59
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Hasil Uji Coba Instrumen Tes
Data uji coba tes kemampuan berpikir kritis matematis diperoleh dari uji coba
tes kemampuan berpikir kritis matematis yang terdiri dari 6 soal pada siswa di
luar populasi sampel penelitian. Uji coba tes dilakukan pada 34 siswa VIII MTs
Negeri 1 Bandar Lampung pada tanggal 5 Agustus 2017. Data hasil uji coba
tersebut secara umum siswa kelas VIII dapat mengerjakannya dengan baik karena
materi soal yang diujicobakan sudah pernah diberikan sebelumnya, untuk
selengkapnya hasil uji coba dapat dilihat pada Lampiran 7.
1. Validitas Tes
Upaya untuk mendapatkan data yang akurat maka tes yang digunakan dalam
penelitian ini harus memenuhi kriteria yang baik. Uji coba tes dimaksud untuk
mengetahui apakah item soal dapat mengukur apa yang hendak diukur. Adapun
hasil analisis validitas item soal tes kemampuan berpikir kritis matematis dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
60
Tabel 4.1
Validitas Item Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
No. Item
Tes
(Koefisien
Korelasi)
Interprestasi Kriteria Keputusan
1 0,737 0,591 > 0,339 Valid dipakai
2 0,739 0,437 > 0,339 Valid dipakai
3 0,621 0,423 > 0,339 Valid dipakai
4 0,649 0,495 > 0,339 Valid dipakai
5 0,789 0,680 > 0,339 Valid dipakai
6 0,614 0,385 > 0,339 Valid dipakai
Sumber : Pengolahan data (perhitungan pada lampiran 8 dan 9)
Berdasarkan hasil perhitungan validitas item soal tes terhadap 6 item soal
yang diujicobakan menunjukkan keenam item soal tergolong valid dengan nilai
= 0,385 s.d 0,591, hasil tersebut menunjukkan keenam item soal dapat
diujikan kepada sampel penelitian.
2. Uji Tingkat Kesukaran
Uji tingkat kesukaran pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
soal yang diujikan tergolong terlalu sukar, sedang dan terlalu mudah. Adapun
hasil analisis tingkat kesukaran item soal dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.2
Tingkat Kesukaran Item Soal tes
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
No. Item Soal Tingkat Kesukaran Keterangan
1 0,461 sedang
2 0,706 mudah
3 0,494 sedang
4 0,583 sedang
5 0,675 sedang
6 0,482 sedang
Sumber: Pengolahan Data (Perhitungan pada Lampiran 10 dan 11)
61
Hasil perhitungan tingkat kesukaran butir tes terhadap 6 butir soal yang
diujicobakan menunjukkan terdapat satu item soal yang tergolong terlalu mudah
(tingkat kesukaran > 0,70) yaitu butir soal nomor dua, selain itu item soal yang
tergolong sedang (0,30 ≤ tingkat kesukaran ≤ 0,70) yaitu butir soal nomor 1,3,4,5,
dan 6. Item soal yang tergolong sedang digunakan dalam penelitian ini karena
butir-butir item tes hasil belajar tersebut dapat dinyatakan sebagai butir-butir item
yang baik bila butir-butir item tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula selalu
mudah yaitu butir-butir item tes sedang.
3. Uji Daya Beda
Uji daya beda pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh
kemampuan butir soal dapat membedakan antara siswa yang menjawab benar
dengan siswa yang tidak menjawab benar. Adapun hasil analisis daya pembeda
butir soal tes kemampuan berpikir kritis matematis dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 4.3
Daya Pembeda Item Soal Tes
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
No. Item Soal Daya Beda Interprestasi
1 0,30 Cukup
2 0,22 Cukup
3 0,21 Cukup
4 0,23 Cukup
5 0,28 Cukup
6 0,22 Cukup
Sumber : Pengolahan data (perhitungan pada lampiran 12 dan 13)
Berdasarkan hasil perhitungan daya beda butir tes (Lampiran 12 dan 13)
menunjukkan bahwa enam item soal tergolong klasifikasi cukup (0,20 < DP ≤
62
0.40) dan enam soal tesebut digunakan dalam tes berpikir kritis matematis karena
dapat mengukur seberapa jauh kemampuan butir soal dapat membedakan antara
siswa yang menjawab benar dengan siswa yang tidak menjawab benar.
