�
���
�
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas III
SD Negeri Gunungtumpeng 01 UPTD Pendidikan Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang. Subjek penelitian ini diambil dari semua siswa kelas III yang
berjumlah 27 siswa. Sebagian siswa kurang terampil dalam komunikasi lisan, oleh
karena itu perlu adanya suatu layanan yang membantu untuk meningkatkan
keterampilan komunikasi lisan siswa. Identitas subjek penelitian dapat dilihat
pada tabel 4.1. sebagai berikut:
Tabel 4.1. Identitas Subjek Penelitian
No. Nama Jenis Kelamin Umur (Th)
1. Nng L 8,5
2. Ptr L 8
3. Dl P 8
4. Hnf L 8
5. Adr L 8,5
6. Bly L 8,5
7. Nvl L 8
8. Nnd P 8
9. Ags L 8,5
�
���
�
4.2.Pelaksanaan Penelitian
Proses pengumpulan data dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pretest dan
posttest. Pretest dilakukan pada bulan Maret 2011 minggu ketiga dengan
bimbingan kelas. Pada kegiatan ini penulis membacakan beberapa cerita,
kemudian siswa diminta menceritakan kembali cerita yang dipilih. Dengan
bercerita penulis mengobservasi keterampilan siswa dalam berkomunikasi lisan.
10. Zdn L 8
11. Frdn L 8
12 Rtn P 8
13 My P 8,5
14 Na P 8
15 Irm P 8,5
16 Zsk P 8
17 Wnd P 8
18 Fr L 8
19 Rv P 8,5
20 Hn P 8,5
21 Els P 8,5
22 Dn P 8,5
23 Ss P 9
24 Rzk L 8
25 Gms L 8
26 Agl P 8
27 Egr L 8,5
�
� �
�
Setelah diketahui sebagian siswa kurang terampil dalam komunikasi lisan perlu
diberikan tindakan layanan bimbingan kelas dengan menggunakan terapi bermain
siklus I. Siklus II dilakukan untuk layanan lanjutan apabila pada siklus I sudah
berhasil maka pada siklus II dilakukan sebagai pemantapan.
Pengumpulan data menggunakan observasi selama tindakan siklus I dan
siklus II berlangsung, berdasarkan pedoman observasi. Setelah penulis melakukan
observasi awal, terdapat 11 siswa dari 27 siswa yang kurang terampil dalam
berkomunikasi lisan. Oleh karena itu penulis memberikan layanan bimbingan
kelas menggunakan terapi bermain siklus I dan tindakan lanjutan sebagai
pemantapan pada siklus II.
4.3. Hasil Penelitian
Pada kegiatan layanan bimbingan klasikal ini terdapat 2 siklus yang terdiri
dari 8 pertemuan pada siklus I dan 2 pertemuan pada siklus II. Adapun kegiatan
dan hasil PTBK diuraikan sebagai berikut:
1. Sebelum Siklus
Sebelum siklus I siswa belajar sesuai dengan tuntunan guru kelas. Di
dalam pembelajaran tersebut 40,74% dari 27 siswa kurang terampil dalam
berkomunikasi lisan. Saat penulis pertama kali masuk kelas sebagian siswa tidak
banyak bicara dan cenderung diam. Kemudian penulis melakukan observasi
sebelum memberikan tindakan layanan, yang kemudian diperoleh hasil pretest.
�
���
�
Sebelum tindakan siklus I dilaksanakan, penulis memperoleh data dari
hasil pretest yang dilakukan terhadap siswa SD Negeri Gunungtumpeng 01
dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.2. Hasil Pretest tentang Keterampilan Komunikasi Lisan
NO NAMA HAMBATAN
1 Ags Terbata – bata
2 Dn Mengulang ucapan kata atau kalimat
3 Els Terbata – bata
4 Hnf Jeda bicara yang lama
5 Irm Mengulang ucapan kata atau kalimat
6 Nnd Mengulang ucapan kata atau kalimat
7 Nvl Terbata – bata
8 Rtn Terbata – bata
9 Rzk Tersengal- sengal saat berbicara
10 Zsk Banyak mengucapkan ”ee”, ”emm”
11 Zdn Jeda bicara yang lama
Dari data pretest pada tabel 4.2 menunjukkan kriteria siswa kurang
terampil dalam berkomunikasi lisan, sehingga akan diberikan tindakan layanan
bimbingan kelas menggunakan metode terapi bermain pada siklus I dan
pemantapan pada siklus II.
