Diterbitkan Oleh:
Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional
Ditjen KPI/BK/13/III/2011
i
Sambutan Menteri Perdagangan R.I.
Indonesia memegang peranan yang penting sejak berdirinya ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967.
Peranan Indonesia menjadi semakin penting karena kepemimpinan Indonesia di ASEAN pada tahun
2011. Untuk mendukung kesuksesan Indonesia sebagai Ketua ASEAN, khususnya di bidang perdagangan
dan investasi, maka prakarsa penerbitan serangkaian booklet mengenai Masyarakat Ekonomi ASEAN
dilakukan oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.
Harapan kami agar para pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan manfaat atas rencana-rencana
ASEAN ke depan dan Indonesia sebagai Ketua. Semoga seluruh stakeholders yang ada di Indonesia
mampu memaksimalkan kesempatan yang ada melalui peningkatan kerja sama perdagangan dan
investasi dalam kerangka kerja ASEAN menuju suatu Masyarakat Ekonomi ASEAN yang kuat dan mandiri
serta mengacu pada semboyan ASEAN Community in a Global Community of Nations.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada Sekretariat ASEAN yang telah bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan sehingga
terjemahan publikasi ini dapat diterbitkan.
Mari Elka Pangestu
Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Desember 2010
ii
Kata Pengantar Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional
Sehubungan dengan kepemimpinan Indonesia dalam ASEAN, Kementerian Perdagangan mengambil
prakarsa untuk menerbitkan serangkaian publikasi terkait dengan Perdagangan dan Investasi dalam
rangka turut mendukung kesuksesan serangkaian pertemuan penting ASEAN pada umumnya dan
pertemuan di bidang ekonomi pada khususnya yang akan dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2011.
Publikasi tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN ini bertujuan untuk memberikan informasi singkat dan
padat kepada masyarakat tentang perkembangan penting, karakteristik dan pola integrasi ekonomi
ASEAN dalam rangka mendukung terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Publikasi
ini merupakan terjemahan dari buku “ASEAN Economic Community” yang diterbitkan oleh Sekretariat
ASEAN yang membahas mengenai isu-isu kerja sama ekonomi ASEAN antara lain perdagangan barang,
fasilitasi perdagangan, jasa, investasi, pertanian, kebijakan persaingan usaha, pelindungan konsumen,
hak kekayaan intelektual, pariwisata, usaha kecil dan menengah, perdagangan bebas ASEAN, dan isu
terkait lainnya. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada Sekretariat ASEAN yang telah
bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan sehingga terjemahan publikasi ini dapat diterbitkan.
Semoga pembaca dapat memperoleh pemahaman umum tentang isu-isu ekonomi yang dibahas dalam kerangka kerja ASEAN sehingga
dapat mendukung peranan dan posisi Indonesia di ASEAN.
Gusmardi Bustami
Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional
Kementerian Perdagangan
Desember 2010
iii
Daftar Isi
Halaman
Sambutan Menteri Perdagangan RI ………………………………………………………………………. i Kata Pengantar Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional …………………… ii Daftar Isi …………………………………………………………………………………………………………. iii Perdagangan Barang ………………………………………………………………………………………….. 1 Inisiatif Standar dan Kesesuaian di ASEAN ……………………………………………………………… 3 Jasa ……………..…………………..…………………..…………………..…………………..………………... 4 Investasi................................................................................................................................... 6 Pertanian, Industri, dan Sumber Daya Alam ……………………………………………………………. 8
Kebijakan Persaingan Usaha ………………………………………………….….…………………………. 10 Perlindungan Konsumen ………………………………..…………………..………………….…..……….. 12 Hak Kekayaan Intelektual ……………………………………………………………….………………….. 14 Pariwisata .............................................................................................................................. 17 Usaha Kecil dan Menengah ……………………………………………….……………………..………….. 19 Keterlibatan Sektor Pemerintah dan Swasta …………………………………………………….…….. 21 Prakarsa Untuk Integrasi ASEAN dan Mempersempit Kesenjangan dalam Pembangunan … 23 Hubungan Ekonomi Eksternal ASEAN …………………………………………………………………….. 26 Kantor Pengawasan Ekonomi Makro dan Keuangan ………………………………………………….. 30
1
Perdagangan Barang
Tanya (T): Apa yang ASEAN lakukan untuk mendorong
perdagangan intra ASEAN, meskipun tarif untuk
perdagangan intra ASEAN sebagian besar telah
dihilangkan?
Jawab (J): Tarif Intra ASEAN telah dikurangi secara bertahap
sejak 1993 ketika skema CEPT dilaksanakan. ASEAN Free
Trade Area akhirnya direalisasikan oleh 6 Negara ASEAN pada
tanggal 1 Januari 2010. Rata-rata tarif intra ASEAN untuk
negara pelopor seperti Brunei Darussalam, Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand telah berkurang dari
12,76% tahun 1993 menjadi 0,05% pada 1 Januari 2010.
Rata-rata tarif intra ASEAN sebesar 4,43% pada tahun 2000 –
tahun ketika sepuluh negara anggota ASEAN melaksanakan
CEPT-AFTA dan tarif ini turun menjadi 1,06% pada tahun
2010.
Namun, hal ini tidak berarti bahwa upaya ASEAN untuk
meningkatkan perdagangan intra ASEAN sudah selesai.
Meskipun upaya ASEAN terhadap penghapusan tarif yang
hampir terselesaikan, fokus berikutnya ditujukan kepada
prosedur fasilitasi perdagangan yang mencakup penghapusan
hambatan non tarif terhadap produk pertanian, produk
makanan dan makanan olahan, dan teknik kepabeanan yang
modern sehingga barang-barang dapat dikeluarkan dengan
cepat.
T: Apakah yang dimaksud dengan kesepakatan
perdagangan barang ASEAN (ASEAN Trade in Goods
Agreement – ATIGA) dan bagaimana hubungannya
dengan ASEAN Free Trade Area?
J: Kesepakatan perdagangan Barang ASEAN (ATIGA) berlaku
pada tanggal 17 Mei 2010. Tidak hanya menggantikan
kesepakatan CEPT-AFTA, cakupannya lebih luas dari pada
pendahulunya, apalagi ATIGA juga berisi ketentuan
wilayah seperti fasilitasi perdagangan, kepabeanan,
prosedur sanitary dan phytosanitary, dan hambatan teknis
perdagangan.
ATIGA menyatukan semua dokumen terkait persetujuan
perdagangan barang selama beberapa tahun ini menjadi
satu dokumen. Hal ini membuat ATIGA sebagai acuan
untuk persetujuan perdagangan barang.
2
Di dalam Annex terdapat jadwal tarif tunggal bagi masing
- masing negara anggota ASEAN untuk setiap tahun
hingga tahun 2015. Hal ini meningkatkan transparansi dan
memberikan tingkat kepastian usaha yang lebih tinggi
dalam membuat keputusan investasi.
T: ASEAN telah memposisikan dirinya sebagai
gerbang untuk ASEAN. Bagaimana liberalisasi dan
prosedur fasilitasi perdagangan barang
berkontribusi terhadap pencapaian hal ini?
J:
Memposisikan ASEAN sebagai gerbang Asia berarti
berupaya meningkatkan investasi dalam rangka
mendirikan basis manufaktur untuk ekspor ke negara lain
dalam kawasan. Upaya liberalisasi dan fasilitasi
perdagangan telah dilakukan untuk mendukung hal
tersebut dengan beragam cara.
Upaya dimulai pada usaha manufaktur, khususnya industri
yang berteknologi tinggi, yang membutuhkan suku cadang
dan komponen yang bersumber dari dalam dan luar
ASEAN. Dengan membuat komponen dan suku cadang
yang lebih murah dan lebih cepat diproduksi dapat
menciptakan ASEAN sebagai tempat yang lebih kondusif
untuk basis produksi sehingga dapat menarik investasi
sektor manufaktur.
Upaya pengaturan
ketentuan asal barang
(rules of origin)
bertujuan untuk
mendorong basis
produksi suku cadang
dan komponen di
ASEAN, sehingga
membentuk jejaring
kerja produksi di ASEAN. Selain penetapan kriteria 40%
kandungan lokal regional, ASEAN telah memperkenalkan
metode alternatif dalam pencapaian ASEAN perihal
ketentuan asal barang untuk barang yang diproduksi di
kawasan. Hal ini memberikan produsen pilihan yang lebih
luas dan sama dalam memastikan keberhasilan produk
tersebut untuk dapat menikmati tarif preferensi intra
ASEAN.
