight about the effect of industrial
agglomeration, labor force participation rate (LFPR), and Industrial Output
Value to economic growth in Central Java Province. Data were obtained from the
literature and digital printed Statistics 2009-2012. This study uses panel data
regression with Fixed Effect Model, using data from a population of 35 districts /
cities in Central Java Province. Analysis of the results showed that the industrial
agglomeration has no significant effect on economic growth, which is in line with
research from Jamzani Sodik and Didin Nuryadin 2011. Subsequently variable
LFPR and Industrial Output Value have significant positive effect on economic
growth in Central Java Province.
Keywords: Economic Growth, Industrial Agglomeration, LFPR and Industrial
Output Value.
iv
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh
aglomerasi industri, tingkat partisipasi tenaga kerja (TPAK), dan Nilai Output
Industri terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. Data penelitian
diperoleh dari studi pustaka tercetak dan digital Badan Pusat Statistik periode
2009-2012. Penelitian ini menggunakan metode regresi data panel dengan Fixed
Effect Model, dengan menggunakan data populasi 35 kabupaten/kota di Propinsi
Jawa Tengah. Hasil Analisis menunjukkan bahwa aglomerasi industri tidak
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini sesuai dengan
penelitian Didin Nuryadin dan Jamzani Sodik 2011. Selanjutnya variabel TPAK
dan Nilai Output Industri berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah
Kata Kunci : Pertumbuhan ekonomi, Aglomerasi Industri, TPAK dan Nilai Output
Industri.
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr, Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat,
karunia, rezeki, dan hidayahNya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Pengaruh Aglomerasi
Industri, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Nilai Output
Industri Terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi di Kab/Kota Propinsi
Jawa Tengah Tahun 2009-2011” dengan baik. Shalawat serta salam penulis
haturkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing
umatnya dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Terselesaikannya skripsi ini tentu dengan dukungan,
bantuan, bimbingan, semangat, dan doa dari orang-orang terbaik yang ada di
sekeliling penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. Maka dari itu penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT, karena tanpa kehendak dan segala pertolonganNya tidak
mungkin saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas segala
nikmat yang Engkau berikan, ya Rabb.
2. Keluarga terbaik dan tersayang yang saya miliki, Ibunda Sayu yang selalu
memberikan yang terbaik dan mencurahkan segala perhatiannya selama
ini, Ayahanda Mustriyono yang telah bekerja keras demi anak-anak dan
vi
keluarga, yang selalu menghibur serta memberikan dukungan di saat suka
maupun duka. Tanpa didikan, dukungan dan pengorbanan kalian saya
tidak akan menjadi pribadi seperti sekarang.
3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang
sangat berharga selama perkuliahan.
4. Bapak Zuhairan Y. Yunan, S.E, M.Sc selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi
dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga
selama perkuliahan.
5. Bapak Pheni Chalid, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Skripsi 1 yang
dengan kerendahan hatinya bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan pengarahan, ilmu yang berharga, serta bimbingan yang sangat
berarti selama penyelesaian skripsi. Terima kasih atas semua saran dan
arahan yang Bapak berikan selama proses penulisan hingga
terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan
bapak.
6. Ibu Fitri Amalia S.Pd, M.Si. selaku dosen Pembimbing 2 yang telah
meluangkan waktu, memberikan arahan serta bimbingan yang sangat
berarti kepada penulis. Terima kasih atas semua saran dan arahan yang ibu
berikan sehingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT
membalas kebaikan ibu.
vii
7. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah
memberikan ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi saya. Semoga
Allah selalu memberikan pahala yang sebesar-besarnya atas kebaikan para
dosen FEB UIN Jakarta. Jajaran karyawan dan staf UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah melayani dan membantu saya selama
perkuliahan
8. Hanny Narulita , yang selalu meluangkan waktunya untuk menghibur saya
ketika jenuh mengerjakan skripsi, menjadi sandaran ketika orang lain tidak
mau mendengarkan dan memberikan support serta doanya. Keluarga
Hanny Narulita, Ayah Bambang, Bunda Nurul dan Adik Ghazi serta Jauza
yang selalu memberikan motivasi dan dukungan akan terselesaikannya
penulisan ini.
9. Sahabat-sahabat terbaik yang saya miliki, Oblak’s Squad (Hadi Setiawan,
Miftachul Ulum, Bagus Adetya Akbar, Alfian Isnan, Ricky Fajar
Adiputra, Muhammad Burhanuddin) yang dalam suka dan duka selalu
menghibur dan memberikan dukungan yang teramat sangat.
10. Seluruh Teman-teman IESP 2010 terkhusus kelas Konsentrasi
Pembangunan Muhammad Adi Rahman, Muhammad Reza Hermanto, Fita
Rahmawati, Nonni Setianingsih, Hadi Setiawan, Miftachul Ulum, Izzatun
Purnami, Umar Adi Syahputra, Denny Iswanto, Muhammad Yusuf
Muharram, Sigit Aji Pambudi, Dio Syahrullah, Wildan Hidayatullah,
Fajrul Syam Arzani dan Agus Setiawan.
viii
11. Teman-teman Band “The Wall”, Haris Sudrajat, Akhmad Reiza Armando,
Eki Rizky Triputra, Uti Ramadina, Panji Pradipta Singgih, Gesit
Pudyardhana dan Christianto Ario Wibowo yang telah memberikan
motivasi non akademis dan berbagi pengalaman hidup yang sangat berarti
“Show Must Go On, Dude”.
12. Kelompok KKN Mentari – Desa Cigudeg Bogor, yang telah
menghabiskan waktu hidup satu bulan bersama dengan canda dan tawa
serta pelajaran hidup yang sangat berguna bagi saya.
13. Kakak-kakak jurusan IESP yang dengan kerendahan hati telah berbagi
ilmu dan memberikan banyak saran dan dukungan bagi saya selama
perkuliahan maupun penulisan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki
penulis.Oleh sebab itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta
masukan, baik kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Wassalamu’ alaikum Wr. Wb.
Tangerang Selatan, Juni 2014
Ravindra Bramastyo Rezkinosa
ix
DAFTAR ISI
Cover
Lembar Pengesahan Pembimbing
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah
Daftar Riwayat Hidup .................................................................................... i
Abstract .......................................................................................................... iii
Abstrak ........................................................................................................... iv
Kata Pengantar ............................................................................................... v
Daftar Isi......................................................................................................... ix
Daftar Lampiran ............................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................... 12
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 14
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 15
A. Landasan Teori ................................................................................... 15
1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi.................................................... 15
a. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik .............................. 18
b. Teori Pertumbuhan Baru ....................................................... 19
c. Teori Basis Ekonomi .............................................................. 20
d. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Pole) .............................. 21
e. Teori Pertumbuhan Kuznet ..................................................... 23
x
2. Teori Aglomerasi ......................................................................... 24
a. Konsep Aglomerasi ................................................................ 25
b. Hubungan Aglomerasi dengan Pertumbuhan Ekonomi ......... 26
3. TPAK ........................................................................................... 27
a. Pengertian TPAK ................................................................... 27
b. Hubungan TPAK dengan Pertumbuhan Ekonomi ................. 32
4. Konsep dan Pengertian Nilai Output ........................................... 32
a. Konsep Nilai Output ............................................................. 32
b. Hubungan Nilai Output Industri dengan Pertumbuhan
Ekonomi ................................................................................ 34
B. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 35
C. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 40
D. Hipotesis Penelitian ............................................................................ 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................... 45
A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 45
B. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 45
C. Metode Analisis Data ......................................................................... 46
1. Metode Data Panel ....................................................................... 46
2. Model Estimasi Regresi Data Panel ............................................. 47
a. Pendekatan Kuadrat Terkecil (PLS)....................................... 47
b. Pendekatan Efek Tetap (FEM) ............................................... 48
c. Pendekatan Efek Acak (REM) ............................................... 48
3. Pemilihan Metode Data Panel ...................................................... 49
xi
a. Uji Chow Test ........................................................................ 49
b. Uji Hausman Test ................................................................... 50
4. Deteksi Penyimpangan Asumsi Klasik ........................................ 51
a. Uji Normalitas ........................................................................ 51
b. Uji Heteroskedastisitas ........................................................... 52
c. Uji Multikolineritas ................................................................ 52
d. Uji Autokorelasi ..................................................................... 53
5. Uji Statistik................................................................................... 54
a. Uji Secara Parsial (Uji Statistik t) ......................................... 54
b. Uji Secara Simultan (Uji Statistik F) .................................... 55
c. Koefisien Determinasi (R2) ................................................... 56
6. Operasional Variabel Penelitian ................................................... 56
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................. 60
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ................................................... 60
B. Analisa dan Pembahasan .................................................................... 66
1. Analisa Deskriptif Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah ............ 66
2. Analisa Deskriptif Aglomerasi di Jawa Tengah........................... 68
3. Analisa Deskriptif TPAK di Jawa Tengah ................................... 69
4. Analisa Deskriptif Nilai Output di Jawa Tengah ........................ 70
C. Estimasi Modal Data Panel ................................................................ 71
1. Uji Chow ...................................................................................... 71
2. Uji Hausman................................................................................. 72
xii
D. Uji Asumsi Klasik .............................................................................. 73
1. Hasil Uji Multikolonieritas .......................................................... 73
2. Hasil Uji Autokorelasi................................................................. 74
3. Hasil Uji Heteroskedastisitas ...................................................... 75
4. Hasil Uji Normalitas ................................................................... 76
E. Pengujian Hipotesis ............................................................................ 77
1. Uji-t dan Interpretasi Hasil Analisis ............................................. 78
2. Uji-F dan Interpretasi Hasil Analisis............................................ 81
3. Koefisien Determinasi (R2) .......................................................... 82
4. Analisis Ekonomi ......................................................................... 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 87
A. Kesimpulan ....................................................................................... 87
B. Saran ................................................................................................. 89
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 90
LAMPIRAN ................................................................................................... 92
xiii
Daftar Tabel
No Judul Hal
1.1 Tabel laju pertumbuhan ekonomi di asean china dan india 2
1.2
Tabel PDRB Propinsi-propinsi di pulau jawa Atas dasar harga
konstan 5
1.3 Presentase PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Jawa Tengah 7
1.4 Angkatan Kerja Yang Bekerja Propinsi-Propinsi di Pulau Jawa 8
1.5 Tabel Total Output Industri Manufaktur Propinsi Jawa Tengah 9
1.6
Tabel Perhitungan Aglomerasi, Presentase Penduduk Usia Kerja
dan Nilai Output Industri di Jawa Tengah 10
2.1 Penelitian Terdahulu 36
3.1 Uji Durbin Watson 52
3.2 Operasional Variabel Penelitian 56
4.1 Wilayah Aglomerasi Di Propinsi Jawa Tengah 71
4.2 Uji Multikolinieritas 72
4.3 Uji Autokorelasi 74
4.4 Uji Normalitas 78
xiv
Daftar Gambar
No Gambar Hal
2.1 Bagan Tenaga Kerja 28
2.2 Kerangka Pemikiran 41
4.1 Geografis Propinsi Jawa Tengah 58
4.2 Distribusi Presentase PDRB Prop Jawa Tengah 60
4.3 Penduduk Jawa Tengah Berdasar Usia 62
4.4
Angkatan Kerja di Jawa Tengah Menurut Status
Pekerjaan 63
4.5 Diagram Pertumbuhan Ekonomi Prop Jawa Tengah 65
4.6 Aglomerasi Industri Propinsi Jawa Tengah 67
4.7 Rata-Rata TPAK di Propinsi Jawa Tengah 68
xv
Daftar Lampiran
No Lampiran Hal
1 Data Observasi 89
2 Laju PDRB Prop Jawa Tengah 2009 94
3 Laju PDRB Prop Jawa Tengah 2010 95
4 Laju PDRB Prop Jawa Tengah 2011 96
5 Perhitungan Aglomerasi Industri Jateng 2009 97
6 Perhitungan Aglomerasi Industri Jateng 2010 98
7 Perhitungan Aglomerasi Industri Jateng 2011 99
8 Presentase TPAK Jawa Tengah 2009 100
9 Presentase TPAK Jawa Tengah 2010 102
10 Presentase TPAK Jawa Tengah 2011 104
11 Nilai input, output dan nilai tambah Jateng 2009 106
12 Nilai input, output dan nilai tambah Jateng 2010 107
13 Nilai input, output dan nilai tambah Jateng 2011 108
14 Uji Chow dan Uji Hausman 109
15
Hasil Uji multikolinierasitas, Autokol dan
Normalitas 110
16 Hasil Uji FEM 111
17 Perhitungan Aglomerasi 112
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya, pembangunan ekonomi meliputi usaha masyarakat secara
keseluruhan dalam upaya untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan
memperbesar tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Dalam mencapai percepatan
pembangunan, terjadi suatu keadaan dimana terdapat suatu pergeseran secara
sektoral yang memperlihatkan bahwa pada awalnya sektor pertanian merupakan
sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian suatu wilayah yang
selanjutnya bergeser kepada sektor lain seiring perubahan zaman dan tuntutan
akan percepatan pembangunan disuatu negara.
Perkembangan akan pembangunan ekonomi tersebut memberikan dampak
pada pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi menurut
Prof. Simon Kuznets (dalam Jhingan 2010:57) adalah kenaikan jangka panjang
dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis-jenis
barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan
kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan.
Sedangkan menurut Tarigan (2005 : 46) pertumbuhan ekonomi merupakan suatu
keadaan dimana terjadi pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan
di suatu wilayah tertentu, atau dapat dikatakan kenaikan seluruh nilai tambah
(added value) yang terjadi.
2
Tabel 1.1
Tabel Laju Pertumbuhan Ekonomi di ASEAN China dan India
Tahun (2003-2012)
No Negara 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Rata-rata
1 Indonesia 4.8 5.0 5.7 5.5 6.3 6.0 4.6 6.1 6.5 6.1 6.11
2 Singapura 4.6 9.2 7.4 8.7 8.8 1.7 (-1.3) 14.7 4.9 2.1 6.50
3 Thailand 7.1 6.3 4.6 5.1 5.0 2.5 (-2.3) 7.7 0.1 5.6 4.70
4 Filipina 4.9 6.7 4.8 5.3 6.7 4.2 1.1 7.6 4.0 4.9 5.39
5 Malaysia 5.8 6.8 5.0 5.6 6.3 4.9 (-1.5) 7.2 5.1 4.4 5.65
6 Myanmar 13.8 13.6 13.6 13.1 11.9 3.6 5.1 5.4 5.5 6.2 10.39
7 Vietnam 7.3 7.8 8.4 8.2 8.5 6.3 5.3 6.8 5.9 5.1 7.67
8 Brunei Darussalam 2.9 0.5 0.4 4.4 0.2 (-1.9) (-1.7) 2.6 2.2 2.7 1.62
9 China 10.0 10.1 11.3 12.7 14.1 9.6 9.2 10.4 9.2 7.9 11.36
10 India 6.9 7.6 9.1 9.6 10.0 7.0 5.9 10.1 6.9 4.9 8.26
Sumber : International Monetary Fund, World Economic Database, October 2012
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui pertumbuhan perekonomian di
Indonesia dalam kurun waktu 2003 sampai dengan tahun 2012 cenderung
mengalami peningkatan, walaupun pada tahun 2009 terjadi penurunan akibat dari
krisis global. Indonesia mengalami penurunan akibat terjadinya krisis global. Pada
saat krisis global perekonomian Indonesia mengalami penurunan dikarenakan
terjadinya (1) tekanan kepada nilai tukar rupiah, (2) kinerja neraca pembayaran
yang menurun, (3) dorongan pada laju inflasi (Seketariat Negara Republik
Indonesia, 2010). Dalam menyikapi hal ini Bank Indonesia mengambil beberapa
kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi melalui kebijakan stimulus
moneter dan fiskal. Kebijakan ini menguatkan daya tahan perekonomian domestik
serta membuat efek yang baik bagi perekonomian Indonesia (Sekertariat Negara
Republik Indonesia).
3
Perekonomian Indonesia secara umum tahun 2009 mampu melewati
tantangan krisis global meskipun pertumbuhan ekonominya lebih rendah dari
tahun 2008. Perekonomian Indonesia tahun 2009 mencapai 4,5% dan tertinggi di
dunia setelah India dan China. Mulai awal 2010 pertumbuhan ekonomi Indonesia
meningkat menjadi 6,10%. Selanjutnya berturut-turut pertumbuhan ekonomi
Indonesia meningkat dari tahun 2011 hingga 2012 yaitu sebesar 6,5 menjadi
6,7%. Dapat dikatakan bahwa kondisi tersebut adalah kondisi terbaik se-Asia
Tenggara.
John Maynard Keynes (dalam Tarigan 2005:48), berpendapat bahwa
untuk menjaga tingkat pertumbuhan yang efisien diperlukan adanya campur
tangan pemerintah dan pengawasan langsung. Kaitan dari pendapat Keynes dalam
fenomena ini adalah usaha pemerintah untuk mengurangi sektor primer dan
menambah peran sektor non primer. Sektor non primer dalam hal ini yang perlu
ditingkatkan adalah sektor industri yang menyumbang PDB sebesar 9,3% tahun
1972 yang akhirnya menjadi 28,34% pada tahun 2008. Terjadinya transformasi
struktur ekonomi di Indonesia dari tahun 1972 hingga dekade 90an
menyebabkan naiknya tingkat pertumbuhan di Indonesia dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 7% per tahun sehingga Indonesia masuk kedalam kelompok
negara HPAES (High Performing Asian Economies).
4
Proses industrialisasi dan pengembanagan industri sebenarnya merupakan
satu jalur kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam dua
pengertian sekaligus. Pertama adalah tingkat hidup yang lebih maju. Kedua,
menjadikan taraf hidup yang lebih berkualitas, atau dapat dikatakan bahwa
pembangunan industri itu sendiri merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok
kesejahteran masyarakat, bukan merupakan kegiatan mandiri yang hanya sekedar
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan fisik belaka (Arsyad, 2010:442).
Pada dasarnya, pembangunan industri merupakan suatu fungsi dari tujuan
pokok kesejahteraan rakyat, bukan merupakan kegiatan yang mandiri untuk hanya
sekedar mencapai kondisi fisik saja. Adanya industrialisasi atau pembangunan
industri di suatu wilayah, tentu akan meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat
dalam arti akan mengubah tingkat hidup yang lebih maju dan bermutu. Pergesaran
sektor dari sektor primer ke sektor non primer merupakan salah satu strategi
pemerintah untuk dapat mempercepat pembangunan industrialisasi. Dalam hal ini
peran pemerintah sangat besar untuk dapat mempermudah modal asing masuk ke
Indonesia, yang pada akhirnya akan dapat membuka lapangan kerja baru bagi
masyarakat di wilayah yang menjadi tempat terjadinya pembangunan
industrialisasi tersebut.
Kegiatan perindustrian cenderung berlokasi di dalam dan disekitar kota.
Kecenderungan konsentrasi juga didukung oleh penelitian Kuncoro (2002) dengan
menggunakan indeks entropy untuk mengukut konsentrasi industri
Kabupaten/Kota di Pulau Jawa. Kesimpulan hasil studinya bahwa daerah-daerah
industri utama di Pulau Jawa terletak di bagian barat (Jabodetabek dan sebagian
5
Jawa Barat) serta bagian Timur (Surabaya, Jawa Timur). Adapun daerah Industri
di Jawa Tengah adalah Semarang dan sekitarnya serta daerah di sekotar Kota
Surakarta (Solo). Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh berbagai macam aspek
seperti kekayaan sumber daya alam, angkatan kerja usia muda yang
berpendidikan, pasar domestik yang luas dan tumbuh secara cepat, serta kondisi
sarana dan prasarana yang lengkap. Aspek inilah yang menjadi faktor keunggulan
Pulau Jawa.
Tabel 1.2
Tabel PDRB Propinsi-Propinsi di Pulau Jawa
Atas Dasar Harga Konstan 2000
Tahun 2009-2011
No Propinsi 2009 2010 2011 2012 Rata-rata
1 DKI Jakarta 371.469 395.622 422.237 449.821 409.787
2 Jawa Barat 303.405 322.224 343.111 364.405 333.286
3 Banten 83.454 88.552 94.207 100.000 91.553
4 Jawa Tengah 176.673 186.993 198.270 210.848 193.196
5 DI.Yogyakarta 20.064 21.044 22.132 23.309 21.637
6 Jawa Timur 320.861 342.281 366.983 393.666 355.948
Sumber : BPS Indonesia 2012
Tabel diatas menjelaskan nilai PDRB dari Propinsi yang berada di Pulau
Jawa. Jika dilihat, PDRB terbesar dari Propinsi yang berada di Pulau Jawa adalah
Propinsi DKI Jakarta dengan rata-rata sebesar Rp. 409.787 Milyar. Kemudian
PDRB Propinsi Jawa Tengah dengan rata-rata sebesar Rp. 193.196 Milyar. Dari
tabel dapat dilihat bahwa terjadi kecenderungan dimana pola pemusatan terjadi di
daerah yang sudah lengkap dengan sarana dan prasarana. Menurut Tarigan
(2005:154) suatu tempat dengan konsentrasi penduduk dan kegiatannya
6
dinamakan sebagai kota, pusat perdagangan, pusat industri, pusat pertumbuhan
serta daerah nodal.
Aktivitas perekonomian yang terjadi dalam suatu wilayah disebabkan
oleh berbagai fasilitas dan kemudahan. Apabila aktivitas-aktivitas ekonomi
tersebut mengelompok karena dorongan berbagai faktor, maka akan membentuk
yang dinamakan aglomerasi ekonomi. Markusen menyatakan bahwa aglomerasi
merupakan suatu lokasi yang “tidak mudah berubah” akibat adanya penghematan
eksternal yang terbuka bagi semua perusahaan yang berdekatan letaknya dengan
perusahaan lain serta penyedia jasa-jasa (Kuncoro, 2002 : 24).
