BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Film “?” Tanda Tanya
Gambar 4.1 Cover Film “?” Tanda Tanya
4.1.1 Tim Produksi
Produser Eksekutif : Erick Thohir
Produser : Hanung Bramantyo, Celerina Judisari
Sutradara : Hanung Bramantyo
Produser Pelaksana : Talita Amilia
Penata Fotografi : Yadi Sugandi
Penata Artistik : Fauzi
Penata Suara : Satrio Budiono, Shaft Daultsyah
Penata Musik : Tya Subiakto
Penulis Skenario : Titin Watimena
Pemilih Peran : Zaskia Adya Mecca
Penata Kostum dan Tata Rias : Retno Ratih Damayanti
Penyunting Gambar : Cesa David Luckmansyah
Foto Poster : CS Wijaya
Disain Poster : www.michaeltju.com
4.1.2 Penokohan
Tabel 4.1 Daftar Nama Tokoh Utama dan Karakter yang diperankan
Nama Peran Gambar Keterangan
Reza
Rahadian
Soleh
Seorang lelaki pengangguran yang
hidup dalam impiannya untuk
menjadi seseorang yang berarti bagi
istri, adik dan anaknya, namun
belum mendapatkan jalan yang baik.
Soleh akhirnya menjadi anggota
banser NU
http://www.michaeltju.com/
Revalina S
Temat
Menuk
Seorang perempuan yang cantik dan
soleha yakni istri dari Soleh. Cinta
Menuk kepada suaminya begitu
besar meski suaminya tidak
memiliki pekerjaan. Menuk memilih
Soleh daripada Hendra, anak dari
Tan Kat Sun yang keturunan
Tionghoa, karena Soleh beragama
Islam. Untuk mencukupi kebutuhan
mereka sehari-hari, Menuk bekerja
di di restoran Kanton Pak Tan.
Rio
Dewanto
Ping Hen
Anak dari Tan Kat Sun dan Lim
Giok Lie yang sedang mencari jati
diri. Dalam proses pencarian jati diri
tersebut, dia selalu bertentangan
dengan kedua orangtuanya, termasuk
dalam menjalankan usaha restoran.
Hendra atau Ping Hen jatuh cinta
pada Menuk dan merasa sakit hati
berkepanjangan karena Menuk lebih
memilih Soleh yang pengganguran
dikarenakan Soleh seorang Muslim.
Henky
Solaiman
Tan Kat
Sun
Seorang ayah dan pengusaha
restoran masakan Cina. Dalam
kondisi kesehatannya yang tidak
baik, pak Tan selalu bersikap positif
dan menghargai orang disekitarnya,
namun ia merasa jengkel dengan
sikap anaknya yang tidak peduli
terhadap usaha keluarga.
Agus
Kuncoro
Surya
Seorang pemuda yang memiliki
mimpi menjadi bintang film tetapi
selalu memerankan peranan-peranan
kecil. Surya mendapatkan peran
menjadi tokoh utama untuk pertama
kalinya dalam pementasan
penyalipan Yesus Kristus. Walaupun
seorang Muslim, Surya berhasil
memerankan dengan baik beberapa
peran yang dipercayakan olehnya.
Endhita Rika
Seorang janda beranak satu, pemilik
toko buku yang baru saja berpindah
agama. Karena status janda dan
keputusannya pindah agama, Rika
sering mendapat cemoohan dari para
tetangga, namun Rika tetap pada
pendiriannya. Rika juga harus
menghadapi protes dari anaknya,
Abi dan ibunya atas keputusannya
tersebut.
4.1.3 Sekilas tentang Film “?” Tanda Tanya
Film “?” Tanda Tanya produksi Mahaka Pictures dan Dapur Film
mengangkat pluralitas bangsa Indonesia dengan berbagai keberagaman
agama dan juga etnis serta permasalahan sosialnya. Paham pluralisme dalam
film ini terlihat pada narasi awal, “semua jalan setapak itu berbeda-beda,
namun menuju ke arah yang sama: mencari satu hal yang sama dengan satu
tujuan yang sama, yaitu Tuhan”.
Film garapan Hanung Bramantyo ini mengangkat cerita yang
cenderung sensitif di masyarakat Indonesia karena memberikan gambaran
keberagaman dan fenomena-fenomena yang terjadi di Indonesia, baik dan
buruknya. Hal ini menyebabkan pro-kontra di masyarakat menyikapi
rilisnya film ini.
Hanung Bramantyo mengangkat sosok Soleh yang mewakili Banser
Nahdlatul Ulama (NU), hal ini menuai protes dari Banser NU kota Surabaya
karena dianggap mendeskreditkan Islam dengan penggambaran sosok Soleh
yang mudah cemburu dan memiliki pemikiran dangkal.
Saat film ini menjadi wacana di masyarakat, banyak ancaman
pemboikotan Film “?” Tanda Tanya dari ormas-ormas Islam, seperti FPI,
MUI, dan NU. Film ini berhasil rilis pada tanggal 7 April 2011 lalu, tetapi
tak bertahan lama, hanya seminggu beredar di bioskop-bioskop karena
laporan ormas Islam tersebut.
Selain itu, FPI juga melakukan pencekalan pada Stasiun Televisi
SCTV yang akan menayangkan Film “?” Tanda Tanya saat Hari Raya Idul
Fitri. FPI menganggap bahwa SCTV turut membangun kebencian antar
umat beragama jika menayangkan film tersebut.
Selain kontroversinya tersebut, film “?” Tanda Tanya juga meraih
beberapa prestasi di dalam industri perfilman. Sejak penayangan Film “?”
Tanda Tanya pada 7 April 2011 di bioskop, penjualan tiket mencapai
120.000 selama 5 hari tayang. Selain itu film ini juga berhasil menjadi
nominator di Festival Film Indonesia (FFI) 2011 dan juga Festival Film
Bandung 2012 bahkan memenangkan salah satu nominasi.
Festival Film Indonesia (FFI) 2011:
Hanung Bramantyo menjadi nominator Sutradara Terbaik
Titien Watimena menjadi nominator Penulis Skenario Terbaik
Hanung Bramantyo menjadi nominator Penulis Cerita Asli Terbaik
Yadi Sugandi menjadi pemenang Pengarah Sinematografi Terbaik
Fauzi menjadi nominator Pengarah Artistik Terbaik
Cesa David Lucmansyah menjadi nominator Penyunting Gambar
Terbaik
Satrio Budiono dan Saft Daultsyah menjadi nominator Penata Suara
Terbaik
Agus Kuncoro menjadi nominator Pemeran Pendukung Pria Terbaik
Endhita menjadi nominator Pemeran Pendukung Wanita Terbaik
Festival Film Bandung 2012
Hanung Bramantyo menjadi nominator Sutradara Terpuji
Yadi Sugandi menjadi nominator Penata Kamera Terpuji
Tanda Tanya menjadi nominator Poster Terpuji Festival
4.1.4 Sinopsis Film “?” Tanda Tanya
Film “?” Tanda Tanya bercerita tentang fenomena keberagaman yang
ada di Indonesia, baik itu agama maupun etnis, dua hal yang sensitif dalam
kehidupan sosial masyarakat Indonesia saat ini. Film yang mengambil
setting di kota Semarang ini mengangkat beberapa kasus yang pernah terjadi
di Indonesia yang berlatar perbedaan agama dan etnis.
Dalam film ini menceritakan tentang Soleh (diperankan oleh Reza
Rahardian) suami dari Menuk (diperankan oleh Revalina S Temat) yang
merasa tidak berarti bagi keluarganya karena dia seorang pengangguran.
Sampai akhirnya Soleh menyuruh istrinya untuk menceraikan dirinya
karena merasa derajatnya lebih rendah dibanding Menuk yang memiliki
pekerjaan. Menuk bekerja oleh Tuan Tan Kat Sun (diperankan oleh Hengky
Solaiman) sebagai pelayan di restoran “Conton Chinnese Food”. Menuk
terpukul atas apa yang diucapkan suaminya, hingga pada akhirnya Soleh
datang menemui Menuk untuk meminta maaf dan mengabarkan bahwa ia
mendapatkan pekerjaan, pekerjaan yang selama ini dicita-citakan yakni
menjadi anggota Banser Nahdlatul Ulama (NU). Menuk kurang senang
mendengar berita itu, justru cenderung takut karena dia tahu bahwa tugas
seorang Banser NU sangat berresiko bahkan nyawa taruhannya.
Di sisi lain diceritakan tentang keluarga Tan Kat Sun, seorang
Tionghoa beragama Kong Hu Cu yang memiliki anak bernama Ping Hen
(diperankan oleh Rio Dewanto). Tan Kat Sun dikenal sebagai seseorang
yang memiliki toleransi agama yang tinggi karena pegawai yang bekerja di
restoran masakan Cina miliknya beragama Islam. Tan Kat Sun selalu
mengingatkan dan memberi waktu pegawainya untuk melaksanakan sholat
di tempat yang disediakan. Toleransi sangat kental padanya, ia mau
menjawab salam ketika Menuk mengucap “Assalammu’alaikum”, ia juga
menghargai umat muslim ketika menjalankan ibadah puasa dengan menutup
restorannya menggunakan kain putih serta memberi libur panjang kepada
pegawainya yang merayakan hari raya Idul Fitri. Berbeda dengan sifat orang
tuanya, Ping Hen memiliki sifat yang keras. Ia tidak memikirkan usaha
orang tuanya yang berjuang membesarkan usaha restoran mereka, ia lebih
sering menghabiskan waktu dengan bersenang-senang. Ia menjadi sosok
yang keras hati akibat luka masalalunya. Ia kecewa dengan hubungan
percintaan masalalunya bersama Menuk yang harus kandas karena
perbedaan agama diantara mereka dan Menuk lebih memilih Soleh yang
seagama.
Di lain sisi juga diceritakan tentang kehidupan Rika (diperankan oleh
Endhita) yang membuat keputusan besar dalam hidupnya yakni berpindah
agama. Semua berpikir bahwa kegagalan pernikahannyalah yang
menyebabkan ia mengambil keputusan menjadi seorang khatolik. Ia bercerai
dengan suaminya karena ingin berpoligami. Ketegaran Rika menarik
perhatian Surya (diperankan oleh Agus Kuncoro) yang peduli dengannya
dan Abi anaknya. Surya yang hanya seorang figuran yang memiliki mimpi
sebagai bintang film terkenal selalu ada untuk Rika dan Abi. Tak jarang
Rika juga membalas kebaikan Surya dengan menawarkan pekerjaan kepada
Surya. Meskipun mereka berbeda agama, tetapi mereka tetap mampu hidup
berdampingan dan memperlihatkan sikap toleransi. Konflik batin terjadi saat
Surya diberi tawaran memerankan tokoh Yesus dalam drama Paskah di
gereja tempat Rika beribadah. Tetapi setelah memantapkan hatinya ia mau
dan berhasil memerankan tokoh Yesus dengan apik.
