Madrasah Alam Cicakal Garang 4
June 15, 2011 by kamalfuadi
1 Votes
Latar Belakang
Pembukaan UUD 1945 Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan
kepada sistem Pemerintahan Negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tanah air – tumpah darah – Indonesia serta untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pemerintah mengusahakan, menyelenggarakan dan memfasilitasi terbinanya suatu
sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimananan dan ketakwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Pendidikan nasional di samping menjamin keadilan dan pemerataan kesempatan
pendidikan, perlu meningkatkan mutu dan efisiensi sistem pendidikan serta
relevansinya dalam menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan dinamika
kehidupan lokal, nasional, dan global. Untuk itulah, perlu diadakan pembaharuan
pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Pendidikan nasional juga bertujuan untuk mengembangkan aspek jasmaniah dan
rohaniah dari warganya. Di samping itu penyempurnaan penyelenggaraan
pendidikan diperlukan dalam upaya mewujudkan pembangunan nasional secara
keseluruhan. Pendidikan nasional akan sangat menentukan keberhasilan upaya
memantapkan ketahanan nasional serta mewujudkan masyarakat maju yang
berakar pada kebudayaan bangsa, persatuan nasional dan kemanusiaan yang
universal.
Hal-hal tersebut menunjukkan adanya amanat dan komitmen tinggi pemerintah
terhadap upaya pencerdasan bangsa. Komitmen ini dibuktikan dengan
pencantuman upaya pencerdasan bangsa dalam konstitusi negara sebagai salah
satu hal paling mendasar yang perlu dibangun dan dikembangkan pasca
kemerdekaan Indonesia. Realisasi komitmen yang tercantum dalam konstitusi ini
diupayakan dengan menyelenggarakan pendidikan yang terdiri dari beberapa
jalur, jenjang dan jenis mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi di
seluruh Indonesia.
Pendidikan tersebut diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural, dan kemajemukan bangsa[1]. Salah satu prinsip ini mendorong
pemerintah untuk secara adil dan merata berupaya mengadakan pembukaan dan
pelayanan akses pendidikan untuk daerah-daerah terpencil.
Sebagai salah satu upaya melayani pendidikan dasar, Puslitbang Pendidikan
Agama dan Keagamaan Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI telah
merintis satuan pendidikan berupa MTs di Cicakal Garang. Dengan berdirinya
MTs tersebut, masyarakat Cicakal Garang dan sekitarnya dapat menikmati akses
pendidikan lanjutan dari pendidikan tingkat dasar yang selama ini sulit mereka
dapatkan.
Pada tahun pertama berdiri, MTs Cicakal Garang telah melaksanakan aktivitas
pendidikan mulai dari rekrutmen guru, siswa, tenaga kependidikan, penyiapan
perlengkapan, sarana dan prasarana madrasah, kurikulum, dan pembelajaran. MTs
ini dirancang untuk mengembangkan model pendidikan Islam formal yang
berbasis pada nilai-nilai masyarakat Baduy, terutama pada aspek kurikulum,
sarana parasarana, pendidik, dan tenaga kependidikan.
Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan berupaya mengembangkan model
pendidikan yang khas. Kekhasan itu terletak pada nilai-nilai adat yang melekat
pada kurikulum pendidikan dan berbasis pada kondisi objektif masyarakat di
daerah tertinggal.
Tahun kedua, MTs Cicakal Garang mulai menemukan model khas yang selama
setahun sudah mulai dirancang. Model khas tersebut merupakan model yang
dirancang bersama antara Tim Pusat Puslitbang Pendidikan Agama dan
Keagamaan dengan Tim Pelaksana di daerah. Model pendidikan khas itu diberi
nama Madrasah Tsanawiyah (MTs) Alam Cicakal Garang.
Kerangka Model Penyelenggaraan Pendidikan
Konsep Dasar dan Strategi
MTs Cicakal Garang merupakan akses pendidikan dasar dalam masyarakat
Kanekes dan sekitarnya. Keberadaan MTs ini merupakan kebutuhan masyarakat
terhadap pendidikan lanjutan bagi anak-anak mereka yang telah selesai
mengenyam pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah (MI). Selama ini
masyarakat Cicakal Garang mendapat kesulitan dalam mengakses pendidikan
lanjutan bagi anak-anak mereka. Jarak yang jauh dan medan daerah Cicakal
Garang menjadi kendala bagi masyarakat.
Madrasah Tsanawiyah di Cicakal Garang dikelola oleh masyarakat sebagai bagian
dari partisipasi masyarakat dalam pelayanan pendidikan dasar. Guru-guru direkrut
dari masyarakat Cicakal Garang dan masyarakat di sekitarnya. Penyelenggaraan
MTs di Cicakal Garang dilakukan dengan strategi melibatkan tokoh adat Baduy
(Kepala Desa Kanekes), tokoh masyarakat, dan tokoh agama.
Penyelenggaraan pendidikan di MTs Cicakal Garang merupakan model
pendidikan berbasis masyarakat dimana pendidikan berdasarkan kekhasan agama,
sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan
dari, oleh, dan masyarakat[2]. Penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat
tersebut merupakan bagian dari hak yang dimiliki masyarakat. Masyarakat berhak
menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan
nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk
kepentingan masyarakat[3].
