Jurusan Ilmu PemerintahanFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Diponegoro Semarang 2014
Nur Hidayat Sardini
Pemilu dan Partai PolitikManagemen PemiluBagian Pemilu
SPG-509
SPG-222
Bab IVManagemen Pemilu
Pokok Bahasan
I. Latar Belakang
Untuk bisa memenangkan suatu Pemilu, kita harus memahami kehidupan sosial manusia. Kita harus tahu juga karakter individualitas seorang manusia. Dalam hal ini, kehidupan sosial manusia pada hakikatnya adalah kehidupan bebas sebagaimana kehidupan mahluk Tuhan pada umumnya.
Walaupun demikian, peradaban manusia juga mengarahkan pada keadaban-keadaban menuju kebaikan-kebaikan. Inilah yang membedakan mahluk manusia dengan mahluk lainnya.
Untuk memahami kehidupan orang sebagai warga pemilih (voters), kita harus menguasai kompleksitas kehidupan manusia. Suatu kehidupan sosial dan individu dengan kompleksitasnya.
I. Social Complexity
Kehidupan sosial memiliki kompleksitasnya tersendiri. Variabelitas sosial tidak berdiri sendiri. Ia berdiri dengan pengaruh-pengaruh dalam seluruh kompleksitas kehidupan sosial manusia. Seseorang tidak berdiri di ruang hampa. Mereka berinteraksi satu dengan lainnya.
Kompleksitas kehidupan seorang manusia, paling kurang meliputi:
1. Political Scarcity
Tidak saja dalam bidang ekonomi, di dunia politik juga dikenal adanya “hukum kelangkaan politik” (political scarcity law). Tidak seluruh yang diinginkan para pelaku politik akan terwujud.
Tidak seluruh tujuan atau keinginan (political expectation) bakal terwujud. Mereka yang berminat menduduki/meraih jabatan-jabatan politik, lebih besar daripada tersedianya kursi.
Para kandidat jauh lebih banyak daripada kursi-kursi (legislatif dan eksekutif). Jumlah peminta berbanding terbalik dengan tersedianya kursi-kursi penyelenggara negara.
2. Political Competitive
Sudah barang pasti, kelangkaan menimbulkan adanya persaingan. Makin banyak peminat, sementara kursi yang tersedia lebih sedikit, maka persaingan makin ketat.
Ketika persaingan diikuti aturan main jelas (predictable), permainan menjadi indah dan menggairahkan. Apabila sebaliknya, kekacauanlah yang terjadi.
Dalam Pemilu, itu disebut free and fair elections. Demikian juga sebaliknya.
3. Base on social and existing condition
Dalam politik situasi tidak bisa sepenuhnya diperkirakan. Situasi politik sulit diprediksikan (un-predictable). Variabel di dalam politik terlalu luas dan kadang tak bisa dikontrol (independent variables), sementara kehidupan politik sedikit sekali menyediakan hal-hal yang dapat diprediksikan, tapi dari sisa-sisa peluang yang dapat dikontrol (dependent variable).
4. Human Being Character
Sifat dasariah manusia yang tak seragam. Selera manusia berbeda dalam seluruh hal. Sikap manusia juga bisa berubah sewaktu-waktu. Lagi-lagi tergantung pada situasi dan kondisi yang menghendakinya.
Komitmen orang tergantung faktor-faktor lain, yang luas dan tak terkirakan dan terperikan. Keadaan ini mengharuskan manusia untuk merespon terhadap keadaan yang mengarahkan pada kepentingan dasar manusia.
5. Zoon politiconSebagai “binatang politik”, manusia juga punya interest politik (political interest). Kepentingan satu dengan lainnya tidak seragam. Apa yang kita kehendaki, belum tentu sama dengan kehendaknya.
6. Homo Socious
Sifat sosial manusia hidup berkelompok, berinteraksi, dan berkumpul. Kerjasama untuk saling menguntungkan satu dengan lainnya. Hidup bermasyarakat, bisa menguntungkan atau bisa sebaliknya.
7. Social paradox
Kehidupan sosial manusia penuh dengan paradoksalitas. Di satu sisi mengindahkan norma-norma sosial, hukum, dan agama, di sisi yang lain dorongan dari dalam dirinya mengubah posisi terakhir sehingga menentukan sikap-sikapnya.
Preferensi orang tergantung pada mana-mana yang menguntungkan diri, kelompok, dan golongan-golongannya. Ini karen manusia diatur oleh keinginan dan kehendaknya masing-masing.
II. Social PatternKendatipun manusia memiliki kompleksitas sosialnya tersendiri, namun terdapat pola-pola keadaban manusia. Keadaban ini membuka peluang orang pada keajegan sikap, keajegan komitmen, dan ketaatan pada komitmen.
Bila demikian halnya, terbuka bagi orang untuk diajak bersama-sama membangun ketertiban sosial (social order), juga kepastian-kepastian sosial lainnya. Dalam kaitan dengan Pemilu, peluang inilah yang membantu bagi kerangka pemenangan dalam suatu kompetisi Pemilu.
