BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses simulasi dispersi gas polutan memerlukan input data polutan, data
kondisi atmosfer, data domain (geometri daerah yang disimulasikan), serta data
cerobong (stack) yang dimodifikasi sederhana dengan beberapa perlakuan
dimensinya. Simulasi dilakukan pada suatu industri yang telah melakukan
pengukuran atau pengujian parameter sistem pembakarannya dengan cerobong
tunggal sehingga polutan yang dihasilkan dikeluarkan dari sumber tunggal
kontinyu.
Inlet aliran gas polutan dari cerobong ke dalam sistem simulasi diasumsikan
seragam. Besaran inlet aliran massa gas polutan tersebut dapat diprediksi dari
jenis dan jumlah bahan bakar yang dikonsumsi oleh sistem pembakarannya
dengan menggunakan persamaan faktor emisi US-EPA, yaitu :
Qemisi = FC × EF ..................................................................................... (33)
dimana : Qemisi : laju emisi gas polutan, gram/jam
FC : Jumlah konsumsi bahan bakar, ton/jam atau liter/jam
EF : Faktor emisi, gram/ton atau gram/liter
dengan mensubstitusikan data nilai konsumsi bahan bakar dan faktor emisi,
terhadap Persamaan (33), maka laju gas polutan yang diemisikan cerobong dari
hasil pembakaran dapat dihitung. Contoh kasus untuk nilai emisi gas CO yang
terdapat pada Tabel 7, dimana EPA menetapkan bahwa faktor emisi gas CO
sebesar 0,6 lb/ton, maka :
Qkarbon monoksida = 8 ton/jam × 0,6 lb/ton
= 4,8 lb/jam
karena 1 lb = 453,6 gram, maka Qcarbon monoxide dari pembakaran batu bara adalah
sebesar 2,17728 kg/jam atau 0,6048 gram/detik. Hasil dari perhitungan emission
rate gas CO sangat kecil jika dibandingkan dengan gas polutan lainnya. Namun,
disisi lain CO merupakan gas yang memiliki sifat sangat toksik terhadap
kelangsungan hidup organisme di sekelilingnya.
47
A. Kecepatan Angin (wind speed)
Angin merupakan bentuk parsel udara yang bergerak di atmosfer yang
disebabkan oleh perbedaan dan ketidakseimbangan tekanan udara, dimana udara
selalu bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Kecepatan angin yang
terjadi berbanding lurus dengan semakin tingginya gradien tekanan udara, dimana
perbedaan gradien tekanan udara dapat dipengaruhi oleh posisi ketinggian atau
arah vertikal dari permukaan bumi. Selain itu, temperatur, kelembaban dan
momentum udara yang tidak seimbang juga dapat memicu parsel udara di
atmosfer bergerak.
Perbedaan karakteristik tipe aliran udara atau kecepatan angin dapat dilihat
dengan mensubstitusikan aturan nilai kondisi stabilitas atmosfer yang ditetapkan
US-EPA pada Tabel 5, terhadap Persamaan (25). Lembaga US-EPA
mengklasifikasikan kondisi stabilitas atmosfer menjadi kondisi di pedesaan dan
kota. Masing-masing pedesaaan dan kota memiliki jumlah tipe angin yang sama
yaitu dari A sampai F. Dengan mengasumsikan bahwa kecepatan angin pada
ketinggian elevasi 20 meter adalah sebesar 5 m/det, maka grafik sebaran
kecepatan angin di atas permukaan bumi dapat terlihat jelas seperti pada Gambar
12.
Gambar 12. Koreksi kecepatan angin terhadap ketinggian elevasi.
