KETERAMPILAN KLINIK SEMESTER V
BUKU PANDUAN TIM PENYUSUN MODUL
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA MEDAN
2017
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
KETERAMPILAN KLINIK
SEMESTER V
ANAMNESIS PENYAKIT THT PEMERIKSAAN FISIK THT
PEMERIKSAAN FISIK HIDUNG MENGHENTIKAN PERDARAHAN HIDUNG
ANAMNESIS PENYAKIT MATA PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
PEMERIKSAAN KETAJAMAN PENGLIHATAN ( VISUS ) DAN KOREKSI REFRAKSI SUBJEKTIF
PEMERIKSAAN BUTA WARNA PEMERIKSAAN FUNDUSKOPI
PEMBERIAN OBAT TETES DAN ZALF MATA PEMERIKSAAN TEKANAN INTRAOKULER
ANAMNESIS PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN PEMERIKSAAN FISIK KULIT DAN KELAMIN
PEMERIKSAAN LAMPU WOOD TEHNIK KOMPRES
TEHNIK BIOPSI EKSISI KULIT
BUKU PANDUAN LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN 2017
Keterampilan Klinik SEMESTER V
1
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Penyusun :
SKILL LABS FK UISU
PAKAR BAGIAN TERKAIT
Editor :
MEU FK UISU
Keterampilan Klinik SEMESTER V
2
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat, bimbingan, petunjuk-Nya atas selesainya Rancangan Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester V Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara yang merupakan karya dan kerja keras Tim Skills Lab FK UISU dan para pakar serta kontributor ilmu yang terlibat, walau masih jauh dari sempurna. Sesuai dengan SK-Mendiknas No. 045/U/2002 tentang Kurikulum Pendidikan Tinggi yang berbasis Kompetensi, Standar Kompetensi Dokter sesungguhya merupakan bagian dari Standar Pendidikan Profesi Dokter.
Konsil Kedokteran Indonesia melalui keputusan No. 21A/KKI/KEP/IX/2006, telah mensahkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia sesuai dengan amanah Undang-Undang RI No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Modul Keterampilan Klinik ini dibuat mengacu pada perkembangan terkini dari paradigma pendidikan dokter serta mempertimbangkan Misi dan Visi Universitas Islam Sumatera Utara, dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di tanah air kita.
Akhir kata, kami berharap Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester V, ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan semoga segala usaha yang telah dilakukan, dapat berhasil guna dalam rangka mencapai tujuan, Misi, dan Visi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Medan, September 2017 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara,
dr. Abd Harris Pane, Sp. OG
Keterampilan Klinik SEMESTER V
4
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman Muka ...................................................................................................... i
Kata Pengantar ..................................................................................................... iii
Daftar Isi ................................................................................................................ iv
Tata Tertib Instruktur ......................................................................................... v
Deskripsi Kegiatan / Tugas Instruktur ............................................................... vi
Rujukan
Keterampilan Klinik SEMESTER V
5
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
TATA TERTIB INSTRUKTUR
Tata tertib yang harus diketahui Instruktur untuk kelancaran acara pelatihan ini
adalah :
1. Instruktur / pelatih diharapkan hadir 15 menit sebelum acara pelatihan dimulai
2. Jika instruktur tidak dapat hadir sesuai dengan jadwal yang ditentukan,
instruktur harus melapor ke Pengelola Keterampilan Klinik Semester I yang
berkoordinasi dengan unit Laboratorium Keterampilan Klinik (Skills Lab) FK
UISU, paling lambat 1 hari sebelumnya, yaitu kepada :
dr. Sinta Veronica, M.Kes (082368371983) dr. Rahmadani Sitepu, M.Kes (081260334569)
dr. Nanda Novziransyah, M.Kes (081396105437) dr. Mayasari Rahmadhani, M.Kes (081360500048)
3. Instruktur harus berada di ruangan keterampilan klinik selama proses pelatihan
berlangsung, yaitu selama 2 x 50 menit (± 100 menit) / pertemuan latihan.
4. Setiap instruktur wajib mengisi dan mengembalikannya kepada Pengelola
Keterampilan Klinik Semester 1 setelah pelatihan selesai, yaitu:
Lembaran berita acara pelatihan.
Lembaran daftar absensi (kehadiran) mahasiswa acara pelatihan.
Lembaran evaluasi/hasil pengamatan instruktur terhadap keterampilan
mahasiswa (bila ada).
Keterampilan Klinik SEMESTER V
6
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
DESKRIPSI KEGIATAN / TUGAS INSTRUKTUR SELAMA ACARA PELATIHAN
Sesi Pembukaan (20 menit) 1. Pada acara pelatihan pertama di saat sesi pembukaan, instruktur
memperkenalkan diri, dan mahasiswa juga saling memperkenalkan diri. Instruktur berusaha mengingat nama masing-masing mahasiswa.
2. Membagikan absensi mahasiswa, dan segera mengambilnya begitu selesai ditandatangani oleh mahasiswa.
3. Mahasiswa dapat dibagi dalam beberapa kelompok kecil, yang masing-masing kelompok terdiri dari 2 mahasiswa (berpasangan) / kelompok.
4. Bila diperlukan instruktur dapat mengadakan responsi pada mahasiswa yang akan mengikuti pelatihan, bila instruktur menganggap mahasiswa tidak menguasai materi yang berkaitan dengan pelatihan, maka instruktur berhak membatalkan pelatihan bagi mahasiswa yang bersangkutan pada hari tersebut.
5. Instruktur kemudian memberi gambaran sekilas tentang maksud, tujuan, dan metode latihan (cara) yang akan dilaksanakan selama acara pelatihan ini.
Sesi Latihan (60 menit) 1. Instruktur melakukan demonstrasi cara melakukan prosedur yang akan dilatih
mahasiswa. 2. Instruktur membimbing mahasiswa satu per satu secara bergantian pada saat
melakukan latihan, seperti yang telah diperagakan instruktur pada langkah (1) di atas, dengan menggunakan pasien simulasi, atau manekin pada setiap pertemuan (coaching).
3. Instruktur mengawasi kegiatan mahasiswa saat melakukan latihan mandiri. Sesi Penutup (20 menit)
Sebelum menutup acara pelatihan ini, instruktur : 1. Memberikan feed-back (masukan) pada mahasiswa setelah melakukan latihan
peran (role play). 2. Mengisi lembar berita acara, dan menandatangani lembar daftar absensi
mahasiswa. 3. Memasukkan seluruh berkas ke dalam map yang tersedia. 4. Mengingatkan mahasiswa untuk membuat laporan hasil kegiatan pada lembar
laporan hasil latihan, dan menyerahkannya pada instruktur pada pertemuan berikutnya untuk dikoreksi, dan ditandatangani / diparaf.
5. Bila perlu, memberikan tugas mandiri berupa materi yang harus dipahami mahasiswa berkaitan dengan latihan keterampilan pada pertemuan ini, dan untuk pertemuan selanjunya. Mahasiswa menyelesaikannya dalam bentuk tulisan ilmiah beserta kepustakaannya, yang dikumpulkan pada pertemuan berikutnya.
6. Mengingatkan mahasiswa untuk mempersiapkan diri dengan baik pada pertemuan (acara pelatihan) berikutnya.
7. Mengucapkan kata penutup, misalnya Alhamdulillah, atau kata – kata lainnya yang memberikan motivasi kepada mahasiswa
Keterampilan Klinik SEMESTER V
7
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik Pertama dan Kedua
ANAMNESIS PENYAKIT THT I. PENDAHULUAN
Penyakit telinga, hidung, dan tenggorokan, merupakan salah satu penyakit dengan angka kesakitan terbanyak di Indonesia. Hal ini terlihat dari data-data angka kunjungan ke puskesmas dan rumah sakit, serta Survei Kesehatan Rumah Tangga, yang menunjukkan penyakit telinga, hidung, dan tenggorokan, selalu berada dalam urutan sepuluh penyakit terbanyak, dengan kecendrungan semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Penyebab-penyebab tingginya angka kesakitan akibat penyakit telinga, hidung, dan tenggorokan selain rendahnya tingkat kesejahteraan sosial, dan kurangnya kesadaran tentang pentingnya pola hidup yang sehat adalah semakin meningkatnya tingkat polusi lingkungan, yang menyebabkan pasien (host), semakin mudah untuk terpapar dengan organisme patogen atau faktor pencetus.
Agar seorang dokter mendapatkan informasi sebanyak mungkin untuk menegakkan diagnosis yang akurat, dan pemberian penatalaksanaan yang tepat pada penyakit telinga, hidung, dan tenggorokan, diperlukan pengetahuan klinis yang cukup dan keterampilan tentang cara berkomunikasi yang baik dalam menggali berbagai informasi yang didapatkan dalam anamnesis.
Anamnesis penyakit telinga, hidung, dan tenggorokan dilakukan secara sistematis, tentunya, dengan sikap yang profesional, dimulai dengan menentukan keluhan utama pasien, menentukan berbagai diagnosis banding yang mungkin berdasarkan keluhan utama tersebut, dilanjutkan dengan menggali informasi sebanyak mungkin dengan menggunakan pertanyaan terbuka atau tertutup, berdasarkan pengetahuan klinis yang dimiliki oleh dokter.
Seperti halnya anamnesis pada sistem organ yang lain, sistematika anamnesis penyakit THT, memiliki kerangka yang terdiri dari beberapa komponen, yaitu anamnesis riwayat pribadi, anamnesis keluhan utama, anamnesis penyakit sekarang, anamnesis penyakit terdahulu, anamnesis organ, anamnesis riwayat pribadi, anamnesis riwayat penyakit keluarga, anamnesis sosial ekonomi, dan anamnesis gizi. 1.1Anamnesis Pribadi
Seperti halnya anamnesis pada sistem organ lainnya, anamnesis pada penyakit THT, terdiri dari komponen-komponen yang menunjukkan identitas pribadi seseorang. Komponen-komponen yang harus ditanyakan dalam anamnesis pribadi antara lain adalah : Nama Umur Kelamin
Keterampilan Klinik Semester V 1
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara Alamat Agama Bangsa / Suku Status Perkawinan Pekerjaan
Data-data tersebut merupakan identitas pasien dan penting untuk diketahui,
karena terkadang terdapat hubungan antara data identitas dengan epidemiologi atau insidensi suatu penyakit. Misalnya mengenai umur, penyakit otitis media memiliki insidensi yang tinggi pada usia anak-anak, atau presbiakusis yang pada umumnya diderita oleh manula. Insidensi penyakit infeksi THT, memiliki kaitan yang erat dengan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat tentang hidup sehat, serta keadaan gizi dan sosial ekonomi yang buruk. Hal ini dapat dilihat dari alamat dan pekerjaan pasien, yang biasanya tinggal di daerah pemukiman kumuh, dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. 1.2 Anamnesis Keluhan Utama
Penyakit THT dapat dibedakan menjadi penyakit telinga, hidung dan sinus, rongga mulut dan faring, laring dan hipofaring, serta leher dan wajah. Sistematika keluhan utama penyakit THT dapat dikelompokkan sebagai berikut : Keluhan Utama Penyakit Telinga Gangguan pendengaran (tuli) Suara berdenging (tinitus) Pusing seperti berputar (vertigo) Nyeri telinga (otalgia) Keluarnya cairan atau sekret dari telinga (otore) Keluhan Utama Penyakit Hidung dan Sinus Hidung tersumbat Sekret pada hidung dan tenggorokan Bersin Rasa nyeri di daerah muka dan kepala Perdarahan dari hidung Gangguan dalam menghidu Keluhan Utama Penyakit Faring dan Rongga Mulut Nyeri tenggorok Nyeri menelan (odinofagia) Rasa berdahak di tenggorok Gangguan menelan (disfagia) Rasa ada yang menyumbat atau mengganjal di leher (sense of lump in the
neck)
Keterampilan Klinik Semester V 2
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara Keluhan Utama Penyakit Hipofaring dan Laring Batuk Suara serak (disfonia) Sulit menelan Rasa ada sesuatu di tenggorokan Keluhan Utama Penyakit Wajah dan Kepala Nyeri otot Kelemahan otot atau kelompok otot Distesia (kesemutan) Pembengkakan, massa abnormal, serta deformitas dan perubahan warna kulit
Dalam penulisan keluhan utama harus ditanyakan sudah berapa lama pasien mengalami keluhan tersebut. Misalnya nyeri telinga sejak seminggu yang lalu, atau bersin-bersin sejak sehari yang lalu.
Selain menanyakan keluhan utama, tanyakan juga apakah ada keluhan lain yang dirasakan pasien yang merupakan keluhan tambahan, seperti demam, nyeri kepala, batuk, mulut atau nafas berbau, lesu, tidak nafsu makan, tidur mendengkur, rasa gatal, dan lain sebagainya. Setelah menentukan keluhan utama, langkah selanjutnya adalah menentukan diagnosis banding, dimana dokter harus memikirkan segala kemungkinan penyakit yang mungkin. Sebagai contoh adalah keluhan utama hidung tersumbat. Keluhan ini dapat dibedakan atas dua kategori utama yaitu proses inflamasi atau non inflamasi.
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, proses inflamasi dapat berlangsung akut maupun kronis dengan batasan waktu kurang atau lebih dari 12 minggu. Contoh rinitis akut adalah rinitis karena infeksi viral dan bakteri, serta rinitis tipe iritatif. Rinitis kronik dapat dibedakan menjadi rinitis karena infeksi spesifik (rinitis jamur dan bakteri), rinitis alergi, rinitis sicca, rinitis vasomotor, rinitis hipertropi, rinitis atropi dan rinitis medikamentosa.
Keluhan hidung tersumbat karena proses non inflamasi dapat disebabkan oleh kelainan kongenital misalnya deviasi septum, proses keganasan misalnya karsinoma hidung, sinonasal atau nasofaring, dan adanya benda asing pada rongga hidung (corpus alienum)
Keterampilan Klinik Semester V 3
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Untuk membantu dokter dalam menyingkirkan diagnosis banding, dan
menegakkan diagnosis pasti, informasi-informasi yang terkandung di dalam keluhan utama, haruslah digali sedalam mungkin dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di dalam komponen-komponen anamnesis lainnya.
1.3 Anamnesis Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang atau riwayat perjalanan penyakit merupakan uraian rinci mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama, sampai saat penderita datang berobat. Sebagaimana anamnesis pada sistem organ lainnya, untuk menggali informasi lebih dalam terutama yang berkaitan dengan keluhan utama, dapat digunakan komponen-komponen pertanyaan yang berpedoman kepada Macleod’s Clinical Examination (metode OLDCART dan OPQRST). Penggunaan kedua metode ini, disesuaikan dengan keluhan utama yang diutarakan pasien. Walaupun tidak semua komponen-komponen pertanyaan tersebut terdapat dalam suatu kasus penyakit THT.
Berikut ini adalah contoh penggunaan metode OLDCART untuk menggali informasi. 1) Dapat ditanyakan bagaimana mula terjadinya keluhan atau gejala klinis (onset). Misalnya pada keluhan gangguan pendengaran, atau pada keluhan suara serak, dapat ditanyakan apakah terjadi secara tiba-tiba, atau bertambah berat secara bertahap. 2) Lokasi dimana pasien merasakan keluhan (location). Misalnya pada keluhan gangguan pendengaran, pada keluhan nyeri telinga, keluarnya sekret
). (
Gambar 1. Etiologi dan Diagnosis Banding Keluhan Utama Hidung Tersumbat
Hidung Tersumbat
Akut (<12 minggu ) R. Viral R. Bakteri R. Iritatif
Inflamasi Non Inflamasi
Kongenital
Kronik (> ) 12 minggu
R. Jamur R. Bakteri R. Alergi R. Sicca R. Vasomotor R. Medikamentosa Polip
Corpus Alienum
Tumor Trauma
Keterampilan Klinik Semester V 4
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara pada telinga dan hidung, serta keluhan hidung tersumbat dapat ditanyakan telinga atau lubang hidung sebelah mana yang terkena, atau apakah keluhan dirasakan pada kedua telinga atau lubang hidung. 3) Sudah berapa lama keluhan dirasakan oleh pasien (duration). 4) Bagaimana sifat keluhan yang dirasakan pasien (character). Misalnya, pada keluhan utama pusing dan hidung tersumbat, dapat ditanyakan apakah bersifat terus menerus atau episodik, apakah pusing dirasakan berputar atau tidak. Pada keluhan keluarnya sekret, ditanyakan apakah sekret encer atau kental, berdarah atau purulen, apakah sekret berbau, atau bagaimana sifat nyeri yang dirasakan pada keluhan nyeri telinga, dan lain sebagainya. 5) Adakah faktor-faktor yang dapat memperberat atau meringankan keluhan (alleviating atau aggravating factor), misalnya perubahan posisi berbaring saat tidur di malam hari, yang membuat batuk semakin memburuk, atau pada keluhan pusing berputar, dapat ditanyakan apakah rasa pusing dipengaruhi oleh posisi kepala, misalnya pusing berputar bila berdiri, namun pusing hilang saat berbaring. 6) Apakah keluhan hanya terbatas pada organ tubuh tertentu, atau menyebar ke bagian-bagian tubuh lainnya. Misalnya, pada keluhan nyeri telinga atau tenggorokan, dapat ditanyakan, apakah nyeri dirasakan hanya pada telinga atau tenggorokan, atau menyebar ke organ tubuh yang lain. Pada tonsilitis akut, terkadang terdapat nyeri alih pada telinga (referred pain). Pada sinusitis akut juga terdapat nyeri alih, misalnya nyeri pipi, gigi, dan telinga pada sinusitis maksilaris, atau nyeri dahi pada sinusitis frontalis (radiation). 7) Apakah keluhan timbul pada waktu-waktu tertentu, atau terjadi setiap saat, atau tidak menentu (time).
Selain metode OLDCART, dapat digunakan metode OPQRST untuk menggali informasi pada keluhan utama. Contoh penggunaan metode OPQRST, 1) Keluhan atau gejala klinis terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan (onset). 2) Adakah pencetus yang menimbulkan keluhan (palliating/provoking factor). Misalnya pada keluhan nyeri telinga, dapat ditanyakan adakah yang mencetuskan nyeri, misalnya mengunyah, menggigit, batuk, atau menelan. 3) Sifat dan beratnya serangan atau gejala klinis yang terjadi, apakah terjadi secara terus menerus atau hilang timbul, apakah gejala klinis yang timbul cenderung bertambah berat atau berkurang (quality). 4) Penyebaran dari keluhan (radiation). 5) Apakah keluhan timbul saat pasien berada pada tempat tertentu (site), yang memungkinkan penderita terpapar dengan faktor pencetus sehingga terjadi serangan yang menyebabkan timbulnya keluhan (eksaserbasi). 6) Kapan keluhan timbul, apakah keluhan paling dirasakan pada waktu tertentu, misalnya pada pagi atau siang, terjadi setiap saat, atau tidak menentu (time).
1.4 Anamnesis Penyakit Terdahulu
Pada bagian ini ditanyakan kepada pasien tentang penyakit yang telah pernah dideritanya sejak masih kanak-kanak sampai dewasa (saat sebelum menderita penyakit sekarang ini), yang mungkin mempunyai hubungan dengan penyakit yang dialami pasien saat ini. Misalnya pada kasus rhinitis alergi, dapat ditanyakan ada tidaknya riwayat alergi terhadap makanan atau paparan terhadap benda atau
Keterampilan Klinik Semester V 5
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara keadaan cuaca tertentu (riwayat atopi). Contoh lainnya adalah pertanyaan mengenai ada tidaknya riwayat infeksi saluran pernafasan atas atau pada kasus otitis media akut, atau ada tidaknya riwayat trauma, infeksi lokal pada hidung (rhinitis atau sinusitis), tumor, hipertensi, anemia atau hemofilia, serta penyakit infeksi sistemik (DHF, demam tifoid, morbili), pada kasus epistaksis. 1.5 Anamnesis Organ atau Sistem Pada anamnesis organ atau sistem, dapat dilihat adakah hubungan antara keluhan atau gejala klinis, dengan organ tubuh tertentu yang belum didapat pada anamnesis keluhan utama, penyakit sekarang, ataupun pada anamnesis penyakit terdahulu. Lembar anamnesis biasanya telah mencantumkan keluhan atau gejala klinis yang mungkin ditemukan pada organ-organ tubuh, mulai dari kepala hingga ekstremitas. Jika terdapat keluhan atau kelainan pada organ atau sistem tersebut, dituliskan tanda positif, dan bila tidak ada dituliskan tanda negatif pada lembar anamnesis. Anamnesis sistem organ dilakukan secara sistematis, dengan menanyakan keluhan yang mungkin ditemukan pada organ atau bagian tubuh, dimulai dari kepala, tubuh, hingga ekstremitas bawah. 1.6 Anamnesis Riwayat Pribadi Pada anamnesis riwayat pribadi pasien, dokter menggali informasi-informasi mengenai kebiasaan hidup pasien yang mungkin memiliki hubungan dengan penyakit THT dideritanya. Misalnya kebiasaan mengorek-ngorek telinga yang merupakan salah satu faktor predisposisi otitis eksterna, kebiasaan makan makanan berminyak atau merokok yang dapat meningkatkan insidensi tonsilitis kronik, atau kebiasaan menggunakan suara secara berlebihan pada kasus laringitis akut dan kronis. Bila pasien memiliki riwayat merokok, diperlukan pertanyaan tertentu untuk mendapatkan informasi lebih banyak tentang kebiasaan merokok tersebut, seperti sudah berapa lama pasien merokok, berapa batang atau bungkus rokok yang dihabiskan setiap harinya atau apakah penderita masih merokok atau sudah berhenti. Perlu ditanyakan juga tentang keadaan rumah tangga penderita, pekerjaan, penghasilan, dan keadaan anak-anak atau masalah-masalah lain yang menyebabkan terganggunya ketenangan jiwa penderita. 1.7 Anamnesis Riwayat Pengobatan
Pada anamnesis riwayat pengobatan dokter menanyakan apakah sebelumnya pasien sudah menggunakan obat-obatan untuk mengobati penyakitnya atau belum, apakah pasien berobat ke tenaga medis atau mengobati sendiri, apa nama obat yang digunakan, bagaimana pemakainnya, dan apakah efek obat dirasakan menghilangkan gejala penyakit atau tidak. Beberapa penyakit THT, dicetuskan oleh pemakaian obat obatan tertentu misalnya pemakaian obat semprot atau tetes hidung pada rhinitis medikamentosa, atau pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik, yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran seperti tinitus, tuli, dan vertigo.
Keterampilan Klinik Semester V 6
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara 1.8 Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam anamnesis riwayat penyakit keluarga, dokter menanyakan penyakit yang pernah diderita keluarga dekat penderita, seperti penyakit keturunan, atau penyakit yang dapat menular secara kontak langsung bila daya tahan tubuh melemah. Beberapa penyakit THT memiliki kecendrungan untuk diturunkan secara genetik, misalnya rhinitis alergi.
Pada anamnesis ditanyakan juga adakah anggota keluarga yang mengalami sakit yang sama dengan penderita jika penyakit dapat menular secara kontak langsung, misalnya pada kasus rhinitis simpleks (common cold). Bila ada anggota keluarga yang telah meninggal dunia, tanyakanlah sebab kematiannya. 1.9 Anamnesis Sosial Ekonomi Pada anamnesis sosial ekonomi, dokter menanyakan mengenai keadaan keluarga pasien terutama mengenai perumahan, penghasilan, lingkungan dan daerah tempat tinggal penderita. Penyakit infeksi THT sering ditemukan pada pasien tingkat sosial ekonomi rendah, dengan tingkat kesadaran tentang pola hidup sehat yang juga rendah. 1.10 Anamnesis Gizi
Pada anamnesis gizi dokter menanyakan pada pasien tentang makanan yang dikonsumsi setiap hari, seberapa banyak porsinya serta frekuensi makan. Dapat ditanyakan juga, apakah penderita merasa berat badannya berkurang, bertambah, atau tetap dan dicari apakah ada hubungannya dengan penyakit yang diderita oleh penderita. Status gizi yang buruk merupakan salah satu predisposisi penyakit infeksi telinga, hidung, dan tenggorokan. Simulasi Kasus Anamnesis Penyakit THT 1. Rinitis Viral (Common Cold) Keluhan Utama : Hidung tersumbat. Onset : Beberapa jam setelah rasa panas dan gatal di dalam hidung. Location : Hidung tersumbat pada kedua lubang hidung. Duration : Hidung tersumbat dirasakan hanya dalam beberapa hari. Character : Hidung tersumbat intermitten (hilang timbul), disertai dengan
bersin berulang, dan disertai keluarnya sekret. Sekret berwarna jernih, encer, tidak berbau, dan tidak disertai darah.
Provoking Factor : Kelelahan, kurang istirahat, atau kedinginan. Hidung tersumbat dan bersin, tidak dipengaruhi paparan terhadap makanan, benda, musim, atau keadaan cuaca tertentu.
Gejala Penyerta : Demam dan sakit kepala, terkadang disertai batuk. Keterampilan Klinik Semester V 7
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara Anamnesis Riwayat Penyakit Dahulu. Berisi pertanyaan yang menanyakan
pernah tidaknya pasien mengalami penyakit serupa sebelumnya. Rhinitis viral sangat menular, dan dapat menimbulkan infeksi berulang, tergantung pada daya tahan tubuh penderita. Dapat juga ditanyakan ada tidaknya riwayat trauma pada kepala dan wajah, riwayat operasi hidung, atau kemasukan benda asing, untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Anamnesis Organ. Berisi pertanyaan tentang kemampuan daya penciuman. Kemampuan bernafas melalui hidung: seperti sulit bernafas atau agak sulit bernafas atau tidak dapat bernafas melalui hidung.
Anamnesis Riwayat Keluarga. Berisi pertanyaan tentang ada tidaknya anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama, atau ada tidaknya riwayat kontak dengan penderita dengan keluhan hidung tersumbat disertai bersin berulang.
Anamnesis Riwayat Pengobatan. Pada anamnesis riwayat pengobatan diketahui bahwa gejala penyakit dapat mereda dengan menggunakan obat-obat influenza. Penyakit dapat hilang sendiri walaupaun tidak minum obat. Dapat juga ditanyakan ada tidaknya pemakaian obat tetes hidung atau semprot hidung (vasokonstriktor lokal) dalam jangka waktu lama untuk menyingkirkan diagnosis banding.
2. Epistaksis Keluhan Utama : Perdarahan dari hidung. Onset :Beberapa saat setelah perubahan cuaca yang dingin dan
kering Location : Perdarahan dari satu lubang hidung. Duration : Perdarahan berlangsung hanya sebentar.
Gambar 2 . Bersin Berulang (common cold) Gambar 3. Hidung Tersumbat (common cold )
Keterampilan Klinik Semester V 8
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara Character. Perdarahan bersifat berulang, tidak banyak, dapat berhenti sendiri,
tidak disertai dengan sekret yang berbau busuk, dan keluhan hidung tersumbat. Pasien tidak merasakan adanya darah yang mengalir di tenggorokannya.
Provoking Factor. Perubahan cuaca yang dingin dan kering atau cuaca yang sangat panas.