Keuntungan pengelompokan (aglomerasi) tersebut diharapkan dapat
memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan suatu wilayah, namun
disisi lain aglomerasi tersebut juga dapat menyebabkan dampak negatif seperti
banyaknya perpindahan masyarakat dari desa ke kota dan pada akhirnya akan
menyebabkan wilayah perkotaan menjadi semakin padat. Selanjutnya, dalam
melakukan pengembangan wilayah, Pemerintah Daerah perlu menentukan sektor
dan komoditi yang diperkirakan dapat tumbuh dengan cepat di wilayah tersebut.
Sektor yang telah dipilih tersebut tentu saja merupakan sektor yang memiliki
prospek untuk dapat dikembangkan secara besar-besaran, yang pada akhirnya
akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi (Tarigan 2005 : 66) . Di Jawa
Tengah dapat dikatakan telah terjadi fenomena pergeseran sektor dari sektor
pertanian kepada sektor lain (industri) hal ini terlihat pada tabel di bawah ini.
7
Tabel 1.3
Presentase PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Jawa Tengah
Tahun 2009-2012
No Jenis 2009 2010 2011 2012
1 Pertanian 19,89 18,69 17,85 17,41
2 Pertambangan dan Galian 1,11 1,12 1,11 1,12
3 Industri Pengolahan 30,81 32,83 33,01 32,73
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,84 0,86 0,86 0,86
5 Bangunan 5,86 6,11 5,93 5,96
6 Perdagangan, Hotel dan Restaurant 21,49 19,5 21,77 22,16
7 Pengangkutan dan Komunikasi 5,27 5,92 5,37 5,45
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 3,81 3,58 3,78 3,89
9 Jasa-Jasa 10,89 10,49 10,32 10,42
Total 100 100 100 100
Sumber : BPS Jawa Tengah 2012
Tabel diatas menjelaskan bahwa sektor yang memberikan sumbangan
terbesar terhadap PDRB Jawa Tengah adalah sektor industri pengolahan yang
besarnya tiap tahun lebih dari 30%. Pada tahun 2009 sektor industri pengolahan
mencapai 30,81% dari total PDRB di Propinsi Jawa Tengah. Kemudian pada
tahun 2010 naik menjadi 32,83% selanjutnya pada tahun 2011 naik menjadi
33,01%. Pada tahun 2012 kontribusi sektor industri pengolahan menurun sebesar
0,28% dan menjadi 32,73%.
Pertumbuhan sektor industri pengolahan di Propinsi Jawa Tengah yang
terus meningkat menyebabkan terjadinya perubahan struktural yang dapat
dijelaskan dengan teori dari Hollis B Chenery. Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya perubahan struktural dalam perekonomian suatu wilayah antara lain
adalah kelancaran transisi dari pola perekonomian agraris ke perekonomian
industri, kesinambungan akumulasi modal fisik dan manusia, perubahan jenis
8
permintaan konsumen, perkembangan daerah perkotaan berkat migrasi para
pencari kerja dan daerah pertanian di pedesaan dan kota kecil. Selanjutnya,
transformasi struktural hanya akan berjalan baik jika diikuti dengan pemerataan
kesempatan belajar, penurunan laju pertumbuhan penduduk dan menurunnya
derajat dualisme ekonomi antara kota dan desa.
Faktor lain yang mempengaruhi PDRB suatu wilayah adalah angkatan
kerja yang bekerja atau dengan kata lain dapat kita sebut sebagai Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Angkatan kerja yang bekerja ini akan
terbentuk menjadi besar apabila suatu daerah mempunyai jumlah penduduk yang
besar juga. Pertumbuhan penduduk yang besar memiliki kecenderungan
membawa pertumbuhan ekonomi yang lambat apabila tidak dapat mengatasi
masalah angkatan kerja yang tidak terserap dalam lapangan pekerjaan.
Tabel 1.4
Angkatan Kerja Yang Bekerja
Propinsi-Propinsi di Pulau Jawa Tahun 2009-2011
(satuan jiwa)
No Provinsi 2009 2010 2011
1 DKI Jakarta 4.118.390 4.689.761 4.588.418
2 Jawa Barat 16.901.430 16.942.444 17.454.781
3 Jawa Tengah 15.835.382 15.809.447 15.916.135
4 DI Yogyakarta 1.895.648 1.775.148 1.798.595
5 Jawa Timur 19.305.056 18.698.108 18.940.340
6 Banten 3.704.778 4.583.085 4.529.660
Sumber: Statistik Indonesia. 2012
Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa angkatan kerja di propinsi-propinsi
yang berada di Pulau Jawa cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun.
Propinsi dengan jumlah angkatan kerja terbesar adalah Jawa Timur selanjutnya
9
Jawa Barat dan di posisi ketiga terbesar adalah Jawa Tengah. Hal ini tentu saja
sesuai dengan luas wilayah dari propinsi-propinsi tersebut yang juga besar,
sehingga menghasilkan jumlah angkatan kerja yang bekerja juga besar.
Salah satu indikator telah terjadinya perubahan struktural dalam suatu
wilayah perekonomian adalah dengan melihat akan nilai output dari sektor baru
yang menjadi sektor unggulan. Nilai output atau hasil dari kegiatan industri
pengolahan merupakan salah satu penyumbang pada PDRB di suatu wilayah.
Nilai output ini tentu saja dibarengi dengan adanya kesinambungan antara modal
fisik dan manusia yang dalam hal ini dapat diartikan bahwa modal fisik
merupakan suatu input atau dana dalam menjalankan kegiatan produksi dalam
perekonomian. Dengan adanya kesinambungan antara modal fisik dan modal
manusia yang baik maka akan menghasilkan siklus kegiatan industri yang
berkelanjutan dan pada akhirnya akan menghasilkan nilai output yang cukup baik.
Berikut ini merupakan tabel total output industri pengolahan yang ada di Jawa
Tengah.
Tabel 1.5
Tabel Total Output Industri Manufaktur
Propinsi Jawa Tengah 2009-2011
(dalam ribu rupiah)
2009 2010 2011 rata-rata
141.798.575.132 151.027.992.932 165.341.778.648 152.722.782.237
Sumber : BPS Jawa Tengah
Fenomena yang terjadi dalam proses pertumbuhan ekonomi di Jawa
Tengah dapat disimpulkan karena terjadi beberapa hal. Pertama, adalah terjadinya
10
pergeseran struktural, yaitu sektor yang merupakan sektor basis yang dalam hal
ini adalah pertanian berubah menjadi sektor industri. Dari perubahan sektor
tersebut menyebabkan terjadinya fenomena aglomerasi industri (pengelompokan
industri) di wilayah yang ada dalam Propinsi Jawa Tengah. Terjadinya aglomerasi
di Jawa Tengah ditunjukkan dengan perhitungan menggunakan Indeks Balassa,
dimana nilai indeks lebih dari 1 ini berarti wilayah tersebut terjadi aglomerasi.
Pergeseran sektor menjadi sektor industri juga didukung oleh tersedianya tenaga
kerja yang ada di Propinsi Jawa Tengah. Hal ini terlihat dari struktur demografi
penduduk di Propinsi Jawa Tengah yaitu proporsi jumlah penduduk usia kerja
(15-64 tahun) lebih besar dibanding usia 0-10 tahun dan 65 tahun keatas.
Selanjutnya, nilai output industri di Propinsi Jawa Tengah juga cukup
memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi dimana nilai output industri
tersebut didukung oleh sumber daya yang ada di Jawa Tengah baik itu sumber
daya alam maupun sumber daya manusia. Beberapa fenomena diatas ditampilkan
dalam tabel berikut ini.
Tabel 1.6
Tabel Perhitungan Aglomerasi, Presentase Penduduk Usia Kerja dan Nilai
Output Industri Di Jawa Tengah
Tahun 2009-2011
Tahun Aglomerasi Usia 15-64 Nilai Output Industri
2009 1,03537 65,71% 141.798.575.132
2010 1,03577 66,52% 151.027.992.932
2011 1,02164 67,35% 165.341.778.648
Sumber : BPS Jateng (diolah)
11
Didi Nuryadin dan Jamzani Sodik (2007) dalam penelitiannya yang
berjudul Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi : Peran Karakteristik Regional di
Indonesia menyatakan dalam abstraknya bahwa variabel aglomerasi industri tidak
berpengaruh signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan
karena Indonesia bukanlah negara industri maju, dan aglomerasi bukanlah suatu
ukuran yang baik untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Eko Wicaksono Pambudi (2012 : 7) dalam penelitian yang berjudul
Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
(Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Tengah) menunjukkan hasil analisis yang
menyatakan bahwa variabel aglomerasi negatif tetapi tidak signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Dari beberapa uraian singkat diatas dapat dikatakan bahwa pola pemusatan
atau aglomerasi dapat terjadi karena adanya perbedaan spesialisai antar daerah
yang satu dengan daerah yang lainnya. Selain itu, keuntungan pola pemusatan
atau aglomerasi diharapkan dapat memberikan dampak yang positif terhadap
pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Sementara itu dalam hubungannya
dengan pertumbuhan ekonomi variabel Aglomerasi Industri, TPAK dan Nilai
Output Industri dapat dikatakan memberikan kontribusi walaupun tidak terlalu
besar. Dengan ditemukannya fenomena yang terjadi dari uraian diatas, maka
penelitian ini bermaksud untuk menganalisa kondisi tersebut, dengan mengambil
judul “PENGARUH AGLOMERASI INDUSTRI MANUFAKTUR, TINGKAT
PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) DAN NILAI OUTPUT
12
INDUSTRI MANUFAKTUR TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN
EKONOMI KAB/KOTA DI PROPINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009-2011”
B. Perumusan Masalah
Suatu aktivitas perekonomian akan menghasilkan perkembangan
perekonomian yang tentunya akan berdampak pada wilayah dimana aktivitas
perekonomian itu berlangsung. Selain itu, wilayah yang berada di sekitarnya juga
akan terkena dampak serta imbasnya baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dampak yang dapat terjadi memiliki kemungkinan positif dan
negatifnya, dalam hal ini dampak positif yang akan terjadi adalah adanya
peningkatan kegiatan perekonomian di wilayah tersebut sedangkan dampak
negatifnya adalah kerugian sosial. Kerugian sosial dalam hal ini dapat diartikan
bahwa dengan adanya pola pemusatan (aglomerasi) maka akan menimbulkan
permasalahan akan kepadatan di wilayah perkotaan akibat dari perpindahan
penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) yang mencari pekerjaan di sektor industri
di wilayah perkotaan. Selain itu, semakin bertambahnya jumlah industri
manufaktur di Jawa Tengah tentu saja akan menambah keuntungan eksternal yaitu
adanya penghematan aglomerasi. Aktivitas perekonomian tersebut juga ditunjang
dengan adanya sarana penunjang baik fisik maupun materil untuk dapat
mempermudah mobilisasi baik orang maupun barang.
Selanjutnya dalam penelitian ini fenomena mengenai pertumbuhan
ekonomi di Propinsi Jawa Tengah dapat dijelaskan karena terjadinya beberapa
hal. Pertama adalah terjadinya pergeseran sektor dari sektor pertanian ke sektor
13
industri yang selanjutnya menyebabkan terjadinya pemusatan industri-industri
tersebut di Jawa Tengah atau dengan kata lain terjadi aglomerasi industri.
Kegiatan perindustrian yang memberikan sumbangsih terbesar dalam PDRB di
Jawa Tengah tersebut didasarkan oleh struktur demografi penduduk di Jawa
Tengah yang didominasi oleh penduduk usia kerja (15-64th) dengan rata-rata
sebesar 65 persen dari jumlah penduduk total di Jawa Tengah. Kemudian aspek
output nilai industri di Jawa Tengah yang didukung oleh ketersediaan sumber
daya baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
Berdasarkan uraian masalah yang disampaikan diatas, maka dapat ditulis
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1) Sejauh mana pengaruh aglomerasi industri terhadap pertumbuhan
ekonomi di Propinsi Jawa Tengah?
2) Sejauh mana pengaruh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah ?
3) Sejauh mana pengaruh nilai output industri manufaktur terhadap
pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah ?
4) Sejauh mana pengaruh aglomerasi industri, TPAK dan nilai output
industri manufaktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa
Tengah?
14
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas, dapat ditentukan tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Menganalisis pengaruh aglomerasi industri terhadap
pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Tengah.
2. Menganalisis pengaruh TPAK terhadap pertumbuhan ekonomi
di Propinsi Jawa Tengah.
3. Menganalisis pengaruh Nilai Output Industri terhadap
pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah.
4. Menganalisis pengaruh Aglomerasi Industri, TPAK dan Nilai
Output Industri secara bersama-sama terhadap pertumbuhan
ekonomi di Provinsi Jawa Tengah.
D. Manfaat Penelitian
Kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah :
1. Sebagai sumber masukan yang bermanfaat bagi
pengambil kebijakan, terutama yang berkaitan dengan strategi
peningkatan pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah.
2. Sebagai tambahan referensi atau wawasan terhadap
perkembangan Propinsi Jawa Tengah, terutama mengenai
industri manufaktur.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Pembangunan ekonomi pada saat ini merupakan salah satu syarat mutlak
apabila suatu wilayah ingin mengalami pertumbuhan ekonomi. Suatu wilayah
dikatakan sejahtera apabila dilihat dari pertumbuhaan ekonominya mengalami
peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan wilayah yang lain.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi biasanya diikuti dengan terjadinya pemerataan
pendapatan pada masyarakatnya. Menurut Boediono, pertumbuhan ekonomi
merupakan output perkapita dalam jangka panjang, yang dapat diartikan bahwa
presentase pertambahan output tersebut harusnya lebih besar daripada presentase
jumlah penduduk (dalam Tarigan 2005 : 46)
1. Konsep dan Teori Pertumbuhan Ekonomi
Dalam pandangan ekonom klasik, sedikitnya terdapat empat faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu a) Luas tanah dan kekayaan alam,
b) Jumlah penduduk, c) Jumlah stok barang dan modal, d) Tingkat teknologi
yang digunakan (Sukirno, 2006 : 268). Faktor tersebut dapat dikatakan sebagai
faktor yang cukup dominan dalam terjadinya pertumbuhan ekonomi di suatu
wilayah.
16
Model pertumbuhan ekonomi neoklasik yang dikemukakan oleh Solow
menyatakan bahwa persediaan modal dan angkatan yang bekerja dan asumsi
bahwa produksi memiliki pengembalian konstan merupakan hal-hal yang
mempengaruhi besaranya output. Model pertumbuhan Solow juga dirancang
untuk mengetahui apakah tingkat tabungan, stok modal, tingkat populasi dan
kemajuan teknologi mempunyai dampak terhadap pertumbuhan ekonomi
(Tarigan, 2005 : 52). Terdapat beberapa asumsi dari model pertumbuhan Solow
yang antara lain meliputi faktor produksi yang tersedia yaitu buruh dan modal
digunakan sesuai dengan kemampuannya, buruh terpekerjakan secara penuh, stok
modal juga digunakan secara penuh serta kemajuan teknik bersifat netral (Jhingan
2012:275).
Menurut Todaro (2006 : 124), Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh
beberapa faktor,yaitu :
1. Pertumbuhan Penduduk dan Angkatan Kerja
Pertumbuhan penduduk sangat berkaitan dengan jumlah angkatan kerja
yang bekerja yang notabenya merupakan salah satu faktor yang akan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kemampuan pertumbuhan penduduk ini
dipengaruhi seberapa besar perekonomian dapat menyerap angkatan kerja yang
bekerja produktif.
17
2. Akumulasi Modal
Akumulasi modal merupakan gabungan dari investasi baru yang di
dalamya mencakup lahan, peralatan fiskal dan sumber daya manusia yang
digabung dengan pendapatan sekarang untuk dipergunakan memperbesar output
pada masa datang.
3. Kemajuan Teknologi
Kemajuan teknologi menurut para ekonom merupakan faktor
terpenting dalam terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena
kemajuan teknologi memberikan dampak besar karena dapat memberikan
cara-cara baru dan menyempurnakan cara lama dalam melakukan suatu
pekerjaan.
Menurut Kuznet (dalam Jhingan, 2000 : 57) pertumbuhan ekonomi
adalah proses peningkatan kapasitas produksi dalam jangka panjang dari suatu
negara untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya. Pembangunan
ekonomi dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua aspek yang tidak dapat
dipisahkan. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut harga konstan.
Pertumbuhan ekonomi di daerah dapat dilihat menggunakan PDRB per kapita
sehingga diketahui apakah kesejahteraan masyarakat sudah tercapai atau belum.
Ada beberapa model pertumbuhan ekonomi yang berkembang dan
relevan dengan penelitian ini, yaitu : Teori Pertumbuhan Ekonomi NeoKlasik,
Teori Basis Ekonomi dan Teori Pertumbuhan Kuznet.
18
a. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik
Teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi didasarkan pada
beberapa aspek yang menjadi faktor penentu di dalamnya yaitu unsur
pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan tingkat output
(Tarigan 2005:52). Dalam penjelasan selanjutnya dikatakan bahwa dapat terjadi
suatu substitusi antara tenaga kerja (L) dengan kapital (K). Dalam teori ini
dijelaskan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi didasarkan pada tiga hal yang
antara lain akumulasi modal, penawaran terhadap tenaga kerja, dan peningkatan
teknologi. Peningkatan teknologi terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan
teknik sehingga produktifitas per kapita dapat meningkat.
Teori neoklasik juga membagi tiga jenis input yang berpengaruh dalam
pertumbuhan ekonomi, yaitu :
1. Pengaruh modal dalam pertumbuhan ekonomi
2. Pengaruh teknologi dalam pertumbuhan ekonomi
3. Pengaruh angkatan kerja yang bekerja dalam pertumbuhan ekonomi
Teori neoklasik memiliki pandangan dari sudut yang berbeda dari teori
klasik yaitu dari segi penawaran. Pertumbuhan ekonomi ini bergantung kepada
fungsi produksi :
Y = 𝑇𝐾𝑡𝑎 𝐿𝑡
1−𝑎
19
Dimana Y adalah output, K adalah modal, L adalah angkatan kerja yang
bekerja dan T adalah teknologi. Karena tingkat kemajuan teknologi ditentukan
secara eksogen maka model neoklasik Solow juga disebut model pertumbuhan
eksogen. Model Solow memiliki beberapa kekurangan dan untuk memperbaikinya
dengan memecah total faktor produksi dengan memasukan variabel lain, dimana
variabel ini dapat menjelaskan pertumbuhan yang terjadi. Model ini disebut model
pertumbuhan endogen.
Model pertumbuhan endogen beranggapan bahwa perdagangan
internasional penting sebagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Model perdagangan internasional diukur melalui aktifitas ekspor dan impor,
yaitu:
Y = F (𝐴𝑖 𝐾𝑖 𝐿𝑖)
Dimana Y adalah output, A adalah produktifitas, K adalah modal, L adalah
angkatan kerja yang bekerja, i adalah tahun, sedangkan indeks produktifitas (A)
adalah fungsi dari ekspor (X) dan impor (M), yaitu :
𝐴𝑖 = F (𝑋𝑖 𝑀𝑖 )
b. Teori Pertumbuhan Baru
Ada beberapa ahli ekonom seperti Mankiw, Romer dan Weil melakukan
studi penyempurnaan model pertumbuhan ekonomi neoklasik untuk memperjelas
dan menambahkan dasar teoritis bagi sumber pertumbuhan ekonomi (Eko
Wicaksono Pambudi, 2012: 44). Model Solow hanya dapat menerangkan
20
hubungan modal dan angkatan kerja yang bekerja saja, sehingga ditambahkan lagi
variabel mutu modal manusia untuk membantu menjelaskan pola pertumbuhan
ekonomi selain modal dan angkatan kerja yang bekerja, yaitu :
Y = 𝑇𝐾𝑡𝑎 𝐿𝑡
1−𝑎 𝐻1−𝑎−𝑏
Dimana Y adalah output, K adalah modal, L adalah tenaga kerja, T adalah
teknologi dan H adalah modal manusia. Lebih dalam lagi, menurut Paul Romer
inovasi dan perubahan teknologi merupakan faktor utama bagi pertumbuhan
ekonomi hal ini didasarkan pada pandangan bahwa inovasi dan perubahan
teknologi dapat meningkatkan produktivitas kapital dan tenaga kerja. (Abdul
Hakim, 2010:106)
c. Teori Basis Ekonomi
Teori ini dikemukakan oleh Harry W Richardson yang menjelaskan
bahwa terdapat suatu faktor penentu akan terjadinya pertumbuhan ekonomi yaitu
adanya permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Permintaan barang dan jasa
dari luar daerah tersebut dikategorikan salah satu contoh dari kegiatan ekspor.
Namun, secara lebih lanjut dijelaskan bahwa kegiatan ekspor tidak hanya
mencakup penjualan barang dan jasa keluar daerah tetapi masyarakat luar yang
datang dan membeli barang dan jasa di daerah tersebut (Tarigan, 2005 : 56).
Pertumbuhan industri-industri di suatu daerah yang menggunakan sumber daya
lokal baik tenaga kerja maupun bahan baku akan menghasilkan peluang kerja
serta menghasilkan kekayaan daerah.
21
d. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Pole)
Teori ini dapat diartikan dengan dua cara, yaitu dengan pendekatan
fungsional dan pendekatan geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan
adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena
sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu
menstimulasi kehidupan ekonomi baik kedalam maupun keluar (wilayah
sekitarnya). Sedangkan secara geografis, pusat pertumbuhan merupakan suatu
lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat
daya tarik (pole of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik
untuk berlokasi di daerah tersebut serta masyarakat akan dengan senantiasa datang
memanfaatkan fasilitas yang disediakan di daerah tersebut.
Tarigan (2005: 162) mengatakan bahwa tidak semua kota dapat diartikan
sebagai pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan memiliki empat ciri khusus yang
antara lain adalah :
1) Adanya hubungan internal dari berbagai kegiatan yang memiliki
nilai ekonomi.
Hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota.
Terdapat keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya sehingga
apabila ada sektor yang tumbuh akan mendorong pertumbuhan sektor
lainnya, karena saling terkait. Jadi, akan terlihat kehidupan kota
menjadi satu irama dengan berbagai komponen kehidupan kota dan
22
menciptakan sinergi untuk saling mendukung terciptanya
pertumbuhan.
2) Adanya efek pengganda (Multiplier Effect)
Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling
mendukung akan menciptakan efek pengganda. Apabila ada satu
sektor atas permintaan dari luar wilayah, produksinya meningkat
karena ada keterkaitan membuat produksi sektor lain juga meningkat
dan akan terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan sehingga total
kenaikan produksi bisa bebrapa kali lipat dibandingkan dengan
kenaikan permintaan dari luar untuk sektor tersebut. Karena kegiatan
berbagai sektor di kota meningkat maka kebutuhan kota akan bahan
baku dan tenaga akan meningkat.
3) Adanya Konsentrasi Geografis
Konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa
menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang saling
membutuhkan juga meningkatkan daya tarik (attractiveness) dari kota
tersebut. Masyarakat yang datang ke kota tersebut bisa mendapatkan
berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan sehingga akan terjadi
penghematan akan waktu, tenaga, dan biaya. Volume transaksi yang
terjadi di wilayah tersebut maka akan meniongkat dan akan
menciptakan economic of scale.
23
4) Bersifat mendorong wilayah belakangnya (sekitarnya)
Hal ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang harmonis
antara kota dengan wilayah belakangnya. Kota membutuhkan bahan
baku serta tenaga kerja dari wilayah belakang maupun sekitarnya
untuk dapat mengembangkan diri. Apabila keadaan yang harmonis ini
semakin maju dan berkelanjutan maka tidak dapat dipungkiri wilayah
disekitar kota akan menjadi tumbuh juga.
Konsentrasi kegiatan ekonomi dapat dianggap pusat pertumbuhan apabila
konsentrasi tersebut dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi baik ke dalam (di
antara berbagai sektor di kota tersebut) maupun keluar (ke wilayah belakang serta
sekitarnya).
e. Teori Pertumbuhan Kuznet
Pertumbuhan ekonomi Kuznet menunjukan adanya kemampuan jangka
panjang dari pertumbuhan ekonomi suatu negara untuk menyediakan barang-
barang ekonomi kepada rakyatnya. Hal ini dapat dicapai ketika terjadi keadaan
dimana adanya perubahan struktural yang ditandai dengan adanya kemajuan di
bidang teknologi, kelembagaan dan penyesuaian idiologi.
24
Teori pertumbuhan Kuznet menuliskan dalam analisinya menambahkan
enam karakteristik pertumbuhan ekonomi suatu negara, yaitu :
1. Tingginya tingkat pendapatan perkapita.
2. Tingginya produktifitas tenaga kerja.
3. Tingginya faktor transformasi struktur ekonomi.
4. Tingginya faktor transformasi sosial idiologi.
5. Kemampuan perekonomian untuk melakukan perluasan pasar.
6. Adanya kesadaran, bahwa pertumbuhan ekonomi sifatnya terbatas.
2. Teori Aglomerasi
Indonesia merupakan negara kepulauan oleh karena itu pertumbuhan
ekonomi di tiap-tiap wilayah Indonesia tidaklah sama. Hal ini sesuai dengan
konsepsi Perroux tentang aglomerasi yang menyatakan bahwa pertumbuhan
tidak terjadi pada semua tempat, namun hanya sebagian tempat tertentu saja.
Biasanya akan terjadi fenomena daerah yang mempunyai pertumbuhan
ekonomi tinggi dan pertumbuhan ekonomi rendah sehingga akan berdampak
pada munculnnya aglomerasi. Aglomerasi bisa diartikan sebagai kegiatan
ekonomi terpusat pada wilayah-wilayah tertentu yang menyebabkan terjadinya
perbedaan antar wilayah.
25
a. Konsep Aglomerasi
Menurut Kuncoro (2002: 26), aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari
aktifitas ekonomi dikawasan perkotaan karena penghematan akibat dari
perusahaan yang letaknya saling berdekatan dan akibat dari kalkulasi perusahaan
secara individual. Selanjutnya Marshall merupakan salah satu pencetus dari istilah
aglomerasi yang disebut sebagai industri yang terlokalisir (localized industries).
Industri yang terlokalisir muncul karena sebuah industri akan memilih tempat
dimana tempat tersebut akan menjamin proses produksi akan berlangsung dalam
jangka waktu yang lama ( Mc Donald, 1997:37). Salah satu manfaat yang
ditimbulkan oleh kegiatan aglomerasi adalah penghematan skala (scale
economies).
Menurut Tarigan (2005 : 159-160) aglomerasi berdasarkan penghematan
skala (economic of scale) adalah keuntungan karena dapat berproduksi
berdasarkan spesialisasi, sehingga produksi lebih besar dan biaya per unitnya
lebih efisien. Biaya per unit bisa lebih murah baik karena mesin itu lebih efisien
maupun karena biaya tetap (fixed cost) tidak bertambah, walaupun jumlah
produksi ditingkatkan (sampai batas tertentu ataupun proporsi kenaikannya tidak
sebesar kenaikan produksi). Salah satu cara perhitungan aglomerasi industri
adalah dengan indeks balassa yang merupakan suatu perhitungan rasio
(perbandingan) dari jumlah tenaga kerja industri di suatu wilayah (kab/kota di
Jawa Tengah) dengan total tenaga kerja industri di wilayah yang lebih besar
(Propinsi Jawa Tengah) (Sbergami dalam Sodik, 2007: 7). Penggunaan Indeks
Balassa didasarkan pada kekhususan untuk dapat membedakan faktor spesialisasi
26
yang mana dalam penelitian ini diwakili oleh jumlah atau besaran tenaga kerja.
Selain itu, dalam pengertian New Ecomonical Geographic atau Teori Geografi
Ekonomi Baru salah satu faktor utama penentu lokasi akan terjadinya aglomerasi
industri adalah adanya keadaan dimana terkonsentrasinya pasar tenaga kerja yang
dapat dilihat dari jumlah penduduk yang masuk dalam usia kerja di suatu wilayah.
b. Hubungan Aglomerasi dengan Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Richardson (dalam Tarigan 2005 : 55), berpendapat bahwa
dengan adanya persaingan antar industri maka akan meningkatkan harga bahan
baku dan faktor produksi, dan mengakibatkan biaya per unit mulai naik yang
berdampak relokasi aktifitas ekonomi ke daerah lain yang belum mencapai skala
produksi maksimum. Dengan adanya aglomerasi ekonomi di suatu wilayah akan
mendorong pertumbuhan ekonomi pada wilayah tersebut karena akan tercipta
efisiensi produksi, sedangkan wilayah lain yang tidak sanggup untuk bersaing
akan mengalami kemunduran dalam pertumbuhan ekonominya.
Jamie Bonet (2006 : 63), menjelaskan bahwa aglomerasi (pemusatan
kegiatan) produksi digunakan sebagai salah satu variabel yang digunakan untuk
mengetahui kesenjangan wilayah. Aglomerasi produksi dapat mempengaruhi
kesenjangan wilayah secara langsung, yaitu pada saat terjadinya hambatan
mobilitas tenaga kerja antar wilayah, atau saat terjadi surplus tenaga kerja dalam
perekonomian. Dari beberapa kutipan definisi diatas dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa aglomerasi merupakan suatu sekumpulan kluster wilayah yang
27
merupakan konsentrasi dari kegiatan ekonomi dan disebabkan oleh adanya
penghematan yang terjadi di lokasi yang saling berdekatan.
Selanjutnya, aglomerasi dapat diukur dengan beberapa cara, pertama
adalah dengan menggunakan proporsi jumlah penduduk perkotaan dalam suatu
provinsi terhadap jumlah penduduk provinsi tersebut dan yang kedua adalah
dengan menggunakan konsep aglomerasi produksi. Penelitian ini menggunakan
konsep aglomerasi produksi yang diukur menggunakan proporsi jumlah tenaga
kerja di Propinsi Jawa Tengah dengan jumlah tenaga kerja industri manufaktur di
tiap-tiap Kab/kota di Propinsi Jawa Tengah.
3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
a. Pengertian TPAK
Penduduk dibedakan menjadi dua golongan yakni tenaga kerja dan bukan
tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja.
Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I disebutkan bahwa tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan
jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk kebutuhan
masyarakat luas. Yang tergolong dalam pengertian tenaga kerja adalah penduduk
yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang
melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.
Tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan atas dasar batas usia
kerja. Bank Dunia menyatakan bahwa batas usia kerja adalah 15 sampai 64 tahun.
Namun di Indonesia batas usia kerja adalah 10 tahun keatas (sejak 1971-1999).
Pemilihan umur 10 tahun tersebut didasari oleh kenyataan bahwa di daerah
28
pedasaan sudah banyak penduduk yang bekerja pada usia 10 tahun. Sejak tahun
2001 Indonesia mengikuti anjuran dari International Labour Organization (ILO),
yauti mengubah batas minimal usia tenaga kerja di Indonesia dari 10 tahun
menjadi 15 tahun.
Selanjutnya, angkatan kerja merupakan salah satu faktor positif dalam
upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dijelaskan dengan
pengertian bahwa semakin banyak partisipasi angkatan kerja yang bekerja, akan
meningkatkan tingkat produksi yang akhirnya akan berimbas pada naiknya
pertumbuhan ekonomi. Terdapat beberapa klasifikasi dalam angkatan kerja, yakni
angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
Gambar 2.1
Bagan Tenaga Kerja
A. Penduduk
Umur 15+
tahun
B. Angkatan Kerja
(Labour Force)
C. Bukan Angkatan
Kerja
(not in labour force)
Ibu Rumah
Tangga
Pensiun Lain-lain Sekolah
E. Mencari Pekerjaan/ Menganggur D. Bekerja
29
Penduduk yang dikatakan angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja
dan penduduk yang sedang mencari kerja. Sedangkan penduduk yang termasuk
dari bukan angkatan kerja adalah penduduk yang masuk dalam usia kerja namun
sedang tidak bekerja seperti ibu rumah tangga, pensiunan, siswa sekolah maupun
perguruan tinggi dan lain-lain. Dalam gambar diatas yang dikatakan dengan
TPAK atau Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja merupakan rasio dari label huruf
B dan A , dimana dalam bagan tersebut terlihat jelas bahwa bagan dengan label
huruf B merupakan jumlah angkatan yang dibandingkan dengan jumlah
penduduk usia 15-64. Untuk mendapatkan perhitungan matematis mengenai
presentase TPAK maka dengan cara membagi jumlah angkatan kerja yang bekerja
dengan jumlah total penduduk usia 15-64th.
Manusia merupakan faktor produksi utama yang menentukan kemakmuran
suatu bangsa. Alokasi SDM yang efektif merupakan awal pertumbuhan ekonomi.
Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal baru mulai dibutuhkan untuk menjaga
perekonomian tetap tumbuh. Dapat dikatakan bahwa alokasi sumber daya
manusia yang efektif merupakan syarat yang sangat diperlukan dalam
pertumbuhan ekonomi.
Tingkat partisipasi angkatan kerja adalah perbandingan antara jumlah
angkatan kerja dengan penduduk dalam usia kerja dalam kelompok yang sama.
TPAK dapat dinyatakan untuk seluruh penduduk dalam usia kerja dan dapat pula
dinyatakan untuk suatu kelompok penduduk tertentu seperti kelompok laki-laki,
kelompok wanita, kelompok tenaga kerja terdidik, kelompok umur 15-19 tahun.
Tidak semua penduduk dalam usia kerja terlibat dalam pekerjaan atau mencari
30
pekerjaan sebagian bersekolah atau mengurus rumah tangga dan lain-lain.
Menurut Mulyadi Subri (2002:60) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
adalah menggambarkan jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok umum
sebagai presentase penduduk dalam kelompok umur tersebut.
Menurut Payaman Simanjuntak (2001:36) TPAK merupakan ukuran
tingkat partisipasi penduduk dalam angkatan kerja yang dapat memberikan
gambaran yang jelas sampai seberapa jauh sebenarnya penduduk yang termasuk
usia kerja (sepuluh tahun keatas) benar-benar aktif dalam bekerja dan tidak aktif
bekerja. Jadi TPAK adalah perbandingan antara angkatan kerja dan penduduk
dalam usia kerja.
Formulasi dalam perhitungan TPAK merupakan rasio perbandingan antara
angkatan kerja yang bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan
dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 (usia kerja) formulasinya
adalah sebagai berikut :
TPAK = 𝑋
𝑌 x 100%
Dimana :
X = Angkatan Kerja (baik yang bekerja ataupun yang sedang mencari
pekerjaan
Y= Jumlah Penduduk Usia Kerja (15-64tahun)
31
Faktor – faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya TPAK antara lain
yaitu :
a) Jumlah penduduk bersekolah dan mengurus rumah tangga
Hubungan TPAK dan jumlah penduduk yang masih bersekolah adalah
semakin besar jumlah penduduk yang bersekolah, semakin kecil jumlah
angkatan kerja yang berarti TPAK semakin kecil.
b) Tingkat Umur
Umur berkaitan dengan TPAK, dengan adanya kenyataan bahwa
penduduk berumur muda umumnya mempunyai tanggung jawab yang
tidak begitu besar sebagai pencari nafkah untuk keluarga dan mereka
umumnya bersekolah.
c) Tingkat Upah
Kaitan antara tingkat upah dengan TPAKadalah melalui kenyataan
bahwa semakin tinggi tingkat upah dalam masyarakat, semakin banyak
anggota keluarga yang tertarik untuk masuk ke pasar kerja atau dengan
kata lain TPAK akan meningkat.
d) Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan berhubungan dengan TPAK karena semakin tinggi
tingkat pendidikan semakin banyak waktu yang disediakan untuk
bekerja.
32
b. Hubungan TPAK dengan Pertumbuhan Ekonomi
Dalam pengertiannya, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
merupakan rasio perbandingan antara angkatan kerja yang bekerja dengan
penduduk usia kerja (usia 15-64 tahun). Dapat dikatakan bahwa Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tersebut merupakan bagian dari tenaga kerja
dan penduduk. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tersebut merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi berlangsungnya serta meningkatnya
pertumbuhan ekonomi. Hal ini didasarkan pada pengertian bahwa pertumbuhan
ekonomi dapat terlaksana dengan baik apabila jumlah dan mutu dari tenaga kerja
itu baik. Dengan mutu penduduk dan tenaga kerja yang baik, maka akan
menghasilkan angkatan kerja yang baik pula. Selain itu dengan adanya
pertambahan penduduk, maka akan menaikkan jumlah tenaga kerja yang
kemudian menambahkan kemungkinan untuk dapat lebih banyak lagi
berproduksi. (Sadono, 2004 : 429)
4. Konsep dan Pengertian Nilai Output Industri
a. Konsep Nilai Output Industri
Badan Pusat Statistik (BPS, 2000) mendefinisikan bahwa nilai output
adalah seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi
dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah atau
(negara, provinsi, dan sebagainya) dalam periode tertentu tanpa memperhatikan
asal usul pelaku produksi maupun bentuk usahanya. Sepanjang kegiatan
produksinya dilakukan pada wilayah yang bersangkutan maka produksinya
33
dihitung sebagai bagian dari output wilayah tersebut, oleh karena itu output sering
disebut sebagai produk domestik. Wujud produk yang dihasilkan dapat berupa
barang dan jasa, maka perkiraan output untuk produksi berupa barang diperoleh
dengan cara mengalikan produksi dengan harga per unit. Sedangkan yang berupa
jasa, output didasarkan pada penerimaan dari jasa yang diberikan pihak lain.
Produk yang dihasilkan oleh sektor menurut sifat teknologi yang
digunakan dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu produk utama, produk ikutan,
dan produk sampingan. Produk utama adalah produk yang pada umumnya
mempunyai nilai dan atau kuantitas yang paling dominan diantara produk-produk
yang dihasilkan. Produk ikutan adalah produk yang secara otomatis terbentuk saat
menghasilkan produk utama, teknologi yang digunakan untuk menghasilkan
produk utama dan produk ikutan merupakan teknologi tunggal. Sedangkan yang
dimaksud produk sampingan adalah produk yang dihasilkan sejalan dengan
produk utama tetapi menggunakan teknologi yang berbeda.
Secara umum untuk menghitung output suatu sektor, produk ikutan
dimasukkan sebagai bagian dari output sektor yang bersangkutan, sedangkan
produk sampingan masih tergantung pada karakteristiknya. Apabila
karakteristiknya sama, maka masuk sebagai output sektor yang bersangkutan dan
apabila berbeda karakteristiknya maka masuk pada sektor lain. Pada beberapa
sektor penghitungan output relatif berbeda, seperti sektor bangunan, sektor
perdagangan, sektor keuangan dan sektor pemerintahan.
34
b) Hubungan Nilai Output Industri dengan Pertumbuhan Ekonomi
Dalam pembentukan nilai PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
terdapat sembilan macam sektor yang memiliki kontribusi. Salah satu sektor
tersebut adalah sektor industri pengolahan, yang mana nilai sektor industri
pengolahan tersebut dapat dikatakan merupakan bagian dari pembentuk nilai
PDRB yang ada. Nilai output industri yang merupakan bagian pembentukan nilai
PDRB tersebut, memberikan dampak, pada besar atau kecilnya nilai PDRB di
suatu wilayah.
Penggunaan nilai output industri yang lebih efektif adalah dalam
hubungannya dengan penyelidikan pengaruh pengembangan satu kegiatan
tertentu terhadap kegiatan lainnya yang merupakan sektor di dalam kegiatan
perekonomian secara keseluruhan. Dalam menyelidiki pengaruh tersebut
anggapan yang paling penting ialah bahwa daerah yang akan dipelajari dianggap
sebagai daerah tertutup. Dengan demikian berarti bahwa hubungan antar daerah
disusun ke dalam dua sektor utama, yaitu ekspor dan impor. Hal ini disebabkan
karena kita ingin menyelidiki pengaruh tersebut terhadap suatu daerah tunggal.
B. Penelitian Terdahulu
Nuryadin dan Sodik (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Aglomerasi
dan Pertumbuhan Ekonomi : Peran Karakteristik Regional di Indonesia
menyatakan dalam abstraknya bahwa variabel aglomerasi tidak berpengaruh
signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena
Indonesia bukanlah negara industri maju, dan aglomerasi bukanlah suatu ukuran
yang baik untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
35
Pambudi (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pertumbuhan
Ekonomi dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi (Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Tengah) mengatakan bahwa Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel
aglomerasi menujukan hasil negatif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Qisthi (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Modal, Tenaga
Kerja, dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Kabupaten Pekalongan 1986-2009” menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang
positif dari variabel modal dan pendapatan asli daerah. Sedangkan variabel tenaga
kerja berpengaruh negatif terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten
Pekalongan.
Sumiyati (2008) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Modal Tetap
Dan Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”
menyatakan bahwa hasil penelitian dalam jurnalnya menunjukkan bahwa Modal
Tetap dan Jumlah Tenaga Kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indosia baik secara parsial maupun simultan.
Aldilla (2011) Pengaruh Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi serta Pengaruhnya Terhadap Indeks Ketimpangan
Penyerapan Tenaga Kerja di Propinsi Jawa Tengah menyatakan dalam hasilnya
bahwa variabel tenaga kerja dan nilai output industri berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah.
36
Quigley (1993) dalam tulisannya yang berjudul Urban diversity and
Economic Growth menyatakan bahwa aglomerasi memiliki sedikitnya tiga
keunggulan dan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu
wilayah, antara lain skala ekonomi, penghematan bahan baku dalam produksi, dan
kondisi perkotaan yang terpadu akan menunjang berbagai macam aspek produksi
menjadi lebih besar.
Stuart S. Rosenthal dan William C. Strange (2001) dalam tulisannya yang
berjudul Determinant of Agglomeration menyatakan bahwa terdapat hubungan
positif antara aglomerasi dengan pertumbuhan ekonomi (yang dijelaskan dengan
meningkatnya produktifitas) di daerah-daerah dengan sumber daya alam dan
faktor-faktor produksi lainnya.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Penulis Tahun Judul Variabel Metode Hasil
Didi
Nuryadin
dan
Jamzani
Sodik
2007 Aglomerasi dan
Pertumbuhan
Ekonomi : Peran
Karakteristik
Regional di
Indonesia
Aglomerasi
Angkatan
Kerja
Laju Inflasi
Ekspor Netto
Human
Capital
Metode
Regresi
Linear
Berganda
Hasil Penelitian
menunjukkan
bahwa variabel
aglomerasi
industri tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
pertumbuhan
Ekonomi
37
Eko
Wicaksono
Pambudi
2013 Pertumbuhan
Ekonomi dan
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
(Kab/Kota di
Propinsi Jawa
Tengah)
Aglomerasi
Investasi
Ketimpangan
Wilayah
Modal Tenaga
Kerja
Metode Data
Panel 175
observasi
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa variabel
aglomerasi
menunjukkan
hasil negatif
tetapi tidak
signifikan
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
Wildan
Qisthi
2011 Pengaruh Modal,
Tenaga Kerja dan
Pendapatan Asli
Daerah terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi di
Kabupaten
Pekalongan 1986-
2009
Modal
Tenaga Kerja
Pendapatan
Asli Daerah
Pertumbuhan
Ekonomi
Ordinary
Least Square
(OLS)
Dalam
penelitiannya
dijelaskan
variabel modal,
pendapatan asli
daerah dan
tenaga kerja
memiliki
hubungan
positif dengan
P.E
38
Penulis Tahun Judul Variabel Metode Hasil
Euis Ety
Sumiyati
2008 Pengaruh Modal
Tetap dan Jumlah
Tenaga Kerja
Terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan
Ekonomi
Modal
Tenaga Kerja
Ordinary
Least Square
(OLS)
Modal tetap dan
Jumlah Tenaga
Kerja
mempunyai
pengaruh yang
signifikan
terhadap
pertumbuhan
ekonomi di
Indonesia
secara parsial
maupun
simultan
Reza
Aldilla
2011 Pengaruh Tenaga
Kerja dan Output
Industri Terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi serta
pengaruhnya
terhadap Indeks
Ketimpangan
Penyerapan Tenaga
Kerja di Propinsi
Jawa Tengah
Tenaga Kerja
Nilai Output
Pertumbuhan
Ekonomi
Indeks
Ketimpangan
Menjadikan
variabel
pertumbuhan
ekonomi
sebagai
variabel
moderating
dengan
ordinary
least square
(OLS)
Variabel tenaga
kerja dan nilai
output
berpengaruh
terhadap
pertumbuhan
ekonomi di
Propinsi Jawa
Tengah
Quigley
1993
Urban Diversity
And Economic
Growth
Aglomerasi
wilayah
Jumlah
Penduduk
Pertumbuhan
Ekonomi
Ordinary
Least Square
(OLS)
Aglomerasi
memiliki
beberapa
keunggulan dan
memberikan
pengaruh
terhadap
pertumbuhan
ekonomi di
suatu wilayah
antara lain skala
ekonomi
39
Penulis Tahun Judul Variabel Metode Hasil bahan baku
produksi, dan
kondisi
perkotaan yang
terpadu akan
menunjang
produksi
menjadi lebih
besar
Stuart S.