4. Reliabilitas
Instrumen yang valid pada soal uji coba tes kemampuan berpikir kritis
matematis terdapat 6 soal yang dikategorikan sebagai item soal valid. Upaya
untuk mengetahui apakah item soal tersebut dapat digunakan kembali atau tidak,
maka penulis melakukan uji reliabilitas terhadap 6 soal tersebut dengan
menggunakan rumus alpha diperoleh = 0,7784 setelah koefisien alpha
diperoleh, maka tolak ukur untuk diinterpretasikan dengan derajat reliabilitas nilai
0,70 dan intepretasinya adalah reliabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa soal
tersebut reliabel. Adapun hasil analisis reliabilitas instrumen soal yang dipakai
dijelaskan lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 14 dan 15.
Tabel 4.4
Rangkuman Hasil Uji Instrumen
No. Item
Tes
Tingkat
Kesukaran Daya Beda Reliabilitas
1 0,591 0,461 0,30
0,7784
2 0,437 0,706 0,22
3 0,423 0,494 0,21
4 0,495 0,583 0,23
5 0,680 0,675 0,28
6 0,385 0,482 0,22
Berdasarkan pembahasan di atas soal yang dapat digunakan pada
penelitian ini adalah semua soal dari nomor 1 sampai 6. Soal nomor 2 meskipun
memiliki tingkat kesukaran yang tergolong mudah namun tetap tergolong cukup
63
dengan nilai daya beda 0,22 dan tetap dapat digunakan untuk membedakan antara
siswa berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah. Reliabilitas enam soal
yang dapat digunakan dan diuji cobakan memiliki tingkat keajegan atau
konsistensi hasil pengukuran yang tinggi yaitu = 0,7784.
B. Analisis Data Hasil Penelitian
1. Data amatan skor kemampuan berpikir kritis matematis
Pengambilan data dilakukan setelah proses pembelajaran pada materi
persamaan linear satu variabel. Perangkat pembelajaran dapat dilihat pada
Lampiran 19. Setelah data kemampuan berpikir kritis siswa pada materi
persamaan linear terkumpul baik dari kelas eksperimen maupun kelas kontrol,
diperoleh nilai tertinggi ( ), nilai terendah ( ), pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol dan dicari ukuran tendensi sentral meliputi rataan , median (Me),
modus, (Mo), serta ukuran variansi kelompok meliputi jangkauan (R) dan
simpangan baku (S) yang dapat dirangkum pada tabel berikut ini:
Tabel 4.5
Deskripsi Data Amatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas Ukuran Tendensi
Sental
Ukuran Variansi
Kelompok
Me Mo R S
Eksperimen 100 35 76,50 75 75 65 13,32
Kontrol 100 27 63,53 63 58 73 17,80
Sumber: Pengolahan data (Perhitungan pada Lampiran 26)
Berdasarkan hasil analisis deskriptif di atas nilai maksimum yang didapat
kelas eksperimen dan kelas kontrol sama yaitu 100. Nilai minimum untuk kelas
eksperimen 35 sedangkan kelas kontrol 27, berarti kelas eksperimen mempunyai
64
nilai lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Ukuran tendensi sentral atau nilai
dalam rangkaian data yang mewakili rangkaian data tersebut memiliki nilai rata-
rata hitung ( ) 76,50 untuk kelas eksperimen dan 63,53 untuk kelas kontrol
sedangkan nilai tengah dari gugusan data yang telah diurutkan dari data terkecil
sampai terbesar atau sebaliknya memiliki nilai median
(Me) 75 untuk kelas eksperimen dan 63 untuk kelas kontrol, nilai yang sering
muncul pada eksperimen yaitu 75 dan pada kelas kontrol 58. Rentang yang
didapat dari kelas eksperimen 65 sedangkan rentang pada kelas kontrol 73. Nilai-
nilai di atas dapat memberikan gambaran bahwa rata-rata kemampuan berpikir
kritis siswa berbeda antar kelas eksperimen dan kelas kontrol.