Pola-pola tersebut, paling kurang meliputi:
1. Social taxonomy
Perkembangan peradaban manusia membagi ruang-ruang sosial berdasarkan pekerjaan, cara kerja, managemen, teknologi, dan karya seni.
Perkembangan ilmu pengetahuan, baik di bidang teknik, sosial, dan humaniora, membagi kemampuan manusia sesuai kemampuannya. Hukum alam ditulis, hukum sosial dibukukan, dan karya seni disebarluaskan.
Perkembangan ini timbul dari pola-pola keajegan kehidupan manusia. Lahirlah pemikiran, konsep, hukum, teori, dan perspektif ilmu pengetahuan.
2. Social differentiationDiferensiasi sosial melahirkan spesialisasi dalam sejumlah bidang sosial. Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, melahirkan pemikiran-pemikiran yang terspesialisasi.
Kehidupan manusia terkokohkan oleh kejamakan sosial. Kerangka hidup manusia tidak lagi berburu, meramu, dan bercocok tanam. Akhirnya tidak saja industry, jasa, namun mengubah pola produksi, konsumsi, dan distribusi.
Pembidangan kehidupan distandardisasi dalam sejumlah profesi, sementara profesi diatur dengan standar kompetensi. Bahkan orang dinilai dari standar profesi dan lahirlah jenis-jenis profesi.
Dalam Pemilu, tidak saja penyelenggaranya, penyelenggaraannya, juga perlunya lembaga-lembaga konsultansi. Lahirlah lembaga-lembaga survei dan seterusnya.
3. Social relationshipPola-pola relasi sosial sejatinya dapat dikelompokkan menjadi sejumlah kategori, yakni individu dengan individu, individu dengan lingkungan sosial terdekat, antara individu dengan lembaga negara.
Pola berikutnya. Individu di tengah-tengah lingkungan sekolah, lingkungan kerja, dan lingkungan pemerintah. Pola lainnya. Individu di tengah-tengah lingkungan keagamaan, hubungan antarkeyakinan berbeda agama, berbeda suku, berbeda kepentingan politik, golongan politik, partai politik, atau non-partican figure. Pola relasi individu di hadapan atasannya, bersama kesebayaan, dan kepada bawahannya.
Pola-pola relasi tersebut memberi rekomendasi kepada kita bahwa, untuk memengaruhi seseorang maka kita harus mengerti konsep siapa memengaruhi siapa dan dengan cara bagaimana memengaruhinya.
4. Political Method
Sama dengan ilmu-ilmu lainnya yang berkembang makin pesat, ilmu-ilmu politik juga memuat khasanah yang mampu meladeni dinamika masyarakat politik yang sedang berkembang tersebut.
Asalkan dengan metode yang benar, bertanggung jawab, seseorang atau partai politik dapat diprediksikan kemenangannya. Seperti dilakukan Gallup Poll dan Social Weather Stations di Amerika, umumnya hasilnya benar dan kredibel. Sejumlah lembaga survei di Indonesia.
Untuk mengetahui kehendak jutaan pemilih, kita tak perlu menanyakan seorang demi seorang. Ibaratnya, kita cukup minum semangkuk untuk mengetahui rasa segentong sop tersebut.
2. Rumus Pemenangan
■ Rumus
Routes
Electability
Likeability
Popularity
DescriptionKetika orang sudah mengenal, juga
sudah cocok dengannya, lalu dengan rela akan memilih kepada sang
calon. Elektabilitas juga menyangkut ketiadaan faktor-faktor yang
membuat orang tak memasalahkannya lagi.
Masyarakat pemilih bisa saja mengenal kandidat. Namun apabila
tidak menyukainya, muskil akan menjatuhkan pilihan kepadanya. Suka adalah bersesuaian antara
pikiran dengan tindakan. Kesukaan juga terkait persesuaian program.
Pertama-tama, secara umum orang mengenal siapa diri calon. Mengenal latar belakang. Sulit seseorang akan memilih kepada seseorang apabila tak mengenalnya. Mengenal kita adalah sosok, bibit, bebet, dan
bobotnya. Juga track record-nya.
Frame Programme
Komitmen para pemilih berasal dari dua langkah pertama. Maka
perbesar komitmen agar tak pindah ke lain pilihan. Juga aksi-aksi yang bisa saja mengganggu,
seperti pencegahan terhadap politik uang.
Expectancy mesti dibangun, melalui engagement, micro
messaging dari program yang dijalankan. Dari sini terbangun
image positif kepada calon atau partai politik. Public image
opinion building mutlak adanya.
Strategi dirancang setepat mungkin. Dilakukan secara
mediated exposure, baik offline maupun online. Kampanye
massa, canvassing, door to door campaign, interaction,
relationship, gamification.
■ Bagaimana Memenangkan Pemilu?
