8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)
1/18
8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)
2/18
paparan ulangan dermatofita sehingga orang yang menggunakan fasilitas mandi umum
seperti pancuran, kolam renang, kamar mandi lebih cenderung terinfeksi. (2-4)
III. ETIOLOGI
Jamur penyebab tinea pedis yang paling umum ialah Trichophyton rubrum (paling
sering), T. interdigitale, T. tonsurans (sering pada anak) dan Epidermophyton
floccosum. (22) T. rubrum lazimnya menyebabkan lesi yang hiperkeratotik, kering menyerupai
bentuk sepatu sandal (mocassinlike) pada kaki; T. mentagrophyte seringkali menimbulkan
lesi yang vesikular dan lebih meradang sedangkan E. floccosum bisa menyebabkan salah satu
diantara dua pola lesi diatas. (1-4)
IV. PATOGENESIS
Jamur superfisial harus menghadapi beberapa kendala saat menginvasi jaringan keratin.
Jamur harus tahan terhadap efek sinarultraviolet, variasi suhu dan kelembaban, persaingan
dengan flora normal, asam lemak fungistatik dan sphingosines yang diproduksi oleh
keratinosit. Setelah proses adheren, spora harus tumbuh dan menembus stratum korneum
dengan kecepatan lebih cepat daripada proses proses deskuamasi. Proses penetrasi ini
dilakukan melalui sekresi proteinase, lipase, dan enzim musinolitik, yang juga memberikan
nutrisi. Trauma dan maserasi juga membantu terjadinya penetrasi. Mekanisme pertahanan
baru muncul setelah lapisan epidermis yang lebih dalam telah dicapai, termasuk kompetisi
dengan zat besi oleh transferin tidak tersaturasi dan juga penghambatan pertumbuhan jamur
oleh progesteron. Di tingkat ini, derajat peradangan sangat tergantung pada aktivasi sistem
kekebalan tubuh. (4)
Keadaan basah dan hangat dalam sepatu memainkan peran penting dalam pertumbuhan
jamur. Selain itu hiperhidrosis, akrosianosis dan maserasi sela jari merupakan faktor
predisposisi timbulnya infeksi jamur pada kulit. Sekitar 60-80% dari seluruh penderita
dengan gangguan sirkulasi (arteri dan vena) kronik akibat onikomikosis dan/atau tinea pedis.
Jamur penyebab ada di mana-mana dan sporanya tetap patogenik selama berbulan-bulan
di lingkungan sekitar manusia seperti sepatu, kolam renang, gedung olahraga, kamar mandi
dan karpet. (2)
Bukti eksperimen menunjukkan bahwa pentingnya faktor maserasi pada infeksi
dermatofita sela jari. Keadaan basah tersebut menunjang pertumbuhan jamur dan merusak
stratum korneum pada saat yang bersamaan. Peningkatan flora bakteri secara serentakmungkin dan bisa juga memainkan peran. Terdapat bukti tambahan bahwa selama beberapa
8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)
3/18
episode simtomatik pada tinea pedis kronik, bakteri seperti coryneform bisa berperan sebagai
ko-patogenesis penting, tetapi apakah bakteri tersebut membantu memulai infeksi baru masih
belum diketahui. (2)
V. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis dari tinea pedis dapat dibedakan berdasarkan tipe:
1. Interdigitalis
Bentuk ini adalah yang tersering terjadi pada pasien tinea pedis. Di antara jari IV dan V
terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan ini dapat meluas ke bawah jari
(subdigital) dan juga ke sela jari yang lain. Oleh karena daerah ini lembab, maka
sering terdapat maserasi. Aspek klinis maserasi berupa kulit putih dan rapuh. Bila bagian
kulit yang mati ini dibersihkan, maka akan terlihat kulit baru, yang pada umumnya juga telah
diserang oleh jamur. (1) Jika perspirasi berlebihan (memakai sepatu karet/boot, mobil yang
terlalu panas) maka inflamasi akut akan terjadi sehingga pasien terasa sangat gatal. (7) Bentuk
klinis ini dapat berlangsung bertahun-tahun dengan menimbulkan sedikit keluhan sama
sekali. Kelainan ini dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis,