2. Uji Prasyarat Data Amatan
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data
berdistribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan prasyarat pertama dalam
menentukan uji hipotesis yang akan dilakukan. Uji normalitas data dengan
menggunakan Liliefors terhadap hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis
siswa dilakukan pada masing-masing kelompok data yaitu kelompok eksperimen
(kelompok ), (kelompok ) kelompok gaya kognitif Field Independent
(kelompok baris ), kelompok gaya kognitif Field Dependent (kelompok baris
).
Perhitungan uji normalitas data kemampuan berpikir kritis matematis siswa
pada masing-masing kelas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 27-30.
65
Rangkuman hasil uji normalitas kelompok data tersebut disajikan pada tabel
berikut:
Tabel 4.6
Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
No. Kelas Keputusan
Uji
1 Eksperimen ( ) 0,091 0,150 diterima
2 Kontrol ( ) 0,094 0,147 diterima
3 Gaya Kognitif FD ( ) 0,137 0,197 diterima
4 Gaya Kognitif FI ( ) 0,095 0,123 diterima
Sumber: pengolahan data (perhitungan pada Lampiran 27-30)
Berdasarkan hasil uji normalitas kemampuan berpikir kritis matematis yang
terangkum dalam tabel di atas, terlihat kelas eksperimen ( ) memiliki nilai
= 0,091 < = 0,150, maka diterima. diterima menunjukkan
bahwa kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Kelas kontrol ( )
memiliki nilai = 0,094 < = 0,147, maka diterima. Hal tersebut
berarti kelas berasal dari populasi berdistribusi normal. Gaya kognitif field
dependent ( ) memiliki nilai = 0,137 < = 0,197, maka
diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelas berasal dari populasi
berdistribusi normal. Gaya kognitif field independent ( ) memiliki nilai
= 0,095 < = 0,123, maka diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi 5% nilai untuk setiap kelas
kurang dari sehingga hipotesis nol untuk setiap kelas diterima. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa data pada setiap kelas berasal dari populasi
yang berdistribusi normal.
66
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah bebarapa varians
populasi data adalah sama atau tidak. Uji ini dilakukan sebagai prasyarat kedua
dalam menentukan uji hipotesis yang akan digunakan. Uji homogenitas dilakukan
pada data variabel terikat yaitu kemampuan berpikir kritis matematis pada materi
persamaan linear satu variabel. Uji homogenitas dengan taraf signifikansi (α) =
5% telah tercantum pada rangkuman tabel berikut:
Tabel 4.7
Hasil Uji Homogenitas
No. Kelompok
Kesimpulan
1 A1 dan A2 3,481 3,251 H0 diterima
2 B1 dan B2 3,481 0,007 H0 diterima
3 A1B1 dan A1B2 3,481 2,065 H0 diterima
4 A2B1 dan A2B2 3,481 0,038 H0 diterima
5 A1B1 dan A2B1 3,481 1,740 H0 diterima
6 A1B2 dan A2B2 3,481 3,305 H0 diterima
Sumber : pengolahan data (perhitunan pada Lampiran 31)
Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa harga masing-masing kelompok tidak
melebihi harga kritiknya, <
. Dari hasil perhitungan antar kelas
eksperimen dan kontrol diperoleh = 3,251 dengan
= 3,841 sehingga
H0 diterima. Hal ini berarti kedua populasi memiliki variansi yang homogen.