3
Inisiatif Standar dan Kesesuaian di ASEAN
T: Kenapa harmonisasi standar merupakan hal yang
penting bagi ASEAN?
J: Standar memainkan peranan penting dalam memastikan
keamanan dan kesesuaian tujuan produk tersebut.
Perbedaaan standar nasional di antara negara-negara
anggota dapat menjadi hambatan teknis perdagangan.
ASEAN menangani hambatan perdagangan tersebut
melalui harmonisasi standar nasional antara negara-
negara anggota dengan mengacu pada standar
internasional. Harmonisasi standar di ASEAN berarti setiap
negara anggota ASEAN memiliki persyaratan dan
perlakuan yang sama ketika menempatkan produknya di
kawasan ASEAN. Dengan demikian, harmonisasi standar
memiliki peran yang penting dalam fasilitasi perdagangan
di ASEAN dan pada saat bersamaan memastikan bahwa
kualitas dan keamanan produk tidak berkurang.
T:
Apakah arti Mutual Recognition Arrangements
(MRA) untuk pengujian kelayakan di ASEAN?
J: Mutual Recognition Arrangements (MRAs) merupakan suatu
kesepakatan pengakuan oleh dua pihak atau lebih untuk
secara bersama-sama mengakui atau menerima sebagian
atau seluruh aspek dari hasil penilaian kesesuaian yang
dilakukan oleh negara lain. Dengan demikian, MRAs di
ASEAN akan mengurangi kebutuhan akan produk untuk
menjalani beberapa tes untuk barang tersebut dapat dijual
atau digunakan di negara ASEAN lainnya sehingga dapat
mengurangi biaya pengujian dan meningkatkan kepastian
akses pasar untuk produk tersebut. Konsumen di ASEAN
juga terjamin kualitas produknya karena telah diuji sesuai
dengan ketentuan MRAs.
4
Jasa
T: Apa yang dilakukan ASEAN di bidang jasa menuju
integrasi ASEAN?
J:
ASEAN sedang membahas pengurangan hambatan
progresif di bidang penyediaan dan perdagangan jasa.
Pada tahun 2015, ASEAN berharap dapat mencapai
liberalisasi substansial dalam bidang jasa yang
memungkinkan banyak jasa penting di ASEAN yang akan
dipasok baik melalui lintas batas atau melalui
pembentukan perusahaan lintas batas negara untuk
menyediakan jasa tersebut. ASEAN juga bekerja
memfasilitasi mobilitas yang lebih besar dari profesional
ASEAN agar dapat menyediakan jasa mereka di daerah
melalui Mutual Recognition Arrangements (MRAs).
T: Bagaimana penghapusan hambatan di sektor jasa
dilaksanakan di ASEAN dan sejauh mana
penghapusan hambatan tersebut dilakukan?
J: Penghapusan hambatan jasa di ASEAN dilakukan melalui
beberapa putaran negosiasi, di mana setiap putaran
menghasilkan kemajuan dengan makin banyaknya sektor
yang semakin diliberalisasi dan mengurangi pembatasan
untuk penyediaan jasa lintas batas nasional. Saat ini,
ASEAN melakukan Negosiasi Putaran ke-6, yang
menghasilkan paket 8 komitmen. ASEAN berharap dapat
tercapainya liberalisasi secara substansial yang mengarah
ke pergerakan jasa yang bebas hambatan pada tahun
2015, sebagaimana diamanatkan dalam Cetak Biru
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
T: Apa pentingnya jasa bagi ASEAN?
J: Jasa merupakan komponen yang sangat penting dalam
perekonomian ASEAN dengan kontribusi antara 40 - 70%
dari GDP / Pendapatan Nasional Bruto. Perdagangan Jasa
ASEAN memiliki pangsa 5% dari perdagangan dunia dalam
layanan komersial senilai US$ 343 miliar pada 2009.
Selanjutnya PMA di sektor jasa telah mencapai lebih dari
50% dari total PMA ASEAN.
5
T: Mengapa pemerintah ASEAN membuka pasar jasa
mereka untuk kompetisi asing?
J: Dengan membuka pasar jasa untuk persaingan luar
negeri, negara-negara ASEAN (sama halnya dengan
negara lain di dunia yang memulai upaya penghapusan
hambatan) berharap untuk mendorong persaingan di
pasar dalam negeri dan memastikan kuantitas yang lebih
tinggi serta kualitas penyediaan di berbagai sektor jasa.
Sektor jasa yang sehat seperti jasa keuangan,
telekomunikasi dan transportasi merupakan masukan
strategis untuk semua sektor lain dalam perekonomian,
baik barang dan jasa. Liberalisasi juga memungkinkan
untuk kebijakan yang lebih transparan dan dapat
diprediksi. Oleh karena itu akan mendorong tingkat PMA
yang lebih tinggi. Hal tersebut akan meningkatkan dan
memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi.
6
Investasi
T: Langkah apa yang ditempuh oleh ASEAN untuk
membuat sebuah wilayah lebih menarik sebagai
tempat investasi?
J: ASEAN adalah wilayah yang dinamis dan berkembang.
Perkembangan PDB untuk tahun 2010 diprediksi dapat
melampaui 6%, salah satu wilayah dengan tingkat
pertumbuhan tertinggi di dunia. Populasinya yang
mendekati 600 juta orang menarik perhatian yang besar
bagi investor dan bisnis. Namun, mengingat lingkungan
global yang tidak menentu, ASEAN telah melakukan
langkah-langkah untuk membuat wilayahnya menjadi
tempat yang lebih menarik bagi investasi.
Langkah-langkah ini termasuk tinjauan terhadap dua
perjanjian investasi, Perjanjian untuk Promosi dan
Perlindungan Investasi 1987 (dikenal sebagai Perjanjian
Jaminan Investasi atau "ASEAN IGA"), dan Kerangka
Perjanjian tentang ASEAN Investment Area 1998 (AIA)
atau "Perjanjian AIA", serta dua Protokol terkait. Kedua
perjanjian ini kemudian digabungkan menjadi satu
perjanjian yang dikenal sebagai ASEAN Comprehensive
Investment Agreement (ACIA). ACIA dirampungkan pada
tahun 2008 dan ditandatangani pada Februari 2009.
Berdasarkan ACIA, ASEAN akan memulai program
peninjauan dan mengurangi pembatasan yang ada,
mengadopsi praktik terbaik dan meningkatkan kegiatan
promosi.
Selain itu, ASEAN telah menyelesaikan sejumlah perjanjian
investasi dengan mitra dialog seperti, Cina,
Australia/Selandia Baru dan Korea. Saat ini sedang
dilaksanakan negosiasi perjanjian serupa dengan India
dan Jepang.
Sebagai tambahan, langkah-langkah menuju integrasi
ASEAN pada tahun 2015, mengarah pada terciptanya
pasar tunggal dan berbasis produksi, dan diharapkan
dapat meningkatkan ASEAN sebagai tujuan utama
investasi.
7
T: Bagaimana kawasan ASEAN diposisikan dalam hal
arus PMA dan sumber-sumber utama untuk
investasi?
J: Kawasan ASEAN biasanya menarik banyak penanam
modal asing karena dinamis dan pertumbuhan
perekonomian yang cepat di kawasan ini. ASEAN
menyumbang lebih dari 10% pada PMA yang mengalir ke
negara-negara berkembang selama dekade ini dan sekitar
4% dari arus PMA global. Para investor tertinggi adalah
Uni Eropa, Jepang dan Amerika Serikat, namun investor
ASEAN meningkat dengan pesat, terhitung lebih dari 10%
dari total PMA ASEAN dalam beberapa tahun terakhir.
T: Apa saja tantangan bagi ASEAN dalam rangka
mempertahankan statusnya sebagai tujuan
investasi utama?
J: ASEAN berhadapan dengan persaingan dari kawasan lain
untuk arus modal yang semakin langka pada saat kondisi
ekonomi global sedang tidak menentu. Selain itu,
munculnya Brazil, Rusia, India dan China (BRICs) bisa
menggeser pusat investasi ke kawasan tersebut dan
kebijakan investasi ASEAN akan perlu proaktif agar dapat
bersaing untuk memperoleh arus modal tersebut.