Rosenthal
dan
Willian C
Strange
2001 Determinant Of
Agglomeration
Spillovers
Labour
Market
Pooling
Input Sharing
Product
Shipping Cost
Natural
Advantage
Ordinary
Least Square
(OLS)
Terdapat
hubungan
positif antara
aglomerasi
dengan
pertumbuhan
ekonomi (yang
dijelaskan
dengan
meningkatnya
Produktifitas) di
daerah-daerah
dengan sumber
daya alam dan
faktor-faktor
produksi
lainnya Sumber : Berbagai Jurnal Penelitian
Dari beberapa uraian mengenai penelitian terdahulu diatas dapat dijelaskan
perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan dalam penelitian ini. Variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel Aglomerasi Industri, Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja ( TPAK) dan Nilai Output Industri yang dijadikan
sebagai variabel independen dengan variabel dependen Laju Pertumbuhan
Ekonomi Di Kab/Kota di Propinsi Jawa Tengah.
40
Hal tersebut dapat dijadikan sebagai dasar dari penelitian ini. Selain itu dapat
dijadikan ciri perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain.
C. Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan Ekonomi merupakan indikator keberhasilan suatu negara
dalam rangka mensejahterakan kehidupan masyarakatnya. Secara teoritis
pertumbuhan ekonomi adalah suatu kondisi terjadinya perkembangan GNP
potensial yang mencerminkan adanya pertumbuhan output perkapita dan
meningkatkan standar hidup masyarakat (Asfia Murni, 2007:173). Dalam
mengambangkan pertumbuhan ekonomi di suatu negara, terdapat beberapa faktor-
faktor pendukungnya. Dalam penelitian ini akan dibahas faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (Y) yaitu faktor aglomerasi industri (X1),
jumlah tenaga kerja (X2) dan infrastruktur penunjang (X3). Faktor-faktor tersebut
akan diteliti secara simultan maupun parsial yang diukur dengan alat analisis
regresi untuk mendapatkan tingkat signifikansinya.
Menurut Hoover dan Giarratani (dalam Sumodiningrat 2004 : 12)
menyatakan bahwa aglomerasi merupakan suatu keadaan meningkatnya
keuntungan-keuntungan sebagai akibat dari pemusatan ekonomi secara spasial.
Hal ini terjadi karena berkurangnya biaya akibat adanya penurunan jarak dalam
pengangkutan bahan baku dan distribusi produk. Aglomerasi dapat dikatakan
sebagai suatu faktor pertumbuhan ekonomi yang terjadi karena adanya unsur
spasial didalamnya. Penghematan yang terjadi tentu saja akan merangsang
41
kegiatan perekonomian menjadi lebih besar dan berakibat pada tingkat
pertumbuhan ekonomi.
Akibat adanya aglomerasi khususnya aglomerasi industri, maka akan
dapat membuka lapangan kerja baru. Hal ini dikarenakan kegiatan industri
memerlukan berbagai macam sumber daya baik alam maupun sumber daya
manusia dan dalam hal ini sumber daya manusia adalah tenaga kerja. Tenaga kerja
yang ada di suatu wilayah khususnya di Propinsi Jawa Tengah tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi tenaga kerja yang bekerja dan tidak bekerja. Dalam
penelitian ini Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja atau angkatan kerja yang bekerja
yang akan diteliti.
Kegiatan industri merupakan kegiatan yang saling terkait. Kegiatan
industri yang terjadi di Propinsi Jawa Tengah tentu saja memberikan kontribusi
terhadap nilai PDRB di Propinsi Jawa Tengah. Dalam penelitian ini nilai output
industri merupakan salah satu yang dapat dikatakan memiliki pengaruh atau
kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. Dari
beberapa uraian diatas dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut ini.
42
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
Analisis Pengaruh Aglomerasi Industri, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Nilai Output
Industri Terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Tengah Periode
Tahun 2009-2011
Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik menjelaskan bahwa suatu pertumbuhan ekonomi dapat
terjadi apabila memenuhi faktor-faktor pendukung yang antara lain adalah modal (K). Tenaga
kerja (K), dan Teknologi (T). Dasar pemikiran tersebut yang dijadikan sebagai latar belakang
penelitian ini dengan pemilihan tiga variabel bebas Aglomerasi Industri, TPAK dan Nilai
Output Industri.
Laju Pertumbuhan Ekonomi
(Y)
Model Regresi Data Panel
(Uji Chow)
(Uji Hausman)
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Uji Heterokedastisitas
Uji Multikolinieritas
Uji Autokorelasi
Uji Statistik
Uji Secara Parsial (Uji t)
Uji Secara Simultan (Uji F)
Koefisien Determinasi
Hasil, Kesimpulan dan Saran
Aglomerasi
Industri (X1) Nilai Output
Industri (X3)
Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (X2)
43
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa diduga terjadi hubungan antara
Aglomerasi Industri dengan Pertumbuhan Ekonomi di Propinsi Jawa Tengah .
Dalam hal ini hubungan tersebut dapat diartikan bahwa adanya Aglomerasi
Industri atau pemusatan kegiatan industri menunjang akan terjadinya peningkatan
pertumbuhan ekonomi yang mana dijelaskan oleh adanya fenomena perubahan
struktur di Propinsi Jawa Tengah dari sektor pertanian ke sektor industri
pengolahan. Selanjutnya variabel TPAK diduga memiliki pengaruh serta
hubungan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah yang
didasarkan pada unsur demografi penduduk di Propinsi Jawa Tengah yaitu usia
15-64 tahun yang merupakan usia tenaga kerja lebih mendominasi daripada usia
0-10 tahun dan usia 65 tahun keatas. Dengan kata lain Propinsi Jawa Tengah
memiliki jumlah tenaga kerja yang cukup banyak. Variabel nilai output industri
dalam gambar diatas diduga memiliki hubungan serta pengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah yang didasarkan pada besaran
nilai output industri yang memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik
Regional Bruto di Propinsi Jawa Tengah
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah pendapat sementara dari suatu penelitian serta pedoman
dalam penelitian yang disusun berdasarkan pada teori terkait dimana suatu
hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan dua
variabel atau lebih.
44
Dari uraian mengenai hubungan antar variabel diatas, maka dapat
dituliskan hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Aglomerasi Industri diduga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi di Propinsi Jawa Tengah.
2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) diduga berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah.
3. Nilai Output Industri diduga berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah.
4. Aglomerasi Industri, TPAK dan Nilai Output Industri diduga berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah.
45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Batasan atau ruang lingkup penelitian terdapat pada variabel
dependen dan variabel independen. Variabel dependen atau variabel tidak
terikat dalam penelitian ini adalah laju pertumbuhan ekonomi di tiap
kab/kota di Jawa Tengah yang selalu berfluktuasi dan variabel independen
dalam penelitian ini adalah aglomerasi industri, tingkat partisipasi angkatan
kerja (TPAK) dan nilai output industri manufaktur. Penelitian ini merupakan
penelitian populasi karena data yang digunakan adalah seluruh data dari
kabupaten atau kota di Propinsi Jawa Tengah. Periode penelitian didasarkan
pada data yang digunakan dalam analisis meliputi tahun 2009-2011 dengan
menggunakan metode data panel. Sedangkan jenis data yang penulis gunakan
pada penelitian ini adalah data sekunder, yakni data yang diperoleh dari hasil
pengolahan pihak kedua. Adapun data yang digunakan merupakan data
tahunan.
B. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data diperoleh dengan cara dokumentasi, yaitu
pengumpulan data dilakukan dengan kategori klasifikasi data-data tertulis
yang berhubungan dengan masalah penelitian dari berbagai sumber antara
lain buku-buku, jurnal, serta website publikasi yang ada.
46
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang bersumber dari
Buku Jawa Tengah Dalam Angka, Produk Domestik Regional Bruto
menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, serta data yang berasal dari
sumber-sumber lain. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data
untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Library Research
Data yang diperoleh dari berbagai literatur seperti buku, majalah,
jurnal koran dan hal lain yang berhubungan dengan aspek penelitian
sebagai upaya untuk memperoleh data yang valid.
C. Metode Analisis Data
1. Metode Data Panel
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
data panel. Analisis data panel merupakan kombinasi dari deret waktu (time
series) dengan kerat lintang (cross section). Menurut Baltagi (2005:125),
keunggulan penggunaan data panel dibandingkan deret waktu dan kerat
lintang adalah:
a. Data panel membuat data lebih informatif, lebih bervariasi dan
mengurangi kolinearitas antar variabel sehingga lebih efisien.
b. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan
dinamis dibandingkan studi berulang dari cross section.
c. Data panel membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih
kompleks.
47
d. Data Panel lebih mendeteksi dan mengukur efek yang secara sederhana
tidak dapat diukur oleh data time series dan data cross-section.
e. Estimasi data panel dapat menunjukan adanya heterogenitas dalam
setiap individu.
Data panel dapat dibedakan menjadi dua, balanced panel dan
unbalanced panel. Balanced panel terjadi jika panjangnya waktu untuk
setiap unit cross section sama. Sedangkan unbalanced panel terjadi jika
panjangnya waktu tidak sama untuk setiap unit cross section.
2. Model Estimasi Regresi Data Panel
a. Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square)
Merupakan teknik pendekatan yang paling sederhana dengan
mengasumsikan bahwa data gabungan yang ada menunjukan kondisi yang
sesungguhnya yaitu menggabungkan (pooled) seluruh data time series dan
cross section dan kemudian mengestimasi model dengan menggunakan
metode ordinary least square (OLS). Hasil analisis regresi ini dianggap
berlaku pada semua objek pada semua waktu.
Kelemahan asumsi ini adalah ketidaksesuaian model dengan keadaan
yang sesungguhnya. Kondisi tiap objek saling berbeda, bahkan satu objek
pada suatu waktu akan sangat berbeda pada kondisi objek tersebut pada
waktu yang lain. (Wing Wahyu Winarno, 2007:9.14).
48
b. Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect Model)
Model ini dapat menunjukkan perbedaan konstan antar objek,
meskipun dengan koefisien regressor yang sama. Model ini juga
memperhitungkan kemungkinan bahwa peneliti menghadapi masalah
omitted variables yang mungkin membawa perubahan pada intercept time
series atau cross section. Model FEM dengan efek tetap maksudnya adalah
bahwa satu objek, memiliki konstan yang tetap besarnya untuk berbagai
periode waktu. Demikian pula dengan koefisien regresinya yang besarnya
tetap dari waktu ke waktu (time variant). (Wing Wahyu Winarno, 2007 :
9.14)
c. Pendekatan Efek Acak (Random Effect Model)
Pendekatan random effect digunakan untuk mengatasi kelemahan
metode efek tetap yang menggunakan variabel semu, sehingga model
mengalami ketidakpastian. Tanpa menggunakan variabel semu, metode efek
random menggunakan residual yang diduga memiliki hubungan antar waktu
dan antar objek.
Namun terdapat satu syarat untuk menganalisis dengan menggunakan
efek random yaitu objek data silang harus lebih besar dari banyaknya
koefisien. (Wing Wahyu Winarno, 2007:915).
49
3. Pemilihan Metode Data Panel
Dalam pengolahan data panel, mekanisme uji untuk menentukan
metode pemilihan data panel yang tepat yaitu dengan cara membandingkan
metode pendekatan PLS dengan pendekatan FEM terlebih dahulu. Jika hasil
yang diperoleh menunjukan model pendekatan PLS yang diterima, maka
model pendekatan PLS yang akan dianalisa. Jika model pendekatan FEM
yang diterima, maka melakukan perbandingan lagi dengan model
pendekatan REM. Untuk melakukan model mana yang akan dipakai, maka
dilakukan pengujian diantaranya :
a. Uji Chow Test (PLS VS FEM)
Yaitu uji yang digunakan untuk mengetahui apakah model Pooled
Least Square (PLS) atau Fixed Effect Model (FEM) yang akan dipilih untuk
estimasi data. Uji ini dapat dilakukan dengan uji F-restricted atau uji Chow
Test. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:
Ho : Model PLS (Restricted)
Hi : Model Fixed Effect (Unrestricted)
Dasar penolakan pada hipotesa nol tersebut adalah dengan menggunakan F-
Statistic seperti yang dirumuskan oleh Chow sebagai berikut:
CHOW= (RRSS-URSS)/(N-1)
URSS/ (NT-N-K)
50
Dimana :
RRSS = Restricted Residual Sum Square (merupakan Sum of Square
Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan
metode pooled least square/common intercept).
URSS = Unrestricted Residual Sum Square (merupakan Sum of Square
Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan
metode fixed effect).
N= Jumlah data cross section
T= Jumlah data time series
K= Jumlah Variabel penjelas
Pengujian ini mengikuti distribusi F statistik yaitu FN-1, NT-N-K.
Jika nilai F-Test atau Chow Statistic (F-Statistik) hasil pengujian lebih besar
dari F-Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap
hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect.
b. Uji Hausman Test (FEM VS REM)
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan apakah model fixed effect
atau random effect yang akan dipilih. Pengujian ini dilakukan dengan
hipotesa sebagai berikut :
Ho : Model Random Effect
Hi : Model Fixed Effect
51
Dasar Penolakan Ho adalah dengan menggunakan pertimbangan
statistik Chi Square. Jika Chi Square Statistik > Chi Square Tabel, maka Ho
ditolak (model yang digunakan adalah fixed effect).
4. Deteksi Penyimpangan Asumsi Klasik
Untuk mengupayakan hasil model yang efisien, maka diperlukan
pendeteksian terhadap pelanggaran asumsi model yaitu gangguan antar
waktu dan gangguan antar individu. Untuk menghasilkan nilai parameter
model penduga yang lebih tepat, maka diperlukan pendeteksian apakah
model tersebut menyimpang dari asumsi klasik atau tidak, deteksi tersebut
terdiri dari :
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah nilai residual
terdistribusi normal atau tidak pada variabel terikat dan variabel bebas.
Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi
normal. Uji normalitas diantaranya dilakukan dengan cara mambandingkan
probabilitas dari hasil pengujian. Apabila nilai probabilitas lebih besar dari
5% maka data dikatakan terdistribusi normal.(Wing Wahyu, 2011 : 5.37-
5.39)
52
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain. Jika varians residual satu pengamatan ke pengamatan lain
tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut
heterokedastisitas. Metode GLS pada intinya memberikan pembobotan pada
variasi data yang digunakan, sehingga dapat dikatakan dengan
menggunakan GLS maka masalah heterokedastisitas dapat diatasi. Masalah
heterokedastisitas dapat disembuhkan dengan metode WLS yang ada pada
GLS yang memberikan pembobotan pada varians yang digunakan.
(Widarjono dalam Wibowo, 2013: 58).
c. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independent variabel). Uji
multikolinieritas terjadi hanya pada regresi ganda. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi tinggi diantara variabel bebas. Bila terjadi
hubungan linier yang sempurna diantara beberapa atau semua variabel bebas
dari suatu model regresi maka dikatakan terdapat masalah multikolinieritas
dalam model tersebut. Masalah multikolinieritas mengakibatkan adanya
kesulitan untuk dapat melihat pengaruh variabel penjelas terhadap variabel
yang dijelaskan.
53
Untuk mendeteksi ada tidaknya gejala multikolinieritas dapat
dilakukan dengan menggunakan korelasi parsial. Metode ini dimunculkan
oleh Farrar dan Glaubel, metodenya adalah dengan melihat nilai R square
dari model utama yang diestimasi dengan nilai R square dari regresi antar
variabel bebasnya.
d. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier
ada korelasi antara anggota serangkaian observasi runtut waktu atau ruang.
Salah satu cara untuk mendeteksi gejala autokorelasi digunakan uji Durbin
Watson (D-W test).
Tabel 3.1
Uji Durbin-Watson
Ada
autokorelasi
positif
Tidak dapat
diputuskan
Tidak ada
autokorelasi
Tidak dapat
diputuskan
Ada
autokorelasi
negatif
0 dl du 4-du 4dl
1,10 1,54 2 2,46 2,90
Apabila D-W berada diantara 1,54 hingga 2,46 maka model tersebut tidak
terdapat autokolerasi. Sebaliknya, jika DW tidak berada diantara 1,54 hingga
2,46 maka model tersebut terdapat autokolerasi. (Wing Wahyu, 2009:5.27)
Hipotesanya adalah :
Ho : Tidak ada autokorelasi positif
Ho* : Tidak ada autokorelasi negatif
54
Kriteria Pengujiannya adalah sebagai berikut.
1. Bila nilai D-W statistik terletak antara 0 < d < dl, Ho yang
menyatakan tidak ada autokorelasi positif ditolak
2. Bila nilai D-W statistik terletak antara 4-dl < d < 4, Ho* yang
menyatakan tidak ada autokorelasi negatif ditolak.
3. Bila nilai D-W statustuk terletak antara du < d < 4-du, Ho yang
menyatakan tidak ada autokorelasi positif maupun Ho* yang
menyatakan tidak ada autokorelasi negatif diterima.
4. Ragu-ragu tidak ada autokorelasi positif bila dl < d < du
5. Ragu-ragu tidak ada autokorelasi negatif bila du < d < 4-dl
5. Uji Statistik
a. Uji Secara Parsial (Uji Statistik t)
Uji t dilakukan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel
bebas secara individual terhadap variabel terikat dengan menganggap
variabel bebas lainnya adalah konstan. Uji t menggunakan hipotesis
sebagai berikut (Gujarati, 2003) :
H0 : bi = b
H1 : bi ≠ b
Dimana bi adalah koefisien variabel inddependen ke-1 sebagai
nilai parameter hipotesis. Nilai b biasanya dianggap nol, artinya tidak ada
pengaruh variabel Xi terhadap Y. Penolakan H0 terjadi apabila
55
-thitung < -ttabel atau jika nilai thitung > ttabel. Hal ini berarti bahwa variabel
bebas yang diuji berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.
Nilai thitung dirumuskan dengan :
t hitung =(𝑏𝑖−𝑏)
𝑆𝑏
Dimana :
bi = Koefisien bebas ke-i
b = Nilai hipotesis nol
Sb = Simpangan baku dari variabel bebas ke-i
b. Uji Secara Simultan (Uji Statistik F)
Uji F diperuntukkan guna melakukan uji hipotesis koefisien (slope)
regresi secara bersamaan. Dengan demikian, secara umum hipotesisnya
dituliskan sebagai berikut :
H0 : β1, β2, β3, β4,................................................= β𝑘 = 0
H1 : Tidak demikian (setidaknya ada satu slope yang tidak sama dengan 0)
Dimana k adalah banyaknya variabel bebas.
Adapun cara pengujiannya yaitu dengan tabel ANOVA (Analysis
Of Variance), dimana setelah didapatkan F hitung, maka langkah
selanjutnya adalah membandingkannya dengan tabel F dengan df sebesar k
dan n-k-1.
Jika : F hitung > F𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka tolak H0 atau dengan kata lain bahwa
paling tidak ada satu slope regresi yang signifikan secara statistik
(Nachrowi D Nachrowi, 2006 :17).
56
c. Koefisien Determinasi (R2)
Nilai koefisien determinasi (R2) ini mencerminkan seberapa besar
variasi dari variabel terikat Y dapat diterangkan oleh variabel bebas X. Bila
nilai koefisien determinasi sama dengan nol (R2 = 0), artinya variasi dari Y
tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara jika R2 = 1, artinya
variasi Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X, dengan kata lain bila
R2 = 1 maka semua titik pengamatan berada tepat pada garis regresi, dengan
demikian baik atau buruknya suatu persamaan regresi ditentukan oleh R2
–
nya yang mempunyai nilai antara nol dan satu (Nachrowi D Nachrowi,
2006:20).
6. Operasional Variabel Penelitian
Berdasarkan dari permasalahan dalam penelitian, maka ada
beberapa definisi operasional yang perlu dijelaskan :
1. Variabel Dependen
a. Pertumbuhan ekonomi digunakan PDRB yang merupakan PDRB
atas dasar harga konstan yang menunjukan nilai tambah barang dan
jasa yang dihitung dengan memakai harga yang berlaku pada satu
tahun tertentu sebagai tahun dasar. Dalam penelitian ini digunakan
PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000.