Perhitungan antar gaya kognitif diperoleh = 0,007 dengan
=
3,841 sehingga H0 diterima. Hal tersebut menandakan bahwa kedua populasi
memiliki variansi yang homogen. Perhitungan antar gaya kognitif kelas
eksperimen diperoleh = 2,065 dengan
= 3,841 sehingga H0
diterima. Hal ini menandakan bahwa kedua populasi memiliki variansi yang
67
homogen. Perhitungan antar gaya kognitif kelas kontrol = 0,038
dengan = 3,841 sehingga H0 diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kedua populasi memiliki variansi yang homogen. Perhitungan antar kognitif
FD diperoleh = 1,740 dengan
= 3,841 sehingga H0 diterima. Hal
tersebut berarti kedua populasi memiliki variansi yang homogen. Perhitungan
antar gaya kognitif FI diperoleh = 3,305 dengan
= 3,841 sehingga
H0 diterima. Hal ini berarti kedua populasi memiliki variansi yang homogen.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa sampel berasal dari populasi
yang homogen.
3. Uji Hipotesis Penelitian
Setelah diketahui data berasal dari populasi berdistribusi normal dan dari
populasi yang sama (homogen), maka dapat dilanjutkan uji hipotesis dengan
menggunakan uji parametrik yaitu uji analisis variansi (ANAVA). Uji hipotesis
dalam penelitian ini menggunakan uji analisis variansi (ANAVA) dua jalan sel tak
sama.
a. Analisis Variansi (ANAVA) Dua Jalan Sel Tak Sama
Setelah data terkumpul dapat dilakukan penganalisaan data yang digunakan
untuk menguji hipotesis. Hasil perhitungan ANAVA dua jalan sel tak sama dapat
dilihat pada tabel berikut:
68
Tabel 4.8
Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama
Sumber JK dK RK
Perlakuan (A) 1040,490 1 1040,490 4,768 3,984
Gaya Kognitif (B) 2117,906 1 2117,906 9,705 3,984
Interaksi (AB) 22,901 1 22,901 0,105 3,984
Galat 14621,459 67 218,231 - -
Total 17802,755 70 - - -
Sumber : Pengolahan data (perhitungan pada Lampiran 32)
Berdasarkan data di atas tampak bahwa Jumlah Kuadrat (JK) perlakuan model
pembelajaran sebesar 1040,490. Jumlah kuadrat gaya kognitif sebesar 2117,906.
Jumlah kuadrat interaksi model pembelajaran dengan gaya kognitif sebesar
22,901. Jumlah kuadrat galat sebesar 14621,459. Jumlah kuadrat total sebesar
17802,755. Derajat Kebebasan (Dk) untuk perlakuan model pembelajaran sebesar
1. Derajat kebebasan gaya kognitif sebesar 1. Derajat kebebasan galat sebesar 67.
Derajat kebebasan total sebesar 70. Rataan Kuadrat (RK) untuk perlakuan model
pembelajaran sebesar 1040,490. Rataan kuadrat gaya kognitif sebesar 2117,906.
Rataan kuadrat interaksi model pembelajaran dengan gaya kognitif sebesar
22,901. Rataan kuadrat galat sebesar 218,231.
Berdasarkan tabel 4.8 perhitungan pengujian analisis data (perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 34) dapat disimpulkan bahwa:
a. = 4,768 dan taraf signifikansi 5% diperoleh = 3,984 sehingga
> yang menunjukkan bahwa H0A ditolak, artinya terdapat
pengaruh antara model pembelajaran ARIAS terintegrasi model
pembelajaran Two Stay Two Stray terhadap kemampuan berpikir kritis
matematis.
69
b. = 9,705 dan taraf signifikansi 5% diperoleh = 3,984 sehingga
> yang menunjukkan bahwa H0B ditolak, hal ini berarti
terdapat pengaruh antara gaya kognitif terhadap kemampuan berpikir kritis
matematis.
c. = 0,105 dan taraf signifikansi 5% diperoleh = 3,984 sehingga
< yang menujukkan bahwa H0AB diterima, dengan demikian
tidak terdapat interaksi antara perlakuan pembelajaran dengan kategori
gaya kognitif siswa terhadap kemampuan berpikir kritis matematis.