Time.Dokter menanyakan kapan terakhir kali perdarahan dari hidung terjadi. Anamnesis Riwayat Penyakit Dahulu berisi pertanyaan yang menanyakan
pernah tidaknya pasien mengalami penyakit serupa sebelumnya. Bila penyebabnya adalah perubahan cuaca, epistaksis memiliki kecendrungan berulang. Dapat juga ditanyakan ada tidaknya riwayat hipertensi lama, riwayat penyakit infeksi lokal hidung, riwayat demam mendadak tinggi disertai munculnya bintik-bintik merah pada tungkai bawah, riwayat demam dengan ruam merah pada seluruh tubuh, riwayat trauma seperti mengorek-ngorek hidung, bersin atau mengeluarkan ingus dengan keras, kena pukulan, jatuh, dan kecelakaan lalu lintas, riwayat kecendrungan berdarah atau perdarahan sulit berhenti (kelainan darah dan kelainan kongenital), riwayat kemasukan benda asing, serta menanyakan apakah pasien dalam keadaan hamil, atau apakah pasien sedang memasuki masa menopause, untuk menyingkirkan diagnosis-diagnosis banding.
Anamnesis Organ atau Sistem. Terutama berisi pertanyaantentang organ yangberhubungan dengan sistem sirkulasi seperti apakah pasien ada merasakan nadinya semakin cepat, atau rasa mau pingsan setelah hidungnya berdarah.
Anamnesis Riwayat Pengobatan Berisi pertanyaan tentang ada tidaknya riwayat penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu lama, yang dapat menyebabkan perdarahan misalnya aspirin, atau antikoagulansia.
Gambar 4. Epistaksis Gambar 5. Epistaksis Anterior dan Posterior
Keterampilan Klinik Semester V 9
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
3. Otitis Media Akut Keluhan Utama : Keluar cairan dari telinga. Location : Cairan keluar dari salah satu liang telinga. Duration.Keluarnya cairan dirasakan sejak beberapa hari atau minggu (kurang
dari 3 minggu). Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluar cairan dari telinganya.
Onset dan Character. Keluarnya cairan didahului dengan demam tinggi, dan timbulnya rasa nyeri dan penuh di dalam telinga yang dirasakan terus menerus. Rasa nyeri dalam telinga tidak disertai dengan rasa gatal, nyeri kepala dan tengkuk, dan tidak disertai penurunan kesadaran. Cairan yang keluar berupa nanah (pus) yang tidak disertai darah, dan berbau.
Anamnesis Riwayat Penyakit Dahulu berisi pertanyaan tentang ada tidaknya riwayat infeksi saluran pernafasan atas yang merupakan faktor penyebab utama terjadi otitis media. Semakin sering terkena infeksi saluran nafas atas, semakin besar kemungkinan terjadinya otitis media, terutama pada bayi dan anak kecil. Dapat juga ditanyakan ada tidaknya riwayat trauma atau operasi pada daerah kepala di sekitar telinga, apakah keluarnya cairan didahului oleh kegiatan menyelam atau sewaktu di pesawat terbang, adakah riwayat pemakaian tampon hidung dalam waktu yang lama, adakah riwayat mimisan
Etiologi dan Diagnosis Banding Keluhan Utama Epistaksis
Gambar 6. Etilogi dan Diagnosis Banding Keluhan Utama Epistaksis
Epista ksis
Kelainan Darah Leukimia Trombosito
penia Anemia Hemofilia
Sistemik Lokal
Kongenital Von Willebrand
disease Telengiaktasis
Hemoragik
Infeksi Sistemik Demam Berdarah Demam Tifoid Morbili (campak)
Hipertensi Trauma Tumor Benda Asing
Hormonal
Infeksi Lokal Rinitis Akut Rinitis Jamur Rinitis Tuberkulosis Rinitis Sifilis Sinusitis
Perubahan Cuaca
Kongenital Deviasi
Septum Kelainan
Vaskuler
Keterampilan Klinik Semester V 10
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
atau hidung tersumbat, disertai dengan gangguan pendengaran dan penglihatan, untuk menyingkirkan diagnosis-diagnosis banding.
Anamnesis Organ atau Sistem. Berisi pertanyaan terutama pendengaran dan keseimbangannya. Apakah pendengarannya berkurang, telinga rasa berdengung atau merasa pusing seperti berputar.
Anamnesis Riwayat Sosial Ekonomi berisi pertanyaan tentang keadaan keluarga pasien, terutama mengenai perumahan, penghasilan dan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien. Umumnya pasien berasal dari golongan sosial ekonomi rendah, dengan kesadaran pola hidup sehat yang juga rendah.
Gambar 7. Otitis Media Stadium Supurasi
Gambar 9. Patogenesis Otitis Media (OMA-OME-OMSK)
Sembuh atau
normal
Gangguan tu ba Tekanan negatif telinga tengah efusi OME
OMA
OMSK OME Sembuh
Etiologi Perubahan tekana udara
tiba - tiba Alergi Infeksi Sumbatan: Sekret Tampon Tumor
Keterampilan Klinik Semester V 11
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara II. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
Waktu Aktivitas Keterangan
15 menit
Tiap kelompok kecil didampingi oleh seorang instruktur
Instruktur Introduksi dan Penyampaian Pengantar (overview) rancangan kegiatan pelatihan
45 menit
Demonstrasi oleh Instruktur, Instruktur memperlihatkan kepada mahasiswa cara melakukan anamnesis penyakit THT dan cara menggali informasi yang didapatkan dari anamnesis secara deskriptif dan kronologis Mahasiswa melakukan latihan role play secara bergantian dengan dibimbing oleh instruktur (coaching)
Instruktur dan
Mahasiswa
30 menit Mahasiswa melakukan latihan mandiri diawasi oleh instruktur. Mahasiswa
10 menit Instruktur memberikan masukan-masukan (feedback) kepada mahasiswa. Instruktur
III. PEDOMAN INSTRUKTUR 3.1. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti kegiatan ini, diharapkan mahasiswa : 1. Memahami kerangka anamnesis penyakit THT, mampu menggali informasi
yang didapatkan dari anamnesis secara deskriptif dan kronologis, dan mampu melakukan anamnesis penyakit THT yang terdiri dari anamnesis pribadi, anamnesis keluhan utama, anamnesis penyakit sekarang, anamnesis penyakit terdahulu, anamnesis organ, anamnesis riwayat pribadi, anamnesis riwayat penyakit keluarga, anamnesis sosial ekonomi dan anamnesis gizi
2. Mampu melakukan anamnesis penyakit THT yang sering dijumpai dengan contoh kasus:
Rhinitis Viral (common cold) (4) Epistaksis (4) Otitis Media Akut (3A)
Keterampilan Klinik Semester V 12
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara 3.2 PELAKSANAAN
1. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah ditetapkan oleh bagian SDM MEU FK UISU.
2. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan : Waktu Aktivitas Keterangan
15 menit Pembukaan Perkenalan
Instruktur Pengantar (overview) 15 menit
Latihan
Demonstrasi Instruktur dan
Mahasiswa 30 menit Coaching 30 menit Latihan Mandiri
10 menit Penutupan Feed Back
Instruktur Penutup
3. Waktu pelaksanaan : Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
4. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab (lantai 3). 5. Alat dan Bahan yang diperlukan : Meja.
Kursi 8. Pasien simulasi (instruktur).
6.Materi Kegiatan / Latihan : Memahami kerangka anamnesis penyakit THT, mampu menggali informasi
yang didapatkan dari anamnesis secara deskriptif dan kronologis, dan mampu melakukan anamnesis penyakit THT dengan baik dan benar, yang terdiri dari : Anamnesis Pribadi. Anamnesis Keluhan Utama. Anamnesis Penyakit Sekarang. Anamnesis Penyakit Terdahulu. Anamnesis Organ & Sistem (sekilas). Anamnesis Riwayat Pribadi. Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga. Anamnesis Riwayat Pengobatan. Anamnesis Sosial Ekonomi. Anamnesis Gizi.
Keterampilan Klinik Semester V 13
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara RUJUKAN
1. Siegel L.G. Anamnesis dan Pemeriksaan Kepala dan Leher. In : Adams G.C, Boies L.R, Hilger PA, eds. Fundamental Otolaryngology. 6th edition. Philadelphia : W.B. Saunders Co ; 1989. p. 4-23.
2. Burnside J.W, Mc Glynn T.J. Kepala, Mata, Telinga, Hidung, dan Tenggorokan. Adams : Diagnosis Fisik. Alih Bahasa : Lukmanto H. 17th edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995. p. 135-54.
3. Soepardi E.A. Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. In: Soepardi E.A, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti R.D, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 6th edition. Jakarta : Balai Penerbit FK UI ; 2007. p. 1-5.
4. Sosialisman. Otitis Media Akut. In : Soepardi E.A, Iskandar N, Hadjat F, eds. Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga Hidung Tenggorok. 3rd edition. Jakarta : Balai Penerbit FK UI ; 2003. p. 45-6.
5. Rifki N, Mangunkusumo E. Epistaksis. In : Iskandar N, Helmi, eds. Panduan Penatalaksanaan Gawat Darurat Telinga Hidung Tenggorok. Jakarta : Balai Penerbit FK UI ; 2001. p. 61-2.
Keterampilan Klinik Semester V 14
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR (1) : Untuk Latihan
No. Langkah / Tugas Pengamatan
ANAMNESIS PENYAKIT THT Ya Tidak 1. Rinitis Viral (common cold)
Dokter menyilakan pasien masuk, dan mengucapkan salam (sambil berdiri, mengajukan tangan, dan tersenyum ramah).
Dokter mempersilahkan pasien duduk. Dokter memperkenalkan diri dan menjelaskan tugas atau perannya kepada pasien dan keluarga pasien.
Dokter menanyakan nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, status perkawinan, dan pekerjaan pasien. Anamnesis Pribadi
Dokter menanyakan keluhan pasien yang membuat dirinya datang berobat. Keluhan Utama Pasien : hidung saya tersumbat dokter.
Dokter menggali informasi lebih dalam mengenai keluhan utama yang dutarakan pasien yang meliputi : • Bagaimana mula terjadinya keluhan (gunakan pertanyaan
terbuka). Pasien: mula2timbul rasa panas, kering, dan gatal di dalam hidung, kemudian hidung saya tersumbat dokter (Onset)
• Pada bagian tubuh( rongga hidung) mana keluhan dirasakan pasien. Pasien: kedua rongga hidung saya dokter
(Location)Sudah berapa lama keluhan dirasakan pasien. Pasien: sudah 2 hari ini dokter (Duration) • Bagaimana sifat dari keluhan (hidung tersumbat) yang
dirasakan pasien. Pasien: hidung tersumbat terasa sementara, disertai bersinbersin berulan dan keluar cairan dari rongga hidung dokter (Character)
• Apakah cairan keluar dari salah satu lubang hidung atau keduanya, bagaimana sifat cairan tersebut, apakah encer atau kental, bagaimana warnanya, apakah disertai darah atau tidak, dan apakah berbau busuk. Pasien: cairan keluar dari kedua lubang hidung, encer, tidak berwarna/jernih, tidak berbau, dan tidak disertai darahdokter (Location, Character)
• Adakah waktu-waktu tertentu dimana keluhan lebih sering terjadi. Provoking Factor Pasien: tidak ada dokter (metode OLDCART) Anamnesis Riwayat Penyakit Sekarang
Keterampilan Klinik Semester V 15
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Dokter menanyakan apakah masih ada keluhan-keluhan lain (tambahan) yang dirasakan pasien selain keluhan utama tersebut. Keluhan Tambahan Pasien: badan terasa demam seperti meriang, dan kepala terasa sakit dokter
Dokter menanyakan apakah pasien pernah mengalami trauma pada kepala dan wajahnya, operasi hidung, kemasukan benda asing atau binatang pada lubang hidungnya. Anamnesis Riwayat Penyakit Terdahulu Pasien:tidak ada dokter
Dokter menanyakan apakah pasien mengalami gangguan penciuman dan gangguan bernafas melalui hidung. Anamnesis Organ/ Sistem Penghidu dan Pernafasan Pasien: iya, saya sulit bernafas melalui hidung dan tidak bisa mencium aroma makanan dokter
Dokter menanyakan apakah pasien sudah pernah berobat sebelumnya, apa saja nama obatnya dan apakah ada perbaikan sesudah makan obat. Anamnesis Riwayat Pengobatan Pasien: sudah dokter, saya berobat kebidan dan diberi obat tablet parasetamol®, sanaflu® dan obat batuk hitam®, tapi kalau saya tidak istirahat tidak ada perbaikan dokter
Dokter menanyakan ada tidaknya anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama dengan pasien. Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga Pasien: ada, istri dan adik saya dokter
Dokter menanyakan keadaaan perumahan, lingkungan sekitar tempat tinggal pasien dan pernah tidak terjadi wabah penyakit tertentu di daerah itu. Anamnesis Riwayat Sosial Ekonomi Pasien: saya tinggal dikompleks perumahan yang bersih dan tidak pernah ada wabah dokter
Dokter menanyakan bahan makanan, porsinya, frekuensi makan pasien sehari-hari dan apakah pasien merasa berat badannya tetap, bertambah, atau berkurang. Anamnesis Gizi Pasien: saya makan nasi 3 kali sehari lengkap dengan lauk pauknya dan berat badan saya tetap dokter
Keterangan : Tulisan yang dicetak tebal adalah jawaban yang diharapkan dari penderita. Mahasiswa berperan sebagai dokter dan instruktur sebagai penderita. Tanda Tangan Instruktur,
( )
Keterampilan Klinik Semester V 16
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR (2) : Untuk Latihan
No. Langkah / Tugas Pengamatan
ANAMNESIS PENYAKIT THT Ya Tidak 2. Epistaksis
Dokter menyilakan pasien masuk, dan mengucapkan salam (sambil berdiri, mengajukan tangan, dan tersenyum ramah).
Dokter mempersilahkan pasien duduk. Dokter memperkenalkan diri dan menjelaskan tugas atau perannya kepada pasien dan keluarga pasien.
Dokter menanyakan nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, status perkawinan, dan pekerjaan pasien. Anamnesis Pribadi
Dokter menanyakan keluhan pasien yang membuat dirinya datang berobat. Keluhan Utama Pasien : keluar darah dari hidung dokter
Dokter menggali informasi lebih dalam mengenai keluhan utama yang diutarakan pasien yang meliputi : • Bagaimana mula terjadinya keluhan (gunakan pertanyaan
terbuka). Pasien: perdarahan dari hidung timbul satu hari yang lalu beberapa saat setelah terpapar cuaca yang sangat panas, saat latihan Paskibra di sekolah dokter ( Onset, Provoking Factor)
• Pada bagian tubuh( rongga hidung) mana keluhan dirasakan pasien. Pasien: lubang hidung sebelah kanan dokter (Location)
• Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami perdarahan dari hidung seperti ini, dan berapa lama keluhan dirasakan Pasien : pernah dokter, tidak lama hanya beberapa menit saja (Duration)
• Bagaimana sifat dari keluhan (keluar darah dari hidung) yang dirasakan pasien, apakah pasien merasakan adanya cairan yang mengalir di tenggorokan saat perdarahan terjadi dan apakah disertai sekret yang berbau busuk, serta hidung tersumbat.
Pasien: perdarahan sebentar, kira-kira satu sendok makan, namun dapat berulang dan berhenti sendiri tanpa diobati, tidak dokter (Character) • Kapan terakhir kali perdarahan dari hidung terjadi.
Pasien : tiga bulan yang lalu saat liburan ke Eropa, dimana cuacanya sangat dingin dokter (Time)
• Adakah waktu-waktu tertentu dimana keluhan lebih sering terjadi. Pasien: kalau cuaca sangat panas atau sangat dingin dokter (Provoking Factor)(metode OLDCART) Anamnesis Riwayat Penyakit Sekarang
Keterampilan Klinik Semester V 17
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Dokter menanyakan apakah masih ada keluhan lain (tambahan) yang dirasakan pasien selain keluhan utama. Keluhan Tambahan Pasien: tidak ada dokter
Dokter menanyakan apakah pasien pernah mengalami trauma pada kepala dan wajahnya, operasi hidung, kemasukan benda asing atau binatang pada lubang hidungnya, sebelum keluar darah dari hidung apakah mengalami peradangan atau nyeri pada hidungnya dan menderita demam yang mendadak tinggi disertai dengan munculnya bintik-bintik merah pada tungkai bawah, atau timbulnya ruam merah di seluruh tubuh dan apakah memiliki riwayat luka yang perdarahannya sulit berhenti Anamnesis Riwayat Penyakit Terdahulu Pasien:tidak ada dokter
Dokter menanyakan apakah pasien mengalami jantung berdebar, rasa mau pingsan, atau hoyong. Anamnesis Organ / Sistem Penghidu dan PernafasanPasien :tidak dokter.
Dokter menanyakan apakah pasien memakai obat-obat yang dapat menyebabkan perdarahan seperti aspirin, heparin, atau warfarin dalam jangka waktu yang lama. Anamnesis Riwayat PengobatanPasien : tidak ada dokter
Dokter menanyakan keadaaan perumahan, lingkungan sekitar tempat tinggal pasien dan pernah tidak terjadi wabah penyakit tertentu di daerah itu. Anamnesis Riwayat Sosial Ekonomi Pasien: saya tinggal dikompleks perumahan yang bersih dan tidak pernah ada wabah dokter
Dokter menanyakan bahan makanan, porsinya, frekuensi makan pasien sehari-hari dan apakah pasien merasa berat badannya tetap, bertambah, atau berkurang. Anamnesis Gizi Pasien: saya makan nasi 3 kali sehari lengkap dengan lauk pauknya dan berat badan saya tetap dokter
Keterangan : • Tulisan yang dicetak tebal adalah jawaban yang diharapkan dari
penderita Mahasiswa berperan sebagai dokter dan instruktur sebagai penderita
Tanda Tangan Instruktur, ( )
Keterampilan Klinik Semester V 18
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR (3) : Untuk Latihan
No. Langkah / Tugas Pengamatan
ANAMNESIS PENYAKIT THT Ya Tidak 3. Otitis Media Akut
Dokter menyilakan pasien masuk, dan mengucapkan salam (sambil berdiri, mengajukan tangan, dan tersenyum ramah).
Dokter mempersilahkan pasien duduk. Dokter memperkenalkan diri dan menjelaskan tugas atau perannya kepada pasien dan keluarga pasien.
Dokter menanyakan nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, status perkawinan, dan pekerjaan pasien. Anamnesis Pribadi
Dokter menanyakan keluhan pasien yang membuat dirinya datang berobat. Keluhan Utama Pasien : keluar cairan dari telingga dokter
Dokter menggali informasi lebih dalam mengenai keluhan utama yang diutarakan pasien yang meliputi : • Bagaimana mula terjadinya keluhan (gunakan pertanyaan
terbuka). Pasien: keluar cairan dari telinga dirasakan beberapa hari setelah timbulnya rasa nyeri yang hebat di dalam telinga dokter (Onset)
• Pada bagian tubuh (liang telingga) mana keluhan dirasakan pasien.
Pasien: liang telinga kanan dokter (Location) • Bagaimana sifat dari keluhan (keluar cairan dari telingga)
yang dirasakan pasien apakah kental seperti nanah, berbau busuk dan berdarah.
Pasien: iya dokter, tapi tidak disertai darah dokter (Character) • Bagaimana sifat nyeri telinga apakah terus menerus atau
sementara, disertai demam tinggi, didahului rasa gatal, didahului timbulnya rasa nyeri kepala yang hebat disertai kaku kuduk. Pasien : nyeri dalam telinga terus menerus disertai demam tinggidokter, tapi tidak ada nyeri kepala hebat dan kaku kuduk (Character)
• Adakah waktu-waktu tertentu dimana keluhan lebih sering terjadi. Pasien: tidak dokter (Provoking Factor) (metode OLDCART) Anamnesis Riwayat Penyakit Sekarang
Dokter menanyakan apakah masih ada keluhan lain (tambahan) yang dirasakan pasien selain keluhan utama. Keluhan Tambahan Pasien: tidak ada dokter
Keterampilan Klinik Semester V 19
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Dokter menanyakan apakah sebelum timbul keluhan, pasien mengalami infeksi saluran nafas dengan gejala bersin berulang, hidung tersumbat dan demam, trauma pada kepala dan wajahnya, operasi telingga, kemasukan benda asing atau binatang pada liang telingga, didahului dengan aktifitas pada daerah bertekanan udara
tinggi misalnya menyelam atau di atas pesawat udara Anamnesis Riwayat Penyakit Terdahulu Pasien : iya sebelumnya 1 minggu yang lalu saya batuk pilek dokter, tapi kalau yang lainnya tidak ada
Dokter menanyakan apakah ada gangguan pendengaran seperti kurang pendengaran, telinga berdengung atau pusing seperti berputar. Anamnesis Organ dan Sistem Pendengaran/ Keseimbangan Pasien : iya dokter, pendengaran saya berkurang
Dokter menanyakan apakah pasien sudah pernah berobat sebelumnya, apa saja nama obatnya dan apakah ada perbaikan sesudah makan obat. Anamnesis Riwayat Pengobatan Pasien: sudah dokter, saya berobat kebidan dan diberi obat parasetamol®, asam mefenamat® dan amoxicylin®, tapi hanya demam yang reda dokter,
Dokter menanyakan keadaaan perumahan, lingkungan sekitar tempat tinggal pasien dan pernah tidak terjadi wabah penyakit tertentu di daerah itu. Anamnesis Riwayat Sosial Ekonomi Pasien: saya tinggal di Perumnas Mandala dokter, lingkungannya tidak begitu bersih dan tidak pernah ada wabah dokter
Dokter menanyakan bahan makanan, porsinya, frekuensi makan pasien sehari-hari dan apakah pasien merasa berat badannya tetap, bertambah, atau berkurang. Anamnesis Gizi Pasien: saya makan nasi 3 kali sehari lengkap dengan lauk pauknya dan berat badan saya tetap dokter
Keterangan : Tulisan yang dicetak tebal adalah jawaban yang diharapkan dari penderita Mahasiswa berperan sebagai dokter dan instruktur sebagai penderita Tanda Tangan Instruktur, ( )
Keterampilan Klinik Semester V 20
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
FORMULIR HASIL LATIHAN ANAMNESIS PENYAKIT THT
(Hasil Latihan Role Play - Mahasiswa) Nama Mahasiswa : Kelompok : Tanggal : Nama Instruktur :
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Umur : Jenis Kelamin : Alamat : Agama : Bangsa / Suku : Status Perkawinan : Pekerjaan :
RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan Utama :
Keluhan Tambahan :
Telaah : (Riwayat Penyakit Sekarang) : Riwayat Penyakit Dahulu :
Anamnesis Organ & Sistem :
Anamnesis Riwayat Pribadi :
Anamnesis Riwayat Keluarga :
Anamnesis Sosial Ekonomi :
Anamnesis Gizi :
Tanda Tangan nstruktur
( )
Keterampilan Klinik Semester V 21
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik Ketiga
PEMERIKSAAN FISIK THT
I.PENDAHULUAN Pemeriksaan fisik telinga, hidung dan tenggorok adalah suatu pemeriksaan
yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan- kelainan pada telinga, mulai dari telinga bagian luar sampai telinga dalam yang dapat memberikan gangguan fungsi pendengaran dan keseimbangan serta kelainan-kelainan pada hidung dan tenggorok.
Pada keterampilan klinik ini, akan dilatih bagaimana cara melakukan pemeriksaan fisik THT secara seksama dan sistematis, dengan tetap mengacu kepada standar kompetensi dokter umum yaitu, pemeriksaan fisik telinga, hidung, dan tenggorokan.
Agar dapat melakukan pemeriksaan fisik THT dengan baik, terlebih dahulu diperlukan pengetahuan mengenai topografi organ tubuh yang akan diperiksa dan tentunya latihan yang berulang-ulang, dengan atau tanpa menggunakan alat bantu pemeriksaan fisik.
Topografi Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga luar sampai membran timpani.
Daun telinga (auricula), terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit, dan dapat dibedakan menjadi beberapa bagian penting, antara lain heliks, antiheliks, fossa triangular, antitragus, dan lobus daun telinga.
Liang telinga luar (meatus acousticus externus) memiliki panjang sekitar 3,5 cm, berbentuk seperti huruf S dan memanjang hingga membran timpani, 1/3 bagian luar liang telinga terdiri dari tulang rawan, sedangkan 2/3 bagian dalam terdiri dari bagian tulang. Pada tempat kedua bagian ini bertemu, liang telinga menyempit. Daerah inilah yang dinamakan isthmus.
G
Gambar 1. Anatomi Daun Telin ga Gambar 2. Stuktur Anatomi Telinga Luar
Keterampilan Klinik Semester V 22
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara Keterangan Gambar :
1) Heliks 2) Fossa Triangular 3) Antiheliks 4) Tragus 5) Antitragus 6) Lobuli Daun Telinga 7) Krus Heliks 8) Konka Auricula 9) Liang Telinga Membran timpani merupakan membran tipis berbentuk elips yang melekat
pada fibrokartilagoneus. Pada pengamatan melalui liang telinga, membran timpani terlihat berbentuk bundar dan konkaf, serta berwarna putih mutiara. Membran timpani dapat dibedakan atas dua bagian, yaitu pars tensa (membrana propria), yang terletak di bagian bawah, dan pars flaksida (membran Sharpnell atau attic) yang terletak di bagian atas. Pars tensa lebih tebal dari pars flaksida karena terdiri dari 3 lapisan, yaitu epitel, jaringan ikat elastis dan mukosa. Pars flaksida lebih tipis daripada pars tensa, dan hanya terdiri 2 lapisan yaitu epitel dan mukosa.
Pada membran timpani terdapat umbo, yaitu bayangan penonjolan bagian bawah tulang maleus pada membran timpani. Dari umbo inilah bermula refleks cahaya (cahaya dari luar yang dipantulkan membran timpani) yang mengarah ke bawah. Pada membran timpani telinga kiri, refleks cahaya akan mengarah ke arah jam 7, sedangkan pada membran timpani telinga kanan, refleks cahaya akan mengarah ke arah jam 5.
Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran untuk memudahkan pemeriksaan fisik, terutama dalam menentukan letak perforasi membran timpani. Keempat kuadran tersebut dibuat dengan cara menarik garis searah dengan prossesus longus maleus, dan garis yang tegak lurus garis tersebut pada umbo. Keempat kuadran tersebut adalah kuadran antero-superior, kuadran antero-posterior, kuadran antero-inferior, dan kuadran postero-inferior.
Keterampilan Klinik Semester V 23
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Sebelum melakukan pemeriksaan THT ada beberapa hal yang harus dipersiapkan antara lain :
A.Persiapan alat dan bahan Alat dan bahan yang akan digunakan dalam pemeriksaan THT antara lain :
1. Lampu kepala 2. Spekulum telinga dengan berbagai ukuran 3. Otoscope 4. Spekulum hidung dengan berbagai ukuran 5. Cermin laring dan nasofaring dengan berbagai ukuran 6. Spatel lidah 7. Kasa 8. Wadah air 9. Dettol antiseptik 10. Bunsen 11. Handuk kecil
B. Pemasangan lampu kepala
Sebelum diletakkan di kepala, ikatan lampu kepala dilonggarkan dengan memutar pengunci kearah kiri. Posisi lampu diletakkan tepat pada daerah glabella atau sedikit miring kearah mata yang lebih dominan. Bila lampu kepala sudah berada pada posisi yang benar, ikatan lampu dieratkan dengan memutar kunci kearah kanan. Pungunci ikatan lampu kepala harus berada disebelah kanan kepala. Fokus cahaya lampu diatur dengan memfokuskan cahaya kearah telapak tangan yang diletakkan kurang lebih 30 cm dari lampu kepala. Besar kecilnya fokus cahaya diatur dengan memutar penutup lampu kepala kearah luar sampai diperoleh fokus cahaya lampu yang kecil, bulat dengan tingkat pencahayaan yang maksimal. Diusahakan agar sudut yang dibentuk oleh jatuhnya sumber cahaya kearah obyek yang berjarak kurang lebih 30 cm dengan aksis bola mata, sebesar 15 derajat.