ASEAN perlu terus mendesain ulang untuk menarik
investasi bernilai tambah yang lebih tinggi, seperti
teknologi intensif termasuk teknologi hijau untuk dapat
terus bersaing.
Komitmen terhadap upaya integrasi ekonomi ASEAN juga
perlu dipertahankan sebagai pasar tunggal yang
terintegrasi, karena akan memberikan dorongan lebih
besar untuk arus masuk PMA.
8
Pertanian, Industri, dan Sumber Daya Alam
T: Bagaimana upaya ASEAN untuk mencapai
ketahanan pangan di kawasan ini?
J: Ketahanan pangan telah menjadi agenda terdepan ASEAN.
Berdasarkan Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN dan
Masyarakat Sosio-Budaya ASEAN, Pemimpin ASEAN
mengadopsi Kerangka Ketahanan Pangan Terintegrasi
ASEAN/ASEAN Integrated Food Security (AIFS) dan
Rencana Aksi Strategis untuk Ketahanan Pangan atau
Strategic Plan of Action for Food Security di ASEAN (SPA-
FS) ( tahun 2009-2013). Tujuan dari kerangka AIFS dan
SPA-FS adalah untuk mencapai ketahanan pangan dalam
jangka panjang dan penghidupan yang berkelanjutan bagi
petani di ASEAN. Ketahanan pangan terjadi saat semua
orang, dapat mengakses makanan yang aman dan bergizi
yang memenuhi kebutuhan makanan mereka dan
preferensi makanan untuk kehidupan yang aktif dan sehat
serta cukup secara fisik dan ekonomi. Hal ini dapat dicapai
dengan memperkuat kebijakan ketahanan pangan
nasional, inisiatif, dan cadangan ketahanan pangan
regional, mempromosikan perdagangan makanan pasar
yang kondusif, meningkatkan sistem informasi ketahanan
pangan sebagai dasar bagi kebijakan nasional dan regional
dan pengambilan keputusan, mempromosikan inovasi
pertanian, investasi lebih besar terhadap produktivitas
yang lebih tinggi, kemitraan publik-swasta, dan isu-isu
yang muncul yang secara langsung berhubungan dengan
ketahanan pangan (contoh: pengembangan bio-energi,
adaptasi dan imitasi terhadap perubahan iklim).
T: Bagaimana ASEAN menanggulangi dampak
perubahan iklim dalam konteks ketahanan pangan?
J: Dengan keprihatinan yang semakin besar atas dampak
perubahan iklim (contoh, iklim yang ekstrem, kenaikan air
laut, hilangnya keanekaragaman hayati, munculnya dan
kemunculan kembali penyakit dan hama, dan hal lainnya),
ASEAN sedang mengembangkan Prakarsa Perubahan Iklim
ASEAN atau ASEAN Climate Change Initiative (ACCI). Di
bidang pertanian dan kehutanan, Kerangka Kerja Multi-
sektoral ASEAN tentang Perubahan Iklim: Pertanian dan
Kehutanan terhadap Keamanan Pangan/Agriculture and
Forestry towards Food Security (AFCC) telah
dikembangkan sejak 2009. Melalui kerja sama dan
koordinasi di pertanian (tanaman, perikanan, peternakan),
kehutanan, lingkungan, energi dan sektor kesehatan
publik,
9
AFCC dipersiapkan untuk berkontribusi pada ketahanan
pangan melalui pemanfaatan efisiensi sumber daya air
tanah dengan meminimalkan dampak dan kontribusi
terhadap perubahan iklim. Hal ini akan dicapai melalui
penguatan informasi regional, komunikasi dan sistem
pengetahuan dan jaringan pada perubahan iklim dan
ketahanan pangan; kompilasi, pengembangan dan
pelaksanaan tindakan mitigasi dan adaptasi;
mengintegrasikan mitigasi perubahan iklim dan strategi
adaptasi ke dalam kerangka pembangunan ekonomi dan
sosial kebijakan, dan pengembangan kerangka strategis
multi-sektoral yang lebih komprehensif dan pelaksanaan
roadmap, termasuk tendensi AFCC dalam ACCI secara
keseluruhan. Selain kerja sama multi-sektoral, AFCC
berupaya menyediakan landasan regional untuk pemangku
kepentingan yang relevan (yaitu, sektor swasta, organisasi
masyarakat sipil, petani, dan lain sebagainya) untuk
terlibat dalam pelaksanaan kerangka kerja tersebut.
T: Dengan meningkatnya permintaan akan produk-
produk hewani, bagaimana ASEAN memastikan
keamanan produk dan pengendalian perubahan
penyakit hewan lintas batas, khususnya zoonosis
alam yang dapat mengancam kesehatan publik?
J: Pada saat memperluas pengembangan sektor peternakan,
ASEAN juga berupaya untuk memastikan produk hewan
yang aman dan berkualitas melalui peningkatan kesehatan
hewan dan pengawasan yang lebih baik, juga
pemberantasan penyakit hewan lintas batas khususnya
yang bersifat zoonosis, yang dapat mengancam kesehatan
publik. Dalam memajukan usaha tersebut, ASEAN
mengadopsi empat pendekatan khusus tetapi saling
berkaitan, yaitu: i) meningkatkan kesehatan hewan dalam
negeri, terutama layanan kesehatan hewan melalui
pengaturan yang baik dengan dukungan hukum dan
kelembagaan; ii) memperkuat koordinasi regional pada
kesehatan hewan dan zoonosis; iii) penguatan kerja sama
multi-sektoral mengenai isu-isu yang berhubungan dengan
kesehatan sesuai dengan konsep "One World, One
Health"; dan iv) meningkatkan pengaturan kemitraan dan
kerja sama dengan mitra pembangunan dan lembaga
donor, berdasar keunggulan komparatif mereka. Harus
ditekankan bahwa menjaga kesehatan dan pengendalian
penyakit hewan pada sumbernya sangat penting. Belajar
dari pengalaman masa lalu, telah dikembangkan dan
diimplementasikan roadmap untuk pengendalian dan
pemberantasan penyakit zoonosis (yaitu avian influenza
yang sangat patogen, rabies, dll).
10
Kebijakan Persaingan Usaha
T:
Negara-negara mana saja di ASEAN yang memiliki
hukum persaingan usaha dan otoritas yang
berwenang di bidang persaingan usaha?
J: Saat ini baru Indonesia, Singapura, Thailand dan Vietnam
yang memiliki undang-undang persaingan usaha dan
otoritas yang berwenang di bidang persaingan usaha.
Kamboja dan Filipina sedang dalam proses penyusunan
undang-undang persaingan usaha. Negara-negara lainnya
Brunei Darussalam, Laos dan Myanmar masih pada tahap
awal rancangan kebijakan tentang persaingan dan hukum
pembangunan. Saat ini, Malaysia’s Competition Bill
disahkan oleh Parlemen pada bulan Mei 2010 dan sedang
menunggu persetujuan Kerajaan untuk dapat berlaku
sebagai hukum.
T: Apa tanggung jawab badan sektoral ASEAN atas
kebijakan persaingan usaha dan apa fokus utama
dari kegiatan-kegiatannya?
J. Pada Agustus 2007, Menteri Ekonomi ASEAN menyetujui
pembentukan Kelompok Ahli ASEAN di Bidang Persaingan
Usaha atau the ASEAN Experts Group on Competition
(AEGC) sebagai forum regional untuk membahas dan
bekerja sama dalam kebijakan persaingan usaha dan
hukum. AEGC pertama kali diadakan pada tahun 2008 dan
untuk tiga sampai lima tahun ke depan, telah sepakat
untuk fokus pada kemampuan pembangunan kebijakan
persaingan usaha yang berhubungan dan praktik terbaik di
Negara Anggota ASEAN; mengembangkan Pedoman
ASEAN Regional untuk Kebijakan Persaingan Usaha dan
menyusun Buku Panduan tentang Kebijakan dan Hukum
Persaingan Usaha di ASEAN untuk Bisnis. Pedoman dan
Buku Pegangan Cetak Biru MEA ditargetkan selesai pada
tahun 2010.
11
T:
Apa tantangan di tahun 2015 dan selanjutnya
dalam kebijakan persaingan usaha dan hukum di
ASEAN?
