ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.K DAN Tn.S
YANG MENGALAMI ISOLASI SOSIAL DENGAN
PEMBERIAN STRATEGI PELAKSANAAN 1 SAMPAI 4
DI RUANG SADEWA RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH Dr. ARIF ZAINUDDIN
SURAKARTA
DI SUSUN OLEH :
CHANDRA GILBERT LODA
NIM.P14068
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2017
i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.K DAN Tn.S
YANG MENGALAMI ISOLASI SOSIAL DENGAN
PEMBERIAN STRATEGI PELAKSANAAN 1 SAMPAI 4
DI RUANG SADEWA RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH Dr. ARIF ZAINUDDIN
SURAKARTA
Proposal Karya Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program
Diploma Tiga Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
CHANDRA GILBERT LODA
NIM.P14068
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2017
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Chandra Gilbert Loda
NIM : P14068
Program Studi : D3 Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : Asuhan Keperawatan Pada Tn.K Dan
Tn.S Yang Mengalami Isolasi Sosial Dengan
Pemberian Strategi Pelaksanaan 1 Sampai 4 Di Ruang
Sadewa Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainuddin
Surakarta.
.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, Juli 2017
Yang Membuat pernyataan
Materai 6000
CHANDRA GILBERT LODANIM . P14068
iii
MOTTO
Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala upaya dan usaha yang disertai
dengan doa, karena sesungguhnya nasib seseorang manusia tidak akan berubah
dengan sendirinya tanpa berusaha dan percayalah usaha tidak akan mengkhiyanati
hasil.
iv
LEMBAR PERSETUJUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.K DAN Tn.S YANG
MENGALAMI ISOLASI SOSIAL DENGAN PEMBERIAN STRATEGI
PELAKSANAAN 1 SAMPAI 4 DI RUANG SADEWA RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH Dr. ARIF ZAINUDDIN SURAKARTA
Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Ahli MadyaKeperawatn (Amd. Kep.)
Oleh :
CHANDRA GILBERT LODA
P14068
Surakarta, 25 April 2017
Menyetujui,
Pembimbing
Joko Kismanto S.Kep., Ns
NIK. 200670020
v
LEMBAR PENETAPAN DEWAN PENGUJI
Telah Di Uji Pada Tanggal :
Dewan Penguji :
Ketua : ( )
1.
Anggota : ( )
2.
vi
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : Chandra Gilbert Loda
Nim : P14068
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn.K Dan Tn.S
Yang Mengalami Isolasi Sosial Dengan Pemberian Strategi
Pelaksanaan 1 Sampai 4 Di Ruang Sadewa Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr. Arif Zainuddin Surakarta.
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan
Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di :
Hari/Tanggal :
DEWAN PENGUJI
Ketua : ( )
1. Anggota : ( )
Mengetahui
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ns. Meri Oktariani, M. Kep
NIK. 200981037
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Isolasi Sosial Rumah
Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainuddin Surakarta”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat:
1. Ns. Wahyu Rima Agustin M.Kep, selaku Ketua STIkes yang telah
memberikan kesempatan untuk dapat membina ilmu di STIkes Kusuma
Husada Surakarta.
2. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes
Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Erlina Windyastuti. M.Kep, selaku sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
4. Joko Kismanto S.Kep., Ns selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
5. selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan
nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi
kasus ini.
6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan
wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.
viii
7. Kedua orangtuaku yang selaku menjadi inspirasi dan memberikan
semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan
satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 25 April 2017
Chandra Gilbert Loda
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
PERNYTAAN TIDAK PLAGIATISME ................................................ ii
MOTTO .................................................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................... iv
LEMBAR PENETAPAN DEWAN PENGUJI....................................... v
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... vi
KATA PENGANTAR .............................................................................. vii
DAFTAR ISI.............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang .................................................................... 11.2 Batasan Masalah................................................................. 31.3 Rumusan Masalah ............................................................. 41.4 Tujuan ................................................................................ 41.5 Manfaat .............................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Perilaku Kekerasan ..................................... 72.1.1 Definisi ............................................................................ 72.1.2 Etiologi ............................................................................ 82.1.3 Patofisiologi .................................................................... 122.1.4 Pathway ........................................................................... 132.1.5 Manifestasi Kllinik.......................................................... 132.1.6 Komplikasi ...................................................................... 142.1.7 Pemeriksaan Penunjang................................................... 152.1.8 Penatalaksanaan............................................................... 15
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan ............................................ 182.2.1 Pengkajian ....................................................................... 182.2.2 Masalah Keperawatan ..................................................... 232.2.3 Intervensi ......................................................................... 232.2.4 Implementasi Keperawatan ............................................. 242.2.5 Evaluasi ........................................................................... 25
x
BAB III METODE STUDI KASUS
3.1 Desain Studi Kasus............................................................. 263.2 Batasan Istilah .................................................................... 263.3 Partisipan............................................................................ 263.4 Lokasi dan Waktu............................................................... 263.5 Pengumpulan Data ............................................................. 273.6 Uji Keabsahan Data............................................................ 283.7 Analisa Data ....................................................................... 283.8 Kesimpulan......................................................................... 29
BAB IV HASIL
4.1 Gambaran lokasi pengambilan data ................................... 304.2 Pengkajian .......................................................................... 304.3 Analisa Data ....................................................................... 384.4 Diagnosa Keperawatan....................................................... 294.5 Intervensi Keperawatan...................................................... 41
BAB V PEMBAHASAN
5.1 pengkajian .......................................................................... 515.2 Diagnosa Keperawatan....................................................... 625.3 Intervensi ............................................................................ 635.4 Implementasi ...................................................................... 645.5 Evaluasi .............................................................................. 69
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan......................................................................... 726.2 Saran................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar 2 Pohon masalah ................................................................ 14
xii
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar konsultasi
Lampiran 2. Daftar riwayat hidup
Lampiran 3. Lembar audience
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan jiwa bukan hanya suatu keadaan tidak gangguan jiwa
melainkan mengandung berbagai karakteristik yang bersifat positif yang
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang
mencerminkan kedewasaan kepribadian yang bersangkutan. Kesehatan jiwa
merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual, emosional yang optimal dari seseorang, dan perkembangan itu
selaras dengan perkembangan orang lain. Sehat adalah keadaan yang
sempurna baik fisik, mental maupun sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa
penyakit atau kelemahan, tidak hanya terbebas dari penyakit serta kelemahan
atau secukupnya. Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang
secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan
dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia.
Di era globalisasi akan terjadi berbagai masalah pada masyarakat baik fisik
maupun kejiwaan. (Keliat, 2011).
Gambaran menurut penelitian WHO (2009), prevalensi masalah
kesehatan jiwa saat ini cukup tinggi, sekitar 10% orang dewasa mengalami
gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk dunia diperkirakan akan
mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu hidupnya. Usia ini biasanya
terjadi pada dewasa muda antara 18-20 tahun 1% diantaranya adalah
2
gangguan jiwa berat, potensi seseorang mudah terserang gangguan jiwa
memang tinggi, setiap saat 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak
permasalahan jiwa, saraf maupun perilaku. Prevalensi isolasi sosial didunia
0,1 per mil dengan tanpa memandang perbedaan status sosial atau budaya.
National Institute of Mental Health gangguan jiwa mencapai 13%
dari penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang menjadi
25% di tahun 2030. Kejadian tersebut akan memberikan andil meningkatnya
prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke tahun di berbagai Negara.
Berdasarkan hasil sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2004,
diperkirakan 26,2% penduduk yang berusia 18-30 tahun atau lebih
mengalami gangguan jiwa, jika prevalensi gangguan jiwa diatas 100 jiwa per
1000 penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai 264 per 1000
penduduk.
Indonesia sendiri menurut Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun
2013 jumlah seluruh responden dengan tipe gangguan jiwa berat sebanyak
1,7%. Dengan prevalensi psikosis tertinggi berada di DI Yogyakarta dan
Aceh masing-masing 2,7 %. Sedangkan yang terendah di Kalimantan barat
sebanyak 0,7 % dan di Jawa Tengah sebanyak 2,3 %. Prevalensi penduduk
yang mengalami gangguan mental emosional secara nasional adalah 6,0 %
(37.728 orang) dari subyek yang dianalisis. Provinsi dengan prevalensi
gangguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah (11,6 %),
sedangkan yang terendah di Lampung (1,2 %) dan untuk di Jawa Tengah
sebesar (4,7%) (Kemenkes RI, 2013).
3
Hasil Riset Dasar Kesehatan Nasional Tahun 2007, menyebutkan
bahwa sebanyak 0,46 per mil masyarakat Indonesia mengalami gangguan
jiwa berat. Mereka adalah yang diketahui mengidap skizofrenia dan
mengalami gangguan psikotik berat. Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di
Indonesia terdapat di Provisi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta (24,3%), di
ikuti Nangroe Aceh Darussalam (18,5%), Sumatra Barat (17,7%), NTB
(10,9%), Sumatera Selatan (9,2%), dan Jawa Tengah (6,8%). Kebijakan
Pemerintah dalam menangani pasien gangguan jiwa tercantum dalam
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan jiwa, disebutkan
dalam pasal 149 ayat (2) mengatakan bahwa Pemerintah dan masyarakat
wajib melakukan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan
bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam
keselamatan dirinya dan mengganggu ketertiban atau keamanan umum,
termasuk pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa
untuk masyarakat miskin (Depkes RI, 2010).
1.2 Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini di batasi pada Asuhan Keperawatan
pada Tn.K dan Tn.S yang mengalami Isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa
Daerah dr. Arif Zainuddin Surakarta.