Masyarakat merupakan sumber daya pendidikan yang memiliki potensi besar
untuk mewujudkan pendidikan yang diinginkan. Sebagai sumber daya pendidikan,
maka masyarakat perlu mendapatkan porsi yang sepadan dengan potensi yang
dimilikinya. Potensi tersebut meliputi potensi agama, sosial, dan budaya, aspirasi,
dan keterlibatan masyarakat dalam pendidikan.
Pemberian hak kepada masyarakat merupakan upaya pemerintah mengangkat
harkat dan martabat masyarakat akan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi,
dan potensi masyarakat dengan harapan hasil pendidikan adalah pendidikan yang
memasyarakat. Pendidikan yang memasyarakat yaitu hasil pendidikan yang sesuai
dengan falsafah masyarakat, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
kebutuhan masyarakat setempat sehingga pendidikan bukan merupakan suatu
proses dan hasil yang tidak sesuai dan mengakar dengan nilai-nilai masyarakat
setempat.
Selain itu, pendidikan yang memasyarakat mengindikasikan bahwa pendidikan
harus bersendikan pada kekuatan yang berasal dari dan untuk masyarakat. Dilihat
dari sisi proses, pelaksanaan pendidikan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
oleh masyarakat. Dengan demikian proses pendidikan tersebut bukan merupakan
proses yang membebani masyarakat. Dilihat dari sisi hasil, hasil pendidikan yang
berbasiskan pada masyarakat benar-benar menjadi sesuatu yang dihasilkan
masyarakat.
Sebagai pendidikan yang berbasis masyarakat, maka MTs Alam Cicakal Garang
selalu sadar, bertanggung jawab, dan konsen terhadap kebutuhan dan aspirasi
masyarakat. Berkenaan dengan kontribusi masyarakat, semua potensi masyarakat
yang memungkinkan untuk dimasukkan dalam upaya pengembangan madrasah
selalu menjadi prioritas utama dalam setiap program pendidikan madrasah[4].
Di samping berupaya untuk melaksanakan model pendidikan berbasis masyarakat,
MTs Alam Cicakal Garang, sesuai dengan namanya, juga selalu mengintegrasikan
diri dengan memanfaatkan alam lingkungan Cicakal Garang sebagai sumber
belajar utama dalam setiap aktivitas pendidikan. Kondisi alam Cicakal Garang dan
tradisi masyarakat yang cinta dengan alam menjadikan MTs Alam Cicakal Garang
tidak berupaya menjauhkan diri dari alam dengan selalu melaksanakan pendidikan
hanya di dalam kelas atau sekolah saja sebagaimana sekolah pada umumnya.
Upaya mengakrabkan pendidikan dengan alam merupakan upaya untuk
membendung perubahan perilaku sosial masyarakat tradisional yang jamak terjadi
hampir di seluruh pelosok Nusantara. Termasuk dalam perubahan tersebut adalah
kehancuran dan upaya penghancuran aset budaya lokal. Masyarakat di daerah
pedalaman banyak yang mulai meremehkan tradisi yang selama ini mereka bela
dan pelihara. Ekspansi pasar bebas dan modal asing yang masuk ke Indonesia
telah mendorong terjadinya penjarahan kekayaan alam di daerah-daerah
pedalaman, sementara tradisi-tradisi setempat tidak dilindungi, bahkan terkena
dampak negatif[5]. Untuk itulah, pengambilan model pendidikan sekolah alam
pada MTs Alam Cicakal Garang menemukan relevansinya sebagai salah satu
upaya memelihara tradisi lokal agar tidak pudar dari masyarakat.
Selain sebagai upaya pemeliharaan tradisi, pendidikan sendiri merupakan entitas
yang tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan suatu masyarakat. Tidak ada
masyarakat tanpa budaya. Demikian pula tidak ada budaya yang statis tanpa
gerak. Kebudayaan di mana pun adalah kebudayaan yang hidup dan berkembang
melalui proses pendidikan. Tanpa pendidikan maka tidak mungkin suatu
kebudayaan dapat bergerak atau berubah[6].
Di kalangan masyarakat sendiri, kebudayaan cenderung diartikan secara sempit.
Kebudayaan tidak lebih dari kesenian,tari-tarian, seni pahat, seni batik, dan
sebagainya. Dengan kata lain kebudayaan telah direduksi hanya mengenai nilai-
nilai estetika. Selain itu, pendidikan sendiri sangat intelektualistis, artinya hanya
mengenai satu unsur saja dari kebudayaan[7]. Dengan kata lain, keberadaan
pendidikan yang selama ini berlangsung, tidak lagi terintegrasi sebagai bagian dari
kebudayaan. Pendidikan yang kembali ke dan terintegrasi dengan alam di MTs
Alam Cicakal Garang berusaha untuk terintegrasi dengan budaya lokal sebagai
upaya pemeliharaan budaya.
Namun demikian, perlu diingat bahwa kebudayaan bukan merupakan sesuatu
untuk diwariskan secara generatif, melainkan hanya mungkin diperoleh dengan
cara belajar. Cara belajar yang berarti proses belajar terangkum dalam pendidikan.
Demikian juga dengan pendidikan, tanpa melakukan kompromi dengan
kebudayaan, maka pendidikan seakan tidak membumi. Sebab pada dasarnya
dalam proses pendidikan terdapat tatanan nilai budaya masyarakat yang hendak
diwariskan pada generasi yang akan datang[8].
