ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny.T
Tanggal Lahir : 14 januari 1959
Jenis Kelamin : perempuan
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Masuk : 14 januari 2014
Dirawat ke : Pertama
Tanggal Pemeriksaan : 21 januari 2014
Anamnesa : Dilakukan alloanamnesa dengan anak pasien pada tanggal 21 Januari 2014
pk. 08.30 WIB
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran secara tiba-tiba sejak 4 jam SMRS
Keluhan Tambahan
Nyeri kepala sejak 4 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSPAD Gatot Subroto dengan keluhan penurunan kesadaran secara tiba-tiba
yang dialami sejak 4 jam SMRS. Pasien terlihat mengantuk dan tidak dapat berkomunikasi
dengan baik. Bila dibangunkan dengan cara diguncangkan tubuhnya pasien dapat membuka
mata sejenak kemudian tertidur lagi tidak lama setelahnya. Sebelum keluhan dirasakan pasien
sedang tertidur, kemudian pasien terbangun dan mengeluhkan adanya nyeri kepala. Nyeri
kepala dirasakan pada kedua sisi kepala, terasa “nyut-nyut”an kemudian ±15 menit setelahnya
kesadaran pasien mulai menurun. Tidak terdapat muntah, demam, maupun kejang. Tidak
terdapat adanya riwayat trauma pada kepala sebelumnya.Ini merupakan kali pertama pasien
mengalaim kejadian seperti ini.
2 hari setelah dirawat di RSPAD Gatot Subroto pasien masih terlihat mengantuk, namun pasien
dapat menjawab pertanyaan dengan menjawab ‘ya’ dan ‘tidak’, kemudian pasien tertidur lagi.
Tidak terdapat kejang, muntah, maupun demam selama pasien dirawat.
Riwayat Penyakit Dahulu
Terdapat riwayat Hipertensi selama ±5 tahun, pasien meminum obat secara teratur ( amlodipin
5 mg)
Riwayat Penyakit Keluarga
Terdapat riwayat hipertensi , dialami oleh ibu pasien.
Riwayat Sosial dan Ekonomi
Baik.
Pemeriksaan Fisik
pada tanggal 14 januari 2014 (data IGD)
GCS: E2 M1 V5
Tekanan darah: 220/110
Frekuensi Nadi: 102x/menit
Frekuensi pernapasan: 28x/menit
Suhu : 320C
Pada tanggal 21 januari 2014
Status Internus
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : somnolen
Tekanan Darah : 150/100 mmHg
Frekuensi Nadi : 66 kali/menit
Frekuensi Pernafasan : 24 kali/menit
Suhu Tubuh : 36.9oC
Gizi : Baik
Mata : Conjuctiva Anemis (-/-); Sklera Ikterik (-/-); Refleks Cahaya (+/+)
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba
Toraks : Simetris saat statis dan dinamis, sonor pada kedua lapang paru.
Cor : Bunyi jantung I - II reguler, murmur (-); gallop (-)
Pulmo : Suara nafas dasar vesikuler (+/+); rhonki (-/-); wheezing (-/-)
Abdomen : Datar, lemas, nyeri tekan (-); bising usus (+) normal
Ekstremitas : Hangat, Edema (-)
Status Neurologis
Kesadaran : E3M5V3 GCS = 11
Sikap tubuh : berbaring terlentang
Cara berjalan : sulit dinilai
Gerakan abnormal: Tidak ada
Kepala
Bentuk : terdapat benjolan pada regio frontalis sinistra dengan ukuran
3cmx4cmx3cm
Simetris : asimetris
Pulsasi : Teraba pulsasi A.Temporalis dextra dan sinistra
Nyeri tekan : Tidak ada
Leher
Sikap : Normal
Gerakan : Bebas ke segala arah
Vertebra : Dalam batas normal
Nyeri tekan : Tidak ada
Tanda Rangsang Meningeal
Kanan Kiri
Kaku kuduk : (+)
Laseque : (-) (-)
Kerniq : (-) (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-) (-)
N ervi Cranialis
N.I ( Olfaktorius)
Daya penghidu : tidak dilakukan
N II (Opticus)
Ketajaman penglihatan : tidak dilakukan
Pengenalan warna : tidak dilakukan
Lapang pandang : tidak dilakukan
Funduscopy : Tidak dilakukan
N III, IV, VI (Occulomotorius,Trochlearis,Abducens)
Ptosis :sulit dinilai
Strabismus :sulit dinilai
Nistagmus :sulit dinilai
Exophtalmus :sulit dinilai
Enophtalmus :sulit dinilai
Gerakan bola mata:
Lateral : tidak dilakukan
Medial :tidak dilakukan
Atas lateral :tidak dilakukan
Atas medial : tidak dilakukan
Bawah lateral : tidak dilakukan
Bawah medial : tidak dilakukan