�
���
�
2. Siklus I
Siklus I terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi
dan refleksi. Masing – masing tahap dalam PTBK ini diuraikan sebagai berikut:
a. Perencanaan tindakan
Perencanaan tindakan dilakukan berdasarkan satuan layanan yang telah
disusun sebelumnya, sebelumnya guru sudah menjelaskan tentang komunikasi.
Kemudian penulis melanjutkan penjelasan mengenai bercerita. Pada kegiatan
berikutnya penulis menceritakan beberapa cerita, kemudian siswa menceritakan
kembali dengan memilih salah satu cerita yang telah didengar. Melalui siswa
bercerita, maka penulis akan memperoleh hasil pretest. Setelah itu siswa diberikan
layanan tindakan bimbingan kelas dengan metode terapi bermain, kemudian
sebagai evaluasi siswa diminta menceritakan pengalaman bermainnya kepada
penulis dan direkam menggunakan perekam suara.
b. Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan tindakan dilakukan mengikuti satlan BK. Pada tahap awal,
penulis memperkenalkan diri mengungkapkan maksud dan tujuan PTBK.
Selanjutnya pelaksanaan tindakan di kelas, penulis mengajak anak bermain
dengan menggunakan miniatur hewan. Siswa bebas memilih jenis hewan dan
bermain bebas sesuai kreatifitas dan imajinasi masing – masing. Ketika siswa
bermain, penulis mengobservasi ketertarikan, motivasi, dan kreatifitas para siswa.
Pada kegiatan bermain akan terlihat keterlibatan emosional dan
komunikasi antar teman dalam kegiatan bermain. Oleh karena itu, penerapan
�
���
�
terapi bermain diharapkan mampu meningkatkan keterampilan komunikasi lisan
siswa kelas III SD Negeri Gunungtumpeng 01 UPTD Pendidikan Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang.
c. Observasi
Observasi terhadap pelaksanaan tindakan berdasarkan kegiatan terapi
bermain dilakukan sejak awal hingga akhir layanan bimbingan. Dalam rangka
membina hubungan yang baik dengan siswa, penulis sudah memulai sejak
pertemuan awal. Para siswa dengan senang hati dan terbuka menerima penulis,
hanya beberapa siswa yang nampak pendiam. Kegiatan terapi bermain penulis
uraikan sebagai berikut:
Ags : Pada tahap relating, penulis membina hubungan yang baik dengan Ags.
Penulis berusaha memahami siswa, sehingga siswa dapat menerima
penulis. Berikutnya pada tahap releasing siswa nampak semaunya sendiri,
bermain sesukanya sesuai kehendaknya tanpa mempedulikan sekitarnya.
Pada tahap re-creating siswa marah terhadap penulis, berkata kasar dan
ekspresinya menunjukkan kemarahan. Kemudian saat tahap
reexperiencing penulis mendekati siswa dan menanyakan keinginannya,
siswa ini minta untuk diperhatikan. Oleh karena itu penulis menuruti
keinginan siswa dan mengajak siswa berinteraksi dengan halus dan
memberikan pengertian. Tahap terakhir yaitu resolving penulis mengajak
siswa lebih santai, dan memberikan perhatian terhadap siswa. Karena Ags
agak pemarah dan mudah ngambek, penulis berusaha memberikan
�
���
�
perhatian lebih dalam setiap kegiatannya, tetapi Ags masih sulit diajak
berinteraksi.