limfangitis dan limfadenitis. (1)
Gambar 1 : Tinea pedis tipe interdigiti *
2. Moccasin foot (plantar)
* Dikutip dari kepustakaan no.10
http://4.bp.blogspot.com/-QTV2ZZPPJAA/T7wVAVLILzI/AAAAAAAAAD4/_wR-SDrKO2s/s1600/ff.png8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)
4/18
Tinea pedis tipe moccasin atau Squamous-Hyperkeratotic Type umumnya bersifat
hiperkeratosis yang bersisik dan biasanya asimetris yang disebut foci. (7) Seluruh kaki, dari
telapak, tepi sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan bersisik; eritema biasanya
ringan dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi. Di bagian tepi lesi dapat pula dilihat papul
dan kadang-kadang vesikel. (1) Tipe ini adalah bentuk kronik tinea yang biasanya resisten
terhadap pengobatan. (6,21)
Gambar 2 : Tinea pedis pada telapak kaki *
3. Lesi Vesikobulosa
Bentuk ini adalah subakut yang terlihat vesikel, vesiko-pustul dan kadang-kadang bula yang
terisi cairan jernih. Kelainan ini dapat mulai pada daerah sela jari, kemudian meluas ke
punggung kaki atau telapak kaki. Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan sisik yang
berbentuk lingkaran yang disebut koleret. Keadaan tersebut menimbulkan gatal yang sangat
hebat. Infeksi sekunder dapat terjadi juga pada bentuk selulitis, limfangitis dan kadang-
kadang menyerupai erisipelas. Jamur juga didapati pada atap vesikel. (1,6,7)
Gambar 3: Tinea pedis; vesikel yang meluas ke punggung kaki **
4. Tipe Ulseratif
http://2.bp.blogspot.com/-Qdc9Jaer6xc/T7wVCg4uJlI/AAAAAAAAAEA/MakSJ6-5n4Q/s1600/gfnfcgb.pnghttp://1.bp.blogspot.com/-o_CTCfWf2jY/T7wVEykQIcI/AAAAAAAAAEI/NNAw9ea_Vyo/s1600/nfgn.pnghttp://2.bp.blogspot.com/-Qdc9Jaer6xc/T7wVCg4uJlI/AAAAAAAAAEA/MakSJ6-5n4Q/s1600/gfnfcgb.pnghttp://1.bp.blogspot.com/-o_CTCfWf2jY/T7wVEykQIcI/AAAAAAAAAEI/NNAw9ea_Vyo/s1600/nfgn.png8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)
5/18
Tipe ini merupakan penyebaran dari tipe interdigiti yang meluas ke dermis akibat maserasi
dan infeksi sekunder (bakteri); ulkus dan erosi pada sela-sela jari; dapat dilihat pada pasien
yang imunokompromais dan pasien diabetes. (3,8)
Gambar 4 : Tinea pedis tipe ulseratif *
* Dikutip dari kepustakaan no. 10
** Dikutip dari kepustakaan no. 10
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Kalium Hidroksida (KOH) pada kerokan sisik kulit akan terlihat hifa bersepta.
Pemeriksaan ini sangat menunjang diagnosis dermatofitosis. KOH digunakan untuk
mengencerkan jaringan epitel sehingga hifa akan jelas kelihatan di bawah mikroskop. Kulit
dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit di luar kelainan sisik kulit dikerok
dengan pisau tumpul steril dan diletakkan di atas gelas kaca, kemudian ditambah 1-2 tetes
larutan KOH dan ditunggu selama 15-20 menit untuk melarutkan jaringan, setelah itu
dilakukan pemanasan. Tinea pedis tipe vesikobulosa, kerokan diambil pada atap bula untuk
mendeteksi hifa. (1,8,18)
http://1.bp.blogspot.com/-NIbwLg55oCU/T7wU-DcQ52I/AAAAAAAAADw/vZeN7ZnPXMM/s1600/btfgbfgnb.jpg8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)
6/18
8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)
7/18
Gambar 7 : Gambaran histopatologi dari tinea pedis; hifa pada lapisan superfisial dari
epidermis **
5.
* Dikutip dari kepustakaan no. 16
** Dikutip dari kepustakaan no. 22
Pemeriksaan lampu Wood pada tinea pedis umumnya tidak terlalu bermakna karena banyak
dermatofita tidak menunjukkan fluoresensi kecuali pada tinea kapitis yang disebabkan
oleh Microsporum sp. Pemeriksaan ini dilakukan sebelum kulit di daerah tersebut dikerok
untuk mengetahui lebih jelas daerah yang terinfeksi. (20)
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gejala klinis khas.