0
20
40
60
80
100
120
140
0.00 5.00 10.00 15.00ketin
ggia
n el
evas
i (m
)
kecepatan angin (m/s)
A/B kota = D desa A/B desaC kota C desaD kota E/F kotaE desa F desa
48
Profil kecepatan angin pada Gambar 12 menunjukan bahwa tipe angin A di
kota sama dengan tipe angin B di kota sama juga dengan karakteristik tipe angin
D di desa. Sedangkan tipe angin A di desa memiliki karakteristik sama dengan
tipe angin B di desa. Kesamaan lain pun terjadi pada profil tipe angin E di kota
dengan profil tipe angin F di kota. Adanya kesamaan profil sebaran kecepatan
angin pada beberapa tipe angin di atas dapat mengindikasikan bahwa yang
mempengaruhi karakteristik sebaran udara di atmosfer atau stabilitas atmosfer
tidak mutlak hanya faktor regional saja, namun keseragaman sebaran gas udara
atau kondisi atmosfer dapat dilihat melalui pendekatan Persamaan Sutton ini. Oleh
karena itu, dari Gambar 8 tampak bahwa karakteristik angin yang paling seragam
dimiliki oleh kecepatan angin pada kelas stabilitas A dan B di pedesaan.
Keseragaman kecepatan angin dan arah angin digunakan untuk melakukan
simulasi transport gas polutan dengan model Gaussian. Karena menurut teori yang
diungkapkan olehnya dimana asumsi udara yang masuk atau inlet kecepatan udara
adalah dianggap seragam, sehingga bentuk sebaran inlet kecepatan angin yang
paling mendekati pola seragam adalah tipe stabilitas kelas A dan B.
B. Model Gaussian
Model Gaussian digunakan untuk menghitung nilai konsentrasi suatu gas
polutan yang tersebar di setiap titik koordinat (x, y, z) yang dipengaruhi oleh
adanya proses transport dan difusi udara yang bergerak berdasarkan pada fungsi
dari jarak. Berbicara tentang dispersi gas yang diungkapkan oleh Gaussian tidak
terlepas dari ilustrasi model Gaussian sebagaimana dijelaskan oleh Gambar 6.
Dalam model tersebut arah angin selalu searah dengan sumbu x (downwind) dan
tegak lurus terhadap sumbu y atau dikenal dengan crosswind, sedangkan
ketinggian atau elevasi ditunjukan oleh sumbu z. Titik pusat atau centerpoint
koordinat selalu terletak pada titik pusat lingkaran silinder cerobong di permukaan
tanah.
Dalam simulasi ini perhitungan dispersi polutan tersebut dilakukan dengan
menggunakan program Visual Basic (VB). Perhitungan ini merupakan pemetaan
titik-titik yang ingin diketahui nilai konsentrasi sebaran gas polutannya. Nilai
jarak yang diinput merupakan nilai maksimal dari variabel jarak yang dihitung.
Karena proses perhitungan ini menggunakan sistem looping dimana nilai sebaran
49
konsentrasi dihitung pada setiap step jarak yang diinput, sehingga didapatkan data
nilai sebaran konsentrasi polutan sejauh jarak x dengan jarak y yang membentuk
sebuah luasan bidang (x, y). Input nilai jarak x akan menentukan nilai konstanta
dispersi axial (σy) terhadap arah crosswind dan konstanta dispersi vertikal (σz)
terhadap elevasi. Hasil akhir dari program VB ini hanya berupa data sebaran nilai
konsentrasi polutan pada sebuah luasan bidang x, y di suatu ketinggian elevasi z.
Untuk mendapatkan data sebaran polutan di permukaan tanah (ground level),
maka input elevasi z = 0. Secara detail bentuk form sederhana dari sistem
penghitung dispersi gas polutan yang dibangun dengan program VB diperlihatkan
oleh Gambar 13.
Gambar 13. Form penghitungan sebaran konsentrasi setiap titik (x, y, z).
50
Parameter input pada form yang ditunjukan oleh Gambar 13 dituliskan ke
dalam textbox yang terdiri dari :
1. laju emisi gas polutan dengan satuan (gram/detik)
2. kecepatan angin atau windspeed dengan satuan meter per detik (m/s).
3. tipe angin dengan opsi pilihan dari tipe A sampai tipe F
4. ketinggian cerobong dengan satuan meter
5. jarak maksimum x dengan satuan meter
6. jarak maksimum y dengan satuan meter
7. jarak elevasi z atau ketinggian bidang yang ingin diketahui dengan
satuan meter
8. step jarak merupakan interval antar titik-titik yang ingin diketahui nilai
konsentrasinya pada bidang x dan y.
