BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisa...

20
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisa Hasil Uji Coba Instrumen Tes Data uji coba tes kemampuan berpikir kritis matematis diperoleh dari uji coba tes kemampuan berpikir kritis matematis yang terdiri dari 6 soal pada siswa di luar populasi sampel penelitian. Uji coba tes dilakukan pada 34 siswa VIII MTs Negeri 1 Bandar Lampung pada tanggal 5 Agustus 2017. Data hasil uji coba tersebut secara umum siswa kelas VIII dapat mengerjakannya dengan baik karena materi soal yang diujicobakan sudah pernah diberikan sebelumnya, untuk selengkapnya hasil uji coba dapat dilihat pada Lampiran 7. 1. Validitas Tes Upaya untuk mendapatkan data yang akurat maka tes yang digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria yang baik. Uji coba tes dimaksud untuk mengetahui apakah item soal dapat mengukur apa yang hendak diukur. Adapun hasil analisis validitas item soal tes kemampuan berpikir kritis matematis dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisa...

59

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisa Hasil Uji Coba Instrumen Tes

Data uji coba tes kemampuan berpikir kritis matematis diperoleh dari uji coba

tes kemampuan berpikir kritis matematis yang terdiri dari 6 soal pada siswa di

luar populasi sampel penelitian. Uji coba tes dilakukan pada 34 siswa VIII MTs

Negeri 1 Bandar Lampung pada tanggal 5 Agustus 2017. Data hasil uji coba

tersebut secara umum siswa kelas VIII dapat mengerjakannya dengan baik karena

materi soal yang diujicobakan sudah pernah diberikan sebelumnya, untuk

selengkapnya hasil uji coba dapat dilihat pada Lampiran 7.

1. Validitas Tes

Upaya untuk mendapatkan data yang akurat maka tes yang digunakan dalam

penelitian ini harus memenuhi kriteria yang baik. Uji coba tes dimaksud untuk

mengetahui apakah item soal dapat mengukur apa yang hendak diukur. Adapun

hasil analisis validitas item soal tes kemampuan berpikir kritis matematis dapat

dilihat pada tabel di bawah ini:

60

Tabel 4.1

Validitas Item Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

No. Item

Tes

(Koefisien

Korelasi)

Interprestasi Kriteria Keputusan

1 0,737 0,591 > 0,339 Valid dipakai

2 0,739 0,437 > 0,339 Valid dipakai

3 0,621 0,423 > 0,339 Valid dipakai

4 0,649 0,495 > 0,339 Valid dipakai

5 0,789 0,680 > 0,339 Valid dipakai

6 0,614 0,385 > 0,339 Valid dipakai

Sumber : Pengolahan data (perhitungan pada lampiran 8 dan 9)

Berdasarkan hasil perhitungan validitas item soal tes terhadap 6 item soal

yang diujicobakan menunjukkan keenam item soal tergolong valid dengan nilai

= 0,385 s.d 0,591, hasil tersebut menunjukkan keenam item soal dapat

diujikan kepada sampel penelitian.

2. Uji Tingkat Kesukaran

Uji tingkat kesukaran pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah

soal yang diujikan tergolong terlalu sukar, sedang dan terlalu mudah. Adapun

hasil analisis tingkat kesukaran item soal dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.2

Tingkat Kesukaran Item Soal tes

Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

No. Item Soal Tingkat Kesukaran Keterangan

1 0,461 sedang

2 0,706 mudah

3 0,494 sedang

4 0,583 sedang

5 0,675 sedang

6 0,482 sedang

Sumber: Pengolahan Data (Perhitungan pada Lampiran 10 dan 11)

61

Hasil perhitungan tingkat kesukaran butir tes terhadap 6 butir soal yang

diujicobakan menunjukkan terdapat satu item soal yang tergolong terlalu mudah

(tingkat kesukaran > 0,70) yaitu butir soal nomor dua, selain itu item soal yang

tergolong sedang (0,30 ≤ tingkat kesukaran ≤ 0,70) yaitu butir soal nomor 1,3,4,5,

dan 6. Item soal yang tergolong sedang digunakan dalam penelitian ini karena

butir-butir item tes hasil belajar tersebut dapat dinyatakan sebagai butir-butir item

yang baik bila butir-butir item tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula selalu

mudah yaitu butir-butir item tes sedang.