4
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan keperawatan pada Tn.K dan Tn.S dengan
isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainuddin Surakarta.
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan umum
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu
melakukan asuhan keperawatan pada Tn.K dan Tn.S dengan Isolasi
Sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainuddin Surakarta.
1.4.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus dan perumusan yang hendak dicapai adalah
kemampuan untuk:
a. Mampu melakukan pengkajian pada Tn.K dan Tn.S dengan Isolasi
Sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainuddin Surakarta.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn.K dan Tn.S
dengan Isolasi Sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif
Zainuddin Surakarta.
c. Mampu menyususn keperawatan pada Tn.K dan Tn.S dengan
Isolasi Sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainuddin
Surakarta.
5
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn.K dan Tn.S
dengan Isolasi Sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif
Zainuddin Surakarta.
e. Mampu melakukan evaluasi pada Tn.K dan Tn.S dengan Isolasi
Sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainuddin Surakarta.
1.5 Manfaat Teoritis dan Praktis
1.5.1 Teoritis
Proposal ini di harapkan dapat memberikan informasi mengenai
Isolasi Sosial pada masyarakat umum sehingga masyarakat dapat lebih
waspada terhadap penyebab dan faktor resiko sehingga dapat mencegah
terjadinya Isolasi Sosial.
1.5.2 Praktis
1. Bagi Penulis
Sebagai tambahan pengalaman dan pengetahuan bagi penulis
dalam penerapan ilmu keperawatan jiwa yang telah didapatkan selama
pendidikan.
2. Bagi Perawat
Sebagai masukan bagi perawat pelaksana di Unit Pelayanan
Keperawatan Jiwa dalam rangka mengambil kebijakan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya pada klien yang
mengalami perubahan proses pikir isolasi sosial.
3. Bagi Institusi Pendidikan
6
Sebagai sumber informasi dan bahan bacaan pada kepustakaan
institusi dalam meningkatkan mutu pendidikan pada masa yang akan
datang di bidang keperawatan.
4. Bagi Rumah Sakit
Hasil ini akan dapat digunakan sebagai data tambahan
berikutnya yang terkait dengan penerapan strategi pelaksanaan pada
pasien dengan isolasi sosial untuk meningkatkan kemampuan
berinteraksi dengan orang lain.
7
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Konsep Dasar Isolasi Sosial
2.1.1. Definisi Isolasi Sosial
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak terima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain (Deden dan Rusdi,2013,Hal.34 ).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh
individu dan dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan
sebagai pernyataan negative atau mengancam (Teguh Purwanto, 2012).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal
yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan prilaku maladaktif dan mengganggu fungsi seseorang
dalam hubungan sosial ( Depkes RI, 2010 ).
Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami
ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau
dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar dan hidup dalam khayalan
sendiri yang tidak realistis (Erlinafsiah,2010,Hal.101).
8
2.1.2. Etiologi
1) Faktor Predisposisi
a) Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam
hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak
terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang
nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
b) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori
ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga
menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seorang
anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam
waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga
yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar
keluarga.
c) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari dari lingkungan
sosial merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Hal ini di sebabkan oleh norma-norma yang salah
dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota yang tidak produktif
9
seperti usia lanjut, penyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan
dari lingkungan sosialnya.
d) Faktor Biologis
Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan
hubungan social adalah otak, misalnya pada klien Isolasi sosial yang
mengalami masalah dalam hubungan social memiliki struktur yang
abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan
bentuk sel-sel.
2) Faktor Presipitasi
a) Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang
ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
b) Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi
akibat ansietas atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk
mengatasinya (Ade Herman Surya Direja,2011,Hal.123).
3) Perilaku
Perilaku pada klien gangguan social menarik diri yaitu: kurang
sopan, apatis, sedih, afek tumpul, kurang perawatan diri, komunikasi
verbal turun, menyendiri, kurang peka terhadap lingkungan, kurang
10
energy, harga diri rendah dan sikap tidur seperti janin saat tidur.
Sedangkan perilaku pada gangguan sosial curiga meliputi tidak
mempercayai orang lain, sikap bermusuhan, mengisolasi diri dan paranoia.
Kemudian perilaku pada klien dengan gangguan social manipulasi adalah
kurang asertif, mengisolasi diri dari lingkungan, harga diri rendah, dan
sangat tergantung pada orang lain (Sujono Riyadi dan Teguh
Purwanto,2013,Hal.157).
4) Rentang Respon
Rentang respon berhubungan dapat berfluktuasi dari respons
berhubungan adaktif samapai maladaktif
Respon Adaktif Respon Maladaktif
Menyendiri/solitude Merasa sendiri Manipulasi
Otonomi Menarik diri Impulsif
Bekerja sama Tergantung Narcissm
Saling tergantung
(interdependen)
Gambaran 2.1 Rentang Respon(Rusdi, 2013)
Keterangan :
1. Respon Adaktif
11
Respon individu dalam menyelesaikan masalah yang masih dapat
di terima oleh norma-norma sosial dan budaya yang umum berlaku ( masih
dalam batas normal ), meliputi:
a) Menyendiri/solitude
Respon seseorang untuk merenungkan apa yang telah
dilakukan dilingkungan sosial dan juga suatu cara mengevaluasi diri
untuk menentukan langkah berikutnya.
b) Otonomi
Kemampuang individu menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
c) Bekerja Sama
Kondisi hubungan interpersonal dimana individu mampu
untuk saling member dan menerima.
d) Saling Tergantung (interdependen)
Suatu hubungan saling tergantung antar individu dengan
orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
2. Respon Maladaptif
Respon individu dalam penyelesaianmasalah menyimpang dari
norma-norma sosial dan budaya lingkungannya, meliputi:
a) Manipulasi
12
Orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat
pada masalah pengendalian orang lain dan individu cenderung
berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain.
b) Implusif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, dan tidak dapaat diandalkan.
c) Narkisme
Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentris, pencemburu,
marah jika orang lain tidak mendukung (Deden Dermawan
Rusdi,2013,Hal.35).
2.1.3. Patofisiologi
Menurut Stuart and Sundeen (2012). Salah satu gangguan
berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi social
yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang bias dialami klien
dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan,
kekecewaan dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam
mengembangan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi
13
regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas dan kurangnya
perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa
lalu serta tingkah laku primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan
tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut
menjadi halusinasi (Ernawati Dalami dkk,,2012,Hal.10).
2.1.4. Pathway
Gambar 2.2 Pathway Isolasi Sosial(Dermawan, 2013)
2.1.5. Manifestasi Klinis
1. Tanda dan Gejala
Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi social
akan ditemukan data objektif meliputi apatis, ekspresi wajah sedih, afek
tumpul, menghindar dari orang lain, klien tampak memisahkan diri dari
orang lain, komunikasi kurang, klien tampak tidak bercakap-cakap
14
dengan klien lain atau perawat, tidak ada kontak mata atau kontak mata
kurang, klien lebih sering menunduk, berdiam diri dikamar. Menolak
berhubungan dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari,
meniru posisi janin pada saat lahir, sedangkan untuk data Subjektif
sukar didapat, jika klien menolak komunikasi, beberapa data subjektif
adalah menjawab dengan singkat dengan kata-kata “tidak, “ya” dan
tidak tahu”.
2. Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon social maladaktif
menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi
ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah
hubungan yang spesifik (Gail,W Stuart 2011).
Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian
antisocial antara lain proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain,
koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang
splitting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain,
merendahkan orang lain dan identifikasi proyeksi.
3. Sumber koping
Menurut Gail W. Stuart 2011, sumber koping berhubungan
dengan respon social mal-adaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan
keluarga yang luasan teman, hubungan dengan hewan peliharaan dan
penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress interpersonal
15
misalnya kesenian, music atau tulisan (Ernawati Dalami
dkk,2013,Hal.10).
2.1.6. Komplikasi
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan
dan tingkah laku masa lalu primitive antara lain pembicaraan yang autistic
dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat
lanjut menjadi resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi, mencederai
diri sendiri, orang lain serta lingkungan dan penurunan aktivitas sehingga
dapat menyebabkan defisit perawatan diri (Deden Dermawan dan
Rusdi,2013,Hal.40).
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Minnesolla Multiphasic Personality Inventory (MMPI)
Adalah suatu bentuk pengujian yang dilakukan oleh psikiater dan
psikolog dalam menentukan kepribadian seseorang yang terdiri dari 556
pernyataan benar atau salah.
2. Elektroensefalografik (EEG)
Suatu pemeriksaan dalam psikiatri untuk membantu membedakan antara
etiologi fungsional dan organik dalam kelainan mental.
3. Test laboratorium kromosom darah untuk mengetahui apakah gangguan
jiwa disebabkan oleh genetik.
16
4. Rontgen kepala untuk mengetahui apakah gangguan jiwa disebabkan
kelainan struktur anatomi tubuh.
2.1.8. Penatalaksanaan
1. Obat anti psikotik
a. Clorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai
norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi -
fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku
yang aneh atau, tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi
kehidupan sehari -hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan
melakukan kegiatan rutin.
Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi,
antikolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, dan
defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler
meninggi, gangguan irama jantung), gangguan ekstra piramidal
(distonia akut, akatshia, sindromaparkinson/tremor, bradikinesia
rigiditas), gangguan endokrin, metabolik, hematologik, agranulosis,
biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
b. Haloperidol (HLD)
Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita
dalam fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari –hari.
