Sefal Hematom pada NCB-BMK
Isabella Regina Nikenshi Ganggut
102012417
Kelompok E5
Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara no. 10
Pendahuluan
Dalam membantu proses persalinan, dapat terjadi yang dinamakan trauma atau jejas
lahir. Jejas ini dapat merupakan akibat dari keterampilan atau perhatian medis yang tidak
tepat atau kurang, atau jejas dapat terjadi walaupun terdapat keterampilan dan kemampuan
untuk melakukan perawatan obstetrik, tidak bergantung pada suatu tindakan atau kelalaian.
Dalam konteks ini akan dibahas lebih lanjut dan lebih difokuskan mengenai trauma
ekstrakranial yang cukup sering terjadi pada neonatus yaitu sefal hematoma. Seringkali
penggunaan alat bantu persalinan seperti vakum atau forsep cukup berpengaruh dalam
terjadinya trauma.
Cephal hematoma biasanya disebabkan oleh cedera pada periosteum tengkorak
selama persalianan dan kelahiran, meskipun dapat juga timbul tanpa trauma lahir. Cephal
hematola terjadi sangat lambat. Insidennya adalah 2,5 %. Sefal hematoma timbul beberapa
jam setelah lahir, sering tumbuh semakin besar dan lenyap hanya setelah beberapa minggu
atau beberapa bulan.1
Pembahasan
Anamnesis
Identitas pasien
Keluhan utama
Riwayat penyakit sekarang
Sejak kapan timbul benjolan tersebut?
Ukuran benjolan?
Apakah benjolannya nyeri, kemerahan, lunak atau keras, dan lain-lain?
Apakah benjolan semakin membesar?
Riwayat haid ibu
Kapan hari pertama haid terakhir?
Menarche umur berapa?
Apakah haid teratur?
Siklus haid?
Berapa lama haidnya?
Nyeri haid?
Perdarahan antara haid?
Riwayat kehamilan ibu
Kehamilan yang ke berapa?
Riwayat kehamilan terdahulu?
Penyakit yang pernah diderita selama hamil dan upaya yang dilakukan untuk
mengatasinya, berapa kali ibu melakukan kunjungan antenatal dan kepada siapa
kunjungan antenatal tersebut (dokter umum atau spesialis, bidan, dukun)?
Obat-obat yang diminum selama hamil?
Kebiasaan ibu seperti merokok atau minum minuman keras?
Riwayat persalinan
Berapa kali bersalin?
Bagaimana persalinan terdahulu?dibantu oleh siapa dan dimana?
Adakah komplikasi persalinan?
Berapa berat badan bayi waktu lahir?
Persalinan normal atau sectio caesarea? Kalau caesarea, apa alasannya?
Apakah pernah mengalami abortus?
Riwayat penyakit keluarga (RPK)
Riwayat social: kebiasaan merokok atau minum alkohol?
Pemeriksaan fisik
Skor Apgar
Virginia apgar menemukan sistem pengukuran yang sederhana dan handal untuk derajar
stres intrapartum saat lahir. Kegunaan utama sistem skor ini adalah untuk memaksa
pemeriksaan memeriksa anak secara sistematis dan untuk mengevaluasi berbagai faktor yang
memungkinkan berkaitan dengan masalah kardiopulmonal. Skor 0, 1, atau 2 diberikan pada
masing-masing dari kelima variabel, 1 dan 5 menit setelah lahir. Skor 10 berarti bahwa
seluruh tubuh bayi berwarna merah muda dan memiliki tanda vital normal, sedangkan skor 0
berarti bahwa bayi apnea dan tidak memiliki denyut jantung. Terdapat hubungan terbalik
antara skor Apgar dengan derajat asidosis serta hipoksia. Skor 4 atau kurang pada usia 1
menit berhubungan dengan peningkatann insidensi asidosis, sedangkan skor 8-10 biasanya
berhubungan dengan ketahanan hidup yang normal. Skor 4 atau kurang pada 5 menit
berhubungan dengan peningkatan insiden asidosis, distres pernapasan, serta kematian.
Meskipun demikian, banyak neonatus yang lahir dengan skor Apgar rendah ternyata
asidotik. Pada beberapa kasus asfiksia terjadi sedemikian akitnya sampai tidak dicerminkan
dalam pH darah. Selain itu, proses lain selain asfiksia (prematuritas ekstrem sendiri, anestesi
atau sedasi ibu, dan patlogi sistem saraf pusat) dapat menghasilkan skor yang rendah.
Terlepas dari faktor penyebabnya, skor apgar yang tetap rendah memerlukan resusitasi.
Penentuan skor Apgar harus diteruskan setiap 5 menit, sampai mencapai nilai 7.