Atas : tidak dilakukan
Bawah : tidak dilakukan
Pupil
Ukuran pupil : Ǿ3 mm Ǿ3mm
Bentuk pupil : Bulat Bulat
Isokor/anisokor : Isokor
Posisi : Sentral Sentral
Rf cahaya langsung : (+) (+)
Rf cahaya tdk langsung : (+) (+)
Rf akomodasi/konvergensi: tidak dilakukan
N V (Trigeminus)
Menggigit : tidak dilakukan
Membuka mulut : tidak dilakukan
Sensibilitas Atas :sulit dinilai
Tengah :sulit dinilai
Bawah :sulit dinilai
Rf masester : Tidak dilakukan
Rf zigomatikus : Tidak dilakukan
Rf cornea : Tidak dilakukan
Rf bersin : Tidak dilakukan
N VII (Facialis)
Pasif
Kerutan kulit dahi : Simetris kanan dan kiri
Kedipan mata : sulit dinilai
Lipatan nasolabial : Simetris kanan dan kiri
Sudut mulut : Simetris kanan dan kiri
Aktif
Mengerutkan dahi : sulit dinilai
Mengerutkan alis : sulit dinilai
Menutup mata : sulit dinilai
Meringis : sulit dinilai
Menggembungkan pipi : sulit dinilai
Gerakan bersiul : sulit dinilai
Daya pengecapan lidah 2/3 depan : sulit dinilai
Hiperlakrimasi : Tidak ada
Lidah kering : Tidak ada
N. VIII ( Acusticus )
Mendengarkan gesekan jari tangan : sulit dinilai
Mendengar detik arloji : sulit dinilai
Tes Schawabach : Tidak dilakukan
Tes Rinne : Tidak dilakukan
Tes Weber : Tidak dilakukan
N. IX ( Glossopharyngeus )
Arcus pharyx : sulit dinilai
Posisi uvula : sulit dinilai
Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : sulit dinilai
Refleks muntah : Tidak dilakukan
N.X ( Vagus )
Denyut nadi : Teraba,reguler
Arcus faring : sulit dinilai
Bersuara : Normal
Menelan : terpasang NGT
N. XI ( Accesorius )
Memalingkan kepala : sulit dinilai
Sikap bahu : Simetris
Mengangkat bahu : sulit dinilai
N.XII ( Hipoglossus )
Menjulurkan lidah : sulit dinilai
Kekuatan lidah : sulit dinilai
Atrofi lidah : Tidak ada
Artikulasi : jelas
Tremor lidah : Tidak ada
Motorik
Gerakan : terkesan gerakan tangan kiri lebih aktif dari tangan kanan
Tonus : Normotonus pada keempat ekstremitas
Bentuk : Eutrofi pada keempat ekstremitas
Kekuatan : terkesan sisi kiri lebih aktif dari sisi kanan saat diberikan
rangsangan nyeri.
Reflek Fisiologis
Refleks Tendon : Kanan Kiri
Refleks Biseps : (+) (+)
Refleks Triseps : (+) (+)
Refleks Patella : (+) (+)
Refleks Archilles : (+) (+)
Refleks Periosteum : (-) (-)
Refleks Permukaan :
Dinding perut : positif
Cremaster : Tidak dilakukan
Spinchter Anii : Tidak dilakukan
Refleks Patologis : kanan kiri
Hoffmann Tromner : (-) (-)
Babinzki : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Rosolimo : (-) (-)
Mendel Bechterew : (-) (-)
Klonus patella : (-) (-)
Klonus achilles : (-) (-)
S ensibilitas
Eksteroseptif :
Nyeri : tidak dilakukan
Suhu : tidak dilakukan
Taktil : tidak dilakukan
Propioseptif :
Vibrasi : tidak dilakukan
Posisi : tidak dilakukan
Tekan dalam: tidak dilakukan
Koordinasi dan Keseimbangan
Tes romberg : sulit dinilai
Tes Tandem : sulit dinilai
Tes Fukuda : sulit dinilai
Disdiadokenesis : (-)
Rebound phenomen : (-)
Dismetri : (-)
Tes telunjuk hidung : tidak dilakukan
Tes telunjuk telunjuk : tidak dilakukan
Tes tumit lutut : tidak dilakukan
F ungsi Otonom
Miksi
Inkotinensia : Tidak ada
Retensi : Tidak ada
Anuria : Tidak ada
Defekasi
Inkotinensia : Tidak ada
Retensi : Tidak ada
F ungsi Luhur
Fungsi bahasa : sulit dinilai
Fungsi orientasi : sulit dinilai
Fungsi memori : sulit dinilai
Fungsi emosi : sulit dinilai
Fungsi kognisi : sulit dinilai
Pemeriksaan Penunjang
14 januari 2014
Darah Lengkap
Hematologi
Hemoglobin : 12,6 g/dL (12-16)
Hematokrit : 39 % (37-47)
Eritrosit : 4,7 juta/µL ( 4.3-6.0)
Leukosit : 12700 /µL ( 4.800-10.800)
Trombosit : 252000 /µL (150.000-400.000)
MCV : 83 fL ( 80 – 96 )
MCH : 27 pg ( 27 – 32)
MCHC : 35 g/dL (32 – 36 )
Kimia Klinik
Ureum : 45 mg/dL (20 – 50)
Kreatinin : 1,5 mg/dL ( 0.5 – 1.5)
GDS : 164 mg/dL ( <140 )
Natrium : 144 mmol/L ( 135-147)