Pemeriksaaan laboratorium berupa a) Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20%
ditemukan hifa yaitu double conture (dua garis lurus sejajar dan transparan), dikotomi
(bercabang dua) dan bersepta. Selain itu di dapatkan artrokonidia yaitu deretan spora di ujung
hifa. Hasil KOH (-) tidak menyingkirkan diagnosis bila klinis menyokong. b) Kultur
ditemukan dermatofit. (8,10)
VIII. DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitiskontak
Tinea pedis harus dibedakan dengan dermatitis, yang biasanya batasnya tidak jelas, bagian
tepi tidak lebih aktif daripada bagian tengah. Predileksinya pada bagian yang kontak dengan
dengan sepatu, kaos kaki, bedak kaki dan sebagainya. Adanya riwayat pengunaan sepatu
http://www.blogger.com/goog_1992697344http://1.bp.blogspot.com/-laj6ArNmw5Q/T7wWlqsFXVI/AAAAAAAAAE4/CBLVcJC7kp4/s1600/gvesrverv.jpghttp://www.blogger.com/goog_1992697344http://www.blogger.com/goog_19926973448/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)
8/18
baru. Tidak ditemukan jamur pada kultur tetapi hanya tanda-tanda peradangan. Dermatitis
kontak akan memberikan tes tempel positif, sedangkan pada tinea pedis hasilnya negatif. (1,9)
Gambar 4 : Dermatitis kontak *
2. Pomfolix
* Dikutip dari kepustakaan no. 10
Pomfolix umumnya terjadi pada dorsum jari-jari kaki pada anak-anak, agak kronik, sering
pada musim dingin, sangat gatal dan ada riwayat keluarga yang atopi. Kulit di dorsum pedis
tidak ditemukan jamur. (9)
A B
Gambar 5 : Gambar A dan B merupakan ekzema vesikuler pomfolix pada individu atopi *
3. Psoriasis
http://dermnetnz.org/dermatitis/pompholyx.htmlhttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/psoriasis.htmlhttp://3.bp.blogspot.com/-wCYg4AQKeG8/T7wWYaVU3hI/AAAAAAAAAEY/rToAh6Qn_Sk/s1600/ervv.pnghttp://2.bp.blogspot.com/-vRro_HNcQRg/T7wWolDD90I/AAAAAAAAAFA/DXR-AdCRlzg/s1600/rgvesrverve.pnghttp://3.bp.blogspot.com/-wCYg4AQKeG8/T7wWYaVU3hI/AAAAAAAAAEY/rToAh6Qn_Sk/s1600/ervv.pnghttp://2.bp.blogspot.com/-vRro_HNcQRg/T7wWolDD90I/AAAAAAAAAFA/DXR-AdCRlzg/s1600/rgvesrverve.pnghttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/psoriasis.htmlhttp://dermnetnz.org/dermatitis/pompholyx.html8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)
9/18
Mengenai telapak kaki; jarang terdapat pustul, menebal, lesi yang batas jelas; psoriasis dapat
ditemukan pada bagian tubuh yang lain dan pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin,
Auspitz dan Kobner. Tidak didapatkan jamur pada pemeriksaan kulit. (9)
A B
Gambar A menunjukan psoriasis dengan eritrodermi eksfoliatif . Gambar B menunjukkan
hiperkeratotik psoriasis yang simetri**.