17
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan
otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatik, mulut kering,
kesulitan miksi dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan
intraokuler meninggi, gangguan irama jantung).
c. Trihexy phenidyl (THP)
Indikasi:Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska
ensepalitis dan idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya
reserpin dan fenotiazine.
Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan
otonomik (hypertensi, anti kolinergik/ parasimpatik, mulut kering,
kesulitanmiksi dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan
intra oluker meninggi, gangguan irama jantung)
2. Therapy Farmakologi
3. Electro Convulsive Therapi
Electro Convulsive Therapi (ECT) atau yang lebih dikenal
dengan Elektroshock adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan
energy shock listrik dalam usaha pengobatannya. Biasanya ECT
ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang tidak berespon kepada
obat psikiatri pada dosis terapinya. ECT pertama kali diperkenalkan oleh
2 orang neurologist italia Ugo Cerletti dan Lucio Bini pada tahun 1930.
Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat terapi ECT setiap
tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu.
18
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang
dapat memberi efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya 15
detik. Kejang yang dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang
kehilangan kesadarannya dan mengalami rejatan. Tentang mekanisme
pasti dari kerja ECT sampai saat ini masih belum dapat dijelaskan dengan
memuaskan. Namun beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT dapat
meningkatkan kadar serum Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF)
pada pasien depresi yang tidak responsive terhadap terapi farmakologis.
4. Terapi Kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang
dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu
sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau
petugas kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan memberi stimulus bagi
klien dengan ganggua interpersonal.
5. Terapi Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek
lingkungan harus mendapat perhatian khusus dalam kaitannya untuk
menjaga dan memelihara kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat
dengan stimulus psikologi seseorang yang akan berdampak pada
kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik
pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang (Deden
Dermawan dan Rusdi,2013,Hal..40).
19
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor predisposisi terjadinya gangguan hubungan sosial,
adalah:
1. Faktor Perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dilalui individu dengan sukses agar
tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Tugas
perkembangan pada masing-masing tahap tumbuh kembang ini
memiliki karakteristik sendiri. Apabila tugas ini tidak terpenuhi,
akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai masalah
respon sosial maladaptif.
System keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan
respon social maladaktif. Beberapa orang percaya bahwa individu
yang mempunyai masalah ini adalah orang yang tidak berhasil
memisahkan dirinya dan orang tua. Norma keluarga yang tidak
mendukung hubungan keluarga dengan pihak lain diluar keluarga.
2. Faktor Biologis
Genetic merupakan salah satu factor pendukung gangguan jiwa.
Berdasarkan hasil penelitian, pada penderita isolasi sosial 8%
kelainan pada struktur otak, seperti atrofi, pembesaran ventrikel,
20
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur lmbik
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
3. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
akibat dan norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap
orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak
produktif, seperti lansia, orang cacat, dan penyakit kronik. Isolasi
dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan system nilai
yang berbeda dan kelompok budaya mayoritas. Harapan yang
tidak realistis terhadap hubungan merupakan factor lain yang
berkaitan dengan gangguan ini.
4. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan factor
pendukung untuk terjadinya gangguan dalam berhubungan sosial.
Dalam teori ini termasuk masalah komunikasi yang tidak jelas
yaitu suatu keadaan dimana seseorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu
bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar
keluarga.
b. Stressor Presipitasi
Stressor presipitasi umumnya mencakup kejadian kehidupan
yang penuh stress sperti kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan
21
individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan
ansietas. Stressor presipitasi dapat dikelompokkan dalam kategori :
1. Stressor Sosial Budaya
Stress dapat ditimbulkan oleh beberapa factor antara factor lain
dan factor keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga
dan berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya,
misalnya dirawat di rumah sakit.
2. Stressor Psikologis
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu mengatasi masalah diyakini
akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan
(isolasi sosial).
c. Perilaku
Adapun perilaku yang bisa mucul pada isolasi sosial berupa :
kurang spontan, apatis (kurang acuh terhadap lingkungan), ekspresi
wajah kurang berseri (ekspresi sedih), afek tumpul. Tidak merawat
dan memperhatikan kebersihan diri, komunikasi verbal menurun atau
tidak ada. Klien tidak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat,
mengisolasi diri (menyendiri). Klien tampak memisahkan diri dan
orang lain, tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar.
Pemasukan makanan dan minuman terganggu, retensi urine dan feses,
22
aktivitas menurun, kurang energi (tenaga), harga diri rendah, posisi
janin saat tidur, menolak hubungan dengan orang lain. Klien
memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
d. Sumber Koping
Sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial
maladaktif termasuk : keterlibatan dalam berhubungan yang luas di
dalam keluarga maupun teman, menggunakan kreativitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, music, atau
tulisan.
e. Mekanisme Defensif
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Mekanisme yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah
regresi, represi, dan isolasi.
1. Regresi adalah mundur kemasa perkembangan yang telah lain
2. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang tidak
dapat diterima, secara sadar dibendung supaya jangan tiba di
kesadaran.
3. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang
mengakibatkan timbulnya kegagalan defensif dalam
menghubungkan perilaku dengan motivasi atau pertentangan
23
antara sikap dan perilaku (Mukhripah Damaiyanti dan
Iskandar,2012,Hal.82).
Untuk mengkaji pasien isolasi sosial, kita dapat
menggunakan wawancara dan observasi kepada pasien dan keluarga.
f. Tanda dan Gejala
a. Gejala Subjektif :
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang
lain.
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
3) Respons verbal kurang dan sangat singkat.
4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang
lain.
5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
7) Klien merasa tidak berguna
8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
9) Klien merasa ditolak.
b. Gejala Objektif :
1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara.
2) Tidak mengikuti kegiatan.
3) Banyak berdiam diri dikamar.
4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang
yang terdekat.
24
5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
6) Kontak mata kurang.
7) Kurang spontan.
8) Apatis (acuh terhadap lingkungan).
9) Ekspresi wajah kurang berseri.
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
11) Mengisolasi diri.
12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
13) Masukan makan dan minuman terganggu.
14) Aktivitas menurun.
15) Kurang energy (tenaga).
16) Rendah diri.
17) Postur tubuh berubah, misalnya sikap fectus/janin (khususnya
pada posisi tidur) (Iyus Yosep,2011,Hal.231).
2.2.2 Masalah Keperawatan
1. Isolasi Sosial
2.2.3 Intervensi
Diagnosa : Isolasi Sosial
Tujuan : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi : 1. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan
prinsip komunikasi Terapeutik
25
2. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
3. Perkenalkan diri dengan sopan
4. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
5. Jelaskan tujuan pertemuan
6. Jujur dan menepati janji
7. Tunjukkan sifat empati dari menerima klien apa adanya
8. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi selanjutnya (Mukhripah Damaiyanti dan
Iskandar,2012,Hal.86).
2.2.4 IMPLEMENTASI
Diagnosa : Isolasi Sosial
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial
2. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan bila berhubungan dengan
orang lain
3. Berdiskusi dengan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
4. Mengajarkan klien cara berkenalan
5. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berkenalan ke
dalam kegiatan harian
(Damaiyanti, 2012).
5. EVALUASI
Diagnosa : Isolasi Sosial
26
Ekspresi wajah bersahabat menunjukkan rasa senang, ada kontak mata,
mau berjabat tangan, mau menjawab salam, klien mau berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi (Damaiyanti, 2012).
26
BAB III
METODE STUDI KASUS
3.1 Desain Studi Kasus
Studi kasus merupakan metode pengumpulan data secara
komprehensif yang meliputi aspek fisik dan psikologis individu, dengan tujuan
memperoleh pemahaman secara mendalam. Studi kasus ini adalah studi untuk
mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami
Isolasi Sosial.
3.2 Batasan Masalah
Asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami Isolasi Sosial maka
penyusun studi kasus harus menjabarkan tentang konsep Isolasi Sosial.
Batasan istilah disusun secara naratif dan apabila diperlukan tambahan
informasi kualitatif sebagai penciri dari batasan yang dibuat penulis.
3.3 Partisipan
Subyek studi dalam kasus ini adalah pasien yang mengalami Isolasi
Sosial di Rumah Sakit dr. Arif Zainudin Surakarta.
3.4 Lokasi dan Waktu
Pada kasus ini tempat pengambilan kasus dilakukan di Rumah Sakit
dr. Arif Zainudin Surakarta dan waktu pelaksanaan studi kasus ini secara
keseluruhan membutuhkan waktu 2 minggu dari tanggal 22 Mei 2017 – 3
Juni 2017.
27
3.5 Pengumpulan Data
Sehubungan dengan pendekatan penelitian diatas, teknik
pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian lapangan (field research), dilakukan dengan cara mengunjungi
langsung ke objek penelitian yaitu Rumah Sakit dr. Arif Zainudin. Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah :
1. Teknik pengumpulan data primer
Pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian
atau objek yang diteliti. Dalam hal ini data diperoleh dengan cara-cara
sebagai berikut:
a. Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung pada
objek penelitian terhadap pasien yang mengalami masalah Isolasi
Sosial.
b. Wawancara adalah melakukan tanya-jawab dengan pihak-pihak
yang berhubungan dengan masalah penelitian wawancara
dinyatakan sebagai suatu percakapan dengan bertujuan untuk
memperoleh kontruksi yang terjadi sekarang tentang orang,
kejadian, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, pengakuan,
kerisauan dan sebagainya. peneliti melakukan pengkajian terhadap
pasien ( hasil pengkajian berisi tentang identitas klien, alasan
masuk, faktor predisposisi dan lain-lain) sumber data dari klien,
keluarga dan perawat lainnya.