Konflik sering terjadi ketika perbedaan tidak bisa di tolerir. Ketika
Ping Hen berusaha menggantikan tugas ayahnya untuk mengurus
restorannya, ia tidak memberikan waktu untuk pegawainya melaksanakan
sholat, ia juga melepas kain penutup restoran saat bulan puasa karena ia
berpikir dengan ditutupi kain, restoran menjadi sepi, bahkan lebaran Idul
Fitri yang biasanya lima hari, ia merubah kebijakan dengan memberi libur
hanya sehari. Hal ini membuat Soleh naik pitam dan membawa rombongan
menuju restoran “Conton Chinnese Food” untuk memporak porandakan isi
restoran karena dianggap tidak toleransi.
Selain mengangkat konflik, film ini juga menceritakan fenomena
penyelamatan gereja dari serangan terorisme berupa bom oleh anggota
banser NU, yang disini diwakili oleh sosok Soleh. Saat perayaan Natal,
Soleh yang sedang bertugas sebagai anggota banser NU menjaga gereja dan
menemukan kotak mencurigakan yang ternyata berisi rakitan bom. Ia
membawa bom itu keluar dan mengorbankan nyawanya demi
menyelamatkan semua orang.
Di akhir cerita digambarkan sosok Hendra atau Ping Hen berpindah
agama menjadi seorang Muslim dan menepati janjinya kepada Tan Kat Sun
sebelum ayahnya itu meninggal. Untuk mengenang jasa Soleh yang menjadi
pahlawan menyelamatkan jemaat gereja dari ancaman bom, maka gapura
masuk ke gang “Pasar Baru” dirubah menjadi “Pasar Soleh”.
4.2 Penyajian dan Analisis Data
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yakni penelitian Muhammad
Iqbal yang berjudul Konstruksi “Citra Islam” dalam Film Tanda Tanya “?”,
penulis berhasil mencari makna lain atau mematahkan konstruksi citra Islam
yang dikemukakan oleh peneliti sebelumnya dengan mengambil beberapa scene
(dari 165 scene yang ada) yang mewakili gambaran citra Islam dalam film
tersebut.
Penelitian sebelumnya mendapatkan bahwa citra agama Islam dipandang
sebagai kemiskinan, rasisme, kekerasan dan terorisme, serta murtad. Penulis
mendapati bahwa citra Islam dalam Film “?” Tanda Tanya tidak hanya seperti
itu, melainkan ada pandangan-pandangan lain yang lebih baik dari hasil
penelitian sebelumnya.
Dari hasil konstruksi Citra Islam, maka penulis menggali lebih dalam dan
mendapatkan beberapa hasil tentang citra Islam yang bertolak belakang yakni
berbagi, hidup berdampingan dan toleransi, damai dan pemaaf, serta soleh. hasil
inilah yang nanti akhirnya akan dibandingkan dalam ranah kontestasi.
4.2.1 Berbagi dan Tolong Menolong (Kaya Hati)
Gambar 4.2 Adegan scene 98
Potongan gambar diatas adalah adegan dalam scene 98. Terlihat ada
sekelompok orang berkerumun dan salah satunya sedang membagikan
makanan. Dalam cerita adegan diatas, setting waktu diambil saat bulan
ramadhan. Dia adalah Ibu Novi pemilik kos-kosan yang bersedekah dengan
membagikan makanan kepada anak-anak menjelang buka puasa.
Pengambilan gambar diatas adalah menggunakan Long Shot dimana
memperlihatkan sebagian besar tokoh dan lingkungannya. Gambar diambil
dari jarak jauh, seluruh objek terkena hingga latar belakang objek.
Beberapa film dengan tema sosial biasanya menempatkan subjek dengan
Long Shot, dengan pertimbangan bahwa situasi sosial (bukan subjek
individual) yang menjadi fokus perhatian utama (Chandler, 2000). Dari
pengambilan gambar tersebut dapat dimaknai sebagai hubungan sosial.
Dengan pengambilan gambar yang jauh, maka tidak terlalu jelas
terlihat gerakan tubuh para tokoh. Tetapi disini dapat dilihat yang menonjol
adalah gerakan Ibu Novi. Tangannya memegang bungkusan dan
menyerahkan kepada anak kecil didepannya. Hal ini dapat dimaknai
sebagai sikap memberi.
Beberapa tokoh yang berada dalam frame tersebut menggunakan
kostum baju muslim, wanita memakai jilbab dan pria memakai sarung serta
peci. Kostum yang menempel pada tokoh mengandung pesan yang ingin
disampaikan pada orang lain. Dalam hal ini penulis memaknainya sebagai
bentuk aktualisasi diri, pembuat film ingin menyampaikan dan membangun
tokoh-tokoh tersebut sebagai orang muslim. Hal ini juga didukung oleh
properti yang menjadi latar tempat mereka berada yakni beberapa kaligrafi
dari pahatan kayu.
Menurut apa yang penulis anut, dalam ajarannya Islam
menganjurkan bagi umatNya untuk selalu mengingat sesamanya, dan 2,5%
dari rejeki yang diberikan Allah adalah hak orang lain yang kurang mampu.
Banyak cara untuk mengaplikasikan hal tersebut, misalnya bersedekah,
menyumbangkan pada panti asuhan ataupun berzakat.
Dalam adegan yang diambil dari potongan gambar diatas, pembuat
film berusaha menyampaikan ajaran Islam dan membangun citra agama
Islam yang baik yakni saling berbagi. Hal ini dapat mematahkan penelitian
sebelumnya yang mengatakan bahwa Citra Islam dalam film “?” Tanda
Tanya berkaitan erat dengan kemiskinan. Miskin dalam penelitian
sebelumnya dilihat berdasarkan materi, disini penulis mencoba melihat
tidak hanya dari materi saja tetapi juga hati, yaitu kaya hati. Adegan
berbagi diatas menunjukkan bahwa bu Novi pemilik kos-kosan adalah
orang yang mampu, sehingga bisa membagikan rejeki berupa makanan
kepada orang lain.
Gambar 4.3 Adegan scene 162
Scene 162 diatas terlihat Rika dan Abi sedang membagikan makanan
pada orang disekitarnya yang kurang mampu dalam rangka memperingati
syukuran Khatam Qur’an Abi.
Dalam adegan diatas menggunakan extreme long shot (ELS) yang
menempatkan kamera pada titik terjauh di belakang subjek, dengan
penekanan pada latar belakang. Dengan demikian dapat diketahui posisi
objek tersebut terhadap lingkungannya. Teknik ini dipakai untuk memberi
kesan luas dan keluarbiasaan. Pembuat film ingin memperlihatkan kegiatan
yang terjadi secara keseluruhan. Saat membagikan makanan, datanglah
kedua orang tua Rika naik becak.
Gerakan tubuh yang ditunjukkan dalam adegan diatas yang paling
menonjol adalah tangan rika dan tangan Abi yang memegang bungkusan
berwarna merah, gerakan tangan anak yang mengantri pertama seperti
ingin menyambut bungkusan tersebut. Hal ini dimaknai sebagai sikap atau
tindakan memberi.
Dilihat dari kostum para tokoh, Rika dan Abi menggunakan pakaian
yang bagus dan rapi, sedangkan masyarakat yang sedang mengantri
menggunakan pakaian seadanya dan kurang rapi. Hal ini dapat dimaknai
bahwa Rika dan Abi tergolong orang yang mampu atau “berada”.
Sedangkan masyarakat yang mengantri dengan kostum yang dipakai
dimaknai sebagai orang yang kurang mampu dan membutuhkan.
Setting tempat yang berlatar belakang tulisan FOOTNOTE dan ada
gambar buku sebelum huruf F serta patung anak membawa buku
memberitahukan bahwa kejadian tersebut terjadi didepan toko buku
bernama FOOTNOTE. Pada dinding toko buku terdapat MMT bertuliskan
“Syukuran Khatam Qur’an Abi”, menunjukkan bahwa acara berbagi
tersebut diadakan untuk merayakan keberhasilan Abi yang sudah khatam
Qur’an.
Islam mengajarkan untuk selalu bersyukur atas apa yang dicapai atau
didapatkan. Agar kita selalu mengingat masih ada orang yang
membutuhkan dan kita lebih beruntung dari mereka, sehingga jika kita
mampu disarankan untuk membantu orang lain yang membutuhkan. Dalam
Al-Qur’an surat Annisa 4:36 mengajarkan tentang perbuatan baik kepada
orang-orang di sekitar kita, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukannya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua
orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan
hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membanggakan diri”.
Pembuat film ingin membangun Citra Islam yang mau berbagi dan
selalu bersyukur atas apa yang didapatkan. Seperti gambar diatas yakni
bentuk ucapan syukur atas Abi yang berhasil Khatam atau menyelesaikan
membaca Al-Qur’an, kemudian dibantu ibunya, Rika membagikan
makanan kepada masyarakat sekitar yang kurang beruntung.
Gambar 4.4 Adegan scene 50
Dari gambar 4.4 diatas yang merupakan potongan adegan scene 50
terlihat bahwa setting tempat yang terjadi adalah dapur tempat memasak.
Seseorang terjatuh saat sedang memasak yakni tuan Tan Kat Sun yang
biasa dipanggil engkoh oleh pegawainya. Penyakit jantung yang ia derita
tiba-tiba kambuh. Pegawai yang bekerja di restoran masakan cinanya
panik. Mereka mencoba menolong Engkoh dan menggotong ke kamarnya.
Adegan diambil dengan high angle, kamera melihat tokoh dari atas,
dan membuat penonton merasa lebih kuat daripada tokoh. Gambar tersebut
memberikan pemaknaan tentang dominasi, kekuasaan dan otoritas,
penonton diposisikan menguasai kejadian dalam frame tersebut.
Body Language dalam adegan diatas terlihat beberapa karyawan
berlari dan Menuk mengitari Engkoh yang terjatuh. Gerakan ini
menggambarkan kekhawatiran para tokoh kepada tokoh lainnya. Selain itu
gerakan pegawai perempuan yang mengangkat kepala Engkoh dan gerakan
Menuk yang mengangkat kaki Engkoh diartikan sebagai sikap menolong.
Kostum yang digunakan para tokoh dalam adegan tersebut adalah
pakaian biasa, dan satu yang menonjol yakni tokoh Menuk yang
menggunakan kerudung. Hal ini dapat dimaknai bahwa Menuk dengan
kostum tersebut merupakan sosok yang mewakili Islam dan membentuk
citra Islam yang saling tolong menolong.
Dalam pengalaman dan kejadian nyata mengajarkan kita untuk
berbuat baik kepada siapapun, tidak memandang perbedaan suku, etnis,
agama, kelas sosial, dll. dalam Al-Qur’an disebutkan “Dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (Al Maidah: 2).