Kalium : 3.5 mmol/L (3.5-5.0)
Klorida :108 mmol/L ( 95-105)
Aseton : -/negatif
Analisa Gas Darah
pH : 7,281 (7.37-7.45)
pCO2 :34.2mmHg (33 – 44)
pO2 :61.2mmHg (71 – 104)
HCO3 :16.2mmol/L (22 – 29)
BE :-10,7 (-2)-3
Saturasi O2 :87% (94-96)
Tanggal 1 5 januari 201 4
Kimia klinik
Ureum : 60 mg/dl (20-50)
Kreatinin :1.4 mg/dl (0.5-1.5)
CT Scan kepala tanpa kontras tanggal 14 januari 2014
CT Scan kepala non kontras
Hasil:
Tampak lesi hiperdens berdensitas peradarahan mengisi intraventrikel lateralis bilateral
terutama kanan, ventrikel III dan ventrikel IV, disertai dengan midline shift ke arah kiri
sejauh ±0,9 cm Ventrikel lateralis kanan kiri, Ventrikel III dan Ventrikel IV melebar
Tampak pula lesi hiperdens yang mengisi sulci-sulci lobus parietal kanan Iuri, fissura sylvii
kiri dan sistem sisterna, disertai dengan lesi hiperdens dengan gambaran salt and pepper di
lobus frontal bilateral terutama kiri, lobus parieto-temporal kiri dan cerebellum sisi kiri.
Sulci-sulci cerebri kedua hemisfer dan fissura sylvii kanan tampak menyempit. Gyrii
mendatar Infra tentorial
Infra tentorial
Kontour batang otak dalam batas normal, tidak tampak adanya lesi fokal
Cavum orbita, otot otot bola mata dan dinding orbita dalam batas normal
Sinus frontalis, ethmodalis, sphenoidalis dan setia lurrica dalam batas normal.
Os petrosus dan mastoid baik
Kesan:
Hidrocephalus communicans ec Perdarahan intraventrikel disertai hernia sub falcine ke kiri
sejauh +/- 0,9 cm.
Subarachnoid haemorrhage lobus parietal kanan kiri, fissura sylvii kiri dan sistem sistema.
Contusto cerebri di fobus frontal bilateral terutama kiri, lobus parieto-temporai kiri dan
cerebellum sisi kiri.
Edemj cerebri
Foto thorax tanggal 1 4 januari 2014
Pemeriksaan radiografi thoraks AP:
Jantung tampak membesar ke kiri dan kekanan disertai pendataran pinggang jantung
Trakhea di tengah
Aorta dan mediastinum tidak melebar
Kedua hilus suram
Corakan bronkovaskular kedua paru baik
Tidak tampak infiltrat
Lengkung diafragma dan sinus kostophrenicus kanan kiri baik
Kesan:
Kardiomegali
Paru dalam batas normal
Resume
Anamnesa
Perempuan usia 56 tahun datang ke RSPAD Gatot Subroto dengan keluhan penurunan
kesadaran yang dialami 4 jam SMRS secara tiba-tiba. Terlihat mengantuk dan tidak merespon
baik bila diajak bicara. Sebelum keluhan dirasakan pasien mengalami nyeri kepala pada kedua
sisi kepala terasa “nyut-nyut”an selama ± 15menit. Pasien tidak melakukan kegiatan apapun
sebelum keluhan dirasakan ( sedang istirahat). Tidak terdapat kejang, demam maupun riwayat
trauma pada kepala.
Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : somnolen
Tekanan Darah : 150/100 mmHg
Frekuensi Nadi : 66 kali/menit
Frekuensi Pernafasan : 24 kali/menit
Suhu Tubuh : 36.9oC
Status Neurologis
Glasgow Coma Scale : E3 M5 V3
Tanda Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (+)
Nervi Cranialis : sulit dinilai
Sensibilitas : sulit dinilai
Motorik : terkesan sisi kiri lebih aktif dari sisi kanan tubuh
Koordinasi & Keseimbangan : sulit dinilai
Fungsi Luhur : sulit dinilai
Sistim Saraf Otonom : Dalam batas normal
Diagnosis
Diagnosis klinik : penurunan kesadaran, hemiparese dekstra
Diagnosis topis : lobus parietotemporal kiri, fissura sylvii kiri, intraventrikular
Diagnosis etiologik : stroke hemorragik (subarachnoid hemorrage,intraventrikular
hemorrhage)
Terapi
5B
Breathe :
Awasi jalan nafas pasien dan frekuensi pernafasannya.
Blood :
Turunkan tekanan darah
Infuse Ringer Laktat 20 tetes / menit
Brain :
Posisikan kepala elevasi 300
Turunkan peningkatan TIK dengan manitol 20% loading dose 5ml/kgbb
BB pasien 50 kg= 5x50ml= 250 ml (loading)
Kemudian teruskan pemberian 4x125ml selama 5 hari kemudian tappering
3x100ml selama 2 hari, kemudian 2x100 2 hari, dan 1x100 2 hari.