28
2. Teknik pengumpulan data sekunder merupakan teknik pengumpulan data
yang dilakukan melalui studi bahan-bahan kepustakaan yang perlu untuk
mendukung data primer (data lain yang relevan). Pengumpulan data
sekunder dapat dilakukan dengan instrumen sebagai berikut:
a. Studi Kepustakaan (Library research) adalah pengumpulan data
yang dilakukan dari buku-buku, karya ilmiah, pendapat ahli yang
memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.
b. Studi Dokumentasi (Documentary) adalah pengumpulan data yang
diperoleh dengan menggunakan catatan-catatan tertulis yang ada di
lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang menyangkut
masalah diteliti dengan instansi yang terkait.
3.6 Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data dimaksud dengan mengambil data baru (here and
now) dengan menggunakan instrumen pengkajian yang sesuai sehingga
menghasilkan data dengan validitas tinggi. Pengkajian menggunakan klien,
perawat dan keluarga klien sebagai sumber informasi dan sumber
dokumentasi. Menegakkan diagnosa NANDA keperawatan intervensi NIC
NOC, implementasi strategi pelaksanaan (SP), evaluasi dengan menggunakan
evaluasi formatif dan evaluasi surmatif.
3.7 Analisa Data
Setelah melakukan asuhan keperawatan akan dilakukan analisa data
dengan metode membandingkan antara tindakan yang dilakukan dengan
jurnal penelitian dan teori didalam buku.
29
1. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi.
Hasil ditulis dalam bentuk transkip (catatan terstruktur).
2. Mereduksi Data
Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan
dijadikan satu dalam bentuk transkip dan dikelompokkan menjadi data
subjektif dan objektif dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik
kemudian dibandingkan nilai normal.
3. Penyajian Data
Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun
teks naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan
identitas dari klien.
3.8 Kesimpulan
Dari data yang disajikan kemudian data dibahas dan dibandingkan
dengan Isolasi kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode
induksi. Data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis,
perencanaan, tindakan dan evaluasi.
30
BAB IV
HASIL
4.1 Gambaran lokasi pengambilan data
Pengambilan data ini dilakukan di rumah sakit dr. Arif Zainudin Surakarta.
Pasien dirawat di ruang Sadewa dengan kondisi ruangan yang bersih serta
lebih dekat dengan perawat ruangan. Situasi yang cukup aman bagi pasien
dan perawat ruangan. Di dapatkan 2 data pasien bernama Tn. K dan Tn. S.
4.2 Pengkajian
1. Identitas Klien
IDENTITAS KLIEN KLIEN 1 KLIEN 2InisialUmurJenis KelaminNo. RMRuang RawatTanggal DirawatTanggal PengkajianInforman
Tn. K37 tahunLaki-laki0469xxSadewa27 april 201722 mei 2017Klien dan keluarga
Tn. S28 tahunLaki-laki0371xxSadewa23 april 201722 mei 2017Klien dan keluarga
31
2. Alasan Masuk
KLIEN 1 KLIEN 2ALASAN MASUK Keluarga klien mengatakan
alasan klien dibawa ke RSJDdr. Arif Zainudin Surakartakarena klien di rumah seringmengurung diri, tidak maumakan dan kurangbersosialisasi baik denganorang yang berada dirumahnya dan tetanggasekitar. Klien tidak maubicara, tidak mau makan,tidak mau mandi karenatemannya telah merebutpacarnya. Pada saat dilakukan pengkajian tanggal30 mei 2017 klien tampakberdiam diri, menundukkankepala dan tidak mau bicara.
klien dibawa ke RSJSurakarta karena klien seringmenyendiri, tidak pernahberinteraksi dengan oranglain, tidak bisa tidur, tidakmau makan, tidak maumandi. klien mengurung diri,di kamar, tidak mau bicarakarena merasa di PHK daritempat kerjanya. Saatdilakukan pengkajian tanggal27 mei 2017, klien banyakdiam, tidak mau bicara,menundukkan kepala.
3. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
KLIEN 1 KLIEN 2Faktor predisposisi Klien sudah 2 kali masuk
rumah jiwa pada tahun 2015dan 2017. Pengobatan kliensebelumnya berhasil danklien sempat bekerja sebagaipenjual tissue galon. Klienpernah di aniaya fisik padasaat klien berumur 35 tahun.Klien juga pernah pukultetangganya pada saat klienberumur 36 tahun. Keluargaklien tidak ada yangmengalami gangguan jiwa.
Gangguan jiwa ini sudahdialami klien pada tahun2014 dan sudah pernahdirawat di rumah sakit jiwa.Klien sudah dibawa pulangke rumah tapi tidak pernah dikontrol sehingga kambuhlagi dan saat ini di bawakembali pada tanggal 23april 2017. Pengobatan kliensebelumnya kurang berhasil.Klien tidak pernahmengalami aniaya fisik,aniaya seksual, penolakan,kekerasan dalam keluargadan tindakan kriminal.Anggota keluarga klien tidakada yang mengalamigangguan jiwa
Faktor presipitasi Faktor pancetus terjadinyagangguan jiwa yaitu karenatemannya telah merebutpacarnya.
Faktor pancetus terjadinyagangguan jiwa yaitu karenadi PHK dari tempat kerjanya
32
4. Fisik
FISIK KLIEN 1 KLIEN 21. TTV
NadiTekanan darahRRSuhu
2. UkurTinggi badanBerat badan
3. Keluhan FisikMasalah keperawatan
96x/ menit120/80 mmhg20x/ menit37o C
158 cm45 kgTidak adaTidak ada
84x/ menit120/80 mmhg20x/ menit36o C
158 cm45 kgTidak adaTidak ada
5. Psikososial
PSIKOSOSIAL KLIEN 1 KLIEN 21. Genogram
Penjelasan
Masalahkeperawatan
2. Konsep diria. Gambaran diri
b. Identitas
c. Peran
d. Ideal diri
Klien mengatakan klienanak ke 5 dari 6 bersaudara.Klien juga belum menikahdan tinggal serumah denganbapak, kakak, dan adiknya.
Tidak ada
Klien mengatakan bagiantubuh yang paling disukaiadalah mata, karena katatetangganya mata pasienbagus. Bagian tubuh yangtidak disukai adalah wajahdan rambut, karena katapasien kalau wajahnya jelekdan rambutnya botak.
Klien seorang laki-laki danklien juga belum menikah.
Klien mengatakan klienanak ke 5 dari 6 bersaudaradan klien bekerja sebagaipenjual tissue galon.
Pasien mengatakan ingincepat sembuh danberkumpul dengan
Pasien tinggal serumahdengan orang tuanya dankakak serta adiknya.
Tidak ada
Klien mengatakan menyukaisemua anggota tubuhnya.
Klien mengatakan belummenikah, klien anak ke 3dari 4 bersaudara.
Klien mengatakan orang tuamencari nafkah, namunsemenjak ia masuk RSJ,klien tidak mempedulikanperannya.
Klien mengatakan ingincepat pulang dan kerja.
33
e. Harga diri
Masalah keperawatan
3. Hubungan sosial
Masalah keperawatan
4. Spirituala. Nilai dan
keyakinan.
b. Kegiatanibadah.
Masalah keperawatan
keluarganya serta pasienbisa kerja lagi dan menikah.
Klien mengatakan malukepada tetangga karenapasien di bawa ke rumahsakit jiwa.
Harga diri rendah.
Klien mengatakan orangyang paling dekat adalahibu. Klien klien tidakmempunyai peran sertadalam kegiatan kelompokmasyarakat karena klienmalu dan minder jika dirinyadianggap orang stresssehingga klien tidak maubergaul.
Isolasi sosial
Klien mengatakan bahwa iatidak mengalami gangguanjiwa, klien meyakini dirinyasehat.
Klien mengatakan diadirumah maupun RSJ tetapmelakukan sholat 5 waktu.
Tidak ada.
Klien mengatakan merasasedih ketika ia berhenti daripekerjaan sehingga klienmerasa tidak berhargakarena tidak mampumembantu orang tuanya.Klien menyendiri dikamardan tidak berinteraksidengan orang lain.
Harga diri rendah.
Klien mengatakan orangterdekat adalah ibu. Klienmengatakan jarangmengikuti kegiatankelompok/masyarakatkarena klien malu jikadirinya di anggap orangstress. Klien mengatakanmales berhubungan denganorang lain.
Isolasi sosial
Klien mengatakan bahwa iatidak mengalami gangguanjiwa, klien meyakini dirinyasehat.
Klien mengatakan jarangmelakukan ibadah 5 waktu.
Gangguan spiritual.
6. Status Mental
STATUS MENTAL KLIEN 1 KLIEN 21. Penampilan
Masalah keperawatan
2. Pembicaraan
Penampilan klien rapi,pakaian bersih dan digantisetiap hari dan berpakaiansesuai.
Tidak ada
Klien berbicara pelan danlambat, cenderung diam sajadan menjawab pertanyaandengan singkat.Kerusakan komunikasi
Dalam berpakaian klienkurang rapi, rambut klientidak tertata, rambutberketombe.
Tidak ada
Klien berbicara lambat tapijelas, terbuka.
34
Masalah keperawatan
3. Aktivitas motorik
Masalah keperawatan
4. Alam perasaan
Masalah keperawatan
5. Afek
Masalah keperawatan
6. Interaksi selamawawancara
Masalah keperawatan
7. Persepsi
Masalah keperawatan
8. Proses pikir
Masalah keperawatan
9. Isi pikir danWaham
Masalah keperawatan
10. Tingkat kesadarandan Disorientasi
verbal.