57
2. Variabel Independen
a. Aglomerasi Industri yaitu suatu pengelompokan dalam kegiatan
industri yang dihitung dari rasio perbandingan tenaga kerja sektor
industri dengan tenaga kerja keseluruhan di suatu wilayah.
b. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan suatu
kelompok penduduk tertentu yaitu perbandingan antara jumlah
angkatan kerja dengan penduduk dalam usia kerja dalam kelompok
yang sama.
c. Nilai output industri manufaktur merupakan sebuah nilai dari hasil
kegiatan industri manufaktur. Dalam penelitian ini digunakan nilai
output industri manufaktur besar dan sedang.
58
Tabel 3.2
OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN
Variabel Definisi Satuan
Laju Pertumbuhan
Ekonomi
Pertambahan pendapatan masyarakat yang
terjadi di suatu wilayah, yaitu adanya
kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi
di wilayah tersebut. Pertambahan
pendapatan menggambarkan pertambahan
balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang
beroperasi di wilayah tersebut (tanah,
modal, tenaga kerja, dan teknologi) dimana
pendapatan tersebut diukur dalam nilai riil
(dinyatakan dalam harga konstan). Hal ini
juga dapat menggambarkan kemakmuran
daerah tersebut. (Tarigan) Dalam penelitian
ini data yang digunakan adalah data laju
pertumbuhan ekonomi di tiap-tiap kab/kota
di Provinsi Jawa Tengah.
Presentase
(%)
Aglomerasi Aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari
aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan,
Angka Indeks
Balassa
(1- 4)
59
karena penghematan akibat lokasi yang
berdekatan (economies proximity) yang
diasosiasikan dengan kluster spasial dari
perusahaan, para pekerja dan konsumen.
(Montgomery dalan Kuncoro), untuk
mencari tingkat aglomerasi, penelitian ini
menggunakan indeks balassa.
Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja
(TPAK)
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK), merupakan suatu rasio
perbandingan dari jumlah angkatan kerja
dengan jumlah penduduk usia kerja. Dalam
penelitian ini digunakan data penduduk usia
15-64 (usia kerja) dan data angkatan kerja di
tiap kab/kota di Prop Jawa Tengah.
Presentase
(%)
Nilai Output
Industri
Manufaktur
Nilai input industri manufaktur merupakan
suatu nilai besaran akibat dari hasil kegiatan
industri manufaktur. Dalam penelitian ini
digunakan data nilai output industri
manufaktur sedang dan besar di tiap
kab/kota di Propinsi Jawa Tengah.
Miliyar
Rupiah
60
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu Propinsi yang ada di
Pulau Jawa, terletak pada 50 40′ dan 80 30′ Lintang Selatan dan antara
1080 30′ dan 1110 30′ Bujur Timur. Propinsi ini diapit oleh dua Propinsi
besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Secara administratif, Propinsi Jawa
Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota. Kabupaten tersebut antara
lain adalah Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten
Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten
Purworejo, Kabupaten Wonosobo
Gambar 4.1
Kondisi Geografis Propinsi
Jawa Tengah
61
Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten
Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten
Sragen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang,
Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, Kabupaten Demak,
Kabupaten Semarang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Kendal,
Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten
Tegal, Kabupaten Brebes serta 6 Kota di Jawa Tengah antara lain adalah Kota
Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan,
dan Kota Tegal. Propinsi Jawa Tengah dengan pusat pemerintahan di Kota
Semarang secara administratif berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Jawa Timur
Sebelah Selatan : Samudra Hindia
Sebelah Barat : Jawa Barat
Secara umum kondisi perekonomian di Propinsi Jawa Tengah dilihat
salah satunya melalui laju pertumbuhan PDRB dari tahun ke tahun. Laju
pertumbuhan PDRB dihitung dalam persen dengan menghitung nilai PDRB
tanpa migas atas dasar harga Konstan 2000. Dihitung atas dasar harga
konstan 2000 karena pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan lebih bisa
menggambarkan pertumbuhan yang sebenarnya jika dibandingkan dengan
pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku. PDRB atas dasar harga konstan
62
menggunakan harga tetap dari tahun ke tahun sehingga perubahan harga tidak
berpengaruh terhadap perhitungan. Menurut uraian dari Badan Pusat Statistik,
pada tahun 2011 sektor industri pengolahan memberikan sumbangan tertinggi
terhadap ekonomi di Propinsi Jawa Tengah yaitu sebesar 33 persen.
Selanjutnya sektor yang memberikan kontribusi terbesar kedua adalah sektor
Perdagangan, Hotel dan Restaurant sebesar 22 persen. Sektor pertanian
memberikan kontribusi terhadap PDRB di Jawa Tengah sebesar 18 persen
yang menempatkannya pada posisi ketiga dalam kontribusi terhadap PDRB di
Propinsi Jawa Tengah.
Gambar 4.2
Distribusi Presentase PDRB Propinsi Jawa Tengah
Menurut Lapangan Usaha
Atas Dasar Harga Konstan 2000
Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka 2011
18% 1%
33%
1%
6%
22%
5%4%
10%
Pertanian
Pertambangan dan Galian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan Restaurant
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Jasa-Jasa
63
Berdasarkan Angka Sementara Sensus Penduduk (SP) 2010, jumlah
penduduk Jawa Tengah pada tahun 2011 tercatat sebesar 33,27 juta jiwa atau
sekitar 13,52 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah ini
menempatkan Jawa Tengah sebagai propinsi ketiga di Indonesia dengan
jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat dan Jawa Timur. Jumlah
penduduk perempuan lebih besar dibandingkan jumlah penduduk laki-laki.
Ini ditunjukkan dengan rasio jenis kelamin (rasio jumlah penduduk laki-laki
terhadap jumlah penduduk perempuan) sebesar 98,34 persen.
Penduduk Jawa Tengah belum menyebar secara merata di seluruh
wilayah jawa Tengah. Umumnya penduduk banyak menumpuk di daerah kota
dibandingkan kabupaten. Secara rata-rata kepadatan penduduk Jawa Tengah
tahun 2012 tercatat sebesar 1022 jiwa setiap kilometer persegi, dan wilayah
terpadat adalah Kota Surakarta dengan tingkat kepadatan lebih dari 11 ribu
orang setiap kilometer persegi. (Jawa Tengah Dalam Angka 2012)
Tenaga Kerja yang terampil merupakan potensi sumber daya manusia
yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan menyongsong era
globalisasi. BPS merujuk pada konsep/definisi ketenagakerjaan yang
direkomendasikan oleh International Labour Organization (ILO). Penduduk
usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun ke atas, dan
dibedakan sebagai Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja. Pertumbuhan
penduduk tiap tahun akan berpengaruh pada pertumbuhan angkatan kerja.
Gambar dibawah ini menunjukkan pengelompokan penduduk berdasarkan
64
usia di Propinsi Jawa Tengah tahun 2011. Dalam gambar tersebut dijelaskan
bahwa Propinsi Jawa Tengah didominasi oleh penduduk dengan usia 15-64
tahun sebesar 67 persen, dimana kelompok umur tersebur merupakan
kelompok umur yang masuk ke dalam kategori tenaga kerja. Selanjutnya
didominasi oleh kelompok umur 0-14 tahun sebesar 25 persen dan yang
terakhir sebesar 7 persen merupakan kelompok umur 65 tahun keatas.
Gambar 4.3
Penduduk Jawa Tengah Berdasarkan
Usia Tahun 2011
Sumber : BPS Jawa Tengah (diolah)
Berdasarkan hasil Sakernas, angkatan kerja di Jawa Tengah tahun
2012 mencapai 17,10 juta orang atau naik sebesar 1,04 persen dibanding
tahun sebelumnya. Tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk Jawa Tengah
tercatat sebesar 71,43 persen. Sedangkan angka pengangguran terbuka di
Jawa Tengah sebesar 5,63 persen. Bila dibedakan menurut status
pekerjaannya, buruh/karyawan sebesar 30,63 persen. Status pekerjaan ini
26%
67%
7%
0%
Usia 0-14
Usia 15-64
Usia 65+
65
lebih besar dibanding status pekerjaan lain. Sedangkan berusaha sendiri tanpa
dibantu orang lain, berusaha dibantu buruh tidak tetap, berusaha sendiri
dibantu buruh tetap dan pekerja lainnya masing-masing tercatat sebesar 16,46
persen, 19,51 persen, 3,23 persen dan 30,17 persen. Sektor pertanian
menyerap sekitar 31,39 persen pekerja dan merupakan sektor terbanyak
menyerap tenaga kerja. Hal ini dikarenakan sektor tersebut tidak memerlukan
pendidikan khusus. Sektor berikutnya yaitu sektor perdagangan dan sektor
industri, masing-masing menyerap tenaga kerja sebesar 31,27 persen dan
20,44 persen. (BPS Jawa Tengah 2012)
Gambar 4.4
Angkatan Kerja DI Jawa Tengah Menurut
Status Pekerjaannya Tahun 2011
Sumber : BPS Jawa Tengah
Menurut uraian dari BPS Jawa Tengah pembangunan sektor industri
merupakan prioritas utama pembangunan ekonomi tanpa mengabaikan
pembangunan sektor lain. Sektor industri dibedakan menjadi industri besar
31%
16%20%
3%
30%
Buruh/Karyawan
Berusaha Sendiri
Berusaha dibantu buruh tidak tetap
Berusaha dibantu buruh tetap
Lain-lain
66
dan sedang serta industri kecil dan rumah tangga. Definisi yang digunakan
BPS, industri besar adalah perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 100
orang atau lebih, industri sedang adalah perusahaan dengan tenaga kerja 20
orang sampai 99 orang, industri kecil dan rumah tangga adalah perusahaan
dengan tenaga kerja 5 sampai 19 orang, dan industri rumah tangga adalah
perusahaan dengan tenaga kerja 1-4 orang.
Selanjutnya, perusahaan industri besar dan sedang di Jawa Tengah
pada tahun 2011 tercatat sebesar 3.850 unit perusahaan dengan 73203 ribu
orang tenaga kerja. Berarti dari tahun sebelumnya jumlah perusahaan industri
besar dan sedang turun 0,95 persen dan jumlah tenaga kerja turun sebesar
0,39 persen. Pada tahun yang sama, nilai output industri sedang dan besar
mencapai 165 triliyun rupiah, lebih tinggi 9,48 persen dari nilai total output
tahun 2010. Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa
Tengah, terdapat 645 ribu industri kecil dan menengah pada tahun 2012 atau
naik relatif kecil (0,10 persen) dibandingkan jumlah perusahaan tahun
sebelumnya dan jumlah tenaga kerja yang diserap sebanyak 2,85 juta orang.
B. Analisa dan Pembahasan
1. Analisa Deskriptif Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Tengah
dihitung dalam persen dengan menghitung delta PDRB tanpa migas atas
dasar harga konstan 2000. Pemilihan perthitungan dengan menggunakan
dasar harga konstan 2000 diharapkan mampu memberikan keadaan yang
67
sesungguhnya di lapangan, karena dengan harga konstan 2000 naik turunnya
harga tidak mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi.
Gambar 4.5
Diagram Pertumbuhan Ekonomi
Propinsi Jawa Tengah 2009-2011
Atas Dasar Harga Konstan 2000 dan Atas Dasar Harga Berlaku
Sumber : BPS Jawa Tengah (diolah)
Dari gambar diatas didapati hasil dalam kurun waktu 2009-2011
pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah mengalami kenaikan dan
cenderung ke arah yang lebih baik, hal ini ditunjukkan dengan laju
pertumbuhan ekonomi yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga
konstan yang selalu menunjukkan angka yang positif.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
PDRB 2009 PDRB 2010 PDRB 2011
ADHK
ADHB
68
2. Analisa Deskriptif Aglomerasi di Propinsi Jawa Tengah
Analisis Aglomerasi dalam penelitian ini menggunakan Indeks
Balassa, semakin tinggi nilai Indeks Balassa menunjukkan aglomerasi yang
semakin kuat. Aglomerasi dikatakan kuat apabila angka indeks balassa diatas
4, rata-rata atau sedang bila nilainya antara 2 dan 4, lemah bila nilainya
diantara 1 sampai 2, sedangkan nilai 0 sampai 1 berarti tidak terjadi
aglomerasi atau wilayah tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif
untuk terjadinya aglomerasi.
Tabel 4.1
Wilayah Aglomerasi Industri Besar dan Sedang Kab/Kota di Propinsi
Jawa Tengah
Aglomerasi Wilayah
Kuat (>4)
Sedang (2-4)
Kab Kudus, Kab Jepara, Kota Pekalongan
Lemah (1-2)
Kab Banyumas, Kab Purbalingga, Kab Kebumen, Kab Klaten, Kab Sukoharjo, Kab Semarang, Kab Batang, Kab Pekalongan, Kota Semarang,
Sumber: BPS Jawa Tengah (diolah)
Dilihat dari tabel pengukuran klasifikasi indeks balassa diatas
bahwa tidak semua wilayah di Jawa Tengah mengalami aglomerasi.
Mayoritas wilayah di Jawa Tengah hanya mencapai tingkat aglomerasi lemah
dan sedang. Secara global, aglomerasi industri di Propinsi Jawa Tengah dari
tahun ke tahun ditunjukkan oleh tabel berikut.
69
Gambar 4.6
Aglomerasi Industri Besar dan Sedang Propinsi
Jawa Tengah 2009-2011
Sumber : BPS Jawa Tengah (Diolah)
Tingkat aglomerasi industri besar dan sedang di Jawa Tengah
tahun 2009-2011 masih tergolong sangat lemah, atau bisa dikatakan Jawa
Tengah bukan merupakan daerah industri, ini dikarenakan Jawa Tengah
masih dominan dengan sektor pertanian.
3. Analisa Deskriptif TPAK di Propinsi Jawa Tengah
Mulyadi Subri (2002:60) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) merupakan suatu cara penggambaran dari jumlah angkatan kerja
dalam suatu kelompok umum sebagai presentase penduduk dalam kelompok
umur tersebut. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dihitung dengan
membandingkan jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja
1.01
1.015
1.02
1.025
1.03
1.035
1.04
2009 2010 2011
Indeks Balassa
70
(usia 15-64 tahun). Propinsi Jawa Tengah rata-rata mencapai TPAK sebesar
70 persen.
Gambar 4.7
Rata-Rata TPAK di Propinsi
Jawa Tengah Tahun 2009-2011
Sumber: BPS Jawa Tengah (diolah)
Jika dilihat dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa Jumlah TPAK
di Jawa Tengah relatif menurun. Hal ini dikarenakan adanya peralihan jumlah
penduduk usia kerja yang ada di Propinsi Jawa Tengah. Sehingga dalam hal
ini menurunkan presentase dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja(TPAK) di
Propinsi Jawa Tengah.
4. Analisa Deskriptif Nilai Output di Propinsi Jawa Tengah
Nilai Output merupakan suatu nilai atau hasil dari suatu kegiatan
Industri. Dalam Penelitian ini, Nilai Output yang digunakan adalah nilai
output industri besar dan sedang di tiap-tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah.
75%
75%
76%
76%
77%
77%
78%
78%
79%
79%
2009 2010 2011
Rata-rata TPAK
71
Dari uraian BPS Propinsi Jawa Tengah, perusahaan industri besar dan sedang
di Jawa Tengah pada tahun 2011 tercatat sebesar 3.850 unit perusahaan
dengan 732,03 ribu orang tenaga kerja. Berarti dari tahun sebelumnya jumlah
perusahaan industri besar dan sedang turun 0,95 persen dan jumlah tenaga
kerja turun sebesar 0,39 persen. Pada tahun yang sama, nilai output industri
sedang dan besar mencapai 165 triliyun rupiah, lebih tinggi 9,48 persen dari
nilai total output tahun 2010.
C. Estimasi Model Data Panel
1. Uji Chow
Metode ini membandingkan apakah model bersifat fixed effect
atau common effect dengan cara membandingkan F-statistik dan F-Tabel.
Sebelum membandingkan F-Statistik dan F-Tabel terlebih dahulu dibuat
hipotesisnya. Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut :
H0 : Model PLS
H1 : Model Fixed Effect
Dari hasil regresi berdasarkan metode Fixed Effect Model dan Pool
Least Square diperoleh F- Statistik yakni sebagai berikut :
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 40.843871 (34,67) 0.0000
Sumber : Lampiran 14
72
Berdasar hasil pengujian diperoleh nilai F-statistik adalah
40.843871 dan nilai F-Tabel dengan α = 5% adalah 1,83 sehingga nilai
F-Statistik > F-tabel, maka H0 ditolak, sehingga model data panel yang
dapat digunakan adalah Fixed Effect Model.
2. Uji Hausman
Untuk mengetahui model panel yang digunakan, maka digunakan
uji F-Chi-Square dengan cara membandingkan Chi-Square statistik dan
Chi-square tabel. Sebelum membandingkan F-Chi-Square statistik dan
Chi-Square tabel terlebih dahulu dibuat hipotesisnya, yaitu :
H0 : Model Random Effect
H1 : Model Fixed Effect
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 11.880669 3 0.0078
Sumber : Lampiran 14
Berdasar hasil pengujian diperoleh nilai Chi-Sq statistik adalah
11.880669 dengan nilai Chi-square tabel pada d.f. (3) α = 5% adalah 7,81
sehingga nilai Chi-Sq statistik > dari Chi-square tabel, maka Ho ditolah,
sehingga model yang digunakan Fixed Effect Model.
73
D. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Multikolonieritas
Tabel 4.1
Hasil Uji Multikolinieritas
Sumber: Lampiran 15
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa tidak ada masalah
multikolinearitas. Hal ini dikarenakan nilai matriks korelasi
(correlation matrix) dari semua variabel kurang dari 0,8.
Multikolinieritas biasanya terjadi pada estimasi data runtut waktu (time
series). Dengan mengkombinasikan data time series dan cross section
mengakibatkan masalah multikolinieritas secara teknis dapat
dikurangi. Penelitian ini menggunakan data panel, sehingga secara
teknis sudah dapat masalah multikolinieritas sudah tidak ada. Hal
tersebut dapat diperkuat dengan hasil estimasi model semua variabel
yang digunakan signifikan dan nilai 𝑅2 yang tinggi, sehingga dengan
sendirinya model ini sudah terbebas dari multikolinearitas.
AGLOMERASI TPAK OUTPUT
AGLOMERASI 1.000000 -0.280357 0.385508
TPAK -0.280357 1.000000 -0.122904
OUTPUT 0.385508 -0.122904 1.000000
74
2. Hasil Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi
dengan residual observasi lainnya (Winarno, 2007:5.14). Uji
Autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi
antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada
model regresi. Salah satu cara untuk mendeteksi gejala autokorelasi
digunakan uji Durbin Watson (D-W test).
Tabel 4.2
Hasil Pengujian
Autokorelasi
R-squared 0.964400 Mean dependent var 4.908496
Adjusted R-squared 0.944740 S.D. dependent var 4.923446
S.E. of regression 0.146864 Sum squared resid 1.445131
F-statistic 49.05459 Durbin-Watson stat 2.458796
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber : Lampiran 15
Dari tabel lampiran diatas didapatkan hasil pengujian autokorelasi
dengan melihat besaran dari nilai Durbin Watson Stat sebesar 2,45.
Dalam hal ini nilai 2,45 merupakan nilai yang berada ditengah antara
batas bawah maupun batas atas untuk dapat menerangkan bahwa data
terbebas dari asuksi autokorelasi.
75
3. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan
ke pengamatan lain. Jika varians residual satu pengamatan ke pengamatan
lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut
heterokedastisitas. Metode GLS pada intinya memberikan pembobotan pada
variasi data yang digunakan, sehingga dapat dikatakan dengan
menggunakan GLS maka masalah heterokedastisitas dapat diatasi. Masalah
heterokedastisitas dapat disembuhkan dengan metode WLS yang ada pada
GLS yang memberikan pembobotan pada varians yang digunakan.
(Widarjono dalam Wibowo, 2013: 58).
4. Hasil Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau
tidak dapat diketahui dengan membandingkan nilai probabilitas dengan
tingkat signifikansi 5% (0,05). Jika nilai probabilitas hasil pengujian lebih
besar dari tingkat signifikansi 5% (0,05) maka dapat dikatakan bahwa data
terdistribusi secara normal. Dari hasil pengujian normalitas di bawah ini
didapatkan nilai probabilitas lebih besar daripada nilai signifikansi 5%
(0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.