J: Tantangannya antara lain: (i) cara yang efisien dan sarana
pengalokasian sumber daya untuk mencapai tingkat
kompetisi minimum yang komprehensif pada Negara
Anggota ASEAN atau ASEAN Member States karena
tingkat kemampuan yang beragam dan implementasi
kebijakan dan hukum persaingan usaha di antara
negara anggota ASEAN; (ii) mendefinisikan dan
mengadopsi komponen konvergensi dalam perkembangan
kebijakan dan hukum persaingan usaha atau suatu
rezim yang komprehensif di antara kebijakan dan
hukum persaingan usaha negara anggota ASEAN; dan
(iii) merancang mekanisme kerja sama antar otoritas
persaingan di ASEAN.
12
Perlindungan Konsumen
T: Negara mana saja di ASEAN yang memiliki undang-
undang perlindungan konsumen?
J: Saat ini, enam negara anggota ASEAN - yaitu Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam telah
memiliki perangkat hukum perlindungan konsumen.
Negara-negara lainnya seperti Brunei Darussalam,
Kamboja, Laos dan Myanmar belum memiliki perangkat
peraturan tersebut. Negara-negara ini, kecuali Myanmar,
dalam proses penyusunan undang-undang perlindungan
konsumen mereka. Sementara itu untuk beberapa negara,
unsur perlindungan konsumen telah tercakup dalam
legislasi terpisah di berbagai sektor dan industri untuk
mencapai tujuan perlindungan konsumen.
T: Badan sektoral ASEAN manakah yang bertanggung
jawab atas perlindungan konsumen dan apa yang
menjadi fokus utama kegiatannya?
J: Perlindungan konsumen merupakan wilayah baru pada
kerja sama regional. Ketika memulai Cetak Biru
Masyarakat Ekonomi ASEAN, kerja sama antar pemerintah
dalam Komite Koordinasi ASEAN di Bidang Perlindungan
Konsumen atau ASEAN Coordinating Committee on
Consumer Protection, kemudian berganti nama menjadi
Komite ASEAN di Bidang Perlindungan Konsumen atau
ASEAN Committee on Consumer Protection (ACCP),
dilakukan mulai bulan Agustus 2007. Komite ASEAN di
Bidang Perlindungan Konsumen, dan tiga Kelompok Kerja
(Rapid Alert System & Information Exchange, Cross Border
Consumer Redress, and Training & Education), menjadi
titik fokus untuk pelaksanaan dan pemantauan terhadap
pengaturan dan mekanisme regional, dan untuk
mendorong pembangunan yang berlanjut pada
perlindungan konsumen di ASEAN.
Dalam rangka mengarahkan pelaksanaan inisiatif dan
komitmen Cetak Biru MEA, pendekatan strategis terhadap
perlindungan konsumen telah diadopsi oleh Komite ASEAN
di Bidang Perlindungan Konsumen. Pendekatan ini berisi
langkah-langkah kebijakan dan rincian prioritas kegiatan
pelaksanaan dengan jangka waktu spesifik, termasuk
pengembangan pada: (i) pemberitahuan dan mekanisme
pertukaran informasi pada tahun 2010; (ii) mekanisme
ganti rugi untuk konsumen lintas batas pada tahun 2015;
dan (iii) strategi roadmap untuk capacity building pada
tahun 2010.
13
T: Apa tantangan pada tahun 2015 dan kedepannya
untuk perlindungan konsumen dan hukum di
ASEAN?
J: Area utama dari peningkatan kapasitas di tingkat regional
dan nasional harus diidentifikasi, diprioritaskan dan
ditangani. bantuan teknis dan keuangan substansial dari
Mitra ASEAN Dialog dan organisasi akan diperlukan dalam
proses mengembangkan dan mempromosikan kebijakan
nasional, hukum dan pengaturan kelembagaan tentang
perlindungan konsumen. Selain itu, globalisasi dan
integrasi regional menimbulkan tambahan kompleksitas
dan kesulitan dalam perlindungan konsumen yang harus
dikelola oleh semua Negara Anggota ASEAN. Khususnya,
peningkatan volume dan nilai perdagangan dalam negeri
dan lintas batas, serta kemajuan dan cepatnya
perkembangan dalam teknologi komunikasi, produksi dan
e-commerce.
Dengan dukungan dari Sekretariat ASEAN, Komite ASEAN
di Bidang Perlindungan Konsumen perlu bekerja sama
dengan mitra dialog, organisasi internasional dan sektor
swasta untuk berkolaborasi dalam pelaksanaan kegiatan
dan program. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan dan
mendiversifikasi keahlian teknis negara anggota ASEAN,
kapasitas kelembagaan dan pengalaman kebijakan.
Terkait dengan hal tersebut, pelajaran dan pengetahuan
yang diperoleh oleh pemrakarsa sebelumnya menjadi
relevan untuk pertimbangan kebijakan di eegara anggota
ASEAN, terutama terkait dengan desain dan pelaksanaan
kegiatan penegakan hukum serta jangkauan masalah lain
yang bersifat legislatif dan operasional.
14
Hak Kekayaan Intelektual
T: Apakah tanggung jawab badan sektoral ASEAN
bagi Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) dan apa
sajakah fokus-fokus dalam setiap kegiatannya?
J:
Kelompok Kerja ASEAN untuk Bidang Kerja Sama
Kekayaan Intelektual atau ASEAN Working Group on
Intellectual Property Cooperation (AWGIPC) telah
bertindak sebagai badan koordinasi untuk pengembangan
sistem Kekayaan Intelektual (KI) di dalam ASEAN dan juga
pengembangan profil umum secara regional dalam lingkup
HKI. Kegiatan kerja sama terus menerus dilanjutkan agar
tercipta simplifikasi, harmonisasi, pendaftaran, dan
perlindungan terhadap HKI di berbagai daerah.
AWGIPC juga menyediakan suatu landasan untuk
pertukaran informasi dan pandangan terhadap
pengembangan KI baik secara regional maupun
internasional, serta bertindak sebagai focal point dalam
mempersatukan pengembangan secara eksternal dan
mitra dialog dalam kegiatan kerja sama kekayaan
intelektual. Kegiatan AWGIPC berpedoman pada Rencana
Aksi HKI ASEAN atau ASEAN Intellectual Property Right
Action Plan 2004 – 2010, Rencana Kerja untuk Kerja Sama
ASEAN atau Work Plan for ASEAN Cooperation untuk hak
cipta tahun 2005, dan Cetak Biru Masyarakat Ekonomi
ASEAN tahun 2007.
T: Apa sajakah program-program dan aktivitas yang
telah diimplementasikan oleh AWGIPC dalam
kerangka kerja sama regional di lingkup HKI
(sesuai dengan yang dimaksud dalam Cetak Biru
MEA)?
J: Yang termasuk dalam kegiatan untuk memastikan
gambaran umum regional dan pengertian mengenai HKI
dalam konteks Cetak Biru MEA adalah: Pertama, peraturan
suatu negara dan kajian regional mengenai kontribusi
secara ekonomi pada industri hak cipta dalam Negara
Anggota ASEAN. Pertemuan-pertemuan tentang aksesi
yang telah disesuaikan dengan sistem Madrid untuk
pendataan merek dagang secara pendataan internasional;
dan menyediakan proyek percontohan untuk ASEAN
Patent Examination Co-Operation (ASPEC) dan ASEAN “IP
Direct”. Kedua, upaya-upaya yang sudah berjalan tersebut
dibuat dengan maksud untuk bertukar pengalaman
tentang kebijakan-kebijakan di antara anggota-anggota
yang sudah ada dan melanjutkan aksesi yang sudah
disetujui ke dalam perjanjian umum kekayaan intelektual
15
untuk membangun suatu simplifikasi dan harmonisasi dari
berbagai prosedur dan regulasi menyangkut HKI; dan
memonitor pelaksanaan TRIPs pada sektor hukum dan
regulasi di dalam Negara Anggota ASEAN secara rutin.
Ketiga, adanya suatu program aktif di bidang
pembangunan kapasitas regional dengan fokus, antara
lain, fleksibilitas sesuai dengan perjanjian TRIPs, arbitrasi,
dan mediasi dalam mengatasi sengketa mengenai
kekayaan intelektual, Protokol Madrid, penguatan, dan
manajemen hak cipta serta hak-hak terkait lainnya dalam
lingkungan digital. Sekitar 3000 pakar profesional ASEAN
telah berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan ini dalam
kurun beberapa tahun terakhir.
T:
Apakah yang menjadi tantangan dan kesempatan
bagi kekayaan intelektual di ASEAN?