Pasien tampak lesu, malasberaktivitas, pasien lebihsering berdiam diri dansering menghabiskanwaktunya ditempat tidur.
Isolasi sosial.
Pasien merasa putus asa,berdiam diri dan tampakekspresi wajah sedih .
Isolasi sosial, Harga DiriRendah.
Datar, karena selamainteraksi pasien lebih banyakdiam.
Isolasi sosial.
Saat berinteraksi denganklien, klien lebih banyakdiam dan kontak matakurang karena klien selalumenunduk.
Isolasi sosial.
Klien mengatakanmendengarkan bisikan danmelihat bayangan hitam.
Halusinasi pendengaran danpenglihatan.
Proses klien sesuai. Tidakada tangensial maupunsirkumtansial. Pembicaraanklien jelas tidak terbelit-belit, sampai pada tujuanpembicaraan.
Tidak ada
Klien ingin pulang cepat danbertemu keluarganyakembali.
Tidak ada.
Composmentis, klien tidakmengalami disorientasiwaktu, tempat maupun
Kerusakan komunikasiverbal
Ketika berbicara kontakmata klien kurang,menyendiri, sering tidur.
Isolasi sosial.
Klien mengatakan putus asakarena ia tidak bisamembantu keluarganya.
Harga Diri Rendah.
Datar, karena selamainteraksi kien diam kalautidak ditanya sama perawat.
Isolasi sosial.
Klien kooperatif saatberbicara tapi kontak matakurang.
Tidak ada.
Klien mengatakan seringmendengar ada bisikan-bisikan pada saat ia sendiridan suara itu adalah suarawanita.
Halusinasi pendengaran.
Klien mengalamisirkumtansial, Saatwawancara, pembicaraanklien terbelit-belit tetapisampai pada tujuanpembicaraan.
Tidak ada
Klien saat ini berpikir untukcepat pulang dan membantukeluarganya.
Tidak ada.
Tingkat kesadaran klienyaitu sadar penuh, klien
35
Masalah keperawatan
11. Memori
Masalah keperawatan
12. Tingkat konsentrasidan berhitung
Masalah keperawatan
13. Kemampuanpenilaian
Masalah keperawatan
14. Daya tilik diri
Masalah keperawatan
orang. Klien menyadarikalau dirinya dirawat RSJ.
Tidak ada.
Klien tidak mengalamigangguan memori jangkapanjang maupun memorijangka pendek. Klien dapatmengingat dengan baik.
Tidak ada.
Pasien mampu untukberkosentrasi penuh, pasienmampu berhitung sederhanadibuktikan dengan pasiendapat menyebutkanperhitungan dari 1-10 dansebaliknya 10-1.
Tidak ada.
Pasien tidak mengalamigangguan kemampuanpenilaian.
Tidak ada.
Klien mengatakan tau kalausekarang berada di rumahsakit jiwa tapi klienmengatakan bahwa dirinyatidak sakit jiwa.
Tidak ada
mampu mengingat dandapat menyebutkan namatempat dan waktu.
Tidak ada.
Klien mampu mengingatyang lalu dan baru-baruterjadi.
Tidak ada.
Klien mampu berhitungdengan baik, saat diberi soalpenambahan, klien bisamenjawab dengan baik.
Tidak ada.
Klien dapat menilai yangbaik dan buruk.
Tidak ada.
Klien tidak menyadari apayang diderita klien. Klienmerasa sehat dan tidak perluada perawatan khusus.
Tidak ada.
7. Kebutuhan Persiapan Pulang
Kebutuhan PersiapanPulang
KLIEN 1 KLIEN 2
1. Makan
2. BAB/ BAK
3. Mandi
Klie mampu makan sendirisehari 3 kali dengan menudiet yang disediakan darirumah sakit.
Klien mampu BAB/ BAKsecara mandiri tanpabantuan orang lain di toilet.
Klien mengatakan mandisendiri 2 kali sehari pagi dansore.Klien mampu berpakaian
Klien makan sehari 3 kali 1porsi secara mandiri.
Klien mengatakan BAB/BAK secara mandiri.
Klien mengatakan mandisecara mandiri sehari 2 kalipagi dan sore.Klien mampu berpakaian
36
4. Berpakaian/berhias
5. Istirahat dan tidur
6. Penggunaan obat
7. Pemeliharaankesehatan
8. Aktivitas di dalamrumah
9. Aktivitas di luarrumah
Masalah keperawatan
secara mandiri dan berhiassendiri tanpa bantuan oranglain.
Biasanya klien tidur siangjam 13.00 – 16.00, tidurmalam biasanya jam 19.00 –05.00.
Klien mampu minum obatsecara mandiri sesuaijadwal.
Klien mengatakan jika sakitklien akan pergi periksa kedokter.
Klien mengatakan saat dirumah sering mencucipiring, bantu orang tuamenyapu halaman rumah.
Klien mengatakan kalaukegiatan di luar rumah yaitujual tissue galon.
Tidak ada.
secara mandiri tanpabantuan orang lain.
Klien mengatakan tidursiang dari jam 1 dan bangunjam 4, kalau tidur malamdari jam 10 dan bangun jam5 pagi.
Klien minum obat secarateratur dengan dosis yangbenar.
Klien mengatakan saat inirutin minum obat dan obatyang diminum sesuai yangdiberikan perawat.
Klien mengatakan kalau dirumah sering membantukeluarganya menyapu.
Klien mengatakan jarangkeluar rumah kecualidisruruh ibunya beli sesuatu.
Tidak ada.
10. Mekanisme Koping
Mekanisme Koping KLIEN 1 KLIEN 2AdaptifMaladaptif
Masalah keperawatan
-Pasien masih seringmenghindar dari orang lain.Tidak mau mengungkapkanperasaannya. Kalau dirumahpunya masalah, pasienmemendam dan tidak maumenceritakan ke orang lain.
Koping individu tidakefektif.
-Pasien mengatakan apabilamemiliki masalah lebih baikmenghindar dari masalahtersebut, dan jika adamasalah, pasien akanmemendam masalahnya itudan lebih baik menyendiridan menghindar dari oranglain.
Koping individu tidakefektif.
37
11. Masalah Psikososial dan Lingkungan
KLIEN 1 KLIEN 2Masalah Psikososial danLingkungan
Klien tidak mempunyaimasalah dengan dukungankelompok, lingkungan,pendidikan, pekerjaan,perumahan, ekonomi.
Klien tidak mempunyaimasalah dengan dukungankelompok, lingkungan,pendidikan, pekerjaan,perumahan, ekonomi.
12. Pengetahuan Kurang Tentang
KLIEN 1 KLIEN 2
Pengetahuan KurangTentang
Masalah keperawatan
Klien mengatakan tidak tahupenyebab sakit jiwa tetapimengerti bagaimana tandaorang sakit jiwa, tidakseperti orang biasanya, jalanterus, berbicara sendiri, sukamenyendiri dan orang sakitjiwa itu harus diobati biarsembuh.
Kurang pengetahuan tentanggangguan jiwa.
Klien tidak mengetahuitentang penyakit jiwa,koping dan obat-obatan.
Kurang pengetahuan.
13. Aspek Medik
ASPEK MEDIK KLIEN 1 KLIEN 2Diagnosa medis
Terapi medis
F20.0 Skizofrenia tak terinci
haloperidol 1 x 5 mgTrihexyphenidyl 2x2mg
F20.0 Skizofrenia tak terinci
Chlorpromazine 1x100mghaloperidol 2 x 5 mg
14. Daftar Masalah Keperawatan
KLIEN 1 KLIEN 2Daftar MasalahKeperawatan
1. Isolasi sosial.2. Halusinasi pendengaran
dan penglihatan3. Harga diri rendah
1. Isolasi sosial.2. Halusinasi pendengaran3. Harga diri rendah.
38
4.3 Analisis Data
Hari/ Tanggal Data Fokus Masalah Keperawatan
KLIEN 1Senin,22 Mei 2017
Ds: Klien mengatakan takut
bersosialisasi dengan orang lainkarena takut dihina, dipukul.
Do: Pasien tampak males
bergabung dengan orang lain Pasien tampak sering
menyendiri dari teman-temannya.
Isolasi sosial.
Selasa,23 Mei 2017
Ds: Klien mengatakan sering
mendengar bisikan-bisikan. Klien mengatakan sring
melihatt bayangan hitam.
Do: Klien tampak berbicara sendiri. Klien tampak menghayati
sesuatu dalam jangka waktuyang lama.
Halusinasi pendengaran dan
penglihatan.
Rabu,24 Mei 2017
Ds: Klien merasa malu dan minder
karena dianggap orang stres. Klien selalu menyendiri.
Do: Tidak ada kontak mata ketika
di ajak berbicara Klien tampak lebih suka
beraktivitas sendiri Klien tampak tidak percaya diri
ketika berinteraksi denganorang lain
Harga diri rendah.
KLIEN 2Sabtu,27 Mei 2017
Ds: Klien mengatakan bingung
dalam memulai pembicaraankarena menurut klien tidak adabahan pembicaraan untukberinteraksi dengan orang lain.