Citicoline 2x500 mg
Transamin 3x1 (1ampul =250mg)
Vit K 3x1(1ampul=10mg)
Bowel :
Awasi diet pasien.
Bladder :
Awasi jumlah urin yang keluar dan pastikan tak ada retensio atau anuria.
Prognosis
Quo Ad Vitam : dubia ad bonam
Quo Ad Functionam : dubia ad bonam
Quo Ad Sanationam : dubia ad bonam
Quo Ad Cosmeticum : Ad Bonam
Follow up
22 januari 2014
S: -
O: TD= 150/100
N = 66x/menit
RR = 24 x/menit
S = 36,3 0C
GCS: E4 M6 V5
Motorik :
Bentuk : eutrofi
Tonus: normotonus
Kekuatan :
5555 5555
5555 5555
Gerakan abnormal : fasikulasi -, tremor-
Refleks fisiologis tendon :
Biceps = +/+
Triceps = +/+
Pattella = +/+
Achilles = +/+
Refleks patologis :
Babinski : -/-
Chaddok : -/-
Hoffman thorman: -/-
Rangsang meningeal :
Kaku kuduk = +
Brudzinski I = -
Nervi kraniales:
III = pupil isokor diamter 3 mm, RCL +/+
III,IV,VI = gerakan bola mata baik ke segala arah, tidak terdapat nistagmus selama pergerakan.
VII = lipatan dahi ada, lipatan nasolabial simetris, sudut mulut tidak ada yang tertinggal saat
pergerakan
XII = tidak terdapat deviasi lidah saat lidah dijulurkan.
A:
diagnosis klinis= observasi penurunan kesadaran
diagnosis topis= parietal kiri, fissura sylvii kiri
diagnosis etiologis = Stroke hemorragic ( subarachnoid hemorrage)
P:
IVFD RL 20 tpm
Manitol 2x100
Citicoline 2x500 mg iv
Vit K 3x1 iv
Transamin 3x1 iv
Captopril 3x25 mg p.o
Amlodipin 1x10 mg p.o
23 januari 2014
S: nyeri kepala yang dirasakan pada seluruh kepala. Terasa “nyut-nyut”an. Tidak terdapat
muntah.
O: TD= 160/100
N = 68x/menit
RR = 24 x/menit
S = 36,7 0C
GCS: E4 M6 V5
Motorik :
Bentuk : eutrofi
Tonus: normotonus
Kekuatan :
5555 5555
5555 5555
Gerakan abnormal : fasikulasi -, tremor-
Refleks fisiologis tendon :
Biceps = +/+
Triceps = +/+
Pattella = +/+
Achilles = +/+
Refleks patologis :
Babinski : -/-
Chaddok : -/-
Hoffman thorman: -/-
Rangsang meningeal :
Kaku kuduk = +
Brudzinski I = -
Nervi kraniales:
III = pupil isokor diamter 3 mm, RCL +/+
III,IV,VI = gerakan bola mata baik ke segala arah, tidak terdapat nistagmus selama pergerakan.
VII = lipatan dahi ada, lipatan nasolabial simetris, sudut mulut tidak ada yang tertinggal saat
pergerakan (senyuma)
XII = tidak terdapat deviasi lidah saat lidah dijulurkan.
A:
diagnosis klinis= observasi penurunan kesadaran
diagnosis topis= parietal kiri, fissura sylvii kiri
diagnosis etiologis = Stroke hemorragic ( subarachnoid hemorrage)
P:
IVFD RL 20 tpm
Manitol 2x100
Citicoline 2x500 mg iv
Vit K 3x1 iv
Transamin 3x1 iv
Captopril 3x25 mg p.o
Amlodipin 1x10 mg p.o
24 januari 2014
S: nyeri kepala masih dirasakan.
O: TD= 160/90
N = 70x/menit
RR = 26 x/menit
S = 36 0C
GCS: E4 M6 V5
Motorik :
Bentuk : eutrofi
Tonus: normotonus
Kekuatan :
5555 5555
5555 5555
Gerakan abnormal : fasikulasi -, tremor-
Refleks fisiologis tendon :
Biceps = +/+
Triceps = +/+
Pattella = +/+
Achilles = +/+
Refleks patologis :
Babinski : -/-
Chaddok : -/-
Hoffman thorman: -/-
Rangsang meningeal :
Kaku kuduk = +
Brudzinski I = -
Nervi kraniales:
III = pupil isokor diamter 3 mm, RCL +/+
III,IV,VI = gerakan bola mata baik ke segala arah, tidak terdapat nistagmus selama pergerakan.
VII = lipatan dahi ada, lipatan nasolabial simetris, sudut mulut tidak ada yang tertinggal saat
pergerakan
XII = tidak terdapat deviasi lidah saat lidah dijulurkan.