Ketika semua nilai variabel input sudah dimasukkan ke dalam textbox yang
sesuai dengan nama variabel disampingnya, maka jika tombol proses diklik
artinya proses penghitungan dilakukan. Kemudian akan muncul nilai data hasil
penghitungan pada listbox yang terdiri dari : titik (x, y, z), koefisien crosswind
atau horizontal, koefisien vertikal, dan nilai konsentrasi gas polutan disetiap titik
(x, y, z) dengan satuan µg/m3.
Data nilai input variabel yang dimasukkan ke dalam proses penghitungan
berdasarkan pada data nilai yang terdapat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tipe angin
yang dipilih sebaiknya adalah tipe angin yang seragam, sebagaimana dilakukan
dalam pendekatan teori Gaussian. Karena itu, pertimbangan ini sebaiknya
mengacu pada proyeksi tipe sebaran angin yang terdapat pada Gambar 12.
Algoritma program VB yang dibangun terdapat pada Lampiran 3.
Input pada program ini dapat dimodifikasi sesuai dengan perlakuan
perubahan variabel yang diinginkan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dari
perubahan variabel tersebut terhadap pola sebarannya. Dengan input data polutan
yang sama atau kontinyu tunggal tetap, ingin diketahui pengaruh perubahan
kecepatan angin dan ketinggian cerobong terhadap pola sebaran polutan yang
diemisikan oleh suatu cerobong industri. Dari hasil running program VB di atas,
diperoleh nilai sebaran polutan terhadap fungsi jarak sebagaimana terlihat pada
Gambar 14.
Gambar 14. Grafik sebaran konsentrasi gas polutan sepanjang b). H2S, dan c). CO, pada bidang permukaan tanah.
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
10
kons
entr
asi (
µg/m
³)
0
20
40
60
80
100
120
140
10
kons
entr
asi (
µg/
m³)
diperoleh nilai sebaran polutan terhadap fungsi jarak sebagaimana terlihat pada
(14.a)
(14.b)
(14.c)
Gambar 14. Grafik sebaran konsentrasi gas polutan sepanjang centerline S, dan c). CO, pada bidang permukaan tanah.
10 30 50 70 90 110 130 150 170 190 210 230 250 270 290
jarak x (m)
CO
10 30 50 70 90 110 130 150 170 190 210 230 250 270 290
jarak x (m)
SO2
51
diperoleh nilai sebaran polutan terhadap fungsi jarak sebagaimana terlihat pada
a). SO2,
52
Pada Gambar 14, pola sebaran konsentrasi gas SO2, H2S, dan CO berbentuk
eksponensial yang menunjukan terjadinya penurunan kadar konsentrasi di
permukaan tanah secara signifikan terhadap jarak pada sumbu x. Penurunan
konsentrasi polutan terjadi secara signifikan pada jarak awal dari titik sumber
emisi serta tidak terjadi peningkatan konsentrasi di sepanjang centerline. Hal ini
terjadi karena nilai kecepatan angin dan ketinggian stack yang diinput adalah
sama, yaitu kecepatan angin sebesar 2 m/s sedangkan ketinggian stack sama-sama
sebesar 20 m. Data nilai konsentrasi masing-masing parameter sepanjang
centerline yang sesuai dengan profil grafik di atas terdapat pada Lampiran 4.
Sementara itu, jika profil sebaran konsentrasi gas polutan dilihat dari
sepanjang garis ordinat y atau crosswind, dapat dilihat pada Gambar 15.
(15.a)
(15.b)
115.51
115.53
115.55
115.57
115.59
115.61
115.63
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50
kons
entr
asi (
µg/
m³)
jarak y (m)
SO2
10.253
10.255
10.257
10.259
10.261
10.263
10.265
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50
kons
entr
asi (
µg/
m³)
jarak y (m)
H2S
53
(15.c)
Gambar 15. Profil sebaran gas polutan sepanjang crosswind pada jarak x 10 m, a).SO2, b).H2S, dan c).CO
Pada Gambar 15, terlihat bahwa konsentrasi sebaran gas polutan di
sepanjang sumbu y memiliki pola atau bentuk kuadratik, dimana titik puncak nilai
konsentrasi gas polutan terdapat pada titik nol garis sumbu y atau pada centerline
arah sumbu x.