Tabel 1. Evaluasi Apgar pada Bayi Baru Lahir1
Skor 0 1 2
Detak jantung Hilang < 100/menit > 100/menit atau lebih
Usaha bernapas Tidak ada Lambat, tidak teratur Teratur, dengan tangisan
Tonus otot Lemas Terasa ada di lengan/tungkai Bergerak aktif
Iritabilitas refleks Tidak ada Hanya di wajah Menangis
Warna Pucat Tubuh membiru Berwarna kemerahan
Frekuensi Denyut Jantung (Pulse).
Frekuensi jantung normal saat lahir antara 120 dan 160 denyut per menit. Denyutan di
atas 100 per menit biasanya menunjukkan asfiksia dan penurunan curah jantung
Upaya Bernapas (Respiration)
Upaya bernapas bayi normal akan megap-megap saat lahir, menciptakan upaya
bernapas dapa 30 detik, dan mencapai pernapasan yang menetap pada frekuensi 30-60 kali
menit pada usia 2 sampai 3 menit. Apnea dan pernapasan yang lambat atau tidak teratur
terjadi oleh berbagai sebab, termasuk asidosis berat, asfiksia, infeksi janin, kerusakan sistem
saraf pusat, atau pemberian obat pada ibu (barbuturat, narkotik, dan trankuilizer).
Tonus Otot (Activity/Muscle Tone).
Semua bayi normal menggerak-gerakkan semua anggota tubuhnya secara aktif segera
setelah lahir. Bayi yang tidak dapat melakukan hal tersebut atau bayi dengan tonus otot yang
lemah biasanya asfiksia, mengalami depresi akibat obat, atau menderita kerusakan sistem
saraf pusat.
Kepekaan Refleks (Grimace/Reflex Irritability)
Respon normal pada pemasukan kateter ke dalam faring posterior melalui lubang
hidung adalah menyeringai, batuk, atau bersin.
Warna Kulit (Appearance/Skin Color).
Hampir semua bayi berwarna biru saat lahir. Mereka berubah menjadi merah muda
setelah tercapai ventilasi yang efektif. Hampir semua bayi memiliki tubuh serta bibir yang
berwarna merah muda tetapi sianotik pada tangan serta kakinya (akrosianosis) 90 detik
setelah lahir. Sianosis menyeluruh setelah 90 detik terjadi pada curah jantung yang rendah,
methemoglobinemia, polisitemia, penyakit jantung kongenital jenis sianotik, pendarahan
intrakranial, penyakit membran hialin, aspirasi darah atau mekonium, obstruksi jalan napas,
paru-paru hipoplastik, hernia diafgragmatika, dan hipertensi pulmonal persistem.
Kebanyakan bayi yang pucat saat lahir mengalami vasokonstriksi perifer. Vasokonstriksi
biasanya disebabkan oleh asfiksia, hipovolemia, atau asidosis berat. Alkalosis respiratorik
(misal, akibat ventilasi bantuan yang terlalu kuat), penghangatan berlebihan.
Hipermagnesemia, atau konsumsi alkohol akut pada ibu dapat menyebabkan vasodilatasi
nyata serta pletora perifer yang mencolok. Pletorasi juga terjadi bila bayi menerika transfusi
farah per plasenta dalam jumlah besar dan hipervolemik.2,3
Maturity Index (Ballard Score)
Sistem penilaian ini dikembangkan oleh Dr. Jeanne L Ballard, MD untuk
menentukan usia gestasi bayi baru lahir melalui penilaian neuromuskular dan fisik. Pada
prosedur ini penggunaan kriteria neurologis tidak tergantung pada keadaan bayi yang tenang
dan beristirahat, sehingga lebih dapat diandalkan selama beberapa jam pertama kehidupan.
Penilaian menurut Ballard adalah dengan menggabungkan hasil penilaian maturitas
neuromuskuler dan maturitas fisik. Kriteria pemeriksaan maturitas neuromuskuler diberi
skor, demikian pula kriteria pemeriksaan maturitas fisik. Jumlah skor pemeriksaan maturitas
neuromuskuler dan maturitas fisik digabungkan, kemudian dengan menggunakan tabel nilai
kematangan dicari masa gestasinya.
Maturitas Neuromuskuler
1) Postur (Posture)
Tonus otot tubuh tercermin dalam postur bayi saat istirahat dan adanya
tahanan otot saat diregangkan. Ketika pematangan berlangsung, berangsur-angsur
janin mengalami peningkatan tonus fleksor pasif dengan arah sentripetal, di mana
ekstremitas bawah sedikit lebih awal daripada ekstremitas atas. Pada awal kehamilan
hanya pergelangan kaki yang fleksi. Lutut mulai fleksi bersamaan dengan
pergelangan tangan. Pinggul mulai fleksi, kemudian diikuti dengan abduksi siku lalu
fleksi bahu. Pada bayi prematur, tonus pasif ekstensor tidak mendapat perlawanan,
sedangkan pada bayi yang mendekati matur menunjukkan perlawanan tonus fleksi
pasif yang progresif.