Dn : Tahap relating penulis berusaha membina hubungan yang baik dengan Dn
dikarenakan Dn pemalu dan pendiam. Pada awal pertemuan ditahap
releasing nampak bermain berkelompok dengan temannya, tetapi siswa
tidak banyak interaksi. Melalui ekspresi raut muka, nampak seperti ada
yang disembunyikan oleh Dn. Ketika diam, siswa nampak melamun
seperti memikirkan sesuatu. Kemudian pada tahap re-creating awalnya
siswa terlihat diam, tetapi terkadang secara tiba - tiba melontarkan kata –
kata agak kasar dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Penulis hanya
mengamati dan tidak mengganggu aktivitas bermain Dn. Ketika penulis
mulai masuk dalam perma-inan dan mengajak berinteraksi, respon Dn
sedikit sekali, bahkan tidak mengucapkan sepatah katapun dan tetap diam,
terkadang hanya tersenyum dan kemudian melanjutkan permainan
kembali. Tahap berikutnya yaitu re-experiencing, diketahui siswa merasa
rendah diri terhadap temannya, sehingga mengakibatkan siswa sering diam
dan melamun. Kemudian penulis mengajak siswa bercerita, awalnya siswa
enggan untuk berbicara, tetapi setelah merasa lebih nyaman, sedikit demi
sedikit Dn mulai mau membuka diri dan berbicara dengan penulis
meskipun tidak banyak bicara.
Els : Els merupakan siswa yang pendiam dan susah diajak bicara, untuk itu
perlu pendekatan yang lama untuk menjalin hubungan dengannya. Pada
tahap releasing Els nampak asik bermain bersama teman – temannya
dalam kelompok kecil. Pada tahap re-creating Els terlihat tidak begitu
�
���
�
nyaman dengan kehadiran orang baru, yaitu penulis. Els tampak gelisah,
oleh karena itu pada tahap reexperiencing penulis membiarkan ketidak
nyamanan Els. Kemudian penulis dengan hati – hati masuk ke dalam
permainan dan mengajak Els berinteraksi, awalnya Els hanya menanggapi
sedikit – sedikit tapi lama – kelamaan Els mulai mau diajak
berkomunikasi. Pada tahap resolving Els sudah lebih mudah diajak
berinteraksi, serta mulai banyak bicara dan sudah tidak terlalu diam seperti
sebelumnya.
Hnf : Hnf merupakan siswa yang pandai dalam pelajaran, namun anaknya agak
pendiam. Pada tahap relating, penulis bersikap ramah dan menyenangkan
supaya dapat diterima oleh Hnf. Ketika tahap releasing Hnf nampak asik
bermain dengan teman – temannya ketika membuat kreasi rumah –
rumahan, namun pada awal tahap ini tidak terjadi banyak interaksi sesama
siswa. Kemudian pada tahap re-creating baru tampak Hnf suka marah –
marah dan mengatur teman – temannya. Cara mengatur anak – anak lain
yaitu dengan berteriak – teriak kencang dan ngotot. Pada tahap
reexperiencing penulis membiarkan Hnf untuk mengeluarkan segala
perasaannya, kemudian penulis mendekati dengan halus dan bersikap
menyenangkan. Penulis mengajak siswa berinteraksi setelah Hnf dirasa
cukup mengeluarkan semua yang dirasa-kannya. Terakhir, pada tahap
resolving, penulis mengajak Hnf bercerita dan pada akhirnya Hnf mulai
lebih halus dan lebih leluasa menceritakan tentang dirinya.
Irm : Ketika membina hubungan dengan Irm penulis agak sedikit membutuhkan
waktu karena Irm juga termasuk anak yang pendiam. Kemudian pada
�
��
�
tahap releasing siswa tampak asyik bermain, tetapi tidak peduli dengan
teman – temannya. Meskipun Rtn bermain berkelompok tetapi sikapnya
acuh tak acuh, apalagi kalau sudah asik dengan permainan dan
perasaannya sendiri (re-creating). Pada tahap reexperiencing, penulis
membiarkan Rtn tetap cuek, namun kemudian penulis mulai masuk dalam
permainan dan mengajak Irm lebih memperhatikan sekitarnya dan
berinteraksi dengan teman – temannya. Tahap terakhir ketika resolving
Rtn sudah mulai bersosialisasi dan berinteraksi dengan teman – temannya.