J: Adanya keterbatasan sumber daya manusia yang terampil
dan berpengalaman serta adanya keterbatasan
kemampuan masing-masing institusi di Sekretariat ASEAN
(ASEC) dan di negara anggota ASEAN. Untuk peningkatan
kapasitas dan tujuan-tujuan lainnya, ASEC dan ASEAN
sangat perlu untuk mengeksplorasi secara lebih intensif
dan dengan sebaik mungkin untuk mendapatkan sumber-
sumber dan modalitas serta keahlian baru yang dapat
diperoleh dari mitra dialog dan donor-donor lainnya.
Berbagai upaya telah dibuat untuk mengimplementasikan
pendekatan “ASEAN – helps - ASEAN” di mana pun
memungkinkan, termasuk pertukaran informasi dari
pembelajaran suatu kebijakan dan peningkatan wawasan
yang didapat oleh negara anggota ASEAN dalam aksesi
perjanjian internasional dan implementasi hak kekayaan
intelektual-kegiatan dan program yang terkait dengan hal
itu.
Sebagai tambahan, kekayaan intelektual atau intellectual
property (KI) dan hak kekayaan intelektual atau
intellectual property rights (HKI) serta hal-hal lain terkait
dengannya saat ini secara teknis menjadi sangat kompleks
dan mencakup area yang luas. KI dan HKI juga mencakup
wilayah yang lebih luas lagi seperti indikasi geografi,
pengetahuan tradisional, sumber daya genetik, dan
kebebasan kesenian tradisional. Infrastruktur dan keahlian
di bidang KI sangat bervariasi dalam ASEAN, terutama
disebabkan adanya perbedaan yang signifikan antara
ASEAN-6 dan ASEAN-4. Beberapa perbedaan berimplikasi
pada keadaan sebenarnya sehingga intensitas pola kerja
sama regional, dan bantuan teknik tersebut diperlukan
oleh negara ASEAN serta sedapat mungkin sesuai dengan
subgroup dalam negara anggota ASEAN.
16
Secara umum, pembangunan kapasitas dan
peningkatannya membutuhkan upaya-upaya berkelanjutan
dari kedua belah pihak baik, pihak donor atau penerima
bantuan untuk jangka waktu panjang. ASEAN perlu
bermitra lebih dekat kepada mitra dialog, organisasi-
organisasi internasional, dan sektor swasta untuk
memprioritaskan kegiatan bersama yang saling
menguntungkan dan menjadi perhatian bersama.
17
Pariwisata
T: Bagaimana upaya ASEAN untuk mensukseskan
promosi dan pemasaran pariwisata pada satu
kawasan tersebut?
J: Promosi dan pemasaran pariwisata telah menjadi agenda
paling depan dalam kerja sama pariwisata ASEAN.
Kampanye “Visit ASEAN” telah menjadi fokus utama pada
pemasaran regional melalui kegiatan bersama-sama dan
juga promosi bersama di pasar utama, seperti China, ROK
dan Australia sebagai implementasi oleh ASEAN
Promotional Chapter for Tourism (APCT), melalui
perwakilan Operator Nasional Pariwisata ASEAN. Sesuai
ketentuan Roadmap for Integration of Tourism Sector
(RITS) 2004-2010, pemasaran wilayah ASEAN sebagai
tujuan utama wisatawan dengan berbagai macam atraksi
dan dilengkapi dengan fasilitas berstandar dunia telah
diimplementasikan sebagai strategi pemasaran yang
secara aktif melibatkan pihak swasta yang diwakili oleh
ASEANTA (ASEAN Tourism Association). Dengan moto
baru “Southeast Asia feel the Warmth” dan website
pemasaran yang baru yaitu www.southeastasia.org yang
menyoroti betapa beragamnya daerah tujuan wisata di
negara anggota ASEAN telah diluncurkan di ITB Berlin
pada bulan Maret 2010. Hal ini akan menjadi sebuah co-
brand bersamaan dengan kampanye pemasaran ASEAN
lainnya yang sudah ada.
T: Dengan melihat pertumbuhan permintaan
pengelolaan pariwisata yang profesional, bagaimana
cara ASEAN memastikan kualitas dan kapasitas
sumber daya manusia di wilayah ini?
J:
Untuk memastikan kualitas dari pemberian pelayanan
pariwisata di wilayah ini, The ASEAN Tourism Ministers telah
menyepakati sebuah Mutual Recognition Arrangement
(MRA) di bidang tenaga profesional kepariwisataan pada
bulan Januari 2009. MRA direncanakan guna memfasilitasi
mobilitas dari profesionalitas pariwisata dalam satu wilayah
dan juga untuk meningkatkan kesetaraan sumber daya
manusia bidang pariwisata di satu wilayah, dengan
menggunakan standar kompetensi minimum untuk
pariwisata di lingkungan ASEAN. MRA akan meningkatkan
kepercayaan diri wilayah ini melalui pelatihan pariwisata dan
kualifikasi yang akan menstimulasi investasi antar wilayah
dan juga untuk melihat perputaran sumber daya manusia
pada sektor ini. Dalam rangka melihat implementasi yang
telah ditentukan oleh MRA, Komite Pengawasan Profesional
Pariwisata ASEAN atau ASEAN Tourism Professional
18
Monitoring Committee telah melakukan pertemuan pada
bulan Juni 2010
T: Bagaimana komitmen ASEAN dalam rangka
meningkatkan pariwisata pelayaran di kawasan
tersebut?
J: Untuk pariwisata pelayaran, Kelompok Kerja Pelayaran
ASEAN (ASEAN Cruise Working Group) telah menetapkan
untuk meningkatkan fasilitasi pariwisata pelayaran di
ASEAN, melalui konsultasi rutin antara petugas pariwisata
pelayaran dan Kelompok Kerja Transportasi Maritim.
Negara-negara anggota ASEAN telah membuat komitmen
yang kuat untuk mengembangkan industri pelayaran dan
membentuk suatu wadah yang menyediakan informasi
yang dibutuhkan, sehingga dapat memenuhi nilai
penjualan dan mitra industri. Data yang informatif dan
terpadu tentang informasi pelabuhan seperti operasional
pelabuhan, pelayanan pelabuhan, pabean dan imigrasi,
serta informasi bagi wisatawan yang membantu para
wisatawan membuat keputusan untuk menentukan tujuan
berlayar dapat dilihat
pada www.cruiseasean.com. Kelompok Kerja Pelayaran
ASEAN telah sukses mempromosikan pariwisata pelayaran
ASEAN dalam beberapa kegiatan internasional seperti
pada peluncuran website ASEAN Cruise saat Seatrade
pada bulan Maret 2007 di Miami dan mempromosikan
pariwisata pelayaran ASEAN pada kegiatan China
International Travel Mart di Kunming. Data statistik
mengenai pariwisata pelayaran menunjukkan hasil yang
baik, dan diperkirakan akan terus tumbuh.
19
Usaha Kecil Dan Menengah T:
Badan sektoral ASEAN manakah yang bertanggung
jawab terhadap Usaha Kecil dan Menengah atau
Small and Medium Enterprises (UKM) dan apakah
fokus utama dari setiap kegiatannya?
J: Beranggotakan perwakilan dari Badan UKM ASEAN atau
ASEAN SME Agencies, kelompok kerja UKM ASEAN telah
menetapkan untuk mempertahankan gambaran
menyeluruh kerja sama dan pengembangan UKM di
wilayah ASEAN. Kelompok kerja UKM memformulasikan
beberapa kebijakan, program, dan kegiatan serta
pelayanan sebagai suatu forum konsultasi dan koordinasi
bagi kerja sama UKM negara anggota ASEAN. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan status UKM di seluruh
negara anggota melalui pendekatan yang beragam
meliputi peningkatan kapasitas, fasilitasi perdagangan,
dan perdagangan lintas batas demi memastikan
pengembangan UKM sesuai dengan proses yang telah
berlangsung dari integrasi ASEAN melalui pendirian
Masyarakat Ekonomi ASEAN.
T:
Apa sajakah program dan kegiatan kerja sama
sektor UKM di lingkup regional yang telah
diimplementasikan oleh kelompok kerja UKM
(sesuai dengan Cetak Biru MEA)?