4. Hiperhidrosis pada kaki
Lesi dapat memburuk dan berwarna putih, erosi disertai maserasi pada telapak kaki dan bau
yang sangat busuk. (9)
* Dikutip dari kepustakaan no. 10
** Dikutip dari kepustakaan no. 10
IX. PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN
Secara umum penatalaksanaan tinea pedis didasarkan atas klasifikasi dan tipenya
Tabel 1. Klasifikasi jenis Tinea Pedis dan pengobatannya (3,4)
Tipe Organisme Gejala Klinis Pengobatan
http://medicastore.com/penyakit/812/Keringat_Berlebihan_Hiperhidrosis_.htmlhttp://4.bp.blogspot.com/-28gU2ezAiKg/T7wWVntW5rI/AAAAAAAAAEQ/v1ouYmhXwKY/s1600/cdcc.pnghttp://4.bp.blogspot.com/-exPLez3vlJI/T7wWdEtuXsI/AAAAAAAAAEg/PhTUIk6-cVU/s1600/fcaewcawec.pnghttp://4.bp.blogspot.com/-28gU2ezAiKg/T7wWVntW5rI/AAAAAAAAAEQ/v1ouYmhXwKY/s1600/cdcc.pnghttp://4.bp.blogspot.com/-exPLez3vlJI/T7wWdEtuXsI/AAAAAAAAAEg/PhTUIk6-cVU/s1600/fcaewcawec.pnghttp://medicastore.com/penyakit/812/Keringat_Berlebihan_Hiperhidrosis_.html8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)
10/18
Penyebab
Moccasin Trichophyton
rubrum
Epidermophyton
floccosum
Scytalidium
hyalinum
S. dimidiatum
Hiperkeratosis yang
difus, eritema dan
retakan pada
permukaan telapak
kaki; pada umumnya
sifatnya kronik dan
sulit disembuhkan;
berhubungan dengan
defisiensi Cell
Mediated
Immunity (CMI)
Antifungal topikal disertai
dengan obat-obatan
keratolitik asam salisilat,
urea dan asam laktat
untuk mengurangi
hiperkeratosis; dapat juga
ditambahkan dengan
obat-obatan oral
Interdigital T.
mentagrophytes
(var. interdigitale)
T. rubrum
E. floccosum
S. hyalinum
S. dimidiatum
Candida spp.
Tipe yang paling
sering; eritema, krusta
dan maserasi yang
terjadi pada sela-sela
jari kaki,
Obat-obatan topikal; bisa
juga menggunakan obat-
obatan oral dan
pemberian antibiotik jika
terdapat infeksi bakteri;
kronik : ammonium
klorida hexahidrate 20 %
Inflamasi /
VesikobulosaT.
mentagrophytes
(var.
mentagrophytes)
Vesikel dan bula pada
pertengahan kaki;
berhubungan dengan
reaksi dermatofit
Obat-obatan topikal
biasanya cukup pada fase
akut, namun apabila
dalam keadaan berat
maka indikasi pemberian
glukokortikoid
Ulseratif T. rubrum
T.
mentagrophytes
Eksaserbasi pada
daerah
interdigital; Ulserasi
dan erosi; biasanya
Obat-obatan topikal;
antibiotik digunakan
apabila terdapat infeksi
sekunder
8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)
11/18
E. floccosum terdapat infeksi
sekunder oleh bakteri;
biasanya terdapat pada
pasien
imunokompromais dan
pasien diabetes
A. ANTIFUNGAL TOPIKAL
Obat topikal digunakan untuk mengobati penyakit jamur yang terlokalisir. Efek
samping dari obat-obatan ini sangat minimal, biasanya terjadi dermatitis kontak alergi, yang
biasanya terbuat dari alkohol atau komponen yang lain. (3)
a. Imidazol Topikal. Efektif untuk semua jenis tinea pedis tetapi lebih cocok pada pengobatan
tinea pedis interdigitalis karena efektif pada dermatofit dan kandida. (11,18)
- Klotrimazole 1 %. Antifungal yang berspektrum luas dengan menghambat pertumbuhan
bentuk yeast jamur. Obat dioleskan dua kali sehari dan diberikan sampai waktu 2-4 minggu.
Efek samping obat ini dapat terjadi rasa terbakar, eritema, edema dan gatal.
- Ketokonazole 2 % krim merupakan antifungal berspektrum luas golongan Imidazol;
menghambat sintesis ergosterol, menyebabkan komponen sel yang mengecil hingga
menyebabkan kematian sel jamur. Obat diberikan selama 2-4 minggu.
- Mikonazol krim, bekerja merusak membran sel jamur dengan menghambat biosintesis
ergosterol sehingga permeabilitas sel meningkat yang menyebabkan keluarnya zat nutrisi
jamur hingga berakibat pada kematian sel jamur. Lotion 2 % bekerja pada daerah-daerah
intertriginosa. Pengobatan umumnya dalam jangka waktu 2-6 minggu.