Hanya saja pendidikan tidak hanya dijadikan sebagai media reproduksi atau
pemeliharaan suatu kebudayaan saja. Namun lebih jauh pendidikan merupakan
media pembudayaan atau pengembangan suatu kebudayaan dalam menghadapi
perubahan-perubahan yang melingkupi kebudayaan tersebut. Zaman modern
menuntut indvidu-individu dalam masyarakat untuk dapat aktif, kreatif, dan
terbuka. Untuk itulah pendidikan yang dilaksanakan di MTs Alam Cicakal Garang
berusaha memberdayakan individu-individu yang mampu memelihara budaya
lokal, mentransformasikan nilai-nilai budaya lokal, dan melakukan aktivitas
pembudayaan. MTs Cicakal Garang berusaha mengambil posisi sebagai media
transmisi kebudayaan Baduy dari generasi ke generasi. Untuk itulah aspek
kekhasan dalam semua aktivitas pendidikan di MTs Cicakal Garang mendapat
penekanan yang lebih.
Jalur Pendidikan
Jalur pendidikan yang dipilih untuk merealisasikan pendidikan berbasis
masyarakat dan terintegrasi dengan alam tersebut yaitu jalur pendidikan formal.
Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan pada MTs Alam Cicakal Garang adalaha jenjang pendidikan
dasar. Jenjang pendidikan ini dilaksanakan sebagai jenjang pendidikan lanjutan
bagi siswa-siswa yang telah menyelesaikan Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah
Ibtidaiyah (MI) namun mengalami kesulitan dalam hal akses dikarenakan faktor
jarak dan biaya.
Model Pendidikan
Model pendidikan di MTs Cicakal Garang dilaksanakan dengan model sekolah
alam. Model pendidikan pada sekolah alam memandang lingkungan pendidikan
terdiri dari lingkungan alam dan lingkungan manusia[9]. Proses pendidikan tidak
hanya memerlukan lingkungan manusia dan terlepas dari lingkungan alam. Untuk
itulah kedua lingkungan tersebut harus diintegrasikan dalam suatu proses bernama
pendidikan.
Kedua lingkungan tersebut saling mengisi satu sama lain dan merupakan
manifestasi kombinasi antara teori dengan praktik. Hal-hal yang dipelajari siswa
sebagai suatu pengalaman belajar di dalam kelas harus benar-benar dirasakan
melalui pengalaman belajar di luar kelas. Bahkan siswa harus lebih banyak belajar
dari alam dengan lebih banyak melaksanakan pembelajaran langsung di alam
terbuka. Dengan demikian pembelajaran siswa tidak lagi terisolasi di dalam
ruang-ruang kelas saja.
Hal-hal yang menjadi pertimbangan pemilihan model sekolah alam adalah sebagai
berikut:
Lingkungan alam Cicakal Garang sangat mendukung dan dapat dimanfaatkan
dalam pelaksanaan model pendidikan sekolah alam
Masyarakat Cicakal Garang memiliki kedekatan dengan budaya Baduy yang
sangat mencintai alam sekitar
Sumber daya masyarakat Cicakal Garang mampu memanfaatkan alam sekitar
Siswa MTs Alam Cicakal Garang sudah sangat akrab dengan alam
Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, maka MTs Cicakal Garang
menerapkan model pendidikan sekolah alam yaitu model pendidikan yang
melibatkan alam sebagai faktor utama dalam pendidikan dan kehidupan. Alam
dipandang sebagai suatu syarat mutlak terjadinya suatu kehidupan. Alam semesta
atau bagian-bagiannya seperti gunung, laut, langit, bintang,dan lain-lain dalam
suatu tahap perwujudannya menunjukkan fakta-fakta dan fenomena yang menarik
untuk dikaji. Alam pikiran dan logika manusia dapat berkembang pesat dengan
mengikuti fakta dan fenomena-fenomena semesta. Lebih dari itu, pengajaran
tentang alam semesta adalah sesuatu yang sangat penting bagi manusia karena
nilai praktis fungsional dan estetis alam semesta bagi kelangsungan hidup
manusia[10].
Sekolah alam adalah salah satu bentuk pendidikan alternatif yang menggunakan
alam sebagai media utama sebagai pembelajaran siswa didiknya. Tidak seperti
sekolah biasa yang lebih banyak menggunakan metode belajar mengajar di dalam
kelas, para siswa belajar lebih banyak di alam terbuka. Di sekolah alam metode
belajar mengajar lebih banyak menggunakan aktif atau action learning dimana
anak belajar melalui pengalaman (anak mengalami dan melakukan langsung) .
Dengan mengalami langsung anak atau siswa diharapkan belajar dengan lebih
bersemangat, tidak bosan, dan lebih aktif. Penggunaan alam sebagai media belajar
diharapkan agar kelak anak atau siswa jadi lebih aware dengan lingkungannya dan
tahu aplikasi dari pengetahuan yang dipelajari. Tidak hanya sebatas teori saja.