C. Posisi duduk antara pemeriksa dengan pasien
Pemeriksa dan pasien masing-masing duduk berhadapan dengan sedikit menyerong , kedua lutut pemeriksa dirapatkan dan ditempatkan berdampingan dengan kaki penderita. Bila diperlukan posisi-posisi tertentu penderita dapat diarahkan ke kiri atau kanan. Kepala penderita difiksasi dengan bantuan seorang perawat. Pada anak kecil yang belum kooperatif selain diperlukan fiksasi kepala, sebaiknya anak dipangku oleh orang tuanya pada saat dilakukan pemeriksaan. Kedua tangan dipeluk oleh orang tua sementara itu, kaki anak difiksasi diantara kedua paha orang tua.
I.1. Teknik Pemeriksaan Fisik Daun Telinga
Sebagaimana halnya pemeriksaan fisik pada sistem organ lainnya, jelaskanlah terlebih dahulu prosedur pemeriksaan fisik telinga yang akan dilakukan secara lisan, dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien. Bila pasien setuju, untuk memeriksa daun telinganya, mintalah pasien untuk menoleh ke kanan atau kiri, sehingga telinga yang akan diperiksa berhadapan dengan pemeriksa.
Keterampilan Klinik Semester V 24
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Inspeksi Pemeriksaan dimulai dengan melakukan inspeksi pada daerah daun telinga
(auricula atau pinna), dan jaringan di sekitar telinga seperti daerah belakang (retroaurikuler), dan depan (preaurikuler) daun telinga. Amatilah dengan seksama bagaimana bentuk daun telinga, apakah normal, atau abnormal, misalnya kelainan bentuk karena cacat bawaan sejak lahir (kongenital), seperti telinga caplang (bat’s ear), atau daun telinga yang kecil dan tidak sempurna (mikrotia), kelainan bentuk karena komplikasi peradangan jaringan tulang rawan elastin (cauliflower ear), benjolan pada daun telinga karena hematoma, pseudokista, atau abses, apakah terdapat sikatriks bekas operasi, serta tanda-tanda peradangan, seperti warna daun telinga yang tampak memerah (hiperemis) tumor dan secret yang keluar dari liang telinga.
Palpasi Pemeriksaan palpasi dilakukan dengan melakukan perabaan, penekanan, atau
penarikan pada daun telinga, untuk menilai ada tidaknya benjolan abnormal, abses yang teraba berfluktuasi dan tanda peradangan seperti daun telinga yang terasa hangat atau nyeri bila daun telinga ditekan atau ditarik serta tanda-tanda pembesaran kelenjar pre dan post aurikuler. Nyeri pada saat penekanan tragus, memberi pemahaman
Auskultasi Pemeriksaan auskultasi pada telinga dengan menggunakan stetoskop dapat
dilakukan pada kasus-kasus tertentu misalnya pada penderita dengan keluhan tinnitus objektif. I.2. Teknik Pemeriksaan Fisik Liang Telinga dan Membran Timpani
Pemeriksaan liang telinga dan membrane timpani dilakukan dengan memposisikan liang telinga sedemikian rupa agar diperoleh aksis liang telinga yang sejajar dengan arah pandang mata sehingga keseluruhan liang telinga sampai permukaan membrane timpani dapat terlihat.
Posisi ini dapat diperoleh dengan menjepit daun telinga dengan menggunakan ibu jari dan jari tengah dan menariknya kearah superior-dorso-lateral bila pasien
adanya kelainan liang telinga, sebelum dilakukannya inspeksi ke liang telinga .
Gambar 5. Mikrotia dan Atresia Liang Telinga Gambar 6. Hematoma Daun Telinga
Keterampilan Klinik Semester V 25
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara orang dewasa, dan ke arah bawah bila pasien bayi atau anak kecil. Jika tragus menghalangi pandangan; dengan menggunakan jari telunjuk tangan yang satu lagi; menggeser kulit preaurikula.
Cara ini dilakukan dengan tangan kanan bila akan memeriksa telinga kiri dan sebaliknya digunakan tangan kiri bila akan memeriksa telinga kanan.
Amati liang telinga dengan seksama apakah ada stenosis atau atresia meatal, obstruksi yang disebabkan oleh secret, jaringan ikat, benda asing, serumen obsturan, polip, jaringan granulasi, edema atau furunkel.
Pada kasus-kasus dimana kartilago daun telinga agak kaku atau kemiringan liang telinga terlalu ekstrim dapat digunakan bantuan spekulum telinga yang disesuaikan dengan besamya diameter liang telinga.
Teknik Pemeriksaan dengan Spekulum Telinga
Pemeriksaan liang telinga dan membran timpani dengan menggunakan spekulum telinga memerlukan alat bantu lampu kepala sebagai sumber cahaya. Cara melakukan pemeriksaan liang telinga dan membran timpani dengan menggunakan spekulum adalah sebagai berikut : Luruskanlah terlebih dahulu liang telinga dengan cara menarik daun telinga
dengan lembut, ke arah belakang dan ke atas. Bila telinga yang akan diperiksa adalah telinga kanan, tariklah daun telinga
dengan tangan kiri, dan peganglah spekulum telinga dengan tangan kanan. Sebaliknya, bila telinga yang akan diperiksa adalah telinga kiri, tariklah daun
telinga dengan tangan kanan, dan peganglah spekulum telinga dengan tangan kiri.
Cara memegang spekulum adalah dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk
Gambar 7. Spekulum Telin ga G ambar 8. Otoskop Bertenaga Baterei
Keterampilan Klinik Semester V 26
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara Masukkanlah spekulum secara hati-hati ke dalam liang telinga (meatus
acousticus externus). Arahkan cahaya lampu kepala ke liang telinga yang akan diperiksa. Untuk memperluas lapangan penglihatan, gerakkanlah spekulum di dalam
liang telinga, terutama untuk melihat liang telinga dan membran timpani secara keseluruhan.
Teknik Pemeriksaan dengan Otoskop Jenis otoskop yang lazim digunakan adalah otoskop bertenaga baterei yang
memiliki lampu periksa dan iluminasi serat optik untuk memperbesar objek yang akan diamati. Pastikan lampu otoscope telah dinyalakan terlebih dahulu. Luruskanlah terlebih dahulu liang telinga dengan cara menarik daun telinga
dengan lembut, ke arah belakang dan ke atas Bila telinga yang akan diperiksa adalah telinga kanan, tariklah daun telinga
dengan tangan kiri, dan peganglah otoskop dengan tangan kanan Sebaliknya, bila telinga yang akan diperiksa adalah telinga kiri, tariklah daun
telinga dengan tangan kanan, dan peganglah otoskop dengan tangan kiri Peganglah otoskop dengan ibu jari dan jari-jari tangan lainnya dengan arah
mendatar. Agar posisi otoskop stabil, jari kelingking tangan yang memegang otoskop
ditekankan pada pipi pasien. Masukan spekulum otoskop dengan hati-hati ke dalam liang telinga. Untuk memperluas lapangan pengelihatan, gerakkanlah spekulum otoskop di
dalam liang telinga, terutama untuk melihat liang telinga dan membran timpani secara keseluruhan
.
Gambar 9. Pemeriksaan Telinga Luar Gambar 10. Cara Memegang Otoskop
Keterampilan Klinik Semester V 27
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Inspeksi Liang Telinga Setelah otoskop atau spekulum masuk ke dalam liang telinga, pertama kali
amatilah dengan seksama : 1. Nilai luas dari liang telingga, 2. Amatilah juga apakah terdapat serumen, atau benda asing pada liang telinga. Dalam keadaan normal, serumen terdapat pada 1/3 luar telinga, dengan warna kecoklatan seperti lilin (wax), atau putih kusam bila serumen tersebut telah mengeras. Benda asing yang ditemukan dapat bermacam-macam, seperti mainan, potongan benda-benda kecil yang sering dipakai untuk mengorek-ngorek telinga, misalnya kapas cotton bud, batang alangalang, korek api, atau patahan lidi, serta serangga yang berukuran kecil seperti semut, nyamuk, ngengat, lalat, bahkan belatung, 3. kulit permukaan liang telinga, apakah tampak normal atau abnormal, misalnya peradangan, edema, abses, furunkel, laserasi, hifa, serta tumor.
Inspeksi Membran Timpani Setelah mengamati liang telinga, amatilah dengan seksama membran timpani. Pada keadaan normal, membran timpani akan tampak putih mutiara, agak mengkilatdan berbentuk konkaf (cekung)
Gambar 13. Hifa Jamur (otomikosis) Gambar 14. Tumor Liang Telinga
Gambar 11. Edema Liang Telinga (otitis eksterna) Gambar 12. Benda Asing Dalam Liang Telinga
Keterampilan Klinik Semester V 28
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Pengamatan terhadap membrane timpani dilakukan dengan memperhatikan
permukaan membrane timpani, posisi membrane, wama, ada tidaknya perforasi, refleks cahaya, Struktur telinga tengah yang terlihat pada permukaan membrane seperti manubrium mallei, prosesus brevis, plika maleolaris anterior dan posterior
Amatilah juga adakah abnormalitas pada membran timpani, seperti gambaran retraksi membran timpani, warna keruh pucat, pelebaran pembuluh-pembuluh darah pada membran timpani, sehingga tampak hiperemis dan edem, gambaran penonjolan membran timpani (bulging) ke arah liang telinga luar, nekrosis yang terlihat sebagai daerah yang berwarna kekuningan pada membran timpani, atau gambaran perforasi pada membran timpani. Bila terdapat perforasi, tentukanlah letaknya pada kuadran mana, dan tentukanlah tipe perforasi, apakah tipe sentral, marginal, atau atik.
Gambar 17. Perforasi Sentral Membran Timpani Gambar 18. Perforasi Marginal Membran Timpani
Gambar 15. Bulging & Hiperemis Membran Timpani Gambar 16. Kolesteatom Akuisital Sekunder
Keterampilan Klinik Semester V 29
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara 1.3. Pengambilan Benda Asing di Telinga
Adanya benda asing di liang telinga dapat disebabkan factor kesengajaan terutama dilakukan oleh anak – anak. Biasanya jenis benda asing di liang telinga anak kecil dapat berupa kacang hijau, karet penghapus, ataupun benda lainnya dan pada orang dewasa yang sering tertinggal di liang telinga adalah kapas pembersih telinga dan potongan korek api. Benda asing binatang serangga, lalat, nyamuk atau kecoa dapat masuk secara kebetulan kedalam liang telinga.
Gejala klinis adanya benda asing di liang telinga akan menimbulkan rasa tersumbat dan pendengaran terganggu. Rasa nyeri akan timbul bila serangga yang masih hidup bergerak dan melukai dinding liang telinga. Pada anak gejala yang ditemui berupa nyeri atau perdarahan dari telinga, kemungkinan disertai dengan tuli dan vertigo, bila saat benda asing masuk atau usaha untuk mengeluarkannya menimbulkan trauma.
Indikasi pengangkatan benda asing dari telinga apabila terdapat visualisasi yang baik dari benda asing yang teridentifikasi di dalam liang telinga luar. Kontraindikasi pengangkatan benda asing adalah sebagai berikut :
• Adanya perforasi membrane timpani, kontak antara benda asing dengan membrane timpani, atau tidak bagusnya visualisasi liang telinga, sehingga diindikasikan untuk konsultasi emergensi THT untuk pengangkatan melalui operasi mikroskopik dan spekulum.
• Apabila terdapat baterai alat bantu dengar, sehingga konsultasi emergensi THT selalu dilakukan karena dapat menyebabkan nekrosis dalam waktu singkat dan menyebabkan perforasi membrane timpani dan komplikasi lainnya. Jadi irigasi tidak boleh dilakukan pada kasus seperti ini, karena dapat menyebabkan percepatan proses nekrotik.
Benda asing liang telinga dapat dikeluarkan dengan cara : 1. Jika benda asing serangga masih hidup, harus dimatikan dulu dengan
meneteskan larutan pantokain, alkohol, rivanol, atau minyak. Kemudian benda asing dijepit dengan pinset atau klem dan ditarik keluar. Setelah itu liang telinga dibersihkan dengan larutan betadin. Bila ada laserasi liang telinga diberikan antibiotik ampisilin selama 3 hari dan analgetika jika perlu.
2. Benda asing seperti kertas, karet busa, bunga, kapas, dijepit dengan pinset dan tarik keluar.
3. Benda asing yang licin dan keras seperti batu, manik – manik dan biji – bijian, pada anak yang tidak kooperatif harus dikeluarkan dalam narkosis. Dengan memakai lampu kepala yang sinarnya terang, benda asing lebih jelas terlihat dan dikeluarkan dengan hati – hati memakai pengait. Bila fasilitas ini tidak tersedia, pasien dirujuk ke rumah sakit, karena tindakan tersebut dapat menyebabkan trauma pada membran timpani dan benda asing yang licin tersebut terdorong masuk melalui robekan ke dalam kavum timpani.
4. Teknik irigasi dapat dilakukan untuk benda yang kecil dan dekat dengan membran timpani.
Keterampilan Klinik Semester V 30
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara 1.4. Manuver Valsava
Tuba eustachius adalah bagian telinga tengah berupa saluran yang menghubungkan antara kavum timpani dengan nasofaring ( termasuk rongga mulut ). Tuba eustachius dapat tersumbat atau terganggu seperti sedang flu, sinusitis, infeksi telinga atau serangan alergi. Kasus berat memerlukan perawatan medis professional dari dokter spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan. Namun, kasus ringan sampai sedang dapat dilakukan dengan beberapa manuver yang salah satunya dengan manuver valsava. Manuver Valsava berasal dari nama ahli anatomi italia Antonio Maria Valsava ( 1666 – 1723 ). Manuver valsava bertujuan untuk memaksakan udara melewati Tuba eustachius yang tersumbat serta mengembalikan aliran normal udara, harus dilakukan dengan hati – hati.
Tehnik melakukan manuver valsava : • Tarik nafas dalam, lalu tahan dengan menutup mulut dan menjepit
hidung • Hembuskan napas melalui lubang hidung yang terutup • Jika berhasil, bunyi meletup akan terdengar di telinga, dan gejala
mereda. Saat berusaha meniupkan udara menembus saluran yang tersumbat, tekanan
udara di tubuh juga ikut terpengaruh. Aliran udara mendadak saat napas dihembuskan dapat menyebabkan perubahan cepat pada tekanan darah dan detak jantung
Keterampilan Klinik Semester V 31
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik Keempat
PEMERIKSAAN FISIK HIDUNG
I.5. Topografi Hidung Hidung secara anatomis terbagi atas hidung bagian luar dan rongga hidung (kavum nasi). Hidung bagian luar memiliki bentuk seperti piramid, terbentuk dari kerangka tulang rawan dan tulang yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot kecil yang berfungsi melebarkan dan menyempitkan lubang hidung. Hidung bagian luar terdiri dari, lubang hidung (nares anterior), kolumela, alae nasi, puncak hidung, batang hidung (dorsum nasi), dan pangkal hidung (bridge).
Rongga hidung (kavum nasi), berbentuk seperti terowongan dari depan ke belakang, dimulai dari lubang hidung (nares anterior) di bagian depan, hingga koana atau nares posterior, yang berbatasan dengan nasofaring, di bagian belakang. Rongga hidung dipisahkan oleh septum nasi pada bagian tengahnya, sehingga menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Tepat di belakang nares anterior, terdapat vestibulum, yaitu bagian kavum nasi yang dilapisi oleh kulit dengan rambut-rambut panjang (vibrise), dan memiliki banyak kelenjar sebacea. Kavum nasi terdiri dari empat buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, superior, dan inferior.
Dinding medial kavum nasi adalah septum nasi, yang terdiri dari bagian tulang dan tulang rawan, serta dilapisi oleh lapisan selaput lendir (mukosa) pada bagian luarnya. Pada bagian tulang rawan, septum nasi dilapisi oleh perikondrium, sedangkan pada bagian tulang, septum dilapisi oleh periosteum.
Pada dinding lateral kavum nasi terdapat tiga buah konka, yaitu konka inferior, konka media, konka superior, dan konka suprema yang biasanya rudimeter. Antara konka tersebut dengan dinding lateral kavum nasi terdapat rongga sempit yang dinamakan meatus. Meatus yang perlu diketahui ada tiga, yaitu meatus inferior, media, dan superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior, dengan dinding lateral dan dasar hidung. Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung, dan meatus superior yang terletak di antara konka media dan konka superior.
Gambar 24. Anatomi Hidung Bagian Luar Gambar 25. Anatomi Hidung Bagian Dalam
Keterampilan Klinik Semester V 32
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara Teknik Pemeriksaan Fisik Hidung Bagian Luar
Jelaskanlah terlebih dahulu prosedur pemeriksaan fisik hidung, dan sinus paranasalis yang akan dilakukan secara lisan, dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien. Bila pasien setuju, untuk memeriksa hidung bagian luar aturlah posisi pasien, sehingga duduk berhadapan dengan dokter.
Inspeksi Amatilah dengan seksama bagaimana penampilan wajah dan hidung pasien,
karena seringkali dapat memberi petunjuk ke arah gejala pasien. Perhatikan bagaimana bentuk hidung, apakah normal seperti mancung, pesek dan bangir, atau abnormal misalnya saddle nose pada penyakit kusta atau sifilis, dan lain sebagainya.
Kemudian amatilah hidung bagian luar dilakukan secara sistematis mulai dari pangkal hidung, batang hidung, puncak hidung, alae nasi, kolumela, dan nares anterior.
Pada pengamatan terhadap pangkal hidung dan batang hidung dapat memperlihatkan adanya depresi, deformitas, atau penonjolan dari tulang hidung. Pengamatan pada batang hidung misalnya dapat memperlihatkan adanya garis melintang kehitaman pada sepertiga bawah bagian ini (allergic crease), yang merupakan salah satu pertanda rhinitis alergi. Pengamatan terhadap kolumela dapat memperlihatkan adanya deviasi dari septum, dan pengamatan terhadap nares anterior, dapat memperlihatkan adanya polip hidung yang masif, tumor hidung, ataupun epistaksis.
Kemudian amatilah lapisan kulit yang menutupi hidung, apakah normal, atau terdapat tanda-tanda peradangan misalnya hiperemis, infeksi (selulitis), massa abnormal seperti tumor atau furunkel, serta jaringan parut bekas luka atau operasi.
Amatilah juga daerah sekitar hidung misalnya bayangan gelap dan bengkak di daerah bawah mata (allergic shiner), yang merupakan salah satu pertanda rhinitis
alergi.
Gambar 26. Deviasi Septum Hidung Gambar 27. Allergic Crease (rhinitis alergi)
Keterampilan Klinik Semester V 33
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Palpasi Pemeriksaan palpasi dilakukan dengan cara meraba atau menekan hidung bagian luar untuk menemukan kelainan-kelainan yang tidak ditemukan pada inspeksi. Misalnya nyeri tekan pada infeksi hidung, atau krepitasi tulang hidung pada fraktur tulang hidung.
Palpasi hidung dengan menggunakan ibu jari, telunjuk dan jari tengah tangan
Teknik Pemeriksaan Fisik Rongga Hidung (Cavum Nasi)
Aturlah posisi pasien, sehingga pasien duduk berhadapan dengan dokter. Pemeriksaan hidung bagian dalam dilakukan dengan melakukan pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior. Pemeriksaan hidung bagian dalam memerlukan alat bantu pemeriksaan : lampu kepala, spekulum hidung, spatula lidah, kaca nasofaring, dan pemanas spritus
Rinoskopi anterior merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk melihat
rongga hidung bagian dalam dari depan, yaitu melalui lubang hidung (nares
Gambar 30. Spekulum Hidun g Gambar 31. Spatula Lidah (tongue depressor) Teknik Pemeriksaan Rinoskopi Anterior
kanan. Dimulai dari dorsum sampai ke tip nasi. Gambar 28. Fraktur Tulang Hidung Gambar 29. Allergic Shinner (rhinitis alergi)
Keterampilan Klinik Semester V 34
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara anterior), dengan alat bantu pemeriksaan yaitu spekulum hidung dan lampu kepala. Cara melakukan pemeriksaan rinoskopi anterior dengan menggunakan spekulum hidung adalah sebagai berikut : Arahkan sinar lampu kepala ke rongga hidung yang akan diperiksa, Peganglah spekulum dengan tangan kiri. Masukkanlah spekulum ke dalam lubang hidung dengan hati-hati, kemudian
letakkan telunjuk kiri pada sisi hidung pasien, untuk menstabilkan posisi spekulum
Spekulum dimasukkan pada vestibulum nasi, tidak boleh dimasukkan terlalu dalam atau terlalu luar.
Bukalah spekulum dengan hati-hati dengan arah ke atas dan bawah. Setelah selesai melakukan pemeriksaan, keluarkan spekulum dalam keadaan
sedikit terbuka untuk menghindari terjepitnya bulu hidung pasien Peganglah spekulum dengan tangan yang sama saat akan memeriksa rongga
hidung di sebelahnya
Inspeksi
1. Pemeriksaan dimulai dengan melakukan pengamatan seksama pada vestibulum nasi, amatilah bagaimana keadaan kulit, serta bulu-bulu hidung. Karena vestibulum dilapisi oleh kulit yang mengandung kelenjar sebacea, seringkali ditemukan adanya radang pada folikel bulu hidung (folikulitis), terutama karena infeksi bakteri komensal.
2. Nilai Cavum Nasi : a. Luas cavum nasi, 2. Ada tidaknya sekret, darah, benda asing, polip, fungus ball.
3. Selanjutnya amatilah septum nasi. Bentuk septum nasi yang normal adalah lurus di tengah dengan sedikit deviasi pada orang dewasa. Kelainan bentuk septum yang dapat ditemukan antara lain adalah :
Deviasi. Bentuk deviasi yang sering ditemukan dapat berbentuk seperti huruf C atau huruf S. Deviasi yang ringan tidak memberikan gejala klinis, akan tetapi bila deviasi cukup berat dapat menyebabkan penyempitan rongga hidung, sehingga dapat mengganggu fungsi hidung
Penonjolan tulang atau tulang rawan septum (krista dan spina). Bila penonjolan memanjang dari depan ke belakang, dinamakan krista, dan bila penonjolan berbentuk sangat runcing, dinamakan spina
Dislokasi, yaitu keluarnya bagian bawah kartilago septum dari krista maksila ke dalam rongga hidung
Sinekia, yaitu melekatnya deviasi atau krista septum nasi dengan konka yang berada dihadapannya. Selain mengamati bentuk septum, amatilah ada tidaknya tanda-tanda
peradangan atau infeksi pada septum. Setelah mengamati septum, amatilah bagaimana keadaan konka, meatus serta lapisan mukosa yang meliputinya. Lapisan mukosa yang normal berwarna merah muda dan basah dengan sedikit sekret encer. Amatilah apakah terdapat perubahan warna mukosa menjadi livid atau hiperemis oleh karena infeksi, edema mukosa, laserasi, ulserasi, sekresi sekret yang berlebihan dengan viskositas encer atau kental (purulen atau non purulen). Konka dinilai apakah normal, oedema, hipertropi atau atropi
Keterampilan Klinik Semester V 35
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Rinoskopi posterior merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengamati
hidung bagian belakang melalui nares posterior (choana), dan nasofaring. Untuk melakukan pemeriksaan rinoskopi posterior diperlukan alat bantu pemeriksaan yaitu spatula lidah (tongue depressor) dan kaca nasofaring yang telah dilidah apikan dengan pemanas spiritus untuk mencegah pengembunan udara pernafasan pada kaca nasofaring. Cara melakukan pemeriksaan rinoskopi posterior adalah sebagai berikut : Peganglah kaca nasofaring (post nasal mirror) dengan tangan kanan dan spatel
lidah dengan tangan kiri. Lidah apikan kaca nasofaring dengan api pemanas spiritus hingga uap air yang
mengembun hilang. Tunggulah beberapa saat hingga suhu kaca nasofaring mendingin, untuk
mengetahuinya, tempelkanlah bagian belakang kaca pada punggung tangan kiri pemeriksa.
Arahkan cahaya lampu kepala kearah mulut, kemudian mintalah pasien untuk membuka mulutnya.
Tekanlah 1/3 bagian tengah lidah dengan menggunakan spatula lidah, dan mintalah pasien untuk bernafas dengan menggunakan mulut agar uvula terangkat ke atas.
Masukkan kaca nasofaring, dengan permukaan kaca menghadap ke atas, melalui mulut, ke bawah uvula, hingga ke orofaring.
Cahaya lampu diarahkan kecermin nasofaring. Setelah kaca berada di orofaring, mintalah pasien untuk bernafas seperti biasa,
agar uvula turun kembali kembali dan rongga nasofaring terbuka. Bila pasien tampak seperti akan muntah, segara keluarkan kaca nasofaring. Untuk melakukan pemeriksaan kembali, tunggulah beberapa saat hingga
keadaan pasien normal kembali
Inspeksi Pemeriksaan dimulai dengan mengamati nasofaring, dinilai apakah terdapat
massa adenoid, polip, NPC selanjutnya mengamati bagian belakang septum dan choana (nares posterior). Untuk mengamati konka superior, media, meatus superior, dan meatus media, putarlah kaca nasofaring sedikit ke arah lateral. Selanjutnya putarlah kaca ke arah lebih lateral lagi sehingga terlihat torus tubarius, dan fossa rossenmuller. Pengamatan terhadap sisi yang berlawanan, dilakukan dengan memutar kaca nasofaring ke arah lateral pada sisi yang akan diperiksa.
. Gambar 32. Polip Hidung Kiri Gambar 33. Edema Mukosa Hidung
Teknik Pemeriksaan Rinoskopi Posterior
Keterampilan Klinik Semester V 36
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 34. Gambaran Posterior Hidung dan Faring Gambar 35. Kaca Nasofaring (post nasal mirror)
Pemeriksaan Aliran Udara Hidung Pada keadaan normal, udara yang melalui kedua lubang hidung kurang lebih
sama. Untuk memeriksa aliran udara hidung, letakkanlah spatula lidah (spatula logam) di depan kedua lubang hidung pasien, karena udara pernafasan mengandung uap air, bagian spatula yang diletakkan pada di depan lubang hidung akan tampak berembun.
Bandingkanlah bagian yang berembun tersebut, apakah sama luas, bila tidak sama luas kemungkinan aliran udara yang melalui lubang hidung tersebut mengalami hambatan. I.6. Topografi Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis berasal dari tulang-tulang kepala yang mengalami pneumatisasi, sehingga menjadi seperti rongga yang berada di dalam tulang. Sinus paranasalis ada empat jenis, yaitu sinus maksilaris yang terbesar dan terletak pada daerah pipi dan rahang atas, yaitu di antara dasar orbita, palatum dan prossesus alveolaris, dinding lateral rongga hidung, dan tulang maksila, sinus frontalis yang terletak di dalam tulang frontalis (dahi), sinus ethmoid yang terletak di antara konka media dan dinding medial orbita, serta sinus sfenoid yang terletak pada tulang sfenoid di belakang sinus ethmoid posterior.