C. Model EFD
1. Kondisi Awal Udara Ambien
Kondisi awal udara ambien dalam siimulasi diasumsikan tidak
terdapat kontaminan. Jadi, jika fluida yang terdapat dalam udara ambien
dianggap udara bersih dan murni, maka menurut NIST (National Institute of
Standards and Technology) United State, memiliki nilai densitas sebesar 3,2
kg/m3 pada tekanan 101,325 kPa titik didih. Oleh karena itu, dalam software
Solidworks Office 2007 konsentrasi udara murni pada kondisi awal dengan
satuan ppm (part per millions) dituliskan 106 ppm dan gas kontaminannya 0
ppm. Kondisi udara tersebut bergerak seragam searah sumbu x dengan
kecepatan tetap 2 m/s, sedangkan kecepatan pada arah sumbu y dan sumbu z
dianggap nol. Udara mengalir dalam keadaan seragam di atas permukaan
tanah dan membentur cerobong yang memiliki diameter 4 m dan tinggi 20
m. Hal ini yang mengakibatkan terjadi perubahan pola aliran di dalam
sistem simulasi yang dibangun, mulai dari parameter kecepatan udara,
tekanan dinamik dan turbulensi.
0.02768
0.027685
0.02769
0.027695
0.0277
0.027705
0.02771
0.027715
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50
kons
entr
asi (
µg/
m³)
jarak y (m)
CO
2. Pendefinisian Domain
Domain dapat didefinisikan sebagai batasan ruang gerak fluida dan
dihitung dalam simulasi sehingga dapat dianalisa berbagai sifat fisik dan
material dari fluida yang disimulas
320 m x 100 m x 100 m, dimana titik acuan dari dimensi domain tersebut
adalah titik nol pada koordinat (
simulasi dengan model Gaussian yaitu terdapat pada titik pusat
silinder di permukaan tanah. Bangunan solid geometri juga berada dalam
kolom domain. Hal ini dilakukan agar simulasi pergerakan fluida yang akan
direpresentasikan dapat didefinisikan sebagai fluida yang mengalir di atas
permukaan solid.
Besarnya ukuran domain sangat berpengaruh terhadap besarnya
jumlah grid atau mesh. Sehingga kapasitas memori komputer yang
digunakan juga akan berbanding lurus terhadap jumlah grid pada domain
yang telah dibuat. Grid yang akan dibangun dalam domain berbentuk
tetrahedral dan secara otomatis
masing-masing grid, dimana semakin mendekati dinding solid maka grid
yang terbentuk akan semakin halus seperti tampak pada Gambar 16.
Gambar 16. Ilustrasi grid hasil
Pendefinisian Domain
Domain dapat didefinisikan sebagai batasan ruang gerak fluida dan
dihitung dalam simulasi sehingga dapat dianalisa berbagai sifat fisik dan
material dari fluida yang disimulasikan. Ukuran domain yang dibuat sebesar
320 m x 100 m x 100 m, dimana titik acuan dari dimensi domain tersebut
adalah titik nol pada koordinat (x, y, z). Titik koordinat (0, 0, 0) sama seperti
simulasi dengan model Gaussian yaitu terdapat pada titik pusat lingkaran
silinder di permukaan tanah. Bangunan solid geometri juga berada dalam
kolom domain. Hal ini dilakukan agar simulasi pergerakan fluida yang akan
direpresentasikan dapat didefinisikan sebagai fluida yang mengalir di atas
ukuran domain sangat berpengaruh terhadap besarnya
jumlah grid atau mesh. Sehingga kapasitas memori komputer yang
digunakan juga akan berbanding lurus terhadap jumlah grid pada domain
yang telah dibuat. Grid yang akan dibangun dalam domain berbentuk
edral dan secara otomatis software akan menyesuaikan dimensi
masing grid, dimana semakin mendekati dinding solid maka grid
yang terbentuk akan semakin halus seperti tampak pada Gambar 16.
Gambar 16. Ilustrasi grid hasil meshing domain dari geometri cerobong.