C. Pembahasan
Penelitian ini mempunyai dua variabel yang menjadi objek penelitian, yaitu
variabel bebas berupa model pembelajaran ARIAS terintegrasi model
pembelajaran TSTS dan gaya kognitif serta variabel terikatnya kemampuan
berpikir kritis matematis. Model pembelajaran ARIAS terintegrasi model
pembelajaran TSTS adalah usaha pertama dalam kegiatan pembelajaran untuk
menanamkan rasa yakin/percaya diri pada siswa dengan kegiatan pembelajaran
ada relevansinya dengan kehidupan siswa, berusaha menarik dan memelihara
minat/perhatian siswa yang diintegrasikan dengan pembagian kelompok dengan
metode dua tinggal dua bertamu.
Penelitian mengambil dua kelas sebagai sampel penelitian yaitu kelas 7C yang
berjumlah 35 siswa sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan model
pembelajaran ARIAS terintegrasi TSTS dan kelas 7H yang berjumlah 36 siswa
sebagai kelas kontrol dengan menggunakan metode ceramah, materi yang
70
diajarkan pada penelitian ini adalah materi persamaan linear satu variabel. Data-
data pengujian hipotesis dikumpulkan penulis dengan mengajarkan materi
persamaan linear satu variabel pada kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-
masing 3 kali pertemuan yaitu 2 kali pertemuan dilaksanakan untuk proses belajar
mengajar dan 1 kali pertemuan dilaksanakan untuk evaluasi atau tes akhir siswa
sebagai pengambilan data penelitian dengan bentuk tes kemampuan berpikir kritis
matematis. Soal tes akhir tersebut adalah instrumen yang sesuai dengan kriteria
soal kemampuan berpikir kritis matematis dan sudah diuji validitas, reliabilitas,
daya beda, dan tingkat kesukaran sebagai uji kelayakan soal. Sampel yang
digunakan untuk menguji adalah siswa kelas VIII A MTs Negeri 1 Bandar
Lampung yang berjumlah 34 siswa.
Adapun hasil analisis butir soal terkait uji kelayakan instrumen diperoleh hasil
uji dari 6 soal yang diujikan semua soal termasuk dalam kategori valid, 5 soal
yang termasuk dalam kategori sedang untuk tingkat kesukaran dan semua soal
termasuk dalam kategori cukup untuk daya beda. Begitupun dengan uji
reliabilitas, hasil perhitungan menunjukkan bahwa reliabilitas soal adalah baik.
Dengan demikian semua soal dapat digunakan pada penelitian ini karena soal
sudah memenuhi semua indikator kemampuan berpikir kritis matematis yang ada.
Berdasarkan hasil Analisis Variansi (ANAVA) dua jalan bahwa terdapat
pengaruh antara model pembelajaran ARIAS terintegrasi model pembelajaran
TSTS terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Kemudian terdapat
pula pengaruh antara gaya kognitif terhadap kemampuan berpikir kritis matematis
siswa. Namun tidak terdapat interaksi antara perlakuan pembelajaran dengan
71
kategori gaya kognitif siswa terhadap kemampuan berpikir kritis siswa, karena
tidak terdapat perbedaan interaksi antara eksperimen dan kontrol.
Model pembelajaran pada kelas eksperimen pada pertemuan pertama dimulai
dengan tahap assurance dimana guru mengawali pembelajaran dengan
menyampaikan apersepsi kepada siswa dan menanamkan pada siswa gambaran
positif terhadap diri sendiri untuk membantu siswa menyadari kekuatan dan
kelemahan diri agar tercipta rasa percaya diri siswa. Selanjutnya tahap relevance
guru mengemukakan tujuan atau manfaat pelajaran matematika yang berkaitan
dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap ini siswa diberikan materi persamaan
linear satu variabel dengan sub bab 4.1 yaitu memahami konsep persamaan linear
satu variabel. Tahap relevance melatih siswa untuk mencari relevansi materi
persamaan linear satu variabel terhadap fenomena di kehidupannya. Kemudian
dilanjutkan dengan kegiatan pembelajaran pada materi sub bab 4.2 yaitu
menyelesaikan persamaan menggunakan penjumlahan atau pengurangan. Dari
tahap ini siswa terlatih untuk memahami dan menjelaskan suatu informasi, selain
itu juga siswa terlatih untuk menginterpretasi hubungan antara fenomena yang
terjadi dengan materi yang diperoleh. Pada tahap ini disisipkan langkah-langkah
model pembelajaran TSTS yaitu guru menginstruksikan siswa untuk membentuk
kelompok dengan anggota 4 siswa dalam satu kelompok. Siswa diberikan tugas
atau LKT (Lembar Kerja Tugas) yang harus didikusikan dalam kelompok. Setelah
selesai berdiskusi dua anggota kelompok masing-masing bertamu ke kelompok
lain dan dua anggota lagi tinggal dalam kelompok untuk menerima tamu, siswa
yang tadinya masih banyak mengalami kesulitan dalam mengisi LKT menjadi
72
terbantu dan memudahkan mereka mengumpulkan informasi dari kelompok lain.