b. Tolnaftat 1% merupakan suatu tiokarbamat yang efektif untuk sebagian besar dermatofitosis
tapi tidak efektif terhadap kandida. Digunakan secara lokal 2-3 kali sehari. Rasa gatal akan
hilang dalam 24-72 jam. Lesi interdigital oleh jamur yang rentan dapat sembuh antara 7-21
hari. Pada lesi dengan hiperkeratosis, tolnaftat sebaiknya diberikan bergantian dengan salep
asam salisilat 10 %. (11,18)
c. Piridones Topikal merupakan antifungal yang bersifat spektrum luas dengan antidermatofit,
antibakteri dan antijamur sehingga dapat digunakan dalam berbagai jenis jamur. (11,18)
- Sikolopiroksolamin. Pengunaan kliniknya untuk dermatofitosis, kandidiasis dan tinea
versikolor. Sikolopiroksolamin tersedia dalam bentuk krim 1 % yang dioleskan pada lesi 2
kali sehari. Reaksi iritatif dapat terjadi walaupun jarang terjadi.
8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)
12/18
d. Alilamin Topikal. Efektif terhadap berbagai jenis jamur. Obat ini juga berguna pada
tinea pedis yang sifatnya berulang (seperi hiperkeratotik kronik). (11)
- Terbinafine (Lamisil ), menurunkan sintesis ergosterol, yang mengakibatkan kematian sel
jamur. Jangka waktu pengobatan 1 sampai 4 minggu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
bahwa terbinafine 1% memiliki keefektifan yang sama dengan terbinafine 10% dalam
mengobati tine pedis namun dalam dosis yang lebih kecil dan lebih aman. (17)
e. Antijamur Topikal Lainnya. (11,18)
- Asam benzoat dan asam salisilat. Kombinasi asam benzoat dan asam salisilat dalam
perbandingan 2 : 1 (biasanya 6 % dan 3 %) ini dikenal sebagai salep Whitfield. Asam benzoat
memberikan efek fungistatik sedangkan asam salisilat memberikan efek keratolitik. Asam
benzoat hanya bersifat fungistatik maka penyembuhan baru tercapai setelah lapisan tanduk
yang menderita infeksi terkelupas seluruhnya. Dapat terjadi iritasi ringan pada tempat
pemakaian, juga ada keluhan yang kurang menyenangkan dari para pemakainya karena salep
ini berlemak.
- Asam Undesilenat. Dosis dari asam ini hanya menimbulkan efek fungistatik tetapi dalam
dosis tinggi dan pemakaian yang lama dapat memberikan efek fungisidal. Obat ini tersedia
dalam bentuk salep campuran yang mengangung 5 % undesilenat dan 20% seng undesilenat.
- Haloprogin. Haloprogin merupakan suatu antijamur sintetik, berbentuk kristal kekuningan,
sukar larut dalam air tetapi larut dalam alkohol. Haloprogin tersedia dalam bentuk krim dan
larutan dengan kadar 1 %.
B. ANTIFUNGAL SISTEMIK
Pemberian antifungal oral dilakukan setelah pengobatan topikal gagal dilakukan.
Secara umum, dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi dengan pemberian beberapa obat
antifungal di bawah ini antara lain :
1. Griseofulvin merupakan obat yang bersifat fungistatik. Griseofulvin dalam bentuk partikel
utuh dapat diberikan dengan dosis 0,5 1 g untuk orang dewasa dan 0,25 - 0,5 g untuk anak-
anak sehari atau 10-25 mg/kg BB. Lama pengobatan bergantung pada lokasi penyakit,
penyebab penyakit, dan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis dilanjutkan 2 minggu agar
tidak residif. Dosis harian yang dianjurkan dibagi menjadi 4 kali sehari. Di dalam klinik cara
pemberian dengan dosis tunggal harian memberi hasil yang cukup baik pada sebagian besar
penderita. Griseofulvin diteruskan selama 2 minggu setelah penyembuhan klinis. Efek
samping dari griseofulvin jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama ialah sefalgiayang didapati pada 15 % penderita. Efek samping yang lain dapat berupa gangguan traktus
8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)
13/18
digestivus yaitu nausea, vomitus dan diare. Obat tersebut juga dapat bersifat fotosensitif dan
dapat mengganggu fungsi hepar. (1)
2. Ketokonazole. Obat per oral, yang juga efektif untuk dermatofitosis yaitu ketokonazole yang
bersifat fungistatik. Kasus-kasusyang resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan obat
tersebut sebanyak 200 mg per hari selama 10 hari 2 minggu pada pagi hari setelah makan.