Untuk mengamati postur, bayi ditempatkan telentang dan pemeriksa
menunggu sampai bayi menjadi tenang pada posisi nyamannya. Jika bayi ditemuka
telentang, dapat dilakukan manipulasi ringan dari ekstremitas dengan memfleksikan
jika ekstensi atau sebaliknya. Hal ini akan memungkinkan bayi menemukan posisi
dasar kenyamanannya. Fleksi panggul tanpa abduksi memberikan gambaran seperti
posisi kaki kodok.
2) Jendela Pergelangan Tangan (Square Window/Wrist)
Fleksibilitas pergelangan tangan dan atau tahanan terhadap peregangan
ekstensor memberikan hasil sudut fleksi pada pergelangan tangan. Pemeriksa
meluruskan jari-jari bayi dan menekan punggung tangan dekat dengan jari-jari dengan
lembut. Hasil sudut antara telapak tangan dan lengan bawah bayi dari preterm hingga
posterm diperkirakan berturut-turut > 90˚, 90˚, 60˚, 45˚, 30˚, dan 0˚.
3) Gerakan Lengan Membalik (Arm Recoil)
Manuver ini berfokus pada fleksor pasif dari tonus otot biseps dengan
mengukur sudut mundur singkat setelah sendi siku difleksi dan ekstensikan. Arm
recoil dilakukan dengan cara evaluasi saat bayi telentang. Pegang kedua tangan bayi,
fleksikan lengan bagian bawah sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu rentangkan kedua
lengan dan lepaskan. Amati reaksi bayi saat lengan dilepaskan. Skor 0: tangan tetap
terentang/gerakan acak; skor 1: fleksi parsial 140-180˚; skor 2: fleksi parsial 110-
140˚; skor 3: fleksi parsial 90-100˚; dan skor 4: kembali ke fleksi penuh.
4) Sudut Popliteal (Popliteal Angle)
Manuver ini menilai pematangan tonus fleksor pasif sendi lutut dengan
menguji resistensi ekstremitas bawah terhadap ekstensi. Dengan bayi berbaring
telentang, dan tanpa popok, paha ditempatkan lembut di perut bayi dengan lutut
tertekuk penuh. Setelah bayi rileks dalam posisi ini, pemeriksa memegang kaki satu
sisi dengan lembut dengan satu tangan sementara mendukung sisi paha dengan tangan
yang lain. Jangan memberikan tekanan pada paha belakang, karena hal ini dapat
mengganggu interpretasi.
Kaki diekstensikan sampai terdapat resistensi pasti terhadap ekstensi. Ukur
sudut yang terbentuk antara paha dan betis di daerah popliteal. Perlu diingat bahwa
pemeriksa harus menunggu sampai bayi berhenti menendang secara aktif sebelum
melakukan ekstensi kaki. Posisi Frank Breech pralahir akan mengganggu manuver ini
untuk 24-48 jam pertama karena usia bayi mengalami kelelahan fleksor
berkepanjangan intrauterine. Tes harus diulang setelah pemulihan terjadi.
5) Tanda Selendang (Scarf Sign)
Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu. Dengan bayi berbaring
telentang, pemeriksa mengarahkan kepala bayi ke garis tengan tubuh dan mendorong
tangan bayi melalui dada bagian atas dengan satu tangan dan ibu jari dari tangan sisi
lain pemeriksa diletakkan pada siku bayi. Siku mungkin perlu diangkat melewati
badan, namun kedua bahu harus tetap menempel di permukaan meja dan kepala tetap
lurus dan amati posisi siku pada dada bayi dan bandingkan dengan angka pada lembar
kerja, yakni pernuh pada tingkat leher (-1); garis aksila kontralateral (0); kontralateral
baris puting (1); prosesus xyphoid (2); garis puting ipsilateral (3); dan garis aksila
ipsilateral (4).
6) Tumit ke Telinga (Heel to Ear)
Manuver ini menilai tonus pasif otot fleksor pada gelang panggul dengan
memberikan fleksi pasif atau tahanan terhadap otot-otot posterior fleksor pinggul.
Dengan posisi bayi terlentang lalu pegang kaki bayi dengan ibu jari dan telunjuk, tarik
sedekat mungkin dengan kepala tanpa memaksa, pertahankan panggul pada
permukaan meja, periksa dan amati jarak antara kaki dan kepala serta tingkat ekstensi
lutut. Catat lokasi di mana resistensi signifikan dirasakan. Hasil dicatat sebagai
resistensi tumit ketika berada pada atau dekat: telinga (-1); hidung (0); dagu (1);
puting baris (2); daerah pusar (3); dan lipatan femoralis (4).