3. Uji Daya Beda

Uji daya beda pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh

kemampuan butir soal dapat membedakan antara siswa yang menjawab benar

dengan siswa yang tidak menjawab benar. Adapun hasil analisis daya pembeda

butir soal tes kemampuan berpikir kritis matematis dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 4.3

Daya Pembeda Item Soal Tes

Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

No. Item Soal Daya Beda Interprestasi

1 0,30 Cukup

2 0,22 Cukup

3 0,21 Cukup

4 0,23 Cukup

5 0,28 Cukup

6 0,22 Cukup

Sumber : Pengolahan data (perhitungan pada lampiran 12 dan 13)

Berdasarkan hasil perhitungan daya beda butir tes (Lampiran 12 dan 13)

menunjukkan bahwa enam item soal tergolong klasifikasi cukup (0,20 < DP ≤

62

0.40) dan enam soal tesebut digunakan dalam tes berpikir kritis matematis karena

dapat mengukur seberapa jauh kemampuan butir soal dapat membedakan antara

siswa yang menjawab benar dengan siswa yang tidak menjawab benar.

4. Reliabilitas

Instrumen yang valid pada soal uji coba tes kemampuan berpikir kritis

matematis terdapat 6 soal yang dikategorikan sebagai item soal valid. Upaya

untuk mengetahui apakah item soal tersebut dapat digunakan kembali atau tidak,

maka penulis melakukan uji reliabilitas terhadap 6 soal tersebut dengan

menggunakan rumus alpha diperoleh = 0,7784 setelah koefisien alpha

diperoleh, maka tolak ukur untuk diinterpretasikan dengan derajat reliabilitas nilai

0,70 dan intepretasinya adalah reliabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa soal

tersebut reliabel. Adapun hasil analisis reliabilitas instrumen soal yang dipakai

dijelaskan lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 14 dan 15.

Tabel 4.4

Rangkuman Hasil Uji Instrumen

No. Item

Tes

Tingkat

Kesukaran Daya Beda Reliabilitas

1 0,591 0,461 0,30

0,7784

2 0,437 0,706 0,22

3 0,423 0,494 0,21

4 0,495 0,583 0,23

5 0,680 0,675 0,28

6 0,385 0,482 0,22

Berdasarkan pembahasan di atas soal yang dapat digunakan pada

penelitian ini adalah semua soal dari nomor 1 sampai 6. Soal nomor 2 meskipun

memiliki tingkat kesukaran yang tergolong mudah namun tetap tergolong cukup

63

dengan nilai daya beda 0,22 dan tetap dapat digunakan untuk membedakan antara

siswa berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah. Reliabilitas enam soal

yang dapat digunakan dan diuji cobakan memiliki tingkat keajegan atau

konsistensi hasil pengukuran yang tinggi yaitu = 0,7784.

B. Analisis Data Hasil Penelitian

1. Data amatan skor kemampuan berpikir kritis matematis

Pengambilan data dilakukan setelah proses pembelajaran pada materi

persamaan linear satu variabel. Perangkat pembelajaran dapat dilihat pada

Lampiran 19. Setelah data kemampuan berpikir kritis siswa pada materi

persamaan linear terkumpul baik dari kelas eksperimen maupun kelas kontrol,

diperoleh nilai tertinggi ( ), nilai terendah ( ), pada kelas eksperimen dan

kelas kontrol dan dicari ukuran tendensi sentral meliputi rataan , median (Me),

modus, (Mo), serta ukuran variansi kelompok meliputi jangkauan (R) dan

simpangan baku (S) yang dapat dirangkum pada tabel berikut ini:

Tabel 4.5

Deskripsi Data Amatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol

Kelas Ukuran Tendensi

Sental

Ukuran Variansi

Kelompok

Me Mo R S

Eksperimen 100 35 76,50 75 75 65 13,32

Kontrol 100 27 63,53 63 58 73 17,80

Sumber: Pengolahan data (Perhitungan pada Lampiran 26)