Sinus-sinus paranasalis ini bermuara ke dalam rongga hidung. Sinus maksilaris, sinus frontalis, dan sinus ethmoid anterior bermuara ke meatus medius, sedangkan sinus frontalis dan sinus sfenoid bermuara ke meatus superior.
Keterampilan Klinik Semester V 37
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Teknik Pemeriksaan Fisik Sinus Paranasalis Aturlah posisi pasien, sehingga pasien duduk berhadapan dengan dokter.
Teknik pemeriksaan sinus paranasalis dapat dilakukan dengan pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi, transiluminasi, pemeriksaan radiologik, dan sinoskopi.
Inspeksi Amatilah dengan seksama daerah muka, apakah terdapat pembengkakan yang
menandakan adanya infeksi pada sinus. Pembengkakan pada dahi di sekitar kelopak mata bagian atas, dapat memberikan petunjuk adanya sinusitis frontalis. Bila terlihat pembengkakan pada daerah pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan, kemungkinan menunjukkan sinusitis maksila akut. Infeksi sinus ethmoid, jarang menyebabkan pembengkakan wajah, kecuali bila terbentuk abses (nanah).
Palpasi dan Perkusi
Lakukanlah penekanan atau pengetukan pada bagian-bagian tertentu wajah, yang merupakan lokasi dari sinus paranasalis. Timbulnya rasa nyeri pada penekanan bagian medial atap orbita, menunjukkan kemungkinan sinusitis frontalis. Nyeri tekan pipi disertai nyeri ketuk pada gigi menunjukkan kemungkinan sinusitis maksila, sedangkan nyeri tekan pada kantus medialis menunjukkan kemungkinan adanya sinusitis ethmoid.
Transiluminasi
Pemeriksaan transiluminasi tidak banyak dilakukan karena hasil pemeriksaan meragukan, terbatas pada sinus maksila dan frontal saja, dan dilakukan bila tidak tersedia sarana pemeriksaan radiologik.
Transiluminasi sinus dilakukan pada ruangan yang gelap dengan mengamati bayangan sinus yang disinari dengan sumber cahaya. Pada transiluminasi sinus
Lampiran Gambar Hidung dan Sinus Paranasalis
Gambar 36. Hidung dan Sinus Paranasalis
Keterampilan Klinik Semester V 38
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara maksila dilakukan dengan memasukkan sumber cahaya ke adalam rongga mulut, kemudian bibir dikatupkan sehingga sumber cahaya tidak tampak lagi, tunggulah selama beberapa menit, kemudian amatilah daerah infra orbita yang tampak terang seperti bulan sabit. Bila daerah infra orbita tampak gelap, kemungkinan antrum terisi pus, mukosa antrum menebal, atau terdapat massa dalam antrum.
Pemeriksaan transiluminasi sinus frontalis dilakukan dengan meletakkan lampu pada daerah bawah sinus frontalis dekat kantus medius, kemudian amatilah daerah sinus frontalis yang tampak terang. Bila daerah sinus frontalis tampak gelap, kemungkinan terjadi sinusitis atau sinus frontalis tidak berkembang.
Pengambilan Benda Asing di Hidung Benda asing penyebab sumbatan hidung biasanya sering terjadi pada anak – anak, misalnya seperti manik – manik, kancing, kelereng, kapur barus, batu, kacang polong, kacang tanah. Hal ini juga sering didapatkan pada penderita yang mentalnya terkebelakang. Tiga tanda klinis benda asing dalam hidung adalah :
• Hidung tersumbat sebelah oleh sekret sejak beberapa hari atau minggu walaupun sudah mendapat pengobatan.
• Didalam hidung terdapat sekret mukopus berwarna kuning kehijauan, kadang – kadang bercampur darah.
• Sekret hidung sangat bau. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan rinoskopi anterior. Setelah sekret
hidung diisap, benda asing akan tampak dalam kavum nasi. Pemeriksaan radiologi hanya terbatas untuk benda asing radiopak yang tidak
jelas pada rinoskopi anterior. Pengeluaran Benda Asing di Hidung dapat dikeluarkan dengan cara : • Pasien anak duduk dipangku orang tuanya, satu tangan memegang kepala
anak dan tangan yang lain melingkari badan anak untuk memegang tangan anak supaya anak tidak bergerak.
• Dengan melakukan rinoskopi anterior, secret diisap, benda asing akan tampak. 1. Bila benda asing tersebut berbentuk pipih, jepit dengan pinset dan
tarik keluar. 2. Bila benda asing tersebut bulat dan sulit untuk dijepit dengan pinset,
masukkan alat pengait benda asing dari tepi bagian atas rongga hidung sampai melewati benda asing tersebut. Kemudian alat pengait diturunkan dan ditarik keluar. Dengan demikian benda asing tersebut akan ikut tertarik keluar. Jangan mendorong benda asing ke belakang karena dapat jatuh ke laring ketika anak menarik napas waktu menangis.
3. Untuk binatang lintah ( Lintah masuk ke dalam hidung penderita waktu berenang di sungai atau bermain di sawah ), teteskan dulu air tembakau supaya binatang ini terlepas dari mukosa hidung dan nasofaring, kemudian jepit dengan cunam dan tarik ke luar.
Keterampilan Klinik Semester V 39
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik Kelima
MENGHENTIKAN PERDARAHAN HIDUNG
Menghentikan Perdarahan Hidung Epistaksis atau perdarahan dari bagian dalam hidung merupakan satu masalah kedaruratanmedik yang paling umum dijumpai, diperkirakan 60 % dari populasi pernah mengalami epistaksis, dan sebanyak 6 % memerlukan penanganan medik. Sumber epistaksis dapat berasal dari bagian anterior atau posterior dari rongga hidung. Epistaksis anterior biasanya ringan, perdarahan dapat berhenti spontan dan mudah diatasi berasal dari pleksus kiesselbach atau a. etmoidalis anterior, pada anak – anak seringkali terjadi akibat mengorek hidung, sedangkan pada dewasa muda terjadi akibat mukosa kering sebagai akibat pengaruh kelembapan udara, trauma, ulkus atau kondisi patologik lokal lainnya. Epistaksis posterior berasal dari a. sfenopalatina dan a. etmoidalis posterior. Perdarahan biasanya hebat, sebagian besar darah mengalir ke rongga mulut dan jarang berhenti spontan. Sering terjadi pada penderita usia lanjut dengan hipertensi. Penanganan epistaksis harus memperhatikan prinsip - prinsip berikut : Menghentikan perdarahan Mencegah komplikasi Mencegah berulangnya epistaksis Mencari penyebab / etiologi perdarahan
A. Persiapan alat dan bahan Alat dan bahan yang akan digunakan untuk menghentikan perdarahan hidung antara lain : 1. Lampu kepala 2. Sarung tangan 3. Spekulum hidung 4. Alat hisap 5. Forsep bayonet 6. Spatel lidah 7. Kateter karet 8. Pelilit kapas ( cotton applicator ) 9. Lampu spiritus 10. Kapas 11. Tampon posterior ( tampon Bellocq ) 12. Vaselin 13. Salep antibiotic 14. Larutan pantokain 2 % atau semprotan silokain untuk anastesi local 15. Larutan adrenalin 1 / 10.000 16. Handuk kecil
B. Pemeriksaan dan penanganan pasien dengan perdarahan hidung Pemeriksa mencuci tangan, mengeringkan dengan handuk dan
memakai sarung tangan dan lampu kepala Menentukan keadaan umum dan memeriksa tanda vital pasien serta
Keterampilan Klinik Semester V 40
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Bila memungkinkan pasien dalam posisi duduk tegak menghadap kearah pemeriksa
Lakukan penekanan sedang pada cuping hidung kearah septum selama 10 – 15 menit • Bila masih berdarah, bersihkaan bekuan darah dan semprotkan
vasokonstriktor lokal ( adrenaline 1 / 10.000 ), dengan catatan tekanan darah pasien normal
• Bila perdarahan berhenti, tenangkan pasien dan observasi ketat Lakukan pemeriksaan dengan lampu kepala yang terang dan fokus,
1. Perdarahan anterior • Bila sumber perdarahan ditemukan dan diidentifikasi, lakukan
kauterisasi dengan AgNo3 10 - 30 %, atau gunakan tampon gel, setelah itu segera lakukan upaya mengoreksi status hemodinamik pasien
• Bila sumber perdarahan tidak ditemukan lakukan pemasangan tampon anterior ( kapas atau kasa menyerupai pita dengan lebar kurang lebih ½ cm) yang diberi vaselin atau salep antibiotik agar tidak melekat sehingga tidak terjadi perdarahan ulang saat pencabutan.
• Tampon anterior dimasukkan melalui nares anterior, diletakkan berlapis mulai dari dasar sampai puncak rongga hidung, dan harus menekan tempat asal perdarahan. Tampon dipertahankan 1- 2 hari
Bila : • Perdarahan berhenti, upayakan pasien observasi 4 – 6 jam • Perdarahan menetap rujuk untuk penanganan lebih lanjut
2. Perdarahan Posterior Terjadi bila sebagian besar darah yang keluar masuk ke dalam
faring, tampon anterior tidak dapat menghentikan perdarahan, dan pada pemeriksaan hidung tampak perdarahan di posterior superior
Lakukan pemasangan tampon posterior ( tampon bellocq ), yaitu tampon yang mempunya tiga utas benang, 1 utas di tiap ujung dan 1 utas di tengah. Tampon harus dapat menutup koana ( nares posterior ). Tampon dibuat dari kassa padat berbentuk bulat atau kubus dengan diameter kuang lebih 3 x 2 x 2 cm
Pemasangan tampon bellocq dengan memasukkan kateter karet melalui salah satu nares anterior sampai tampak di orofaring dan ditarik keluar melalui mulut.
Ujung kateter diikat pada salah satu benang yang ada pada salah satu ujung tampon, kemudian tarik kateter melalui hidung sampai benang keluar dari nares anterior. Dengan cara yang sama benang yang lain dikeluarkan melalui lubang hidung sebelahnya.
Benang yang keluar kemudian ditarik, dan dengan bantuan jari telunjuk tampon tersebut didorong ke arah nasofaring. Selanjutnya dipasang tampon anterior untuk membantu menekan perdarahan. Agar tidak bergerak, kedua benang yang keluar dari nares anterior kemudian diikat pada sebuah gulungan kasa di depan lubang hidung.
Keterampilan Klinik Semester V 41
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Ujung benang yang keluar dari mulut, dilekatkan pada pipi. Benang tersebut berguna bila hendak mengeluarkan tampon.
Pasien dengan tampon posterior harus dirawat dan tampon dikeluarkan dalam waktu 2 – 3 hari setelah pemasangan.
Sebagai pengganti tampon bellocq dapat dipakai kateter foley dengan balon. Balonya diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air.
Pada perdarahan hidung berat dan berulang yang tak dapat diatasi dengan pemasangan tampon, maka pasien harus dirujuk ke rumah sakit karena diperukan ligasi arteri etmoidalis anterior dan posterior atau arteri maksila interna. I.7. Topografi Faring dan Rongga Mulut
Secara anatomis, faring merupakan suatu rongga fibromuskuler dengan bentuk yang lebar pada bagian atas, kemudian menyempit pada bagian bawahnya. Faring terletak di antara rongga hidung posterior yang berada di atasnya, ke arah depan berhubungan dengan rongga mulut, dan ke arah bawah, berhubungan dengan laring dan esofagus.
Berdasarkan letaknya, faring terbagi atas, nasofaring, orofaring, dan laringofaring (hipofaring). Pada faring juga terdapat dua ruang yang memiliki arti penting dalam pemeriksaan klinis. Kedua ruang tersebut adalah ruang retrofaring dan ruang parafaring.
Nasofaring Merupakan bagian dari faring yang terletak di antara dasar tengkorak, palatum
mole, rongga hidung, dan vertebra servikalis. Struktur yang terdapat pada nasofaring adalah, adenoid, fossa Rosenmuller, torus tubarius, koana, kantung Rathke, dan foramen jugularis.
Orofaring (mesofaring) Merupakan bagian dari faring yang terletak di antara palatum mole, tepi atas
epiglotis, rongga mulut, dan vertebra servikalis. Pada orofaring terdapat beberapa struktur penting, seperti uvula, tonsil lingual,
tonsil palatina, fosa tonsil, arkus faring anterior dan posterior, dinding posterior faring, dan foramen sekum.
Laringofaring (hipofaring) Merupakan bagian dari faring yang terletak di antara tepi atas epiglotis, laring,
esofagus, dan vertebra servikalis. Struktur yang dapat diamati pada laringofaring adalah dasar lidah (valekula), dan epiglotis.
Pemeriksaan hipofaring dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu laringoskopi indirect (laringoskopi tidak langsung dengan menggunakan kaca laring, dan laringoskopi direct, dengan menggunakan laringoskop.
Ruang Retrofaring
Merupakan ruang yang terdapat di belakang dinding posterior faring, dan banyak mengandung kelenjar limfe. Ruang ini terdiri dari mukosa, otot-otot laring, dan fasia laringobasilaris.
Keterampilan Klinik Semester V 42
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Ruang Parafaring,
Terdapat di antara dasar tengkorak dan kornu mayus os hyoid. Rongga mulut berbentuk seperti kubah dari arah depan dan belakang. Pada bagian depan, rongga mulut dibatasi oleh bibir, gigi, dan gusi. Bagian atasnya dibatasi oleh palatum durum pada bagian anterior, dan palatum mole pada bagian posterior. Di sebelah bawah, rongga mulut dibatasi oleh dasar lidah, dan di sebelah belakang berhubungan dengan
Teknik Pemeriksaan Fisik Rongga Mulut dan Faring
Jelaskanlah terlebih dahulu prosedur pemeriksaan fisik rongga mulut dan faring yang akan dilakukan secara lisan, dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien. Bila pasien setuju, aturlah posisi pasien, sehingga pasien duduk berhadapan dengan dokter.
Pemeriksaan dilakukan secara sistematis dimulai dari pemeriksaan bibir dan mukosa bukal, gusi, gigi, permukaan lidah, dasar lidah, kelenjar ludah, gerakan lidah, orofaring, nasofaring, dan refleks muntah. Pada pemeriksaan rongga mulut dan orofaring, kecuali saat pemeriksaan permukaan lidah, pasien tidak diminta untuk menjulurkan lidahnya, karena tindakan ini justru akan menghambat pandangan pemeriksa.
Pemeriksaan rongga mulut dan faring, menggunakan alat bantu pemeriksaan seperti spatula lidah, kaca nasofaring, dan lampu kepala sebagai sumber cahaya.
Inspeksi.
Pemeriksaan dimulai dengan mengamati bibir dan sudut mulut, kemudian dilakukan pemeriksaan mukosa bukal dengan cara menarik pipi dan bibir ke arah lateral dengan menggunakan spatula kayu. Lakukanlah penilaian terhadap keadaan mukosa bibir, sudut mulut, dan mukosa bukal. Pada keadaan normal, mukosa bibir dan bukal (pipi) akan berwarna merah muda terang dengan permukaan yang licin. Kelainan yang dapat ditemukan, seperti fisura atau rhagaden pada sudut mulut, atau stomatitis, hiperpigmentasi, ulkus, dan massa abnormal pada bibir dan mukosa bukal.
faring melalui isthmus orofaring. Gambar 37. Anatomi Mulut dan Orofaring Gambar 38. Topografi Faring
Keterampilan Klinik Semester V 43
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Pemeriksaan dilanjutkan dengan mengamati keadaan gusi dan gigi. Untuk mengamati gusi, tariklah bibir atau pipi dengan menggunakan spatula lidah atau tangan pemeriksa. Untuk mengamati gusi dan gigi yang letaknya sulit diamati dari depan, gunakanlah kaca nasofaring. Gusi yang sehat akan berwarna merah muda terang, dan selalu dalam keadaan basah. Kelainan-kelainan yang dapat ditemukan misalnya hipertrofi gusi, polip, stomatitis pada gusi. Pada gigi amatilah ada tidaknya atau karies, karang gigi, maloklusi, gigi Hutchinson, dan lain sebagainya.
Pemeriksaan lidah diawali dengan pemeriksaan permukaan lidah, dilanjutkan dengan pemeriksaan dasar lidah, kelenjar ludah, kedudukan dan pergerakan lidah. Untuk memeriksa permukaan lidah mintalah pasien untuk menjulurkan lidahnya. Lakukanlah penilaian terhadap keadaan mukosa dan papil lidah. Kemudian, mintalah pasien mengangkat lidahnya untuk memeriksa dasar lidah dan kelenjar ludah. Untuk memeriksa kelenjar ludah, keringkanlah dasar mulut terlebih dahulu dengan memakai kapas. Pada keadaan normal, akan terlihat ludah mengalir dari duktus Wharton dan Stensen. Penilaian pergerakan lidah dilakukan dengan meminta pasien untuk menjulurkan, mengangkat, dan menggerakkan lidahnya ke kiri dan kanan untuk menilai pergerakan lidah. Selanjutnya lakukan penilaian kedudukan lidah berdasarkan criteria friedman, dan pengamatan terhadap palatum
Daerah orofaring dapat diperiksa dengan cara menekan daerah 1/3 tengah lidah, dan menariknya ke depan, sementara menekan ke bawah. Hindari menyentuh bagian belakang lidah karena dapat merangsang refleks muntah. Amatilah keadaan mukosa dinding posterior dan lateral faring, arkus faring dan pergerakannya, uvula, fossa tonsilaris, serta tonsil. Ukuran pembesaran tonsil dapat dinilai berdasarkan kriteria Friedman.
Gambar 41. Pembesaran Tonsil Grade 1 - 2 Gambar 42. Pembesaran Tonsil Grade 3 - 4
Gambar. 39 Friedman Tongue Position Grade 1 - 2 Gambar 40. Friedman Tongue Position Grade 3 - 4
Keterampilan Klinik Semester V 44
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara Derajat Pembesaran Tonsil (kriteria Friedman) Derajat Satu. Bila tonsil masih berada di dalam fossa tonsilaris dan belum
melewati arkus anterior Derajat Dua. Bila tonsil telah keluar dari arkus anterior tetapi belum melewati
garis tengah antara arkus anterior dan uvula Derajat Tiga. Bila tonsil yang membesar lewati garis tengah antara arkus
anterior dan uvula Derajat Empat. Bila tonsil yang membesar melewati uvula
Palpasi Pemeriksaan palpasi dilakukan bila pada inspeksi, terlihat keadaan yang tidak
biasa atau menimbulkan gejala pada daerah mulut dan faring, serta untuk menilai refleks muntah. Kista dan tumor yang terletak di bawah jaringan mulut hanya dapat ditemukan dengan melakukan palpasi pada dasar mulut.
Refleks muntah dapat diperiksa dengan melakukan palpasi pada lidah bagian belakang. Sendi temporomandibularis dapat dipalpasi dengan cara meletakkan ujungujung jari pemeriksa di sekitar daerah tragus pada daun telinga, dan mintalah pasien untuk membuka dan menutup mulutnya. Tanyakanlah pada pasien apakah terdapat rasa nyeri di sendi temporomandibularis, pada saat pasien membuka mulutnya. I.8. Topografi Laring
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran pernafasan bagian atas dan memiliki fungsi penting dalam proses fonasi (bersuara). Pada bagian atas laring berbatasan dengan aditus laring, di bagian bawah dengan bagian kaudal kartilago krikoid, bagian depan dengan permukaan belakang epiglotis, batas lateral dengan kartilago aritenoid, dan arkus kartilago krikoid, serta pada bagian belakang, berbatasan dengan muskulus aritenoid transversus, serta lamina kartilago krikoid.
Adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare, membentuk pita suara asli (true vocal cords), dan plika ventrikularis (false cords). Kedua plika ini membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu vestibulum laring, glotik, dan subglotik. Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan disebut rima glotis, sedangkan bidang antara kedua plikaventrikularis.
Keterampilan Klinik Semester V 45
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Teknik Pemeriksaan Fisik Laring
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik laring, mintalah persetujuan pasien terlebih dahulu. Bila pasien setuju, aturlah posisi pemeriksaan, dengan meminta pasien duduk dengan punggung lurus namun agak condong ke arah depan dengan posisi leher agak fleksi.
Pemeriksaan fisik laring dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara tidak langsung dengan menggunakan kaca laring (laryngeal mirror), dan secara langsung dengan menggunakan laringoskop. Cara melakukan pemeriksaan laring secara tidak langsung (indirect laryngoscopy) adalah sebagai berikut : Sebelum melakukan pemeriksaan, kaca laring dilidahapikan dengan api
pemanas spiritus, agar tidak terjadi pengembunan uap air udara pernafasan sewaktu kaca dimasukkan ke dalam rongga mulut
Setelah dihangatkan, diamkan beberapa saat, lalu letakkan bagian belakang kaca laring pada kulit tangan kiri pemeriksa, untuk menilai apakah kaca masih terlalu panas atau tidak. Bila masih terlalu panas, diamkanlah kaca beberapa saat, sampai dapat ditoleransi.
Mintalah pasien membuka mulutnya, kemudian menjulurkan lidahnya sejauh mungkin.
Peganglah lidah dengan tangan kiri pemeriksa dengan menggunakan kain kassa, kemudian tariklah lidah keluar dengan hati-hati.
Arahkan cahaya lampu kepala kedalam rongga mulut. Masukkanlah kaca laring ke dalam rongga mulut dengan posisi kaca ke arah
bawah, dengan bertumpu pada uvula, dan palatum molle, kemudian amatilah laring dan hipofaring.
Bila laring belum terlihat, tariklah lidah lebih keluar, agar epiglotis lebih terangkat
Untuk menilai gerakan pita suara aduksi, mintalah pasien untuk mengucapkan kata ”iii...”. Sedangkan untuk menilai gerakan pita suara abduksi, mintalah pasien untuk menarik nafas dalam.
.
Gambar 43. Anatomi Laring dan Pita Suara Gambar 44. Anatomi Laring dan Pita Suara
Keterampilan Klinik Semester V 46
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Inspeksi Amatilah dengan seksama keadaan laring, apakah memberikan gambaran
normal atau abnormal (kelainan). Kelainan pada laring dapat berupa kelainan yang merupakan cacat bawaan sejak lahir (kongenital), peradangan, tumor laring (lesi jinak atau karsinoma), dan kelumpuhan pita suara.
Kelainan kongenital yang sering ditemukan misalnya laringomalasia, selaput pada laring (laryngeal web), kista kongenital, stenosis subglotik,
Peradangan pada laring (laringitis), ditandai dengan gambaran mukosa laring yang hiperemis, edema, menebal, atau mengalami ulserasi disertai dengan keluhan suara parau. Kasus peradangan laring yang sering ditemukan adalah laringitis akut, yang pada umumnya merupakan kelanjutan dari rhinitis atau faringitis akut, serta laringitis kronis yang dapat disebabkan oleh deviasi septum yang berat, polip hidung dan sinusitis kronis, bronkitis kronis, kebiasaan berteriak-teriak atau berbicara keras (vocal abuse).
Massa abnormal pada laring (tumor), dapat berupa lesi jinak seperti nodul pita suara, dan polip pada pita suara. Nodul pita suara terlihat dengan adanya gambaran tonjolan seperti kacang hijau, berwarna putih, dan umumnya bilateral, terletak pada sepertiga anterior atau sepertiga medial pita suara, disertai dengan keluhan berupa suara yang parau disertai batuk-batuk. Nodul ini timbul karena penyalahgunaan suara dalam jangka waktu yang lama. Polip pita suara berwarna putih dan ditandai dengan adanya tangkai pada pangkalnya. Polip dapat ditemukan pada daerah sepertiga anterior, sepertiga medial atau bahkan diseluruh bagian pita suara. Karsinoma laring dapat memberikan gambaran mukosa yang tidak rata atau adanya massa yang berdungkul-dungkul terutama pada daerah sekitar pita suara.
Kelumpuhan (paresis) pita suara, dapat ditemukan dengan cara memeriksa pergerakan pita suara. Sisi yang lumpuh dapat ditentukan, dengan mengamati sisi
Gambar 45. Pemeriksaan Laring (indirect laryngoscopy)
Keterampilan Klinik Semester V 47
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara bagian mana yang pergerakannya tertinggal, saat pita suara bergerak terutama terlihat lebih jelas pada pergerakan abduksi pita suara
I.9. Topografi Kelenjar Getah Bening Leher
Pemeriksaan kelenjar getah bening leher dilakukan untuk mendeteksi adanya peradangan atau keganasan pada daerah kepala dan leher. Terdapat lebih kurang 75 buah kelenjar getah bening pada setiap sisi leher, dan sebagian besar berada dalam rangkaian kelenjar getah bening jugularis interna (superior, media, inferior), dan rangkaian kelenjar getah bening spinalis assesorius. Kelenjar-kelenjar getah bening selain kedua rangkaian tersebut, antara lain, kelenjar getah bening submental, submandibula, servikalis superfisialis, retrofaring, paratrakeal, supraklavikula, dan skalenus anterior.
Gambar 46. Nodul Pita Suara (vocal cord nodule) Gambar 47. Paralisis Pita Suara Kanan
Keterampilan Klinik Semester V 48
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Letak kelenjar getah bening leher menurut Sloan Kattering Memorial Cancer
Center Classification, terbagi atas 5 daerah penyebaran kelompok kelenjar getah bening yaitu : Kelompok Satu, yaitu kelenjar getah bening yang terletak di segitiga
submental dan submandibula Kelompok Dua, yaitu kelenjar getah bening yang terletak di 1/3 atas, termasuk
kelenjar getah bening jugular superior, kelenjar digastrik, dan kelenjar servikal posterior superior
Kelompok Tiga, yaitu kelenjar getah bening jugularis yang terletak di antara bifurkasio karotis, dan persilangan muskulus omohiod dengan muskulus sternokleidomastoideus
Kelompok Empat, yaitu kumpulan kelenjar getah bening di daerah jugularis inferior dan supraklavikula
Kelompok Lima, yaitu kelenjar getah bening yang berada di segitiga posterior servikal.