Maturitas Fisik
1) Kulit
Pematangan kulit janin melibatkan pengembangan struktur intrinsiknya,
bersamaan dengan hilangnya secara bertahap dari lapisan pelindung yaitu vernix
caseosa. Oleh karena itu kulit menebal, mengering, dan menjadi keriput dan/atau
mengelupa dan dapat timbul ruam selama pematangan janin. Fenomena ini bisa
terjadi dengan kecepatan berbeda-beda pada masing-masing janin tergantung pada
kondisi ibu dan lingkungan intrauterin.
Sebelum perkembangan lapisan epidermis dengan stratum korneumnya, kulit
agak transparan dan lengket ke jari pemeriksa. Pada usia perkembangan selanjutnya
kulit menjadi lebih halus, menebal, dan menghasilkan pelumas, yaitu vernix, yang
menghilang mejelang akhir kehamilan. Pada keadaan matur dan pos matur, janin
dapat mengeluarkan mekonium dalam cairan ketuban. Hal ini dapat mempercepat
proses pengeringan kulit, menyebabkan mengelupas, pecah-pecah, dehidrasi.
2) Lanugo
Lanugo adalah rambut halus yang menutupi tubuh fetus. Pada extreme
prematurity, kulit janin sedikit sekali terdapat lanugo. Lanugo mulai tumbuh pada
usia gestasi 24-25 minggu dan biasanya sangat banyak terutama di bahu dan
punggung atas ketika memasuki minggu ke-28.
Lanugo mulai menipis dimulai dari punggung bagian bawah. Daerah yang
tidak ditutupi lanugo meluas sejalan dengan maturitasnya dan biasanya yang paling
luas terdapat di daerah lumbosakral. Pada punggung bayi matur biasanya sudah tidak
ditutupi lanugo. Variasi jumlah dan lokasi lanugo pada masing-masing usia gestasi
tergantung pada genetik, kebangsaan, keadaan hormonal, metabolik, serta pengaruh
gizi. Sebagai contoh bayi dari ibu dengan diabetes mempunyai lanugo yang sangat
banyak. Pada melakukan skoring, pemeriksa hendaknya menilai pada daerah yang
mewakili jumlah relatif lanugo bayi yakni pada daerah atas dan bawah dari punggung
bayi.
3) Permukaan Plantar
Garis telapak kaki pertama kali muncul pada bagian anterior ini kemungkinan
berkaitan dengan posisi bayi ketika di dalam kandungan. Bayi dari ras selain kulit
putih mempunyai garis telapak kaki lebih sedikit saat lahir. Di sisi lain pada bayi kulit
hitam dilaporkan terdapat percepatan maturitas neuromuskular sehingga timbulnya
garis pada telapak kaki tidak mengalami penurunan. Namun demikian penilaian ini
tidak didasarkan atas ras atau etnis tertentu.
Bayi very premature dan extremely immature tidak mempunyai garis pada
telapak kaki. Untuk membantu menilai maturitas fisik bayi tersebut berdasarkan
permukaan plantar maka dipakai ukuran panjang dari ujung jari hingga tumin. Untuk
jarak kurang dari 40 mm diberikan skor -1. Hasil pemeriksaan disesuaikan dengan
skor di gambar.
4) Payudara
Areola mammae terdiri atas jaringan mammae yang tumbuh akibat stimulasi
estrogen ibu dan jaringan lemak yang tergantung dari nutrisi yang diterima janin.
Pemeriksa menilai ukuran areola dan menilai ada atau tidaknya bintik-bintik akibat
pertumbuhan papilla Montgomery. Kemudian dilakukan palpasi jaringan mammae di
bawah areola dengan ibu jari dan telunjuk untuk mengukur diameternya dalam
milimeter.
5) Mata/Telinga
Daun telinga pada fetus mengalami penambahan kartilago seiring
perkembangannya menuju matur. Pemeriksaan yang dilakukan terdiri atas palpasi
ketebalan kartilago kemudian pemeriksa melipat daun telinga ke arah wajah kemudian
lepaskan dan pemeriksa mengamati kecepatan kembalinya daun telinga ketika
dilepaskan ke posisi semulanya.
Pada bayi prematur daun telinga biasanya akan tetap terlipat ketika dilepaskan.
Pemeriksaan mata pada intinya menilai kematangan berdasarkan perkembangan
palpebra. Pemeriksa berusaha membuka dan memisahkan palpebra superior dan
inferior dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari. Pada bayi extremely
premature, palpebra akan menempel erat satu sama lain. Dengan bertambahnya
maturistas palpebra kemudian bisa dipisahkan walaupun hanya satu sisi dan
meninggalkan sisi lain tetap pada posisinya.
Hasil pemeriksaan kemudian disesuaikan dengan skor dalam tabel. Perlu
diingat bahwa banyak terdapat variasi kematangan palpebra pada individu dengan
usia gestasi yang sama. Hal ini dikarenakan terdapat faktor seperti stres intrauterin
dan faktor humoral yang mempengaruhi perkembangan kematangan palpebra.