54
Domain dapat didefinisikan sebagai batasan ruang gerak fluida dan
dihitung dalam simulasi sehingga dapat dianalisa berbagai sifat fisik dan
ikan. Ukuran domain yang dibuat sebesar
320 m x 100 m x 100 m, dimana titik acuan dari dimensi domain tersebut
). Titik koordinat (0, 0, 0) sama seperti
lingkaran
silinder di permukaan tanah. Bangunan solid geometri juga berada dalam
kolom domain. Hal ini dilakukan agar simulasi pergerakan fluida yang akan
direpresentasikan dapat didefinisikan sebagai fluida yang mengalir di atas
ukuran domain sangat berpengaruh terhadap besarnya
jumlah grid atau mesh. Sehingga kapasitas memori komputer yang
digunakan juga akan berbanding lurus terhadap jumlah grid pada domain
yang telah dibuat. Grid yang akan dibangun dalam domain berbentuk
akan menyesuaikan dimensi
masing grid, dimana semakin mendekati dinding solid maka grid
yang terbentuk akan semakin halus seperti tampak pada Gambar 16.
i cerobong.
55
Secara prinsip, pada wilayah yang dekat dengan dinding solid fluida
yang mengalir akan membentuk suatu lapisan yang disebut boundary layer
akibat dari adanya tumbukan dan tegangan geser pada dinding. Perubahan
parameter fisik fluida pada wilayah boundary layer terjadi secara fluktuatif.
Oleh karena itu dibutuhkan media untuk menangkap peristiwa perubahan
yang terjadi pada setiap parsel fluida yang bergerak agar dapat dianalisa.
Semakin halus grid yang terbentuk maka kualitasnya akan semakin bagus.
3. Tahap Penentuan Kondisi Batas
Penentuan kondisi batas (boundary condition), dapat diartikan sebagai
tahap input skenario aliran fluida gas polutan ke dalam sistem geometri dan
domain. Arah aliran, kecepatan aliran, jumlah fluida yang diinput, posisi
input, posisi output, temperatur dan tekanan merupakan parameter yang
harus didefinisikan secara detail agar simulator dapat menghitung dengan
baik proses dinamika fluida yang terjadi. Secara detail pendefinisian kondisi
batas atau dikenal dengan initial condition diilustrasikan pada Gambar 17.
Gambar 17. Ilustrasi pendefinisian kondisi batas
Pada Gambar 17, bidang ADEH didefinisikan sebagai input kecepatan
udara yang menerpa cerobong secara seragam atau disebut sebagai velocity
inlet. Arah kecepatan udara secara seragam tersebut searah dengan sumbu x.
Bidang yang didefinisikan sebagai output adalah bidang BCGF, sedangkan
A B
C
F E
D
G H
i
x
z
y
56
bidang ABCD, DCGH, dan EFGH didefinisikan sebagai bidang simetry
yang berarti bahwa kondisi udara di luar bidang domain dengan kondisi
udara di dalam bidang domain dianggap sama. Bidang ABFE sebagai
permukaan tanah dan dinding cerobong didefinisikan sebagai dinding
padatan (wall). Sedangkan permukaan cerobong yang diilustrasikan oleh
poin i merupakan inlet aliran gas polutan ke dalam sistem atau dikenal
dengan mass flow inlet.
Fluida gas polutan yang diinput dari cerobong hanya satu jenis polutan
dengan konsentrasi 100 % atau 106 ppm. Artinya bahwa polutan yang
menjadi bahan kontaminan pada udara ambien hanya satu jenis dan
dilakukan satu per satu dari bahan kontaminan yang akan dianalisa. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan proses pendefinisian dan analisa fluida serta
menganggap bahwa gas polutan tidak mengalami reduksi akibat faktor
reaksi kimia dengan senyawa lain selama proses simulasi. Temperatur gas
yang diemisikan dari cerobong sebesar 200 oC sedangkan debit massa aliran
gas polutan dari cerobong besarnya sesuai dengan Tabel 7 dan alirannya
seragam.
4. Analisis Aliran
Pola aliran suatu fluida sangat tergantung pada nilai parameter yang
disebut Angka Reynolds (Reynolds number), dimana besarnya nilai Re
didefinisikan pada Persamaan 1.
berdasarkan input kecepatan udara, nilai viskositas dinamik, dan jarak x
yang didefinisikan pada domain, dimana L = x, dengan nilai standar densitas
udara dari NIST U.S adalah sebesar 3,2 kg/m3, dan aliran udara yang
mengalir ke dalam sistem simulasi tersebut dianggap seragam atau dalam
kondisi steady state, maka nilai angka Reynolds yang terjadi pada aliran
udara dalam domain sistem dapat dihitung yaitu :
= 1,07 x 108
mrUL
L =Re
÷ø
öçè
æ´
´´= - 510789,1
30022,3Re L
57
dengan Re > 5 x 105, maka sudah dapat dipastikan bahwa aliran udara yang
terjadi adalah aliran turbulen eksternal.