Teknik Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher Sebelum melakukan pemeriksaan fisik KGB leher, mintalah persetujuan
pasien (informed consent) terlebih dahulu. Bila pasien setuju, aturlah posisi pemeriksaan, dengan meminta pasien duduk, dengan posisi leher agak ekstensi. Cara melakukan pemeriksaan fisik leher adalah sebagai berikut : Pemeriksa berdiri di belakang pasien Lakukanlah palpasi kelenjar getah bening leher, dengan menggunakan kedua
telapak tangan pemeriksa Palpasi dilakukan secara sistematis dari leher bagian atas, tengah, kemudian ke
bawah
Gambar 48. Kelenjar Getah Bening Ke pala Leher
Keterampilan Klinik Semester V 49
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher, lakukan penilaian
terhadap ukuran, bentuk, konsistensi, dan perlekatan kelenjar getah bening dengan jaringan sekitarnya
. Gambar 49. Pembengkakan Kel enjar Getah Bening Gambar 50. Lymphadenitis Leher Kiri
Keterampilan Klinik Semester V 50
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara II. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
Waktu Aktivitas Keterangan
15 menit
Tiap kelompok kecil didampingi oleh seorang instruktur
Instruktur Introduksi dan penyampaian pengantar (overview) rancangan kegiatan pelatihan
45 menit
Demonstrasi oleh instruktur, instruktur menjelaskan topografi telinga, hidung, sinus paranasalis, rongga mulut, faring, dan laring, yang dapat dijadikan pedoman dalam melakukan pemeriksaan fisik THT, kemudian instruktur mendemonstrasikan cara melakukan pemeriksaan fisik THT dengan cara inspeksi, palpasi, dan perkusi. Mahasiswa melakukan latihan role play secara bergantian dengan dibimbing oleh instruktur (coaching)
Instruktur dan
Mahasiswa
30 menit Mahasiswa melakukan latihan mandiri diawasi oleh instruktur. Mahasiswa
10 menit Instruktur memberikan masukan-masukan (feedback) kepada mahasiswa. Instruktur
III. PEDOMAN INSTRUKTUR 3.2. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti kegiatan ini, diharapkan mahasiswa : 1. Memahami dan mengenal topografi telinga, hidung, sinus paranasalis,
rongga mulut, faring, dan laring yang dapat dijadikan pedoman dalam melakukan pemeriksaan fisik THT (C.1)
2. Mengetahui dan mampu melakukan pemeriksaan fisik THT, dengan cara inspeksi, palpasi, dan perkusi (4)
3.2 PELAKSANAAN
1. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang
telah ditetapkan bagian SDM MEU FK UISU 2. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :
Keterampilan Klinik Semester V 51
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Waktu Aktivitas Keterangan
15 menit Pembukaan Perkenalan
Instruktur Pengantar (overview) 15 menit
Latihan
Demonstrasi Instruktur dan
Mahasiswa 30 menit Coaching 30 menit Latihan Mandiri
10 menit Penutupan Feed Back
Instruktur Penutup
3. Waktu pelaksanaan : Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit). 4.Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab. (Lantai 3) 5.Alat dan Bahan yang diperlukan :
Tempat tidur periksa. Kursi 8. Pasien simulasi. Lampu kepala. Otoskop. Spekulum telinga dengan berbagai ukuran Spekulum hidung dengan berbagai ukuran. Spatula lidah metal. Cermin laring dan nasofaring dengan berbagai ukuran (nasofaring). Bunsen Handuk kecil Kasa Wadah air Dettol antiseptik 6.Materi Kegiatan / Latihan : Pengenalan topografi telinga luar, liang telinga, membran timpani,
hidung bagian luar, hidung bagian dalam, sinus paranasalis, rongga mulut dan faring, serta laring (4).
Pemeriksaan fisik telinga luar, liang telinga, dan membran timpani (4)
Pemeriksaan fisik hidung bagian luar, hidung bagian dalam, dan sinus paranasalis (4).
Pemeriksaan fisik rongga mulut dan faring (4). Pemeriksaan fisik laring (demonstrasi instruktur).
Keterampilan Klinik Semester V 52
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara RUJUKAN
1. Burnside J.W, Mc Glynn T.J. Kepala, Mata, Telinga, Hidung, dan Tenggorokan. Adams : Diagnosis Fisik. Alih Bahasa : Lukmanto H. 17th edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995. p .135-54.
2. Siegel L.G. The Head and Neck History and Examination. In : Adams G.C, Boies L.R, Hilger PA, eds. Fundamental Otolaryngology. 6th edition. Philadelphia : W.B. Saunders Co ; 1989. p. 3-23.
3. Soepardi E.A. Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. In: Soepardi E.A, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti R.D, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 6th edition. Jakarta : Balai Penerbit FK UI ; 2007. p . 1-6.
4. Austin D.F. Anatomy of the Ear. In : Ballenger J.J, ed. Otolaryngology Head and Neck Surgery. 15th edition. Baltimore, Philadelphia, Hongkong, London, Tokyo : A Lea & Febiger Book ; 1996. p . 838-57.
5. East C. Examination of the Nose. In : Mackay I.S, Bull T.R, eds. Scott Browns’s Otolaryngology. 6th edition. London : Butterworth ; 1997. p . 1-4.
6. Hermani B, Kartosoediro S, Hutauruk S.M. Disfonia. In : Soepardi E.A, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti R.D, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 6th edition. Jakarta : Balai Penerbit FK UI ; 2007. p . 231-42.
7. Suen J.E. Cancer of the Neck. In : Myers, Suen J.E, eds. Cancer of the Head and Neck. 2nd edition. London : Churchill Livingstone Inc ; 1989. p . 221-52.
Keterampilan Klinik Semester V 53
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR : Untuk Latihan
No. Langkah / Tugas Pengamatan
Pemeriksaan Fisik Daun Telinga Ya Tidak A. Persiapan 1. Pasang lampu kepala dengan benar 2. Mintalah pasien untuk duduk dengan posisi badan sedikit
condong ke arah depan, dengan punggung tetap lurus, kedua lutut rapat dan berdampingan dengan pemeriksa.
3. Jelaskanlah terlebih dahulu prosedur pemeriksaan fisik telinga yang akan dilakukan secara lisan, dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien (informed consent).
4. Mintalah penderita menoleh sehingga telinga penderita yang akan diperiksa berada dihadapan pemeriksa.
5. Arahkan cahaya lampu kepala ke arah telinga yang akan diperiksa
B. Inspeksi dan Palpasi Daerah Sekitar Daun Telinga 1. Pemeriksaan dimulai dengan melakukan inspeksi pada
daerah daerah depan daun telinga (preaurikuler), perhatikan adanya tanda-tanda peradangan, fistula, sikatrik, apendiks.
2. Palpasi dengan lembut kelainan-kelainan yang tampak 3. Pemeriksaan dilanjutkan dengan melakukan inspeksi pada
daerah daerah belakang daun telinga (retroaurikuler), perhatikan adanya tanda-tanda peradangan, fistula, dan sikatrik.
4. Palpasi dengan lembut kelainan-kelainan yang tampak C. Inspeksi dan Palpasi Daun Telinga 1. Amatilah dengan seksama bagaimana bentuk daun
telinga, apakah normal, atau abnormal, misalnya kelainan bentuk karena cacat bawaan sejak lahir (kongenital), seperti telinga caplang (bat’s ear), daun telinga yang kecil dan tidak sempurna (mikrotia), atau bentuk telinga seperti kembang kol karena komplikasi peradangan jaringan tulang rawan elastin (cauliflower ear).
2. Amatilah dengan seksama, apakah terdapat benjolan pada daun telinga karena hematoma, pseudokista, atau abses, apakah terdapat sikatriks bekas operasi, serta adakah tanda-tanda peradangan, seperti warna daun telinga yang tampak memerah (hiperemis).
Keterampilan Klinik Semester V 54
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
3. Lakukan perabaan daun telinga, nilai ada tidaknya tanda-tanda peradangan, hematoma dan tumor.
4. Lakukan penekanan dan penarikan daun telinga dan tanyakan apakah ada nyeri. Jika terjadi peradangan di liang telinga, pasien akan mengeluhkan nyeri jika dilakukan manipulasi pada daun telinga.
5. Lakukan penekanan tragus dan tanyakan apakah ada nyeri. Jika terjadi peradangan di liang telinga, pasien akan mengeluhkan nyeri jika dilakukan manipulasi pada tragus.
Keterampilan Klinik Semester V 55
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR : Untuk Latihan
No. Langkah / Tugas Pengamatan
Pemeriksaan Fisik Liang Telinga dan Membran Timpani: Teknik Pemeriksaan dengan Lampu Kepala
Ya Tidak
A. Persiapan 1. Pastikan lampu kepala masih terpasang dengan benar 2. Luruskanlah liang telinga terlebih dahulu, dengan cara :
• Memegang daun telinga dengan tangan yang berlawanan dengan telinga yang diperiksa. ( Tangan kiri untuk memegang telinga tangan kanan, begitu juga sebaliknya)
• Kemudian tariklah dengan lembut sedikit ke arah belakang, dan ke atas bila pasien orang dewasa, dan Ke arah bawah bila pasien bayi atau anak kecil.
3. Arahkan sinar lampu kepala kearah liang telinga. B. Inspeksi Liang Telinga 1. Nilai luas liang telinga. 2. Amatilah juga apakah terdapat serumen pada liang telinga.
Dalam keadaan normal, serumen terdapat pada 1/3 luar telinga, dengan warna kecoklatan seperti lilin (wax), atau putih kusam bila serumen tersebut telah mengeras.
3. Amatilah apakah terdapat benda asing seperti mainan, potongan benda-benda kecil yang sering dipakai untuk mengorek-ngorek telinga, atau serangga yang berukuran kecil seperti semut, nyamuk, ngengat, lalat, bahkan belatung.
4. Amatilah dengan seksama kulit permukaan liang telinga, apakah tampak normal atau abnormal, misalnya peradangan, edema, abses, furunkel, laserasi, hifa, serta tumor.
C. Inspeksi Membran Timpani 1. Amatilah dengan seksama membran timpani. Pada keadaan
normal, membran timpani akan tampak putih mutiara, agak mengkilat, dan berbentuk konkaf (cekung).
2. Amatilah juga adakah abnormalitas pada membran timpani, seperti gambaran retraksi membran timpani, warna keruh pucat, pelebaran pembuluh-pembuluh darah pada membran timpani, sehingga tampak hiperemis dan edem, gambaran penonjolan membran timpani (bulging) ke arah liang telinga luar, nekrosis yang terlihat sebagai daerah yang berwarna kekuningan pada membran timpani, atau gambaran perforasi pada membran timpani.
Keterampilan Klinik Semester V 56
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
3. Bila terdapat perforasi, tentukanlah letaknya pada kuadran mana, dan tentukan tipe perforasi, apakah tipe sentral, marginal, atau atik.
Keterampilan Klinik Semester V 57
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR : Untuk Latihan
No.
Langkah / Tugas Pengamatan Pemeriksaan Fisik Liang Telinga dan Membran Timpani: Teknik Pemeriksaan dengan spekulum telinga (digunakan jika pandangan ke liang telinga terganggu oleh tragi pada teknik dengan menggunakan lampu kepala)
Ya Tidak
A. Persiapan 1. Pastikan lampu kepala masih terpasang dengan benar 2. Tentukan spekulum yang sesuai dengan luas liang telinga 3. Pegang spekulum dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan
yang sama dengan telinga yang akan diperiksa. (Jika yang diperiksa adalah telinga kanan, maka yang memegang spekulum adalah tangan kanan juga, begitu juga sebaliknya)
4. Luruskanlah liang telinga terlebih dahulu, dengan cara : • Memegang daun telinga dengan tangan yang
berlawanan dengan telinga yang diperiksa. ( Tangan kiri untuk memegang telinga tangan kanan, begitu juga sebaliknya)
• Kemudian tariklah dengan lembut sedikit ke arah belakang, dan ke atas bila pasien orang dewasa, dan Ke arah bawah bila pasien bayi atau anak kecil.
5. Arahkan sinar lampu kepala kearah liang telinga. B. Inspeksi Liang Telinga 1. Masukkanlah spekulum secara hati-hati ke dalam liang
telinga (meatus acousticus externus).
2. Untuk memperluas lapangan penglihatan, gerakkanlah spekulum di dalam liang telinga, terutama untuk melihat liang telinga dan membran timpani secara keseluruhan.
3. Nilai luas liang telinga. 4. Amatilah juga apakah terdapat serumen pada liang telinga.
Dalam keadaan normal, serumen terdapat pada 1/3 luar telinga, dengan warna kecoklatan seperti lilin (wax), atau putih kusam bila serumen tersebut telah mengeras.
5. Amatilah apakah terdapat benda asing seperti mainan, potongan benda-benda kecil yang sering dipakai untuk mengorek-ngorek telinga, atau serangga yang berukuran kecil seperti semut, nyamuk, ngengat, lalat, bahkan belatung.
Keterampilan Klinik Semester V 58
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
6. Amatilah dengan seksama kulit permukaan liang telinga, apakah tampak normal atau abnormal, misalnya peradangan, edema, abses, furunkel, laserasi, hifa, serta tumor.
C. Inspeksi Membran Timpani 1. Amatilah dengan seksama membran timpani. Pada
keadaan normal, membran timpani akan tampak putih mutiara, agak mengkilat, dan berbentuk konkaf (cekung).
2. Amatilah juga adakah abnormalitas pada membran timpani, seperti gambaran retraksi membran timpani, warna keruh pucat, pelebaran pembuluh-pembuluh darah pada membran timpani, sehingga tampak hiperemis dan edem, gambaran penonjolan membran timpani (bulging) ke arah liang telinga luar, nekrosis yang terlihat sebagai daerah yang berwarna kekuningan pada membran timpani, atau gambaran perforasi pada membran timpani.
3. Bila terdapat perforasi, tentukanlah letaknya pada kuadran mana, dan tentukan tipe perforasi, apakah tipe sentral, marginal, atau atik.
Keterampilan Klinik Semester V 59
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR : Untuk Latihan
No.
Langkah / Tugas Pengamatan Pemeriksaan Fisik Liang Telinga dan Membran Timpani: Teknik Pemeriksaan dengan otoscope (digunakan jika pandangan ke liang telinga terganggu oleh tragi pada teknik dengan menggunakan lampu kepala)
Ya Tidak
A. Persiapan 1. Pastikan lampu otoscope menyala 2. Tentukan spekulum otoscope yang sesuai dengan luas
liang telinga
3. Pegang otoscope seperti memegang pulpen dengan arah mendatar menggunakan tangan yang sama dengan telinga yang akan diperiksa. (Jika yang diperiksa adalah telinga kanan, maka yang memegang otoscope adalah tangan kanan juga, begitu juga sebaliknya)
4. Luruskanlah liang telinga terlebih dahulu, dengan cara : • Memegang daun telinga dengan tangan yang
berlawanan dengan telinga yang diperiksa. ( Tangan kiri untuk memegang telinga tangan kanan, begitu juga sebaliknya)
• Kemudian tariklah dengan lembut sedikit ke arah belakang, dan ke atas bila pasien orang dewasa, dan Ke arah bawah bila pasien bayi atau anak kecil.
5. Arahkan pandangan ke loop yang ada di otoscope. B. Inspeksi Liang Telinga 1. Masukkanlah otoscope secara hati-hati ke dalam liang
telinga (meatus acousticus externus) dan pandangan tetap ke loop otoscope.
2. Agar posisi otoskop stabil, jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien.
3. Untuk memperluas lapangan penglihatan, gerakkanlah spekulum otoscope di dalam liang telinga, terutama untuk melihat liang telinga dan membran timpani secara keseluruhan.
4. Nilai luas liang telinga. 5. Amatilah juga apakah terdapat serumen pada liang telinga.
Dalam keadaan normal, serumen terdapat pada 1/3 luar telinga, dengan warna kecoklatan seperti lilin (wax), atau putih kusam bila serumen tersebut telah mengeras.
Keterampilan Klinik Semester V 60
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
6. Amatilah apakah terdapat benda asing seperti mainan, potongan benda-benda kecil yang sering dipakai untuk mengorek-ngorek telinga, atau serangga yang berukuran kecil seperti semut, nyamuk, ngengat, lalat, bahkan belatung.
7. Amatilah dengan seksama kulit permukaan liang telinga, apakah tampak normal atau abnormal, misalnya peradangan, edema, abses, furunkel, laserasi, hifa, serta tumor.
C. Inspeksi Membran Timpani 1. Amatilah dengan seksama membran timpani. Pada
keadaan normal, membran timpani akan tampak putih mutiara, agak mengkilat, dan berbentuk konkaf (cekung).
2. Amatilah juga adakah abnormalitas pada membran timpani, seperti gambaran retraksi membran timpani, warna keruh pucat, pelebaran pembuluh-pembuluh darah pada membran
timpani, sehingga tampak hiperemis dan edem, gambaran penonjolan membran timpani (bulging) ke arah liang telinga luar, nekrosis yang terlihat sebagai daerah yang berwarna kekuningan pada membran timpani, atau gambaran perforasi pada membran timpani.
3. Bila terdapat perforasi, tentukanlah letaknya pada kuadran mana, dan tentukan tipe perforasi, apakah tipe sentral, marginal, atau atik.
Keterampilan Klinik Semester V 61
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR : Untuk Latihan
o. Langkah / Tugas Pengamatan
Pemeriksaan Fisik Hidung bagian luar Ya Tidak A. Persiapan 1. Pasang lampu kepala dengan benar 2. Mintalah pasien untuk duduk dengan posisi badan sedikit
condong ke arah depan, dengan punggung tetap lurus, kedua lutut rapat dan berdampingan dengan pemeriksa.
3. Jelaskanlah terlebih dahulu prosedur pemeriksaan fisik hidung bagian luar yang akan dilakukan secara lisan, dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien (informed consent).
4. Mintalah penderita menghadap pemeriksa dengan pandangan ke depan tanpa menengadahkan kepala.
5. Arahkan cahaya lampu kepala ke arah hidung B. Inspeksi dan Palpasi hidung bagian luar 1. Pemeriksaan dimulai dengan melakukan inspeksi pada
daerah pangkal hidung dan batang hidung. Pada pengamatan terhadap pangkal hidung dan batang hidung dapat memperlihatkan adanya depresi, deformitas, atau penonjolan dari tulang hidung. Pengamatan pada batang hidung juga dapat memperlihatkan adanya garis melintang kehitaman pada sepertiga bawah bagian ini (allergic crease), yang merupakan salah satu pertanda rhinitis alergi.
2. Amatilah lapisan kulit yang menutupi hidung, apakah normal, atau terdapat tanda-tanda peradangan misalnya hiperemis, infeksi (selulitis), massa abnormal seperti tumor atau furunkel, serta jaringan parut bekas luka atau operasi.
3. Lakukan palpasi mulai pangkal ke batang hidung, nilai apakah ada nyeri, krepitasi, tumor yang mendesak dan mobilitas septum nasi
4. Amatilah juga daerah sekitar hidung misalnya bayangan gelap dan bengkak di area bawah mata yang merupakan pertanda rinitis alergi.
5. Lakukan penekanan pada kedua pipi dengan menggunakan ibu jari untuk menilai ada tidaknya peradangan dari sinus maksila. Pada sinusitis maksila pasien akan mengeluhkan nyeri jika dilakukan penekanan.
6. Lakukan penekanan pada kedua dahi (di atas kedua mata) dengan menggunakan ibu jari untuk menilai ada tidaknya peradangan dari sinus frontal. Pada sinusitisfrontal pasien akan mengeluhkan nyeri jika dilakukan penekanan.
Keterampilan Klinik Semester V 62
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
7. Untuk melakukan pengamatan pada kolumela, pasien diminta untuk menengadah. Pengamatan terhadap kolumela dapat memperlihatkan adanya deviasi dari septum, dan pengamatan terhadap nares anterior, dapat memperlihatkan adanya polip hidung yang masif, tumor hidung, ataupun epistaksis.
8. Lakukan perabaan dan penekanan pada columela dan ala nasi. Lakukan penilaian rasa nyeri jika terdapat vestibulitis, perhatikan juga sekret atau darahkeluar pada saat penekanan ala nasi.
Keterampilan Klinik Semester V 63
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
LEMBAR PENGAMATAN
No. Langkah / Tugas Pengamatan
Rinoskopi Anterior Ya Tidak A. Persiapan 1. Pasang lampu kepala dengan benar 2. Mintalah pasien untuk duduk dengan posisi badan sedikit
condong ke arah depan, dengan punggung tetap lurus, kedua lutut rapat dan berdampingan dengan pemeriksa.
3. Jelaskanlah terlebih dahulu prosedur pemeriksaan Rinoskopi anterior yang akan dilakukan secara lisan, dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien (informed consent).
4. Mintalah penderita menghadap pemeriksa dengan pandangan ke depan tanpa menengadahkan kepala.
5. Peganglah spekulum dengan tangan kiri baik pada pemeriksaan rongga kanan maupun kiri.
B. Teknik Pemeriksaan Rinoskopi Anterior 1. Arahkan cahaya lampu kepala ke arah lubang hidung
yang akan diperiksa
2. Masukkanlah spekulum ke dalam lubang hidung dengan hatihati, kemudian letakkan telunjuk kiri pada sisi hidung pasien, untuk menstabilkan posisi spekulum. Spekulum dimasukkan pada vestibulum nasi, tidak boleh dimasukkan terlalu dalam, atau terlalu luar.
3. Bukalah spekulum dengan hati-hati dengan arah ke atas dan bawah.
C. Inspeksi 1. Amatilah dengan seksama vestibulum nasi, bagaimana
keadaan kulit, serta bulu-bulu hidung. Amatilah juga ada tidaknya kelainan berupa radang pada folikel bulu hidung (folikulitis).
2. Amati rongga cavum nasi dan beri penilaian : 1.Luas cavum nasi 2.Ada tidaknya sekret darah, benda asing, polip, fungus ball. Amatilah septum nasi. Bentuk septum nasi yang normal adalah lurus di tengah dengan sedikit deviasi pada orang dewasa. Kelainan bentuk septum yang dapat ditemukan antara lain adalah, deviasi, krista, spina, dislokasi, dan sinekia. Amatilah ada tidaknya tanda peradangan, atau infeksi pada septum.
3. Lakukan penilaian terhadap konka inferior dan meatus inferior. Konka dinilai apakah normal, oedema, hipertrofi
Keterampilan Klinik Semester V 64
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
atau atrofi.
4. Minta pasien untuk menengadah 5. Lakukan penilaian terhadap konka media dan meatus
media. Konka dinilai apakah normal, oedema, hipertrofi atau atrofi. Pada meatus media dapat tampak polip atau nanah yang berasal dari sinus.
Keterampilan Klinik Semester V 65
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR : Untuk Latihan
No. Langkah / Tugas Pengamatan
Teknik Pemeriksaan Fisik Tonsil dan Faring Ya Tidak A. Persiapan 1. Pasang lampu kepala dengan benar 2. Mintalah pasien untuk duduk dengan posisi badan sedikit
condong ke arah depan, dengan punggung tetap lurus, kedua lutut rapat dan berdampingan dengan pemeriksa.
3. Jelaskanlah terlebih dahulu prosedur pemeriksaan rongga mulut dan faring yang akan dilakukan secara lisan, dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien (informed consent).
4. Mintalah penderita menghadap pemeriksa dengan pandangan ke depan tanpa menengadahkan kepala.
5. Pegang spatula lidah menggunakan tangan kanan B. Teknik Pemeriksaan Tonsil dan Faring 1. Minta pasien untuk membuka mulut tanpa menjulurkan
lidah
2. Arahkan cahaya lampu kepala ke arah rongga mulut 3. Tekan bagian tengah dari lidah ke bawah dengan
menggunakan spatula lidah. Hindari menyentuh bagian belakang lidah karena dapat merangsang refleks muntah.
4. Pemeriksaan dimulai dari dinding faring dan kelenjar limfe. Amati jika ada tanda-tanda peradangan
5. Amati uvula. Uvula normal berada di medial.. 6. Amati arkus palatofaringeus, nilai apakah ada tanda-tanda
peradangan dan desakan dari tumor yang ada di nasofaring.
7. Amati tonsil kanan dan kiri. Lakukan penilaian : • Pembesaran tonsil • Permukaan tonsil • Kripta tonsil
8. Selanjutnya lakukan penilaian yang berurutan pada mukosa bukal, gusi dan gigi geligi.
Keterampilan Klinik Semester V 66
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR : Untuk Latihan
No. Langkah / Tugas Pengamatan
Teknik Pemeriksaan Rinoskopi posterior Ya Tidak A. Persiapan 1. Pasang lampu kepala dengan benar 2. Mintalah pasien untuk duduk dengan posisi badan sedikit
condong ke arah depan, dengan punggung tetap lurus, kedua lutut rapat dan berdampingan dengan pemeriksa.
3. Jelaskanlah terlebih dahulu prosedur rinoskopi posterior yang akan dilakukan secara lisan, dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien (informed consent).
4. Mintalah penderita menghadap pemeriksa dengan pandangan ke depan tanpa menengadahkan kepala.
5. Pegang spatula lidah menggunakan tangan kiri, dan tangan kanan memegang cermin nasofaring dengan cermin menghadap ke atas.
B. Teknik Pemeriksaan Rinoskopi posterior 1. Cermin nasofaring dilidah apikan 2. Kemudian punggung cermin ditempelkan di punggung
tangan pemeriksa untuk merasakan hangat dari cermin, jika masih terlalu panas tunggu beberapa saat
3. Setelah cermin dirasa tidak terlalu panas, minta pasien untuk membuka mulut tanpa menjulurkan lidah
4. Arahkan cahaya lampu kepala ke arah rongga mulut 5. Tekan bagian tengah dari lidah ke bawah dengan
menggunakan spatula lidah. Hindari menyentuh bagian belakang lidah karena dapat merangsang refleks muntah.
6. Setelah rongga faring tampak, masukan cermin perlahan menyusuri spatula lidah dengan sisi cermin menghadap ke atas. Minta pasien untuk tetap bernafas melalui hidung.
7. Lampu di arahkan ke cermin 8. Setelah cermin sampai di rongga orofaring, perhatikan
cermin untuk mendapatkan pantulan dari nasofaring dan nilai keadaan dari: Nasofaring, faucium, cavum nasi, septum nasi, konka media
9. Cermin nasofaring dapat di putar sedikit ke arah lateral kanan maupun kiri untuk menilai muara dari tuba eustachius kanan dan kiri
Keterampilan Klinik Semester V 67
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara 10. Cermin kemudian dikeluarkan dengan hati-hati dan
diikuti dengan mengeluarkan spatula lidah
Keterampilan Klinik Semester V 68
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR : Untuk Latihan
No. Langkah / Tugas Pengamatan
Teknik Pemeriksaan Laringoskopi Indirek Ya Tidak A. Persiapan 1. Pasang lampu kepala dengan benar 2. Mintalah pasien untuk duduk dengan posisi badan sedikit
condong ke arah depan, dengan punggung tetap lurus, kedua lutut rapat dan berdampingan dengan pemeriksa.
3. Jelaskanlah terlebih dahulu prosedur laringoskopi indirek yang akan dilakukan secara lisan, dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien (informed consent).