Ketokonazole merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan hepar. (1)
3. Itrakonazole. Itrakonazole merupakan suatu antifungal yangdapat digunakan sebagai
pengganti ketokonazole yang bersifat hepatotoksik terutama bila diberikan lebih dari sepuluh
hari. Itrakonazole berfungsi dalam menghambat pertumbuhan jamur dengan mengahambat
sitokorm P-45 yang dibutuhkan dalam sintesis ergosterol yang merupakan komponen penting
dalam sela membran jamur. Pemberian obat tersebut untuk penyakit kulit dan selaput lendir
oleh penyakit jamur biasanya cukup 2 x 100-200 mg sehari dalam selaput kapsul selama 3
hari. Interaksi dengan obat lain seperti antasida (dapat memperlambat reabsorpsi di usus),
amilodipin, nifedipin (dapat menimbulkan terjadinya edema), sulfonilurea (dapat
meningkatkan resiko hipoglikemia). Itrakonazole diindikasikan pada tinea pedis
tipe moccasion. (1,11,12)
4. Terbinafin. Terbinafin berfungsi sebagai fungisidal juga dapat diberikan sebagai pengganti
griseofulvin selama 2-3 minggu, dosisnya 62,5 mg 250 mg sehari bergantung berat badan.
Mekanisme sebagai antifungal yaitu menghambat epoksidase sehingga sintesis ergosterol
menurun. Efek samping terbinafin ditemukan pada kira-kira 10 % penderita, yang tersering
gangguan gastrointestinal di antaranya nausea, vomitus, nyeri lambung, diare dan konstipasi
yang umumnya ringan. Efek samping lainnyadapat berupa gangguan
pengecapan dengan presentasinya yang kecil. Rasa pengecapan hilang sebagian atau
seluruhnya setelah beberapa minggu makan obat dan bersifat sementara. Sefalgia ringan
dapat pula terjadi. Gangguan fungsi hepar dilaporkan pada 3,3 % - 7 % kasus. (1) Terbinafin
baik digunakan pada pasien tinea pedis tipe moccasion yang sifatnya kronik. Pada suatu
penelitian ternyata ditemukan bahwa pengobatan tinea pedis dengan terbinafine lebih efektif
dibandingkan dengan pengobatan griseofulvin. (15,19)
C. PENCEGAHAN
Salah satu pencegahan terhadap reinfeksi tinea pedis yaitu menjaga kaki tetap dalam
keadaan kering dan bersih, menghindari lingkungan yang lembab, menghindari pemakaian
sepatu yang terlalu lama, tidak berjalan dengan kaki telanjang di tempat-tempat umum sepertikolam renang serta menghindari hindari kontak dengan pasien yang sama. Penularan jamur
8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)
14/18
ini biasanya asimptomatik, sehingga umumnya tidak terlihat. Eradikasi jamur merupakan
suatu hal yang sulit dan membutuhkan proses yang panjang. Setelah mandi sebaiknya kaki
dicuci dengan benzoil peroksidase. (4,12)
X. KOMPLIKASI
1. Selulitis. Infeksi tinea pedis, terutama tipe interdigital dapat mengakibatkan selulitis. Selulitis
dapat terjadi pada daerah ektermitas bawah. Selulitis merupakan infeksi bakteri pada daerah
subkutaneus pada kulit sebagai akibat dari infeksi sekunder pada luka. Faktor predisposisi
selulitis adalah trauma, ulserasi dan penyakit pembuluh darah perifer. Dalam keadaan
lembab, kulit akan mudah terjadi maserasi dan fissura, akibatnya pertahanan kulit menjadi
menurun dan menjadi tempat masuknya bakteri pathogen seperti -hemolytic streptococci
(group A, B C, F, and G), Staphylcoccus aureus, Streptococcus pneumoniae, dan basil gram
negatif. (4,12) Apabila telah terjadi selulitis maka diindikasikan pemberian antibiotik. Jika
terjadi gejala yang sifatnya sistemik seperti demam dan menggigil, maka digunakan
antibiotik secara intravena. Antibiotik yang dapat digunakan berupa ampisillin, golongan beta
laktam ataupun golongan kuinolon. (14)
2. Tinea Ungium. Tinea ungium merupakan infeksi jamur yang menyerang kuku dan biasanya
dihubungkan dengan tinea pedis. Seperti infeksi pada tinea pedis, T. rubrum merupakan
jamur penyebab tinea ungium. Kuku biasanya tampak menebal, pecah-pecah, dan tidak
berwarna yang merupakan dampak dari infeksi jamur tersebut. (12)