76
Tabel 4.3
Hasil Pengujian Normalitas Kab/Kota PE Aglomerasi TPAK Output 5%
Kab Cilacap 0.804255 0.823545 0.855140 0.786961 0,05
Kab Banyumas 0.850896 0.766812 0.843532 0.795274 0,05
Kab Purbalingga 0.787504 0.795715 0.773136 0.824385 0,05
Kab Banjarnegara 0.772472 0.847194 0.781452 0.766765 0,05
Kab Kebumen 0.810323 0.768792 0.868144 0.868035 0,05
Kab Purworejo 0.786522 0.823022 0.811067 0.861832 0,05
Kab Wonosobo 0.772472 0.867944 0.797394 0.845187 0,05
Kab Magelang 0.857372 0.830809 0.783567 0.850791 0,05
Kab Boyolali 0.769696 0.795404 0.815714 0.864925 0,05
Kab Klaten 0.772057 0.768101 0.858703 0.802124 0,05
Kab Sukoharjo 0.853794 0.778641 0.856834 0.785696 0,05
Kab Wonogiri 0.831479 0.832530 0.841744 0.822790 0,05
Kab Karanganyar 0.767635 0.777712 0.767781 0.827406 0,05
Kab Sragen 0.784242 0.774432 0.865152 0.828947 0,05
Kab Grobogan 0.766850 0.787549 0.868487 0.794728 0,05
Kab Blora 0.767930 0.775971 0.855252 0.774943 0,05
Kab Rembang 0.781215 0.808359 0.815332 0.766822 0,05
Kab Pati 0.863016 0.845946 0.862400 0.865773 0,05
Kab Kudus 0.773047 0.767251 0.824333 0.768950 0,05
Kab Jepara 0.866378 0.769109 0.861625 0.776894 0,05
Kab Demak 0.774084 0.802367 0.786236 0.770232 0,05
Kab Semarang 0.864991 0.862353 0.801886 0.866078 0,05
Kab Temanggung 0.854781 0.773488 0.863895 0.863526 0,05
Kab Kendal 0.766894 0.866121 0.864118 0.862210 0,05
Kab Batang 0.791994 0.862954 0.767433 0.776929 0,05
Kab Pekalongan 0.769283 0.799829 0.866955 0.794571 0,05
Kab Pemalang 0.830969 0.817947 0.823325 0.868652 0,05
Kab Tegal 0.800498 0.868419 0.826419 0.867618 0,05
Kab Brebes 0.856490 0.768569 0.813703 0.783369 0,05
Kota Magelang 0.838768 0.768755 0.818357 0.851893 0,05
Kota Surakarta 0.829382 0.831341 0.786137 0.799989 0,05
Kota Salatiga 0.830702 0.766811 0.868815 0.830241 0,05
Kota Semarang 0.832050 0.816703 0.821342 0.866969 0,05
Kota Pekalongan 0.768604 0.766948 0.791123 0.868811 0,05
Kota Tegal 0.769636 0.766944 0.779532 0.798514 0,05
Sumber : Lampiran 15
77
E. Pengujian Hipotesis
HASIL REGRESI MODEL FIXED EFFECT
Dependent Variable: P__E__
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 06/20/14 Time: 09:53
Sample: 2009 2011
Periods included: 3
Cross-sections included: 35
Total panel (balanced) observations: 105
Linear estimation after one-step weighting matrix Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1.006105 0.192088 5.237728 0.0000
AGLOMERASI -0.063717 0.040100 -1.588955 0.1168
TPAK 0.005390 0.002454 2.196322 0.0315
OUTPUT 0.044800 0.006077 7.372086 0.0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.964400 Mean dependent var 4.908496
Adjusted R-squared 0.944740 S.D. dependent var 4.923446
S.E. of regression 0.146864 Sum squared resid 1.445131
F-statistic 49.05459 Durbin-Watson stat 2.458796
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.615008 Mean dependent var 1.556464
Sum squared resid 1.835229 Durbin-Watson stat 2.667674
Sumber : Lampiran 16
Model data panel dengan menggunakan Fixed Effect Model dapat
dijelaskan melalui persamaan sebagai berikut :
PE = 1.006105 – 0.063717(Aglomerasi) + 0.005390(TPAK) +
0.044800(Output) + e
78
Dimana :
Y : PE (Pertumbuhan Ekonomi)
X1 :Aglo (Aglomerasi)
X2 :TPAK (Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja)
X3 :Output (Nilai Output Industri)
e : error term
1. Uji-t dan Interpretasi Hasil Analisis
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel bebas
(aglomerasi, TPAK, dan nilai output) berpengaruh secara parsial terhadap
variabel terikatnya (PDRB), yaitu dengan membandingkan masing-masing
nilai t-statistik dari regresi dengan t-tabel dalam menolak atau menerima
hipotesis. Pada tingkat keyakinan α = 5%, df = 31, maka diperoleh t-tabel
1,695. Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut :
a. 𝐻0: variabel aglomerasi (𝑋1) secara parsial tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel pertumbuhan Ekonomi (Y)
𝐻1: variabel aglomerasi (𝑋1) secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap variabel pertumbuhan Ekonomi (Y)
b. 𝐻0: variabel TPAK (𝑋2) secara parsial tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel pertumbuhan Ekonomi (Y)
𝐻1: variabel TPAK (𝑋2) secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap variabel pertumbuhan Ekonomi (Y)
79
c. 𝐻0: variabel nilai output (𝑋3) secara parsial tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel pertumbuhan Ekonomi (Y)
𝐻1: variabel nilai output (𝑋3) secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap variabel pertumbuhan Ekonomi (Y)
Berdasarkan hasil regresi diatas, maka dapat menentukan hipotesis sebagai
berikut :
a. Variabel Aglomerasi memiliki -t hitung < -t tabel yang berarti 𝐻0
pada hipotesis a diterima.
b. Variabel TPAK memiliki t hitung > t tabel yang berarti 𝐻0 pada
hipotesis b ditolak.
c. Variabel Nilai Output Industri memiliki t hitung > t tabel yang
berarti 𝐻0 pada hipotesis c ditolak.
Hasil estimasi diatas menjelaskan bahwa variabel aglomerasi tidak
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa
Tengah. Hal ini sesuai dengan hasil temuan dari jurnal penelitian Didi
Nuryadin dan Jamzani Sodik (2007:12), bahwa untuk Indonesia yang
bukan merupakan negara industri maju, aglomerasi bukan menjadi ukuran
yang baik untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya dari hasil analisis aglomerasi di 35 kabupaten atau
kota di Propinsi Jawa Tengah didapatkan hasil bahwa tingkat aglomerasi
yang terjadi di 35 kabupaten/ kota di Propinsi Jawa Tengah hanya berada
80
pada tingkat aglomerasi lemah dan sedang. Hasil tersebut ditampilkan
dalam tabel hasil berikut ini.
Tabel 4.1
Wilayah Aglomerasi Industri Besar dan Sedang Kab/Kota di Propinsi
Jawa Tengah
Aglomerasi Wilayah
Kuat (>4)
Sedang (2-4)
Kab Kudus, Kab Jepara, Kota Pekalongan
Lemah (1-2)
Kab Banyumas, Kab Purbalingga, Kab Kebumen, Kab Klaten, Kab Sukoharjo, Kab Semarang, Kab Batang, Kab Pekalongan, Kota Semarang
Sumber: Lampiran 17
Pada variabel TPAK menunjukan hasil yang berpengaruh
signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa
Tengah yang berarti kenaikan jumlah tingkat partisipasi angkatan kerja
akan berbanding lurus dengan kenaikan tingkat pertumbuhan ekonomi.
Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 persen TPAK
akan menaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.0053 persen. Hasil ini
didukung oleh penelitian Eko Wicaksono Pambudi (2012) dalam
penelitiannya mengenai kaitan antara angkatan kerja yang berkerja dan
pertumbuhan ekonomi menggunakan analisis panel data 35 kabupaten/kota
di Jawa Tengah dengan model fixed effects menemukan bahwa angkatan
81
kerja yang bekerja atau dapat dikatakan partisipasi angkatan kerja
memberikan pengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Pada variabel nilai output industri menunjukkan hasil yang
berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di
Propinsi Jawa Tengah yang berarti kenaikan jumlah nilai output industri
akan berbanding lurus dengan kenaikan tingkat pertumbuhan ekonomi.
Hasil estimasi juga menunjukan bahwa setiap kenaikan 1 persen nilai
output industri akan menaikkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.0448
persen. Hasil ini didukung oleh penelitian dari Reza Aldilla (2011:13)
dalam penelitiannya mengenai kaitan antara nilai output industri dengan
pertumbuhan tingkat industri dan ekonomi di Jawa Tengah menemukan
bahwa nilai output industri memberikan pengaruh yang signifikan dan
positif terhadap pertumbuhan tingkat industri.
2. Uji-F dan Interpretasi Hasil Analisis
Untuk menguji apakah variabel bebas berpengaruh secara simultan
terhadap variabel terikatnya, maka digunakan uji-F dengan cara
membandingkan F hitung dengan F tabel. Dari hasil regresi didapatkan nilai
F hitung sebesar 49.05459, pada tingkat keyakinan α = 5%, k = 4, dan n =
105, sehingga diperoleh F-tabel dengan nilai df yaitu sebesar 2,69.
Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut :
82
𝐻0: variabel aglomerasi industri (𝑋1), TPAK (𝑋2), dan Nilai Output
Industri (𝑋3) secara bersama -sama tidak berpengaruh signifikan terhadap
variabel pertumbuhan ekonomi (Y)
𝐻1: avariabel aglomerasi industri (𝑋1), TPAK (𝑋2), dan Nilai Output
Industri (𝑋3) secara bersama -sama berpengaruh signifikan terhadap
variabel pertumbuhan ekonomi (Y).
Dimana: 𝑋1 : Aglomerasi Industri
𝑋2 : TPAK
𝑋3 : Nilai Output Industri
Y : Pertumbuhan Ekonomi
Maka terlihat bahwa F hitung > F tabel, maka 𝐻0 ditolak, artinya bahwa
variabel aglomerasi industri (𝑋1), TPAK (𝑋2), dan Nilai Output Industri
(𝑋3) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel
pertumbuhan ekonomi (Y) pada tingkat kepercayaan 95 persen (α = 5%).
3. Koefisien Determinasi (𝐑𝟐)
Nilai Koefisien Determinasi (R2) menggambarkan kemampuan
variabel independent menjelaskan variabel dependennya, sedangkan nilai
diluar koefisien determinasi (1-R2) dijelaskan oleh faktor-faktor diluar
model. Dari model yang diestimasi didapat nilai R2 sebesar 0.964400, hal
ini berarti variabel independen yang ada dalam model dapat menjelaskan
pertumbuhan ekonomi sebesar 96,44% sedangkan 3,56% sisanya
83
dijelaskan oleh variabel diluar model. Hal ini cukup baik karena nilai R2
adalah ukuran suatu model yang baik untuk digunakan.
4. Analisis Ekonomi
Berdasarkan hasil perhitungan statistik yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa regresi yang dihasilkan cukup baik untuk menjelaskan
pertumbuhan ekonomi di Kab/Kota Propinsi Jawa Tengah periode 2009-
2011. Namun dari seluruh variabel yang diteliti, tidak semua variabel
berpengaruh signifikan dan positif, tetapi terdapat variabel yang tidak
signifikan dan berpengaruh negatif.
a. Pengaruh Aglomerasi Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
di Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Tengah
Aglomerasi merupakan suatu fenomena yang terjadi akibat adanya
pemusatan kegiatan ekonomi. Dalam penelitian ini aglomerasi yang
diteliti merupakan aglomerasi industri di kabupaten/kota di Propinsi
Jawa Tengah. Pemusatan kegiatan ekonomi yang terjadi dikarenakan
adanya berbagai macam fasilitas serta kemudahan untuk menunjang
proses produksi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, pengaruh
aglomerasi industri terhadap pertumbuhan ekonomi di Kab/Kota
Propinsi Jawa Tengah secara langsung tidak berpengaruh signifikan
dan negatif. Hasil tidak signifikan ini disebabkan karena tingkat
aglomerasi yang terjadi di Kab/Kota Propinsi Jawa Tengah tergolong
84
cukup kecil. Dari perhitungan dengan menggunakan indeks balassa
hanya terdapat 12 kab/kota dari 35 kab/kota yang ada di Propinsi Jawa
Tengah yang dikatakan mengalami fenomena aglomerasi. Tiga
Kabupaten/kota diklasifikasikan mengalami aglomerasi sedang dan 9
kab/kota sisanya diklasifikasikan mengalami aglomerasi rendah.
Hasil ini juga didukung oleh penelitian Didin Nuryadin dan
Jamzani Sodik yang meneliti mengenai Aglomerasi Dan Pertumbuhan
Ekonomi : Peran karakteristik regional di Indonesia. Dimana dalam
penelitian tersebut dijelaskan bahwa aglomerasi bukanlah suatu ukuran
yang dapat digunakan untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di
Indonesia, karena Indonesia bukanlah negara industri maju.
b. Pengaruh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Di Kab/Kota Propinsi Jawa Tengah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja merupakan suatu besaran dari
banyaknya penduduk di suatu wilayah yang sudah memasuki usia kerja
dan sudah bekerja atau mendapatkan pekerjaan. Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) tersebut dapat dikatakan memberi dampak
pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena salah satu
faktor terjadinya pertumbuhan ekonomi adalah adanya sumber daya
manusia yang mencukupi untuk melakukan kegiatan ekonomi
khususnya produksi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, pengaruh Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) terhadap pertumbuhan ekonomi di
85
Kab/Kota Propinsi Jawa Tengah secara langsung berpengaruh
signifikan dan positif. Hal ini berarti bahwa jika terjadi peningkatan
pada Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) maka akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi kab/kota di Propinsi Jawa
Tengah.
Hal ini didukung oleh penelitian dari Wildan Qisthi yang meneliti
tentang Pengaruh Modal, Tenaga Kerja Yang Bekerja, dan PAD
terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kab Pekalongan 1986-2009.
Dimana dalam penelitian ini ditemukan bahwa tenaga kerja yang
bekerja atau dengan nama lain tpak berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi.
c. Pengaruh Nilai Output Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi
di Kab/ Kota Propinsi Jawa Tengah
Nilai Output Industri merupakan suatu besaran nilai yang diperoleh
dari hasil pengolahan nilai input (modal). Nilai Output Industri dapat
dikatakan memberi pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini
dikarenakan nilai output industri merupakan salah satu penyumbang
dalam pembentukan PDRB yang merupakan indikator perhitungan
pertumbuhan ekonomi wilayah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, didapatkan
hasil bahwa nilai output industri berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini berarti bahwa ketika terjadi
86
peningkatan nilai output industri maka akan terjadi peningkatan pada
pertumbuhan ekonomi Kab/Kota di Propinsi Jawa Tengah.
Hasil tersebut didukung dengan penelitian Reza Aldilla yang
meneliti mengenai Pengaruh Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta Pengaruhnya Terhadap Indeks
Ketimpangan Penyerapan Tenaga Kerja di Propinsi Jawa Tengah.
87
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data, penulis memperoleh
kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mengenai Analisis Pengaruh
Aglomerasi Industri, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Nilai
Output Industri Terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Di
Propinsi Jawa Tengah Periode 2009-2011 sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil estimasi regresi data panel dengan Fixed
Effect Model (FEM) menjelaskan bahwa secara simultan
aglomerasi industri, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)
dan Nilai Output Industri berpengaruh signifikan terhadap laju
pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa
Tengah periode 2009-2011 pada tingkat kepercayaan 95
persen.
2. Secara parsial hasil estimasi data panel dengan Fixed Effect
Model (FEM) menjelaskan bahwa aglomerasi industri tidak
berpengaruh signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi
Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah periode 2009-2011,
hal ini dikarenakan tingkat aglomerasi yang ada di
Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Tengah relatif kecil. Secara
keseluruhan aglomerasi di Propinsi di Jawa Tengah juga relatif
kecil atau dapat dikatakan tingkat aglomerasinya lemah. Hal ini
88
sesuai dengan penelitian dari Mudrajad Kuncoro (2002) yang
menyatakan bahwa aglomerasi di Indonesia secara nasional
terpusat di Pulau Jawa. Namun aglomerasi tersebut tidak serta
merta menyebar secara merata di Pulau Jawa dan hanya berada
di sekitar Jabodetabek. Selain itu Indonesia bukanlah negara
industri maju, sehingga aglomerasi industri dirasa belum
mampu untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Kemudian variabel tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)
dan Nilai Output industri berpengaruh secara signifikan dan
positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di
Propinsi Jawa Tengah periode 2009-2011.
89
B. Saran
1. Aglomerasi Industri sebaiknya dapat ditingkatkan dengan memberikan
sarana-sarana pendukung yang dapat dilakukan dengan memperbaiki
dan menambah fasilitas baik fisik maupun non fisik agar tercapai
kemudahan dalam menjalankan kegiatan.
2. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) di masing-masing
kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah dapat ditingkatkan dengan
cara memberikan pelatihan serta perbaikan fasilitas pendidikan yang
bertujuan untuk dapat meningkatkan keterampilan dan
mengembangkan kreatifitas agar angkatan kerja yang ada memiliki
daya saing dengan kualitas baik.
3. Pemerintah diharapkan dapat memberikan kebijakan serta pengawasan
agar Nilai Output Industri tetap terjaga dalam menghadapi berbagai
masalah perekonomian yang pada akhirnya dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih baik
90
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Edisi Kelima. UPP STIM YKPN
Yogyakarta.
Boediono. 1998. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.4 : Teori
Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta : BPFE.
Bonet, Jaime. 2006. Decentralization and Regional Income Disparities:
Evidence from The Coloumbian Experience. The Annals of
Regional scince, Vol. 40.
BAPPEDA. 2010. Jawa Tengah Dalam Angka Full. Jawa Tengah. BPS Propinsi
Jawa Tengah
BAPPEDA. 2011. Jawa Tengah Dalam Angka Full. Jawa Tengah. BPS Propinsi
Jawa Tengah
BAPPEDA. 2012. Jawa Tengah Dalam Angka Full. Jawa Tengah. BPS Propinsi
Jawa Tengah
BPS. 2010. Jawa Tengah Dalam Angka. Jawa Tengah. BPS Propinsi Jawa Tengah
BPS. 2011. Jawa Tengah Dalam Angka. Jawa Tengah. BPS Propinsi Jawa Tengah
BPS. 2012. Jawa Tengah Dalam Angka. Jawa Tengah. BPS Propinsi Jawa Tengah
Ervani, Eva. 2008. Analisis Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Loan To Deposit
Ratio, Dan Biaya Operasional Bank Terhadap Profitabilitas Bank Go
Public Di Indonesia Periode 2000-2007
Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics, Fourth Edition, Tim McGraw-
Hill.
Gujarati, Damodar,. “Ekonometrika Dasar”. Erlangga. Jakarta. 2007.
Hakim, Abdul. “Ekonomi Pembangunan”. EKONISIA. Yogyakarta. 2010
Jhinghan, ML. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Jhingan. M.L. 2012. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Raja Grafindo
Persada Jakarta
91
Kuncoro, Mudrajad. 2002. Analisis Spasial dan Regional : Studi Aglomerasi dan
Kluster Industri Indonesia. UPP-AMP YKPN : Yogyakarta.
Kuncoro , Mudrajad.2010. Ekonomika Pembangunan : Masalah ,Kebijakan, dan
Politik. ERLANGGA : JAKARTA
Nuryadin, Didi dan Sodik, Jamzoni. Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi :
Peran dan Karakteristik Regional di Indonesia. Journal Ekonomi.
Simanjuntak, Payaman. 2001. PENGANTAR ILMU EKONOMI SUMBER
DAYA MANUSIA. LPFE UI. JAKARTA 2001
Subri, Mulyadi. 2002. Ekonomi Sumber Daya Manusia. RAJA GRAFINDO
PERSADA. JAKARTA 2002.
Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah dan Dasar
Kebijakan. Jakarta : Prenada Media Group.
Sukirno, Sadono. 2012. Makroekonomi Modern. Raja Grafindo. Jakarta.
Sukirno, Sadono. 2012. Makroekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Rajawali
Pers. Jakarta.
Sumarsono, Sony. 2007. Ekonomi Menejemen Sumber Daya Manusia dan
Ketenagakerjaan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Sumodiningrat, Gunawan. 2004. Pembangunan Wilayah, Perspektif Ekonomi,
Sosial dan Lingkungan. Jakarta. LP3ES.
Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi Edisi Revisi.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Todaro, Michael. 2006. Ekonomi Pembangunan Jilid Satu. Jakarta:
Erlangga
Winarno, Wing, Wahyu. “Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews”.
Unit penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manejemen YKPN,
Yogyakarta 2007.
Widarjono, Agus. 2009. Ekonometrika Teori dan Aplikasi, untuk Ekonomi dan
Bisnis. Yogyakarta: Ekonisia.