6) Genital (Pria)
Testis pada fetus mulai turun dari cavum peritoneum ke dalam scrotum kurang
lebih pada minggu ke-30 gestasi, testis kiri turun mendahului testis kanan yakni pada
sekitar minggu ke-32. Kedua testis biasanya sudah dapat diraba di canalis inguinalis
bagian atas atau bawah pada minggu ke-33 hingga 34 kehamilan. Bersamaan dengan
itu, kulit skrotum menjadi lebih tebal dan membentuk rugae.
Testis dikatakan telah turun secara penuh apabila terdapat di dalam zona
berugae. Pada neonatus extremely premature, scrotum datar, lembut, dan kadang
belum bisa dibedakan jenis kelaminnya. Berbeda halnya pada neonatus matur hingga
postmatur, scrotum biasanya seperti pendulum dan dapat menyentuh kasur ketika
berbaring.
Pada cryptorchidismus scrotum pada sisi yang terkena kosong, hipoplastik,
dengan rugae yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan sisi yang sehat atau sesuai
dengan usia kehamilan yang sama.
7) Genital (Wanita)
Untuk memeriksa genitalia neonatus perempuan maka neonatus harus
diposisikan telentang dengan pinggul abduksi kurang lebih 45˚ dari garis horisontal.
Abduksi yang berlebihan dapat menyebabkan labia minora dan klitoris tampak lebih
menonjol sedangkan aduksi menyebabkan keduanya tertutupi oleh labia majora.
Pada neonatus extremely premature, labia datar dan klitoris dangat menonjol
dan penyerupai penis. Sejalan dengan berkembanganya maturitas fisik, klitoris
menjadi tidak begitu menonkol dan labia minora menjadi lebih menonjol. Mendekati
usia kehamilan matur labia minora dan klitoris menyusut dan cenderung tertutupi oleh
labia majora yang membesar.
Labia majora tersusun atas lemak dan ketebalannya bergantung pada nutrisi
intrauterin. Nutrisi yang berlebihan dapat menyebabkan labia majora menjadi lebih
besar pada awal gestasi. Sebaliknya nutrisi yang kurang menyebabkan labia majora
cenderung kecil meskipun pada usia kehamilan matur atau posmatur dan labia minora
serta klitoris cenderung lebih menonjol.
Masing-masing hasil penilaian baik maturitas neuromuskular maupun fisik disesuaikan
dengan skor di dalam tabel dan dijumlahkan hasilnya. 4
Gambar 2. Maturity Index (Ballard Score).
Sumber: uichildrens.org
Klasifikasi Berat Lahir (Lubchenco Chart)
Setelah didapatkan jumlah skor dari pemeriksaan neuromuskuler dan maturasi fisik,
maka kedua skor itu dijumlahkan. Hasil penjumlahan tersebut dicocokkan dengan tabel nilai
kematangan, sehingga didapatkan usia kehamilan dalam minggu. Kemudian, dengan
menggunakan kurva Lubchenco (Battaglia F dan Lubchenco) diharapkan dapat menunjukkan
titik perpotongan antara umur kehamilan dengan berat badan bayi (pertumbuhan janin),
sehingga didapat interpretasi apakah bayi tersebut Besar Masa Kehamilan (BMK), Sesuai
Masa Kehamilan (SMK), atau Kecil Masa Kehamilan (KMK). 3, 5
Gambar 3. Lubchenco Curve.
Sumber: Mercks.
Berdasarkan skenarion, bayi 40 minggu lahir via vacuum dari seorang ibu yang
menderita DM gestasional dengan berat 4000gr, bayi ini termasuk neonates cukup bulan
dengan besar masa kehamilan (NCB-BMK).
Diagnosis kerja
Sefalhematoma
Sefalhematoma adalah perdarahan subperiosteum akibat persalinan, sering
berhubungan dengan persalinan dengan forsep dan ekstraksi vakum. karenanya selalu
terbatas pada satu permukaan tulang kranium. Tidak ada perubahan warna pada kulit kepala
yang menutupi, dan pembengkakan biasanya tidak terlihat sampai beberapa jam sesudah
lahir, karena perdarahan subperiosteum prosesnya lambat. Sefalhematom berbatas tegas dan
tidak melewati sutura (tidak melebar sampai batas tulang). Kebanyakan sefalhematom
diserap dalam 2 minggu sampai 3 bulan, bergantung pada ukurannya. Sefalhematom ini dapat
mulai mengalami kalsifikasi pada akhir minggu ke-2. Ada sebagian kalsifikasi sefalhematom
yang menetap selama bertahun-tahun sebagai protuberantia tulang dan dapat dideteksi melalu
rontgen sebagai pelebaran celah diploid. Meskipun ada sisanya, sefalhematom tidak perlu
pengobatan lebih lanjut, walaupun fototerapi mungkin diperlukan untuk perbaikan
hiperbilirubinemia yang dapat terjadi selama resolusi hematoma (jarang terjadi, apabila
perdarahan masif).