Berdasarkan hasil analisis deskriptif di atas nilai maksimum yang didapat

kelas eksperimen dan kelas kontrol sama yaitu 100. Nilai minimum untuk kelas

eksperimen 35 sedangkan kelas kontrol 27, berarti kelas eksperimen mempunyai

64

nilai lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Ukuran tendensi sentral atau nilai

dalam rangkaian data yang mewakili rangkaian data tersebut memiliki nilai rata-

rata hitung ( ) 76,50 untuk kelas eksperimen dan 63,53 untuk kelas kontrol

sedangkan nilai tengah dari gugusan data yang telah diurutkan dari data terkecil

sampai terbesar atau sebaliknya memiliki nilai median

(Me) 75 untuk kelas eksperimen dan 63 untuk kelas kontrol, nilai yang sering

muncul pada eksperimen yaitu 75 dan pada kelas kontrol 58. Rentang yang

didapat dari kelas eksperimen 65 sedangkan rentang pada kelas kontrol 73. Nilai-

nilai di atas dapat memberikan gambaran bahwa rata-rata kemampuan berpikir

kritis siswa berbeda antar kelas eksperimen dan kelas kontrol.

2. Uji Prasyarat Data Amatan

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data

berdistribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan prasyarat pertama dalam

menentukan uji hipotesis yang akan dilakukan. Uji normalitas data dengan

menggunakan Liliefors terhadap hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis

siswa dilakukan pada masing-masing kelompok data yaitu kelompok eksperimen

(kelompok ), (kelompok ) kelompok gaya kognitif Field Independent

(kelompok baris ), kelompok gaya kognitif Field Dependent (kelompok baris

).

Perhitungan uji normalitas data kemampuan berpikir kritis matematis siswa

pada masing-masing kelas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 27-30.

65

Rangkuman hasil uji normalitas kelompok data tersebut disajikan pada tabel

berikut:

Tabel 4.6

Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

No. Kelas Keputusan

Uji

1 Eksperimen ( ) 0,091 0,150 diterima

2 Kontrol ( ) 0,094 0,147 diterima

3 Gaya Kognitif FD ( ) 0,137 0,197 diterima

4 Gaya Kognitif FI ( ) 0,095 0,123 diterima

Sumber: pengolahan data (perhitungan pada Lampiran 27-30)

Berdasarkan hasil uji normalitas kemampuan berpikir kritis matematis yang

terangkum dalam tabel di atas, terlihat kelas eksperimen ( ) memiliki nilai

= 0,091 < = 0,150, maka diterima. diterima menunjukkan

bahwa kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Kelas kontrol ( )

memiliki nilai = 0,094 < = 0,147, maka diterima. Hal tersebut

berarti kelas berasal dari populasi berdistribusi normal. Gaya kognitif field

dependent ( ) memiliki nilai = 0,137 < = 0,197, maka

diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelas berasal dari populasi

berdistribusi normal. Gaya kognitif field independent ( ) memiliki nilai

= 0,095 < = 0,123, maka diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa

kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil perhitungan

menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi 5% nilai untuk setiap kelas

kurang dari sehingga hipotesis nol untuk setiap kelas diterima. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa data pada setiap kelas berasal dari populasi

yang berdistribusi normal.

66

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah bebarapa varians

populasi data adalah sama atau tidak. Uji ini dilakukan sebagai prasyarat kedua

dalam menentukan uji hipotesis yang akan digunakan. Uji homogenitas dilakukan

pada data variabel terikat yaitu kemampuan berpikir kritis matematis pada materi

persamaan linear satu variabel. Uji homogenitas dengan taraf signifikansi (α) =

5% telah tercantum pada rangkuman tabel berikut:

Tabel 4.7

Hasil Uji Homogenitas

No. Kelompok

Kesimpulan

1 A1 dan A2 3,481 3,251 H0 diterima

2 B1 dan B2 3,481 0,007 H0 diterima

3 A1B1 dan A1B2 3,481 2,065 H0 diterima

4 A2B1 dan A2B2 3,481 0,038 H0 diterima

5 A1B1 dan A2B1 3,481 1,740 H0 diterima

6 A1B2 dan A2B2 3,481 3,305 H0 diterima

Sumber : pengolahan data (perhitunan pada Lampiran 31)

Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa harga masing-masing kelompok tidak

melebihi harga kritiknya, <

. Dari hasil perhitungan antar kelas

eksperimen dan kontrol diperoleh = 3,251 dengan

= 3,841 sehingga

H0 diterima. Hal ini berarti kedua populasi memiliki variansi yang homogen.

