43
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan
diagnosa keperawatan isolasi sosial di ruang P3 (Wisma Drupada) di Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, maka penulis pada bab ini akan membahas
beberapa kesenjangan antara tinjauan teori dengan tinjauan kasus. Pembahasannya
meliputi:
A. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian penulis sedikit menemukan kesulitan,
karena klien kurang berminat dalam memberikan keterangan-keterangan yang
penulis butuhkan. Penulis menggunakan teknik wawancara langsung ke pasien,
tidak menggunakan dengan teknik wawancara kepada keluarga klien
dikarenakan dalam waktu satu minggu (selama penulis melakukan studi kasus)
keluarga klien tidak ada yang mengunjungi klien. Penulis juga memperoleh
data dari hasil observasi-partisipatif (melakukan pengamatan secara langsung
dan turut serta dalam melakukan tindakan pelayanan kesehatan. Selain itu,
untuk mendukung data yang diperoleh, penulis menggunakan data dari hasil
studi dokumentasi (rekam medik) klien yang ada di ruangan.
Secara umum, pengkajian yang terdapat dalam tinjauan teori dengan
pengkajian yang terdapat dalam tinjauan kasus terdapat banyak kesamaan,
namun ada beberapa perbedaan yang timbul antara tinjauan teori pada fokus
pengkajian menurut Kusumawati & Hartono (2011) dengan tinjauan kasus.
44
Perbedaan pertama yaitu ditemukan pada pada identitas sering ditemukan pada
usia dini atau muncul pertama kali pada masa pubertas, sedangkan pada
tinjauan kasus klien mengalami gangguan jiwa pertama kurang lebih saat umur
35 tahun.
Perbedaan yang ke dua yaitu pada pengkajian persepsi, dimana dalam
tinjauan teori menurut Kusumawati & Hartono (2011), pada persepsi tidak
terdapat halusinasi atau waham, namun pada tinjauan kasus penulis
menemukan adanya halusinasi pendengaran pada klien. Tetapi menurut teori
Direja (2011) seseorang yang mengalami isolasi sosial bila tidak dilakukan
intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan klien mengalami perubahan
persepsi: halusinasi. Sehingga dapat di simpulkan bahwa halusinasi ini muncul
sebagai akibat dari masalah isolasi sosial yang belum teratasi.
Perbedaan yang ke tiga yaitu pada pengkajian proses berpikir, dimana
dalam tinjauan teori menurut Kusumawati & Hartono (2011) gangguan proses
berpikir jarang ditemukan, namun dalam tinjauan kasus penulis menemukan
adanya proses berpikir yang lambat / lama (saat diajak bicara dan saat
menjawab pertanyaan yang ditanyakan cukup lama) atau bisa disebut juga
dengan flight of ideas.
Selain ketiga perbedaan diatas, penulis tidak menemukan tingkat
konsentrasi dan berhitung pada fokus pengkajian (Kusumawati & Hartono,
2011) dalam tinjauan teori, tetapi muncul pada tinjauan kasus. Penulis
menemukan adanya gangguan pada tingkat konsentrasi dan berhitung klien
45
sulit berkonsentrasi dan saat diajukan hitungan sederhana klien tidak dapat
menjawab.
Perbedaan lain yang tidak ditemukan penulis dalam fokus pengkajian
(Kusumawati & Hartono, 2011) dalam tinjauan teori, tetapi muncul pada
tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus disebutkan adanya faktor presipitasi, yaitu
klien mempunyai keinginan dalam hal materi tapi tidak tercapai. Faktor
presipitasi ini mendukung terjadinya isolasi sosial, namun pada fokus
pengkajian dalam tinjauan teori faktor presipitasi ini tidak termasuk dalam
fokus pengkajian pada klien dengan isolasi sosial. Meskipun demikian, penulis
tetap mencantumkan data pada faktor presipitassi tersebut sebagai data
pencetus terjadinya isolasi sosial, karena telah disebutkan dalam tinjauan teori
menurut Direja (2011) pada faktor penyebab terjadinya isolasi sosial bahwa
faktor presipitasi merupakan salah satu penyebab terjadinya isolasi sosial.