4. Mintalah penderita menghadap pemeriksa dengan pandangan ke depan tanpa menengadahkan kepala.
5. Pegang kain kasa menggunakan tangan kiri, dan tangan kanan memegang cermin laring dengan cermin menghadap ke bawah.
B. Teknik Pemeriksaan Laringoskopi Indirek 1. Cermin laring dilidah apikan 2. Kemudian punggung cermin ditempelkan di punggung
tangan pemeriksa untuk merasakan hangat dari cermin, jika masih terlalu panas tunggu beberapa saat
3. Setelah cermin dirasa tidak terlalu panas, minta pasien untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah
4. Arahkan cahaya lampu kepala ke arah rongga hidung 5. Jepitlah lidah dengan kasa yang ada di tangan kiri, dan
tarik dengan lembut sehingga pangkal lidah tidak menghalangi pandangan ke arah faring
6. Setelah rongga faring tampak, masukan cermin perlahan dengan sisi cermin menghadap ke bawah
7. Lampu di arahkan ke cermin 8. Setelah cermin menempel di uvula dan palatum mole,
perhatikan cermin untuk mendapatkan pantulan dari laring. Lakukan penilaian terhadap: epiglotis, valeculla, plika vokalis, plika ventrikularis, rima glotis, rima vestibuli, trakea bagian atas
9. Selanjutnya minta pasien untuk menyebutkan huruf ’I’ yang panjang, lakukan penilaian terhadap gerakan dari pita suara
Keterampilan Klinik Semester V 69
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara 10. Cermin kemudian dikeluarkan dengan hati-hati Tanda Tangan Instruktur,
( )
Keterampilan Klinik Semester V 70
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
FORMULIR HASIL LATIHAN PEMERIKSAAN FISIK THT
(Hasil Latihan Role Play - Mahasiswa) Nama Mahasiswa : Kelompok : Tanggal : Nama Instruktur :
LAPORAN HASIL LATIHAN
Tanda Tangan Instruktur,
( )
Keterampilan Klinik SEMESTER V 71
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinis Keenam
ANAMNESE PENYAKIT MATA
Pada pertemuan ini diharapkan mahasiswa mampu melakukan anamnese pada pasien sehingga mahasiswa mendapatkan informasi gejala dan riwayat penyakit pasien dan mengarahkan diagnosa sementara pasien.
Seorang dokter harus mampu menggali keterangan penderita yang paling penting untuk ditetapkan sebagai keluhan utama. Ada beberapa pertanyaaan yang harus diingat pada komunikasi dokter dan pasien dalam menggali keluhan penderita agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.
Pertanyaan tersebut meliputi : - Onset ( lama ) - Location (lokasi) - Duration (durasi) - Character (karakter) -Aggravating / Alleviating Factors (Faktor-faktor yang memperparah atau
mengurangi gejala) - Radiation (penyebaran) - Timing (waktu)
Urutan sistematika anamnese penyakit meliputi beberapa komponen, yaitu : • anamnese pribadi • anamnese keluhan utama • anamnese penyakit sekarang • anamnese penyakit terdahulu • anamnese organ • anamnese riwayat pribadi • anamnese riwayat penyakit keluarga • anamnese riwayat pengobatan • anamnese sosial ekonomi • anamnese gizi
I.1 Anamnese Pribadi
Anamnese pribadi adalah usaha seorang dokter dalam mendapatkan informasi identitas pasiennya yang terdiri dari komponen-komponen yang menunjukkan identitas pribadi pasien antara lain adalah :
• Nama • Umur • Jenis Kelamin • Agama • Suku/bangsa • Status perkawinan • Pekerjaan • Alamat
Data data diatas merupakan keterangan tentang identitas pasien dan penting untuk diketahui, karena adakalanya terdapat hubungan antara penyakit yang dikeluhkan pasien dengan beberapa data pribadi pasien tersebut.
Keterampilan Klinik SEMESTER V 72
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
I.2 Anamnese Keluhan Utama
Anamnese keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan pasien sehingga membuat dirinya datang mencari pertolongan dokter. Untuk menentukan keluhan utama maka dokter harus menanyakan apakah keluhan yang paling dirasakan pasien saat datang kedokter. Keluhan utama yang paling sering dirasakan pasien antara lain : mata merah disertai sekret atau tidak , mata kabur secara perlahan-lahan atau tiba-tiba , kelainan-kelainan kelopak mata , trauma pada mata seperti benda asing pada kornea dan konjungtiva .
I.3 Anamnese Riwayat Penyakit Sekarang Riwayat penyakit sekarang atau riwayat perjalanan penyakit merupakan
uraian rinci mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama, sampai saat penderita datang berobat. Sebagaimana anamnese pada sistem organ lainnya, untuk menggali informasi lebih dalam terutama yang berkaitan dengan keluhan utama, dapat digunakan komponen-komponen pertanyaan yang berpedoman kepada Macleod's Clinical Examination (metode OLDCART). I.4 Anamnese Penyakit Terdahulu
Pada bagian ini ditanyakan kepada pasien tentang penyakit yang telah pernah dideritanya sejak masih kanak-kanak sampai dewasa (saat sebelum menderita penyakit sekarang ini), yang mungkin mempunyai hubungan dengan penyakit yang dialami pasien saat ini.
I.5 Anamnese Organ atau Sistem
Pada anamnese organ atau sistem dapat dilihat adakah hubungan antara keluhan atau gejala klinis dengan organ tubuh tertentu yang belum didapat pada anamnese keluhan utama, penyakit sekarang, ataupun pada bagian anamnese penyakit terdahulu.
I.6 Anawnesis Riwayat Pribadi Pada anamnese riwayat pribadi pasien, dokter menggali informasi-informasi mengenai kebiasaan hidup pasien yang mungkin memiliki hubungan dengan penyakit mata yang dideritanya.
I.7 Anamnese Riwayat Pengobatan Pada anamnese riwayat pengobatan, dokter menanyakan apakah sebelumnya pasien sudah menggunakan obat-obatan untuk mengobati penyakitnya atau belum, apakah pasien berobat ke tenaga medis atau mengobati sendiri, apa nama obat yang digunakan, bagaimana pemakaiannya, dan apakah efek obat dirasakan menghilangkan gejala penyakit atau tidak.
Keterampilan Klinik SEMESTER V 73
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara I.8 Anamnese Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam anamnese riwayat penyakit keluarga, dokter menanyakan penyakit yang pernah diderita keluarga dekat penderita, seperti penyakit keturunan, atau penyakit yang dapat menular secara kontak langsung bila daya tahan tubuh melemah. Pada anamnese ditanyakan juga adakah anggota keluarga yang mengalami sakit yang sama dengan pasien.
I.9 Anamnese Sosial Ekonomi Pada anamnese sosial ekonomi, dokter menanyakan mengenai keadaan keluarga pasien terutama mengenai perumahan, penghasilan, lingkungan dan daerah tempat tinggal penderita.
I.10 Anamnese Gizi Pada anamnese gizi dokter menanyakan pada pasien tentang makanan yang dikonsumsi setiap hari, berapa banyak porsinya serta frekuensi makan. Dapat ditanyakan juga, apakah penderita merasa berat badannya berkurang, bertambah, atau tetap, dan dicari apakah ada hubungannya dengan penyakit yang diderita oleh pasien.
Keterampilan Klinik SEMESTER V 74
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara TUJUAN KEGIATAN
1. TUJUAN UMUM Melatih mahasiswa melakukan anamnese penyakit mata dengan baik dan
benar sehingga dapat mengarahkan untuk dapat menegakkan diagnosa dengan benar.
2. TUJUAN KHUSUS Mahasiswa mampu:
2.1. Memahami kerangka anamnese penyakit mata 2.2. Menggali informasi yang didapatkan dari anamnese secara deskriptif dan
kronologis 2.3. Melakukan anamnese penyakit mata yang terdiri dari anamnese pribadi,
anamnese keluhan utama, anamnese penyakit sekarang, anamnese penyakit terdahulu, anamnese organ, anamnese riwayat pribadi, anamnese riwayat penyakit keluarga, anamnese sosial ekonomi dan anamnese gizi
2.4. Meyakinkan pasien dan mempunyai hubungan komunikasi yang baik dalam melakukan pengobatan
IV. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
Waktu Aktivitas Keterangan
30 menit
Penjelasan narasumber tentang anamnesa keluhan utama dan keluhan tambahan pada penyakit mata dan tanya jawab singkat hal yang belum jelas. Narasumber melakukan demonstrasi cara kerja Narasumber
10 menit
Tiap kelompok kecil didampingi oleh seorang instruktur Instruktur Introduksi dan Penyampaian Pengantar (overview) rancangan kegiatan pelatihan
35 menit
Demonstrasi oleh Instruktur. Instruktur memperlihatkan kepada mahasiswa tentang anamnesa keluhan utama dan keluhan tambahan pada penyakit mata Mahasiswa melakukan latihan role play secara bergantian dengan dibimbing oleh instruktur
Instruktur dan
Mahasiswa
35 menit Mahasiswa melakukan latihan mandiri diawasi oleh instruktur. Mahasiswa
10 menit Instruktur memberikan feedback kepada mahasiswa. Instruktur
Keterampilan Klinik SEMESTER V 75
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara V. PEDOMAN INSTRUKTUR
1. Instruktur harus mengetahui dan menguasai kasus simulasi yang akan ditampilkan
2. Instruktur harus dapat mengarahkan / membimbing mahasiswa melakukan anamnese dengan benar sesuai dengan kasus yang ditampilkan
3. Instruktur harus dapat memberi penilaian kepada mahasiswa yang dibimbingnya berdasarkan lembar pengamatan
4. Instruktur harus dapat menjelaskan kesimpulan akhir dari kasus simulasi yang ditampilkan
VI. PELAKSANAAN
1. Setiap kegiatan ketrampilan klinis dilaksanakan dalam 120 menit 2. Jadwal kegiatan disesuaikan dengan jadwal yang ditentukan untuk ketrampilan
klinis blok sistem Organ Khusus yang telah ditetapkan oleh MEU FK UISU Medan
3. Tempat pelaksanaan ruang skills lab 4. Sarana yang diperlukan :
a. Pensil / pulpen b. Kertas untuk mencatat c. Pasien simulasi diperankan oleh mahasiswa d. Meja dan kursi 8 buah e. Formulir anamnese f. Senter
Keterampilan Klinik SEMESTER V 76
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
FORMULIR ANAMNESE PENYAKIT MATA MAHASISWA FK UISU
Nama Mahasiswa : ……………………………………... Grup : ……………………………………... Tanggal : ……………………………………... Instruktur : ………………………………...........Paraf : ……………… IDENTITAS PASIEN Nama Pasien : ………………………………………………….. Alamat : ………………………………………………….. Umur : ………………………………………………….. Pekerjaan : ………………………………………………….. Suku bangsa : ………………………………………………….. Jenis kelamin : ………………………………………………….. Status perkawinan : ………………………………………………….. Agama : ………………………………………………….. RIWAYAT PENYAKIT Keluhan Utama : Telaah : Riwayat penyakit terdahulu :
Riwayat pemakaian obat :
Keterampilan Klinik SEMESTER V 77
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
LEMBAR PENGAMATAN UNTUK
ANAMNESE PENYAKIT MATA
No Aspek yang dinilai
Skor 0 1 2 3
1. Dokter mengucapkan salam dan mempersilahkan pasien duduk
2. Dokter menanyakan nama, usia, agama, status perkawinan, suku bangsa, alamat dan pekerjaan pasien
3. Dokter menanyakan keluhan pasien yang membuat dirinya 70ating berobat dan sudah berapa lama keluhan dirasakan
4. Dokter menelusuri/menelaah keluhan utama 5. Dokter menanyakan keluhan tambahan pada
penderita
6. Dokter menelusuri/menelaah keluhan tambahan
7. Dokter menanyakan riwayat penyakit keluarga
8. Dokter menelusuri status sosial – ekonomi 9. Dokter menanyakan riwayat pekerjaan 10. Dokter menelusuri/menelaah riwayat
penyakit terdahulu, riwayat pengobatan dan pemakaian obat sekarang, riwayat alergi obat.
11. Dokter menuliskan/ merangkum data dalam status
12. Dokter mengucapkan salam dan terima kasih
Tanda tangan Instruktur
( )
Catatan : 0 : Tidak dilakukan 1 : Dilakukan tapi tidak benar 2 : Dilakukan dengan benar 3 : Dilakukan dengan benar dan sempurna
Keterampilan Klinik SEMESTER V 78
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik Ketujuh
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
Pemeriksaan oftalmologi merupakan pemeriksaan yang harus diketahui oleh seorang dokter umum sesuai dengan kompetensinya antara lain pemeriksaan jaringan penunjang ( adneksa ) sistem penglihatan antara lain kelopak mata , sistem air mata , otot-otot ekstraokuler , pergerakan dan posisi bola mata dan pemeriksaan segmen anterior bola mata yang terdiri dari konjungtiva , sklera , kornea , bilik mata depan , iris , pupil dan lensa kristalina.
Pemeriksaan oftalmologi yang dilakukan hanya dengan inspeksi dan pemeriksaan dengan menggunakan senter pada mata normal dan kasus-kasus yang sering dijumpai di masyarakat antara lain :
1.Mata Merah :
Mata merah merupakan salah satu keluhan utama penyakit mata yang sering dijumpai. Keluhan ini timbul akibat terjadinya perubahan warna bola mata yang sebelumnya berwarna putih menjadi merah. Pada mata normal, sklera, terlihat putih, karena sklera dapat terlihat melalui bagian konjungtiva dan kapsul Tennon yang tipis dan tembus cahaya. Hyperemia konjungtiva terjadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah, ataupun berkurangnya pengeluaran darah misalnya pada pembendungan pembuluh darah. Bila terjadi pelebaran pembuluh darah konjungtiva, atau perdarahan antara konjungtiva dan sklera, akan terlihat warna merah pada mata yang sebelumnya berwarna putih. Mata terlihat merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada peradangan mata akut, misalnya pada konjungtivitis, keratitis, atau iridosiklitis. Pada keratitis, pleksus arteri konjungtiva permukaan melebar, sedangkan pembuluh darah arteri perikornea yang letaknya lebih dalam akan melebar pada iritis dan glaukoma akut kongestif. Pada konjungtivitis dimana pembuluh darah superficial - melebar, bila diberi epinefrin topikal akan terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan kembali putih. Pada konjungtiva terdapat pembuluh darah utama yaitu : Arteri konjungtiva posterior yang memperdarahi konjungtiva bulbi Arteri siliar anterior atau episklera yang memberikan cabang : o Arteri episklera, masuk ke dalam bola mata, dan dengan arteri
posterior longus bergabung membentuk arteri sirkular major, atau pleksus siliar, yang akan memperdarahi iris dan badan siliar o Arteri perikornea, yang memperdarahi sekitar kornea
Bila terjadi pelebaran pembuluh-pembuluh darah tersebut maka mata akan menjadi merah. Selain melebarnya pembuluh darah, mata merah juga dapat terjadi akibat pecahnya salah satu dari kedua pembuluh darah di atas dan darah tersebut akan tertimbun di bawah jaringan konjungtiva. Keadaan ini disebut sebagai perdarahan sub konjungtiva.
Keterampilan Klinik SEMESTER V 79
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Keluhan mata merah dapat memberikan gejala bersamaan dengan keluhan dan gejala lain yaitu :
• Penglihatan normal atau menurun • Terdapat atau tidak terdapatnya sekret • Terdapatnya peninggian tekanan pada bola mata
Gambar 1. Struktur anatomi mata
Keterampilan Klinik SEMESTER V 80
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 2. Konjungtiva normal dan Konjungtivitis
2. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah ( Katarak )
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat keduaduanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Pasien dengan katarak biasanya mengeluhkan penglihatannya seperti berasap dan tajam penglihatan yang turun secara progresif. Katarak umumnya merupakan penyakit usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit mata lokal menahun. Bermacammacam penyakit mata dapat menyebabkan katarak seperti glaukoma, uveitis, retinitis pigmentosa. Katarak juga dapat berhubungan dengan proses penyakit intraokular lain. Katarak dapat juga disebabkan bahan toksik dan obat-obatan seperti kortikosteroid, ergot dan antikolinesterase topikal serta kelainan sistemik seperti diabetes mellitus, hipoparatiroid, galaktosemia, dan miotonia distrofi.
Keterampilan Klinik SEMESTER V 81
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 3. Lensa normal dan katarak
Gambar 4. Kekeruhan lensa
II. EVERSI KELOPAK MATA Eversi kelopak mata atas dilakukan untuk mengetahui secara klinis konjungtiva
tarsalis superior dengan teknik pasien dalam posisi duduk, diperintahkan untuk melihat ke bawah dengan mengunakan cotton bud, palpebra superior ditekan kebawah hingga konjungtiva tarsal superior terlihat yang bertujuan untuk melihat konjungtiva tarsal superior, apakah adakah benda asing, papil, folikel, laserasi dan lain-lain.
Keterampilan Klinik SEMESTER V 82
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
III. TUJUAN KEGIATAN
1. TUJUAN UMUM Melatih mahasiswa melakukan pemeriksaan oftalmologi segmen anterior dan
eversi kelopak mata atas dengan baik dan benar sehingga dapat mengarahkan untuk menegakkan diagnosa dengan benar.
2. TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu: 2.1 Melakukan pemeriksaan oftalmologi segmen anterior secara baik dan benar
dengan peralatan yang sederhana pada kasus-kasus penyakit mata yang sering dijumpai dengan contoh kasus : Mata merah dan Katarak.
2.2 Melakukan eversi kelopak mata atas dengan teknik pasien dalam posisi duduk, diperintahkan untuk melihat ke bawah dengan mengunakan cotton bud, palpebra superior ditekan kebawah hingga konjungtiva tarsal superior terlihat yang bertujuan untuk melihat konjungtiva tarsal superior, apakah adakah benda asing, papil, folikel, laserasi dan lain-lain.dengan baik dan benar.
Keterampilan Klinik SEMESTER V 83
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara IV. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
Waktu Aktivitas Keterangan
30 menit
Penjelasan narasumber tentang pemeriksaan oftalmologi segmen anterior dan eversi kelopak mata atas pada penyakit mata dan tanya jawab singkat hal yang belum jelas. Narasumber
l k k d t i k j
Narasumber
10 menit
Tiap kelompok kecil didampingi oleh seorang instruktur Instruktur Introduksi dan Penyampaian Pengantar (overview) rancangan kegiatan pelatihan
35 menit
Demonstrasi oleh Instruktur. Instruktur memperlihatkan kepada mahasiswa tentang anamnesa keluhan utama dan keluhan tambahan pada penyakit mata dan pemeriksaan oftalmologi segmen anterior dengan menggunakan senter dan eversi kelopak mata atas dengan teknik pasien dalam posisi duduk, diperintahkan untuk melihat ke bawah dengan mengunakan cotton bud, palpebra superior ditekan kebawah hingga konjungtiva tarsal superior terlihat yang bertujuan untuk melihat konjungtiva tarsal superior, apakah adakah benda asing, papil, folikel, laserasi dan lain-lain.dengan baik dan benar. Mahasiswa melakukan latihan role play secara bergantian dengan dibimbing oleh instruktur
Instruktur dan
Mahasiswa
35 menit Mahasiswa melakukan latihan mandiri diawasi oleh instruktur.
Mahasiswa
10 menit Instruktur memberikan feedback kepada mahasiswa. Instruktur
Keterampilan Klinik SEMESTER V 84
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara V. PEDOMAN INSTRUKTUR
1. Instruktur harus mengetahui dan menguasai kasus simulasi yang akan ditampilkan
2. Instruktur harus dapat mengarahkan / membimbing mahasiswa melakukan pemeriksaan oftalmologi segmen anterior dan eversi kelopak mata atas dengan benar sesuai dengan kasus yang ditampilkan
3. Instruktur harus dapat memberi penilaian kepada mahasiswa yang dibimbingnya berdasarkan lembar pengamatan
4. Instruktur harus dapat menjelaskan kesimpulan akhir dari kasus simulasi yang ditampilkan
VI. PELAKSANAAN
1. Setiap kegiatan ketrampilan klinis dilaksanakan dalam 120 menit 2. Jadwal kegiatan disesuaikan dengan jadwal yang ditentukan untuk ketrampilan
klinis blok sistem Organ Khusus yang telah ditetapkan oleh MEU FK UISU Medan
3. Tempat pelaksanaan ruang skills lab 4. Sarana yang diperlukan :
a. Pensil / pulpen b. Kertas untuk mencatat c. Pasien simulasi diperankan oleh mahasiswa d. Meja dan kursi 8 buah e. Formulir anamnese f. Senter
Keterampilan Klinik SEMESTER V 85
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara FORMULIR PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI SEGMEN ANTERIOR DAN
EVERSI KELOPAK MATA ATAS MAHASISWA FK UISU
Nama Mahasiswa : ……………………………………... Grup : ……………………………………... Tanggal : ……………………………………... Instruktur : ……………………………………... Paraf : ………………
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI (CONTOH PADA KASUS MATA NORMAL)
PEMERIKSAAN MATA KANAN ( OD ) MATA KIRI ( OS )
Visus 6/6 6/6
Pergerakan Normal Normal
Palp. Superior Oedema (-), Hiperemis (-) Oedema (-), Hiperemis (-)
Palp. Inferior Oedema (-), Hiperemis (-) Oedema (-), Hiperemis (-)
Conjungtiva Tarsalis Superior ( EVERSI )
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Conj. Tars. Inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Conj. Bulbi Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Cornea Jernih Jernih
COA Sedang Sedang
Pupil Bulat, reguler, Ø 3 mm, RC (+)
Bulat, reguler, Ø 3 mm, RC (+)
Iris Coklat, regular Coklat, regular
Lensa Jernih Jernih
Corpus Vitreum Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
Fundus Oculi Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
Gambar
Keterampilan Klinik SEMESTER V 86
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
LEMBAR PENGAMATAN UNTUK
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI SEGMEN ANTERIOR DAN
EVERSI KELOPAK MATA No Aspek yang dinilai Skor
0 1 2 3 1. Mahasiswa mengucapkan salam dan
mempersilahkan pasien duduk
2. Mahasiswa melakukan pemeriksaan oftalmologi segmen anterior dengan menggunakan senter secara berurutan dan mengucapkan hasil pemeriksaan didepan instruktur
3. Mahasiswa melakukan melakukan eversi kelopak mata atas dan mengucapkan hasil pemeriksaan didepan instruktur
4. Mahasiswa menuliskan/ merangkum data dalam status
5. Mahasiswa mengucapkan salam dan terima kasih
Catatan : 0 : Tidak dilakukan 1 : Dilakukan tapi tidak benar 2 : Dilakukan dengan benar 3 : Dilakukan dengan benar dan sempurna
Keterampilan Klinik SEMESTER V 87
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik Kedelapan
PEMERIKSAAN KETAJAMAN PENGLIHATAN ( VISUS ) DAN KOREKSI REFRAKSI SUBJEKTIF
I.PEMERIKSAAN KETAJAMAN PENGLIHATAN ( VISUS )
Pada pertemuan ini diharapkan mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan
visus dan melakukan koreksi subjektif sederhana agar dapat mengetahui fungsi penglihatan pada setiap mata secara terpisah secara baik dan benar.
Visus diukur dengan menggunakan kartu Snellen. Pengukuran dilakukan pada jarak 5 atau 6 meter tergantung kartu Snellen yang tersedia. Penurunan visus memberikan gambaran adanya kelainan pada sistem penglihatan sehingga memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui akibat penurunan visus tersebut. Pengukuran visus dilakukan pada setiap mata dan hasilnya dicatat .
Untuk mengetahui visus seseorang dapat dilakukan dengan Kartu Snellen dan bila sampai huruf terbesar pada kartu Snellen tidak terbaca maka diukur dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari ( finger counting = fc ) pada jarak tertentu dan apabila tidak dapat menghitung jari yang diacungkan pemeriksa dengan benar dilakukan pemeriksaan dengan melihat lambaian tangan ( hand movement = hm ) dan jika tidak dapat juga melihat lambaian tangan pemeriksa maka dengan menggunakan proyeksi sinar yang jika pasien tidak juga dapat mengetahui proyeksi dan persepsi sinar maka dikatakan visus pasien adalah nol.
Seseorang disebut memiliki visus baik jika ia dapat membaca seluruh hurufhuruf pada kartu Snellen dengan benar dalam jarak 5 atau 6 meter tanpa bantuan alat. Dalam kondisi ini visus adalah 5/5 atau 6/6 yang disebut emmetropia ( visus normal ).
Visus dapat dirumuskan sebagai berikut : V = d / D d = jarak pasien dengan kartu Snellen D = jarak orang normal untuk membaca huruf-huruf, yang dapat dibaca oleh
subjek yang diperiksa pada jarak d Penurunan visus dapat disebabkan oleh kelainan media refraksi, kelainan non refraksi atau keduanya. Kacamata hanya bisa memperbaiki penurunan visus yang disebabkan oleh kelainan refraksi. Sebelum memperbaiki visus, penyebab penurunan visus harus ditentukan.
Pada mata normal, sinar-sinar sejajar melalui media refraksi ( kornea , akuos humor , lensa kristalina dan vitreous humor ) tanpa akomodasi difokuskan tepat di makula lutea atau bintik kuning sehingga penglihatan menjadi jelas. Hal ini membutuhkan struktur media dan indeks refraksi yang normal serta aksis bola mata yang normal.
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kaca mata. Setiap mata diperiksa secara terpisah. Biasakan memeriksa tajam penglihatan mata kanan terlebih dahulu kemudian pada mata kiri.
Sebelum memulai pemeriksaan, anjurkan kepada pasien untuk melepas kaca mata atau contact lens yang sedang dikenakannya. Kemudian pasien disuruh duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 5 atau 6 meter, karena pada jarak ini mata akan melihat benda tanpa akomodasi atau dalam keadaan beristirahat. Lalu pasangkan
Keterampilan Klinik SEMESTER V 88
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara pada pasien gagang lensa coba. Tutup mata yang tidak diperiksa dengan menggunakan telapak tangan ataupun dengan lensa penutup. Pasien disuruh untuk membaca huruf yang tertulis pada kartu Snellen yang dimulai dengan membaca baris terbawah (huruf / angka yang terkecil) dan jika tidak terbaca pasien diminta untuk membaca huruf / angka di atasnya. Kemudian ditentukan letak baris terakhir yang masih dapat dibaca.
Tajam penglihatan dinyatakan dalam pecahan. Pembilang adalah jarak antara pasien dengan kartu Snellen. Penyebut adalah jarak di mana suatu huruf / angka seharusnya dapat dibaca. Bila baris huruf / angka yang terbaca tersebut terdapat pada baris dengan tanda 30, artinya visus pasien tersebut 6/30 artinya pada jarak 6 meter pasien hanya dapat membaca huruf / angka yang seharusnya dapat dibaca jelas pada jarak 30 meter oleh orang normal. Bila baris huruf / angka yang terbaca tersebut terdapat pada baris dengan tanda 6, dikatakan tajam penglihatan 6/6, ini berarti bahwa pada jarak 6 meter si penderita dapat membaca huruf yang normalnya jelas dibaca pada jarak 6 meter. Tajam penglihatan seseorang dikatakan normal bila tajam penglihatan adalah 6/6.
Bila pasien tidak dapat membaca huruf / angka terbesar pada kartu Snellen, maka dilakukan uji hitung jari. Pada uji hitung jari, pemeriksa berdiri pada jarak 6 meter dari pasien sambil mengacungkan beberapa jari tangannya. Pasien disuruh untuk menyebutkan berapa jumlah jari yang diacungkan oleh si pemeriksa. Jika pasien tidak dapat menyebutkan, si pemeriksa maju 1 meter dan melakukan hal yang sama. Begitu seterusnya hingga jarak pasien dan pemeriksa 1 meter. Tentukan pada jarak berapa meter dari pemeriksa, pasien dapat menyebutkan jumlah jari yang diacungkan. Bila pasien dapat menyebutkan jumlah jari yang diacungkan pada jarak 3 meter, maka visusnya adalah 3/60. 60 adalah jarak dalam meter dimana orang normal dapat melihat dan menyebutkan jumlah acungan jari.
