BAB I
PENDAHULUAN
1.1 `Latar Belakang
Defek septum atrium (DSA) merupakan suatu keadaan di mana terjadi
ganggaun atau lubang pada septum antaratrium sehingga terjadi komunikasi
langsung antara atrium kanan dan atrium kiri.1,2,3
DSA menurut lokasinya dikelompokkan menjadi tiga, yaitu DSA
sekundum, DSA dengan defek sinus venosus superior, dan DSA primum. DSA
sekundum merupakan defek yang terjadi pada fosa ovalis. DSA dengan sinus
venosus merupakan defek yang terjadi dekat muara sinus vena kava superior,
sedangkan DSA primum merupakan defek septum atrioventikular. 1
Manifestasi klinis dan pemeriksaan fisik, DSA sekundum lebih sering
terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan rasio 2:1.1,2 DSA sering
tidak terdeteksi hingga dewasa karena asimptomatik, oleh karena itu, DSA
terutama tipe sekundum banyak ditemukan pada dewasa.1 Pada DSA sekundum
yang tidak menutup spontan akan mengalami hipertensi pulmonal.3
Hipertensi pulmonal merupakan penyakit yang menyebabkan resistensi
dan vaskular paru meningkat. Secara hemodinamik, didefenisikan sebagai tekanan
arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg. Jika DSA sekundum tidak juga menutup,
maka akan terjadi peningkatan aliran darah ke paru-paru dapat menyebabkan
komplikasi, yaitu hipertensi pulmonal.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defek Septum Atrium
2.1.1 Definisi
Defek septum atrium (DSA) merupakan suatu keadaan abnormal yang
berupa adanya septum atau lubang yang terbuka antara atrium kanan dan atrium
kiri yang menyebabkan pirau dari kiri ke kanan. DSA baru bisa terdeteksi pada
dewasa saat mengalami keluhan dispnea apabila beraktivitas dan kelelahan.4
2.1.2 Epidemiologi
Dalam 20-30 tahun terjadi kemajuan pesat dalan diagnosis dan pengobatan
pada penyakit jantung bawaan, sehingga anak-anak dapat bertahan hidup hingga
dewasa.4 Frekuensi relatif kejadian malformasi jantung pada DSA sebesar 10%
dari seluruh penyakit kongenital dan berkisar antara 22-40% penyakit jantung
kongenital pada usia dewasa, tipe terbanyak adalah DSA sekundum dengan 60-
70% kasus.5
2.1.3 Etiologi
Penyebab penyakit jantung bawaa seperti defek septum atrium (DSA)
antara sebagian besar bayi tidak diketahui. Beberapa bayi yang memiliki penyakit
jantung bawaan karena perubahan dalam gen atau kromosom. Jenis penyakit
jantung bawaan diduga juga disebabkan oleh kombinasi gen dan faktor risiko lain,
seperti ibu datang dalam kontak dengan dalam lingkungan, apa yang ibu makan,
minum, atau obat-obat yang dikonsumsi oleh ibu.6
2.1.4 Patofisiologi
Defek septum atrium ditandai dengan adanya hubungan septum yang
memungkinkan darah mengalir langsung dari atrium kanan ke atrium kiri. Karena
tekanan di atrium kiri lebih tinggi dibandingkan dengan atrium kanan, maka pada
DSA terjadi pirau dari kiri ke kanan. Akibatnya, terjadilah beban volume di
atrium kanan, ventrikel kanan, dan arteri pulmonalis. Hal ini akan meningkatkan
aliran darah ke paru dibandingkan dengan sirkulasi sistemik.7,8
2.1.5 Klasifikasi Defek Septum Atrium1,9
Klasifikasi DSA berdasarkan posisinya, yaitu:
a) Defek sekundum merupakan defek septum terbanyak dari defek septum
atrium yang paling sering ditemukan dan dapat teridentifikasi dengan
mudah menggunakan ekokardiografi.
b) Defek sinus venosus superior merupakan defek yang terjadi dekat muara
vena kava superior.
c) Defek septum atrium primum merupakan bagian dari defek
atrioventrikular. Pada bagian atas berbatas dengan fosa ovalis, dan bagian
bawah berbatas dengan katup atrioventrikular.