Konsep sekolah alam adalah konsep belajar aktif, menyenangkan dengan
menggunakan alam sebagai media langsung untuk belajar. Sekolah Alam
berusaha menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan, dimana
atmosfer belajar tidak menegangkan, komunikasi antara guru dan siswa juga
hangat dan juga mementingkan pada active learning dimana siswa tidak berfokus
pada buku-buku pelajaran saja tapi mengalami langsung apa yang mereka pelajari,
bisa lewat percobaan, observasi dan lain sebagainya.
Sekolah alam membuat anak tidak terpaku hanya pada teori saja. Namun mereka
dapat mengalami langsung pengetahuan yang mereka pelajari di alam. Karena
diakui saat ini sekolah-sekolah biasa lebih banyak menggunakan sistem belajar
mengajar konvensional dimana guru menerangkan, siswa hanya mendapat
pengetahuan dengan mengandalkan buku panduan saja, dan siswa jarang
diberikan kesempatan untuk mengalami langsung atau melihat langsung bentuk
pengetahuan yang mereka pelajari. Di sekolah alam, biasanya aturan yang
diberlakukan tidak seketat sekolah biasa dimana siswa harus duduk mendengarkan
gurunya atau mendapatkan hukuman jika tidak mengerjakan tugas.
Sekolah alam adalah sebuah impian yang jadi kenyataan bagi mereka yang
mengangankan dan menginginkan perubahan dalam dunia pendidikan. Sekolah
alam dapat menjadi alternatif sekolah yang bisa membawa anak menjadi lebih
kreatif, berani mengungkapkan keinginannya dan mengarahkan anak pada hal-hal
yang positif. Belajar di alam terbuka, secara naluriah akan menimbulkan suasana
‘fun’, tanpa tekanan dan jauh dari kebosanan. Dengan demikian akan tumbuh
kesadaran pada anak bahwa ‘learning is fun’ dan sekolah identik dengan
kegembiraan.
Waktu Belajar
Pembelajaran di MTs Alam Cicakal Garang dilaksanakan selama 5 hari dalam
satu minggu, yaitu dari hari Senin-Jum’at. Waktu pembelajaran dimulai dari pukul
13.00-16.30.
Kurikulum
Kurikulum MTs Alam Cicakal Garang merupakan kurikulum yang dikembangkan
dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Kurikulum ini dikembangkan dengan prinsip diversifikasi
satuan pendidikan, potensi daerah Cicakal Garang, dan peserta didik.
Sebagai madrasah yang lebih banyak mengambil sumber belajar dari alam dan
masyarakat, MTs Alam Cicakal Garang perlu:
Memasukkan semua dimensi alam dan masyarakat Baduy dalam semua mata
pelajaran di semua kelas. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya pengintegrasian
materi di kelas dengan kondisi alam dan masyarakat Baduy Cicakal Garang.
Menyesuaikan pendidikan dengan kebutuhan dan kompetensi individu
Menyeimbangkan antara aktivitas individual dengan aktivitas kelompok
Mengarahkan siswa untuk melakukan identifikasi masalah, menyusun strategi
penyelesaian, mengumpulkan informasi, menyusun hipotesis, dan menyajikan
temuan-temuan agar mereka mendapatkan pengalaman sendiri dari alam sebagai
sumber belajar dan mereka pun dapat membagikan temuan-temuan tersebut
kepada orang lain[11].
Dengan mengacu pada prinsip di atas, kurikulum MTs Alam Cicakal Garang
terdiri dari:
Kurikulum reguler/standar nasional, yaitu kurikulum yang terdiri atas:
- Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
- Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
- Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
- Kelompok mata pelajaran estetika;
- Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan[12]
Muatan lokal yang berisi:
- Wawasan Ke-Baduy-an (sejarah, budaya, dan bahasa). Materi ini diajarkan
pada tahun pertama (kelas 1)
- Keterampilan khas Baduy seperti pembuatan gelang dari kulit kayu
(teureup), hiasan asbak dari batok kelapa, dan hiasan dinding berbentuk bintang
dari bambu. Materi ini diajarkan pada tahun kedua (kelas 2)
- Keterampilan khas alam Cicakal Garang seperti pembuatan hiasan bingkai
dari batu-batuan yang diambil dari alam Cicakal Garang. Materi ini diajarkan
pada tahun ketiga (kelas 3)
Pengembangan Diri. Materi ini dibagi menjadi:
- Akademis dalam bentuk keterampilan menulis
- Keagamaan dalam bentuk praktik ceramah dan khutbah
- Seni budaya dalam bentuk keterampilan memainkan angklung Baduy
- Olahraga dalam bentuk sepakbola dan voli
Kurikulum pada MTs Alam Cicakal Garang disusun dalam rangka mewujudkan
tujuan dan standar pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap
perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan alam Cicakal
Garang, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kebudayaan dan kesenian. Setiap kelompok mata pelajaran
tersebut diajarkan secara holistik sehingga pembelajaran masing-masing
kelompok mata pelajaran mempengaruhi pemahaman dan penghayatan peserta
didik.
Untuk memotivasi sikap dan perilaku siswa, pengertian dasar tentang pendidikan
yang kembali ke alam harus diintegrasikan ke dalam keseluruhan kelompok mata
pelajaran tersebut yang mengacu pada proses pembelajaran “student centered
learning” yang mengarah pada kepentingan masa depan siswa sewaktu
berkecimpung dalam pengabdian pada masyarakat. Jadi perlu dilengkapi dengan
“community centered orientation”. Proses pembelajaran mengacu pada proses
yang menyenangkan seluruh peserta didik dan berhasil guna melalui tingkat peran
serta (partisipasi) seluruh pihak baik guru yang memberi maupun siswa yang
menerima bekal bagi pengabdian yang mengarah pada falsafah kebangsaan dan
kemanusiaan.