Do: Klien lebih banyak berdiam diri Kontak mata kurang Klien sering menyendiri
Isolasi sosial
Senin,29 Mei 2017
Ds: Klien mengatakan mendengarbisikan-bisikan wanita mengajakklien melakukan hal tidak baik
Do: Klien sering menyendiri
Halusinasi pendengaran
39
Klien terkadang berbicarasendiri
Klien sering melamun
Selasa,30 Mei 2017
Ds: Klien mengatakan malu dan
takut berbicara dengan oranglain,
Do: Klien tidak percaya diri ketika
berbicara dengan orang lain Klien jarang memulai
pembicaraan dengan orang lain
Harga diri rendah
4.4 Diagnosa Keperawatan
Data Diagnosa Keperawatan
KLIEN 1Ds: Klien mengatakan takut
bersosialisasi dengan orang lainkarena takut dihina, dipukul.
Do: Pasien tampak males bergabung
dengan orang lain Pasien tampak sering
menyendiri dari teman-temannya.
Isolasi sosial.
Ds: Klien mengatakan sering
mendengar bisikan-bisikan. Klien mengatakan sring
melihatt bayangan hitam.
Do: Klien terlihat selalu menyendiri. Klien tampak melamun di
tempat tidur.
Halusinasi pendengaran dan penglihatan.
Ds: Klien merasa malu dan minder
karena dianggap orang stres. Klien selalu menyendiri.
Do: Selalu menyendiri Malu Minder
Harga diri rendah.
KLIEN 2Ds: Klien mengatakan bingung
dalam memulai pembicaraankarena menurut klien tidak adabahan pembicaraan untukberinteraksi dengan orang lain.
Isolasi sosial
40
Do: Klien lebih banyak berdiam diri Kontak mata kurang Klien sering menyendiri
Ds: Klien mengatakan mendengar
bisikan-bisikan wanitamengajak klien melakukan haltidak baik
Do: Klien sering menyendiri Klien terkadang berbicara
sendiri Klien sering melamun
Halusinasi pendengaran
Ds: Klien mengatakan malu dan
takut berbicara dengan oranglain,
Do: Klien tidak percaya diri ketika
berbicara dengan orang lain Klien jarang memulai
pembicaraan dengan orang lain
Harga diri rendah
4.5 Intervensi Keperawatan
41
DiagnosaKeperawatan
RENCANA/ INTERVENSI KEPERAWATAN
Tujuan Intervensi
KLIEN 1Isolasi sosial Tujuan Umum:
Pasien dapat berinteraksidengan orang lain.Tujuan Khusus:1. Klien dapat membina
hubunagn saling percaya.2. Pasien mampu
menyebutkan penyebabmenarik diri.
3. Pasien dapat menyebutkankeuntungan berhubungansosial dan kerugianmenarik diri.
4. Pasien dapatmelaksanakan hubungansosial secara bertahap.
5. Pasien mampumenjelaskan perasaannyasetelah berhubungansosial.
6. Pasien dapat dukungankeluarga. dalammemperluas hubungansosial.
7. Pasien dapatmemanfaatkan obatdengan baik.
SP 1:1. Bina hubungan saling
percaya.2. Identifikasi penyebab isolasi
sosial.3. Tanyakan keuntungan dan
kerugian berinteraksi denganorang lain.a. Tanyakan pendapat
pasien tentang kebiasaanberinteraksi denganorang lain.
b. Tanyakan apa yangmenyebabkan pasienmengurung diri.
c. Diskusikan keuntungandan kerugian bila pasienakrab dengan orang lain.
4. Latih berkenalana. Jelaskan pada pasien
cara berkenalan.b. Berikan contoh cara
berkenalan denganorang lain.
c. Beri kesempatan pasienmempraktikkan caraberinteraksi denganorang lain yangdilakukan dihadapanperawat.
SP 2:1. Evaluasi SP 1.2. Latih cara berkenalan dengan
2-3 orang.3. Masukkan ke jadwal harian
pasien berkenalan dengan 2-3orang.
SP 3:1. Evaluasi SP 1 dan SP 2.2. Latih cara berkenalan dengan
4-5 orang.3. Masukkan ke jadwal harian
pasien berkenalan dengan 4-5orang
SP 4:1. Evaluasi SP 1, SP 2, dan SP 32. Latih cara berbicara dengan
lebih dari 5 orang.3. Masukkan ke jadwal harian
pasien berkenalan dengan
42
lebih dari 5 orang.KLIEN 2
Isolasi sosial Tujuan Umum:Pasien dapat berinteraksidengan orang lain.Tujuan Khusus:8. Klien dapat membina
hubunagn saling percaya.9. Pasien mampu
menyebutkan penyebabmenarik diri.
10. Pasien dapat menyebutkankeuntungan berhubungansosial dan kerugianmenarik diri.
11. Pasien dapatmelaksanakan hubungansosial secara bertahap.
12. Pasien mampumenjelaskan perasaannyasetelah berhubungansosial.
13. Pasien dapat dukungankeluarga. dalammemperluas hubungansosial.
14. Pasien dapatmemanfaatkan obatdengan baik.
SP 1:5. Bina hubungan saling
percaya.6. Identifikasi penyebab isolasi
sosial.7. Tanyakan keuntungan dan
kerugian berinteraksi denganorang lain.d. Tanyakan pendapat
pasien tentang kebiasaanberinteraksi denganorang lain.
e. Tanyakan apa yangmenyebabkan pasienmengurung diri.
f. Diskusikan keuntungandan kerugian bila pasienakrab dengan orang lain.
8. Latih berkenaland. Jelaskan pada pasien
cara berkenalan.e. Berikan contoh cara
berkenalan denganorang lain.
f. Beri kesempatan pasienmempraktikkan caraberinteraksi denganorang lain yangdilakukan dihadapanperawat.
SP 2:4. Evaluasi SP 1.5. Latih cara berkenalan dengan
2-3 orang.6. Masukkan ke jadwal harian
pasien berkenalan dengan 2-3orang.
SP 3:4. Evaluasi SP 1 dan SP 2.5. Latih cara berkenalan dengan
4-5 orang.6. Masukkan ke jadwal harian
pasien berkenalan dengan 4-5orang
SP 4:4. Evaluasi SP 1, SP 2, dan SP 35. Latih cara berbicara dengan
lebih dari 5 orang.6. Masukkan ke jadwal harian
pasien berkenalan denganlebih dari 5 orang.
44
4.6 Penatalaksanaan
DiagnosaKeperawatan
IMPLEMENTASI
22 Mei 2017 23 Mei 2017 24 Mei 2017 25 Mei 2017
KLIEN 1
Isolasi sosial SP 1:1. Bina hubungan
saling percaya.2. Identifikasi
penyebab isolasisosial.
3. Tanyakankeuntungan dankerugianberinteraksi denganorang lain.a. Tanyakan
pendapatpasien tentangkebiasaanberinteraksidengan oranglain.
b. Tanyakan apayangmenyebabkanpasienmengurungdiri.
c. Diskusikan
SP 2:1. Evaluasi SP 1.2. Latih cara
berkenalandengan 2-3orang.
3. Masukkan kejadwal harianpasienberkenalandengan 2-3orang.
SP 3:1. Evaluasi SP 1 dan
SP 2.2. Latih cara
berkenalan dengan4-5 orang.
3. Masukkan ke jadwalharian pasienberkenalan dengan4-5 orang
SP 4:1. Evaluasi SP 1, SP 2, dan
SP 32. Latih cara berbicara
dengan lebih dari 5 orang.3. Masukkan ke jadwal harian
pasien berkenalan denganlebih dari 5 orang.
45
keuntungandan kerugianbila pasienakrab denganorang lain.
4. Latih berkenalana. Jelaskan pada
pasien caraberkenalan.
b. Berikancontoh caraberkenalandengan oranglain.
c. Berikesempatanpasienmempraktikkan caraberinteraksidengan oranglain yangdilakukandihadapanperawat.
46
KLIEN 2
Isolasi sosial SP 1:1. Bina hubungan saling
percaya.2. Identifikasi penyebab
isolasi sosial.3. Tanyakan
keuntungan dankerugian berinteraksidengan orang lain.a. Tanyakan
pendapat pasiententangkebiasaanberinteraksidengan oranglain.
b. Tanyakan apayangmenyebabkanpasienmengurung diri.
c. Diskusikankeuntungan dankerugian bilapasien akrabdengan oranglain.
4. Latih berkenalana. Jelaskan pada
pasien caraberkenalan.
SP 2:4. Evaluasi SP 1.5. Latih cara
berkenalandengan 2-3orang.
6. Masukkan kejadwal harianpasienberkenalandengan 2-3orang.
SP 3:4. Evaluasi SP 1 dan
SP 2.5. Latih cara
berkenalan dengan4-5 orang.
6. Masukkan ke jadwalharian pasienberkenalan dengan4-5 orang
SP 4:4. Evaluasi SP 1, SP 2,
dan SP 35. Latih cara berbicara
dengan lebih dari 5orang.
6. Masukkan ke jadwalharian pasienberkenalan denganlebih dari 5 orang.
47
b. Berikan contohcara berkenalandengan oranglain.
c. Berikesempatanpasienmempraktikkancaraberinteraksidengan oranglain yangdilakukandihadapanperawat.
48
4.7 Evaluasi
EVALUASI HARI 1 HARI 2 HARI 3 HARI 4
KLIEN 1Isolasi sosial S:
Klien mengatakan mauberkenalan dan klienmau menyebutkannamanya Tn. K.O:Saat berkenalan klienberbicara sopan, mauberjabat tangan, ekspresiagak tegang tapi klienterkesan terbuka.A:Isolasi sosialP:Latih cara berkenalandan masukkan dalamjadwal harian pasien.
S:Klien mengatakanpenyebab klien adalahorang lain tidak maubergaul dengan klien.O:Klien tampak menunduknamun tampak senangmengungkapkanperasaannya.A:Iolasi sosial.P:Praktikkan caraberkenalan dengan 2-3orang dan masukkan kedalam jadwal harianpasien.