Bila pasien tidak dapat menghitung jumlah acungan jari dilakukan uji lambaian / goyangan tangan. Pemeriksa berdiri pada jarak 1 meter dari pasien sambil menggoyang / melambaikan tangan. Tanyakan pada pasien apakah ia dapat melihat goyangan / lambaian tangan si pemeriksa. Jika terlihat oleh pasien maka visus pasien tersebut adalah 1/300. 300 adalah jarak dalam meter dimana orang normal dapat melihat lambaian tangan tersebut.
Bila pasien tidak dapat melihat goyangan / lambaian tangan, sorot cahaya lampu ke mata pasien. Bila pasien dapat melihat / menentukan arah datang cahaya, visus pasien 1/∞ ( lp = light perception ). Bila pasien tidak dapat melihat / menentukan arah datang cahaya, maka visusnya 0 ( nlp = no light perception ) atau buta total.
Setelah melakukan pemeriksaan visus salah satu mata, lanjutkan pemeriksaan visus pada mata yang lain dengan menutup mata yang telah diperiksa visusnya dan lakukan prosedur yang sama seperti di atas.
Bila pasien yang diperiksa anak-anak atau buta huruf, maka dapat digunakan kartu Snellen-E. Gambar E secara acak diputar dengan orientasi berbeda. Untuk setiap sasaran, pasien diminta untuk menunjuk arah yang sesuai dengan arah ketiga batang E apakah ke atas, bawah, kiri atau kanan. Lakukan pemeriksaan seperti melakukan pemeriksaan menggunakan Snellen huruf atau angka.
Keterampilan Klinik SEMESTER V 89
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 1. Kartu Snellen Huruf
Teknik Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang memiliki penerangan yang cukup. 2. Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter 3. Diperiksa dari mata kanan, mata yang tidak diperiksa ditutup dengan telapak
tangan atau penutup mata
4. Pasien diminta untuk membaca huruf yang tertulis pada kartu Snellen yang
dimulai dengan membaca baris terbawah (huruf yang terkecil) dan bila tidak terbaca pasien diminta untuk membaca baris di atasnya (huruf yang lebih besar).
Gambar 1. Pemeriksaan visus mata kanan dan kiri
Keterampilan Klinik SEMESTER V 90
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 2. Menunjuk huruf di kartu Snellen, mintalah pasien untuk membaca huruf yang ditunjuk
5. Pemeriksa menunjuk huruf dengan cepat sehingga pasien tidak mempunyai waktu untuk berfikir / mengingat atau mengakomodasi.
6. Ditentukan letak baris terakhir yang masih dapat dibaca. 7. Bila pasien tidak dapat membaca huruf sampai baris normal di kartu Snellen
maka pada mata tersebut dipasang lensa pinhole 8. Dengan pinhole pasien dapat melanjutkan bacaannya , jika terdapat kemajuan
ketajaman penglihatannya kemungkinan pasien mengalami kelainan refraksi. 9. Bila dengan pinhole pasien tidak terdapat kemajuan ketajaman penglihatannya
kemungkinan pasien menderita kelainan pada media refraksi seperti sikatrik kornea , katarak dan lainnya .
10. Tajam penglihatan dilaporkan 6/D dan berlanjut ke mata kiri. 11. Jika pasien tidak dapat membaca huruf yang paling atas/terbesar maka
pemeriksaan tidak dapat menggunakan kartu Snellen maka dilakukan pemeriksaan hitung jari. Dimana pasien disuruh untuk menghitung jari si pemeriksa oleh yang mata normal dapat dilihat pada jarak 60 meter.
12. Mulai hitung jari pada jarak 6 meter dan ditentukan jarak yang bisa dilihat pasien dengan benar , misalnya pada jarak 5 meter maka ditulis ketajaman penglihatan / visus pasien 5/60
Keterampilan Klinik SEMESTER V 91
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 3. Pemeriksaan hitung jari
13. Bila pasien tidak dapat menghitung jari, maka pasien disuruh melihat gerakan tangan si pemeriksa yang oleh mata normal dapat dilihat pada jarak 300 meter maka visus adalah 1/300.
14. Bila gerakan tangan tidak dapat terlihat, maka menggunakan cahaya senter, jika pasien dapat melihat lampunya menyala maka tajam penglihatan 1/~. Visus 0 bila dengan senter tidak dapat melihat lagi, yang berarti tidak dapat diambil tindakan apapun untuk memperoleh penglihatan kembali
15. Pemeriksaan dilakukan dengan atau tanpa kaca mata.
Gambar 4 . Pemeriksaan menggunakan senter
II.1. PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBJEKTIF
Pemeriksaan secara subjektif adalah metode pemeriksaan refraksi
dimana terjadi hubungan interaksi antara pasien dengan pemeriksa ataupun
dengan kata lain pasien dan pemeriksa sama-sama bersifat aktif. Pada
pemeriksaan subjektif diperlukan hubungan komunikasi yang baik antara
dokter dengan pasien.
Keterampilan Klinik SEMESTER V 92
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Apabila dari hasil pemeriksaan refraksi subjektif dijumpai visus pasien
mengalami penurunan sebaiknya dilakukan pemeriksaan oftalmologi segmen
anterior bola mata , bila tidak dijumpai kelainan pada bola mata pasien maka
dapat dikoreksi kelainan refraksinya dengan memakai lensa coba sampai
dicapai visus yang terbaik dengan lensa coba dengan memakai gagang coba (
gagang coba ) yang sesuai dengan jarak kedua pupil pasien ( pupil distance ) .
Gambar 5 : Gagang coba dan lensa co ba
Keterampilan Klinik SEMESTER V 93
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Contoh Resep Kaca mata Dr. XXXXXXXXXXX SPESIALIS PENYAKIT MATA NIP. XXXXXXXXX Resep Untuk: Praktek : Kaca mata biasa RS.SAYANG MATA
Kaca mata Bifokus
JL. KORNEA NO 3 PHONE: 4555555
OD OS Sph Cyl Axis Sph Cyl Axis Color
Vitr Dist
Pupil
Pro Longi
Pro Longi
Pro : Medan, ..................20......... Umur : Yang memberikan
Dr. XXXXXXXXXXX
Keterampilan Klinik SEMESTER V 94
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara III. TUJUAN KEGIATAN
1. TUJUAN UMUM Melatih mahasiswa melakukan pemeriksaan visus yang merupakan
pemeriksaan dasar yang sangat berguna untuk kepentingan diagnostik dalam Ilmu Kesehatan Mata serta dapat mengkoreksinya dengan ukuran kacamata yang sesuai dan benar.
2. TUJUAN KHUSUS Mahasiswa mampu: 2.1. Mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan visus.
2.2. Melakukan pemeriksaan visus secara terstruktur dan sistematis dengan benar
2.3. Melakukan koreksi dengan kacamata pada pasien kelainan refraksi
2.3. Mendiagnosis kelainan refraksi yang dialami pasien secara benar.
IV. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
Waktu Aktivitas Keterangan
30 menit Penjelasan narasumber tentang pemeriksaan visus dan koreksi dengan kacamata serta tanya jawab singkat hal yang belum jelas. Narasumber melakukan demonstrasi.
Narasumber
10 menit Tiap kelompok kecil didampingi oleh seorang instruktur. seorang instruktur
Instruktur
Introduksi dan Penyampaian Pengantar (overview) rancangan kegiatan pelatihan
35 menit Demonstrasi oleh Instruktur. Instruktur memperlihatkan kepada mahasiswa tentang pemeriksaan visus dan koreksi dengan kacamata secara baik dan benar. Mahasiswa melakukan latihan role play secara bergantian dengan dibimbing oleh instruktur (coaching)
Instruktur dan
Mahasiswa
35 menit Mahasiswa melakukan latihan mandiri diawasi oleh instruktur.
Mahasiswa
10 menit Instruktur memberikan masukan (feedback) kepada mahasiswa. Instruktur
Keterampilan Klinik SEMESTER V 95
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara V. PEDOMAN INSTRUKTUR
1. Instruktur harus mengetahui dan menguasai kasus simulasi yang akan ditampilkan
2. Instruktur harus dapat mengarahkan / membimbing mahasiswa melakukan pemeriksaan visus dan koreksi kacamata dengan benar sesuai dengan kasus yang ditampilkan
3. Instruktur harus dapat memberi penilaian kepada mahasiswa yang dibimbingnya berdasarkan lembar pengamatan
4. Instruktur harus dapat menjelaskan kesimpulan akhir dari kasus simulasi yang ditampilkan
VI. PELAKSANAAN
1. Setiap kegiatan ketrampilan klinis dilaksanakan dalam 120 menit 2. Jadwal kegiatan disesuaikan dengan jadwal yang ditentukan untuk ketrampilan
klinis blok sistem Organ Khusus yang telah ditetapkan oleh MEU FK UMSU 3. Tempat pelaksanaan ruang skills lab 4. Sarana yang diperlukan :
a. Pensil / pulpen b. Kertas untuk mencatat c. Kartu Snellen d. Lensa coba e. Gagang coba f. Senter g. Meja dan kursi 8 buah h. Pasien simulasi diperankan oleh mahasiswa
Keterampilan Klinik SEMESTER V 96
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
LEMBAR PENGAMATAN UNTUK PEMERIKSAAN VISUS DAN KOREKSI REFRAKSI
No Aspek yang dinilai
Skor 0 1 2 3
1. Dokter mengucapkan salam dan mempersilahkan pasien duduk
2. Dokter menanyakan nama, usia, agama, status perkawinan, suku bangsa, alamat dan pekerjaan pasien
I. PEMERIKSAAN VISUS DENGAN SNELLEN CHART 1. Diperiksa dari mata kanan, mata yang tidak diperiksa ditutup dengan telapak
tangan atau penutup mata
2. Pasien diminta untuk membaca huruf yang tertulis pada kartu Snellen yang dimulai dengan membaca baris terbawah (huruf yang terkecil) dan bila tidak terbaca pasien diminta untuk membaca baris di atasnya (huruf yang lebih besar)
3. Ditentukan letak baris terakhir yang masih dapat dibaca II. PEMERIKSAAN VISUS DENGAN HITUNG JARI 1. Jika pasien tidak dapat membaca huruf, atau bila pasien tidak dapat membaca
huruf yang paling atas/terbesar maka pemeriksaan dilakukan pemeriksaan hitung jari.
2. Pasien disuruh untuk menghitung jari si pemeriksa oleh yang mata normal dapat dlihat pada jarak 60 meter.
3. Mulai hitung jari pada jarak 6 meter (tulis 6/60). Bila tidak terlihat, maka maju 1 meter kedepan dan seterusnya sampai berjarak ½ meter didepan pasien (tulis 0,5/60).
III. PEMERIKSAAN VISUS DENGAN GERAKAN TANG AN 1. Bila pasien tidak dapat menghitung jari, maka pasien disuruh melihat gerakan
tangan si pemeriksa yang oleh mata normal dapat dilihat pada jarak 300 meter.
2. Gerakan tangan dilakukan maksimal pada jarak 1 meter, tajam penglihatan 1/300 meter.
IV. PEMERIKSAAN VISUS DENGAN SENTER 1. Bila gerakan tangan tidak dapat terlihat, maka menggunakan senter 2. Jika pasien dapat melihat lampunya menyala maka visus = 1/~.
Visus 0 bila dengan senter tidak dapat melihat lagi.
V. KOREKSI REFRAKSI DENGAN KACAMATA 1. Pasien yang dikoreksi dengan minimal visus 1/60 2. Pemasangan gagang coba pada pasien 3. Memberikan lensa coba sesuai dengan ukuran yang tepat 4. Memberikan resep kacamata sesuai dengan ukuran koreksi yang paling tepat 5. Menegakkan diagnosis kelainan refraksi sesuai dengan pengukuran yang telah
dilakukan secara baik dan benar.
Catatan : 0 : Tidak dilakukan 1 : Dilakukan tapi tidak benar 2 : Dilakukan dengan benar 3 : Dilakukan dengan benar dan sempurna
Keterampilan Klinik SEMESTER V 97
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinis Kesembilan
PEMERIKSAAN BUTA WARNA
Buta warna merupakan kelainan pada mata yang ditandai dengan penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Pasien terkadang tidak atau kurang dapat membedakan warna yang dapat terjadi kongenital ataupun didapatkan akibat penyakit tertentu.
Tes Ishihara adalah tes buta warna yang dikembangkan oleh Dr. Shinobu Ishihara. Tes ini pertama kali dipublikasi pada tahun 1917 di Jepang. Sejak saat itu, tes ini terus digunakan di seluruh dunia, sampai sekarang.
Tes Ishihara merupakan uji untuk mengetahui defek penglihatan warna yang didasarkan pada menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan berbagai kumpulan warna dengan memakai satu seri titik bola-bola kecil dengan warna dan besar berbeda ( gambar pseudokromatik ) , yang membentuk suatu lingkaran sehingga dalam keseluruhan terlihat warna pucat dan menyukarkan pasien dengan kelainan penglihatan warna melihatnya.
Penderita buta warna atau dengan kelainan penglihatan warna dapat melihat sebagian ataupun sama sekali tidak dapat melihat gambaran lembaran buku Ishihara yang diperlihatkan kepada pasien yang diminta untuk melihat dan mengenali tanda gambar dalam waktu 10 detik pada jarak baca ( 33 cm ).
Berikut ini beberapa contoh dari lembaran buku Ishihara beserta interpretasinya pada pasien dengan kelainan penglihatan warna.
Mata normal dapat membaca angka 8. Mata buta warna merah-hijau membacanya sebagai angka 3, sedangkan buta warna total tidak dapat membaca angka apapun.
Mata normal dan mata buta warna dapat membacanya sebagai angka 12
Keterampilan Klinik SEMESTER V 98
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Mata normal dapat membaca angka 29. Mata buta warna merah-hijau membacanya sebagai angka 70, sedangkan buta warna total tidak dapat membaca angka apapun.
Mata normal dapat membaca angka 3. Mata buta warna merah-hijau membacanya sebagai angka 5, sedangkan buta warna total tidak dapat membaca angka apapun.
Mata normal dapat membaca angka 15. Mata buta warna merah-hijau membacanya sebagai angka 17, sedangkan buta warna total tidak dapat membaca angka apapun.
Keterampilan Klinik SEMESTER V 99
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Mata normal dapat membaca angka 74. Mata buta warna merah-hijau membacanya sebagai angka 21, sedangkan mata buta warna total tidak dapat membaca angka apapun.
Mata normal dapat membaca angka 42. Pada Protanopia dan Protanomalia berat hanya membaca angka 2, pada Protanomalia ringan angka berwarna merah tetapi angka 2 lebih jelas dibanding angka 4. Pada Deuteranopia dan Deuteranomalia berat hanya angka 4 yang terbaca, dan pada kasus Deuteranomalia ringan kedua angka berwarna merah tetapi angka 4 lebih jelas daripada angka 2.
Mata normal dapat membaca angka 26. Pada Protanopia dan Protanomalia berat hanya membaca angka 6, pada Protanomalia ringan angka berwarna merah tetapi angka 6 lebih jelas dibanding angka 2. Pada Deuteranopia dan Deuteranomalia berat hanya angka 2 yang terbaca, dan pada kasus Deuteranomalia ringan kedua angka berwarna merah tetapi angka 2 lebih jelas daripada angka 6.
.
Keterampilan Klinik SEMESTER V 100
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
LEMBAR PENGAMATAN
No Aspek yang dinilai SKOR 1 2 3 4
Pemeriksaan Buta Warna
1 Dokter menyapa. pasien / keluarga, dengan ramah dan mengucapkan salam
2 Dokter memperkenalkan diri dan mempersilahkan pasien duduk
3 Menanyakan identitas pasien (nama,umur,jenis kelamin,agama,alamat dan pekerjaan)
4 Dokter meminta pasien membaca angka atau mengikuti lengkungan garis yang terdapat pada kartu Ishihara yang ditunjuk.
5 Dokter membuat kesimpulan apakah pasien tidak buta warna, buta warna parsial atau total
Catatan : 0 : Tidak dilakukan 1 : Dilakukan tapi tidak benar 2 : Dilakukan dengan benar 3 : Dilakukan dengan benar dan sempurna
Keterampilan Klinik SEMESTER V 101
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinis Kesepuluh
PEMERIKSAAN FUNDUSKOPI
Pemeriksaan funduskopi merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum , namun bukan untuk menegakkan kelainan-kelainan pada vitreous dan retina tetapi untuk menegakkan diagnosa kekeruhan pada media refraksi terutama pada lensa kristalina.
Pada pemeriksaan funduskopi untuk menilai kekeruhan pada lensa kristalina ( katarak ) diperlukan pemeriksaan funduskopi yang sederhana dengan hanya melihat refleks dari retina (fundus ) yang berwarna kemerahan pada pupil pasien. Tahapan pemeriksaan funduskopi ( oftalmoskopi ) ; 1. Pasien dalam posisi duduk ataupun berbaring. 2. Pemeriksa berdiri didepan pasien dengan memegang alat funduskopi 3. Alat funduskopi dipegang dengan tangan sesuai dengan mata pasien yang akan
diperiksa. 4. Sinar dari funduskopi dinyalakan maksimal dan diatur sesuai ukuran pupil
pasien. 5. Pemeriksa mengarahkan sinar dari funduskopi kearah pupil pasien yang akan
diperiksa. 6. Dari jarak 5 – 10 cm dari jarak kornea pasien dilihat refleks fundus dari mata
pasien melalui pupil yang berbentuk bulat berwarna kemerahan dengan kekuatan lensa funduskopi 6 – 9 dioptri.
7. Jika terlihat seluruh refleks fundus maka dinyatakan bahwa lensa kristalina pasien jernih ( mata normal ).
8. Jika terlihat hanya sebagian refleks fundus dan sebagian lagi berwarna gelap/kehitaman maka lensa kristalina pasien mengalami kekeruhan sebagian ( katarak immatur ).
9. Jika tidak terlihat refleks fundus dan semua daerah pupil berwarna gelap/kehitaman maka lensa kristalina pasien mengalami kekeruhan seluruhnya ( katarak matur ).
Pemeriksaan Funduskopi dan Refleks fundus
Keterampilan Klinik SEMESTER V 102
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
LEMBAR PENGAMATAN
No Aspek yang dinilai SKOR 1 2 3 4
Pemeriksaan Funduskopi
1. Dokter menyapa. pasien / keluarga, dengan ramah dan mengucapkan salam
2. Dokter memperkenalkan diri dan mempersilahkan pasien duduk
3. Menanyakan identitas pasien (nama,umur, jenis kelamin,agama,alamat dan pekerjaan)
4. Dokter melakukan pemeriksaan funduskopi dengan cara memegang funduskopi dengan tangan yang sesuai dengan mata pasien.
5. Mengarahkan sinar dari funduskopi kearah pupil pasien sejauh 5 – 10 cm dengan lensa funduskopi + 6 s/d + 9 dioptri
6. Menilai refleks fundus dari pasien
7. Membuat penilaian apakah refleks fundus terlihat keseluruhan , sebagian atau tidak terlihat pada pupil pasien.
Catatan : 0 : Tidak dilakukan 1 : Dilakukan tapi tidak benar 2 : Dilakukan dengan benar 3 : Dilakukan dengan benar dan sempurna
Keterampilan Klinik SEMESTER V 103
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinis Kesebelas
PEMBERIAN OBAT TETES DAN ZALF MATA
IV. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI Setelah penegakan diagnosis penyakit mata , maka dokter harus
mempertimbangkan untuk memberikan pengobatan baik sistemik maupun topikal berupa obat tetes mata dan atau zalf mata.
V. TUJUAN KEGIATAN
1. TUJUAN UMUM Melatih mahasiswa melakukan pemberian obat tetes dan atau zalf mata sesuai
dengan indikasi setelah menegakkan diagnosis dengan baik dan benar.
2. TUJUAN KHUSUS Mahasiswa mampu:
2.1. Memberikan obat tetes mata dengan teknik pemberian yang baik dan benar sesuai dengan tepat indikasi , dosis , sediaan dan cara yang telah dipelajari.
2.2. Memberikan obat zalf mata mata dengan teknik pemberian yang baik dan benar sesuai dengan tepat indikasi , dosis , sediaan dan cara yang telah dipelajari.
Keterampilan Klinik SEMESTER V 104
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara IV. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
Waktu Aktivitas Keterangan
30 menit
Penjelasan narasumber tentang pemeriksaan oftalmologi segmen anterior dan eversi kelopak mata atas pada penyakit mata dan tanya jawab singkat hal yang belum jelas. Narasumber melakukan demonstrasi cara kerja
Narasumber
10 menit
Tiap kelompok kecil didampingi oleh seorang instruktur Instruktur Introduksi dan Penyampaian Pengantar (overview) rancangan kegiatan pelatihan
35 menit
Demonstrasi oleh Instruktur. Instruktur memperlihatkan kepada mahasiswa tentang pemberian obat tetes mata dengan teknik : 1. Pasien dalam posisi berbaring ataupun duduk. 2. Kelopak mata bawah pasien ditekan kebawah dengan lembut, dengan
ibu jari atau telunjuk pada lingkaran tulang kelopak mata bawah. 3. Dengan tangan yang dominan pada dahi pasien, pegang alat tetes mata
berisi obat kira-kira sampai 2 cm diatas kantong konjungtiva. 4. Pemberian obat tetes mata lakukan dengan meneteskan satu tetes obat
tetes mata yang telah diresepkan ke dalam kantong konjungtiva. 5. Pemberian obat zalf mata lakukan dengan menekan tube zalf mata
yang telah diresepkan sehingga keluar cairan zalf mata lebih kurang 1 centimeter ke dalam kantong konjungtiva.
6. Jika pasien mengedip atau menutup mata atau jika tetes mata atau zalf mata jatuh dibatas mata luar, ulangi prosedur.
7. Setelah memasukkan obat, minta pasien untuk menutup mata dengan lembut.
8. Mahasiswa melakukan latihan role play secara bergantian dengan dibimbing oleh instruktur
Instruktur dan
Mahasiswa
35 menit Mahasiswa melakukan latihan mandiri diawasi oleh instruktur.
Mahasiswaa
10 menit Instruktur memberikan feedback kepada mahasiswa. Instruktur Catatan : 0 : Tidak dilakukan 1 : Dilakukan tapi tidak benar 2 : Dilakukan dengan benar 3 : Dilakukan dengan benar dan sempurna
Keterampilan Klinik SEMESTER V 105
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinis Kesebelas PEMERIKSAAN TEKANAN INTRAOKULER
VI. PEMERIKSAAN TEKANAN INTRAOKULER Setelah melakukan pemeriksaan oftalmologi dilakukan dengan baik dan benar , mahasiswa diharapkan juga harus mampu melakukan pemeriksaan tekanan intraokuler untuk mengetahui tekanan dari bola mata yang merupakan salah satu parameter dalam menunjang menegakkan diagnosis. Pemeriksaan tekanan intraokuler yang sederhana dapat dilakukan dengan metode manual yaitu dengan menekan bola mata dalam posisi mata pasien tertutup dan ditentukan kira-kira tekanan intraokuler pasien dengan pengalaman yang dimiliki dokter pemeriksa dengan membandingkan tekanan intraokuler jika diperiksa dengan alat misalnya tonometer Shiotz.
Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan permukaan kornea dengan beban tertentu ( 5,5 gram , 7,5 gram dan 10 gram ) yang dapat bergerak bebas pada sumbunya. Benda yang ditaruh pada bola mata (kornea) akan menekan bola mata kedalam dan mendapatkan perlawanan tekanan dari dalam melalui kornea. Keseimbangan tekanan tergantung beban tonometer. Perlawanan tekanan dari bola mata akan menggerakkan skala kearah tertentu yang dapat dibaca dengan melihat table skala yang sudah ditetapkan dalam satuan mmHg berikut ini :
Angka skala Tekanan bola mata (mmHg) berdasarkan masing masing
beban 5.5 gr 7.5 gr 10 gr
3.0 24.4 35.8 50.6 3.5 22.4 33.0 46.9 4.0 20.6 30.4 43.4 4.5 18.9 28.0 40.2 5.0 17.3 25.8 37.2 5.5 15.9 23.8 34.4 6.0 14.6 21.9 31.8 6.5 13.4 20.1 29.4 7.0 12.2 18.5 27.2 7.5 11.2 17.0 25.1 8.0 10.2 15.6 23.1 8.5 9.4 14.3 21.3 9.0 8.5 13.1 19.6 9.5 7.8 12.0 18.0 10.0 7.1 10.9 16.5
Kekurangan : tonometer schiotz tidak dapat dipercaya pada penderita myopia dan penyakit tiroid dibanding dengan tonometer aplanasi karena terdapat pengaruh kekakuan sclera pada penderita myopia dan tiroid.
Keterampilan Klinik SEMESTER V 106
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Pada tindakan keterampilan berikut ini mahasiswa diberi pengetahuan dan pengalaman bagaimana mengukur tekanan intraokuler dengan menggunakan tonometer Shiotz.
1. 1. TUJUAN UMUM
Melatih mahasiswa melakukan pemeriksaan tekanan intraokuler dengan menggunakan tonometer Shiotz dengan baik dan benar sehingga dapat mengarahkan untuk menegakkan diagnosis dengan benar.
1. 2. TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu:
1.2.1. Melakukan pemeriksaan pemeriksaan tekanan intraokuler dengan menggunakan tonometer Shiotz pada kasus-kasus penyakit mata yang sering dijumpai dengan contoh kasus : mata berdenyut dan glaukoma.
1.2.2. Menginterpretasikan nilai-nilai dari hasil pengukuran tekanan intraokuler dengan cara membaca tabel yang telah ditetapkan.
Keterampilan Klinik SEMESTER V 107
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara II. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN
Waktu Aktivitas Keterangan
30 menit
Penjelasan narasumber tentang pemeriksaan tekanan intraokuler dengan menggunakan tonometer Shiotz dan tanya jawab singkat hal yang belum jelas. Narasumber melakukan demonstrasi cara kerja
Narasumber
10 menit
Tiap kelompok kecil didampingi oleh seorang instruktur Instruktur Introduksi dan Penyampaian Pengantar (overview) rancangan kegiatan pelatihan
35 menit
Demonstrasi oleh Instruktur. Instruktur memperlihatkan kepada mahasiswa tentang pemeriksaan intraokuler sebagai berikut :
• Pasien diminta rileks dan tidur telentang
• Mata diteteskan pantokain dan ditunggu sampai pasien tidak merasa perih
• Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dan ibu jari, jangan sampai bola mata tertekan
• Pasien diminta melihat lurus keatas dan telapak tonometer Schiotz diletakkan pada permukaan kornea tanpa menekannya
• Baca nilai tekanan skala busur Schiotz yang berantara 0-15. Apabila dengan beban 5.5 gr (beban standar) terbaca kurang dari 3 maka ditambahkan beban 7.5 atau 10 gr.
• pembacaan skala dikonversikan pada table tonometer schoitz untuk mengetahui tekanan bola mata dalam mmHg
• Mata diteteskan antibiotika untuk mencegah infeksi.