J:
Kerja sama regional di sektor UKM berpedoman pada
Cetak Biru Kebijakan ASEAN untuk pengembangan UKM
2004-2014. Rencana aksi strategis untuk pengembangan
UKM di wilayan ASEAN tahun 2010-2015, diadopsi pada
tahun 2010 yang dibangun berdasarkan hasil yang telah
direalisasikan sesuai dengan ASEAN Policy Blueprint for
SMEs Development (APBSD) dan menggabungkan seluruh
SME yang terkait dengan komitmen regional.
Secara khusus, lima hal penting yang ditujukan untuk
sektor UKM sesuai dengan Cetak Biru MEA adalah
pembentukan: (a) sebuah kurikulum bersama bagi para
pelaku usaha di wilayah ASEAN, di mana Indonesia dan
Singapura sebagai Negara pemimpin (2008-2009); (b)
pusat pelayanan UKM yang komprehensif dengan
menghubungkan regional dan sub-regional di antara
negara-negara anggota, di mana Thailand dan Vietnam
sebagai Negara pemimpin (2010-2011); (c) fasilitas
keuangan UKM di masing-masing Negara anggota, di
mana Malaysia dan Brunei Darussalam sebagai negara
20
pemimpin (2010-2011); (d) sebuah program regional
dengan skema magang untuk pertukaran dan kunjungan
para staf dalam rangka pelatihan, di mana Myanmar dan
Filipina sebagai negara pemimpin (2012-2013); dan (e)
sebuah pengembangan pendanaan untuk UKM agar dapat
digunakan sebagai sumber pendanaan bagi UKM yang
merupakan unit bisnis di ASEAN, dimana Laos dan
Thailand sebagai Negara pemimpin (2014-2015).
T:
Apa sajakah tantangan UKM di wilayah ASEAN
untuk tahun 2015 dan seterusnya?
J: UKM tetap menjadi sumber utama lapangan kerja dan
pendapatan di banyak negara ASEAN. Program terbaru
yang diimplementasikan di negara anggota ada kaitannya
dengan: (a) pembentukan kurikulum bersama bagi para
pelaku usaha di ASEAN; (b) identifikasi praktek terbaik
dalam pembentukan fasilitas keuangan SME; dan (c)
sistem nasional e-commerce dan penggunaannya untuk
meningkatkan efisiensi dan daya saing. Kerja sama ASEAN
untuk pengembangan UKM, yang dimulai sejak 1995, telah
memberikan dorongan yang besar melalui pengembangan
jaringan produksi secara global dan regional.
Namun, pendanaan kegiatan UKM tetap menghadapi
berbagai tantangan. Sampai saat ini, beberapa prakarsa
dari UKM telah diimplementasikan berdasarkan
pengembangan sendiri atau melalui pendekatan ASEAN-
helps-ASEAN di mana masing-masing Negara anggota
memobilisasi sumber daya mereka masing-masing guna
mengimplementasikan proyek pengembangan UKM atau
memfasilitasi partisipasi dari negara anggota lainnya
dalam proyek tersebut.
21
Keterlibatan Sektor Pemerintah dan Swasta T:
Mengapa keterlibatan sektor pemerintah dan
swasta sangat penting?
J: Kita hidup pada zaman pemerintahan yang lebih “efisien
dan kejam”. Dengan demikian, masyarakat bisnis
seharusnya lebih penting sebagai kekuatan pendorong
dalam integrasi regional dan pembentukan masyarakat
ekonomi ASEAN (MEA). Keterlibatan sektor pemerintah
dan swasta akan membawa sinergi yang baik dan
eksternalitas yang positif. Untuk memastikan dan
mengembangkan perpaduan, praktek, dan transparansi
dari kinerja pemerintahan yang sama baiknya seperti
prakarsa bisnis melalui industri-industri, perekonomian
masing-masing individu, dan AEC itu sendiri.
T: Apakah peran utama sektor swasta dalam
pembangunan AEC dan integrasi East Asian?
J: Sektor swasta adalah salah satu pemangku kepentingan
utama dan telah memainkan peran yang sangat krusial
dalam pengembangan, pengintegrasian, dan
pengglobalisasian di banyak aspek. Kebijakan, masukan
dan kemitraan sektor swasta merupakan hal yang sangat
penting dalam pembuatan prakarsa dan strategi regional
yang berprinsip pada efektifitas biaya. Selain itu juga
membantu dalam mengidentifikasi masalah yang muncul
dalam pengimplementasian integrasi regional dan
pembentukan MEA. Industri-industri dan usaha-usaha di
wilayah ASEAN adalah kunci dan pemain utama dalam
rantai pasokan dan jaringan produksi untuk berbagai
produk baik secara regional maupun secara global.
Sebagai contoh, entitas sektor bisnis tidak tidak hanya
memastikan realisasi penuh perdagangan dan kesempatan
investasi seperti yang telah dibuka oleh ASEAN FTAs,
khususnya negara-negara yang termasuk dalam ASEAN
Plus Three. Mereka juga menjadi pedoman dalam
arsitektur perkonomian baru yang saling tergantung di
Asia Timur, sama halnya seperti Asia Timur dan ekonomi
global secara umum.
22
T: Bagaimana keterlibatan sektor pemerintah dan
swasta dioperasionalisasikan di dalam ASEAN?
J: Sekitar 35% dari sekitar 100 (seratus) badan sektoral
ASEAN yang terkait dengan MEA, telah terkait dengan
asosiasi sektor swasta dan menjadi perwakilan dalam
lingkup rutin atau ad-hoc. Secara khusus, perwakilan
sektor swasta juga telah berpartisipasi secara aktif dalam
diskusi mengenai MRA, dan dalam pertemuan pada Dewan
Pembuat Peraturan Telekomunikasi ASEAN atau ASEAN
Telecommunication Regulators Council. Sektor swasta juga
telah membantu kelompok kerja ASEAN di bidang kerja
sama kekayaan intelektual.
Pada tingkat regional, yang termasuk dalam alat utama
bagi Public Private Engagement (PPE) adalah Consultative
Meeting on Priority Sectors (COPS), Coordinating
Conference on AEC (ECOM), dan ASEAN Business Advisory
Council (ABAC). ABAC secara aktif menyelenggarakan KTT
Bisnis dan Investasi secara tahunan dan selalu memberi
masukan untuk pemimpin-pemimpin ASEAN dan Menteri-
menteri bidang ekonomi di negara ASEAN. Pemangku
kepentingan lainnya dalam PPE adalah ASEAN Chamber of
Commerce and Industry (ASEAN CCI), dengan catatan
banyak anggota ASEAN CCI yang juga sebagai anggota
ABAC.
Baru-baru ini, PPE telah ditingkatkan perannya melalui
dialog rutin antara Menteri bidang Ekonomi di ASEAN dan
ASEAN BAC plus perwakilan dari asosiasi industri. Yang
termasuk dalam asosiasi ini adalah ASEAN Federation of
Textile Industries dan ASEAN Automotive Federation.
Beberapa rekomendasi penting telah muncul pada
konsultasi-konsultasi dan berada dibawah pertimbangan
dari badan sektoral ASEAN yang bersangkutan.
23
Prakarsa Untuk Integrasi ASEAN dan Mempersempit Kesenjangan dalam Pembangunan
T: Apakah yang ASEAN lakukan untuk membantu
negara-negara anggota yang baru berintegrasi
dengan negara anggota ASEAN lainnya?
J: Pemimpin ASEAN menyadari bahwa dalam memajukan
pembangunan suatu masyarakat, maka kesenjangan
pembangunan yang ada di antara anggota ASEAN perlu
dijembatani, terutama dalam hal pembangunan ekonomi
dan sumber daya manusia. Banyak upaya dalam
menjembatani kesenjangan pembangunan yang telah
dilakukan oleh ASEAN dengan dukungan dari banyaknya
Mitra Dialog dan organisasi internasional. Mitra Dialog
memahami sepenuhnya, bahwa jika kesenjangan tidak
ditangani dengan benar maka akan sulit bagi negara-
negara anggota untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) pada tahun 2015.