Dari hasil simulasi, fenomena turbulensi atau pola aliran pada
permukaan dapat terlihat dari vektor kecepatan fluida di wilayah permukaan
silinder yang divisualisasikan oleh software EFD seperti pada Gambar 18.
Gambar 18. Kontur dan vektor aliran kecepatan udara dengan melewati silinder cerobong tampak atas.
Gambar 18 menunjukan bahwa terjadi perubahan kecepatan udara
secara fluktuatif ketika aliran udara itu melewati silinder cerobong.
Besarnya nilai kecepatan udara ditunjukan oleh gradasi level warna pada
gambar kontur tersebut. Warna merah menunjukan nilai kecepatan yang
tinggi sedangkan warna biru menunjukan nilai kecepatan yang minimum.
Pada titik tengah atau centerline dari silinder terjadi stagnasi aliran udara,
sehingga nilai kecepatan aliran udara pada titik tersebut rendah. Sedangkan
peningkatan kecepatan udara terjadi pada permukaan silinder sebelah
samping dimana pada wilayah tersebut merupakan tempat fluida
bersinggungan dengan permukaan silinder. Pada titik itu juga terjadi
peristiwa pembentukan lapisan geser yang dipengaruhi oleh faktor tegangan
geser, dan disini pula tumbuhnya potensi terbentuknya vortex dalam aliran
yang disebut dengan vorticity. Kemudian aliran tersebut akan terpisah
sejalan dengan titik tumbuh meningkatnya gaya gesek (friction) pada
permukaan silinder. Grafik nilai sebaran kecepatan udara dan tekanan
dinamik aliran udara di sekitar permukaan silinder ditunjukan oleh Gambar
19, dimana data tersebut diambil dengan garis plot setengah lingkaran tepat
58
pada posisi 1 cm dari permukaan silinder membentuk simetris terhadap arah
aliran udara.
( 19.a )
( 19.b )
Gambar 19. Sebaran kecepatan udara dan tekanan dinamik aliran udara di sekitar permukaan silinder.
Dari Gambar 19, terlihat jelas bahwa hubungan kecepatan udara
berbanding lurus dengan tekanan dinamik udara di sekitar permukaan
silinder, yaitu sama-sama mengalami peningkatan pada titik dimana
terbentuknya lapisan geser dan meningkatnya gaya gesek fluida terhadap
permukaan solid benda. Sebaran tegangan geser dan koefisien gesek pada
permukaan silinder dipresentasikan oleh grafik yang terdapat pada Gambar
20 dan data Gambar 19 dan 20 disajikan pada Lampiran 5.
-0.5
0.5
1.5
2.5
3.5
0 2 4 6 8
Vel
ocit
y (m
/s)
Length (m)
kece…
-1
1
3
5
0 2 4 6 8Dyn
amic
Pre
ssur
e (P
a)
Length (m)
tekanan …
59
(20.a)
(20.b)
Gambar 20. Sebaran tegangan geser dan koefisien gesek di sepanjang permukaan silinder.
Jika dilihat dari parameter kecepatan udara, maka kecepatan
maksimum aliran fluida yang terjadi pada permukaan silinder terdapat pada
titik singgung arah aliran terhadap permukaan silinder. Pada posisi tersebut
terjadi perubahan tekanan secara signifikan karena pada wilayah bagian
belakang permukaan silinder deformasi tekanan udara terhadap dinding
silinder sangat rendah sehingga udara yang terdapat pada wilayah tersebut
juga bertekanan rendah. Karena sifat udara lebih cenderung bergerak dari
-0.002
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
0.012
0.014
0.016
0 1 2 3 4 5 6 7
Shea
r St
ress
(P
a)
Length (m)
tegangan geser
-0.005
0.005
0.015
0.025
0.035
0 1 2 3 4 5 6 7
Fri
ctio
n C
oeff
icie
nt (
)
Length (m)
koefisien …
60
tekanan tinggi menuju tekanan rendah, oleh karena itu udara udara yang
berada pada titik singgung permukaan silinder akan cepat bergerak mengisi
ruang parsel udara di belakang cerobong silinder. Namun, pergerakan udara
tersebut akan terhalang sejalan dengan terbentuknya vortex. Sedangkan pada
bagian depan permukaan dinding silinder tepat pada titik simetris, terjadi
stagnasi kecepatan udara dan nilai deformasi tekanan maksimum. Nilai
tekanan pada permukaan silinder dipresentasikan dalam Persamaan 10.