Kemudian tamu mohon diri kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain, setelah itu siswa mencocokkan
dan membahas hasil kerja mereka dengan yang didapat dari kelompok lain. Tahap
selanjutnya interest yaitu setelah diperoleh hasil diskusi, perwakilan kelompok
menjelaskan hasil diskusinya di depan kelas, jadi semua siswa memperhatikan
kelompok lain yang melakukan presentasi. Melalui kegiatan ini siswa dilatih
untuk mampu menganalisis permasalahan yang ada. Kemudian tahap assessment
yaitu siswa mengevaluasi hasil pekerjaan kelompoknya masing-masing dengan
mengolah apa yang diterima dari presentasi kelompok lain. Dengan adanya tahap
ini siswa dilatih untuk mampu mengevaluasi hasil kerja kelompoknya dan hasil
kerja kelompok lainnya. Selain itu juga siswa terlatih untuk membuat suatu
kesimpulan atau inferensi. Tahap terakhir satisfaction yaitu guru memberikan
penghargaan kepada siswa dengan ucapan “Bagus kalian telah menyelesaikannya
dengan baik sekali”. Pertemuan pertama berjalan kurang baik hal ini dikarenakan
banyak siswa yang bingung dan belum terbiasa dengan proses pembelajaran ini.
Proses pembelajaran pada pertemuan kedua, fase aktifitas kembali berjalan
dengan menerapkan tahap pada model pembelajaran ARIAS yang diintegrasikan
dengan model pembelajaran TSTS. Pada tahap assurance guru mengawali
pembelajaran dengan menyampaikan apersepsi untuk mengingat pembelajaran
sebelumnya yang sudah dipelajari oleh siswa dengan sub bab 4.1 yaitu memahami
konsep persamaan linear satu variabel. Pada tahap ini juga guru membantu siswa
menyadari kekuatan dan kelemahan apa yang ada pada diri siswa, hal ini
73
bertujuan agar tercipta rasa percaya diri siswa. Selanjutnya tahap relevance guru
mengemukakan tujuan atau manfaat pelajaran matematika yang berkaitan dalam
kehidupan sehari-hari. Lalu dilanjutkan dengan kegiatan pembelajaran pada
materi sub bab 4.2 yaitu menyelesaikan persamaan menggunakan penjumlahan
atau pengurangan. Tahap relevance melatih siswa untuk mencari relevansi materi
persamaan linear satu variabel terhadap fenomena di kehidupannya. Dari tahap ini
siswa terlatih untuk memahami dan menjelaskan suatu informasi, selain itu juga
siswa terlatih untuk menginterpretasi hubungan antara fenomena yang terjadi
dengan materi yang diperoleh. Pada tahap ini kembali disisipkan langkah-langkah
model pembelajaran TSTS yaitu guru menginstruksikan siswa untuk membentuk
kelompok dengan anggota 4 siswa dalam satu kelompok. Siswa diberikan tugas
atau LKT (Lembar Kerja Tugas) yang harus didikusikan dalam kelompok. Setelah
selesai berdiskusi dua anggota kelompok masing-masing bertamu ke kelompok
lain dan dua anggota lagi tinggal dalam kelompok untuk menerima tamu, siswa
yang tadinya masih banyak mengalami kesulitan dalam mengisi LKT menjadi
terbantu dan memudahkan mereka mengumpulkan informasi dari kelompok lain.