Dari ayat tersebut terlihat jelas bahwa Islam menganjurkan untuk saling
tolong menolong.
Dari hasil penelitian sebelumnya yang menemukan citra Islam
identik dengan kemiskinan terpatahkan dengan citra Islam yang penulis
dapatkan. Miskin atau kaya tidak hanya dilihat dari materi semata. Jika
peneliti sebelumnya hanya melihat dari sisi materi, penulis berusaha
memberi pengertian bahwa dalam ajaran Islam mengutamakan kaya hati.
Dalam hal ini pembuat film menampilkan kekayaan hati tersebut dalam
sikap Menuk yang menolong Engkoh yang berbeda agama.
Gambar 4.5 Adegan scene 109
Setting tempat yang tergambar dalam penggalan adegan scene 109
diatas adalah rumah sakit. Terlihat disana ada Rika menemani Surya yang
memakai kostum Santa Claus membawa bingkisan yang diberikan
sepasang suami istri didepannya. Suami istri itu meminta bantuan Surya
berperan sebagai tokoh hero kesukaan anaknya untuk memberikan hadiah
kepada Abi (anak mereka) yang sedang sakit.
Penggalan adegan diatas diambil dengan medium shot yang
memperlihatkan aktor yang menempati area yang sama pada frame. Penulis
memaknainya sebagai hubungan personal dengan subjek. Selain
pengambilan gambar, Penonton seolah-olah ikut menyaksikan kejadian
tersebut karena menggunakan angle eye level yang membuat penonton
sederajat atau sejajar.
Kostum yang digunakan tiga tokoh adalah baju yang bagus dan rapi.
dapat dimaknai tokoh-tokoh tersebut sebagai orang yang mampu. Tokoh
Surya memakai Kostum Santa Claus. Hal ini bukan berarti dia seorang
Kristiani tetapi dengan didukung dialog yang disampaikan, ketika sepasang
suami istri didepannya berterimakasih padanya dan dia menjawab dengan
kata “Insyaallah” menunjukkan bahwa dia orang Islam. Hal ini dapat
dimaknai bahwa tokoh Surya rela melakukan apapun dan menjadi tokoh
siapapun untuk menolong sesamanya.
Hal ini membuktikan bahwa Islam menganjurkan untuk saling
tolong menolong. Dalam kondisi apapun dan meskipun berbeda agama,
kita harus menanamkan dalam diri bahwa kita harus menolong sesama.
Kita adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk
kelangsungan hidup, seperti dalam keseharian penulis yang besar dalam
lingkungan plural atau beragam, sehingga kita secara tidak langsung saling
bergantungan antar umat beragama.
Semua itu diangkat pembuat film dalam adegan diatas, karena ingin
menyampaikan bahwa Islam mengajarkan bahwa tolong menolong itu tidak
pandang bulu kepada siapapun karena manusia pada hakikatnya tidak bisa
hidup sendiri dan membutuhkan bantuan orang lain, dan tidak memungkiri
bahwa Indonesia memiliki beragam kepercayaan.
Gambar 4.6 Adegan scene 46
Gambar 4.6 diatas memperlihatkan setting tempat disebuah pasar
dalam kondisi hujan. Seorang pria memayungi seorang wanita yang lebih
tua dan membawakan barang bawaannya.
Pengambilan gambar dilakukan dengan extreme long shot (ELS)
yaitu penekanan pada latar belakang. Tujuannya memperlihatkan latar dari
adegan tersebut yakni pasar sepanjang gang. Dapat dimaknai bahwa orang
tersebut memayungi nenek sepanjang jalan.
Kostum yang digunakan pria yaitu memakai baju koko dan peci
berwarna hitam, simbol tersebut memberi makna bahwa orang tersebut
beragama Islam. Bahasa tubuh yang ditunjukkan dalam adegan tersebut
terfokus pada pria yang memayungi nenek dan menjinjing barang ditangan
kanannya. Hal ini dapat dimaknai sebagai sikap menolong.
Berdasarkan pengalaman mental dan juga pengalaman kebudayaan
di sekitar penulis, mengajarkan bahwa kita harus menolong dan
menghormati orang yang lebih tua dari kita, siapapun itu, tidak hanya
berasal dari keluarga atau sanak saudara. Kepada tetangga ataupun kepada
orang yang kita temui dimanapun yang membutuhkan bantuan.
Pembuat film ingin menyampaikan pesan ajaran tersebut dengan
mengangkat adegan Ustadz membantu orang yang lebih tua. Hal ini karena
ingin menggambarkan citra Agama Islam yang menghormati orang-orang
disekitar kita terutama orang yang usianya lebih tua.
Gambar 4.7 Adegan scene 60
Penggalan adegan dalam scene 60 terlihat ustadz sedang memberi
nasehat kepada Surya yang mendatanginya karena bimbang menerima
pekerjaan yang ditawarkan oleh Rika, yakni berperan dalam pementasan
drama di gereja sebagai Yesus. Dia bingung karena takut dikira murtad,
tapi dia juga butuh pekerjaan. Pak Ustadz menyuruh dia untuk bertanya
pada hatinya.
Pengambilan gambar dilakukan dengan medium shot (MS) yang
menjelaskan hubungan personal dengan subjek. Teknik lain yang
digunakan dalam adegan ini adalah profil shot yakni jika dua orang sedang
berdialog, tetapi pengambilan gambarnya dari samping, kamera satu
memperlihatkan orang pertama dan kamera dua memperlihatkan orang
kedua. Dalam hal ini ingin lebih menunjukkan profil Surya yang sedang
bimbang membuat keputusan.
Kostum yang digunakan oleh kedua tokoh tersebut adalah kaos
oblong berwarna putih dan abu-abu yang memiliki makna masing-masing
seperti yang diungkapkan Barker (1954) dalam Mulyana, karakter warna
mampu memberikan kesan pada seseorang yang akan dideskripsikan.
Warna baju yang dipakai pak Ustadz adalah putih, yang memiliki makna
menunjukkan kedamaian, permohonan maaf, pencapaian diri, spiritualitas,
kedewaan, kesucian, kebersihan, kesederhanaan, kesempurnaan,
kebersihan, cahaya, tak bersalah, keamanan, persatuan. Dapat dimaknai
bahwa pak Ustadz mencerminkan tokoh yang spiritual, sederhana dan
memberikan kedamaian serta bijaksana, didukung oleh dialog pak Ustadz
yang menyuruh Surya bertanya pada hatinya. Selain itu, kostum yang
dipakai Surya berwarna abu-abu yang memiliki makna mencerminkan
keamanan, kepandaian, tenang dan serius, kesederhanaan, kedewasaan,
konservatif, praktis, kesedihan, bosan, profesional, kualitas, diam, tenang.
Pada tokoh Surya memakai kostum berwarna abu-abu untuk
mengaktualisasi dirinya yang sederhana, tenang dan serius, berpikir
sebelum mengambil keputusan, bahkan dengan bertanya kepada orang lain
atas resiko yang akan terjadi.
Dalam pengalaman yang pernah dilihat oleh penulis bahwa tidak
jarang orang yang bimbang atas beberapa pilihan dalam hidupnya datang
pada Ustadz atau yang dianggap sebagai guru spiritual. Hal ini dikarenakan
orang-orang tidak ingin salah mengambil keputusan dan menyesal pada
akhirnya. Solusi bertanya pada hati sangat wajar disampaikan karena
memang hati yang peka terhadap apa yang kita lakukan kaena kemantapan
hati itu sangat penting dalam menjalankan keputusannya.
Semua hal tersebut diangkat pembuat film untuk menunjukkan
bahwa disaat kita bimbang untuk mengambil keputusan yang paling tepat,
kita bisa bertanya atau meminta pendapat pada orang yang kita percaya,
karena orang yang kita percaya tidak akan menjerumuskan pada
pengambilan keputusan yang salah. Dan Islam mengajarkan pada kita
untuk mempercayai apa kata hati, karena hati tidak akan menyesatkan pada
kesalahan. Pembuat film berhasil membangun citra agama Islam yang baik.
4.2.2 Hidup Berdampingan dan Toleransi
Gambar 4.8 Adegan scene 124
Gambar 4.8 diatas menggambarkan tokoh Surya yang datang
kerumah Rika dalam suasana lebaran. Terlihat mereka sedang bersalaman
di teras rumah Rika. Rika yang sudah berpindah agama menjadi seorang
khatolik mengucapkan selamat pada Surya yang merayakan Idul Fitri.
Adegan diambil dengan extreme long shot (ELS) yang memiliki
kesan keluasan, yakni dengan memperlihatkan latar belakang kejadian.
Gambar diatas ingin menunjukkan tempat berlangsungnya kejadian yaitu di
teras rumah Rika yang memiliki pekarangan luas dan banyak tanaman.
Bahasa tubuh yang ditunjukkan yaitu tangan Rika dan Surya
bersentuhan di ujung jari mereka tanda bersalaman. Makna bersalaman
dalam adegan diatas adalah saling memaafkan karena didukung oleh
suasana lebaran. Kostum yang digunakan Surya yakni sarung, baju koko
dan peci berwarna hitam menunjukkan bahwa dia seorang Islam yang
sedang merayakan hari raya Idul Fitri. Sedangkan pakaian yang digunakan
Rika tidak menunjukkan tentang keislaman karena dalam film itu
diceritakan Rika sudah berpindah agama. Makna yang terkandung dalam
frame tersebut adalah toleransi antar agama.
Tidak memungkiri bahwa Indonesia adalah negara Plural yang
memiliki 6 agama yang diakui, sehingga dibutuhkan rasa toleransi yang
tinggi. Karena kembali lagi pada hakikat manusia yang tidak bisa hidup
sendiri dan membutuhkan orang lain. Berdasakan pengalaman mental
penulis yang notabene hidup dalam lingkungan plural, toleransi sangat
dibutuhkan untuk melangsungkan keharmonisan antar umat beragama.
Disini pembuat film pintar dengan megangkat citra agama Islam
yang mampu hidup berdampingan dan juga memupuk toleransi antar umat
beragama. Pembuat film menyajikan banyak adegan tentang toleransi,
salah satunya gambar 4.8 diatas. Keceriaan terlihat diatas perbedaan yang
ada.
Gambar 4.9 Adegan scene 18
Dalam potongan adegan diatas memiliki setting tempat di sebuah
restoran masakan cina. Tan Kat Sun pemilik restoran masakan cina berada
didapur dengan pegawainya sedang memasak. Terlihat juga dari balik kaca
wanita berjilbab yakni Menuk memasuki restoran. Ia mengucapkan salam
“assalamu’alaikum” saat memasuki tempat kerjanya itu, dan pemilik
restoran yang diketahui beragama Kong Hu Cu tetap menjawab salam
“walaikumsalam”.