S:Klien mengatakansenang setelah bercakap-cakap dengan 2-3 orangdan sudah mengerti caraberinteraksi denganorang lain.O:Klien tampak senangsetelah berbincangdengan 2-3 orang.A:Isolasi sosial.P:Praktikkan caraberkenalan dengan 4-5orang dan masukkan kedalam jadwal harianpasien.
S:Klien mengatakan sudah mauberinteraksi dengan oranglainO: Klien sudah mau
keluar kamar. Klien bisa melakukan
aktivitas di ruanganA:Isolasi sosial.P:Evaluasi SP 1, SP 2, SP 3,dan SP 4 isolasi soail, jikaberhasil lanjut intervensiselanjutnya dan masukkan kedalam jadwal harian pasien.
KLIEN 2Resiko perilakukekerasan
S: Klien mengatakan
namanya Tn. S. Klien mengatakan
males berinteraksidengan orang lain.
Klien mengatakan
S: Pasien
mengatakan cara-cara berkenalanitu tahap-tahapnya: jabatkan tangan,perkenalkan diri,
S: Pasien
mengatakan sudahberkenalan dengan2 orang.
Pasienmengatakan cara
S:Klien mengatakan sudah mauberinteraksi dengan oranglainO: Klien sudah mau
keluar kamar.
49
selama di rumahsakit hanyamengenal wajahorang lain, tapitidak mengenalwajahnya.
Klien mengatakanjika tidak adateman, klienmerasa kesepian.
Klien mengatakansenang danmenambah ilmusetelah belajarcara berkenalan.
O: Pasien tidak
mampu memulaipembicaraan.
Pasienmempraktikkancara berkenalan.
Pasien mampumenyadaripenyebab isolasisosial.
Pasien mampumenyebutkankeuntungan dankerugian tidakberinteraksidengan orang lain.
Pasien mampu
nama lengkap,nama panggilan,alamat dan hobi.
Pasienmengatakanmerasa lega sudahbisa berkenalan.
O: Pasien tampak
berkenalandengan Tn. K &Tn. Y.
Pasien masih ingatdengan SP 1isolasi sosial.
Pasien mampumenyelesaikankembali caraberkenalandengan orang lain.
A:Isolasi sosial.
P:Praktikkan caraberkenalan dengan 2-3orang dan masukkan kedalam jadwal harianpasien.
berkenalan itupertama : jabatkantangan,perkenalkan diri,alamat dan hobisetelah itu barutanyakan kembali.
O: Pasien tampak
berkenalan denganTn. K, Tn. Y, Tn.I, dan Tn. L.
Pasien tampakceria setelahberkenalan denganTn. K, Tn. Y, Tn.I, dan Tn. L.
Pasien mampumenjelaskankembali cara-caraberkenalan.
A:Isolasi sosial.P:Praktikkan caraberkenalan dengan4-5orang dan masukkan kedalam jadwal harianpasiens.
Klien bisa melakukanaktivitas di ruangan
A:Isolasi sosial.P:Evaluasi SP 1, SP 2, SP 3,dan SP 4 isolasi soail, jikaberhasil lanjut intervensiselanjutnya dan masukkan kedalam jadwal harian pasien.
50
mempraktikkancara berkenalandengan perawat.
A:Isolasi sosial.P:Latih cara berkenalandan masukkan dalamjadwal.
51
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang Asuhan Keperawatan Jiwa
Pada Tn. K dan Tn. S Dengan Gangguan Konsep Diri : Isolasi Sosial Di Ruang
Sadewa Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta. Pembahasan pada
bab ini berisi perbandingan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus yang
disajikan. Asuhan keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar
manusia melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
5.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Setiadi, 2012). Format pengkajian
meliputi aspek-aspek identitas klien, alasan masuk, faktor predisposisi, fisik,
psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping,
masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan dan aspek medik. Format
pengkajian ini dibuat agar semua data relevan tentang semua masalah klien
saat ini, lampau atau potensial didapatkan sehingga diperoleh suatu data
dasar yang lengkap (Damaiyanti dan Iskandar, 2012).
Pengkajian yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 22 Mei 2017
didapatkan data identitas klien bernama Tn.S, usia 28 tahun, berjenis
52
kelamin laki-laki, ruang rawat di bangsal sadewa, klien masuk rumah sakit
pada tanggal 23 april 2017. Sedangkan klien bernama Tn.K, usia 37 tahun,
berjenis kelamin laki-laki, ruang rawat di bangsal sadewa, klien masuk
rumah sakit pada tanggal 27 april 2017.
Alasan masuk Tn.S yaitu karena sering menyendiri, tidak pernah
berinteraksi dengan orang lain, tidak bisa tidur, tidak mau makan, tidak mau
mandi. Sedangkan alasan Tn.K dibawa ke rsj karena di rumah sering
mengurung diri, tidak mau makan dan kurang bersosialisasi baik dengan
orang yang berada di rumahnya dan tetangga sekitar. Hal ini sesuai dengan
tanda dan gejala isolasi sosial yaitu: sering menyendiri, tidak pernah
berinteraksi dengan orang lain, tidak ada kontak mata, sering menunduk,
tidak mampu merawat diri dan memperhatikan kebersihan diri (Suliswati,
2014).
Faktor predisposisi isolasi sosial terdapat beberapa teori yang
menjadi penyebab munculnya isolasi sosial salah satunya yaitu faktor
perkembangan (Suliswati, 2014). Setiap tahap tumbuh kembang memiliki
tugas yang harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas
perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa
perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang
memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan
orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan
dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang
dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan
tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun
53
lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting
dalam masa ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek (Purba,
dkk, 2012). Berdasarkan data pengkajian faktor predisposisi yang
ditemukan pada Tn.K dimana klien pernah masuk rumah sakit jiwa 2 kali
pada tahun 2015 dan 2017. pengobatan klien sebelumnya berhasil dan
sempat bekerja sebagai penjual tissue galon. klien juga pernah di aniaya
fisik pada umur 35 tahun, keluarga klien tidak ada yang mengalami
gangguan jiwa. Sedangkan menurut Direja (2011), faktor yang berhubungan
dengan isolasi sosial dapat terjadi karena stimulus lingkungan dan putus
obat, hal ini sama dengan data pengkajian faktor predisposisi yang
ditemukan pada kasus klien Tn.S dimana klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada tahun 2014 dan sudah sudah pernah di rawat di rumah sakit jiwa.
Klien sudah pulang ke rumah tapi tidak pernah di kontrol sehingga kambuh
lagi dan saat ini dibawa kembali pada tanggal 23 april 2017. Pengobatan
klien sebelumnya kurang berhasil. Klien tidak pernah mengalami aniaya
fisik, aniaya seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
kriminal. Anggota keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh
faktor internal maupun eksternal, meliputi : Stressor Sosial Budaya, Stressor
Biokimia, Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial, Stressor Psikologis.
Stressor Sosial Budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan
orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena
ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat
54
menimbulkan isolasi sosial. Stressor Biokimia Teori dopamine yaitu
Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta tractus saraf
dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia, Menurunnya MAO (Mono
Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan dopamin dalam otak.
Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan
dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia, Faktor endokrin yaitu Jumlah FSH dan LH yang
rendah ditemukan pada pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin
mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme,
adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali
dikaitkan dengan tingkah laku psikotik, Viral hipotesis yaitu Beberapa jenis
virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik diantaranya adalah virus
HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak. Stressor Biologik dan
Lingkungan Sosial dimana beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus
skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan
maupun biologis. Stressor Psikologis yaitu Kecemasan yang tinggi akan
menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan
orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut Purba, dkk (2012), dalam pengkajian faktor presipitasi yaitu
seseorang yang tidak mau berinteraksi dengan orang lain karena takut di
pukul maupun di hina. Faktor pencetus isolasi sosial antara lain kelemahan
fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, masa lalu yang tidak menyenangkan,
55
penghinaan, penganiayaan, permasalahan diri klien sendiri maupun faktor
eksternal dari lingkungan. Dari pengkajian Tn.K didapatkan data faktor
pancetus terjadinya gangguan jiwa yaitu karena temannya telah merebut
pacarnya. Pengkajian Tn.S didapatkan data faktor pencetus terjadinya
gangguan jiwa yaitu karena merasa di PHK dari tempat kerjanya.
Konsep diri di definisikan sebagai semua pikiran, keyakinan, dan
kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya yang
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Konsep diri tidak terbentuk
waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam
dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan realitas dunia. Harga diri (self
esteem) merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri.
Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri
sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan
kegagalan, tetap merasa seseorang yang penting dan berharga. Harga diri
rendah merupakan perasaan negatife terhadap dirinya sendiri termasuk
kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada
harapan dan putus asa (Stuart, 2006 dalam Gumilar, 2016). Menurut
Towsend(1998 dalam Nengsi, 2014), harga diri rendah adalah perilaku
negatif terhadap diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negatif, yang dapat diekspresikan secara langsung maupun tak langsung.
Harga diri klien yang rendah menyebabkan klien merasa malu, dianggap
tidak berharga dan berguna. Klien kemudian merasa sedih, klien merasa
tidak berharga, klien menyendiri di kamar dan tidak berinteraksi dengan
56
orang lain. Berdasarkan teori yang telah disampaikan tersebut sama dengan
data pengkajian konsep diri harga diri yang ditemukan pada kasus klien
Tn.K yaitu klien merasa malu kepada tetangga karena klien di bawa ke
rumah sakit jiwa. Sedangkan pada kasus Tn.S yaitu klien merasa sedih
ketika ia berhenti dari pekerjaan sehingga klien merasa tidak berharga
karena tidak mampu membantu orang tuanya. klien menyendiri di kamar
dan tidak berinteraksi dengan orang lain.