3. Dermatofid . Dermatofid juga dikenal sebagai reaksi id, merupakan suatu penyakit
imunologik sekunder tinea pedis dan juga penyakit tinea lainnya. Hal ini dapat menyebabkan
vesikel atau erupsi pustular di daerah infeksi sekitar palmaris dan jari-jari tangan. Reaksi
dermatofid bisa saja timbul asimptomatis dari infeksi tinea pedis. Reaksi ini akan berkurang
setelah penggunaan terapi antifungal. (12,13) Komplikasi ini biasanya terkena pada pasien
dengan edema kronik, imunosupresi, hemiplegia dan paraplegia, dan juga diabetes. Tanpa
perawatan profilaksis penyakit ini dapat kambuh kembali. (4,12)
XI. PROGNOSIS
Tinea pedis pada umumnya memiliki prognosis yang baik. Beberapa minggu setelah
pengobatan dapat menyembuhkan tinea pedis, baik akut maupun kronik. Kasus yang lebih
berat dapat diobati dengan pengobatan oral. Walaupun dengan pengobatan yang baik, tetapi
bila tidak dilakukan pencegahan maka pasien dapat terkena reinfeksi.(3,8)
http://medicastore.com/penyakit/192/Selulitis.htmlhttp://www.medicinenet.com/fungal_nails/article.htmhttp://www.aafp.org/afp/2003/0101/p101.htmlhttp://www.aafp.org/afp/2003/0101/p101.htmlhttp://www.aafp.org/afp/2003/0101/p101.htmlhttp://www.medicinenet.com/fungal_nails/article.htmhttp://medicastore.com/penyakit/192/Selulitis.html8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)
15/18
XII. KESIMPULAN
Tinea pedis merupakan infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari dan
telapak kaki. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada laki-laki usia dewasa dan jarang pada
perempuan dan anak-anak. Keadaan lembab dan hangat pada sela jari kaki karena bersepatu
dan berkaos kaki disertai berada di daerah tropis yang lembab mengakibatkan pertumbuhan
jamur makin subur.Jamur penyebab tinea pedis yang paling umum ialah Trichophyton
rubrum (paling sering), T. interdigitale, T. tonsurans (sering pada anak) dan Epidermophyton
floccosum.
Gambaran klinis dapat dibedakan berdasarkan tipe interdigitalis, moccasion foot, lesi
vesikobulosa, dan tipe ulseratif. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan KOH dan pemeriksaan lampu Wood dan ditemukan adanya hifadouble
counture, dikotomi dan bersepta. Diagnosis banding dapat berupa dermatitis kontak,
pemfolix, psoriasis, dan hiperhidrosis pada kaki. Penatalaksanaan disesuaikan berdasarkan
tipe tinea pedis. Pengobatan dapat berupa antifungal topikal maupun oral dan apabila
ditemukan infeksi sekunder maka indikasi penggunaan antibiotik. Salah satu pencegahan
terhadap reinfeksi tinea pedis yaitu menjaga agar kaki tetap dalam keadaan kering dan bersih,
hindari lingkungan yang lembab dan pemakaian sepatu yang terlalu lama
8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)
16/18
DAFTAR PUSTAKA
1. Unandar B. Mikosis. In. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. 5 th ed. Jakarta: Balai penerbitan FKUI; 2007. p. 89- 104.
2. Perea S, Ramos MJ, Garau M, Gonzalez A, Noriega AR, Palacio AD. Prevalence
and risk factors of tinea ungium and tinea pedis in the general population in Spain. J Clin
Microbiol 2000;38:3226-30.
3. Sobera JO, Elewski BE. Fungal diseases. In. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP,
editors. Dermatology volume 1. 2 nd ed. US: Mosby Elsevier; 2003. p.
4. Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP. Superficial fungal infections: dermatophytosis,
onychomicosis, tinea nigra, piedra. In. Freedberg IM, Elsen AZ, Wolf K, Austen KF,
Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks dermatology in general medicine . 6 th ed. New york:
McGraw-Hill; 2003. p.
5. Hapcioglu B, Yegenoglu Y, Disci R, Erturan Z, Kaymakcalan H. Epidemiology of
superficial mycosis (tinea pedis, onychomycosis) in elementary school children in Istanbul,
Turkey. Coll Antropol 2006;1:119-24.