2.1.6 Gambaran Klinis1,6,8,9
DSA dapat terjadi pada semua umur
Gejala minimal: dispnea atau palpitasi
Pada anak-anak: kurang mampu berolahraga atau bermain dengan teman
di sekolah
Pada dewasa: sesak napas dan mudah lelah
Auskultasi: Split bunyi jantung II, bising sistolik tipe ejeksi pada daerah
pulmonal pada daerah sternal kiri atas, bising mid diastolik pada daerah
trikuspid , dapat menyebar ke apeks. Bunyi jantung kedua terdengar keras
di daerah pulmonal karena kenaikan tekanan pulmonal.
EKG: Right bundle branch block (RBBB), hipertrofi ventrikel kanan, aksis
ke kanan yang berlebihan biasanya akibat defek ostium primum
EKOKARDIOGRAFI: Dengan menggunakan ekokardiografi transtorakal
(ETT) dan Doppler berwarna dapat menentukan lokasi defek septum, arah
pirau, ukuran atrium dan ventrikel kanan. Ekokardiografi transesofageal
(ETE) sangat bermanfaat bila, cara ini dilakukan pengukuran presisi yang
dapat membantu penutupan defek dan kelainan penyerta lainnya.
2.1.7 Penatalaksanaan1,6
Penatalaksaan pada dewasa tergantung pada keluhan, ukuran dan anatomi
defek, adanya kelainan penyerta, tekanan arteri pulmonal, dan resistensi vaskular
paru. Indikasi penutupan:
Kardiomegali pada foto toraks, dilatasi ventrikel kanan, tekanan arteri
pulmonalis 50%
Riwayat iskemik transient atau strok pada DSA atau foramen ovale
persisten
2.1.8 Prognosis1,6,8
Prognosis penutupan DSA sangat baik jika lubang menutup sendiri.
Selama periode waktu ini, penyedia layanan kesehatan mungkin mengobati gejala
dengan obat-obatan. Untuk. Pembedahan pada anak dilakukan defek septum
atrium besar, bahkan jika ada beberapa gejala, untuk mencegah masalah di
kemudian hari. Pembedahan juga dapat direkomendasikan untuk orang dewasa
yang memiliki banyak atau berat gejala. Bedah melibatkan memperbaiki lubang
dan dapat dilakukan melalui kateterisasi jantung atau operasi jantung terbuka.
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. Z
JK : Laki-laki
Umur : 49 tahun
Alamat : Bengkalis
Pekerjaan : Buruh
Masuk RS : 7 September 2014
Pemeriksaan : 17 September 2014
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sesak napas yang memberat 1 minggu SMRS (sebelum masuk rumah sakit)
Riwayat Penyakit Sekarang
2 bulan SMRS, pasien mengeluhkan sesak napas apabila melakukan
aktivitas berat, seperti bekerja. Sesak napas pasien tidak dipengaruhi oleh
debu maupun cuaca. Sesak napas pasien berkurang apabila dibawa
beristirahat.
1 minggu SMRS, sesak pasien semakin memberat dan keadaan pasein
tampak lemas, tidak mau makan, demam naik turun, tidak ada menggigil,
berkeringat (+).
Terdapat ulkus di pedis dekstra dan pasien mempunyai riwayat penyakit
diabetes mellitus sudah 13 tahun.