Perhitungan antar gaya kognitif diperoleh = 0,007 dengan

=

3,841 sehingga H0 diterima. Hal tersebut menandakan bahwa kedua populasi

memiliki variansi yang homogen. Perhitungan antar gaya kognitif kelas

eksperimen diperoleh = 2,065 dengan

= 3,841 sehingga H0

diterima. Hal ini menandakan bahwa kedua populasi memiliki variansi yang

67

homogen. Perhitungan antar gaya kognitif kelas kontrol = 0,038

dengan = 3,841 sehingga H0 diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa

kedua populasi memiliki variansi yang homogen. Perhitungan antar kognitif

FD diperoleh = 1,740 dengan

= 3,841 sehingga H0 diterima. Hal

tersebut berarti kedua populasi memiliki variansi yang homogen. Perhitungan

antar gaya kognitif FI diperoleh = 3,305 dengan

= 3,841 sehingga

H0 diterima. Hal ini berarti kedua populasi memiliki variansi yang homogen.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa sampel berasal dari populasi

yang homogen.

3. Uji Hipotesis Penelitian

Setelah diketahui data berasal dari populasi berdistribusi normal dan dari

populasi yang sama (homogen), maka dapat dilanjutkan uji hipotesis dengan

menggunakan uji parametrik yaitu uji analisis variansi (ANAVA). Uji hipotesis

dalam penelitian ini menggunakan uji analisis variansi (ANAVA) dua jalan sel tak

sama.

a. Analisis Variansi (ANAVA) Dua Jalan Sel Tak Sama

Setelah data terkumpul dapat dilakukan penganalisaan data yang digunakan

untuk menguji hipotesis. Hasil perhitungan ANAVA dua jalan sel tak sama dapat

dilihat pada tabel berikut:

68

Tabel 4.8

Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama

Sumber JK dK RK

Perlakuan (A) 1040,490 1 1040,490 4,768 3,984

Gaya Kognitif (B) 2117,906 1 2117,906 9,705 3,984

Interaksi (AB) 22,901 1 22,901 0,105 3,984

Galat 14621,459 67 218,231 - -

Total 17802,755 70 - - -

Sumber : Pengolahan data (perhitungan pada Lampiran 32)

Berdasarkan data di atas tampak bahwa Jumlah Kuadrat (JK) perlakuan model

pembelajaran sebesar 1040,490. Jumlah kuadrat gaya kognitif sebesar 2117,906.

Jumlah kuadrat interaksi model pembelajaran dengan gaya kognitif sebesar

22,901. Jumlah kuadrat galat sebesar 14621,459. Jumlah kuadrat total sebesar

17802,755. Derajat Kebebasan (Dk) untuk perlakuan model pembelajaran sebesar

1. Derajat kebebasan gaya kognitif sebesar 1. Derajat kebebasan galat sebesar 67.

Derajat kebebasan total sebesar 70. Rataan Kuadrat (RK) untuk perlakuan model

pembelajaran sebesar 1040,490. Rataan kuadrat gaya kognitif sebesar 2117,906.

Rataan kuadrat interaksi model pembelajaran dengan gaya kognitif sebesar

22,901. Rataan kuadrat galat sebesar 218,231.

Berdasarkan tabel 4.8 perhitungan pengujian analisis data (perhitungan

selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 34) dapat disimpulkan bahwa:

a. = 4,768 dan taraf signifikansi 5% diperoleh = 3,984 sehingga

> yang menunjukkan bahwa H0A ditolak, artinya terdapat

pengaruh antara model pembelajaran ARIAS terintegrasi model

pembelajaran Two Stay Two Stray terhadap kemampuan berpikir kritis

matematis.

69

b. = 9,705 dan taraf signifikansi 5% diperoleh = 3,984 sehingga

> yang menunjukkan bahwa H0B ditolak, hal ini berarti

terdapat pengaruh antara gaya kognitif terhadap kemampuan berpikir kritis

matematis.

c. = 0,105 dan taraf signifikansi 5% diperoleh = 3,984 sehingga

< yang menujukkan bahwa H0AB diterima, dengan demikian

tidak terdapat interaksi antara perlakuan pembelajaran dengan kategori

gaya kognitif siswa terhadap kemampuan berpikir kritis matematis.