6. Habif TP. Clinical dermatology: a color guide to diagnosis and therapy. 4 th ed. London:
Mosby; 2004. p. 409-456.
7. Falco OB, Plewig G, Wolff HH, Winkelmann RK. Dermatology. 3 rd ed. Berlin: Springer
Verlag; 1991. p. 227-8.
8. Verma S, Heffernan MP. In. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffel DJ, editors. Fitzpatricks dermatology in general medicine. 7 th ed. New York:
McGraw-Hill; 2008. p.1807-21.
9. Hall JC. Dermatology Mycology. In. Hall JC, editor. Sauser manual of the skin. 8 th ed. US:
Mosby; 2000. p. 244-47.
8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)
17/18
10. Dawber R, Bristow I, Turner W. Text atlas of podiatric dermatology. UK: Oxford; 2005. p.
65-6.
11. Bahry B, Setiabudy R. Obat jamur. In. Ganiswarna SG, Setiabudi R, Suyatna FD,
Purwantyastuti, Nafrialdi. Farmakologi danterapi. 4 th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
UI; 2004. p. 560-70.
12. Hasan MA, Fitzgerald SM, Saoudian M, Krishnaswamy G. Dermatology for the practicing
allergist: tinea pedis and its complications.Clin Mol Allergy 2004;2:5.
13. Noble SL, Pharm D, Forbes RC. Diagnosis and management
of common tinea infections. [Online]. 2000 July [cited 2010 June 2]; Available
from: URL: http://www.aafp.org/afp/980700ap/noble.html
14. Swartz MN. Cellulitis. Clin Practise 2004; 350:904-12.
15. Savin RC, Zaias N. Treatment of chronic moccasin-
type tinea pedis with terbinafine: a double-blind, placebo-controlled trial. J Am Acad
Dermatol 1990;23:804-7
16. Burns T, Breathnec S, Cox N, Griffiths C. Rooks textbook of dermatology volume 1-
4. 7 th ed. UK: Blackweel; 2004. p. 31.32-34.
17. Chauvin MFd, Vallanette VC, Kienzler JL, Larnier C. Novel, single-dose, topical treatment
of tinea pedis using terbinafine: result of adose-finding clinical trial. Orig Article 2007;51:1-
6.
18. Weinstein A, Berman B. Topical treatment of common superficial tinea infections. Am Fam
Physic 2002;65:2095-102.
19. Bell-Syer SEM, Hart R, Crawford F, Torgerson DJ, Tyrrell W, Russell I. Oral treatments for
fungal infections of the skin of the foot. [Online]. 2002 Apr 22 [cited 2010 May 28];
Available from: URL: http://www2.cochrane.org/reviews/en/ab003584.html
http://www.aafp.org/afp/980700ap/noble.htmlhttp://f/Ras%20Punya/KLINIK/Kulit/Jurnal%20oke/Treatment%20of%20chronic%20moccasin-type%20tinea%20pedis.htmhttp://f/Ras%20Punya/KLINIK/Kulit/Jurnal%20oke/Treatment%20of%20chronic%20moccasin-type%20tinea%20pedis.htmhttp://www2.cochrane.org/reviews/en/ab003584.htmlhttp://www2.cochrane.org/reviews/en/ab003584.htmlhttp://f/Ras%20Punya/KLINIK/Kulit/Jurnal%20oke/Treatment%20of%20chronic%20moccasin-type%20tinea%20pedis.htmhttp://f/Ras%20Punya/KLINIK/Kulit/Jurnal%20oke/Treatment%20of%20chronic%20moccasin-type%20tinea%20pedis.htmhttp://www.aafp.org/afp/980700ap/noble.html8/13/2019 Blok 15makalah (Tinea Pedis)
18/18
20. Hainer BL. Dermatophyte infections. Am Fam Physic 2003;67:101-8.
21. Rippon JW. Medical Mycology: the pathogenicfungi and the pathogenic actinomycetes.
3rd ed. WB Saunders Company: Filadelphia; 1988. p. 218-24.
22. Viklund A, Burley C. Dermatology glossary: define your skin. [Online]. 2005 Nov 28 [cited
2010 June 8]; Available from: URL :http://www.chrisburley.com/
http://www.chrisburley.com/http://www.chrisburley.com/