Nnd : Nnd adalah siswa yang ceria dan murah senyum. Nnd termasuk siswa yang
pendiam dan pemalu, meskipun demikian Nnd berusaha untuk dekat
dengan penulis. Oleh karena itu penulis memberikan perhatian dan
bersikap menye-nangkan ketika membina hubungan dengan Nnd. Nnd
suka mencari perhatian dengan penulis, Nnd sebenarnya anak yang
terbuka meskipun agak pemalu. Pada tahap releasing siswa tampak asik
dan senang bermain dengan temannya. Tetapi pada tahap re-creating ada
rasa sedih yang disembunyikan dalam keceriaannya. Ternyata perasaan
sedih ini ketika Nnd ditinggal oleh kedua orangtuanya ke Sumatra untuk
bekerja. Lalu pada reexperiencing penulis mengajak Nnd untuk
menceritakan apa yang dirasakannya, dan Nnd mengatakan bahwa dirinya
sedih karena harus ditinggal oleh orangtuanya. Kemudian pada tahap
resolving siswa dengan lugunya menyatakan menerima keadaan harus
berpisah dengan orangtuanya demi mencari uang. Dari hasil tersebut siswa
lebih terbuka dengan penulis dan sering melakukan komunikasi baik
secara langsung maupun tak langsung.
�
��
�
Nvl : Awalnya Nvl tampak malu, tetapi sebenarnya Nvl merupakan siswa yang
terbuka. Penulis tidak mengalami kesulitan ketika membina hubungan
dengan Nvl. Ketika releasing Nvl tampak senang dan antusias dalam
bermain, serta mau berinteraksi meskipun cara bicaranya seperti terburu –
buru. Kemudian di tahap re-creating siswa nampak penurut dan takut
terhadap orang yang otoriter, kebetulan Nvl bermain dalam kelompok
yang diketuai oleh Hnf yang suka memerintah. Ketika tahap
reexperiencing penulis mengajak Hnf berce-rita, dan Hnf menceritakan
dirinya suka dimarahi oleh orangtuanya yang galak sehingga dia menjadi
penurut. Siswa juga mengatakan tidak suka dengan Hnf yang dianggapnya
nakal. Pada tahap resolving siswa sudah lebih terbuka dan sering
mengajak penulis untuk berkomunikasi.
Rtn : Rtn merupakan anak yang suka menyendiri, namun tidak canggung ketika
penulis mendekati dan menjalin hubungan. Rtn menerima penulis dengan
terbuka. Pada tahap releasing siswa tampak bermain sendiri dan berdialog
sendiri. Meskipun bermain tanpa teman, Rtn tampak menikmati kegiatan
bermainnya. Tahap re-creating barulah tampak bahwa siswa tampak
minder ketika bergabung dengan teman – temannya, raut mukanya tampak
tidak nyaman ketika bermain berkelompok dengan teman, berbeda engan
ketika Rtn bermain sendiri. Kemudian pada tahap reexperiencing penulis
masuk dalam permainan dan berinteraksi dengan Rtn. Rtn nampak senang
dan dengan mudah menanggapi ketika berinteraksi dengan penulis. Pada
tahap resolving Rtn sedikit mulai mengurangi mindernya, meskipun masih
suka menyendiri tetapi Rtn mulai membaur dengan teman.