C. Pembahasan

Penelitian ini mempunyai dua variabel yang menjadi objek penelitian, yaitu

variabel bebas berupa model pembelajaran ARIAS terintegrasi model

pembelajaran TSTS dan gaya kognitif serta variabel terikatnya kemampuan

berpikir kritis matematis. Model pembelajaran ARIAS terintegrasi model

pembelajaran TSTS adalah usaha pertama dalam kegiatan pembelajaran untuk

menanamkan rasa yakin/percaya diri pada siswa dengan kegiatan pembelajaran

ada relevansinya dengan kehidupan siswa, berusaha menarik dan memelihara

minat/perhatian siswa yang diintegrasikan dengan pembagian kelompok dengan

metode dua tinggal dua bertamu.

Penelitian mengambil dua kelas sebagai sampel penelitian yaitu kelas 7C yang

berjumlah 35 siswa sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan model

pembelajaran ARIAS terintegrasi TSTS dan kelas 7H yang berjumlah 36 siswa

sebagai kelas kontrol dengan menggunakan metode ceramah, materi yang

70

diajarkan pada penelitian ini adalah materi persamaan linear satu variabel. Data-

data pengujian hipotesis dikumpulkan penulis dengan mengajarkan materi

persamaan linear satu variabel pada kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-

masing 3 kali pertemuan yaitu 2 kali pertemuan dilaksanakan untuk proses belajar

mengajar dan 1 kali pertemuan dilaksanakan untuk evaluasi atau tes akhir siswa

sebagai pengambilan data penelitian dengan bentuk tes kemampuan berpikir kritis

matematis. Soal tes akhir tersebut adalah instrumen yang sesuai dengan kriteria

soal kemampuan berpikir kritis matematis dan sudah diuji validitas, reliabilitas,

daya beda, dan tingkat kesukaran sebagai uji kelayakan soal. Sampel yang

digunakan untuk menguji adalah siswa kelas VIII A MTs Negeri 1 Bandar

Lampung yang berjumlah 34 siswa.

Adapun hasil analisis butir soal terkait uji kelayakan instrumen diperoleh hasil

uji dari 6 soal yang diujikan semua soal termasuk dalam kategori valid, 5 soal

yang termasuk dalam kategori sedang untuk tingkat kesukaran dan semua soal

termasuk dalam kategori cukup untuk daya beda. Begitupun dengan uji

reliabilitas, hasil perhitungan menunjukkan bahwa reliabilitas soal adalah baik.

Dengan demikian semua soal dapat digunakan pada penelitian ini karena soal

sudah memenuhi semua indikator kemampuan berpikir kritis matematis yang ada.

Berdasarkan hasil Analisis Variansi (ANAVA) dua jalan bahwa terdapat

pengaruh antara model pembelajaran ARIAS terintegrasi model pembelajaran

TSTS terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Kemudian terdapat

pula pengaruh antara gaya kognitif terhadap kemampuan berpikir kritis matematis

siswa. Namun tidak terdapat interaksi antara perlakuan pembelajaran dengan

71

kategori gaya kognitif siswa terhadap kemampuan berpikir kritis siswa, karena

tidak terdapat perbedaan interaksi antara eksperimen dan kontrol.

Model pembelajaran pada kelas eksperimen pada pertemuan pertama dimulai

dengan tahap assurance dimana guru mengawali pembelajaran dengan

menyampaikan apersepsi kepada siswa dan menanamkan pada siswa gambaran

positif terhadap diri sendiri untuk membantu siswa menyadari kekuatan dan

kelemahan diri agar tercipta rasa percaya diri siswa. Selanjutnya tahap relevance

guru mengemukakan tujuan atau manfaat pelajaran matematika yang berkaitan

dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap ini siswa diberikan materi persamaan