Dengan isi kurikulum yang merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk
mencapai tujuan penyelenggaraan MTs Cicakal Garang, diharapkan dapat tercapai
pula tujuan pendidikan nasional.
Pembelajaran
Metode pembelajaran yang dilaksanakan di MTs Alam Cicakal Garang
sepenuhnya diserahkan kepada guru dengan mengacu kepada kondisi alam
Cicakal Garang dan sekitar, budaya Baduy, dan buku ajar. Guru MTs Alam
Cicakal Garang dituntut untuk dapat secara kreatif mengkombinasikan model
pembelajaran reguler di kelas dengan model pembelajaran di luar kelas.
Pelaksanaan proses pembelajaran lebih banyak dilaksanakan di luar kelas dengan
prosentase 60% di luar kelas dan 40% di dalam kelas.
Media pembelajaran di MTs Alam Cicakal Garang disesuaikan dengan
tema/pokok bahasan yang berasal dari alam Cicakal Garang dan sekitar.
Sumber belajar di MTs Alam Cicakal Garang diambil dari:
Alam Cicakal Garang dan sekitar
Buku Ajar
Salah satu strategi pembelajaran di madrasah alam adalah pembelajaran kooperatif
dimana siswa dilibatkan bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan
bersama. Pembelajaran ini disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan
partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan,
dan membuat keputusan dan kelompok, serta memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar
belakangnya. Jadi, dalam pembelajaran kooperatif, siswa berperan ganda yaitu
berperan sebagai siswa dan juga berperan sebagai guru. Untuk mencapai tujuan
bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan
sesama manusia yang akan bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah[13].
Pembelajaran di madrasah alam dapat dilakukan dengan mengacu kepada prinsip
belajar untuk semua, fun learning, dan spider web[14].
Belajar dari Semua
Di Sekolah Alam, tidak hanya murid yang belajar. Gurupun belajar dari murid.
Bahkan orang tua juga belajar dari guru dan anak-anak.
Di Sekolah Alam anak-anak tidak hanya belajar di kelas. Mereka belajar di mana
saja dan pada siapa saja. Mereka belajar tidak hanya dari buku tapi dari apa saja
yang ada di sekelilingnya. Dan yang jelas mereka belajar tidak untuk mengejar
nilai, tapi untuk bisa memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Dan di
Sekolah Alam keseragaman bukan pada apa yang dikenakan, tapi pada akhlaknya.
Fun Learning
Belajar di alam terbuka, secara naluriah akan menimbulkan suasana ‘fun’, tanpa
tekanan dan jauh dari kebosanan. Dengan demikian akan tumbuh kesadaran pada
anak bahwa ‘learning is fun’ dan sekolah identik dengan kegembiraan. Namun
sebagus apapun konsep yang disusun, tidak akan sempurna hasilnya tanpa guru
yang berkualitas dan berdedikasi. Menjaga kualitas dan dedikasi hanya bisa
dilakukan bila sang guru mempunyai visi pendidikan yang jelas dan memahami
prinsip dasar bahwa setiap anak adalah individu yang unik. Untuk mencapai itu
semua, Sekolah Alam menempatkan kesejahteraan guru sebagai prioritas utama.
Spider Web
Dalam pembelajaran di sekolah digunakan sistem Spider Web, di mana suatu
tema diintegrasikan dalam semua mata pelajaran. Dengan demikian pemahaman
siswa terhadap materi pembelajaran bersifat integratif, komprehensif dan aplikatif.
Sekaligus juga lebih ‘membumi’. Kemampuan dasar yang ingin dibangun adalah
kemampuan anak untuk membangun jiwa keingintahuan, kemampuan melakukan
observasi dan membuat hipotesa, serta kemampuan menerapkan metode berpikir
ilmiah. Sehingga pengetahuan yang didapat bukan sekedar hafalan, tetapi hasil
pengalaman dan penemuan mereka sendiri. Di sini anak juga diarahkan untuk
memahami potensi dasar dirinya. Dan di sini, berbeda dengan guru itu bukan tabu.
Model pembelajaran kembali ke alam merupakan konsep baru tentang pendidikan
yang menyatakan bahwa pendidikan berarti mengajarkan peserta didik bagaimana
belajar, berbuat, berfikir, dan menyelidiki dengan langsung memanfaatkan alam
sebagai salah satu sumber belajar. Berpijak pada pemikiran ini, maka posisi
pendidik berada di tengah diantara peserta didik dan sumber belajar. Dalam sistem
ini pendidik dipandang bukan sebagai satu-satunya sumber belajar. Peserta didik
dituntut untuk dapat mencari sumber belajar sendiri baik dari teknologi maupun
dari alam lingkungan belajar.
Dengan kata lain, model ini menekankan pada aspek kinerja siswa (contextual
teaching and learning), maksudnya fungsi dan peran guru hanya sebagai mediator,
siswa lebih proaktif untuk merumuskan sendiri tentang fenomena yang berkaitan
dengan fokus kajian secara kontekstual bukan tekstual[15]. Konsep ini membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Konsep ini diharapkan
dapat mengembangkan potensi peserta didik secara alamiah.