A:
diagnosis klinis= observasi penurunan kesadaran
diagnosis topis= parietal kiri, fissura sylvii kiri
diagnosis etiologis = Stroke hemorragic ( subarachnoid hemorrage)
P:
IVFD RL 20 tpm
Manitol 1x100
Citicoline 2x500 mg iv
Vit K 3x1 iv
Transamin 3x1 iv
Captopril 3x25 mg p.o
Amlodipin 1x10 mg p.o
Analisis Kasus
Diagnosis pada pasien ini adalah
Diagnosis klinik : penurunan kesadaran , hemiparese dekstra
Diagnosis topis : lobus parietotemporal kiri, fissura sylvii kiri, intraventrikular
Diagnosis etiologik : stroke hemorragik ( SAH, IVH)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Dari anamnesis dengan pasien didapatkan keluhan utama adalah penurunan kesadaran yang
dialami mendadak oleh pasien. Keluhan utama ini merupakan salah satu ciri dari Perdarahan
yang terjadi pada ruang Subarachnoid. Penurunan kesadaran yang terjadi diakibatkan oleh
kenaikan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial normal adalah 10 mmHg. Seperti diketahui
pada orang dewasa tengkorak sudah tersusun sebagai tulang sejati (bukan tulang rawan), tidak
seperti halnya pada bayi, bila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka tulang tengkorak
dapat melebar untuk mengkompensasi adanya tekanan tambahan dalam kepala. Hal ini
diakibatkan karena sutura belum menutup dengan sempurna. Pada orang dewasa bila tekanan
intrakranial meningkat (>10mmHg) kompensasi dari tulang tenkorak ini tidak ada sehingga
mengakibatkan adanya tekanan pada bagian dalam otak pada tahap yang gawat dapat terjadi
herniasi. herniasi ditakutkan dapat mengakibatkan terjadinya penekanan pada batang otak. 1,2
gambar 1 tipe-tipe herniasi 3
Tipe-tipe herniasi pada otak ada 5 3
Herniasi Subfalcine (Cingulate)
Definisi: gyrus cingulai mengalami herniasi ke bawah falx
Etiologi: lesi supratentorial lateral
Gambaran klinis:
o Biasanya asymptomatic, lakukan observasi baik secara patologis atau radiologis
o Waspadai terjadinya herniasi transtentorial, yang akan beresiko menekan arteri
serebri anterior
- Herniasi Tentorial Central (Axial)
Definisi: Berpindahnya diencephalon dan mesencephalon melalui foramen trans
tentorial
Etiologi: lesi supratentorial midline, pembengkakan cerebral yang difus, herniasi uncal
tahap lanjut
Gambaran klinis:
o deteriorasi mulai dari rostral ke caudal (kegagalan diencephalon sampai
medulla oblongata secara berurutan)
o penurunan tingkat kesadaran (penekanan mesencephalon)
o gangguan pergerakan bola mata gangguan gerakan ke atas (“sunset eyes“)
o perdarahan batang otak (“Duret’s” terjadi akibat robekan vasa perforantes arteri
basilaris)
o diabetes insipidus (akibat penarikan tangkai hipofisis dan hypothalamus) –>
tanda stadium akhir
- Herniasi Tentorial Lateral (Uncal)
Definisi: uncus lobus temporalis herniasi turun melalui foramen trans tentorial
Etiologi: lasi supratentorial lateral (seringkali akibat hematoma post trauma yang
meluas secara cepat)
Gambaran klinis:
o Dilatasi pupil ipsilateral, refleks negatif (tanda paling awal, dan paling
terpercaya), kelumpuhan gerak bola mata (penekanan pada N III)
o Penurunan tingkat kesadaran (penekanan mesencephalon)
o Hemiplegia kontralateral, ± respon telapak kaki kearah atas
o ± “Kernohan’s notch”: kompresi pedunculus serebri (mesencephali) karena
pergeseran otak –> hemiplegia ipsilateral (biasanya mengakibatkan salah dalam
penentuan letak lesi)
- Herniasi ke atas (Upward)
Definisi: vermis cerebelli herniasi melalui incisura tentorii, dan menekan
mesencephalon
Etiologi: massa yang besar di fossa posterior basis cranii sehingga menyebabkan
herniasi serebellum ke arah rostral, sering kali setelah VP (ventriculo-peritoneal)
shunting
Gambaran klinis:
o Kompresi arteri cerebelli superior –> infark cerebelli
o Kompresi aqueductus cerebri (mesencephali) –> hydrocephalus
- Herniasi Tonsil (“Coning”)
Definisi: tonsil cerebelli herniasi melalui foramen magnum (disebut juga herniasi
foramen magnum)
Etiology: lesi infra tentorial, atau terjadi setelah adanya herniasi tentorial central
Gambaran klinis:
o Kompresi pusat kardiovaskuler dan respirasi di medulla oblongata (fatal)
o Dapat diakibatkan oleh LP (lumbar punction) pada pasien dengan SOL (space
occupying lesion) (umumnya di fossa posterior basis cranii)
Seperti yang kita ketahui batang otak sendiri memegang peranan penting karena disitu terdapat
pusat kesadaran, pernapasan, dll. Bila terjadi penekanan pada bagian batang otak berbagai
fungsi kehidupan dasar dapat terganggu dan menyebabkan kematian.