Adegan diatas diambil dengan teknik pengambilan gambar medium
shot yakni subjek dan aktor menempati area yang sama pada frame, dan
masih ada ruang untuk menunjukkan gerakan tangan. Makna yang dapat
diambil adalah terdapat dua kegiatan berlangsung, saatn tuan Tan Kat Sun
dan satu orang pegawainya memasak didapur, di ruang lain terdapat
kegiatan saat Menuk memasuki ruangan.
Menuk memakai jilbab yang bermakna ingin mengaktualisasi diri
sebagai seorang muslim. Sedangkan latar tempat kejadian tersebut terjadi
di restoran masakan Cina. Memperlihatkan bahwa terdapat toleransi dlam
frame diatas. Didukung oleh dialog salam yang diucapkan Menuk
“assalamu’alaikum” dan dijawab oleh pemilik restoran “walaikumsalam”.
Islam mengajarkan bahwa kita harus mengucapkan dan wajib
menjawab salam. Hal ini juga dilakukan penulis dimanapun berada dan
kepada siapapun, baik seagama ataupun berbeda agama. Kembali lagi
melihat bahwa penulis hidup dalam perbedaan, sehingga harus mampu
bertoleransi dan hidup berdampingan.
Dari gambar 4.9 diatas menunjukkan bahwa Islam mampu hidup
berdampingan dengan agama berbeda dan etnis yang berbeda pula karena
menanam sikap toleransi.
Gambar 4.10 Adegan scene 134
Adegan dengan setting toko buku terlihat Rika dan Abi sedang
menghias pohon natal dalam persiapan memperingati hari raya Natal. Abi
yang beragama Islam membantu ibunya yang beragama khatolik untuk
menghias pohon Natal sebagai simbol umat nasrani. Terlihat keceriaan
dalam adegan tersebut.
Pengambilan gambar dilakukan dengan medium shot yakni subjek
dan aktor menempati area yang sama pada frame, dan masih ada ruang
untuk menunjukkan gerakan tangan. Memberi penggambaran adegan
tersebut terjadi di dalam toko buku.
Kebudayaan di lingkungan yang beragam akan menciptakan dengan
sendirinya solidaritas dan sikap toleransi antar umat beragama. Penulis
yang hidup dengan orang tua yang berbeda agama mengerti bagaimana
menyikapi perbedaan yakni dengan toleransi. Saling mengingatkan untuk
beribadah adalah salah satu cara mendapatkan keharmonisan dalam
perbedaan. Membantu menghias pohon Natal dan memberikan ucapan
dalam peringatan-peringatan hari raya.
Sekali lagi pembuat film menggambarkan bahwa Islam mampu
hidup berdampingan dengan agama yang berbeda dengan menjunjung
sikap toleransi yang tinggi. Saling menghormati dan menghargai keyakinan
orang lain. Dalam adegan film diatas terjadi antara Abi dan ibunya.
Gambar 4.11 Adegan scene 80
Gambar diatas merupakan potongan adegan scene 80. Dapat dilihat
bahwa banyak orang masuk ke gereja yakni para jemaat yang akan
beribadah ke gereja. Kemudian terdapat beberapa orang yang berjaga
menggunakan seragam loreng lengkap yang menandakan bahwa mereka
adalah kelompok Banser Nahdlatul Ulama.
Beberapa anggota banser NU mulai menjaga gereja sebelum jemaat
gereja berdatangan. Soleh terlihat cemas karena baru pertama kali ia
bertugas sebagai anggota banser. Soleh menanyakan kepada anggota
banser lainnya kenapa mereka menjaga gereja, karena sepengetahuan
Soleh, seorang Muslim tidak boleh masuk kedalam gereja karena dianggap
haram. Hal itu di bantah keras oleh anggota banser tersebut dan
memberikan penjelasan kepada Soleh.
Dialog antara Soleh (S) dan Anggota Banser (AB):
S : “kita sebagai orang islam kok jaga gereja? Kan gak boleh
masuk kedalam?”
AB : “yang bilang gak boleh siapa?”
S : “lha yo haram to mas”
AB : “ gak ada yang haram Leh. Kamu denger gak tragedi bom
gereja yang dilakuk an teroris itu?”
S : “denger-denger”
AB : “ kita sebagai umat Islam jadi jelek gara-gara berita itu. Kita
sebagai ormas Islam terbesar menolak pandangan seperti itu dengan
menjaga gereja seperti ini, dan ini Jihad. Tau gak?”
S : “ berarti harus siap kalo ngadepin bom?”
AB : “iyalah, berani gak?”
S : “Insyaallah, Insyaallah”
Adegan tersebut diangkat dari fenomena yang terjadi di masyarakat
Indonesia. Misalnya serangkaian bom malam Natal dibeberapa daerah di
Indonesia dan Peristiwa Bom Bali tahun 2002 yang menewaskan 202 orang
(164 warga asing dan 38 warga Indonesia) dan 209 korban luka-luka, hal
ini menyebabkan citra agama Islam menjadi buruk karena diidentikkan
dengan jaringan terorisme.
Gambar tersebut diambil dengan teknik extreme long shot yang
memiliki kesan keluasan, yakni dengan memperlihatkan latar belakang
kejadian. Penggambilan gambar dengan teknik ini untuk memberikan
penjelasan bahwa kejadian tersebut terjadi didepan gereja dan
memperlihatkan kegiatan jemaat memasuki gereja.
Dari latar belakang tersebut, pembuat film berusaha mengembalikan
citra agama Islam dengan mengangkat beberapa tokoh Banser NU yakni
ormas Islam sedang menjaga gereja yang notabene agama lain
(kristen/khatolik). Dalam adegan diatas dapat disimpulkan bahwa makna
dari penjagaan gereja oleh ormas Islam membuktikan bahwa Islam
menjunjung toleransi antar umat beragama dan membuktikan bahwa Islam
bisa hidup berdampingan dengan agama lain.
Gambar 4.12 Adegan scene 108
Gambar 4.12 menggambarkan dua orang dewasa sedang mengobrol
dan satu orang anak kecil sedang menikmati mie ayam, ber-setting tempat
di warung mie ayam saat pria dewasa dan anak kecil selesai menjalankan
ibadah sholat tarawih di Masjid. Rika, wanita dewasa itu menawarkan
pekerjaan pada Surya untuk memerankan tokoh Santa Claus. Dalam adegan
itu diceritakan Surya menjelaskan tentang Santa Claus.
Dialog antara Surya (S) dan Rika (R):
S : “ini Santa Claus atau Sinterklas?”
R : “Apa bedanya sih?”
S : “kalau Sinterklas itu dia itu seorang Santo atau pendeta dari
Spanyol. Nama aslinya Santo Nicolas, orangnya kayaaaaa
banget. Ibunya orang item, piaraannya juga banyak. Dia itu
punya kebiasaan, setiap hari kelahirannya tanggal lima
Desember, dia merayakannya dengan membagi-bagi hadiah
sama anak-anak miskin. Nah, pakaiannya juga kayak Santo,
pake jubah putih panjang, pake topi, pake tongkat.”
Dari penggalan dialog diatas, dapat diketahui bahwa pengetahuan
Surya luas bahkan tentang agama lain. Kita lebih baik jika mengerti tentang
pengetahuan-pengetahuan agama lain di sekitar kita agar kita nyaman
hidup berdampingan. Dalam kehidupan kita harus saling menerima
pendapat orang lain meskipun tentang agama yang kita yakini.
Adegan diatas diambil dengan medium shot yakni subjek dan aktor
menempati area yang sama pada frame, dan masih ada ruang untuk
menunjukkan gerakan tangan. Kostm yang dipakai Surya dan Abi yaitu
sarung, kaos, baju koko dan peci mendukung setting waktu yaitu setelah
mereka melakukan sholat di masjid.
Dalam potongan adegan ini pembuat film ingin menggambarkan
citra Islam selain toleransi dan mampu hidup berdampingan, tetapi juga
memiliki pengetahuan yang luas dan mau berbagi pengetahuan pada orang
lain yang belum tahu.
Gambar 4.13 Adegan scene 135
Gambar diatas memperlihatkan setting didalam rumah, terdapat
pohon Natal menghiasi ruangan tersebut. Keceriaan tampak diwajah tiga
orang yang duduk dan mengitari meja bundar yang diatasnya terdapat kue
ulang tahun. Adegan ini menceritakan saat Rika dan Abi merayakan ulang
tahun Surya dengan memberkan kue ulang tahun pada Surya. Kebahagiaan
tampak nyata dalam film itu dengan penggambaran senyum, tawa dan tepuk
tangan.
Adegan diambil dengan medium shot yakni subjek dan aktor
menempati area yang sama pada frame, dan masih ada ruang untuk
menunjukkan gerakan tangan. Properti dalam ruangan terlihat ada pohon
natal sebagai simbol perayaan Natal. Sedangkan dalam Film tersebut
diketahui bahwa Surya beragama Islam. Suasana keceriaan mendukung
frame tersebut. Hal ini dapat dimaknai sebagai keceriaan hidup
berdampingan antar umat beragama.
Pengalaman pribadi penulis yang pernah ikut merayakan ulang tahun
teman yang beragama lain, hal ini membuktikan bahwa persahabatan tidak
selalu memandang perbedaan agama, tapi justru bagaiman menjadikan
perbedaan itu saling melengkapi dalam kehidupan. Selain itu juga saling
mendoakan yang terbaik di hari yang baik yakni hari kelahirannya.
Apa yang penulis alami tergambar pada adegan scene 135 diatas.
Keceriaan dan doa mewarnai perbedaan yang ada. Ini membuktikan bahwa
adegan diatas tergolong pada Citri agama Islam yang mampu hidup
berdampingan dan toleransi.
Gambar 4.14 Adegan scene 119
Adegan dalam scene 119 menggambarkan seorang ibu membimbing
anaknya berdoa sebelum memakan makanan yang ada didepannya. Rika ibu
Abi tetap membimbing Abi membaca doa niat puasa meskipun ia sudah
berpindah agama menjadi seorang Khatolik.
“Nawaitu Shomaghodin an’adai fardzi syahri romadhona
hadzihissanati lillahita’ala”, mereka membaca niat ini bersama. Rika
senantiasa menemani Abi makan sahur dan menjalankan perannya sebagai
ibu yang baik.
Adegan diambil menggunakan long shot, sebuah shot yang
menunjukkan semua atau sebagian besar subyek dan lingkungan sekitar.
Makna yang dapat diambil dari adegan diatas adalah setting tempat di ruang
makan, dalam situasi subuh dengan jendela yang masih tertutup. Bahasa
tubuh Abi dan Rika yang seperti membasuh muka, dimaknai sebagai
mengakhiri membaca doa, yakni ketika berucap “amin”. Rika mendamping
anaknya membaca niat puasa dari awal sampai akhir dimaknai sebagai sikap
toleransi.