Riwayat Penyakit Dahulu
DM (sudah 13 tahun)
Riwayat penyakit stroke (-)
Riwayat penyakit jantung sejak kecil tidak diketahui
Riwayat operasi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga tidak ada memiliki keluhan yang sama
Riwayat penyakit hipertensi (-)
Riwayat penyakit jantung (+)
Riwayat Pengobatan
Obat DM Insulin SC
Metformin
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, dan kebiasaan
Bekerja sebagai buruh karet
Riwayat merokok (-)
Riwayat konsumsi alkohol (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : komposmentis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Tekanan darah : 140/60 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Nafas : 24 x/menit
Suhu : 37,80C (aksila)
Kulit dan wajah: tidak sembab
Mata kiri dan kanan
Mata tidak cekung
Konjungtiva : anemis
Sklera : tidak ikterik
Pupil : bulat, isokor 3mm/3mm, reflex cahaya +/+
Telinga DBN (dalam batas normal)
Hidung DBN
Leher pembesaran kgb (-)
Thoraks Paru
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : vokal fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Thoraks Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba SIK V pada linea midklavikula
Perkusi : batas jantung kiri SIK V linea midklavikula sinistra
batas jantung kanan SIK V linea parasternal dekstra
Auskultasi : murmur pansistolik di SIK III dan IV (trikuspid)
Abdomen
Inspeksi : perut tampak cekung
Auskultasi : BU (+) 5 x/menit
Perkusi : timpani pada seluruh abdomen
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas
atas oedem (-/-)
bawah oedem (-/-)
akral hangat, capillary refill time < 2 detik, sianosis (-)
ulkus di pedis dekstra
Pemeriksaan urin rutin
Warna : kuning
Kejernihan : jernih
Protein : (-)
Glukosa : (+3)
Bilirubin : Negatif
Urobilinogen : 0,2 u Mol/L
pH : 6,0 u Mol/L
Darah : (-)
Ketom : (-)
Pemeriksaan kimia darah
GLU1 : 321 mg/dL
CHOR : 196 mg/dL
TGB1 : 88 mg/dL
Pemeriksaan EKG
Ritme : Sinus,
Frekuensi : 106 rpm
Axis : normoaxis
Pemeriksaan foto toraks AP
Cor : CTR < 50%, bentuk normal
Pulmo : corakan bronkovaskular normal, infiltrat (-)
Kesan : cor dan pulmo dalam batas normal
Pemeriksaan ECHO
RV dilatasi
EF 72%
Shunt left to right
ASD II + PH
Resume
Tn. Z, 49 tahun datang ke RSUD AA dengan keluhkan sesak napas apabila
melakukan aktivitas berat, seperti bekerja. Sesak napas pasien tidak dipengaruhi
oleh debu maupun cuaca. Sesak napas pasien berkurang apabila dibawa
beristirahat. 1 minggu SMRS, sesak pasien semakin memberat dan keadaan pasein
tampak lemas, tidak mau makan, demam naik turun, tidak ada menggigil,
berkeringat (+). Terdapat ulkus di pedis dekstra dan pasien mempunyai riwayat
penyakit diabetes melitus sudah 13 tahun.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pada inspeksi ictus cordis terlihat
dan teraba pada palpasi di linea midklavikula sinistra SIK V, pada perkusi batas
jantung kiri berada pada linea midklavikula sinistra SIK V, auskultasi terdengar
murmur pansistolik SIK III, IV (trikuspid), pemeriksaan urin rutin didapatkan
glukosa (+3), pemeriksaan kimia darah didapatkan GLU1 321 mg/dL,
pemeriksaan rontgen toraks didapatkan CTR < 50% dengan cor dan pulmo dalam
batas normal, dan pada pemeriksaan ekokardiografi didapatkan EF 72%, ASD dan
PH.
Daftar masalah
1. ASD
2. PH
3. Diabetes melitus
4. Ulkus pedis dekstra
Rencana penatalaksanaan
Non farmakologis:
Memposisikan semi fowler
Pembatasan aktivitas
Mengurangi makanan yang mengandung glukosa dan lemak
Perawatan luka
Farmakologis:
IVFD RL 12 tpm
Inj Lasix 2x1 Amp
Simac 1x1
Inj Ranitidin 2x1 Amp
Sprinolacton 1x25 mg
ISDN 3X5 mg
Diltiazem 3x30 mg
Dorner 3x1
Ciprofloxacin inf 2x200 mg
Metronidazole 3x1
Curcuma 3x1
Metoclopamid 1x1
Mucogard syr 3x1 cth
Ondansentron 4 mg 3x1
Paracetamol 500 mg prn
Cilostazol 2x100