�
���
�
Rzk : Rzk adalah siswa yang aktif, cepat diajak bergaul dan mudah menerima
penulis, sehingga cepat akrab dengan penulis. Pada tahap releasing Rzk
tampak semaunya dan ingin menang sendiri. Rzk bermain dengan aktif
namun sedikit agak kasar. Pada tahap re-creating siswa mengajak bermain
penulis, ketika bermain dengan Rzk, miniatur hewan yang diperankan oleh
penulis dipukuli oleh Rzk. Kemudian pada tahap reexperiencing Rzk
masih tetap bermain kasar, penulis menanggapi perlakuan kasar Rzk. Rzk
terlihat ingin diperhatikan, oleh karena itu penulis memberikan perhatian
pada Rzk. Berdasarkan pengalaman bermain tersebut di tahap resolving
penulis mengajak Rzk lebih bersikap halus dan akhirnya siswa tersebut
lebih santai dan tidak sekasar biasanya. Namun bicaranya masih tersengal
seperti buru – buru.
Zsk : Awalnya Zsk tampak diam dan malu - malu, tapi lama – kelamaan Zsk
mudah akrab dengan penulis dan mau berinteraksi. Pada tahap releasing
siswa tampak senang dan asik bermain dengan teman sekelompoknya.
Lalu di tahap re-creating siswa tampak mencari perhatian terhadap
penulis, untuk itu penulis kemudian masuk dalam permainan dan bermain
peran dengan Zsk. Karena Zsk merasa kurang perhatian, maka penulis
berusaha memperhatikan Zsk pada tahap reexperiencing sehingga Zsk
merasa dihargai dan dianggap keberadaannya. Pada tahap resolving Zsk
sudah lebih membaur dengan teman dan keinginan diperhatikan oleh
penulis sudah mulai berkurang.
Zdn : Awalnya Zdn suka melarikan diri ketika didekati oleh penulis, namun
akhirnya Zdn mulai bisa menerima penulis dengan terbuka. Pada awal
�
���
�
permainan saat releasing Zdn tampak berbaur dengan temannya dan asyik
bermain. Tetapi ketika tahap re-creating Zdn lebih suka menyendiri dan
ekspresinya menunjukkan rasa kesepian. Karena lebih nyaman bermain
sendiri, penulis membiarkan Zdn bermain dengan zona amannya. Setelah
itu pada tahap reexperiencing, penulis mulai masuk ke dalam permainan
dan membantu siswa mengurangi rasa kesepian dengan bermain yang
menyenangkan sehingga Zdn tertarik bermain bersama. Pada tahap
resolving penulis dibantu oleh salah satu siswa bernama Andr untuk
masuk dalam permainan. Zdn tampak lebih ceria dan gembira. Meskipun
demikian, Zdn masih belum banyak berinteraksi dengan teman yang lain.
Setelah pelaksanaan tindakan siklus I, diketahui hasil sebagai berikut:
Posttest siklus I :
Tabel 4.3. Hasil Posttest I tentang Keterampilan Komunikasi Lisan
NO NAMA HAMBATAN PENINGKATAN
1 Ags Terbata – bata Belum mengalami peningkatan
2 Dn Mengulang ucapan kata atau kalimat
Belum mengalami peningkatan
3 Els Terbata – bata Frekuensi terbata – bata berkurang
4 Hnf Jeda bicara yang lama Jeda bicara tidak lama
5 Irm Mengulang ucapan kata atau kalimat
Frekuensi mengulang ucapan kata atau kalimat berkurang
�
� �
�
6 Nnd Mengulang ucapan kata atau kalimat
Frekuensi mengulang ucapan kata atau kalimat berkurang
7 Nvl Terbata – bata Frekuensi terbata – bata berkurang
8 Rtn Terbata – bata Frekuensi terbata – bata berkurang
9 Rzk Tersengal- sengal saat berbicara Tidak tersengal – sengal saat berbicara
10 Zsk Banyak mengucapkan ”ee”, emm”
Frekuensi pengucapan ”ee” dan ”emm” berkurang
11 Zdn Jeda bicara yang lama Belum ada peningkatan
Data yang penulis peroleh adalah berdasarkan rekaman suara ketika
bercerita. Dari hasil posttest tersebut dapat diketahui 8 siswa sudah mengalami
peningkatan dalam keterampilan komunikasi lisan dan masih terdapat 3 siswa
yang belum mengalami peningkatan. Siswa yang mengalami peningkatan adalah
siswa yang mulai agak berkurang hambatannya (terbata – bata, mengulang ucapan
kalimat atau
kata, jeda yang lama, tersengal – sengal saat berbicara, banyak mengucapkan
“ee”, “emm”). Bagi siswa yang belum berkurang hambatan dalam komunikasi
lisannya dianggap belum mengalami peningkatan.