Saling mengingatkan dalam menjalankan kehidupan dalam pluralitas
yang ada dialami oleh penulis, selain mengingatkan waktu sahur, orang tua
penulis yang notabene beragama Kristen selalu mengingatkan untuk selalu
menjalankan ibadah sholat dimanapun berada. Keharmonisan tercipta jika
kita mau mendengarkan dan menerima.
Penulis mengambil potongan adegan film pada gambar 4.14 ini
karena didalamnya mengandung citra Islam sebagai agama yang mampu
hidup berdampingan dan toleransi sehingga keharmonisan dalam hubungan
antar umat beragama baik pada keluarga ataupun teman berjalan baik.
Gambar 4.15 Adegan scene 24
Tampak jelas tergambar dalam scene 24 diatas ada seorang ibu
sedang berdoa dengan membawa dupa dan persembahan didepannya,
ditempat yang tidak jauh diruang sebelah terdapat seseorang yang juga
sedang menjalankan ibadah sholat. Mamih panggilan untuk ibu yang sedang
berdoa yakni istri dari tuan Tan Kat Sun melakukan ibadah sesuai dengan
keyakinannya yakni Kong Hu Cu. Di rumahnya itu ia juga menyediakan
tempat untuk para pegawainya yang ingin menjalankan ibadah sholat.
Adegan ini menggunakan teknik pengambilan gambar dengan long
shot. Makan pengambilan gambar ini untuk memperlihatkan peristiwa yang
terjadi dalam satu frame. Adegan yang ditayangkan memiliki makna
berdampingan, didukung dengan properti tempat sembahyang umat Kong Hu
Cu dan kostum Mukena yang dipakai Menuk menunjukkan agama Islam
serta didukung gerakan tubuh mereka yang sedang melakukan sembahyang
dalam kepercayaannya masing-masing.
Hal ini hampir sama dengan kebudayaan lokal tempat dimana
penulis tinggal. Ada beberapa Masjid yang bersebelahan atau berdekatan
dengan Gereja. Contohnya Masjid Pandawa yang berada di dpan GKI,
Masjid Kauman yang tidak jauh dari GKJ, serta Masjid Pancasila yang di
sekitarnya terdapat beberapa bangunan Gereja. Dalam Al-Qur’an surat Al
Kafirun:6 “Lakum diinukum wa liyadiin” yang berarti “untukmu agamamu
dan untukkulah agamaku” mengandung makna toleransi dan tidak
memaksakan keyakinan pada umat agama lain.
Pengalaman yang penulis sebutkan tergambar dalam potongan
adegan film diatas. Ini yang membuat penulis mencantumkan adegan ini
kedalam kategori hidup berdampingan dan toleransi, karena makna yang
terkandung dalam gambar tersebut mewakili citra Islam yang mampu
berdampingan.
Gambar 4.16 Adegan scene 77
Adegan diatas menggambarkan seorang wanita berjilbab
mengantarkan kardus berisi makanan pada sekelompok orang yang berada
dalam ruang ganti pemeran dalam pementasan drama. Ada lukisan
bergambar Yesus disebelah kanan menandakan bahwa setting tempat adalah
di gereja. Menuk mengantarkan pesanan makanan untuk para pemeran dalam
pementasan paskah di ruang ganti. Dalam adegan tersebut juga terlihat Surya
yang beragama Islam berada dalam kelompok yang sedang bersiap untuk
pentas.
Adegan tersebut menggunakan medium shot yang mengambil Menuk
dari kepala sampai pinggang memiliki maksud memperlihatkan peristiwa
yang berlangsung dan tetap terlihat latar tempatnya dengan mengambil
gambar dari sisi kiri agar simbol yang melambangkan gereja yakni gambar
Yesus bisa terambil.
Adapun dalam Al-Qur’an yang mengajarkan bahwa kita harus
bersikap adil, tidak membeda-bedakan dan menerima keberadaan orang lain,
yakni terkandung dalam surat Al-Maidah:8:
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena
Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesunggahnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (Q.S Al-Maidah:8)
Dalam pengalaman yang pernah penulis alami, hal ini sama dengan
saat penulis membantu dalam acara retret yang diadakan fakultas. Saat itu
penulis membantu dalam menyiapkan makanan. Penggambaran diatas sama
dengan pengalaman penulis dan mengajarkan pentingnya toleransi untuk
menjaga kebersamaan.
Gambar diatas termasuk kedalam kategori citra Islam sebagai agama
yang mampu hidup berdampingan, berdasarkan Surat dalam Al-Quran
tersebut diatas, Islam mengajarkan untuk bersikap adil kepada siapapun. Dan
dalam gambar itu terlihat jelas simbol-simbol yang menyatukan perbedaan
agama yakni kerudung dan gambar Yesus, yang bermakna mampu hidup
berdampingan.
4.2.3 Damai dan Pemaaf
Gambar 4.17 Adegan scene 19
Gambar 4.17 diatas merupakan dua adegan yang berurutan dalam
scene 19 yang menggambarkan setting tempat di keramaian. Terdapat
sekelompok orang dengan baju koko, sarung, peci dan ada seorang Tionghoa
yang dalam adegan tersebut sedang dikeroyok. Ada seorang ustadz dengan
peci putih, baju koko merah, celana putih mencoba melerai kejadian tersebut.
Pengeroyokan ini terjadi berawal dari adu mulut antara sekelompok
Islam dan Ping Hen (Tiong Hoa) saling melemparkan kata-kata yang
mengandung rasisme seperti “sipit”, “teroris asu”, “cino edan”. Kemudian
datang seorang Ustadz yang melerai kejadian tersebut, mencoba memisahkan
dan menyuruh sekelompok orang Islam pergi ke Masjid.
Pengambilan gambar dalam adegan ini adalah extreme long shot
yang menempatkan kamera pada titik terjauh dibelakang subjek, dengan
penekanan pada latar belakang. Memberi kesan luas sehingga terlihat jelas
peristiwa itu terjadi dimana.
Dalam adegan tersebut yang mencolok adalah warna kostum yang
dipakai pak Ustadz berbeda dengan yang lainnya yakni berwarna merah.
Merah melambangkan kesan energi, kekuatan, hasrat, keberanian, resiko,
perjuangan, perhatian. Disini tindakan yang dilakukan pak Ustadz
merupakan suatu bentuk keberanian, yaitu saat melerai perkelahian. Hal ini
didukung oleh bahasa tubuh pak Ustadz memisahkan, mencoba menarik Ping
Hen dari pengeroyokan serta tangan yang membuka lebar. Dimaksudkan
disini adalah melerai dan menghalangi orang-orang untuk mengeroyok Ping
Hen lagi, melindungi agar Ping Hen tidak tersakiti. Sikap yang ditunjukkan
pak Ustadz dapat dimaknai dalam sikap cinta damai.
Kejadian seperti ini merupakan hal yang kecil dibandingkan kejadian
yang terjadi di Indonesia beberapa tahun yang lalu ketika etnis Cina
didiskreditkan oleh masyarakat pribumi. Hal ini menjadi pengalaman
kebudayaan yang terjadi di Indonesia. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari
penulis, di area kampus tempat dimana penulis belajar yang memiliki
beragam etnis memiliki sikap toleransi yang tinggi dan hidup damai
berdampingan tanpa mendiskreditkan salah satu etnis.
Penulis mengelompokkan potongan adegan film diatas kedalam
kategori Citra Agama Islam yang damai karena tergambar bahwa pak Ustadz
yang mewakili agama Islam berhasil melerai perkelahian antara sekelompok
orang Islam dan Ping Hen dan itu menandakan bahwa Ustadz tersebut cinta
perdamaian. Dalam penelitian sebelumnya dijelaskan bahwa citra Islam
sebagai agama kekerasan. Tidak semua dalam adegan film tersebut
menggambarkan hal tersebut seperti yang dijelaskan peneliti sebelumnya,
tetapi banyak adegan juga yang menggambarkan bahwa Islam sebagai
agama yang damai, salah satunya adegan dimana Ustadz melerai.
Gambar 4.18 Adegan scene 152
Gambar diatas memperlihatkan sekelompok orang lengkap dengan
pakaian loreng dengan topi dan sepatu berjaga-jaga diluar gedung. Mereka
anggota Banser NU yang sedang menjaga gereja saat malam Natal. Salah
satu anggota banser yakni Soleh berlari dari dalam gereja keluar dan
membawa kotak dalam pelukannya. Kotak itu berisi bom.
Adegan diambil dengan long shot yang menunjukkan semua atau
sebagian bear tokoh dan lingkungan disekitarnya. Gambar ini menunjukkan
setting tempat kejadian yakni di pelataran depan gereja.
Bahasa tubuh tokoh utama disini yakni Soleh sedang berlari tergesa-
gesa membawa sebuah kotak besar dalam pelukannya yang berisi bom. Hal
ini dimaknai sebagai sikap Banser NU yang berusaha menyelamatkan gereja
dari ancaman bom meski harus mempertaruhkan nyawanya sendiri.
Gambaran tersebut sama dengan kejadian yang pernah terjadi di
Indonesia yang menjadi pengalaman kebudayaan karena kejadian itu diingat
oleh masyarakat Indonesia. Pembuat film mengangkat kejadian Riyanto
yakni anggota Banser yang meninggal saat bertugas menjaga Gereja Eben
Haezer Mojokerto tanggal 24 Desember 2000 dalam ledakan Misa Natal. saat
itu Riyanto menemukan bungkusan plastik mencurigakan dan memeriksanya
di depan anggota keamanan gereja. Begitu melihat isinya bom, Riyanto
berteriak “Tiarap!” disusul kepanikan ratusan jemaat gereja. Riyanto nekad
membekab bungkusan agar ledakannya tak melukai banyak orang. Tubuh
pria asal Kelurahan Prajurit Kulon itu hancur akibat ledakan. Serpihan
tubuhnya di temukan 100 meter dari tempat ledakan. Kejadian inilah yang
diangkat pembuat film untuk mematahkan citra Islam sebagai agama teroris.1
Ketika tokoh banser NU menyelamatkan gereja dari ancaman bom
terorisme dimalam Natal. Kasus-kasus pengeboman yang terjadi berpengaruh
pada opini masyarakat tentang citra Islam yang identik dengan terorisme,
seperti halnya pada penelitian sebelumnya yakni citra Islam sebagai teroris.
1 Mojokerto Kenang Riyanto, Banser Korban Bom Natal, http://www.tempo.co/read/news/2012/12/26/058450478/p-Mojokerto-Kenang-Riyanto-
Banser-Korban-Bom-Natal diunduh pada tanggal 12 April 2013 pukul 13:39
http://www.tempo.co/read/news/2012/12/26/058450478/p-Mojokerto-Kenang-Riyanto-Banser-Korban-Bom-Natalhttp://www.tempo.co/read/news/2012/12/26/058450478/p-Mojokerto-Kenang-Riyanto-Banser-Korban-Bom-Natal
Penulis mengkategorikan ini sebagai citra Islam yang mencintai
perdamaian, karena Banser NU mewakili agama Islam mau menjaga gereja
(berbeda agama) bahkan rela mempertaruhkan nyawanya untuk
menyelamaatkan jemaat gereja. Makna dari gambar diatas adalah seorang
muslim yang mau mengorabankan nyawa demi orang lain dan menjaga nama
baik Islam.