Menurut Achlis (2011 dalam Fauziah & Latipun, 2016)
keberfungsian sosial merupakan kemampuan individu melaksanakan tugas
dan perannya dalam berinteraksi dengan situasi sosial tertentu yang
bertujuan mewujudkan nilai diri untuk mencapai kebutuhan hidup. Terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberfungsian sosial individu
yaitu, adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi, individu mengalami frustasi
dan kekecewaan, keberfungsian sosial juga dapat menurun akibat individu
mengalami gangguan kesehatan, rasa duka yang berat, atau penderitaan lain
yang disebabkan bencana alam. (Ambari, 2010 dalam Fauziah & Latipun,
2016). Berdasarkan teori yang telah disampaikan tersebut sama dengan data
pengkajian hubungan sosial yang ditemukan pada kasus kedua klien yaitu
klien tidak mempunyai peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat
karena klien malu jika dirinya dianggap orang stress sehingga klien tidak
mau bergaul. Hambatan yang dialami kedua klien untuk berhubungan atau
berinteraksi dengan orang lain yaitu masyarakat mengucilkan klien karena
klien sering menyendiri, tidak mau berinteraksi dengan orang lain.
57
Data yang didapat dari pengkajian spiritual, kedua klien mengatakan
beragama islam, tetapi terdapat perbedaan pada kegiatan ibadah pada
masing-masing klien yaitu Tn.K rajin beribadah dengan solat 5 waktu,
sedangkan Tn.S jarang melakukan sholat 5 waktu. Penelitian psikiatrik
membuktikan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara
komitmen agama dan kesehatan. Orang yang sangat religius dan taat
menjalankan ajaran agamanya relatif lebih sehat dan atau mampu mengatasi
penderitaan penyakitnya sehingga proses penyembuhan penyakit lebih cepat
(Zainul Z, 2007 dalam Sulistyowati & Prihantini, 2015).
Pengkajian status mental Tn.K dari penampilan klien terlihat rapi,
pakaian bersih, di ganti setiap hari, berpakaian sesuai. Dilihat dari cara
bicara, klien berbicara dengan nada pelan dan lambat, cenderung diam, dan
pertanyaan dengan singkat. Aktivitas motorik pasien tampak lesu, malas
beraktivitas, pasien lebih sering berdiam diri dan sering menghabiskan
waktunya ditempat tidur. Alam perasaan, klien merasa putus asa, berdiam
diri dan tampak ekspresi wajah sedih. Afek klien datar, karena selama
interaksi pasien lebih banyak diam. Saat berinteraksi dengan klien, klien
lebih banyak diam dan kontak mata kurang karena klien selalu menunduk.
Persepsi Klien, klien mengatakan mendengarkan bisikan dan melihat
bayangan hitam. Proses klien sesuai. Tidak ada tangensial maupun
sirkumtansial. Pembicaraan klien jelas tidak terbelit-belit, sampai pada
tujuan pembicaraan. Isi pikir dan waham klien, Klien ingin pulang cepat dan
bertemu keluarganya kembali. Tingkat kesadaran klien composmentis, klien
tidak mengalami disorientasi waktu, tempat maupun orang. Klien menyadari
58
kalau dirinya dirawat RSJ. Memori klien, Klien tidak mengalami gangguan
memori jangka panjang maupun memori jangka pendek. Klien dapat
mengingat dengan baik. Tingkat kosentrasi dan berhitung klien, klien
mampu untuk berkosentrasi penuh, pasien mampu berhitung sederhana
dibuktikan dengan pasien dapat menyebutkan perhitungan dari 1-10 dan
sebaliknya 10-1. Kemampuan penilaian klien, Pasien tidak mengalami
gangguan kemampuan penilaian. Daya tilik diri klien, Klien mengatakan tau
kalau sekarang berada di rumah sakit jiwa tapi klien mengatakan bahwa
dirinya tidak sakit jiwa.
Pengkajian status mental Tn.K dari penampilan klien rapi, pakaian
bersih dan diganti setiap hari dan berpakaian sesuai. Di lihat dari cara bicara
Klien berbicara dengan nada pelan dan lambat, pasien cenderung diam saja
dan menjawab pertanyaan dengan singkat. Dilihat dari aktivitas motorik
klien tampak lesu, malas beraktivitas, pasien lebih sering berdiam diri dan
sering menghabiskan waktunya ditempat tidur. Dilihat dari alam perasaan
klien merasa putus asa, berdiam diri dan tampak ekspresi wajah sedih.
Dilihat dari afek klien datar, karena selama interaksi pasien lebih banyak
diam. Saat berinteraksi dengan klien, klien lebih banyak diam dan kontak
mata kurang karena klien selalu menunduk. Dilihat dari persepsi klien
mengatakan mendengarkan bisikan dan melihat bayangan hitam. Proses
klien sesuai, tidak ada tangensial maupun sirkumtansial, Pembicaraan klien
jelas tidak terbelit-belit, sampai pada tujuan pembicaraan. Dilihat dari isi
pikir dan waham klien ingin pulang cepat dan bertemu keluarganya kembali.
Dilihat dari tingkat kesadaran dan disorientasi composmentis, klien tidak
59
mengalami disorientasi waktu, tempat maupun orang, klien menyadari kalau
dirinya dirawat RSJ. Dilihat dari memori klien tidak mengalami gangguan
memori jangka panjang maupun memori jangka pendek. Klien dapat
mengingat dengan baik. Dilihat dari tingkat kosentrasi dan berhitung klien
mampu untuk berkosentrasi penuh, pasien mampu berhitung sederhana
dibuktikan dengan pasien dapat menyebutkan perhitungan dari 1-10 dan
sebaliknya 10-1. Dilihat dari kemampuan penilaian klien tidak mengalami
gangguan kemampuan penilaian. Dilihat dari daya tilik diri klien
mengatakan tau kalau sekarang berada di rumah sakit jiwa tapi klien
mengatakan bahwa dirinya tidak sakit jiwa. Sedangkan pengkajian status
mental Tn.S dari penampilan klien terlihat kurang rapi, rambut klien tidak
tertata, rambut berketombe. Dilihat dari cara bicara Klien berbicara lambat
tapi jelas, terbuka. Aktivitas motorik klien Ketika berbicara kontak mata
klien kurang, menyendiri, sering tidur. Alam perasaan, Klien mengatakan
putus asa karena ia tidak bisa membantu keluarganya. Afek klien datar,
karena selama interaksi kien diam kalau tidak ditanya sama perawat. Saat
berinteraaksi dengan klien, Klien kooperatif saat berbicara tapi kontak mata
kurang. Persepsi klien, Klien mengatakan sering mendengar ada bisikan-
bisikan pada saat ia sendiri dan suara itu adalah suara wanita. Klien
mengalami sirkumtansial. Saat wawancara, pembicaraan klien terbelit tetapi
sampai pada tujuan pembicaraan. Isi pikir dan waham klien, Klien saat ini
berpikir untuk cepat pulang dan membantu keluarganya. Tingkat kesadaran
klien yaitu sadar penuh, klien mampu mengingat dan dapat menyebutkan
nama tempat dan waktu. Memori klien, Klien mampu mengingat yang lalu
60
dan baru-baru terjadi. Pada pengkajian tingkat konsentrasi dan berhitung,
Klien mampu berhitung dengan baik, saat diberi soal penambahan, klien
bisa menjawab dengan baik. Kemampuan penilaian klien, Klien dapat
menilai yang baik dan buruk. Klien tidak menyadari apa yang diderita klien.
Klien merasa sehat dan tidak perlu ada perawatan khusus. Menurut suliswati
(2012), tanda gejala klien isolasi sosial dapat dilihat dari pengkajian status
mental dalam pembicaraan dengan nada pelan dan lambat, tampak lesu,
putus asa, lebih banyak berdiam diri.
Perencanaan pulang merupakan bagian penting dari program
pengobatan klien yang dimulai dari saat klien masuk rumah sakit. Hal ini
merupakan proses yang menggambarkan usaha kerjasama antara tim
kesehatan, keluarga, klien, dan orang yang penting bagi klien (Yosep, 2007
dalam Sambodo, 2013). Pengkajian kebutuhan persiapan pulang, didapatkan
data sebagai berikut: Makan, kedua klien makan 3x sehari dengan menu
yang disediakan dari rumah sakit, klien mampu makan secara mandiri.
BAB/ BAK, kedua klien mampu melakukan BAB/ BAK secara mandiri.
Mandi, kedua klien mampu mandi secara mandiri pagi dan sore.
Berpakaian/ berhias, kedua klien mampu berpakaian secara mandiri dan
berhias sendiri tanpa bantuan orang lain. Istirahat dan tidur, kedua klien
tidur siang selama 1-2 jam, tidur malam selama 7-8 jam, tidak ada aktivitas
khusus sebelum atau sesudah tidur. Dalam penggunaan obat, kedua klien
mampu minum obat secara mandiri sesuai jadwal. Pemeliharaan kesehatan
dan sistem dukungan, kedua klien berusaha untuk rutin minum obat dan
kontrol, klien mendapat dukungan penuh dari keluarga. Aktivitas didalam
61
rumah, Tn.K di rumah sering mencuci piring, bantu orang tua menyapu
halaman rumah. Tn.S ,saat