Selain penurunan kesadaran pasien juga mengeluhkan adanya nyeri kepala yang dirasakan
sesaat sebelum terjadinya penurunan kesadaran. Pada perdarahan ruang subarachnoid nyeri
kepala disebut “thunderclap headache”. Nyeri kepala ini digambarkan sebagai nyeri kepala
hebat (the worst headache in my life). Nyeri kepala yang dirasakan pada pasien hanya
digambarkan sebagai nyeri kepala pada kedua sisi kepala. Karena pasien mengalami penurunan
kesdaran sulit untuk menanyakan kualitas dari nyeri yang dirasakan.
Usia pasien (56) tahun mendukung terdapatnya perdarahan ruang subarachnoid. Menurut data
epidemiologi yang ada angka kejadian dari perdarahan ruang subarachnoid ditemukan 80%
pada usia 40-60 tahun. Perempuan lebih banyak daripada pria.
Karena terjadinya peningkatan tekanan intrakranial maka keluhan seperti mual dan muntah
merupakan salah satu simptomp yang umum ditemukan. Pada pasien tidak didapatkan keluhan
serupa.
Pemeriksaan fisik 2,3,4
Dari data-data TTV awal tidak didapatkan adanya tanda kenaikan tekanan intrakranial.
Tekanan intra kranial yang meningkat ditandai dengan adanya Cushing’s Triad yaitu
hipertensi,bradikardi dan pernafasan ireguler. Pada pasien ini tidak didapatkan gejala ini.
Pada pemeriksaan didapatkan adanya penurunan kesadaran pada pasien, telah dibahas
mengenai penurunan kesadaran di anamenesis. Selain sebagai salah satu gejala penurunan
kesadaran dapat dipakai untuk menentukan derajat dari perdarahan ruang sub arachnoid
menurut Hunt & Hess Scale:
Uraian Grade
Asimtomatis, nyeri kepala ringan, kaku kuduk
ringan
1
Nyeri kepala sedang sampai berat, kaku
kuduk, tidak didapatkan defisit neurologis
selain kelemahan nervus kranialis
2
Kebingungan (drowsines/confusion), defisit
neurologis fokal ringan
3
Stupor, hemiparesis sedang-berat 4
Koma, sikap desereberasi 5
Tabel 1 hunt & hess scale 2
Kepentingan nya adalah untuk menentukan prognosis tindakan terapi.
Selain penurunan kesadaran biasana didapatkan pula defisit neurologi fokal. Pada pasien
didapatkan adanya gejala berupa kesan pergerakan sisi kiri tubuh lebih aktif ketika
diberikan rangsangan nyeri daripada sisi kanan tubuh. Dari sini terkesan adanya hemiparese
dekstra. Hemiparese dekstra pada pasien dapat dijadikan penentu letak perdarahan
walaupun dari gejala klinis saja belum pasti letak sumber perdarahan ini. Pada perdarahan
arteri cerebri medial yang diakibatkan karena ruptur aneurisma , bila darah memasuki
fissura sylvii maka dapat timbul gejala hemiparese sisi kontralateral.
Pada pembuluh darah lain contohnya: arteri comunicans anterior, bila sumber perdarahan
ada pada arteri ini darah dapat memasuki sulci pada lobus frontalis yang menyebabkan
terjadinya kelemahan pada kaki.
Gejala lain yang didapat pada pemeriksaan fisik di pasien adalah kaku kuduk yang positif.
Kaku kuduk timbul akibat adanya iritasi pada meningen. Pada perdarahan ruang
subarachnoid iritasi ini disebabkan oleh darah yang berada pada ruang subarachnoid. Iritasi
ini akan menimbulkan peradangan sehingga menyebabkan adanya hasil positif berupa
tahanan pada leher pasien ketika dilakukan pemeriksaan. Harus dibedakan dengan
meningitis. Walaupun sama-sama mengiritasi meningen, namun meningitis yang
dimaksudkan adalah peradangan meningen yang disebabkan oleh bakteri. Riwayat adanya
demam sebelum keluhan timbul dapat dijadikan salah satu acuan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis dari pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan pada pupil juga dapat dijadikan adanya indikasi peningkatan tekanan
intrakranial. Bentuk pupil yang tidak sama (anisokor) merupakan salah satunya. Bila
disertai adanya refleks cahaya negatif perlu dicurigai adanya penekanan pada nervus III
(occulomotor).
Sistem scoring
sistem ini dipakai untuk membantu diagnosis menentukan jenis stroke apakah perdarahan
atau infark tanpa menggunakan CT scan. dipakai 2 jenis scoring yaitu gajah mada dan
SiriRaj Score. Pada pasien ditemukan:
gajah mada:
nyeri kepala +
penurunan kesadaran +
babinski -
didapatkan hasil berupa perdarahan intraserebral
SiriRaj Score :
Kesadaran ( somnolen) 1x2.5 2.5
Nyeri kepala + 1x2 2
Muntah - 0x2 0
10 %Diastolik 10 10
Ateroma - 0x-3 0
Total 14.5
Hasil : 14.5-12= 2.5
Hasil ini menunjukkan bahwa stroke yang terjadi adalah hemorragik
Dari 2 sistem scoring yang dikerjakan didapatkan bahwa stroke yang terjadi berupa stroke
akibat perdarahan.