Gambar 4.19 Adegan scene 59
Adegan scene 59 terlihat dua orang laki-laki berpeci putih dan
perempuan berjilbab coklat, yakni Soleh dan Menuk. Soleh menemui Menuk
setelah pertengkaran hebat yang terjadi sebelumnya, Soleh menyuruh Menuk
untuk menceraikannya karena dia merasa tidak berarti dan tidak bisa
membahagiakan istri, anak, dan adiknya. Soleh meminta maaf kepada Menuk
dan menceritakan bahwa ia sudah mendapatkan pekerjaan menjadi anggota
Banser NU.
Dialog antara Soleh (S) dan Menuk (M):
S : “maafin aku Nuk.”
M : (mencium tangan suaminya) “kamu kemana aja sih mas?”
S : “aku dapet kerjaan Nuk.”
M : “alhamdulillah, kerja dimana?”
S : “aku diterima jadi anggota banser, banser NU Nuk, N-U,
Nahdatul Ulama.”
M : “bukannya itu bahaya ya mas?”
S : “gak bahaya Nuk, itu pekerjaan dijalan Allah, dan itu cita-cita
aku. Kamu percaya sama aku Nuk?”
M : “aku selalu percaya sama kamu mas.”
Adegan ini menggunakan medium shot dalam pengambilan gambar
dengan tujuan memperlihatkan hubungan personal karena lebih fokus pada
tokoh. Gambar yang difokuskan pada tokoh dan latar belakang yang dibuat
samar bertujuan untuk memperlihatkan keintiman pembicaraan diantara
keduanya.
Kostum dari keduanya sangat islamik karena menggunakan jilbab
dan peci. Warna coklat mendominasi pakaian yang dipakai. Coklat
menunjukkan persahabatan, reliabilitas, kedamaian, praktis dan kerja keras.
Hal ini ingin menggambarkan Menuk sebagai pekerja keras dan juga pemaaf
karena cinta perdamaian, tidak ingin bertikai dengan suaminya.
Berdasarkan pengalaman penulis, jika terjadi pertikaian atau
pertengkarang, solusi paling baik adalah perdamaian. Perdamaian akan
tercipta jika satu sama lain berjiwa besar untuk saling memaafkan.
Masyarakat Indonesia yang berbudaya akan melakukan apa yang diajarkan
padanya. Misalkan dalam suatu keyakinan, manusia diajarkan untuk saling
memaafkan. Jika seorang merasa bersalah dan menyesali perbuatannya,
maka ia akan mendatangi dan meminta maaf terlebih dahulu. Allah SWT
berfirman “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang
ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf:
199)
Dari gambar 4.19 dan dialog diatas terbaca makna bahwa Soleh dan
Menuk sebagai umat Muslim saling memaafkan. Maka dari itu adegan ini
dikaterogikan dalam citra Islam yang pemaaf.
Gambar 4.20 Adegan scene 162
Potongan adegan film diatas terlihat tiga orang, salah satunya sedang
mencium tangan wanita separuh baya berkerudung. Setting kejadian dalam
adegan itu di depan toko buku (simbol buku) dan dalam acara syukuran
Khatam Quran Abi. Orang tua Rika yang sebelumnya kecewa terhadap
anaknya yang memutuskan berpindah agama datang kerumah Rika untuk
menghadiri syukuran Abi cucu mereka yang sudah Khatam Qur’an. Dalam
momen itu Rika meminta maaf kepada orang tuanya dan bersyukur bahwa
mereka mau datang dan menjenguk anak cucunya.
Medium shot diambil pembuat film untuk memperlihatkan peristiwa,
tetapi masih terdapat simbol yang menandakan setting. Gerakan tubuh Rika
yang mencium tangan orang tuanya dimaknai sebagai sikap permintaan maaf
karena sudah mengecewakan kedua orang tuanya. Disambut dengan senyum
haru yang tersungging di wajah ayahnya. Hal ini dapat dimaknai bahwa
orang tua Rika memaafkan tindakan anaknya.
Kostum yang digunakan tokoh diatas adalah pakaian yang rapi dan
bersih. Selain itu jilbab yang dikenakan ibu Rika mengisyaratkan bahwa
ibunya memeluk agama Islam. Warna coklat yang mendominasi kostum
mereka memiki makna perdamaian, atau dalam adegan ini diceritakan
sebagai sikap saling memaafkan.
Kebudayaan merupakan apa yang dipercaya, agama adalah salah
satunya. Apapun yang diajarkan oleh agama bisa dijadikan pengalaman
kebudayaan. Dalam hal ini, Islam mengajarkan agar saling memaafkan antar
umat beragama, terlebih pada orang tua yang melahirkan kita. Dan
sebaliknya, kita harus mau berjiwa besar memaafkan agar tercipta
perdamaian.
Adegan scene 162 tersebut tergolong pada pencitraan agama Islam
yang pemaaf. Orang tua yang tersenyum menyambut permohonan maaf
anaknya dapat dimaknai sebagai tindakan memaafkan. Mereka berlapang
dada menerima anaknya kembali meski anaknya berpindah agama, dan
mereka melupakan kekecewaan mereka.
Gambar 4.21 Adegan scene 61
Terlihat dari adegan diatas bahwa seorang anak dan ibu mengaitkan
jari kelingking dalam suatu ruangan. Rika senang saat Abi mendatangi toko
buku miliknya. Rika yang merasa bersalah karena sebelumnya
mengecewakan Abi dan Abi sempat tidak mau menemuinya.
Adegan diambil menggunakan teknik medium close shot yang
merupakan variasi dari medium shot dimana setting masih dapat dilihat dan
frame bagian bawah dimulai dari dada si tokoh. Teknik ini biasanya
digunakan untuk mempresentasikan secara padat kehadiran dua tokoh yang
berada dalam satu frame.
Kostum yang digunakan Abi menggambarkan setting waktu.
Seragam sekolah itu menandakan bahwa waktu berlangsungnya kejadian
adalan siang hari setelah Abi pulang sekolah. Bahasa tubuh yang dilakukan
keduanya yakni saling mengaitkan jari kelingking dimaknai sebagai sikap
saling memaafkan.
Dialog antara Abi (A) dan Rika (R):
R : “jangan marah terus sama ibu dong Bi”
A : “udah nggak kok, kata Ustadz kalo marah gak boleh lebiiih
dari tiga hari, dosa”
Dari penggalan adegan dan dialog diatas dapat dimaknai berdasarkan
pengalaman mental dan juga pengalaman kebudayaan penulis. Berdasarkan
pengetahuan penulis yang mengamati bahkan terkadang melakukan hal yang
sama, saling mengaitkan jari kelingking itu pertanda saling memaafkan dan
janji. Dalam hal ini dimaksudkan adlaah saling memaafkan. Sedangkan
dialog antara keduanya sama seperti apa yang diajarkan dalam Islam, yakni
berdosa bagi dia yang marah pada sesamanya lebih dari tiga hari.
Berdasarkan pengalaman yang sudah dijelaskan diatas, sudah jelas
bahwa Gambar 4.21 tergolong dalam citra agama Islam yang pemaaf. Dari
tanda mengaitkan jari kelingking dimaknai sebagai saling memaafkan.
4.2.4 Soleh
Gambar 4.22 Adegan scene 163
Gambar diatas menceritakan Hendra (Ping Hen) akhirnya
menentukan pilihannya, ia memutuskan memilih berpindah memeluk agama
Islam. Ia mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai syarat masuk agama
Islam, ia dibimbing oleh seorang kyai ataau tokoh Islam dan disaksikan
beberapa muslimin.
“asyhadu’ala illa ha’illallah, wa asyhadu’anna
muhammadarosulullah”
Adegan diambil dengan teknik medium long shot dimana
memperlihatkan latar tempat kejadian tetapi terfokus pada yang berada
ditengah. Terpusat pada dua orang yang sedang berjabat tangan ditengah.
Kejadian berlatar tempat di dalam masjid karena melakukan kegiatan islamik
yakni masuknya Hendra menjadi mualaf.
Kostum yang dipakai tokoh-tokoh dalam adegan itu adalah baju
koko berwarna putih dan peci putih. Putih memiliki makna ingin
menunjukkan kedamaian, permohonan maaf, pencapaian diri, spiritualitas,
kedewaan, keperawanan atau kesucian, kesederhanaan, kesempurnaan,
kebersihan, cahaya, tak bersalah, keamanan, persatuan. Hendra memakai peci
berwarna hitam, dimaknai penulis sebagai pembeda dan pusat perhatian
karena dia yang akan berpindah agama memeluk Islam. Didukung dengan
bahasa tubuh yang dilakukan oleh Hendra dan pak Kyai yang berjabat tangan
dimaknai sebagai tanda perjanjian.
Pengalaman kebudayaan yang penulis yakini memang syarat masuk
agama Islam adalah membaca dua kalimat syahadat dan selanjutnya
menjalankan rukun Islam, yaitu syahadat, sholat, puasa, zakat, haji (bagi
yang mampu).
Penulis menjadikan rukun Islam sebagai indikator seseorang
dikatakan soleh. Soleh sebagai pembanding hasil penelitian sebelumnya yang
mengatakan bahwa citra Islam sebagai kemurtadan. Dijelaskan dalam
penemuan-penemuan penulis bahwa Islam digambarkan memiliki citra yang
baik yakni soleh. Dari gambar 4.22 dimasukkan kedalam kategori Soleh
karena merupakan salah satu rukun Islam. Tanda-tanda dalam adegan dan
dialog dimaknai sebagai perilaku soleh.
Gambar 4.23 Adegan scene 20
Tergambar dalam potongan adegan film tersebut pak Ustadz menjadi
imam dari beberapa makmum dibelakangnya, melakukan ibadah sholat
berjamaah didalam masjid.
Adegan diambil dengan teknik medium shot dimana subjek atau
aktor yang mengitarinya menempati area yang sama pada frame. Pada kasus
seorang tokoh yang sedang berdiri, frame bawah dimulai dari pinggang si
tokoh, dan masih ada ruang untuk menunjukkan gerakan tangan. Pak Ustadz
sebagai tokoh disini tetapi masih terlihat latar belakangnya yakni para
makmum.
Cahaya matahari yang terang dari celah dinding Masjid menandakan
latar waktu kejadian yakni siang hari saat Dzuhur. Kostum yang mencolok
adalah warna baju koko yang dipakai pak Ustadz. Merah melambangkan
keberanian. Dalam hal ini dimaknai sebagai keberanian memimpin makmum
menjadi imam.