a) Refleksi
Berdasarkan layanan tindakan dan observasi dapat dilihat hasilnya belum
seperti yang diharapkan karena tingkat keberhasilan belum mencapai semua
�
���
�
siswa. Siswa yang belum berhasil mengalami peningkatan yaitu dikarenakan
siswa tersebut membutuhkan proses yang lebih lama dan intens dalam tahap –
tahap terapi bermain. Siswa belum terbiasa untuk mengungkapkan perasaan dan
pikirannya, sehingga penulis akan berusaha lebih intens membantu siswa dalam
proses terapi bermain supaya siswa lebih terampil dalam berkomunikasi lisan.
Oleh karena itu perlu diadakan tindakan siklus II untuk membantu siswa yang
belum mengalami peningkatan supaya mencapai tingkat keberhasilan.
3. Siklus II
a. Perencanaan Tindakan
Rencana tindakan dilakukan berdasarkan satuan layanan yang telah
disusun sebelumnya, dalam pelaksanaan layanan menggunakan beberapa rencana.
Pada siklus II ini, kegiatan diuraikan sebagai berikut:
1) Penulis akan melakukan wawancara terhadap siswa. Siswa yang
diwawancarai adalah siswa yang belum mengalami peningkatan
komunikasi lisan berdasarkan hasil posttest siklus I.
2) Siswa diajak untuk bermain, kemudian untuk kesekian kalinya siswa
dibantu melalui beberapa tahap dalam terapi bermain. Kali ini, proses yang
penulis lakukan akan lebih intens dan fokus pada 3 siswa yang belum
mengalami peningkatan.
3) Siswa diminta untuk bercerita dan direkam dengan perekam suara. Cerita
tidak ditentukan, sehingga siswa bebas menceritakan apa saja yang ingin
diceritakan. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan
keterampilan komunikasi lisan yang dialami siswa.
�
���
�
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan dilakukan mengikuti satuan layanan Bimbingan dan
Konseling. Penulis menyediakan mainan miniatur hewan dan mengajak siswa
bermain. Siswa bebas memilih jenis hewan dan bebas bermain sesuai kreativitas
dan imajinasi masing – masing. Bersamaan dengan anak bermain, penulis
mengobservasi ketertarikan, motivasi, dan kreativitas siswa.
Pada kegiatan bermain akan terlihat keterlibatan emosional dan
komunikasi antar teman dalam kegiatan bermain. Oleh karena itu, penerapan
terapi bermain diharapkan mampu meningkatkan keterampilan komunikasi lisan
siswa kelas III SD Negeri Gunungtumpeng 01 UPTD Pendidikan Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang.
c. Observasi
Observasi terhadap pelaksanaan tindakan berdasarkan kegiatan terapi
bermain dilakukan sejak awal hingga akhir layanan. Pada siklus II ini penulis
lebih mengutamakan siswa yang belum mengalami peningkatan dalam
komunikasi lisan. Hal ini dilakukan supaya penulis lebih fokus dalam
penanganan, sehingga siswa dapat mengalami peningkatan meskipun tidak
banyak. Kegiatan terapi bermain penulis uraikan sebagai berikut:
Ags : Pada tahap relating, hubungan penulis dan Ags sudah semakin membaik
dan semakin akrab. Berikutnya pada tahap releasing siswa masih
semaunya sendiri, bermain sesukanya sesuai kehendaknya tanpa
mempedulikan sekitarnya. Pada tahap re-creating siswa juga sering marah
�
���
�
terhadap penulis, berkata kasar dan ekspresinya menunjukkan kemarahan.