Mahasiswa melakukan latihan role play secara bergantian dengan dibimbing oleh instruktur
Instruktur dan
Mahasiswa
35menit Mahasiswa melakukan latihan mandiri diawasi oleh instruktur. Mahasiswa
10 menit Instruktur memberikan feedback kepada mahasiswa. Instruktur Catatan : 0 : Tidak dilakukan 1 : Dilakukan tapi tidak benar 2 : Dilakukan dengan benar 3 : Dilakukan dengan benar dan sempurna
Keterampilan Klinik SEMESTER V 108
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara III. PEDOMAN INSTRUKTUR
1. Instruktur harus mengetahui dan menguasai kasus simulasi yang akan ditampilkan
2. Instruktur harus dapat mengarahkan / membimbing mahasiswa melakukan pemeriksaan tekanan intraokuler dengan tonometer Shiotz dan mengkonversikan skala pengukuran dengan tabel yang ditetapkan.
3. Instruktur harus dapat memberi penilaian kepada mahasiswa yang dibimbingnya berdasarkan lembar pengamatan
4. Instruktur harus dapat menjelaskan kesimpulan akhir dari kasus simulasi yang ditampilkan
IV. PELAKSANAAN
1. Setiap kegiatan ketrampilan klinis dilaksanakan dalam 120 menit 2. Jadwal kegiatan disesuaikan dengan jadwal yang ditentukan untuk ketrampilan
klinis blok sistem Organ Khusus yang telah ditetapkan oleh MEU FK UISU Medan
5. Tempat pelaksanaan ruang skills lab 6. Sarana yang diperlukan :
a. Pensil / pulpen b. Kertas untuk mencatat c. Pasien simulasi diperankan oleh mahasiswa d. Meja dan kursi 8 buah e. Tonometer Shiotz dan tabel konversi f. Tetes mata Pantocain 0,5 % g. Tetes mata Antibiotika
Catatan : 0 : Tidak dilakukan 1 : Dilakukan tapi tidak benar 2 : Dilakukan dengan benar 3 : Dilakukan dengan benar dan sempurna
Keterampilan Klinik SEMESTER V 109
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinis Keduabelas
ANAMNESIS PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
ANAMNESIS :
Tahapan – tahapan untuk menegakkan diagnosis salah satunya adalah anamnesis.
Anamnesis dapat diperoleh dari penderita sendiri (autoanamnesis) dan/atau
pengantarnya (alo-anamnesa). Beberapa hal yang ditanyakan pada anamnesis adalah :
- Keluhan utama
- Keluhan tambahan
- Riwayat Perjalanan Penyakit
- Riwayat Pemakaian Obat
- Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat penyakit terdahulu
- Kebiasaan
1. Keluhan utama adalah keluhan yang menyebabkan penderita datang berobat
. Keluhan dapat berupa keluhan objektif (ruam)+ keluhan subjektif (rasa).
Pada keluhan utama juga dirangkaikan dengan lokalisasi ruam +lamanya
timbul ruam (rasa). Dapat dipermudah dengan istilah OSLOL (Objektif +
Subjektif + Lokalisasi + Lamanya timbul ruam ).
Keluhan objektif (ruam) :
Bintik-bintik makula, ptechie Bercak-bercak makula, purpura, eritem Bintil-bintil papul, vegetasi, komedo Benjolan tumor, nodul, kista Gelembung kecil berisi cairan vesikel Gelembung kecil berisi nanah pustule Gelembung besar berisi nanah bula Bisul abses Sisik-sisik skuama Koreng, kudis krusta Lecet erosi, ekskoriasi Borok ulkus Penebalan kulit plak, likenifikasi
Keterampilan Klinik SEMESTER V 110
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Keluhan subjektif : Rasa gatal Rasa panas (terbakar) Rasa dingin Rasa mencucuk, menyengat Rasa sakit/ nyeri/ mendenyut Rasa menjalar Mati rasa
Contoh : bintil-bintil disertai rasa gatal di tangan kanan sudah 3 hari.
2. Keluhan tambahan : Kadang –kadang ada/ diperlukan
3. Riwayat Perjalanan Penyakit (RPP) :
o Uraian tentang lama penyakit, bentuk mula-mula, lokalisasi ruam berturut-
turut, perkembangan/perjalanan penyakit, sudah diobati atau belum,
hubungannya dengan iklim, makanan, penyakit sistemik, obat-obatan yang
dimakan atau dipakai.
o Aturan-aturan menyusun RPP:
- Garis-garis indeks pada RPP menunjukkan kronologisasi waktu.
- Tiap garis indeks: satu alinea, disusun singkat dan rinci (waktu) + keluhan
obyektif & subjektif + tindakan (manipulasi) + akibatnya keluhan obyektif &
subjektif + tindakan (manipulasi) + akibatnya (perbaikan, pemburukan, status
quo (menetap) secara objektif maupun subjektif).
- Contoh: Tiga bulan yang lalu timbul bintil-bintil kemerahan disertai rasa gatal
dikedua tungkai bawah oleh o.s diberi Kalpanax beberapa hari, penyakitnya
tidak sembuh malah timbul pembengkakan - 3 hari yang lalu bengkak makin
besar lalu diberi obat tradisional tapi ruam malah menjadi basah.
- Pada alinea berikutnya, apabila satu ruam (misalnya acne) mengalami
perluasan atau timbul di bagian lain, tidak perlu diulang. Cukup dengan
menyebut keadaan serupa timbul pula di …
- Misalnya : pada alinea pertama telah dijabarkan rincian ruam dan keluhan dan
seterusnya ada alinea kedua cukup ditulis: keadaan serupa timbul pula di
punggung dan dada , dst.
- Jarak waktu tidak boleh terlalu lama (< beberapa bulan)
- Memakai bahasa yang sederhana, singkat, jelas, tepat, padat
Keterampilan Klinik SEMESTER V 111
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
4. Riwayat pemakaian obat : Obat-obat apa saja yang sudah pernah digunakan,
bertambah parah atau sudah berkurang
5. Riwayat Penyakit Keluarga: Mungkin penyakit keturunan atau keluarga
sebagai sumber penularan.
6. Riwayat Penyakit Terdahulu : Penyakit kulit yang mungkin berulang atau
penyakit lain yang ada hubungan.
Cara mengisi status penderita penyakit kulit
I. IDENTIFIKASI :
o Status Penderita Penyakit Kulit
- Nama :
- Agama :
- Umur :
- Pekerjaan :
- Jenis Kelamin :
- Kegemaran
- Bangsa/Suku :
- Alamat :
- Kawin/Tdk Kawin :
Cara Mengisi Status Penderita Infeksi Menular seksual (IMS)
- Identitas
- Anamnesis :
• Keluhan utama : kencing nanah sejak 2 hari yang lalu
• Keluhan tambahan :Nyeri waktu BAK
- Riwayat penyakit terdahulu :
• Masa inkubasi :
• Kontak seksual sebelum ada keluhan :
• dengan : hari/minggu/bulan y.l:
• Kontak seksual sesudah ada keluhan :
• dengan :
• Premedikasi/autoterapi :
Keterampilan Klinik SEMESTER V 112
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
- Gambaran klinik :
• o. u. e. /introitus vagina : sekret warna dan sifat ,
• glanspenis/vulva (labia mayora & labia minora): ektropion, disuri,
pareunia , ulkus, vesikel, vegetasi, lain-lain
- Pemeriksaan laboratorik :
• Diplokokus Gram negative
• Yeast:
• Trichomonas :
• Leukosit :
• VDRL / TPHA
- Diagnosis banding
- Diangnosis sementara
- Penatalaksanaan
- Follow up
Keterampilan Klinik SEMESTER V 113
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara CONTOH BLANKO Status Penderita Penyakit Kulit (Form I) BAGIAN I. PENYAKIT KULIT DAN KELAMINFAK. KEDOKTERAN UISU Ko asisten : Dokter : Tanggal :
STATUS PENDERITA PENYAKIT KULIT
Nama : Umur : Jenis kelamin : Bangsa/suku : Kawin/ tidak kawin : Agama : Pekerjaan : Alamat : Kegemaran : ANAMNESIS Keluhan utama : Riwayat Perjalanan Penyakit : Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat Penyakit Terdahulu : PEMERIKSAAN Sekalipun pemeriksaan fisik paling banyak tergantung pada inspeksi STATUS GENERALISATA Keadaan umum : Kesadaran ; Nadi : Gizi : Tekanan darah : Suhu badan : Pernafasan : Keadaan spesifik Kepala : Leher : Thorax : Abdomen : Extremitas ; Genitalia : STATUS DERMATOLOGIKUS :
Keterampilan Klinik SEMESTER V 114
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara Lokalisasi : Ruam primer : (Jabarkan sifat – sifatnya) RuamSekunder : (Jabarkan sifat – sifatnya)
TES – TES YANG DILAKUKAN :PEMERIKSAAN LABORATORIK Rutin : Khusus : RINGKASAN : DIAGNOSIS BANDING : : DIAGNOSIS SEMENTARA : PENATALAKSANAAN : Umum : Khusus : PEMERIKSAAN ANJURAN : PROGNOSIS :
Keterampilan Klinik SEMESTER V 115
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
CONTOH BLANKO Status Penderita IMS (Form II) BAGIAN I. PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAK. KEDOKTERAN UISU Ko asisten : Dokter : Tanggal :
STATUS PENDERITA IMS
Nama : Umur : Jenis kelamin : Bangsa/suku : Kawin/ tidak kawin : Agama : Pekerjaan : Alamat : Kegemaran : ANAMNESIS Keluhan utama : Keluhan tambahan : RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT Masa inkubasi : Kontak seksualsebelum ada keluhan : Dengan : hari/ bulan/tahun yang lalu : Kontak seksual setelah ada keluhan : Dengan : Oramedikasi/autotherapi : GAMBARAN KLINIK Oue/introitus vagina : Warna : Sifat : Glans penis : Vulva (labia mayora/ labia minora) : Ektropion : Disuria : Disparenui : Ulkus : Vesikel : Vegetasi : dll : PEMERIKSAAN LABORATORIUM Diplokokkus gram negatif : VDRL : Keterampilan Klinik SEMESTER V 116
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara TPHA : Yeast : Trichomonas : Leukosit :
DIAGNOSIS BANDING : DIAGNOSIS :
Keterampilan Klinik SEMESTER V 117
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinis Ketigabelas
PEMERIKSAAN FISIK KULIT DAN KELAMIN
ALAT DAN BAHAN :
1. Kaca Pembesar (Lup)
2. Senter /cahaya
1. Pemeriksaan
a. Status generalisata :
Keadaan umum :
- Kesadaran : - Nadi :
- Gizi : - Tek. Darah :
- Suhu badan : - Pernafasan :
Keadaan spesifik :
- Kepala : - Abdomen :
- Leher : - Genetalia :
- Thorax : - Ekstremitas :
b. Status dermatologikus/ Fisis kulit :
- Inspeksi : terminologi ruam, korelasi histopatologi-klinik,
konfigurasi ruam, distribusi ruam
- Palpasi : tanda-tanda radang (dolor, kalor, rubor, tumor,
fungsiolesa), indurasi,vfluktuasi dan pembesaran
kelenjar limfe
STATUS DERMATOLOGIKUS
Lokalisasi :
- Berdasarkan regio (regional), Generalisata ( kalau luas), Universal (seluruh
tubuh)
- Cara simetrikal ( simetris/asimetris)
- Cara kraniokauda (dari ujung rambut sampai ujung kaki)
Distribusi : lokal, regional, dermatomal, linear, generalisata, universal
Keterampilan Klinik SEMESTER V 118
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Ruam Primer : Bentuk Jumlah Ukuran Susunan Letak Gambaran Makula Papula
Vesikula Plak
Nodula Pustula Tumor Kista
Tunggal Multipel
Milier Lentikular Numuler
Plakat Geografis
Soliter Berkelompok Disseminata
Difus Diskret
Konfluens Koalisi
Disseminata
Anuler Sirsiner Arsiner
Geografisme Gyrata
Polisiklis Korimbiformis
Lesi Iris
Ruam sekunder : Bentuk Jumlah Ukuran Susunan Letak Gambaran Skuama
Ekskoriasi Erosi Ulkus Krusta
Sikatrik Likenifikasi
Tunggal Multipel
Milier Lentikular Numuler
Plakat Geografis
Soliter Berkelomp
ok Dissemina
ta
Difus Diskret
Konfluens Koalisi
Disseminata
Anuler Sirsiner Arsiner
Geografisme Gyrata
Polisiklis Korimbiformis
Lesi Iris
Keterampilan Klinik SEMESTER V 119
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinis Keempatbelas
DESKRIPSI LESI KULIT DENGAN PERUBAHAN PRIMER DAN
SEKUNDER
Terminologi ruam kulit :
1. Ruam primer :
Makula : kelainan kulit berbatas tegas, setinggi permukaan kulit, berupa
perubahan warna, bisa putih, coklat, merah dan hitam
Papula: penonjolan padat di atas permukaan kulit, sirkumskripta, diameter
<0,5cm
Plak : penonjolan padat yang mendaftar,i atas permukaan kulit,diameter <
0,5cm
Nodul : Penonjolan padat di atas permukaan kulit, sirkumskrip, diameter
>0,5 cm <1 cm
Tumor : massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan,
diameter>1 cm
Kista : suatu kantong yang berisi cairan, bisa encer atau semisolid
Vesikel : gelembung berisi cairan jernih dengan diameter >1 cm
Bula : vesikel yang lebih besar dari 0,5 cm
Pustul : vesikel berisi nanah
Eritema: kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh darah
kapiler
Abses : kumpulan nanah dalam jaringan/dalam kutis atau subkutis
2. Ruam sekunder :
Erosi : kehilangan jaringan yang tidak melampaui stratum basale
Ekskoriasi : kehilangan jaringan lebih dalam dari erosi sampai ujung papilla
dermis
Ulkus : hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasi sehingga
terbentuk pinggir, dinding, dasar dan isi ulkus
Krusta : cairan eksudat yang mengering dapat bercampur dengan kotoran, obat
Skuama : lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit
Keterampilan Klinik SEMESTER V 120
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Sikatriks : relief kulit tidak normal akibat jaringan tidak utuh lagi
Likenifikasi : perubahan kulit sehingga relief kulit makin jelas
3. Jumlah ruam : tunggal , multipel
4. Ukuran :
Milier : sebesar kepala jarum pentul
Lentikuler : sebesar jagung atau kacang tanah
Numuler : sebesar uang logam
Plakat : sebesar daun mangga
Geografis : lebih lebar dari daun mangga
5. Susunan :
Soliter : sendiri, berkelompok
Disseminata : menyebar rata ke seluruh permukaan tapi
terpisah
6. Letak
Diskret : terpisah dekat
Difus : Merata sama besar jaraknya
Konfluens : beberapa ruam bergabung
7. Gambaran
Anuler : seperti cincin
Kombiformis : ruam besar dikelilingi ruam kecil
Polisiklis : beberapa lingkaran menjadi satu
Arsiner : setengah lingkaran
Sirsiner : bulat seperti lingkaran
Geografis : seperti peta
Lesi iris : seperti mata
Folikuler : mengikuti folikel rambut
Keterampilan Klinik SEMESTER V 121
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
LEMBAR PEMERIKSAAN
A Efloresensi / ujud kelainan kulit (UKK)
1. Jenis :
Makula/Papul/Plak/Urtikaria/Nodus/Nodulus/Vesikel/Bula/Pustula/Kista/
Krusta/
Skuama/Erosi/Ulkus/Sikatrik
2 Lokasi: Scalp/ Wajah/ Leher/Perut/ Punggung/Extremitas Superior/
Extremitas Inferior/Lipatan
3 Penyebaran/ distribusi: Generalisata/Regional/Soliter/Universal/Bilateral
4 Susunan : Linier/ Sirsinar/Arsinar/Herpetiform/ Korimbiformis
5 Bentuk : Bulat/ Lonjong/ Irisformi/ Polisiklik
6 Ukuran : Milier/Lentikular/Numular/Plakat
7 Batas : Tegas/ tidak tegas
8 Tepi : Teratur/tidak; Aktif/tidak; Menonjol/tidak
9 Bagian tengah : Menonjol/tidak; Central Healing/tidak
1
0
Permukaan : Datar/ Verukosa/ Filiformis
Medan, Paraf Mahasiswa Paraf Pembimbing
( ) ( )
Keterampilan Klinik SEMESTER V 122
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik Kelimabelas
PEMERIKSAAN LAMPU WOOD
Tujuan :
1. Mengetahui bentuk lampu wood
2. Mampu menggunakan lampu wood dalam pemeriksaan kelainan kulit
Alat dan Bahan :
1. Lampu Wood
2. Manikin
Cara Kerja :
1. Lampu idealnya harus dibiarkan hangat untuk sekitar 1 menit
2. Ruang pemeriksaan harus sempurna gelap, sebaiknya ruang berjendela atau
ruangan dengan nuansa occlusive hitam.
3. Para pemeriksa harus disesuaikan gelap untuk melihat kontras jelas.
4. Sumber cahaya harus terdiri dari 4 sd 5 inci dari lesi.
5. Cuci daerah tersebut sebelum menundukkan untuk pemeriksaan lampu Wood
harus dihindari karena dapat memberikan hasil negatif palsu karena dilusi dari
pigmen.
6. Obat-obatan topikal, benang dan residu sabun harus dihapus dari daerah lesi tsb
untuk diperiksa karena ini mungkin berpendar di bawah sinar Wood.
Keterampilan Klinik SEMESTER V 123
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara Tinjauan Teori
Lampu Wood diciptakan pada tahun 1903 oleh fisikawan Baltimore, Robert W.
Wood. Pada tahun 1925 Margarot dan Deveze pertama kali menggunakannya dalam
praktek dermatologi untuk mendeteksi infeksi jamur dari rambut.
Kulit normal tidak berpendar di bawah cahaya lampu, namun suatu infeksi jamur
atau bakteri atau gangguan pigmen akan memberikan flouresensi. Pemeriksaan
lampu Wood dapat memperkuat atau mengurangi kecurigaan diagnosis tertentu,
berdasarkan warna fluoresensi dari kulit yang terkena yang diterangi.
Beberapa kelainan kulit yang dapat berpendar di bawah cahaya pemeriksaan
Wood adalah sebagai berikut:
1. Infeksi jamur superficial ( Tinea Capitis dan Ptiriasis Versicolor )
2. Gangguan pigmen (melasma)
3. Pediculosis capitis
4. Erythrasma
5. Porfiria cutanea tarda
6. Vitiligo
Aplikasi Lampu wood pada dapat bervariasi berdasarkan infeksi yang mengakibatkan
kelainan kulit tersebut :
1. Infeksi jamur superficial misalnya Pityriasis versicolor yang disebabkan
Malassezia furfur biasanya memancarkan fluoresensi kekuningan atau putih.
Lampu Wood bisa mendeteksi infeksi sub-klinis dan tingkat infeksi tersebut.
2. Infeksi bakteri misalnya Erythrasma yang disebabkan minutissimum
Corynebacterium menunjukkan fluoresensi merah karang di bawah sinar Lampu
Wood. Oleh karena itu, sebaiknya jangan mencuci daerah tersebut karena akan
menghapus fluoresensi sinarnya
3. Pada Melasma terdapat hipermelanosis, simetris, makula tdk merata , warna coklat
muda sampai coklat tua. Dapat dibagi dalam 4 tipe :
a. Tipe epidermal jelas (Hipermelanosis coklat)
b. Tipe dermal tidak kontras (Hipermelanosis abu-abu )
c. Tipe campuran beberapa lokasi jelas yang lain tidak
d. Tipe sukar dinilai
Keterampilan Klinik SEMESTER V 124
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Lampu wood pada Tinea Capitis
Lampu wood pada Erytrasma
Lampu wood pada Melasma
Medan,
Paraf Mahasiswa Paraf Pembimbing
( ) ( )
Keterampilan Klinik SEMESTER V 125
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik Keenambelas
TEHNIK KOMPRES
Tujuan :
1. Mengetahui jenis – jenis cairan kompres
2. Mengetahui tatalaksana melakukan kompres
3. Mengetahui kegunaan kompres
Alat dan bahan :
1. Haas steril
2. Larutan kompres
3. Manikin
Cara Kerja :
No Langkah/ tugas Pengamatan
ya tidak
1 memberi salam, mempersilahkan
duduk dan memperkenalkan diri
2 menerangkan tujuan dan efek
kompres pada pasien
3 meneragkan alat dan bahan kompres
pada pasien
4 menerangkan dan memperagakan cara
mengkompres
5 melipat kasa
6 membasahi kasa dengan cairan
kompres
7 meletakkan kasa di atas lesi
8 menerangkan kapan kompres diulang
dan sampai kapan kompres harus
diulang
9 mengucapkan terimakasih dan
memberi salam
Keterampilan Klinik SEMESTER V 126
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara Tinjauan Teori
Obat kompres merupakan salah satu bentuk solusio pada bahan dasar cairan. Prinsip
pengobatan cairan adalah membersihkan kulit yang sakit dan debris (pus, krusta dan
sebagainya) dan sisa-sisa obat topikal yang pernah dipakai. Disamping itu terjadi
perlunakan dan pecahnya vesikel, bula dan pustule. Hasil akhir dari pengobatan ini
adalah keadaan yang basah menjadi kering, permukaan menjadi bersih sehingga
mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan mulai terjadi proses epitelisasi. Pengobatan
cairan berguna juga untuk menghilangkan gejala, misalnya rasa gatal, rasa terbakar,
parestesi oleh bermacam-macam dermatosis. Bahan aktif yang dipakai dalamkompres
ialah biasanya bersifat astringen dan antimikrobial. Astringen mengurangi eksudat
akibat presipitasi protein
Macam-macam obat kompres adalah :
• Solutio Nacl 0,9%
• Solutio Povidone-iodine 10%
• Tinctura Alkohol 70%
• Solutio PK 1/10.000 atau 1/5000
Dikenal dua macam cara kompres yaitu :
- Kompres Terbuka (Kompres permeable)
- Kompres Tertutup (Kompres impermeable)
Kompres terbuka
Dasar : Penguapan cairan kompres dengan absorbsi eksudat atau pus sehingga kulit
yang semula eksudatif menjadi kering dan permukaan kulit menjadi dingin. Cairan
kompres jangan terlalu banyak, tidak menetes dan jangan maserasi. Kapas tidak
boleh digunakan karena terjadi penguapan.
Indikasi :
- Dermatosis madidans
- Infeksi kulit dengan eritema yang mencolok, misalnya : erisipelas.
- Ulkus kotor yang mengandung pus dan krusta.
- Kelainan yang dalam, misalnya : Limvogranuloma venerium
Keterampilan Klinik SEMESTER V 127
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara Kompres tertutup
Dasar : Terjadi vasodilatasi sehingga mengurangi penguapan
Indikasi :
- Kelainan yang dalam, misalnya : Limvogranuloma venerium
- Selulitis
Keterampilan Klinik SEMESTER V 128
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik Ketujuh belas
TEHNIK BIOPSI EKSISI KULIT
Tujuan:
1. Mengetahui keuntungan dan kerugian eksisi
2. Mengetahui tehnik biopsi eksisi kulit
Alat dan bahan :
1. Lidocaine 10% 6. Handscoon
2. Spuit 3 cc 7. Zyde
3. Scalpel tajam 8. Formaline
4. Betadine
5. Alkohol 70 %
Cara Kerja :
N
o
Langkah – langkah Pengamatan
0 1 2
1 menanyakan riwayat kesehatan pasien
(perdarahan, alergi, infeksi)
2 menanda tangani informed consent
3 memilih tempat yang akan di biopsi
4 melakukan tindakan antiseptik
5 membuat gambar (patron) berbentuk ellips
dengan diameter panjang sejajar dengan RSTL
yang panjangnya 3-4 kali diameter pendek sudut
ellips 30
6 Injeksi anestesi secara infiltrat intradermal dan
subkutan
7 lakukan sayatan sampai lapisan subkutan (sesuai
dengan gambar)
8 hentikan perdarahan
Keterampilan Klinik SEMESTER V 129
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
9 tutup luka dengan jahitan
10 masukkan spesimen ke dalam wadah tertutup
yang telah berisi buffer formalin 10%
Catatan : 0 = Tidak melakukan sama sekali
1= melakukan tapi tidak sempurna
2= melakukan dengan sempurna (benar)
Maximum score = 20
Performe score = total scorex100%
______________
20
Tinjauan teori
Bedah eksisi adalah salah satu cara tindakan bedah yaitu membuang jaringan (tumor)
dengan cara memotong. Tindakan ini dilakukan untuk berbagai tujuan antara lain
pemeriksaan penunjang (biopsi), pengobatan lesi jinak ataupun ganas dan
memperbaiki penampilan secara kosmetis.
Sebelum melakukan eksisi, anatomi daerah yang akan di eksisi harus dikuasai
terlebih dahulu. Eksisi banyak dilakukan pada muka dan leher, sehingga pengetahuan
anatomi di daerah ini sangat penting. Tujuan operasi adalah mengangkat lesi kulit.
Keterampilan Klinik SEMESTER V 130
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara Keuntungan eksisi :
1. Seluruh spesimen dapat diperiksa untuk diagnosis histologis dan sekaligus melaksanakan eksisi total.
2. Pasien-pasien tidak memerlukan follow up yang berkepanjangan karena angka kekambuhan setelah eksisi total sangat rendah
3. Hanya memerlukan satu terapi saja. 4. Penyembuhan luka primer biasanya tercapai dengan memberikan hasil
kosmetik yang baik.
Kerugian eksisi :
1. Diperlukan anestesi lokal 2. Diperlukan tehnik aseptik dengan menggunakan instrumen bedah, kain
penyeka dan lap yang steril 3. Diperlukan sedikit waktu dan tingkat keahlian tertentu operatornya.
Batas tepi eksisi :
1. Lesi-lesi jinak 1-2 mm 2. Karsinoma sel basal noduler 2-3 mm, sceloring 6-8 mm, multifokal 8-10 mm 3. Penyakit Bowen 3-4 mm 4. Karsinoma sel skuamosa yang tumbuh lambat 6-10 mm, yang tumbuh 10-15
mm.
Faktor- faktor yang menghasilkan skar yang baik :
1. Tehnik atraumatik 2. Garis ketegangan kulit 3. Usia pasien 4. Lokasi 5. Tipe kulit 6. Kelainan kulit
Tehnik eksisi ada beberapa macam :
• Eksisi ellips simple • Eksisi wedge • Eksisi sirkuler • Eksisi multipel
Keterampilan Klinik SEMESTER V 131
Laboratorium Keterampilan Klinik FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Islam Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
- Adam, 1995, Diagnostik Fisik, EGC, Jakarta
- Alo Leliweri, 1997, Komunikasi Antar Pribadi, Citra Aditya Bakti
- Swartz, MH, 2002, Buku Ajar Diagnostik Fisik, Penerbit Buku Kedokteran
egc, Jakarta
- Bagian Penyakit Dalam FK. UI, 2006, Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1, Edisi IV,
Pusat Penerbit Dalam, Indonesia, FK. UI, Jakarta
- Brawijaya, KG , 2002, Imunologi Dasar Edisi V, Gaya Baru,Bandung, FK.
UNPAD
- Adi S, 2002, Imuno Dertamologi Bagi Pemula, , Bandung FK.UNPAD
- Juanda A, Hamzah, M. Aisyah,B, 2007, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi IV, Jakarta, FK. UI
- Soedarwoto AD, Kombinasi bedah eksisi, skin flaps dan injeksi triamsinolon
asetonid intra lesi pada keloid di cuping telinga. Dalam: Perkembangan
onkologi dan bedah kulit di Indonesia. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. Semarang: 317-20
Keterampilan Klinik SEMESTER V 132
Top Related