Berdasarkan pengalaman pribadi penulis dan apa yang penulis
yakini, Islam menganjurkan untuk melakukan ibadah sholat dan sebisa
mungkin berjamaah (makmum) karena pahala yang didapatkan 27 kali lipat
dibandingkan sholat sendiri.
Gambar 4.23 diatas dikategorikan kedalam citra Islam yang soleh
karena adegan sholat merupakan cerminan dari rukun Islam yang kedua
setelah syahadat.
Gambar 4.24 Adegan scene 62
Gambar diatas menggambarkan adegan dimana ada jamaah muslim
baik laki-laki maupun perempuan berkumpul di masjid untuk mendengarkan
tausiyah (ceramah) dari pak Ustadz yang berada didepan. Dalam film ini
diceritakan bahwa pak ustadz memberi ceramah tentang ajaran Islam untuk
bersikap baik dan sopan dalam berpenampilan serta menjaga diri.
Adegan diatas menggunakan teknik long shot karena ingin
memperlihatkan situasi yang terjadi. Pak Ustadz sebagai pusat perhatian
berada di titik jauh kamera dan dikelilingi jemaah yang mendengarkan
tausiyahnya. Kostum yang digunakan berupa baju koko, peci, jilbab
menandakan mereka sebagai jemaah masjid yang agamis.
Berdasarkan apa yang penulis ketahui bahwa Islam mengajarkan
pada umat untuk melakukan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Sikap-
sikap itu dapat ditunjukkan dengan sholat, mengaji, menyalurkan informasi
yang bermanfaat, menolong orang, dll.
Dalam hal ini, adegan film diatas merupakan salah satu adegan yang
dapat dimaknai dengan kata soleh, karena melakukan apa yang
diperintahkanNya dengan menyebarkan informasi (ceramah) yang
bermanfaat bagi orang lain dan berisi kebaikan.
Gambar 4.25 Adegan scene 96
Potongan adegan film diatas terlihat bahwa seseorang sedang
membaca Al-Qur’an didalam masjid. Diceritakan bahwa Surya membaca
Surat Al-Ikhlas setelah ia memerankan tokoh Yesus dalam pementasan
drama paskah di gereja. Ia merasa bersalah dan takut, menangis dan
memohon ampunan.
Adegan diatas diambil dengan teknik long shot dimana tokoh
diambil badan utuh dan masih terlihat latarnya. Dari properti yang digunakan
berupa karpet bergambar ka’bah menandakan kejadian tersebut berlatar
tempat di masjid dan berlatar watu siang hari karena sinar matahari yang
masuk dari celah dinding masjid.
Kostum yang dipakai berwarna coklat yang bermakna perdamaian.
Disini pembuat film ingin menunjukkan bahwa Surya takut akan dosa yang
ia pikir ia sudah menduakan Tuhan dengan peran yang dilakoninya.
Surat Al-Ikhlas merupakan surat tentang Keesaan Allah,
“katakanlah: “Dialah Allah yang Maha Esa. Allah adalah
tempat meminta segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada
pula diperanakkan. Dan tidak ada yang setara dengan Dia”
Islam mengajarkan bahwa Allah itu Esa. Dan berdasarkan
pengalaman penulis diberitahu oleh seorang ustadz bahwa jika kita merasa
bersalah yang paling singkat adalah membaca surat Al-Ikhlas.
Jadi dalam adegan diatas dapat dikategorikan kedalam cerminan
Islam yakni Soleh.
Gambar 2.26 Adegan scene 119
Potongan adegan diatas sama dengan gambar 4.14 yakni Rika
menemani Abi anaknya untuk makan Sahur di bulan puasa. Ia membimbing
Abi membaca niat puasa meskipun ia sudah memeluk agama lain.
Adegan diambil menggunakan long shot, sebuah shot yang
menunjukkan semua atau sebagian besar subyek dan lingkungan sekitar.
Makna yang dapat diambil dari adegan diatas adalah setting tempat di ruang
makan, dalam situasi subuh dengan jendela yang masih tertutup. Bahasa
tubuh Abi dan Rika yang seperti membasuh muka, dimaknai sebagai
mengakhiri membaca doa, yakni ketika berucap “amin”. Rika mendamping
anaknya membaca niat puasa dari awal sampai akhir dimaknai sebagai sikap
toleransi.
Berdasarkan pengalaman mental dan pengetahuan yang sudah
dijelaskan sebelumnya bahwa rukun Islam ada lima, dan salah satunya adalah
puasa. Disini digambarkan bahwa Abi adalah anak yang soleh, ia melakukan
perintah Allah dengan melakukan ibadah puasa. Sehingga adegan ini juga
digolongkan kedalam kategori citra Islam yang soleh.
Gambar 2.27 Adegan scene 98
Sama halnya dengan gambar 2.26, bahwa adegan film ini sudah ada
di kategori berbagi, yakni saat Ibu Novi pemilik kos-kosan membagi
makanan pada anak-anak menjelang buka puasa.
Pengambilan gambar diatas adalah menggunakan Long Shot dimana
memperlihatkan sebagian besar tokoh dan lingkungannya. Gambar diambil
dari jarak jauh, seluruh objek terkena hingga latar belakang objek. Beberapa
film dengan tema sosial biasanya menempatkan subjek dengan Long Shot,
dengan pertimbangan bahwa situasi sosial (bukan subjek individual) yang
menjadi fokus perhatian utama (Chandler, 2000). Dari pengambilan gambar
tersebut dapat dimaknai sebagai hubungan sosial.
Dengan pengambilan gambar yang jauh, maka tidak terlalu jelas
terlihat gerakan tubuh para tokoh. Tetapi disini dapat dilihat yang menonjol
adalah gerakan Ibu Novi. Tangannya memegang bungkusan dan
menyerahkan kepada anak kecil didepannya. Hal ini dapat dimaknai sebagai
sikap memberi.
Beberapa tokoh yang berada dalam frame tersebut menggunakan
kostum baju muslim, wanita memakai jilbab dan pria memakai sarung serta
peci. Kostum yang menempel pada tokoh mengandung pesan yang ingin
disampaikan pada orang lain. Dalam hal ini penulis memaknainya sebagai
bentuk aktualisasi diri, pembuat film ingin menyampaikan dan membangun
tokoh-tokoh tersebut sebagai orang muslim. Hal ini juga didukung oleh
properti yang menjadi latar tempat mereka berada yakni beberapa kaligrafi
dari pahatan kayu.
Berdasarkan pengalaman penulis bahwa zakat yang merupakan
rukun Islam sebagai salah satu indikator seseorang dikatakan soleh. Disini
zakat itu sendiri berarti amal. Beramal bisa dilakukan dengan bersedekah
ataupun berbagi, seperti tampak di potongan adegan diatas. Maka dari itu
penulis juga memasukkan adegan scene 98 juga termasuk kedalam kategori
soleh, karena membagi-bagikan makanan dimaknai sebagai zakat.
1.2.5 Kontestasi “Citra Islam” dalam Film Tanda Tanya “?”
Tabel 4.2 Perbandingan hasil penelitian Citra Islam dalam Film “?” Tanda Tanya
No Citra Islam penelitian sebelumnya
(Muhammad Iqbal)
Citra Islam dalam penelitian ini
(Agnes Eferdina Mamoribo)
1. Kemiskinan
Scene 16 Menuk sebagai Muslimah dan mempunyai Suami yang taat
beragama, bekerja di restoran China,
terlebih restoran cina tersebut
menjajakan menu makanan yang
diharamkan dalam agama Islam yaitu
daging babi.
Scene 30 dialog antara Sholeh dan Menuk, Sholeh mengatakan “ mau
bayar pake apa uang sekolahnya nuk?”,
kemudian Menuk menawarkan solusi
untuk pake uangnya terlebih dahulu,
namun uangnya tidak cukup buat bayar
uang sekolah selama tiga bulan.
Berbagi & Tolong Menolong
(kaya hati)
Scene 98 Terlihat ada sekelompok orang berkerumun dan salah satunya sedang
membagikan makanan. Dalam cerita
adegan diatas, setting waktu diambil saat
bulan ramadhan. Dia adalah Ibu Novi
pemilik kos-kosan yang bersedekah dengan
membagikan makanan kepada anak-anak
menjelang buka puasa.
Scene 162 Sekelompok orang berjajar mengantri didepan toko buku “Footnote”
dan seorang perempuan beserta anaknya
membagi bungkusan berwarna merah. Dari
potongan gambar diatas terlihat bahwa itu
dilakukan untuk memperingati syukuran
khatam Qur’an Abi.
Scene 38 Sholeh mendatangi Menuk ditempatnya bekerja. Sholeh
melampiaskan kekesalannya kepada
menuk dihadapan orang rame, Sholeh
mengatakan “ aku ini mas, kaka, bojo
yang ga bisa apa-apa nuk, ga pantas aku
jadi suamimu, ceraikan aku nuk, lebih
baik cari yang lebih hebat sana !”
Scene 22 tokoh Surya pemuda yang tidak mempunyai pekerjaan dan punya
cita-cita menjadi artis, ikut serta
menjadi figuran dalam penggarapan
sebuah film, ia dimarahi terlebih
dikasari dalam syuting film tersebut
demi mendapatkan pekerjaan dan
mengejar cita-citanya, ia merasa kesal
karena sudah berusaha sebaik mungkin
tetapi tidak mendapat pujian.
Scene 28 ibu kost marah-marah dan mengomeli Surya, ibu kost menagih
Scene 50 Seseorang terjatuh saat sedang memasak yakni tuan Tan Kat Sun yang
biasa dipanggil engkoh oleh pegawainya.
Penyakit jantung yang ia derita tiba-tiba
kambuh. Pegawai yang bekerja di restoran
masakan cinanya panik. Mereka mencoba
menolong Engkoh dan menggotong ke
kamarnya.
Scene 109 Terlihat disana ada Rika menemani Surya yang memakai kostum
Santa Claus membawa bingkisan yang
diberikan sepasang suami istri didepannya.
Suami istri itu meminta bantuan Surya
berperan sebagai tokoh hero kesukaan
anaknya untuk memberikan hadiah kepada
Abi (anak mereka) yang sedang sakit. Tanda
bahwa Surya beragama Islam terlihat dalam
penggalan dialog antara mereka saat
sepasang suami istri berterimakasih padanya
dan dia menjawab dengan kata “Insyaallah”.
uang kost yang belum dibayar Surya
selama dua bulan lebih, jika tidak
mampu membayar ia akan diusir keluar
dari kost tersebut, dan ia memilih keluar
dan tinggal dimesjid.