Kemudian saat tahap reexperiencing penulis lebih intens mendekati siswa
dan berusaha lebih memperhatikan Ags karena siswa ini memang ingin
selalu diperhatikan. Interaksi antara penulis dan Ags pun semakin
membaik sehingga di tahap akhir ketika resolving suasana semakin
membaik dan Ags mulai mengurangi kemarahan dan sikap kasarnya.
Komunikasi semakin berjalan dengan baik.
Dn : Tahap relating siswa sudah lebih mudah diajak berinteraksi karena siswa
sudah mulai mau berbicara meskipun kadang masih diam. Tahap
berikutnya ketika releasing Dn sudah tidak terlalu banyak melamun dan
mulai berbicara dengan teman – temannya ketika bermain. Kemudian
pada tahap re-creating awalnya siswa masih sama terlihat diam, dan
kadang masih melontarkan kata – kata agak kasar secara tiba – tiba. Tahap
berikutnya yaitu reexperiencing, siswa masih terlihat minder terhadap
temannya, tetapi siswa berusaha lebih banyak berinteraksi dengan teman
lain ketika bermain dalam kelompok. Tahap akhir ketika resolving penulis
mengajak bercerita ketika berkumpul bersama teman – temannya dan Dn
sudah tampak mulai nyaman dan lebih banyak bicara dari sebelumnya.
Zdn : Pada tahap relating Zdn sudah mulai mudah diajak bicara, meskipun sifat
melarikan dirinya masih sering muncul. Ketika tahap releasing, Zdn
terlihat kadang berbaur dengan temannya tetapi terkadang masih memilih
sendiri. Kemudian pada tahap re-creating masih muncul rasa kesepian
dalam kesendiriannya. Selanjtnya pada tahap reexperiencing, meski sudah
lebih ceria, sekilas masih muncul ekspresi dari rasa kesepian tersebut.
�
���
�
Oleh karena itu ketika tahap resolving, penulis mengajak lebih banyak
siswa untuk bermain bersama Zdn. Akhirnya Zdn sudah lebih banyak
bersosialisasi dan berinteraksi dengan teman – temannya.
Siswa yang sebelumnya sudah mengalami peningkatan, dalam kegiatan
terapi bermain penulis lebih banyak mengajak bercerita sehingga hambatan
komunikasi lisan beberapa siswa semakin banyak berkurang, dan siswa sudah
lebih terampil dalam menggunakan komunikasi lisan.
Setelah pelaksanaan siklus II, diperoleh hasil sebagai berikut:
Posttest siklus II:
Tabel 4.4. Hasil Posttest II tentang Keterampilan Komunikasi Lisan
NO NAMA HAMBATAN PENINGKATAN
1 Ags Terbata – bata Frekuensi terbata – bata berkurang
2 Dn Mengulang ucapan kata atau kalimat
Frekuensi pengulangan ucapan kata atau kalimat berkurang
3 Els Terbata – bata Frekuensi terbata – bata berkurang
4 Hnf Jeda bicara yang lama Jeda bicara tidak lama
5 Irm Mengulang ucapan kata atau kalimat
Frekuensi mengulang ucapan kata atau kalimat berkurang
6 Nnd Mengulang ucapan kata atau kalimat
Frekuensi mengulang ucapan kata atau kalimat berkurang
�
���
�
7 Nvl Terbata – bata Frekuensi terbata – bata berkurang
8 Rtn Terbata – bata Frekuensi terbata – bata berkurang
9 Rzk Tersengal- sengal saat berbicara Tidak tersengal – sengal saat berbicara
10 Zsk Banyak mengucapkan ”ee”, emm”
Frekuensi pengucapan ”ee” dan ”emm” berkurang
11 Zdn Jeda bicara yang lama Jeda bicara tidak begitu lama
d. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi, ternyata kegiatan layanan siklus I terdapat 8
siswa yang sudah agak berkurang hambatan komunikasi lisannya, dan 3 siswa
yang masih belum mengalami peningkatan. Setelah pelaksanaan siklus II, 3 siswa
yang tadinya belum mengalami peningkatan, akhirnya sudah agak berkurang
hambatan komunikasi lisannya.