Pemeriksaan penunjang 1,3
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan di sini adalah CT scan kepala non kontras.
Merupakan gold standard untuk membantu diagnosis perdarahan ruang subarachnoid.
Pemeriksaan ini dianggap cepat dan cukup sensitif. Metode ini dapat menunjukkan apabila
terdapat perdarahan pada circulus willici yang terletak pada basis otak, pada interhemisfere
ataupun pada fissura sylvii. Lokasi dari densitas yang lebih tinggi dapat diperkirakan
sebagai lokasi aneurisma. Namun ini tidak selalu benar apalagi pemeriksaan dilakukan
lebih dari waktu 24 jam. Selain itu CT scan dapat menunjukkan adanya hidrosefalus
sebagai komplikasi tersering dari perdarahan ruang subarachnoid. Sensitifitas CT scan
mencapai 95% dan akan lebih tinggi pada 12 jam pertama. Pasien dengan kondisi koma,
hemiparesis atau terdapat defisit neurologis lain akibat perdarahan ruang subarachnoid
( Hunt & Scale grade III-IV) hampir selalu menunjukkan hasil yang positif.
Pada pasien ini CT scan kepala non kontras segera dilakukan begitu pasien di IGD
didapatkan hasil:
Tampak lesi hiperdens berdensitas peradarahan mengisi intraventrikel lateralis bilateral
terutama kanan, ventrikel III dan ventrikel IV, disertai dengan midline shift ke arah kiri
sejauh ±0,9 cm Ventrikel lateralis kanan kiri, Ventrikel III dan Ventrikel IV melebar
Tampak pula lesi hiperdens yang mengisi sulci-sulci lobus parietal kanan Iuri, fissura sylvii
kiri dan sistem sisterna, disertai dengan lesi hiperdens dengan gambaran salt and pepper di
lobus frontal bilateral terutama kiri, lobus parieto-temporal kiri dan cerebellum sisi kiri.
Kesan yang ditimbulkan :
Kesan:
Hidrocephalus communicans ec Perdarahan intraventrikel disertai hernia sub falcine ke kiri
sejauh +/- 0,9 cm.
Subarachnoid haemorrhage lobus parietal kanan kiri, fissura sylvii kiri dan sistem sistema.
Dengan akurasi pemeriksaan CT scan maka diagnosis perdarahan ruang subarachnoid dapat
ditegakkan. bila diagnosis perdarahan ruang subarachnoid ditegakkan harus dicari dimana
letak sumber perdarahanna. Cateter angiography merupakan gold standard yang digunakan
untuk mencari sumber perdarahan yang diakibatkan oleh aneurysma setelah terjadinya SAH
(karena sebagian besar penyebab SAH adalah aneurisma). Pada beberapa pusat kesehatan
tindakan untuk mencari sumber perdarahan menggunakan cateter angiografi telah digantikan
tugasnya oleh CT Angiografi (CTA). Tindakan ini dianggap lebih cepat, non-invasif, dan
lebih aman. Tindakan ini tidak dilakukan pada pasien, seharusnya dicari di mana letak
sumber perdarahan sehingga dapat dilakukan terapi yang sesuai.
Pada pasien ini tidak dilakukan tindakan CTA, seharunsya tindakan ini dilakukan karena
dengan menemukan letak perdarahan dapat dilakukan tindakan untuk menghentikan sumber
perdarahan.
Pemeriksaan lain adalah pemeriksaan jantung dengan menggunakan EKG. Pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk mencari komplikasi dari perdarahan ruang subarachnoi yaitu infark
miokard. infark miokard walaupun angka kejadian nya tidak besar sebagai komplikasi tetapi
dapat membahayakan hidup pasien lebih jauh.
Pemeriksaan foto thoraks dilakukan untuk mengetahui faktor risiko yaitu berupa hipertensi.
Bila didapatkan tanda-tanda: elongatio arkus aorta, pembersaran ventrikel kiri maka pada
pasien didapatkan hipertensi yang sudah berlangsung lama.
Terapi 1,3
Pasien dengan SAH akut membutuhkan penanganan initial untuk mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut. Dibagi menjadi 5 bagian
a) Breathe
» Bersihkan jalan napas, bila terdapat indikasi untuk melakukan intubasi segaera
lakukan intubasi. Jaga agar PCO2 25-35 mmHg ( mencegah vasodilatasi otak )
» Berikan O2 untuk menjaga agar pO2 >60 mmHg ( mencukupi perfusi otak )
» Pasang pulse oxymetri
b) Blood
» Pasang infus untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh, selain itu juga sebagai jalur
memasukkan obat. Untuk kebutuhan cairan tubuh dapat diberikan larutan RL 20 tpm.