Wibowo, Wisnu Ari. 2013. Pengaruh Faktor Aglomerasi Industri, Angkatan
Kerja Dan Tingkat Upah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Tengah Periode 2005-201
92
Lampiran 1 : Data Observasi Penelitian
No Kab/Kota P. E % Aglomerasi TPAK Output
1 Cilacap_2009 5,25 0,9843 74,64 5918892217
Cilacap_2010 5,65 0,7526 71,86 6461076825
Cilacap_2011 5,77 1,079 78,91 3243262975
2 Banyumas_2009 5,49 1,1569 74,97 401814537
Banyumas_2010 5,77 1,1576 77,64 466403502
Banyumas_2011 5,94 1,2183 76,7 724238662
3 Purbalingga_2009 5,61 1,283 79,38 1756803194
Purbalingga_2010 5,95 1,3747 79,59 1404767130
Purbalingga_2011 6,02 1,7372 77,4 1902454203
4 Banjarnegara_2009 5,11 0,7373 78,65 195779354
Banjarnegara_2010 4,89 0,8812 81,86 196599676
Banjarnegara_2011 4,91 0,4864 78,11 303283389
5 Kebumen_2009 3,94 1,2572 80,83 177325147
Kebumen_2010 4,15 1,2372 80,14 250138031
Kebumen_2011 4,22 1,5998 79,51 316145309
6 Purworejo_2009 4,96 0,8433 76,97 217445086
Purworejo_2010 5,01 0,7363 79,4 265090812
Purworejo_2011 5,02 0,4725 80,22 300402013
7 Wonosobo_2009 3,85 0,7426 81,83 331294597
Wonosobo_2010 4,45 0,5294 81,19 492119765
Wonosobo_2011 4,51 0,3372 78,75 781027928
93
8 Magelang_2009 4,72 0,8718 83,73 1282428747
Magelang_2010 4,51 0,8879 82,93 1477865852
Magelang_2011 4,2 0,8363 78,53 1800297159
9 Boyolali_2009 5,16 0,8429 89,87 2272783140
Boyolali_2010 3,6 0,8735 86,93 3006107147
Boyolali_2011 5,27 0,9953 78,84 3921077118
10 Klaten_2009 4,24 1,3004 82,14 2264716673
Klaten_2010 1,73 1,3091 76,48 2640838723
Klaten_2011 1,95 1,493 78,8 3945316774
11 Sukoharjo_2009 4,76 1,3482 78,39 11551599943
Sukoharjo_2010 4,65 1,5185 76,78 11467818930
Sukoharjo_2011 4,58 1,5439 75,7 11981244557
12 Wonogiri_2009 4,73 0,3014 93,55 284791535
Wonogiri_2010 5,87 0,3731 85,75 476921306
Wonogiri_2011 2,24 0,5274 81,62 421613133
13 Karanganyar_2009 3,59 0,9263 84,19 9004794427
Karanganyar_2010 5,42 0,8969 83,92 10136712441
Karanganyar_2011 5,49 1,1326 77,38 12756218177
14 Sragen_2009 6,01 0,7861 89,52 7166864258
Sragen_2010 6,09 0,7968 85,05 5042065770
Sragen_2011 6,52 0,6948 79,51 4103527017
15 Grobogan_2009 5,03 0,2665 88,52 258675181
Grobogan_2010 5,05 0,2913 83,18 285078675
94
Grobogan_2011 3,59 0,4116 77,49 391781262
16 Blora_2009 5,08 0,1947 89,84 423515394
Blora_2010 5,19 0,2575 83,8 102425924
Blora_2011 2,59 0,2019 79,86 63454285
17 Rembang_2009 4,46 0,5481 79,06 872697284
Rembang_2010 4,45 0,563 78,37 643100177
Rembang_2011 4,39 0,5019 76,46 645867383
18 Pati_2009 4,69 0,843 82,37 4115878429
Pati_2010 5,11 0,898 77,03 3250540292
Pati_2011 5,43 0,7453 79,32 5167692085
19 Kudus_2009 3,78 2,2195 76,4 41989833901
Kudus_2010 4,16 2,2268 77,57 44056845128
Kudus_2011 4,2 1,967 73,57 44182199767
20 Jepara_2009 5,02 2,6546 75,48 2236346419
Jepara_2010 4,52 2,6309 76,7 4465874435
Jepara_2011 5,44 2,2539 74,58 4198098889
21 Demak_2009 4,08 0,791 75,11 2565994577
Demak_2010 4,12 0,8644 73,72 2430598562
Demak_2011 4,47 0,5376 73,95 4325992956
22 Semarang_2009 4,37 1,2922 83,11 9123608637
Semarang_2010 4,9 1,4308 84,99 10666189382
Semarang_2011 5,56 1,1074 76,56 11948335988
23 Temanggung_2009 4,09 1,1553 81,79 1019921649
95
Temanggung_2010 4,31 0,8759 86,36 1356206902
Temanggung_2011 4,65 1,1278 78,23 1792018519
24 Kendal_2009 4,1 0,7268 79,19 5686917614
Kendal_2010 5,95 0,6687 77,85 6835861605
Kendal_2011 5,98 0,7966 76,14 8372863324
25 Batang_2009 3,72 1,3491 75,74 1852699525
Batang_2010 4,97 1,2283 79,01 1824992434
Batang_2011 5,26 1,441 75,63 2055299277
26 Pekalongan_2009 4,3 2,1736 75,49 2182744123
Pekalongan_2010 4,27 1,989 76,27 2230402881
Pekalongan_2011 4,76 1,9381 74,82 2423690460
27 Pemalang_2009 4,78 0,6952 72,77 521660248
Pemalang_2010 4,94 0,7295 71,34 605282253
Pemalang_2011 4,83 0,8207 76,28 441701435
28 Tegal_2009 5,49 1,0314 71,82 2045893433
Tegal_2010 4,62 0,934 69,89 1080108008
Tegal_2011 4,81 0,9844 76,35 1533659487
29 Brebes_2009 4,99 0,2669 71,98 442228935
Brebes_2010 4,94 0,1787 77,74 451868367
Brebes_2011 4,96 0,2623 76,24 505252496
30 Magelang_2009 5,11 0,6409 70,84 217646718
Magelang_2010 6,12 0,8415 75,2 383751497
Magelang_2011 5,45 0,6293 76,85 486215878
96
31 Surakarta_2009 5,9 1,0161 73,24 1501285171
Surakarta_2010 5,94 1,099 72,38 1610942317
Surakarta_2011 6,03 1,0421 73,41 2007373126
32 Salatiga_2009 4,48 0,9369 70,58 1131442356
Salatiga_2010 5,01 0,9408 68,26 1355510202
Salatiga_2011 5,25 1,2812 72,9 1853559590
33 Semarang_2009 4,7 1,0785 73,88 19611798993
Semarang_2010 5,87 1,2121 71,27 22528494580
Semarang_2011 6,41 1,0292 72,01 25035306475
34 Pekalongan_2009 4,18 2,2005 75,74 584380727
Pekalongan_2010 5,51 2,209 74,95 469439399
Pekalongan_2011 5,44 1,7457 71,47 700165773
35 Tegal_2009 5,04 0,7757 73,89 586090963
Tegal_2010 4,61 0,8582 76,27 609954002
Tegal_2011 4,58 0,7772 74,21 591141779
97
Lampiran 2
LAJU PDRB JAWA TENGAH 2009
Kab/Kota 2008 2009 T - (T-1) Hasil Presentase
Kab Cilacap 11689092,9 12303308,3 614215,44 0,05255 5,25
Kab Banyumas 4171468,95 4400542,23 229073,28 0,05491 5,49
Kab Purbalingga 2257392,77 2384014,04 126621,27 0,05609 5,61
Kab Banjarnegara 2619989,61 2753935,73 133946,12 0,05112 5,11
Kab Kebumen 2721254,09 2828395,07 107140,98 0,03937 3,94
Kab Purworejo 2737087,13 2872723,29 135636,16 0,04955 4,96
Kab Wonosobo 1741148,31 1808247,18 67098,87 0,03854 3,85
Kab Magelang 3761388,59 3938764,68 177376,09 0,04716 4,72
Kab Boyolali 3899372,86 4100520,26 201147,4 0,05158 5,16
Kab Klaten 4567200,96 4761018,67 193817,71 0,04244 4,24
Kab Sukoharjo 4540751,53 4756902,5 216150,97 0,0476 4,76
Kab Wonogiri 2770435,78 2901577,44 131141,66 0,04734 4,73
Kab Karanganyar 4900690,4 5076549,87 175859,47 0,03588 3,59
Kab Sragen 2729450,32 2893427,19 163976,87 0,06008 6,01
Kab Grobogan 2948793,8 3097093,25 148299,45 0,05029 5,03
Kab Blora 1913763,35 2010908,67 97145,32 0,05076 5,08
Kab Rembang 2093412,59 2186736,49 93323,9 0,04458 4,46
Kab Pati 4162082,37 4357144,04 195061,67 0,04687 4,69
Kab Kudus 11683819,7 12125681,8 441862,06 0,03782 3,78
Kab Jepara 3889988,85 4085438,36 195449,51 0,05024 5,02
Kab Demak 2787524,02 2901151,51 113627,49 0,04076 4,08
Kab Semarang 5079003,74 5300723,41 221719,67 0,04365 4,37
Kab Temanggung 2219155,63 2309841,53 90685,9 0,04087 4,09
Kab Kendal 4822465,28 5020087,37 197622,09 0,04098 4,10
Kab Batang 2169854,55 2250616,82 80762,27 0,03722 3,72
Kab Pekalongan 2970214,98 3098072,64 127857,66 0,04305 4,30
Kab Pemalang 3142808,7 3293056,25 150247,55 0,04781 4,78
Kab Tegal 3286263,44 3466785,57 180522,13 0,05493 5,49
Kab Brebes 4998528,19 5247897,41 249369,22 0,04989 4,99
Kota Magelang 993835,2 1044650,24 50815,04 0,05113 5,11
Kota Surakarta 4549342,95 4817877,63 268534,68 0,05903 5,90
Kota Salatiga 832154,88 869452,99 37298,11 0,04482 4,48
Kota Semarang 19156814,3 20057621,9 900807,56 0,04702 4,70
Kota Pekalongan 1887853,7 1966751,15 78897,45 0,04179 4,18
Kota Tegal 1166587,87 1225424,73 58836,86 0,05044 5,04
98
Lampiran 3
LAJU PDRB JAWA TENGAH 2010
Kab/Kota 2009 2010 T - (T-1) Hasil Presentase
Kab Cilacap 12302308,34 12998128,79 695820,4 0,05656 5,66
Kab Banyumas 4400542,23 4654634,02 254091,8 0,057741 5,77
Kab Purbalingga 2384014,04 2525872,73 141858,7 0,059504 5,95
Kab Banjarnegara 2753935,73 2888524,12 134588,4 0,048871 4,89
Kab Kebumen 2828395,07 2945829,46 117434,4 0,04152 4,15
Kab Purworejo 2872723,29 3016597,82 143874,5 0,050083 5,01
Kab Wonosobo 1808247,18 1888808,28 80561,1 0,044552 4,46
Kab Magelang 3938764,68 4116390,07 177625,4 0,045097 4,51
Kab Boyolali 4100520,26 4248048,24 147528 0,035978 3,60
Kab Klaten 4761018,67 4843247,26 82228,59 0,017271 1,73
Kab Sukoharjo 4756902,5 4978263,31 221360,8 0,046535 4,65
Kab Wonogiri 2901577,44 3071963,79 170386,4 0,058722 5,87
Kab Karanganyar 5172268,33 5452435,49 280167,2 0,054167 5,42
Kab Sragen 2893427,19 3069751,14 176324 0,060939 6,09
Kab Grobogan 3097093,25 3253398,56 156305,3 0,050468 5,05
Kab Blora 2010908,67 2115369,93 104461,3 0,051947 5,19
Kab Rembang 2186736,49 2283965,7 97229,21 0,044463 4,45
Kab Pati 4357144,04 4579852,54 222708,5 0,051113 5,11
Kab Kudus 12144952,38 12651591,64 506639,3 0,041716 4,17
Kab Jepara 4085438,36 4270256,9 184818,5 0,045238 4,52
Kab Demak 2901151,51 3020821,04 119669,5 0,041249 4,12
Kab Semarang 5300723,41 5560551,9 259828,5 0,049018 4,90
Kab Temanggung 2309841,53 2409386,4 99544,87 0,043096 4,31
Kab Kendal 5090286,6 5394079,29 303792,7 0,059681 5,97
Kab Batang 2250616,82 2362482,41 111865,6 0,049704 4,97
Kab Pekalongan 3098072,64 3230351,23 132278,6 0,042697 4,27
Kab Pemalang 3293056,25 3455713,42 162657,2 0,049394 4,94
Kab Tegal 3466785,57 3627198,2 160412,6 0,046271 4,63
Kab Brebes 5247897,41 5507402,71 259505,3 0,049449 4,94
Kota Magelang 1044650,24 1108603,69 63953,45 0,06122 6,12
Kota Surakarta 4817877,63 5103886,24 286008,6 0,059364 5,94
Kota Salatiga 869452,99 913020,04 43567,05 0,050109 5,01
Kota Semarang 20180577,85 21365817,8 1185240 0,058732 5,87
Kota Pekalongan 1978082,25 2087114,17 109031,9 0,05512 5,51
99
Lampiran 4
LAJU PDRB JAWA TENGAH 2011
Kab/Kota 2010 2011 T - (T-1) Hasil Persen
Kab Cilacap 12998128,79 13749105,22 750976,4 0,057776 5,78
Kab Banyumas 4654634,02 4931433,05 276799 0,059467 5,95
Kab Purbalingga 2525872,73 2678085,09 152212,4 0,060261 6,03
Kab Banjarnegara 2888524,12 3030542,04 142017,9 0,049166 4,92
Kab Kebumen 2945829,46 3070381,16 124551,7 0,042281 4,23
Kab Purworejo 3016597,82 3168113,4 151515,6 0,050227 5,02
Kab Wonosobo 1888808,28 1974114,16 85305,88 0,045164 4,52
Kab Magelang 4116390,07 4292354,46 175964,4 0,042747 4,27
Kab Boyolali 4248048,24 4472217,01 224168,8 0,05277 5,28
Kab Klaten 4843247,26 4938050,65 94803,39 0,019574 1,96
Kab Sukoharjo 4978263,31 5206646,65 228383,3 0,045876 4,59
Kab Wonogiri 3071963,79 3140855,16 68891,37 0,022426 2,24
Kab Karanganyar 5452435,49 5752136,99 299701,5 0,054967 5,50
Kab Sragen 3069751,14 3270052,52 200301,4 0,06525 6,53
Kab Grobogan 3253398,56 3370343,7 116945,1 0,035946 3,59
Kab Blora 2115369,93 2170194,81 54824,88 0,025917 2,59
Kab Rembang 2283965,7 2384459,23 100493,5 0,044 4,40
Kab Pati 4579852,54 4828723,12 248870,6 0,05434 5,43
Kab Kudus 12651591,64 13184051,12 532459,5 0,042086 4,21
Kab Jepara 4270256,9 4502689,29 232432,4 0,054431 5,44
Kab Demak 3020821,04 3156126,24 135305,2 0,044791 4,48
Kab Semarang 5560551,9 5869949,71 309397,8 0,055642 5,56
Kab Temanggung 2409386,4 2521439,03 112052,6 0,046507 4,65
Kab Kendal 5394079,29 5717086,83 323007,5 0,059882 5,99
Kab Batang 2362482,41 2486765,6 124283,2 0,052607 5,26
Kab Pekalongan 3230351,23 3384387,72 154036,5 0,047684 4,77
Kab Pemalang 3455713,42 3622635,53 166922,1 0,048303 4,83
Kab Tegal 3627198,2 3801779,47 174581,3 0,048131 4,81
Kab Brebes 5507402,71 5780877,86 273475,2 0,049656 4,97
Kota Magelang 1108603,69 1169060,42 60456,73 0,054534 5,45
Kota Surakarta 5103886,24 5411912,32 308026,1 0,060351 6,04
Kota Salatiga 913020,04 961024,62 48004,58 0,052578 5,26
Kota Semarang 21365817,8 22736136,19 1370318 0,064136 6,41
Kota Pekalongan 2087114,17 2200827,78 113713,6 0,054484 5,45
Kota Tegal 1281528,2 1340227,74 58699,54 0,045804 4,58
100
Lampiran 5
Perhitungan Aglomerasi Industri Manufaktur Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009
Kabupaten atau Tenaga Kerja Sektor Tenaga Kerja Tenaga Kerja Sektor Tenaga Kerja Indeks Balassa
Kota di JATENG Industri Kab/Kota Kab/Kota Industri Jateng Jateng
Kab Cilacap 113855 689485 2656673 15835382 0,9843
Kab Banyumas 132072 680460 2656673 15835382 1,1569
Kab Purbalingga 86492 401829 2656673 15835382 1,283
Kab Banjarnegara 53268 430667 2656673 15835382 0,7373
Kab Kebumen 117505 557099 2656673 15835382 1,2572
Kab Purworejo 48282 341263 2656673 15835382 0,8433
Kab Wonosobo 47438 380776 2656673 15835382 0,7426
Kab Magelang 87823 600436 2656673 15835382 0,8718
Kab Boyolali 72494 512635 2656673 15835382 0,8429
Kab Klaten 126082 577901 2656673 15835382 1,3004
Kab Sukoharjo 93651 414058 2656673 15835382 1,3482
Kab Wonogiri 27853 550876 2656673 15835382 0,3014
Kab Karanganyar 64931 417838 2656673 15835382 0,9263
Kab Sragen 61502 466332 2656673 15835382 0,7861
Kab Grobogan 32221 720700 2656673 15835382 0,2665
Kab Blora 14947 457502 2656673 15835382 0,1947
Kab Rembang 27792 302260 2656673 15835382 0,5481
Kab Pati 83466 590171 2656673 15835382 0,843
Kab Kudus 151515 406909 2656673 15835382 2,2195
Kab Jepara 237572 533446 2656673 15835382 2,6546
Kab Demak 65677 494917 2656673 15835382 0,791
Kab Semarang 102040 470675 2656673 15835382 1,2922
Kab Temanggung 72244 372741 2656673 15835382 1,1553
Kab Kendal 59645 489173 2656673 15835382 0,7268
Kab Batang 73089 322932 2656673 15835382 1,3491
Kab Pekalongan 150417 412482 2656673 15835382 2,1736
Kab Pemalang 66225 567795 2656673 15835382 0,6952
Kab Tegal 102188 590539 2656673 15835382 1,0314
Kab Brebes 340,49 760,43 2656673 15835382 0,2669
Kota Magelang 6033 56107 2656673 15835382 0,6409
Kota Surakarta 42065 246768 2656673 15835382 1,0161
Kota Salatiga 12365 78668 2656673 15835382 0,9369
Kota Semarang 127304 703602 2656673 15835382 1,0785
Kota Pekalongan 49221 133326 2656673 15835382 2,2005
Kota Tegal 13350 102585 2656673 15835382 0,7757
101
Lampiran 6
Perhitungan Aglomerasi Industri Manufaktur Propinsi Jawa Tengah Tahun 2010
Kabupaten atau Tenaga Kerja
Sektor Tenaga Kerja Tenaga Kerja
Sektor Tenaga Kerja
Indeks Balassa
Kota di JATENG Industri Kab/Kota Kab/Kota Industri Jateng Jateng
Kab Cilacap 92218 688049 2815292 15809447 0,7526
Kab Banyumas 151234 733609 2815292 15809447 1,1576
Kab Purbalingga 102565 418945 2815292 15809447 1,3747
Kab Banjarnegara 71033 452617 2815292 15809447 0,8812
Kab Kebumen 118494 537808 2815292 15809447 1,2372
Kab Purworejo 44718 341033 2815292 15809447 0,7363
Kab Wonosobo 35955 381326 2815292 15809447 0,5294
Kab Magelang 99502 629239 2815292 15809447 0,8879
Kab Boyolali 78863 506987 2815292 15809447 0,8735
Kab Klaten 127913 548672 2815292 15809447 1,3091
Kab Sukoharjo 108310 400526 2815292 15809447 1,5185
Kab Wonogiri 32913 495295 2815292 15809447 0,3731
Kab Karanganyar 77896 427435 2815292 15809447 0,8969
Kab Sragen 65804 463749 2815292 15809447 0,7968
Kab Grobogan 35713 688296 2815292 15809447 0,2913
Kab Blora 20240 441334 2815292 15809447 0,2575
Kab Rembang 29639 304638 2815292 15809447 0,563
Kab Pati 93075 581998 2815292 15809447 0,898
Kab Kudus 156381 394361 2815292 15809447 2,2268
Kab Jepara 251474 536754 2815292 15809447 2,6309
Kab Demak 75821 492570 2815292 15809447 0,8644
Kab Semarang 128091 502705 2815292 15809447 1,4308
Kab Temanggung 61783 396063 2815292 15809447 0,8759
Kab Kendal 53249 447120 2815292 15809447 0,6687
Kab Batang 77261 353214 2815292 15809447 1,2283
Kab Pekalongan 142369 401931 2815292 15809447 1,989
Kab Pemalang 66822 515127 2815292 15809447 0,7295
Kab Tegal 97409 585618 2815292 15809447 0,934
Kab Brebes 25851 812098 2815292 15809447 0,1787
Kota Magelang 8050 53719 2815292 15809447 0,8415
Kota Surakarta 46189 235998 2815292 15809447 1,099
Kota Salatiga 12388 73329 2815292 15809447 0,9408
Kota Semarang 156423 724687 2815292 15809447 1,2121
Kota Pekalongan 53099 134984 2815292 15809447 2,209
Kota Tegal 16447 107613 2815292 15809447 0,8582
102
Lampiran 7
Perhitungan Aglomerasi Industri Manufaktur Propinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Kabupaten atau Tenaga Kerja
Sektor Tenaga Kerja
Tenaga Kerja Sektor Tenaga Kerja
Indeks Balassa
Kota di JATENG Industri Kab/Kota Kab/Kota Industri Jateng Jateng
Kab Cilacap 164730 797518 3046724 15916135 1,0790
Kab Banyumas 177488 761034 3046724 15916135 1,2183
Kab Purbalingga 136373 410082 3046724 15916135 1,7372
Kab Banjarnegara 39965 429193 3046724 15916135 0,4864
Kab Kebumen 171125 558785 3046724 15916135 1,5998
Kab Purworejo 31245 345383 3046724 15916135 0,4726
Kab Wonosobo 23879 369940 3046724 15916135 0,3372
Kab Magelang 94586 590807 3046724 15916135 0,8363
Kab Boyolali 88100 462374 3046724 15916135 0,9954
Kab Klaten 161421 564784 3046724 15916135 1,4931
Kab Sukoharjo 121628 411536 3046724 15916135 1,5439
Kab Wonogiri 48953 484858 3046724 15916135 0,5274
Kab Karanganyar 88430 407869 3046724 15916135 1,1326
Kab Sragen 57673 433620 3046724 15916135 0,6948
Kab Grobogan 51152 649149 3046724 15916135 0,4116
Kab Blora 16431 424989 3046724 15916135 0,2020
Kab Rembang 28833 300096 3046724 15916135 0,5019
Kab Pati 86044 603103 3046724 15916135 0,7453
Kab Kudus 144368 383399 3046724 15916135 1,9671
Kab Jepara 227589 527480 3046724 15916135 2,2540
Kab Demak 52059 505834 3046724 15916135 0,5376
Kab Semarang 98736 465735 3046724 15916135 1,1075
Kab Temanggung 77862 360636 3046724 15916135 1,1279