Kemudian tamu mohon diri kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain, setelah itu siswa mencocokkan
dan membahas hasil kerja mereka dengan yang didapat dari kelompok lain. Tahap
selanjutnya interest yaitu setelah diperoleh hasil diskusi, perwakilan kelompok
menjelaskan hasil diskusinya di depan kelas, jadi semua siswa memperhatikan
kelompok lain yang melakukan presentasi. Melalui kegiatan ini siswa dilatih
untuk mampu menganalisis permasalahan yang ada. Kemudian tahap assessment
74
yaitu siswa mengevaluasi hasil pekerjaan kelompoknya masing-masing dengan
mengolah apa yang diterima dari presentasi kelompok lain. Dengan adanya tahap
ini siswa dilatih untuk mampu mengevaluasi hasil kerja kelompoknya dan hasil
kerja kelompok lainnya. Selain itu juga siswa terlatih untuk membuat suatu
kesimpulan atau inferensi. Tahap terakhir satisfaction yaitu guru memberikan
penghargaan kepada siswa dengan ucapan “Bagus kalian telah menyelesaikannya
dengan baik sekali”. Pada pertemuan ini berjalan dengan baik, siswa dapat
mengisi LKT yang diberikan dan dapat melewati tahapan ARIAS dengan baik
karena siswa sudah terbiasa dengan langkah-langkah model pembelajaran ARIAS
terintegrasi model pembelajaran TSTS sehingga materi yang telah tersedia dalam
LKT dapat dipahami siswa. Siswa juga tampak senang dengan pembelajaran
menggunakan model ARIAS yang diintegrasikan dengan model pembelajaran
TSTS karena siswa merasa dapat termotivasi dalam proses pembelajaran
matematika, sehingga membuat peneliti semangat juga untuk melaksanakan
proses pembelajaran.
Berbeda dengan di kelas eksperimen, proses pembelajaran pada pertemuan
pertama di kelas kontrol berjalan seperti yang direncanakan pada RPP. Fase
pertama guru menyampaikan apersepsi terkait materi sewaktu di sekolah dasar
yang pernah dipelajari. Kemudian guru menjelaskan materi persamaan linear pada
sub bab 4.1 yaitu memahami konsep persamaan linear satu variabel. Pada fase ini
siswa mengamati apa yang dijelaskan oleh guru. Pembelajaran ini kurang
melibatkan siswa sehingga siswa tidak terlihat antusias. Siswa hanya
mendengarkan penjelasan guru dan mengumpulkan data yang didapat oleh guru.
75
Kemudian siswa mengerjakan soal dan tanya jawab, namun suasana kelas terlihat
kaku dan monoton karena siswa kurang aktif pada saat proses pembelajaran.
Begitu pula pertemuan selanjutnya, pada pertemuan kedua juga proses
pembelajaran berjalan sesuai yang ada pada RPP. Proses pembelajaran di awali
dengan guru menyampaikan apersepsi untuk mengingat materi yang sudah
disampaikan pada pertemuan sebelumnya, pada subbab 4.1 yaitu memahami
konsep persamaan linear satu variabel. Namun siswa juga kurang antusias untuk
mengingat kembali pembelajaran yang sudah dipelajari tersebut. Pada fase ini
guru melanjutkan memberikan materi dengan subbab 4.2 yaitu menyelesaikan
persamaan menggunakan penjumlahan atau pengurangan. Siswa mendengarkan
apa yang dijelaskan oleh guru, kemudian guru melakukan tanya jawab. Namun
hanya sedikit siswa yang mampu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.
Suasana pembelajaran dalam kelas tetap terlihat kaku dan monoton, karena hanya
guru yang aktif sedangkan sebagian siswa pasif. Pembelajaran pada kelas kontrol
tidak melatih kemampuan berpikir kritis matematis siswa.