Sarana Pembelajaran
Sarana pembelajaran MTs Alam Cicakal Garang pada dasarnya sama dengan
sekolah-sekolah pada umumnya. Gedung MTs dibangun sesuai dengan bangunan
khas masyarakat yaitu berupa kelas panggung. Hal ini merupakan bagian dari titik
tekan kekhasan yang melekat pada MTs Alam Cicakal Garang sehingga proses
pendidikan dan pembelajaran akan selalu bernuansa alam, tradisi, dan budaya
masyarakat Baduy Cicakal Garang.
Di samping dilaksanakan di dalam kelas penggung, proses pendidikan dan
pembelajaran juga dilaksanakan di luar kelas. Tempat belajar siwa MTs Alam
Cicakal Garang tersebar di 10 (sepuluh) titik, yaitu:
Sampala
Lapangan Binglu (lapangan di bawah pohon Binglu)
Kebun Cengkeh
Sawah Rancak Bodaan
Gunung Bodaan
Rumah Singgah
Kampung Baduy Cipiit
Masjid
Kobong
Saung
[1]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab III Pasal 14 Ayat 1
[2]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab I Ketentuan Umum Pasal 1
[3]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab XV Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan Pasal 55
[4]John Watts, The School Within The Community, dalam Nicholas Foskett,
Managing External Relations In Schools: A Practical Guide, London: Routledge,
1992, h. 147
[5]Komaruddin Hidayat, Merawat Keragaman Budaya, dalam Pendidikan
Manusia Indonesia, Tonny D. Widiastono, Jakarta: Kompas, 2004, h. 97-99
[6]H.A.R. Tilaar, Pendidikan dan Kekuasaan: Suatu Tinjauan dari Perspektif
Studi Kultural, Magelang: IndonesiaTera, 2003, h. 310. Lihat juga H.A.R. Tilaar,
Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia: Strategi Reformasi
Pendidikan Nasional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999.
[7]Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan, …h. 67
[8]Maslikhah, Quo Vadis Pendidikan Multikultur: Rekonstruksi Sistem
Pendidikan Berbasis Kebangsaan,diterbitkan atas kerjasama STAIN SALATIGA
PRESS dengan JP BOOKS, 2007, h. 25-26
[9]H.A.R. Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional: Tinjauan dari Perspektif
Postmodernisme dan Studi Kultural, Jakarta: Kompas, 2005, h. 122
[10]Suharsono, Mencerdaskan Anak, Melejitkan Dimensi Moral, Intelektual, dan
Spiritual dalam Memperkaya Khasanah Batin dan Motivasi Kreatif Anak (IQ, IE,
SQ), Depok: Inisiasi Press, 2003, h. 103.
[11]Watts, The School…, h. 147
[12]Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan Bab III Standar Isi Pasal 6 Ayat 1
[13]Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,
Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, Cet. I, h. 5
[14]Diakses dari http://sekolahalam.blogspot.com/2004_05_14_archive.html, 20
Mei 2011
[15]Trianto, Model-Model, …h. 101
Menyambut Seba Gede, CICAKAL GIRANG (Komunitas Muslim di Baduy)
“Agama jeung kapercayaan Urang Baduy mah, Islam Sunda Wiwitan. Ngan di
Cicakal Girang aya warga muslim, dina sajarah kahadiranana nyaeta dipenta ku
lembaga adat ka Sultan Banten, anu tujuana supaya ngabantu ngurus pencatatan
perkawinan warga Baduy atawa warga anu ngalanggar adat jeung ngurus
mayit…….”
Hari ini, (21/04) dipastikan setidaknya 800 orang delegasi masyarakat adat
(Baduy Dalam dan Baduy Luar) berduyun-duyun menuju pendopo Kabupaten
Lebak, Pandeglang, Serang dan Pemprov Banten untuk melaksanakan rangkaian
upacara adat yang disebut Seba, sebagai salah satu bentuk upaya menyambung tali
silaturahmi dengan pemerintah daerah (Kabupaten & Provinsi Banten) yang
senantiasa mereka pertahankan. Upacara seba tahun ini terkategorikan sebagai
Seba Gede, sebab melibatkan banyak warganya.
Sebagaimana biasa, warga Baduy Dalam (sering disebut Urang Tangtu atau Urang
Baduy Jero) yang berasal dari Kampung Cikeusik, Cibeo dan Cikartawana
melakukan perjalanan menuju Pemkab Lebak dan Pemprov Banten dengan
berjalan kaki. Sementara warga Baduy Luar (Urang Panamping atau Urang Baduy
Luar) menggunakan kendaraan roda empat.
Mereka membawa “oleh-oleh” berupa buah-buahan dari hasil panen di huma atau
di ladang, seperti pisang, gula aren dan sebagainya. Bingkisan tersebut tak lebih
dari sekedar tanda mata (pamuka lawang) antara anak dengan orang tua dan bukan
bermakna sebagai simbol ketundukan atas penguasa. Sebab dalam prosesi upacara
adat tersebut, terdapat dua misi utama yang secara eksplisit mereka sampaikan,
yakni menyambung tali silaturahmi dan menyampaikan pesan Puun (pucuk
pimpinan komunitas adat Baduy) untuk senantiasa menyatu dengan alam dengan
cara menjaga kelestariannya.