Dalam menuju pelaksanaan Cetak Biru MEA, terdapat
banyak isu yang berkaitan dengan realisasi MEA yang
perlu dipertimbangkan. Salah satu tantangan utama
adalah menemukan keseimbangan dalam hal keterpaduan
dan dukungan di antara negara Anggota ASEAN menuju
integrasi ekonomi. Hal ini bertujuan untuk mempersempit
kesenjangan pembangunan dan meningkatkan daya saing
ASEAN. Para pemimpin ASEAN pada Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) ASEAN pada tahun 2000 meluncurkan
Prakarsa untuk Integrasi ASEAN (IAI) dengan tujuan
mempersempit kesenjangan pembangunan dan
mempercepat integrasi ekonomi di ASEAN, khususnya bagi
anggota-anggota baru ASEAN yaitu Kamboja, Laos,
Myanmar, dan Vietnam (CLMV).
Upaya untuk mempersempit kesenjangan pembangunan
terutama didorong oleh Rencana Kerja IAI. Rencana kerja
IAI yang pertama didukung oleh para Pemimpin pada KTT
ASEAN ke-8 di Phnom Penh, November 2002. Saat ini IAI
sudah dalam Rencana Kerja Tahap Dua (2009-2015) yang
didasarkan pada wilayah program kunci dalam tiga Cetak
Biru Komunitas: (i) Cetak Biru Masyarakat Ekonomi
ASEAN; (ii) Cetak Biru Masyarakat Sosial Budaya ASEAN;
dan (iii) Cetak Biru Masyarakat Politik dan Keamanan
ASEAN.
Rencana Kerja II IAI ini disahkan oleh para Pemimpin
pada Maret 2009.
24
T: Apakah kemajuan yang telah dicapai?
J: Pengembangan Sumber Daya Manusia tetap menjadi
wilayah kunci kemajuan di bawah IAI, yang bertujuan
untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia
melalui pembangunan kapasitas sektor publik, tenaga
kerja dan kesempatan kerja produktif, pendidikan tinggi,
dan pelatihan keterampilan berbagai bidang
transportasi, energi, ICT, investasi, perdagangan dan
jasa, kebiasaan dan standar. Selain itu pelajaran bahasa
Inggris juga menjadi prioritas.
Rencana Kerja IAI juga khusus ditujukan untuk
infrastruktur lunak. Sedangkan, pembangunan fisik
transportasi dan infrastruktur jaringan komunikasi,
penyelesaian fisik jalan, rel, udara dan jaringan laut
dalam ASEAN seperti Singapura Rail Link-Kunming;
yang merupakan upaya dalam membangun infrastruktur
fisik menjadi kegiatan utama dalam Rencana Kerja.
T: Isu atau perkembangan apa yang menghadapi
tantangan terbesar?
J: IAI disusun untuk mempercepat pembangunan sosial
ekonomi di negara-negara melalui strategi fokus untuk
memajukan pembangunan yang adil, mengurangi
kemiskinan dan mengarahkan perbedaan pembangunan.
Dengan demikian pelaksanaan proyek IAI akan lebih
efektif, jika proyek-proyek IAI selaras atau menjadi bagian
dari kebijakan dan prioritas kerja sama pembangunan
nasional, guna menciptakan sinergi dalam proyek-proyek
dan kegiatan bilateral negara dengan donor mereka yang
sejalan dengan agenda ASEAN di bawah IAI dan Cetak
Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Hal ini akan membantu mempertajam fokus proyek-
proyek terhadap manusia sebagai individu dan pada
masyarakat tertentu, serta di negara tertentu secara
keseluruhan, sebagai subjek utama dari IAI.
Sementara IAI dimaksudkan untuk membantu terutama
negara-negara CLMV, upaya yang sama dari tujuan
Perkembangan Nasional sedang dilakukan untuk wilayah
25
yang ditentukan di kawasan ASEAN lainnya. Termasuk di
dalamnya adalah Brunei-Indonesia-Malaysia-Philippina
East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA), Indonesia-
Malaysia-Singapura Growth Triangle (IMS-GT), dan
sepanjang wilayah antar negara West East Corridor
(WEC) dari Mekong Basin di Vietnam, Laos, Kamboja dan
Thailand Utara-Timur dalam skema kerja sama
pembangunan ASEAN-Mekong Basin. Kerja sama di
antara program-program ekonomi sub-regional ini
memainkan peran penting dan sebagai fasilitator dalam
melaksanakan mandat regional yang akan membantu
mengidentifikasi kebutuhan yang tepat dari negara-
negara anggota dalam hal bantuan eksternal dan
memastikan efektivitas dalam membangun kapasitas
untuk berpartisipasi dalam program-program ASEAN.
Secara keseluruhan, hal tersebut akan membantu negara-
negara yang bersangkutan untuk memenuhi target dan
komitmen ASEAN secara luas.
26
Hubungan Ekonomi Eksternal ASEAN
T: Bagaimana gambaran ASEAN dalam perekonomian
regional dan global?
J: ASEAN telah meningkat menjadi pemain penting dalam
ekonomi regional dan global, yang dapat dikaitkan
dengan langkah berani wilayah ini untuk mendirikan
Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Semakin
ASEAN bergerak lebih dekat untuk menjadi "satu pasar
tunggal dan basis produksi", semakin menjadi menarik
bagi mitra dagang yang ingin menjalin perdagangan
bebas (FTA) atau kemitraan ekonomi komprehensif (CEP)
dengan ASEAN. Hal ini menghasilkan dua cabang
pendekatan ASEAN untuk integrasi ekonomi: (i) Integrasi
internal, di mana tujuan akhirnya adalah untuk
mewujudkan AEC pada tahun 2015; dan (ii) Integrasi ke
dalam ekonomi global, di mana strateginya adalah
negosiasi FTA dan CEPs dengan perdagangan
utama/mitra dialog.
ASEAN sekarang adalah pusat untuk empat (4) FTA dan
satu (1) CEP:
ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) dilaksanakan
pada tahun 2004 (Early Harvest Program) dan
direalisasikan pada tanggal 1 Januari 2010.
ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA) dilaksanakan
pada tahun 2007 dan direalisasikan pada tanggal 1
Januari 2010.
ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership
(AJCEP) dilaksanakan di 2009.
ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area
(AANZFTA) dilaksanakan pada tanggal 1 Januari
2010.
ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA) dilaksanakan
pada 1 Oktober 2010 (Perjanjian Perdagangan
Barang).
T: Apa yang mendorong ASEAN untuk melakukan FTA
dan CEP?
J: Ada tiga (3) alasan utama yang mendorong ASEAN untuk
melakukan FTA dan CEP dengan mitra dagang penting
yaitu: (i) untuk memasuki pasar potensial, (ii) untuk
meningkatkan akses pasar, dan (iii) agar negara/blok vis-
à-vis tetap kompetitif bersaing secara langsung dengan
ASEAN.
27
T: Apakah prinsip-prinsip utama yang ASEAN ikuti
dalam melaksanakan FTA dan CEPs?
J: FTA dan CEP ASEAN secara umum berpedoman pada
prinsip-prinsip utama sebagai berikut:
(i). WTO konsisten, misalnya liberalisasi tarif secara
substansial harus mencakup semua perdagangan
dan liberalisasi perdagangan jasa harus GATS Plus;
(ii). Perjanjian Perdagangan Barang ASEAN (ATIGA),
Kerangka Kerja Perjanjian Perdagagan Jasa ASEAN
(AFAS) dan Perjanjian Komprehensif Investasi
ASEAN (ACIA) harus dijadikan sebagai dasar untuk
FTA / CEP;
(iii). Kerja sama ekonomi harus merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari FTA/CEP; dan
(iv). Perlakuan khusus dan berbeda sebagai upaya
pengakuan atas tingkat perkembangan yang
berbeda, tidak hanya di antara negara-negara
anggota ASEAN tetapi juga di antara ASEAN dan
mitra potensial FTA.
T: Bagaimana FTA/CEP ASEAN dinegosiasikan?
J: Negosiasi untuk lima (5) FTA/CEP ASEAN menggunakan
dua (2) pendekatan yang berbeda:
(i) Pendekatan sekuensial: pendekatan yang digunakan
untuk ACFTA, AKFTA dan AIFTA. Dalam pendekatan
sekuensial, ASEAN dan mitra potensial FTA, pertama
menegosiasikan kerangka kerja perjanjian yang
menjadi dasar bagi perundingan selanjutnya, untuk
setidaknya empat (4) perjanjian: perdagangan
barang, perdagangan jasa, investasi dan
penyelesaian sengketa. Perjanjian perdagangan
barang dan perjanjian penyelesaian sengketa adalah
dua perjanjian pertama yang akan dinegosiasikan,
diikuti dengan perdagangan jasa dan investasi.