Setelah dilaksanakan proses pembelajaran dengan materi persamaan linear satu
variabel di kelas eksperimen dan kelas kontrol, pada pertemuan ketiga dilakukan
evaluasi atau tes akhir untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis
siswa sebagai pengumpulan data hasil penelitian dan diperoleh siswa dari kelas
eksperimen dan kelas kontrol tersebut berbeda-beda. Salah satu penyebab skor
rata-rata hasil tes kemapuan berpikir kritis matematis siswa dari kelas eksperimen
dan kelas kontrol berbeda-beda adalah proses pembelajaran menggunakan model
pembelajaran ARIAS terintegrasi model pembelajaran TSTS menjadikan siswa
76
belajar lebih optimal. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Wulan
(2015), Ismail (2013) dan Dyah (2015), pembelajaran dengan model
pembelajaran ARIAS didapat bahwa siswa lebih termotivasi dan aktif dalam
proses pembelajaran, hal ini berdampak pada peningkatan kemampuan berpikir
kritis matematis yang lebih besar. Model ini juga melatih siswa untuk mampu
menginterpretasi, menganalisis, mengevaluasi, dan menginterpretasi sesuai
dengan indikator berpikir kritis, sehingga model ini dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis matematis. Sedangkan pada model pembelajaran
ekspositori menekankan pada situasi peneliti/guru mengajar bukan situasi siswa
belajar. Kondisi ini menyebabkan siswa kurang mampu untuk memahami materi
yang diajarkan.
Dari hasil penelitian ini, penulis temui bahwa adanya perbedaan gaya kognitif
dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kritis matematis. Hal ini disebabkan
karena siswa yang memiliki gaya kognitif field independent menyelesaikan
masalah matematika lebih baik dibanding gaya kognitif field dependent. Siswa
field independent memiliki kemampuan analitik yang kuat, siswa lebih menyukai
bidang-bidang yang membutuhkan keterampilan-keterampilan analitis seperti
matematika, cukup mampu bekerja sendirian, mempunyai kecenderungan untuk
mencapai prestasi lebih tinggi dari pada kecenderungan menghindari kegagalan,
siswa selalu optimis akan berhasil dan cenderung mencapai prestasi yang
maksimal. Selain itu siswa field independent yang tinggi dalam bertingkah laku
atau dalam mengerjakan sesuatu hal dalam lingkungan atau suatu kondisi ia dapat
memusatkan perhatiannya pada apa yang siswa lakukan atau kerjakan, tanpa
77
terpengaruh oleh keadaan lingkungan cenderung dapat mengacaukan
perhatiannya. Berbeda dengan siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent,
siswa bergaya kognitif ini cenderung memilih bidang-bidang yang melibatkan
hubungan-hubungan interpesonal, ilmu sastra dan manajemen perdagangan. Siswa
field independent umumnya lebih tertarik mengamati kerangka situasi sosial,
memahami wajah/cinta orang lain, tertarik pada pesan-pesan verbal dengan social
content, lebih memperhitungkan kondisi sosial eksternal sebagai feeling dan
memiliki sikap. Perbedaan karakteristik ini mengakibatkan kemampuan berpikir
kritis matematis siswa berbeda. Pada mata pelajaran matematika lebih
membutuhkan keterampilan-keterampilan analitis dalam mengerjakan soal
sehingga menjadi kesulitan bagi siswa field dependent tetapi sebaliknya menjadi
faktor yang mendorong keberhasilan bagi siswa field independent.
Model pembelajaran ARIAS terintegrasi model pembelajaran TSTS juga dapat
menumbuhkan rasa percaya diri siswa sehingga siswa dapat termotivasi dalam
pembelajaran dan adanya kegiatan diskusi mendorong siswa terlibat aktif
sehingga dapat dengan mudah mengolah informasi yang diterima serta dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa diakhir pembelajaran.
Sedangkan model pembelajaran ekspositori proses pembelajarannya kurang
menarik dan monoton sehingga siswa kurang aktif dan hasil tes kemampuan
berpikir kritis matematis pun kurang.
Berdasarkan uraian di atas, penggunaan model pembelajaran ARIAS
terintegrasi model pembelajaran TSTS dalam pembelajaran matematika
Top Related