Kab Kendal 68091 446514 3046724 15916135 0,7966
Kab Batang 95917 347725 3046724 15916135 1,4410
Kab Pekalongan 146094 393783 3046724 15916135 1,9381
Kab Pemalang 92969 591728 3046724 15916135 0,8208
Kab Tegal 123313 654335 3046724 15916135 0,9845
Kab Brebes 41406 824449 3046724 15916135 0,2624
Kota Magelang 7098 58919 3046724 15916135 0,6293
Kota Surakarta 49748 249368 3046724 15916135 1,0422
Kota Salatiga 20572 83879 3046724 15916135 1,2812
Kota Semarang 151878 770886 3046724 15916135 1,0292
Kota Pekalongan 43830 131158 3046724 15916135 1,7457
Kota Tegal 17138 115187 3046724 15916135 0,7773
103
Lampiran 8
TPAK JAWA TENGAH 2009
No Kabupaten/Kota usia 15-64 angkatan kerja TPAK Presentase
1 Kab Cilacap 1.043.137 778.660 0,74646 74,6459957
2 Kab Banyumas 987.023 740.042 0,749772 74,9771788
3 Kab Purbalingga 530.884 421.467 0,793897 79,3896595
4 Kab Banjarnegara 576.786 453.660 0,786531 78,653088
5 Kab Kebumen 750.062 606.340 0,808387 80,8386507
6 Kab Purworejo 466.378 359.011 0,769785 76,9785453
7 Kab Wonosobo 482.781 395.068 0,818317 81,8317208
8 Kab Magelang 754.419 631.689 0,837319 83,7318519
9 Kab Boyolali 603.633 542.533 0,89878 89,8779556
10 Kab Klaten 751.322 617.172 0,821448 82,1448061
11 Kab Sukoharjo 575.841 451.417 0,783926 78,3926466
12 Kab Wonogiri 620.017 580.035 0,935515 93,5514671
13 Kab Karanganyar 540.926 455.446 0,841975 84,1974688
14 Kab Sragen 552.864 494.956 0,895258 89,5258147
15 Kab Grobogan 866.756 767.310 0,885266 88,5266442
16 Kab Blora 547.427 491.863 0,8985 89,8499709
17 Kab Rembang 405.107 320.318 0,7907 79,0699741
18 Kab Pati 776.063 639.265 0,823728 82,3728228
19 Kab Kudus 574.841 439.215 0,764063 76,4063454
104
20 Kab Jepara 739.221 558.008 0,75486 75,4859508
21 Kab Demak 698.877 524.939 0,751118 75,1117865
22 Kab Semarang 614.737 510.942 0,831155 83,1155437
23 Kab Temanggung 475.872 389.225 0,81792 81,7919525
24 Kab Kendal 654.654 518.428 0,791911 79,1911452
25 Kab Batang 459.014 347.665 0,757417 75,7416985
26 Kab Pekalongan 570.207 430.475 0,754945 75,4945134
27 Kab Pemalang 889.274 647.167 0,727748 72,7747578
28 Kab Tegal 905.975 650.691 0,718222 71,8221805
29 Kab Brebes 1.166.237 839.546 0,719876 71,9875977
30 Kota Magelang 93.117 65.970 0,708464 70,8463546
31 Kota Surakarta 376.180 275.546 0,732484 73,2484449
32 Kota Salatiga 125.161 88.342 0,705827 70,5826895
33 Kota Semarang 1.065.969 787.565 0,738825 73,8825426
34 Kota Pekalongan 192.600 145.890 0,757477 75,7476636
35 Kota Tegal 164.756 121.753 0,73899 73,8989779
105
Lampiran 9
TPAK JAWA TENGAH 2010
No Kabupaten/Kota
usia 15-
64
angkatan
kerja TPAK Presentase
1 Kab Cilacap 1.060.759 762.347 0,71868068 71,868068
2 Kab Banyumas 1.020.006 792.012 0,77647779 77,647779
3 Kab Purbalingga 547.270 435.598 0,79594716 79,594716
4 Kab Banjarnegara 570.535 467.074 0,81865968 81,865968
5 Kab Kebumen 729.490 584.684 0,80149694 80,149694
6 Kab Purworejo 444.605 353.027 0,79402391 79,402391
7 Kab Wonosobo 489.422 397.392 0,81196187 81,196187
8 Kab Magelang 781.961 648.484 0,82930479 82,930479
9 Kab Boyolali 606.834 527.581 0,86939921 86,939921
10 Kab Klaten 751.227 574.549 0,7648141 76,48141
11 Kab Sukoharjo 563.298 432.526 0,76784579 76,784579
12 Kab Wonogiri 606.057 519.702 0,8575134 85,75134
13 Kab Karanganyar 545.409 457.756 0,83928941 83,928941
14 Kab Sragen 568.489 483.526 0,85054592 85,054592
15 Kab Grobogan 867.344 721.475 0,83182105 83,182105
16 Kab Blora 557.247 466.977 0,8380072 83,80072
17 Kab Rembang 408.685 320.291 0,78371117 78,371117
18 Kab Pati 805.651 620.602 0,77031121 77,031121
106
19 Kab Kudus 542.051 420.513 0,77578125 77,578125
20 Kab Jepara 733.234 562.402 0,76701571 76,701571
21 Kab Demak 708.408 522.266 0,73723899 73,723899
22 Kab Semarang 630.873 536.204 0,84993969 84,993969
23 Kab Temanggung 475.711 410.860 0,86367563 86,367563
24 Kab Kendal 608.225 473.515 0,77851946 77,851946
25 Kab Batang 478.014 377.700 0,79014422 79,014422
26 Kab Pekalongan 549.104 418.843 0,76277536 76,277536
27 Kab Pemalang 815.451 581.757 0,71341748 71,341748
28 Kab Tegal 905.584 632.931 0,69892025 69,892025
29 Kab Brebes 1.137.982 884.757 0,77747891 77,747891
30 Kota Magelang 82.370 61.945 0,75203351 75,203351
31 Kota Surakarta 357.220 258.573 0,72384805 72,384805
32 Kota Salatiga 119.651 81.674 0,6826019 68,26019
33 Kota Semarang 1.117.088 796.186 0,71273346 71,273346
34 Kota Pekalongan 193.651 145.149 0,74953912 74,953912
35 Kota Tegal 164.463 125.452 0,76279771 76,279771
107
Lampiran 10
TPAK JAWA TENGAH 2011
No(11) Kab/Kota
usia 15-
64
angkatan
kerja TPAK Presentase
1 Kab Cilacap 1.081.073 853.137 0,789157624 78,915762
2 Kab Banyumas 1.043.797 800.633 0,767038993 76,703899
3 Kab Purbalingga 560.861 434.130 0,774042053 77,404205
4 Kab Banjarnegara 581.882 454.525 0,781129164 78,112916
5 Kab Kebumen 741.179 589.330 0,795125064 79,512506
6 Kab Purworejo 451.121 361.917 0,802261478 80,226148
7 Kab Wonosobo 498.366 392.465 0,787503562 78,750356
8 Kab Magelang 800.158 628.377 0,78531615 78,531615
9 Kab Boyolali 618.822 487.936 0,788491683 78,849168
10 Kab Klaten 764.131 602.176 0,788053357 78,805336
11 Kab Sukoharjo 575.181 435.414 0,757003448 75,700345
12 Kab Wonogiri 614.971 501.982 0,816269385 81,626939
13 Kab Karanganyar 557.771 431.653 0,773889284 77,388928
14 Kab Sragen 578.181 459.766 0,795193893 79,519389
15 Kab Grobogan 883.586 684.731 0,774945506 77,494551
16 Kab Blora 566.779 452.639 0,798616392 79,861639
17 Kab Rembang 417.150 318.985 0,764676975 76,467697
18 Kab Pati 820.751 651.095 0,793291754 79,329175
108
19 Kab Kudus 555.598 408.790 0,735765787 73,576579
20 Kab Jepara 754.463 562.700 0,74582849 74,582849
21 Kab Demak 725.288 536.414 0,739587585 73,958758
22 Kab Semarang 647.962 496.109 0,765645208 76,564521
23 Kab Temanggung 486.497 380.592 0,782311093 78,231109
24 Kab Kendal 621.084 472.944 0,761481539 76,148154
25 Kab Batang 488.638 369.571 0,756328816 75,632882
26 Kab Pekalongan 560.558 419.446 0,748265122 74,826512
27 Kab Pemalang 828.089 631.743 0,762892636 76,289264
28 Kab Tegal 920.370 702.720 0,76351902 76,351902
29 Kab Brebes 1.158.123 882.972 0,762416427 76,241643
30 Kota Magelang 83.581 64.238 0,768571805 76,85718
31 Kota Surakarta 362.737 266.308 0,734162768 73,416277
32 Kota Salatiga 122.904 89.609 0,729097507 72,909751
33 Kota Semarang 1.150.016 828.235 0,720194328 72,019433
34 Kota Pekalongan 197.914 141.466 0,71478521 71,478521
35 Kota Tegal 167.148 124.049 0,742150669 74,215067
109
Lampiran 11
NILAI OUTPUT INDUSTRI JAWA TENGAH 2009
No Kab/Kota Input Output Nilai Tambah
1 Kab Cilacap 2.654.282.235 5.918.892.217 3.264.609.982
2 Kab Banyumas 271.389.288 401.814.537 130.425.249
3 Kab Purbalingga 797.824.920 1.756.803.194 958.978.274
4 Kab Banjarnegara 132.352.401 195.779.354 63.426.953
5 Kab Kebumen 126.299.369 177.325.147 51.025.778
6 Kab Purworejo 179.830.516 217.445.086 37.614.570
7 Kab Wonosobo 203.687.466 331.294.597 127.607.131
8 Kab Magelang 752.014.068 1.282.428.747 530.414.679
9 Kab Boyolali 1.522.141.547 2.272.783.140 750.641.593
10 Kab Klaten 1.721.073.410 2.264.716.673 543.643.263
11 Kab Sukoharjo 7.473.403.995 11.551.599.943 4.078.195.948
12 Kab Wonogiri 170.894.059 284.791.535,00 113.897.476
13 Kab Karanganyar 6.530.692.948 9.004.794.427 2.474.101.479
14 Kab Sragen 5.667.196.565 7.166.864.258 1.499.667.693
15 Kab Grobogan 210.579.061 258.675.181 48.096.120
16 Kab Blora 114.953.245 423.515.394 308.562.149
17 Kab Rembang 441.853.063 872.697.284 430.844.221
18 Kab Pati 1.928.230.423 4.115.878.429 2.187.648.006
19 Kab Kudus 31.736.125.720 41.989.833.901 10.253.708.181
20 Kab Jepara 1.094.674.949 2.236.346.419 1.141.671.470
21 Kab Demak 1.335.063.073 2.565.994.577 1.230.931.504
22 Kab Semarang 5.413.587.328 9.123.608.637 3.710.021.309
23 Kab Temanggung 553.073.485 1.019.921.649,00 466.848.164
24 Kab Kendal 3.303.359.870 5.686.917.614 2.383.557.744
25 Kab Batang 1.095.908.992 1.852.699.525 756.790.533
26 Kab Pekalongan 1.510.783.282 2.182.744.123 671.960.841
27 Kab Pemalang 341.323.795 521.660.248 180.336.453
28 Kab Tegal 1.010.022.395 2.045.893.433 1.035.871.038
29 Kab Brebes 301.365.549 442.228.935 140.863.386
30 Kota Magelang 165.412.018 217.646.718 52.234.700
31 Kota Surakarta 861.019.075 1.501.285.171 640.266.096
32 Kota Salatiga 540.838.588 1.131.442.356 590.603.768
33 Kota Semarang 13.554.324.410 19.611.798.993 6.057.474.583
34 Kota Pekalongan 310.074.460 584.380.727 274.306.267
35 Kota Tegal 344.776.871 586.090.963 241.314.092
Total 94.370.432.439 141.798.593.132 47.428.160.693
110
Lampiran 12
NILAI OUTPUT INDUSTRI JAWA TENGAH 2010
No Kab/Kota Input Output Nilai Tambah
1 Kab Cilacap 2.915.133.945 6.461.076.825 3.545.942.880
2 Kab Banyumas 283.145.021 466.403.502 183.258.481
3 Kab Purbalingga 579.835.435 1.404.767.130 824.931.695
4 Kab Banjarnegara 147.451.850 196.599.676 49.147.826
5 Kab Kebumen 159.045.771 250.138.031 91.092.260
6 Kab Purworejo 182.269.154 265.090.812 82.821.658
7 Kab Wonosobo 311.991.183 492.119.765 180.128.582
8 Kab Magelang 894.076.949 1.477.865.852 583.788.903
9 Kab Boyolali 1.787.267.985 3.006.107.147 1.218.839.162
10 Kab Klaten 1.649.337.827 2.640.838.723 991.500.896
11 Kab Sukoharjo 6.259.889.750 11.467.818.930 5.207.929.180
12 Kab Wonogiri 213.814.307 476.921.306 263.106.999
13 Kab Karanganyar 6.378.339.201 10.136.712.441 3.758.373.240
14 Kab Sragen 3.481.730.622 5.042.065.770 1.560.335.148
15 Kab Grobogan 213.789.948 285.078.675 71.288.727
16 Kab Blora 65.961.757 102.425.924 36.464.167
17 Kab Rembang 480.426.999 643.100.177 162.673.178
18 Kab Pati 1.902.821.827 3.250.540.292 1.347.718.465
19 Kab Kudus 30.538.676.520 44.056.845.128 13.518.168.608
20 Kab Jepara 1.197.320.038 4.465.874.435 3.268.554.397
21 Kab Demak 1.478.214.067 2.430.598.562 952.384.495
22 Kab Semarang 5.917.179.181 10.666.189.382 4.749.010.201
23 Kab Temanggung 825.597.745 1.356.206.902 530.609.157
24 Kab Kendal 4.809.280.028 6.835.861.605 2.026.581.577
25 Kab Batang 949.805.792 1.824.992.434 875.186.642
26 Kab Pekalongan 1.529.207.797 2.230.402.881 701.195.084
27 Kab Pemalang 413.260.555 605.282.253 192.021.698
28 Kab Tegal 776.227.127 1.080.108.008 303.880.881
29 Kab Brebes 279.986.463 451.868.367 171.881.904
30 Kota Magelang 199.311.822 383.751.497 184.439.675
31 Kota Surakarta 944.027.476 1.610.942.317 666.914.841
32 Kota Salatiga 765.038.986 1.355.510.202 590.471.216
33 Kota Semarang 14.391.785.425 22.528.494.580 8.136.709.155
34 Kota Pekalongan 290.771.834 469.439.399 178.667.565
35 Kota Tegal 352.478.393 609.954.002 257.475.609
Total 93.564.498.780 151.027.992.932 57.463.494.152
111
Lampiran 13
NILAI OUTPUT INDUSTRI JAWA TENGAH 2011
No Kab/Kota Input Output Nilai Tambah
1 Kab Cilacap 1.583.916.347 3.243.262.975 1.659.346.628
2 Kab Banyumas 502.104.702 724.238.662 222.133.960
3 Kab Purbalingga 794.388.074 1.902.454.203 1.108.066.129
4 Kab Banjarnegara 155.170.635 303.283.389 148.112.754
5 Kab Kebumen 224.909.836 316.145.309 91.235.473
6 Kab Purworejo 242.477.429 300.402.013 57.924.584
7 Kab Wonosobo 325.646.069 781.027.928 455.381.859
8 Kab Magelang 1.248.489.489 1.800.297.159 551.807.670
9 Kab Boyolali 2.631.560.596 3.921.077.118 1.289.516.522
10 Kab Klaten 2.905.579.601 3.945.316.774 1.039.737.173
11 Kab Sukoharjo 7.006.790.696 11.981.244.557 4.974.453.861
12 Kab Wonogiri 244.342.866 421.613.133 177.270.267
13 Kab Karanganyar 8.822.299.570 12.756.218.177 3.933.918.607
14 Kab Sragen 2.691.223.982 4.103.527.017 1.412.303.035
15 Kab Grobogan 273.188.005 391.781.262 118.593.257
16 Kab Blora 45.384.275 63.454.285 18.070.010
17 Kab Rembang 405.701.518 645.867.383 240.165.865
18 Kab Pati 2.756.261.348 5.167.692.085 2.411.430.737
19 Kab Kudus 29.632.589.762 44.182.199.767 14.549.610.005
20 Kab Jepara 2.155.896.848 4.198.098.889 2.042.202.041
21 Kab Demak 1.497.546.579 4.325.992.956 2.828.446.377
22 Kab Semarang 6.100.095.101 11.948.335.988 5.848.240.887
23 Kab Temanggung 1.022.780.995 1.792.018.519 769.237.524
24 Kab Kendal 6.132.469.601 8.372.863.324 2.240.393.723
25 Kab Batang 979.099.880 2.055.299.277 1.076.199.397
26 Kab Pekalongan 1.705.308.525 2.423.690.460 718.381.935
27 Kab Pemalang 253.232.148 441.701.435 188.469.287
28 Kab Tegal 1.084.923.085 1.533.659.487 448.736.402
29 Kab Brebes 340.800.840 505.252.496 164.451.656
30 Kota Magelang 251.243.750 486.215.878 234.972.128
31 Kota Surakarta 1.236.879.942 2.007.373.126 770.493.184
32 Kota Salatiga 1.217.924.581 1.853.559.590 635.635.009
33 Kota Semarang 15.918.188.274 25.035.306.475 9.117.118.201
34 Kota Pekalongan 400.332.631 700.165.773 299.833.142
35 Kota Tegal 436.440.844 591.141.779 254.700.935
Total 103.225.188.424 165.221.778.648 62.096.590.224
112
Lampiran 14
Hasil Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 40.843871 (34,67) 0.0000
Hasil Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 11.880669 3 0.0078
113
Lampiran 15
Hasil Uji Multikolinieritas
Hasil Uji Autokorelasi
Tabel 4.2
Hasil Pengujian
Autokorelasi
R-squared 0.964400 Mean dependent var 4.908496
Adjusted R-squared 0.944740 S.D. dependent var 4.923446
S.E. of regression 0.146864 Sum squared resid 1.445131
F-statistic 49.05459 Durbin-Watson stat 2.458796
Prob(F-statistic) 0.000000
AGLOMERASI TPAK OUTPUT
AGLOMERASI 1.000000 -0.280357 0.385508
TPAK -0.280357 1.000000 -0.122904
OUTPUT 0.385508 -0.122904 1.000000
114
Hasil Uji Normalitas
Kab/Kota PE Aglomerasi TPAK Output 5%
Kab Cilacap 0.804255 0.823545 0.855140 0.786961 0,05
Kab Banyumas 0.850896 0.766812 0.843532 0.795274 0,05
Kab Purbalingga 0.787504 0.795715 0.773136 0.824385 0,05
Kab Banjarnegara 0.772472 0.847194 0.781452 0.766765 0,05
Kab Kebumen 0.810323 0.768792 0.868144 0.868035 0,05
Kab Purworejo 0.786522 0.823022 0.811067 0.861832 0,05
Kab Wonosobo 0.772472 0.867944 0.797394 0.845187 0,05
Kab Magelang 0.857372 0.830809 0.783567 0.850791 0,05
Kab Boyolali 0.769696 0.795404 0.815714 0.864925 0,05
Kab Klaten 0.772057 0.768101 0.858703 0.802124 0,05
Kab Sukoharjo 0.853794 0.778641 0.856834 0.785696 0,05
Kab Wonogiri 0.831479 0.832530 0.841744 0.822790 0,05
Kab Karanganyar 0.767635 0.777712 0.767781 0.827406 0,05
Kab Sragen 0.784242 0.774432 0.865152 0.828947 0,05
Kab Grobogan 0.766850 0.787549 0.868487 0.794728 0,05
Kab Blora 0.767930 0.775971 0.855252 0.774943 0,05
Kab Rembang 0.781215 0.808359 0.815332 0.766822 0,05
Kab Pati 0.863016 0.845946 0.862400 0.865773 0,05
Kab Kudus 0.773047 0.767251 0.824333 0.768950 0,05
Kab Jepara 0.866378 0.769109 0.861625 0.776894 0,05
Kab Demak 0.774084 0.802367 0.786236 0.770232 0,05
Kab Semarang 0.864991 0.862353 0.801886 0.866078 0,05
Kab Temanggung 0.854781 0.773488 0.863895 0.863526 0,05
Kab Kendal 0.766894 0.866121 0.864118 0.862210 0,05
Kab Batang 0.791994 0.862954 0.767433 0.776929 0,05
Kab Pekalongan 0.769283 0.799829 0.866955 0.794571 0,05
Kab Pemalang 0.830969 0.817947 0.823325 0.868652 0,05
Kab Tegal 0.800498 0.868419 0.826419 0.867618 0,05
Kab Brebes 0.856490 0.768569 0.813703 0.783369 0,05
Kota Magelang 0.838768 0.768755 0.818357 0.851893 0,05
Kota Surakarta 0.829382 0.831341 0.786137 0.799989 0,05
Kota Salatiga 0.830702 0.766811 0.868815 0.830241 0,05
Kota Semarang 0.832050 0.816703 0.821342 0.866969 0,05
Kota Pekalongan 0.768604 0.766948 0.791123 0.868811 0,05
Kota Tegal 0.769636 0.766944 0.779532 0.798514 0,05
115
Lampiran 16
Hasil Uji Fixed Effect
Dependent Variable: LNP__E__
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 06/20/14 Time: 09:53
Sample: 2009 2011
Periods included: 3
Cross-sections included: 35
Total panel (balanced) observations: 105
Linear estimation after one-step weighting matrix Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1.006105 0.192088 5.237728 0.0000
AGLOMERASI -0.063717 0.040100 -1.588955 0.1168
TPAK 0.005390 0.002454 2.196322 0.0315
OUTPUT 0.044800 0.006077 7.372086 0.0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.964400 Mean dependent var 4.908496
Adjusted R-squared 0.944740 S.D. dependent var 4.923446
S.E. of regression 0.146864 Sum squared resid 1.445131
F-statistic 49.05459 Durbin-Watson stat 2.458796
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.615008 Mean dependent var 1.556464
Sum squared resid 1.835229 Durbin-Watson stat 2.667674
116
Lampiran 17
Hasil Analisis Aglomerasi
Tabel 4.1
Wilayah Aglomerasi Industri Besar dan Sedang Kab/Kota di Propinsi
Jawa Tengah
Aglomerasi Wilayah
Kuat (>4)
Sedang (2-4)
Kab Kudus, Kab Jepara, Kota Pekalongan
Lemah (1-2)
Kab Banyumas, Kab Purbalingga, Kab Kebumen, Kab Klaten, Kab Sukoharjo, Kab Semarang, Kab Batang, Kab Pekalongan, Kota Semarang