B. Implementasi
Penulis dalam hal ini telah melakukan implementasi kepada klien dengan
menggunakan SP dan yang baru dilakukan baru melatih SP I (Membina
hubugan salaing percaya dengan klien, mengidentifikasi penyebab isolasi
sosial, menjelaskan kerugian dan keuntungan bila berhubungan dengan orang
lain, melatih berkenalan dengan orang lain, membuat jadwal kegiatan pasien),
melatih SP II (Mengevaluasi SP 1, melatih berhubungan dengan orang lain
secara bertahap, memasukan dalam jadwal harian), dan setiap hari
mengobservasi kegiatan klien. Tindakan yang sudah dilakukan tetapi belum
optimal yaitu SP II (Mengevaluasi SP 1, melatih berhubungan dengan orang
46
lain secara bertahap, memasukan dalam jadwal harian), hal ini disebabkan
karena SP II baru satu kali diajarkan dan keterbatasan waktu. Dan dalam
mengajarkan SP I penulis melakukannya dengan lima kali pertemuan ini
dikarenakan klien belum menguasai SP I dan klien cenderung menyendiri,
menutup diri dari lingkungan, berkomunikasi seperlunya, menarik diri, kontak
mata kurang. Hal ini sesuai dengan teori bahwa klien dengan isolasi sosial
lebih suka menyendiri di ruangan, tidak berkomunikatif, menarik diri, tidak
melakukan kontak mata (kontak mata kurang), berfikir sesuai pikiran sendiri,
suka melamun, dan berdiam diri (Kusumawati dan Hartono, 2011). Dan
strategi pelaksanaan (SP) ke keluarga belum dilakukan dikarenakan keluarga
klien belum mengunjungi klien.
C. Evaluasi
Dalam melakukan evaluasi akhir pada tanggal 21 Juni 2014 pukul 14.00
WIB yaitu masalah pada klien belum teratasi/berhasil dan rencana tindak lanjut
adalah mengoptimalkan SP II (Evaluasi SP 1, latih berhubungan dengan orang
lain secara bertahap, masukan dalam jadwal harian), dan observasi kegiatan
klien. Dalam hal ini penulis baru mencapai SP II ini dikarenakan terbatasnya
waktu yang hanya satu minggu, klien belum mau berhubungan dengan orang
lain karena klien merasa bingung dan tidak suka bercerita dengan orang lain
(klien merasa orang-orang di sekitar klien semua sama saja dan tidak ada yang
kenal dengan orang-orang di sekitar / Wisma Drupada), bicara seperlunya dan
ekspresi saat berbicara tidak ada / kurang berseri, afek muka tumpul dan klien
belum melakukan jadwal yang sudah dibuat karena klien lebih suka menyendiri
47
tiduran di kamar dan duduk di depan wisma, tetapi klien sudah mau berjabat
tangan dengan orang lain tanpa paksaan. Sehingga masalah-masalah pada klien
tersebut belum teratasi dengan optimal. Hal tersebut sesuai dengan teori yang
menyebutkan bahwa perilaku pada klien isolasi sosial antara lain kurang
spontan, apatis, ekspresi wajah kurang berseri, afek tumpul, kurang perawatan
diri, kurang komunikasi verbal, aktivitas menurun (Direja, 2011).
Penulis berharap agar perawat di ruang P3 (Wisma Drupada) dapat
meneruskan SP tersebut agar masalah dan interaksi klien dengan orang lain
disekitar dapat teratasi. Dalam hal asuhan keperawatan yang berfokus pada
keluarga (SP pada keluarga) diharapkan perawat di ruang P3 (Wisma Drupada)
dapat mencapainya, karena asuhan keperawatan yang berfokus pada keluarga
bukan hanya memulihkan keadaan klien, tetapi bertujuan untuk mengembang
kan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah
kesehatan keluarga tersebut. Selain itu, keluarga berperan dalam menentukan
cara atau asuhan yang diberikan kepada klien di rumah yang kemudian
mengakibatkan klien harus di rawat kembali (kambuh).
Top Related