Insisi dan drainase merupakan kontraindikasi karena adanya risiko terkena infeksi.
Sefalhematom masif mungkin jarang mengakibatkan kehilangan darah cukup berat yang
sampai memerlukan transfusi. Sefalhematom ini dapat juga disertai dengan fraktur tengkorak,
koagulopati, dan perdarahan intrakranial. Lesi yang menyebabkan kehilangan darah hebat ke
daerah tersebut atau yang melibatkan fraktur tulang di bawahnya perlu evaluasi lebih lanjut.6
Diagnosis banding
Kaput Suksedaneum
Lesi kulit kepala yang paling sering ditemukan adalah kaput suksedaneum, suatu
daerah jaringan edema dengan batas tidak tegas yang terletak di daerah kulit kepala yang
merupakan bagian terbawah pada kelahiran puncak kepala. Pembengkakan tersusun atas
serum atau darah, atau keduanya, terkumpul di jaringan di atas tulang, dan sering menyebar
sampai ke batas tulang. Pembengkakan bisa berhubungan dengan ptekie atau ekimosis di
atasnya.
Tidak diperlukan penanganan khusus dan pembengkakan akan menghilang dalam
beberapa hari.6
Perdarahan Subgaleal
Perdarahan subgaleal adalah perdarahan ke dalam kompartemen subgaleal.
Kompartemen subgaleal adalah ruang potensial yang berisi jaringan ikat tersusun longgar;
terletak di bawah galea aponeurosis, suatu selubung tendo yang menghubungkan otot frontal
dan oksipital dan membentuk permukaan dalam kulit kepala.
Cedera terjadi karena gaya yang menekan, kemudian menarik kepala dari pelvic
outlet. Ada beberapa laporan mengenai kekhawatiran terhadap penggunaan ekstraktor vakum
pada kelahiran dan hubungannya dengan perdarahan subgaleal. Perdarahan bisa melewati
batas tulang, sering sampai ke posterior ke leher, dan berlanjut setelah kelahiran, dengan
potensial komplikasi serius.
Deteksi dini adanya perdarahan sangan vital; inspeksi dan pengukuran lingkar kepala
berkala untuk mengetahui perkembangan edema dan massa keras sangat penting. CT-scan
dan MRI berguna untuk konfirmasi diagnosis. Penggantian darah dan faktor pembekuan
darah yang hilang diperlukan pada kasus perdarahan alkut. Tanda awalnya perdarahan
subgaleal adalah posisi telinga bayi yang maju dan ke lateral akibat hematoma yang terbentuk
di daerah belakang. Pemantauan bayi terkait perubahan tingkat kesadarannya juga merupakan
kunci untuk temuan dan penatalaksanaan awal. Peningkatan bilirubin serum bisa terjadi
sebagai akibat degradasi sel darah dalam hematoma.6
Etiologi
1. Persalinan lama
Persalinan yang lama dan sukar, dapat menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis ibu
terhadap tulang kepala bayi, yang menyebabkan robeknya pembuluh darah.
2. Tarikan vakum atau cunam
Persalinan yang dibantu dengan vacum atau cunam yang kuat dapat menyebabakan
penumpukan darah akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi tulang kepala ke
jaringan periosteum.
3. Kelahiran sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi.6
Patofisiologi
Bagian kepala yang hematoma bisanya berwarna merah akibat adanya penumpukan
daerah yang perdarahan sub periosteum. Pada partus lama (kala I lama, kala II lama),
kelahiran janin dibantu dengan menggunakan vacum ekstraksi atau forseps yang sangat sulit.
Sehingga moulage berlebihan dan menyebabkan trauma kepala dan selaput tengkorak
rupture. Sehingga menyebabkan pendarahan sub periosteum dan terjadi penumpukan darah
sehingga terjadi Cephal Hematoma. Bayi baru lahir sering mengalami sephalohematoma,
terdapat kumpulan darah di antara periosteum dan tulang tengkorak, dan oleh karena itu
penyebarannya terhambat sehingga tidak melewati garis tengah. Cedera jenis ini sering
dijumpai pada trauma jalan lahir. Sebaliknya, “pembengkakan” post partum dikepala pada
anak yang lebih tua biasanya mencerminkan hematoma subgaleal.
Pada kelahiran spontan (kepala bayi besar) terjadi penekanan pada tulang panggul ibu.