Inj. Novorapid 3x8 iu
Inj. Lovenir 1x12
Follow up
Tanggal S O A P18/9/14
19/9/14
Pasien
merasa lemas
Pasien
merasa
lemas, tidak
TD: 140 mmHg, RR:
36x/menit, HR:
74X/menit, T: 36oC,
GDS: 291 mg/Dl,
ulkus pedis dekstra,
murmur (+), ECHO:
ASD II+PH
TD: 150/90 mmHg,
RR: 30x/menit, HR:
80x/menit, T: 38oC,
DM,
ASD II+
PH
DM,
ASD II+
PH
Bedrest semifowler,
glibenclamide 5 mg
1x1, kultur bakteri u/
pemberian AB,
tindakan operatif
Bedrest semifowler,
glibenclamide 5 mg
1x1, kultur bakteri u/
mau makan,
berkeringat
GDS: 209 mg/dL,
murmur (+), ulkus
pedis dekstra, ECHO:
ASD II+PH
pemberian AB,
paracetamol 500 mg,
tindakan operatif
Follow up
Tanggal S O A P
20/9/14
22/9/14
Pasien
merasa
lemas, tidak
mau makan
Pasien
merasa
lemas, sudah
mau makan
TD: 140/70 mmHg,
RR: 38x/menit, HR:
92x/menit, T: 38oC,
GDS: 245 mg/dL,
murmur (+), ulkus
pedis dekstra, ECHO:
ASD II+PH
TD: 130/80 mmHg,
RR: 26x/menit, HR:
75x/menit, T: 37oC,
GDS: 148 mg/dL,
murmur (+), ulkus
pedis dekstra, hasil
kultur:MRSA,
ECHO: ASD II+PH
DM, ASD II+PH
DM, ASD II+PH
Bedrest semifowler,
glibenclamide 5 mg
1x1, kultur bakteri u/
pemberian AB,
paracetamol 500 mg,
tindakan operatif
Bedrest semifowler,
Inj. Novorapid dan
inj. Lovenir,
antibiotik:
vancomycin
tindakan operatif
PEMBAHASAN
Pasien Tn. Z, usia 49 tahun masuk ke ruang rawat jantung dengan keluhan
sesak napas apabila beraktivitas berat sejak 2 bulan SMRS. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan
didapatkan pasien ini adalah defek septum ventrikel dan hipertensi pulmonal.
Pasien juga mempunyai diabetes melitus dengan ulkus di pedis dekstra. Hasil
pemeriksaan fisik ditemukan murmur pansistolik di SIK III, IV (trikuspid) dan
hasil pemeriksaan ekokardiografi didapatkan gambaran DSA dan HP.
Adanya defek septum atrium akan menyebabkan perubahan fisiologi yang
terjadi, yaitu hubungan septum yang memungkinkan darah mengalir langsung dari
atrium kanan ke atrium kiri. Karena tekanan di atrium kiri lebih tinggi
dibandingkan dengan atrium kanan, maka pada DSA terjadi pirau dari kiri ke
kanan. Akibatnya, terjadilah beban volume di atrium kanan, ventrikel kanan, dan
arteri pulmonalis. Hal ini akan meningkatkan aliran darah ke paru dibandingkan
dengan sirkulasi sistemik, yang menimbulkan hipertensi pulmonal.
Pada pasien ini sebaiknya dilakukan tindakan operatif, atau kateterisasi
jantung untuk penutupan defek septum atrium.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita defek septum atrium
(ASD) dan hipertensi pulmonal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo WA dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006.
2. http://circ.ahajournals.org/content/375/805 . [diakses tanggal 20 September 2014]
3. Mulyadi M, Madiyono B. Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Jakarta: Sari Pediatri, Vol. 2, No.3, Desember 2000: 155-162.
4. Patrick D. At a Glance Medicine [ed.] Amalia Safitri. [trans] Annisa Rahmalia and Cut Novianti. Jakarta: 2006.
5. Permatananda PA. Surgical Closure Pada Defek Sekat Atrium Usia Dewasa. Laporan Kasus. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
6. http://www.cdc.gov/ncbddd/heartdefects/atrialseptaldefect.html . [diakses tanggal 20 September 2014]
7. Markum, A.H, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 1991.
8. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lecture Notes Kardiologi Edisi Keempat. Jakarta: 2002.
9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Kuliah II Ilmu Kesehatan Anak Edisi IV. Jakarta: 1985.
Laporan Kasus
ATRIAL SEPTAL DEFECT
Disusun Oleh:
Nadya Fatma Rosalin
1008151921
Pembimbing:
Dr. Shirley Leonita Anggriawan, Sp.A (K)
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
BAGIAN KARDIOLOGI RSUD ARIFIN ACHMAD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2014