linear satu variabel dengan sub bab 4.1 yaitu memahami konsep persamaan linear

satu variabel. Tahap relevance melatih siswa untuk mencari relevansi materi

persamaan linear satu variabel terhadap fenomena di kehidupannya. Kemudian

dilanjutkan dengan kegiatan pembelajaran pada materi sub bab 4.2 yaitu

menyelesaikan persamaan menggunakan penjumlahan atau pengurangan. Dari

tahap ini siswa terlatih untuk memahami dan menjelaskan suatu informasi, selain

itu juga siswa terlatih untuk menginterpretasi hubungan antara fenomena yang

terjadi dengan materi yang diperoleh. Pada tahap ini disisipkan langkah-langkah

model pembelajaran TSTS yaitu guru menginstruksikan siswa untuk membentuk

kelompok dengan anggota 4 siswa dalam satu kelompok. Siswa diberikan tugas

atau LKT (Lembar Kerja Tugas) yang harus didikusikan dalam kelompok. Setelah

selesai berdiskusi dua anggota kelompok masing-masing bertamu ke kelompok

lain dan dua anggota lagi tinggal dalam kelompok untuk menerima tamu, siswa

yang tadinya masih banyak mengalami kesulitan dalam mengisi LKT menjadi

72

terbantu dan memudahkan mereka mengumpulkan informasi dari kelompok lain.

Kemudian tamu mohon diri kembali ke kelompok mereka sendiri dan

melaporkan temuan mereka dari kelompok lain, setelah itu siswa mencocokkan

dan membahas hasil kerja mereka dengan yang didapat dari kelompok lain. Tahap

selanjutnya interest yaitu setelah diperoleh hasil diskusi, perwakilan kelompok

menjelaskan hasil diskusinya di depan kelas, jadi semua siswa memperhatikan

kelompok lain yang melakukan presentasi. Melalui kegiatan ini siswa dilatih

untuk mampu menganalisis permasalahan yang ada. Kemudian tahap assessment

yaitu siswa mengevaluasi hasil pekerjaan kelompoknya masing-masing dengan

mengolah apa yang diterima dari presentasi kelompok lain. Dengan adanya tahap

ini siswa dilatih untuk mampu mengevaluasi hasil kerja kelompoknya dan hasil

kerja kelompok lainnya. Selain itu juga siswa terlatih untuk membuat suatu

kesimpulan atau inferensi. Tahap terakhir satisfaction yaitu guru memberikan

penghargaan kepada siswa dengan ucapan “Bagus kalian telah menyelesaikannya

dengan baik sekali”. Pertemuan pertama berjalan kurang baik hal ini dikarenakan

banyak siswa yang bingung dan belum terbiasa dengan proses pembelajaran ini.

Proses pembelajaran pada pertemuan kedua, fase aktifitas kembali berjalan

dengan menerapkan tahap pada model pembelajaran ARIAS yang diintegrasikan

dengan model pembelajaran TSTS. Pada tahap assurance guru mengawali

pembelajaran dengan menyampaikan apersepsi untuk mengingat pembelajaran

sebelumnya yang sudah dipelajari oleh siswa dengan sub bab 4.1 yaitu memahami

konsep persamaan linear satu variabel. Pada tahap ini juga guru membantu siswa

menyadari kekuatan dan kelemahan apa yang ada pada diri siswa, hal ini

73

bertujuan agar tercipta rasa percaya diri siswa. Selanjutnya tahap relevance guru

mengemukakan tujuan atau manfaat pelajaran matematika yang berkaitan dalam

kehidupan sehari-hari. Lalu dilanjutkan dengan kegiatan pembelajaran pada

materi sub bab 4.2 yaitu menyelesaikan persamaan menggunakan penjumlahan

atau pengurangan. Tahap relevance melatih siswa untuk mencari relevansi materi

persamaan linear satu variabel terhadap fenomena di kehidupannya. Dari tahap ini

siswa terlatih untuk memahami dan menjelaskan suatu informasi, selain itu juga

siswa terlatih untuk menginterpretasi hubungan antara fenomena yang terjadi

dengan materi yang diperoleh. Pada tahap ini kembali disisipkan langkah-langkah

model pembelajaran TSTS yaitu guru menginstruksikan siswa untuk membentuk

kelompok dengan anggota 4 siswa dalam satu kelompok. Siswa diberikan tugas

atau LKT (Lembar Kerja Tugas) yang harus didikusikan dalam kelompok. Setelah

selesai berdiskusi dua anggota kelompok masing-masing bertamu ke kelompok

lain dan dua anggota lagi tinggal dalam kelompok untuk menerima tamu, siswa

yang tadinya masih banyak mengalami kesulitan dalam mengisi LKT menjadi

terbantu dan memudahkan mereka mengumpulkan informasi dari kelompok lain.