Sehingga moulage terlalu keras atau berlebihan dan menyebabkan trauma kepala dan selaput
tengkorak rupture. Sehingga menyebabkan pendarahan sub periosteum dan terjadi
penumpukan darah sehingga terjadi Cephal Hematoma. Karena adanya tekanan yang
berlebihan, maka akan menyerap dan terabsorbsi keluar sehingga oudema.7
Epidemiologi
Insiden jejas lahir diperkirakan 2-7/1000 kelahiran hidup. Faktor-faktor
predisposisisnya meliputi makrosomia, prematuritas, disproporsi kepala terhadap panggul,
distosia, kelahiran yang lama, dan presentasi bokong. Secara keseluruhan, 5-8/100.000 bayi
meninggal karena trauma lahir, dan 25/100.000 meninggal oleh karena jejas anoksik; jejas
demikian mewakili 2-3% kematian bayi. Bahkan jejas sementara yang mudah dilihat oleh
orang tuanya menimbulkan kecemasan dan pertanyaan yang memerlukan nasehat suportif
dan informatif. Pada mulanya beberapa jejas mungkin laten; tetapi kemudian menyebabkan
penyakit atau skuele yang berat.8
Gejala klinis
1. Adanya fluktuasi
2. Adanya benjolan, biasanya baru tampak jelas setelah 6 – 8 jam setelah bayi lahir
3. Kepala tampak bengkak dan berwarna merah
4. Tampak benjolan dengan batas yang tegas dan tidak melampaui tulang tengkorak
(tidak melewati sutura).
5. Pada perabaan terasa mula – mula keras kemudian menjadi lunak.6
Penatalaksanaan
Cephal hematoma umumnya tidak memerlukan perawatan khusus. Biasanya akan
mengalami resolusi khusus sendiri dalam 2-8 minggu tergantung dari besar kecilnya
benjolan. Namun apabila dicurigai adanya fraktur, kelainan ini akan agak lama menghilang
(1-3 bulan) dibutuhkan penatalaksanaan khusus antara lain 8
1. Cegah infeksi bila ada permukan yang mengalami luka maka jaga agar tetap kering dan
bersih.
2. Tidak boleh melakukan massase luka/benjolan Cephal hematoma
3. Pemberian vitamin K
4. Pemeriksaan radiologi, bila ada indikasi gangguan nafas, benjolan terlalu besar observasi
ketat untuk mendeteksi perkembangan
5. Pantau hematokrit
6. Rujuk, bila ada fraktur tulang tengkorak, cephal hematoma yang terlalu besar.
Edukasi
Pada penderita cephal hematoma, bidan bisa menjelaskan kepada ibu dan keluarga
bayi bahwa tidak diperlukan tindakan atau penanganan khusus bila tanpa komplikasi. Salah
satu penyebab cephal hematom adalah trauma lahir, karena itu untuk mencegah terjadinya
cephal hematoma bisa dilakukan dengan memimpin persalinan yang aman dan tepat.8
Prognosis
Sebagian besar trauma lahir termasuk sefalhematom, caput succadeneum dll dapat
sembuh sendiri dan prognosisnya baik.8
Komplikasi
a) Infeksi
Infeksi pada caput succedanum bisa terjadi karena kulit kepala luka.
b) Ikterus
Pada bayi yang terkena caput succedanium dapat menyebabkan ikterus karena
inkompatibiliatas faktor rh atau golongan darah A,B,O antara ibu dan bayi
c) Anemia
Bisa terjadi pada bayai yang terkena caput succedanum karena pada benjolan terjadi
pendarahan hebatatau pendarahan hebat.
d) Kalsifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun
Gejala lanjut yang mungkin terjadi yaitu anemia dan hiperbilirubinemia. Jarang
menimbulkan perdarahan yang memerlukan transfusi, kecuali bayi yang mempunyai
gangguan pembekuan Kadang-kadang disertai dengan fraktur tulang tengkorak di
bawahnya atau perdarahan intra kranial.6
Newborn Care
Kebutuhan dasar bayi baru lahir adalah dibantu segera pada saat lahir bila diperlukan,
terutama untuk membuka pernapasan dan selanjutnya dibantu untuk memperoleh nutrisi yang
cukup dalam mempertahankan suhu tubuh normal dan dalam menghindari kontak dengan
infeksi. Bagi perawat dan staf medis harus memperhatikan untuk menjaga waktu pemisahan
antara ibu dan bayi yang seminim mungkin. Masalah yang harus diantisipasi sesudah
persalinan janin normal meliputi apnea, hipoventilasi, perdarahan, hipoksia, bradikardi,
hipotermi, hipoglikemi, hipovolemi, hipotensi dan anomali yang tidak diharapkan.
Bayi berisiko rendah harus ditempatkan dengan kepala ke bawah segera sesudah
persalinan supaya mulut faring dan hidungnya bersih dari cairan, mukus, darah, dan puing-
puing amnion melalui gravitasi; pengisapan secara halus dengan balon pengisap atau kateter
karet yang lunak juga dapat membantu dalam mengeluarkan bahan-bahan ini. Jika bayi
tampak ada dalam keadaan yang memuaskan, bayi dapat diberikan pada ibunya untuk dirawat
gabung dan disusui. Setelah itu yang perlu dilakukan adalah menilai keadaan fisik neonatus
dengan skor APGAR, skor Ballard, dan grafik Lubchenco seperti yang telah dibahas pada
bagian sebelumnya.