Scene 51 Rika menawarkan Surya pekerjaan, dan ternyata pekerjaannya
adalah menjadi pemeran Yesus pada
acara paskah disebuah gereja, Surya
menerima ;pekerjaan itu, walaupun
terasa janggal karena ia adalah seorang
pemuda Islam, terlebih ia memakai
mesjid sebagai tempat latihannya
menjadi pemeran Yesus. Ketertarikan
Surya terhadap peran menjadi Yesus
tidak lepas dari iming-iming materi
yang dikatakan Rika, bahwa bayarannya
lumayan besar untuk drama tersebut.
Scene 46 Terlihat sosok ustadz (berpeci hitam) sedang memayungi seorang wanita
yang lebih tua dan membawakan barang
bawaannya di sebuah pasar dalam kondisi
hujan.
Scene 60 Ustadz sedang memberi nasehat kepada Surya yang mendatanginya karena
bimbang menerima pekerjaan yang
ditawarkan oleh Rik, yakni berperan dalam
pementasan drama di gereja sebagai Yesus.
Dia bingung karena takut dikira murtad,
tapi dia juga butuh pekerjaan. Pak Ustadz
menyuruh dia untuk bertanya pada hatinya.
2. Rasisme
Scene 18 perkelahian antara sekelompok pemuda Islam dengan
pemuda Cina Pinghen. Disini para
pemuda Islam menghina Pinghen
terlebih dahulu dengan mengatakan “
Sipit, cino edan”.
Hidup Berdampingan & Toleransi
Scene 124 Surya mendatangi rumah Rika
dalam suasana lebaran. Terlihat mereka
sedang bersalaman di teras rumah Rika.
Rika yang sudah berpindah agama menjadi
seorang khatolik mengucapkan selamat pada
Surya yang merayakan Idul Fitri.
Scene 88 Sholeh yang memiliki masalah pribadi dengan pinghen, ketika
Menuk bercerita kepada Sholeh
tindakan Pinghen yang semena-mena
terhadap karyawan saat bulan puasa,
Sholeh menganggap Pinghen dan semua
orang cina itu sifat buruknya sama saja.
Scene 18 Tan Kat Sun pemilik restoran masakan cina berada didapur dengan
pegawainya sedang memasak. Terlihat juga
dari balik kaca wanita berjilbab yakni
Menuk memasuki restoran. Ia mengucapkan
salam “assalamu’alaikum” saat memasuki
tempat kerjanya itu, dan pemilik restoran
yang diketahui beragama Kong Hu Cu tetap
menjawab salam “walaikumsalam”.
Scene 134 Rika dan Abi sedang menghias pohon natal dalam persiapan memperingati
hari raya Natal. Abi yang beragama Islam
membantu ibunya yang beragama khatolik
untuk menghias pohon Natal sebagai simbol
umat nasrani. Terlihat keceriaan dalam
adegan tersebut.
Scene 80 Beberapa anggota banser NU
mulai menjaga gereja sebelum jemaat gereja
berdatangan. Soleh terlihat cemas karena
baru pertama kali ia bertugas sebagai
anggota banser. Soleh menanyakan kepada
anggota banser lainnya kenapa mereka
menjaga gereja, karena sepengetahuan
Soleh, seorang Muslim tidak boleh masuk
kedalam gereja karena dianggap haram. Hal
itu di bantah keras oleh anggota banser
tersebut dan memberikan penjelasan kepada
Soleh.
Scene 108 dua orang dewasa sedang mengobrol dan satu orang anak kecil sedang
menikmati mie ayam, ber-setting tempat di
warung mie ayam saat pria dewasa dan anak
kecil selesai menjalankan ibadah sholat
tarawih di Masjid. Rika, wanita dewasa itu
menawarkan pekerjaan pada Surya untuk
memerankan tokoh Santa Claus. Dalam
adegan itu diceritakan Surya menjelaskan
tentang Santa Claus.
Scene135 Rika dan Abi merayakan ulang tahun Surya dengan memberkan kue ulang
tahun pada Surya. Kebahagiaan tampak
nyata dalam film itu dengan penggambaran
senyum, tawa dan tepuk tangan.
Scene 119 Rika ibu Abi tetap membimbing Abi membaca doa niat puasa meskipun ia
sudah berpindah agama menjadi seorang
Khatolik.
Scene 24 seorang ibu sedang berdoa dengan membawa dupa dan persembahan
didepannya, ditempat yang tidak jauh
diruang sebelah terdapat seseorang yang
juga sedang menjalankan ibadah sholat.
Mamih panggilan untuk ibu yang sedang
berdoa yakni istri dari tuan Tan Kat Sun
melakukan ibadah sesuai dengan
keyakinannya yakni Kong Hu Cu. Di
rumahnya itu ia juga menyediakan tempat
untuk para pegawainya yang ingin
menjalankan ibadah sholat.
Scene 77 Menuk mengantarkan pesanan makanan untuk para pemeran dalam
pementasan paskah di ruang ganti. Dalam
adegan tersebut juga terlihat Surya yang
beragama Islam berada dalam kelompok
yang sedang bersiap untuk pentas.
3. Kekerasan dan Terorisme
Scene 18 perkelahian antara pemuda Islam dan Pinghen, ada ucapan Pinghen
yang dilontarkan kepada para pemuda
Islam yaitu “dasar teroris asu”.
Scene 71 Sholeh dan Banser rela menjaga gereja karena citra buruk umat
Islam saat aksi penusukan pendeta
dihalaman gereja didaerahnya dahulu.
Kekerasan orang Islam terhadap agama
Kristen di Indonesia telah menjadi isu
yang hangat.
Scene 104 penyerangan restoran Cina oleh sekelompok pemuda yang
dipimpin oleh Sholeh, sambil
meniakkan Allhuakbar mereka
menyerang orang-orang yang ada
Damai & Pemaaf
Scene 19 adu mulut antara sekelompok
Islam dan Ping Hen (Tiong Hoa) saling
melemparkan kata-kata yang mengandung
rasisme seperti “sipit”, “teroris asu”, “cino
edan”. Kemudian datang seorang Ustadz
yang melerai kejadian tersebut, mencoba
memisahkan dan menyuruh sekelompok
orang Islam pergi ke Masjid.
Scene 152 sekelompok orang lengkap dengan pakaian loreng dengan topi dan
sepatu berjaga-jaga diluar gedung. Mereka
anggota Banser NU yang sedang menjaga
gereja saat malam Natal. Salah satu anggota
banser yakni Soleh berlari dari dalam gereja
keluar dan membawa kotak dalam
pelukannya. Kotak itu berisi bom.
Scene 59 Soleh menemui Menuk setelah pertengkaran hebat yang terjadi
sebelumnya, Soleh menyuruh Menuk untuk
didalam dan menghancurkan seluruh isi
restoran.
Scene 114 Sholeh menemukan bom yang terletak disalah satu kursi seorang
jemaat, setelah pikir panjang ia
membawa lari bom tersebut keluar
gereja, namun tidak berapa lama bom
meledak dimuka halaman gereja dalam
pelukan erat Sholeh dan menimbulkan
kekacauan.
menceraikannya karena dia merasa tidak
berarti dan tidak bisa membahagiakan istri,
anak, dan adiknya. Soleh meminta maaf
kepada Menuk dan menceritakan bahwa ia
sudah mendapatkan pekerjaan menjadi
anggota Banser NU.
Scene 162 Orang tua Rika yang sebelumnya kecewa terhadap anaknya yang
memutuskan berpindah agama datang
kerumah Rika untuk menghadiri syukuran
Abi cucu mereka yang sudah Khatam
Qur’an. Dalam momen itu Rika meminta
maaf kepada orang tuanya dan bersyukur
bahwa mereka mau datang dan menjenguk
anak cucunya.
Scene 61 seorang anak dan ibu mengaitkan jari kelingking dalam suatu ruangan. Rika
senang saat Abi mendatangi toko buku
miliknya. Rika yang merasa bersalah karena
sebelumnya mengecewakan Abi dan Abi
sempat tidak mau menemuinya.
4. Murtad
Scene 27 Saat menunggu Abi pulang mengaji, Surya mengatakan bahwa Rika
telah menghianati dua hal besar dalam
Islam yang pertama pernikahan dan
kedua adalah Allah.
Scene 37 Saat datang ke toko buku Surya dimarahi oleh Rika karena ia
kesal akan perkataan orang-orang yang
mengatakan dia sebagai kafir, memang
didalam Islam seharusnya orang yang
pindah agama dari Islam disebut kafir,
terlebih ia hidup dalam lingkungan yang
penuh dengan orang Islam. Namun ada
perkataan Surya yang mengarah pada
tindakan mendukung tindakan
murtad,yaitu “saya bangga sama mbak
berani mengambil keputusan besar
dalam hidup, sementara saya mbak 10
tahun hanya menjadi figuran”.
Soleh
Scene 163 Hendra (Ping Hen) akhirnya menentukan pilihannya, ia memutuskan
memilih berpindah memeluk agama Islam.
Ia mengucapkan dua kalimat syahadat
sebagai syarat masuk agama Islam, ia
dibimbing oleh seorang kyai ataau tokoh
Islam dan disaksikan beberapa muslimin.
Scene 20 seorang imam dan beberapa makmum dibelakangnya sedang melakukan
ibadah sholat berjamaah didalam masjid.
Diceritakan dalam film tersebut setting
waktu terjadi siang hari saat Dzuhur.
Scene 62 jamaah muslim baik laki-laki maupun perempuan berkumpul di masjid
untuk mendengarkan tausiyah (ceramah)
dari pak Ustadz yang berada didepan.
Dalam film ini diceritakan bahwa pak
ustadz memberi ceramah tentang ajaran
Islam untuk bersikap baik dan sopan dalam
Scene 42 Rika teringat masa lalunya dengan mantan suaminya ketika ia
menolak mempertahankan
pernikahannya, karena suaminya ingin
berpoligami. Ia mengatakan langsung
kepada suaminya tidak bisa menerima
tindakan yang akan dilakukan
suaminya. Hukum Poligami inilah yang
ditentang oleh Rika, dan dampaknya ia
menolak hukum itu dan pindah agama
menjadi Kristiani.
Scene 81 Rika menelfon ibunya
bahwa dia telah pindah ke agama
Kristen, ia mengatakan telah dibaptis
dan namanya telah diganti.
Mendengar hal itu orangtua Rika
langsung mematikan telfon dari
Rika.
berpenampilan serta menjaga diri.
Scene 96 seseorang sedang membaca Al-Qur’an didalam masjid. Diceritakan bahwa
Surya membaca Surat Al-Ikhlas setelah ia
memerankan tokoh Yesus dalam
pementasan drama paskah di gereja. Ia
merasa bersalah dan takut, menangis dan
memohon ampunan.
Scene 119 Rika menemani Abi anaknya
untuk makan Sahur di bulan puasa. Ia
membimbing Abi membaca niat puasa
meskipun ia sudah memeluk agama lain.
Scene 98 Ibu Novi pemilik kos-kosan membagi makanan pada anak-anak
menjelang buka puasa.
Top Related