Kemudian tamu mohon diri kembali ke kelompok mereka sendiri dan

melaporkan temuan mereka dari kelompok lain, setelah itu siswa mencocokkan

dan membahas hasil kerja mereka dengan yang didapat dari kelompok lain. Tahap

selanjutnya interest yaitu setelah diperoleh hasil diskusi, perwakilan kelompok

menjelaskan hasil diskusinya di depan kelas, jadi semua siswa memperhatikan

kelompok lain yang melakukan presentasi. Melalui kegiatan ini siswa dilatih

untuk mampu menganalisis permasalahan yang ada. Kemudian tahap assessment

74

yaitu siswa mengevaluasi hasil pekerjaan kelompoknya masing-masing dengan

mengolah apa yang diterima dari presentasi kelompok lain. Dengan adanya tahap

ini siswa dilatih untuk mampu mengevaluasi hasil kerja kelompoknya dan hasil

kerja kelompok lainnya. Selain itu juga siswa terlatih untuk membuat suatu

kesimpulan atau inferensi. Tahap terakhir satisfaction yaitu guru memberikan

penghargaan kepada siswa dengan ucapan “Bagus kalian telah menyelesaikannya

dengan baik sekali”. Pada pertemuan ini berjalan dengan baik, siswa dapat

mengisi LKT yang diberikan dan dapat melewati tahapan ARIAS dengan baik

karena siswa sudah terbiasa dengan langkah-langkah model pembelajaran ARIAS

terintegrasi model pembelajaran TSTS sehingga materi yang telah tersedia dalam

LKT dapat dipahami siswa. Siswa juga tampak senang dengan pembelajaran

menggunakan model ARIAS yang diintegrasikan dengan model pembelajaran

TSTS karena siswa merasa dapat termotivasi dalam proses pembelajaran

matematika, sehingga membuat peneliti semangat juga untuk melaksanakan

proses pembelajaran.

Berbeda dengan di kelas eksperimen, proses pembelajaran pada pertemuan

pertama di kelas kontrol berjalan seperti yang direncanakan pada RPP. Fase

pertama guru menyampaikan apersepsi terkait materi sewaktu di sekolah dasar

yang pernah dipelajari. Kemudian guru menjelaskan materi persamaan linear pada

sub bab 4.1 yaitu memahami konsep persamaan linear satu variabel. Pada fase ini

siswa mengamati apa yang dijelaskan oleh guru. Pembelajaran ini kurang

melibatkan siswa sehingga siswa tidak terlihat antusias. Siswa hanya

mendengarkan penjelasan guru dan mengumpulkan data yang didapat oleh guru.

75

Kemudian siswa mengerjakan soal dan tanya jawab, namun suasana kelas terlihat

kaku dan monoton karena siswa kurang aktif pada saat proses pembelajaran.

Begitu pula pertemuan selanjutnya, pada pertemuan kedua juga proses

pembelajaran berjalan sesuai yang ada pada RPP. Proses pembelajaran di awali

dengan guru menyampaikan apersepsi untuk mengingat materi yang sudah

disampaikan pada pertemuan sebelumnya, pada subbab 4.1 yaitu memahami

konsep persamaan linear satu variabel. Namun siswa juga kurang antusias untuk

mengingat kembali pembelajaran yang sudah dipelajari tersebut. Pada fase ini

guru melanjutkan memberikan materi dengan subbab 4.2 yaitu menyelesaikan

persamaan menggunakan penjumlahan atau pengurangan. Siswa mendengarkan

apa yang dijelaskan oleh guru, kemudian guru melakukan tanya jawab. Namun

hanya sedikit siswa yang mampu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.