Meski melibatkan banyak orang, kegiatan ini tak akan memperlihat kegadukan,
hirup-pikuk. Mereka mampu memposisikan diri sebagai tamu yang baik dan
berperilaku santun.
CICAKAL GIRANG
Terlepas dari itu, ada sesuatu hal menarik lainnya yang dimiliki komunitas adat
Baduy, yakni Kampung Cicakal Girang. Bagi sebagian masyarakat yang sudah
mengenal masyarakat Baduy di pegunungan Kendeng ini, mungkin masih asing
dengan istilah Cicakal Girang. Dimana keseluruhan penduduknya merupakan
warga muslim yang tak ada bedanya sama sekali dengan warga muslim lainnya.
Lokasinya terletak di dalam kawasan Baduy. Sedangkan bagi mereka yang sekilas
sudah mengenalnya juga masih ada yang berpandangan stereotipe - beranggapan
bahwa warga muslim di Cicakal Girang adalah Islam baru. Padahal pada
kenyataannya tak ada sesuatu pun yang baru dari ajaran Islam yang dilaksanakan
warga Cicakal Girang.
Cicakal Girang yang terletak di ujung barat Desa Kanekes, berbatasan langsung
dengan Desa Keboncau Kecamatan Bojongmanik. Saat ini sudah berkembang
menjadi dua kampung baru (babakan) yang masing-masing kampung memiliki
masjid/musholla. Bentuk dan bahan bangunan rumah warga Cicakal Girang jauh
berbeda dengan komunitas adat Baduy. Di samping itu warga Cicakal Girang juga
memiliki satu unit (dua lokal) madrasah ibtidaiyah yang terdiri dari 97 siswa.
Dengan keterbatasan sarana & prasarana yang dimiliki, pengelola madrasah
memanfaatkan masjid dan rumah warga untuk kegiatan belajar mengajar.
ASAL USUL
Berdasarkan tradisi lisan yang dikemukakan Jaro Pamarentah (Kades Kanekes)
Dainah dan Ustadz Abdul Rosyid, tokoh Kampung Cicakal Girang, asal usul
komunitas muslim disana berawal dari persoalan jauhnya jarak yang harus
ditempuh warga Baduy (apalagi warga Baduy Dalam) yang akan melakukan
pencatatan pernikahan yang dilakukan di Leuwidamar. Atas persoalan tersebut,
lembaga adat mengajukan permohonan kepada Sultan Banten untuk menempatkan
warga muslim di wilayah Desa Kanekes. Atas permohonan tersebut, pihak
kesultanan Banten menitipkan satu keluarga muslim untuk membantu lembaga
adat dalam menyelesaikan administrasi pernikahan warga Baduy serta membantu
merawat jenazah warga yang meninggal dunia. Tidak jelas tepat waktu
penempatan warga muslim tersebut. Adalah Ki Sahum orang pertama yang diberi
mandat untuk membantu masyarakat Baduy. Namun utusan pihak kesultanan
Banten tersebut juga belum terungkap berasal dari mana.
“Agama jeung kapercayaan Urang Baduy mah, Islam Sunda Wiwitan. Ngan di
Cicakal Girang aya warga muslim, dina sajarah kahadiranana nyaeta dipenta ku
lembaga adat ka Sultan Banten, anu tujuan na supaya ngabantu ngurus pencatatan
perkawinan warga Baduy atawa warga anu ngalanggar adat jeung ngurus
mayit…….” (Agama dan kepercayaan orang Baduy yaitu Islam Sunda Wiwitan.
Namun di kampung Cicakal Girang terdapat warga muslim, yang dalam sejarah
keberadaannya yaitu atas dasar permintaan lembaga adat kepada Sultan Banten
dengan tujuan untuk membantu mengurus pencatatan pernihakan warga Baduy
atau warga yang melanggar adat serta mengurus jenazah. - Jaro Dainah).
Istilah Cicakal Girang sendiri berasal dari kata “Cicukul”, yang bermakna “air
sungai yang jadi”/bersemi. Cicakal Girang berbatasan langsung dengan kampung
Baduy Luar lainnya yakni Cipaler yang berdekatan dengan kampung Cicakal
Hilir. Atas perannya membantu lembaga adat, warga Cicakal Girang diberikan
keleluasaan dalam nelaksanakan ajaran Islam. Disana terdapat beberapa unit
bangunan sarana ibadah berupa masjid dan musholla yang pada awalnya terbuat
dari gubuk sederhana. Kini hanya satu unit bangunan musholla yang masih
sederhana berbilik bambu dan sudah lapuk dimakan usia, selebihnya sudah berdiri
permanen dari bahan bangunan layaknya masjid/musholla di daerah lain.