(ii) Single-undertaking: pendekatan ini digunakan
untuk AJCEP dan AANZFTA. Dalam pendekatan ini,
perundingan antara lain untuk perdagangan barang,
perdagangan jasa, investasi, aktivitas kegiatan yang
terkait dengan perdagangan, penyelesaian
sengketa, antara lain, yang dinegosiasikan secara
bersamaan dapat memberikan fleksibilitas lebih dan
pengaruh bagi negosiator untuk berkompromi di
seluruh sektor.
28
Tanggung jawab utama dari negosiasi FTA/CEP ini
diberikan kepada Komite Negosiasi Perdagangan (TNC)
yang didukung oleh para ahli teknis terutama antara lain
di bidang aturan-aturan asal; sanitary dan phytosanitary
(SPS); standar, peraturan teknis dan prosedur penilaian
kesesuaian; prosedur kepabeanan, perdagangan jasa,
investasi, dan hukum dan masalah kelembagaan.
T: Bagaimana sektor bisnis, terutama
eksportir/produsen mengambil manfaat dari
FTA/CEP ASEAN?
J: Eksportir/produsen di wilayah ASEAN akan memiliki akses
pasar lebih besar yang diwujudkan oleh liberalisasi tarif
untuk perdagangan barang dan liberalisasi di sektor jasa.
FTA/CEP ASEAN diharapkan dapat menarik penanaman
modal asing yang pada gilirannya membuka kesempatan
kerja dan alih teknologi, peningkatan kegiatan komersial
dan peningkatan kerja sama antara operator ekonomi di
ASEAN dan mitra FTA. FTA/CEP juga menciptakan
lingkungan bisnis yang mempromosikan kepastian, dapat
diprediksi dan transparan, yang semuanya diperlukan
untuk memastikan bahwa kegiatan komersial tidak perlu
terputus atau terganggu.
T: Mengingat perbedaan tingkat ambisi FTAs/CEPs
ASEAN, bagaimana pihak-pihak menjamin
kelancaran implementasi dari ketentuan dan
komitmen yang sudah diatur di dalamnya,
terutama untuk Anggota ASEAN yang kurang
berkembang?
J: Implementasi FTAs/CEPs ASEAN, terutama bagi negara-
negara yang kurang berkembang, didukung oleh
ketentuan-ketentuan kerja sama ekonomi di berbagai
macam perjanjian. Ketentuan-ketentuan kerja sama
ekonomi secara efektif memberikan dimensi
pembangunan FTAs/CEPs dimana mereka tidak hanya
dirancang untuk memastikan kelancaran pelaksanaan dari
komitmen spesifik yang dibuat, tetapi juga berkontribusi
untuk mempersempit kesenjangan pembangunan di
pihak yang terlibat FTAs/CEPs. Program-program kerja
sama ekonomi mencakup bantuan teknis dan kegiatan
peningkatan kapasitas.
29
T: Mengingat perdebatan saat ini dalam
mengembangkan arsitektur wilayah di kawasan
Asia Timur/Asia Pasifik, bagaimana FTAs/CEPs
ASEAN diharapkan dapat berkontribusi pada
integrasi ekonomi regional yang lebih luas?
J: FTAs/CEPs ASEAN sebenarnya dirancang untuk
membangun blok untuk integrasi ekonomi regional di
kawasan Asia Timur/Pasifik atau bentuk lainnya. ASEAN
memiliki FTA atau CEP dengan pemain utama di wilayah
ini (yaitu Australia, RRT, India, Jepang, Korea dan
Selandia Baru). Negara-negara tersebut sudah mencapai
lebih dari 50% perdagangan global. Konsolidasi dari
FTAs/CEP ke dalam suatu pengaturan yang koheren tidak
hanya akan baik bagi wilayah ASEAN, tetapi juga sistem
perdagangan global.
30
Kantor Pengawasan Ekonomi Makro dan Keuangan T: Apa itu Macroeconomic and Financial Surveillance
Office (MFSO)?
J: Macroeconomic and Financial Surveillance Officer (MFSO)
adalah unit yang baru dibuat di bawah Kantor Wakil
Sekretaris Jenderal/Deputy Secretary-General (DSG)
untuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC). Tugas utama
MFSO adalah untuk memantau perekonomian negara-
negara anggota ASEAN dan integrasi ekonomi ASEAN.
MFSO dipimpin oleh seorang direktur, yang juga
menjabat sebagai kepala ekonomi untuk Departemen
AEC dari Sekretariat ASEAN. Direktur dibantu oleh tiga
Asisten Direktur, yang bertindak sebagai ekonom senior
yang bertanggung jawab atas tiga bidang utama: (i)
bidang moneter, fiskal, dan analisis eksternal; (ii)
perdagangan dan analisis investasi; serta (iii) produksi
dan analisis tenaga kerja.
T: Apa alasan MFSO didirikan?
J: Sejak Pemimpin ASEAN menegaskan kembali komitmen
mereka untuk integrasi ekonomi yang lebih dalam melalui
Bali Concord pada tahun 2005, ASEAN telah berada di
garis depan berdiri Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun
2015. Ini berarti bahwa sebagai sebuah komunitas yang
terintegrasi, pendekatan untuk integrasi telah menjadi
lebih strategis, yang membutuhkan input lebih analitis dan
saran yang tidak hanya dari Negara Anggota, tetapi juga
dari Sekretariat ASEAN sebagai koordinator berbagai
inisiatif integrasi. Secara khusus, ada kebutuhan bagi
ASEC untuk lebih proaktif dan berwawasan ke depan
dalam menganalisis isu-isu regional dan merumuskan
saran kebijakan untuk memastikan AEC berfungsi dengan
baik pada 2015.
Aspek penting lain dari membangun suatu masyarakat
adalah kebutuhan untuk pemantauan sistematis dan
komprehensif ekonomi di kawasan itu, guna memastikan
bahwa negara anggota mematuhi berbagai inisiatif di
wilayah ini, dan mematuhi elemen dasar stabilitas
ekonomi makro yang akan memperkuat integrasi
ekonomi ASEAN. Para pemimpin ASEAN pada bulan
Oktober 2008 telah menyetujui untuk memperkuat
kapasitas analisis dan pemantauan Sekretariat ASEAN
dengan mendirikan makroekonomi tingkat tinggi baru
dan Kantor Pengawasan Keuangan (MFSO).
31
T: Apa fungsi dari MFSO?
J: MFSO memiliki dua fungsi utama: (i) untuk meningkatkan
proses evaluasi di bawah Proses Pengawasan ASEAN, dan
(ii) memanfaatkan pengawasan untuk menilai
peningkatan kemajuan integrasi ekonomi di ASEAN.
Fungsi pertama yang bertujuan untuk membuat isi dan
format dari proses pengawasan berjalan lebih efektif,
dapat dipercaya dan relevan dengan kondisi daerah.
Fungsi kedua bertujuan untuk memastikan relevansi,
efektivitas, dan pelaksanaan tepat waktu dari berbagai
inisiatif yang berkaitan dengan integrasi regional. Untuk
menjalankan fungsi-fungsi ini, MFSO diharapkan untuk
melakukan lebih dari sekedar berbagi informasi dan
penyebaran informasi. Sebagai kantor pengawasan
khusus berfokus pada ASEAN, MFSO akan memimpin
dalam menghasilkan output kualitas dari pengawasan;
memfasilitasi diskusi regional mengenai pengawasan dan
pemantauan integrasi ekonomi melalui AEC Scorecard.
32
Informasi Lebih Lanjut: Subdit Masyarakat Ekonomi ASEAN I; Subdit Masyarakat Ekonomi ASEAN II. Direktorat Kerja Sama ASEAN Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Republik Indonesia Jalan M.I.Ridwan Rais No. 5 Jakarta Pusat 10110 Gedung 2 Lantai 7 Telp : (62 21) 3858203 Fax : (62 21) 3858203 Website : http://ditjenkpi.depdag.go.id E-mail : [email protected] The ASEAN Secretariat Public Outreach and Civil Society Division 70A Jalan Sisingamangaraja Jakarta 12110 Telp : (62 21) 724-3372, 726-2991 Fax : (62 21) 739-8234, 724-3504 Website : www.asean.org E-mail : [email protected] Kementerian Perdagangan Mengucapkan Terima Kasih Kepada Sekretariat ASEAN.
One Vision, One Identity, One Community
Top Related