Mempertahankan panas tubuh. Bila dibandingkan secara relatif terhadap berat
badan, permukaan tubuh bayi baru lahir kira-kira 3 kali permukaan tubuh orang dewasa dan
bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki lapisan pembungkus lemak subkutan
yang lebih tipis sehingga angka kehilangan panas yang diperkirakan pada bayi baru lahir
sekitar 4 kali angka orang dewasa. Pada keadaan kamar bersalin biasa (20-25° C), suhu kulit
bayi turun sekitar 0,3° C per menit dan suhu tubuh bagian dalam sekitar 0,1°C per menit yang
biasanya mengakibatkan kehilangan suhu tubuh bagian dalam (secara kumulatif) sebesar 2-
3°C. Sesudah lahir dan persalinan pervaginam, banyak bayi baru lahir menderita asidosis
metabolik ringan sampai sedang dan mereka mengkompensasinya dengan hiperventilasi.
Namun akan lebih susah pada bayi yang depresi dan terpajan stress dingin dalam suhu kamar
bersalin. Oleh karena itu, lebih baik memastikan bayi kering dan terbungkus dalam selimut
atau ditempatkan pada tempat yang lebih panas sambil mendapat kontak kulit dari ibunya.
Antiseptik kulit dan perawatan tali pusat. Untuk mengurangi insidens infeksi dan
periumbilikus, seluruh kulit dan tali pusat harus dibersihkan dalam kamar bersalin atau pada
saat bayi masuk ke dalam ruang perawatan, yaitu menggunakan kapas steril yang direndam
dalam air hangat atau larutan sabun ringan. Bayi dapat dibilas dengan air yang sesuai dengan
suhu tubuh untuk menghindari menggigil. Untuk mengurangi kolonisasi dengan S. aureus
dengan bakteri patogen lainnya setiap hari tali pusar diobati dengan bahan pewarna 3 kali
yaitu agen bakterisida. Cara lain yaitu tali pusar dicuci dengan klorheksidin, atau terkadang
dilakukan mandi dengan heksaklorofen 1 kali, karena penggunaan heksaklorofen berulang
mungkin neurotoksik sehingga tidak terlalu direkomendasikan.
Mata semua bayi juga harus dilindungi terhadap infeksi gonore dengan meneteskan
perak nitrat tetes 1 %; salep mata steril eritromisin 0,5 % dan tetrasiklin 1 % merupakan
alternatif yang mungkin efektif terhadap konjungtivitis klamidia. Povidone iodine 2,5 % juga
efektif sebagai agen profilaksis sesaat. Walaupun pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
faktor lain selain dari defisiensi vitamin K, namun suntikan intramuskular larutan vitamin K
maupun pemberian vitamin K secara oral perlu diberikan sebagai profilaksis.
Disamping itu, skrining neonatus tersedia untuk berbagai penyakit genetik, metabolik,
hematologik, dan endokrin. Uji skrining yang lazim dilakukan berupa sampel darah yang
diambil dari pungsi tumit bayi. 3
Kesimpulan
Bayi 40 minggu dari seorang ibu yang menderita DM gestasional dengan berat 4000
gram dengan bentuk kepala tidak simetris mengalami sefalhematoma yang biasanya berkaitan
dengan makrosomia dan penggunaan vacuum. Pada pemeriksaan fisik didapatkan benjolan
lunak yang tidak melewati sutura kranialis. Prognosisnya baik, dapat mulai menghilang
dalam waktu 2-8 minggu.
Daftar pustaka
1. Meadow SR, Newell SJ. Lecture notes on paediatrics. Jakarta: Erlangga; 2003. h. 59-
84.
2. Rudolph. Buku ajar pediatri Rudolph. Edisi ke-XX. Volume 1. Jakarta: EGC; 2006. h.
275-80.
3. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi ke-XV. Volume 1.
Jakarta: EGC; 2000. h. 535-77.
4. Maryati. Ballard Score. Diunduh darihttp://unpad.ac.id/maryati/files/2011/01/Ballard
Score.pdf, 5 Juni 2013.
5. Manuaba. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC; 2007. h. 421-2.
6. Leveno, Cunningham, Gant, Alexander, Bloom, Casey. Obstetri Williams panduan
ringkas. Edisi ke-XXI. Jakarta: EGC; 2012. h. 317-8.
7. Cunningham G, Brahm U. Obstetri williams. Cedera pada janin dan neonatus. Ed.23.
Jakarta: EGC, 2012.h.662-1
8. Sarwono P. Ilmu Kebidanan. Penyakit dan perlukaan pada bayi baru lahir. Ed.4.
Jakarta: PT Bina Pustaka, 2012.h.720-3.