Suasana pembelajaran dalam kelas tetap terlihat kaku dan monoton, karena hanya

guru yang aktif sedangkan sebagian siswa pasif. Pembelajaran pada kelas kontrol

tidak melatih kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

Setelah dilaksanakan proses pembelajaran dengan materi persamaan linear satu

variabel di kelas eksperimen dan kelas kontrol, pada pertemuan ketiga dilakukan

evaluasi atau tes akhir untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis

siswa sebagai pengumpulan data hasil penelitian dan diperoleh siswa dari kelas

eksperimen dan kelas kontrol tersebut berbeda-beda. Salah satu penyebab skor

rata-rata hasil tes kemapuan berpikir kritis matematis siswa dari kelas eksperimen

dan kelas kontrol berbeda-beda adalah proses pembelajaran menggunakan model

pembelajaran ARIAS terintegrasi model pembelajaran TSTS menjadikan siswa

76

belajar lebih optimal. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Wulan

(2015), Ismail (2013) dan Dyah (2015), pembelajaran dengan model

pembelajaran ARIAS didapat bahwa siswa lebih termotivasi dan aktif dalam

proses pembelajaran, hal ini berdampak pada peningkatan kemampuan berpikir

kritis matematis yang lebih besar. Model ini juga melatih siswa untuk mampu

menginterpretasi, menganalisis, mengevaluasi, dan menginterpretasi sesuai

dengan indikator berpikir kritis, sehingga model ini dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis matematis. Sedangkan pada model pembelajaran

ekspositori menekankan pada situasi peneliti/guru mengajar bukan situasi siswa

belajar. Kondisi ini menyebabkan siswa kurang mampu untuk memahami materi

yang diajarkan.

Dari hasil penelitian ini, penulis temui bahwa adanya perbedaan gaya kognitif

dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kritis matematis. Hal ini disebabkan

karena siswa yang memiliki gaya kognitif field independent menyelesaikan

masalah matematika lebih baik dibanding gaya kognitif field dependent. Siswa

field independent memiliki kemampuan analitik yang kuat, siswa lebih menyukai

bidang-bidang yang membutuhkan keterampilan-keterampilan analitis seperti

matematika, cukup mampu bekerja sendirian, mempunyai kecenderungan untuk

mencapai prestasi lebih tinggi dari pada kecenderungan menghindari kegagalan,

siswa selalu optimis akan berhasil dan cenderung mencapai prestasi yang

maksimal. Selain itu siswa field independent yang tinggi dalam bertingkah laku

atau dalam mengerjakan sesuatu hal dalam lingkungan atau suatu kondisi ia dapat

memusatkan perhatiannya pada apa yang siswa lakukan atau kerjakan, tanpa

77

terpengaruh oleh keadaan lingkungan cenderung dapat mengacaukan

perhatiannya. Berbeda dengan siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent,

siswa bergaya kognitif ini cenderung memilih bidang-bidang yang melibatkan

hubungan-hubungan interpesonal, ilmu sastra dan manajemen perdagangan. Siswa

field independent umumnya lebih tertarik mengamati kerangka situasi sosial,

memahami wajah/cinta orang lain, tertarik pada pesan-pesan verbal dengan social

content, lebih memperhitungkan kondisi sosial eksternal sebagai feeling dan

memiliki sikap. Perbedaan karakteristik ini mengakibatkan kemampuan berpikir

kritis matematis siswa berbeda. Pada mata pelajaran matematika lebih

membutuhkan keterampilan-keterampilan analitis dalam mengerjakan soal

sehingga menjadi kesulitan bagi siswa field dependent tetapi sebaliknya menjadi

faktor yang mendorong keberhasilan bagi siswa field independent.

Model pembelajaran ARIAS terintegrasi model pembelajaran TSTS juga dapat

menumbuhkan rasa percaya diri siswa sehingga siswa dapat termotivasi dalam

pembelajaran dan adanya kegiatan diskusi mendorong siswa terlibat aktif

sehingga dapat dengan mudah mengolah informasi yang diterima serta dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa diakhir pembelajaran.

Sedangkan model pembelajaran ekspositori proses pembelajarannya kurang

menarik dan monoton sehingga siswa kurang aktif dan hasil tes kemampuan

berpikir kritis matematis pun kurang.

Berdasarkan uraian di atas, penggunaan model pembelajaran ARIAS

terintegrasi model pembelajaran TSTS dalam pembelajaran matematika

78

berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa ditinjau dari

gaya kognitif siswa kelas VII MTs Negeri 1 Bandar Lampung.