● Bagaimana agar setiap orang yang hadir dan memberikan suaranya di TPS, adalah untuk memilih dirinya? ● Strategi apa yang mesti dilakukannya Bagaimana caranya?● Bagaimana persiapan, pelaksanaan, dan cara mengamankan perolehan suara?Managemen Kampanye diperlukan untuk menjawab itu semua.
Pertanyaan yang selalu menggelayut dalam
benak setiap kandidat:
● Perlunya Managemen Kampanye
Dengan mendasarkan pada Rute Kemenangan yang dirumuskan di atas, untuk memenangkan Pemilu maka sangat tergantung pada bagaimana memanage pemenangan Pemilu.
Ada sejumlah langkah yang harus diperhatikan, agar kampanye yang dilakukan mencapai tujuan dan target yang diinginkan. Target yang diinginkan adalah kemenangan calon atau kandidat.
Langkah-langkah tersebut adalah:
3. Pengorganisasi
Kampanye
● SWOT Analysis
4. Pemetaan Pemilih
Steffen W Schmidt, Mack C
Shelley, and Barbara A
Bardes, dalam buku ”American Government and
Politics Today: 2004-2005 Brief
Edition”. Belmont:
Wadsworth Group.
Page: 196-2001
■ Factors influencing who votesA clear association exist between voters participation and the following characteristic:
1. Age, is a strong factor in determining voter turnout on election day. The reported turnout increases with older age groups. Greater participation with age is very likely due to the fact that older voters are more settled in their lives, are already registered, and have had more time to experience voting as an expected activity;
2. Educational attainment. Education also influence voter turnout. In general, the more education you have, the more likely you are to vote.
3. Minority status. Race and ethnicity are important, too, in determining the level of votes turnout;
4. Income level. Whealthier people tend to be overrepresented among voters who turout on election day; and
5. Two-party. Another factor in voter turnout is the extent to which elections are competitive within a state. More competitive states generally have higher turnout rates, and turnout increases considerably in states where there is a higly competitive race in a particular year.
■ How do voters decide?Generally, the factors that influence voting decisions can be divide into two groups: Sosio-economic and demographic factors, and psy-chological factors.
■ Socioeconomic and demographic Factorsa number of socioeconomic and demographic factors appear to influence voting behavior, including:
1. Education2. Income and socioeconomic status3. Religions4. Race5. Gender6. Geographic region.
■ Psychological factors
1. Party identification. With the possible exception of race, party identification has been the most importanty determinant of voting vehavior in national elections.
2. Perception of the candidates. The image of the candidate also seems to be important in a voter’s choice for president. To same excent, voter attitudes toward candidates are based on emotions (such as trust) rather than on any judgment about experience or policy.
3. Issue preferences. Issues make difference in presidential and congressional elections. Although personality or image factors may be very persuasive, most voters have some nation of how the candidates differ on basic issues or at least know which candidate want a change in the direction of government policy.
5. Strategi
Joy Cushman (ed.). 2012., dalam buku
”Campaigning To Engage And Win A Guide to Leading Electoral
Campaigns”. New York:
New Organizing Institute.Page: 5
6. Media Massa
7. Targetting Voters
8. Fund Raising
90
BIO DATA ● Nur Hidayat Sardini, Staf Pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, Semarang; ● Tempat dan Lahir, Pekalongan 10 Oktober 1969; ● Pengampu Mata Kuliah, Pemilu dan Partai Politik, Pengantar Negosiasi, Analisi Kebijakan Infrastruktur, Pemikiran Politik Islam, Pengantar Informasi dan Teknologi, pernah pula mengajar Sejarah Indonesia, Sistem Pemerintahan Republik Indonesia, Pemikiran Politik Klasik, Pemikiran Politik Kontemporer, Sistem Politik Indonesia; ● Pengalaman, Ketua Badan Pengawas Pemilu [Bawaslu, 2008-2011], anggota dan juru bicara Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu [DKPP, 2012-2017], Ketua Panwaslu Jawa Tengah dalam Pemilu 2004; ● Pendidikan, Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah (MIS) Kertoharjo Buaran Pekalongan, SMP Islam Simbang Wetan Buaran Pekalongan, SMA Negeri 2 Pekalongan, Jur Ilmu Pemerintahan Fisip Undip, Jurusan Ilmu Politik Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia Jakarta, dan Mahasiswa Disertasi Ilmu Politik Universitas Padjajaran; Buku, Restorasi Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia [2012], Menuju Pengawasan Pemilu Efektif, dan Kepemimpinan Pengawasan Pemilu, dan tulisan di media massa dan jurnal; ● Alamat Kampus Fisip Undip, Jurusan Ilmu Pemerintahan, Jalan Prof Sudharto, Tembalang, Semarang; Sekretariat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu [DKPP], Gedung BAWASLU lantai 5 Jalan MH Thamrin 14 Jakarta Pusat; ● Kontak, 0813.1969.1969, akun twitter @nurhidayatsardi, email [email protected], [email protected], facebook Nur Hidayat Sardini, web www.nurhidayatsardini.com ■
Top Related