» Pertahankan tekanan darah sistolik 130-140 mmHg. Bila tekanan darah tinggi dapat
digunakan penurun tekanan darah yang tidak menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
obat yang dapat dipilih adalah nicardipine intravena.
Dosis nicardipine diberikan 5mg/jam , sediaan yang ada 0.1mg/ml dapat diberikan 50
ml/jam dalam normal saline (NaCl).
c) Brain
» Bila terdapat tanda-tanda kenaikan TIK berikan manitol 20%
Aturan pemberian manitol : 5ml/kgbb untuk loading pertama, kemudian di teruskan
4x125 ml selama 5 hari, turunkan 3x100 minimal 2 hari kemudian 2x100 2 hari dan
1x100 2 hari terakhir
» Berikan citicoline 2x500mg
» Untuk mencegah terjadinya vasospasme dapat diberikan nivedipine
» Transamin dan vit.K untuk menghentikan perdarahan.
Transamin 3x1 (1ampul =250mg),Vit K 3x1(1ampul=10mg). Pemberian transamindan
vit.K diberikan hingga perdarahan terbukti berhenti dengan CT scan ulang.
d) Bowel
Pasang NGT untuk membantu proses makan pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran dan juga untuk tujuan dekompresi mengurangi tekanan intraabdomen. Tekanan
intraabdomen dapat mempengaruhi tekanan intrakranial.
e) Bladder
Pasang kateter untuk memantau urine output.
Selain terapi inisial di atas pada pasien didapatkan adanya herniasi tipe transtentorial.
telah dibahas di atas bahaya yang dapat ditimbulkan , oleh sebab itu diperlukan tindakan
operatif. Tindakan operatif dikerjakan apabila memenuhi kriteria berikut:
o Terdapat midline shifting >5mm
o Terdapat perdarahan dengan volume >20cc atau perdarahan pada lobus occipital
>10cc
Selain untuk mengeluarkan perdarahan yang ada pada pasien ini didapatkan adanya
hidrosefalus. Sehingga diperlukan tindakan pemasangan ekstra ventrikuler drainage.
Kondisi pasien pun memenuhi untuk dilakukan tindakan operasi ( hunt and hess scale
grade 3).
Tindakan operatif selain tindakan di atas juga dimaksudkan untuk menghentikan sumber
perdarahan melalui coiling atau clipping. Bila perdarahan ruang subarachnoid disebabkan
oleh aneurisma maka tindakan ini penting untuk mencegah terjadinya perdarahan ulang.
The International Subarachnoid Hemorrhage Trial (ISAT) menyatakan bahwa tindakan
coiling lebih aman dibandingkan dengan clinpping.
Pada pasien penanganan terhadap kelima bidang ini telah dikerjakan, baik itu ketika diterima
pasien di IGD maupun ketika pasien sampai ke ruangan.
Langkah-langkah yang telah diterapkan:
a) Breathe
Dilakukan pengamatan terhadap jalan nafas, telah dipasang guedel untuk
mengamankan jalan nafas pasien.
b) Brain
Diberikan manitol dengan dosis seperti di atas dan diberikan citicoline
Manitol :
» Loading di UGD 250 ml
» Diberikan 4x125 selama 5 hari
» Kemudian 3x100
» Sekarang sedang menjalani tahap tappering 2x100
c) Blood
pasien datang dengan tensi yang cukup tinggi, diberikan penanganan berupa
pemberian captopril 2x25 mg dan amlodipine 1x10mg.
d) Bowel
Pada pasien telah di pasang NGT
e) Bladder
Telah dilakukan pemasangan kateter.
Telah dilakukan rencana tindakan operatif berupa craniotomi, namun tindakan tidak
dijalankan akibat adanya penolakan dari pasien. Langkah selanjutnya yang ditempuh adalah
dengan memberikan obat-obat penghenti perdarahan mengharapkan agar perdarahan dapat
berhenti dan tidak bertambah luas sambil memantau keadaan umum pasien. Keadaan umum
membaik indikator awal adalah dengan perbaikan tingkat kesadaran pasien. Setelah 2 minggu
menjalani pengobatan untuk memastikan perdarahan bertambah atau tidak dilakukan CT scan
ulang.
Pada pasien seharusnya diberikan nimodipine untuk mencegah terjadinya vasospasme.
Vasospasme jarang terjadi sebelum hari ke 4, sering terjadi pada hari ke 10-14 kemudian
menghilang setelah hari ke 7.
Daftar Pustaka
1. Brust M.C.John. Current Diagnosis and Treatment. 2nd edition. New York:Mc Graw
Hill.2012.pg 138-48.
2. H.Soetjipto, Muhibbi Sholihul. Pengenalan dan penatalaksanaan kasus-kasus
neurologi:sroke. Jakarta: depatemen saraf RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad.2007. hal 18-34.
3. Bescke Tibor. Subarachnoid Hemorrhage. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1164341-overview, 24 januari 2014.
4. Ginsberg lionel. Lecture notes neurologi. 8th edition.jakarta: Erlangga medical series.
2009.hal 89-99.
Top Related