4.4. Pembahasan
Kegiatan terapi bermain dilakukan pada siswa kelas III SDN
Gunungtumpeng 01 UPTD Pendidikan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.
Siswa yang menjadi subjek penelitian adalah siswa yang kurang terampil dalam
komunikasi lisan dengan kriteria sebagai berikut: terbata- bata, tersengal – sengal
saat berbicara, mengulang ucapan kalimat atau kata, jeda bicara yang lama,
banyak mengucapkan “ee” dan “emm”. Instrument yang digunakan adalah
pedoman observasi. Layanan terapi bermain diberikan beberapa hari selama
�
��
�
sepuluh kali pertemuan atas persetujuan guru kelas. Diperoleh hasil, hambatan
komunikasi lisan dapat berkurang setelah diberi layanan terapi bermain.
Melalui observasi dan hasil pretest, diketahui terdapat 11 siswa yang
kurang terampil dalam komunikasi lisan, dan setelah pemberian layanan diperoleh
hasil posttest siklus I yang menunjukkan bahwa 8 siswa mengalami peningkatan
komunikasi lisan dengan agak berkurang hambatan yang dialami oleh masing –
masing siswa. Kemudian pada hasil posttest siklus II, keseluruhan dari 11 siswa
semuanya telah mengalami peningkatan dalam komunikasi lisan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka benar apa yang dikatakan
Djiwandono (2005), bahwa dunia anak sangat berkaitan erat dengan dunia
bermain. Betapa pentingnya pengaruh bermain terhadap anak. Banyak aspek yang
bisa terasah ketika anak bermain, diantaranya motorik kasar, motorik halus,
bahasa, sosial, dan kognitif. Sepanjang masa kanak – kanak, bermain sangat
mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. Dengan bermain bersama
anak lain, anak belajar membentuk hubungan sosial, bagaimana menghadapi dan
memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan tersebut. Agar dapat bermain
dengan baik bersama anak lain, anak harus belajar berkomunikasi, dalam arti anak
dapat mengerti dan sebaliknya anak harus belajar mengerti apa yang
dikomunikasikan orang lain.
Melalui observasi, penulis juga dapat mengetahui ketertarikan, motivasi,
dan kreativitas dari pengalaman bermain anak. Bermain merupakan salah satu
metode mengajar yang dapat membuat siswa tertarik dan termotivasi untuk aktif
dalam kegiatan berbicara, berkomunikasi, dan bersosialisasi, serta merangsang
�
��
�
kreativitas anak. Ketika bermain, anak dapat bereksplorasi dengan dunia nyata
dan imajinasinya.
Kegiatan ini penulis lakukan untuk mengetahui peningkatan keterampilan
komunikasi lisan siswa kelas III SDN Gunungtumpeng 01 UPTD Pendidikan
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang adalah dengan memberikan layanan
terapi bermain yang terangkum dalam 5 tahap sesuai pernyataan Djiwandono
(2005) berikut:
1. Relating (hubungan) : penulis membina hubungan yang baik dengan siswa melalui kegiatan bermain.
2. Releasing (melegakan perasaan) anak menggunakan permainan untuk melepaskan mengurangi ketegangan melalui katarsis.
3. Re-creating (menciptakan) kembali kejadian – kejadian yang mengacau pikiran dan perasaan dihidupkan kembali melalui permainan.
4. Reexperiencing (mengalami kembali) : anak dibantu untuk menghubungkan kejadian – kejadian masa lalu dengan perasaan dan tingkah laku sekarang.
Resolving (menyelesaikan) : anak menyelesaikan masalah atau menemukan cara
baru dalam menghadapi masalah dengan mempraktikan tingkah laku baru dalam
bermain.
Top Related