BUKAN WARGA ADAT
Sejak tahun 1975, atas kebijakan lembaga adat Baduy, warga Cicakal Girang yang
kini sudah berjumlah 324 jiwa (158 laki-laki, 166 perempuan) tersebut bebas
membangun rumahnya terbuat dari bahan semen, pasir dan batu/bata, memiliki
lantai keramik, genting dan sebagainya yang tidak boleh terlalu mewah. Disana
juga terdapat tanaman cengkeh, kerbau peliharaan, sawah, kolam ikan (yang
kesemuanya merupakan pantangan adat Baduy). Alat penerangan pun sudah
memanfaatkan listrik bertenaga surya. Cara berpakaian dan pola perilaku mereka
juga jauh berbeda dengan warga Baduy. Karenanya dalam amanat lembaga adat,
warga Cicakal Girang dinyatakan sebagai warga yang bukan merupakan bagian
dari komunitas adat Baduy, akan tetapi orang Islam yang ada di Desa Kanekes.
Sehingga wajar bila tak ada kewajiban atas mereka untuk mengikuti upacara adat
yang biasa dilakukan di Baduy.
Atas penggalan sejarah yang diriwayat itu tak satupun warga Cicakal Girang yang
merasa dirinya sebagai Urang Baduy. Akan tetapi tak satupun juga di antara
mereka yang tidak merasa bangga dan kagum terhadap Urang Baduy. Khususnya
terhadap komitment Urang Baduy terhadap pelestarian lingkungan, kepatuhan
terhadap aturan adat serta berpola perilaku sederhana dengan mengedepankan
kejujuran dan keikhlasan, sebagai implementasi dari filosofi hidup lojor teu
meunang dipotong, pondok teu meunang disambung (panjang tak oleh dipotong,
pendek tak boleh disambung), yang bermakma mengedepankan kejujuran dan
kesederhanaan.
Uniknya keberadaan warga muslim di Cicakal Girang, tak pernah satu kali pun
warga Baduy yang menyatakan keluar dari lingkungan adat dan kemudian
memeluk agama Islam yang diislamkan disana. Warga Baduy yang menyatakan
masuk Islam biasanya diislamkan di Ciboleger Desa Bojongmenteng atau di Pal
Opat.
Sepenggal goresan tangan ini untuk menggugah kerinduan akan local wisdom.
Abstrak:
Kesimpulan besar dari tesis ini adalah bahwa pendidikan (Islam) yang
diselenggarakan oleh masyarakat Kampung Cicakal Girang yang merupakan
bagian dari wilayah adat Desa Kanekes (Baduy) melalui Madrasah Ibtidaiyah
Masyarikul Huda berhasil melakukan perubahan-perubahan sosial dan
keberagamaan masyarakatnya. Tesis ini mendukung pendapat Djohar M.S., dalam
Pendidikan Strategik: Alternatif untuk Pendidikan Masa Depan (2003), yang
menyatakan bahwa pendidikan, termasuk pendidikan agama, disyaratkan
mempunyai makna transformatif. Hasil pendidikannya harus tampak dalam
perilaku kehidupan sehari-hari, dalam keluarga, dalam dunia kerja, dalam
menghadapi kehidupan bersama, dalam menghadapi dan menyelesaikan tugas,
dan dalam segala hal kehidupan mereka. Pendidikan yang tidak mempunyai nilai
transformatif, maka dapat dikatakan pemborosan. Tesis ini menolak pendapat
Darmaningtyas dalam Pendidikan yang Memiskinkan (2002) yang berpendapat
bahwa pendidikan lebih sebagai proses penyengsaraan masyarakat, karena begitu
banyaknya harta masyarakat diinvestasikan untuk pendidikan, tapi setelah lulus
tidak mendapatkan apa-apa, seperti yang mereka harapkan sebelumnya. Bahkan
yang terjadi kemudian, orang yang berpendidikan itu malah kehilangan sesuatu
yang mereka miliki sebelumnya, yaitu berupa semangat hidup sebagai petani,
nelayan, buruh tani atau pengembala ternak. Mereka juga tercerabut dari
lingkungan sekitarnya, baik lingkungan fisik geografis, ekonomi, sosial, dan
budaya. Tesis ini berhasil menemukan bahwa pendidikan (Islam) telah berhasil
membawa perubahan dan perkembangan (transformasi) sosial masyarakatnya.
Tesis ini juga berhasil mengungkap bahwa pendidikan mampu mengubah serta
meningktkan perilaku dan sikap keberagamaan masyarakatnya, baik peningkatan
pemahaman maupun penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Sumber data primer
dalam penelitian ini adalah masyarakat Kampung Cicakal Girang. Sedangkan data
sekunder bersumber dari buku-buku, jurnal ilmiah, majalah, surat kabar, website,
dokumen penelitian dan dengan hasil wawancara baik langsung maupun melalui
sambungan telepon dan sms dengan nara sumber terkait. Data tersebut kemudian
dianalisis secara kritis, logis dan sistematis dengan menggunakan pendekatan
deskriptif kualitatif
No. Panggil : 1214 PPS T
Judul : Pendidikan islam pada masyarakat terpencil : studi kasus madrasah
ibtidaiyah masyarakat huda kampung cicakal girang desa kanekes Kab.lebak-
banten
Pengarang : SUHENDI, Endi
Pembimbing : MUHAIMIN
Penerbitan : Sekolah Pasca Sarjana
Program studi : BIDANG PENGKAJIAN ISLAM
Tahun : 2010
Deskripsi fisik : ii: 159 hal.; 20 cm
Subjek : PENDIDIKAN ISLAM
Kata kunci :
Pemilik : Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lokasi : Lantai 3
NPSN: 60721165 MIS MASYARIKUL HUDA KP.CICAKAL
Top Related