Sebaran densitas ρ dari titik pusat silinder hingga ujung domain pada bidang
pemukaan tanah (centerline) dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21. Grafik sebaran densitas disepanjang centerline..
Permukaan luar dinding silinder terletak pada jarak 2 meter dari titik
nol, oleh karena itu nilai densitas fluida yang berada di sekitar permukaan
cerobong dapat dilihat dari grafik yaitu sekitar 1,1758 kg/m3. Sedangkan,
untuk nilai kecepatan udara rata-rata dan tekanan udara lingkungan
ditentukan dari hasil iterasi yang konvergen seperti terlihat pada Gambar 22
dengan keterangan data terdapat pada Lampiran 6.
1.175
1.176
1.177
1.178
1.179
1.18
1.181
1.182
1.183
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Den
sity
(kg/
m^
3)
Length (m)
( )qr 220 sin41
21
-+= Upp s
61
Gambar 22. Grafik tekanan dan kecepatan udara hasil iterasi.
Proses iterasi mencapai nilai yang konvergen pada iterasi ke 119.
Nilai tekanan udara rata-rata po menurut hasil iterasi simulator adalah
sebesar 2,17502263 Pa, sedangkan nilai kecepatan rata-rata udara U adalah
sebesar 1,850696735 m/s. Maka dari itu, tekanan yang terjadi pada
permukaan silinder cerobong selama simulasi dapat dihitung. Tekanan yang
terjadi pada sudut kemiringan θ, dimana jika sudut kemiringan tersebut
adalah sebesar 120o, adalah :
= -1,8521846 Pa.
Iterations
Iterations
( )120sin1850696735,11758,121
17502263,2 22 -´´+=sp
62
Tanda negatif pada nilai tekanan hasil perhitungan di atas menunjukan
bahwa arah tekanan berlawanan arah terhadap arus aliran fluida.
Kontur kecepatan aliran udara dengan tampak samping dapat dilihat
pada Gambar 23.
Gambar 23. Kontur kecepatan tampak samping.
Input kecepatan udara ambien adalah sebesar 2 m/s, namun pada
Gambar 23 terlihat bahwa terjadi peningkatan kecepatan di atas cerobong
tempat keluarnya polutan. Peningkatan kecepatan tersebut disebabkan oleh
perbedaan temperatur, dimana temperatur fluida gas polutan pada saat
keluar dari cerobong dikondisikan sebesar 200 oC. Sementara itu kondisi
temperatur di ambien hanya sebesar 27 oC. Perbedaan inilah yang memicu
pergerakan fluida, karena sifat gas akan sangat reaktif ketika dalam kondisi
temperatur tinggi, sehingga fluida yang bertemperatur rendah akan bergerak
mengisi ruang parsel udara yang reaktif tadi sampai pada kondisi setimbang.
Sumber panas yang masuk ke dalam sistem berasal dari gas polutan
yang diemisikan dari cerobong. Panas yang terbawa oleh material polutan
menyebar di udara sejalan dengan proses dispersinya, dimana penyebaran
material tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor eksternal adalah kecepatan udara yang menerpa material polutan
yang diemisikan, dimana dengan kecepatan udara tersebut partikel material
polutan akan terbawa oleh hembusan parsel udara yang diketahui
kecepatannya. Di sisi lain faktor internal dalam material juga mempengaruhi
potensi terjadinya dispersi gas polutan, diantaranya adalah nilai viskositas
kinematis dan difusivitas panas. Viskositas kinematik merupakan nilai
satuan viskos dinamika per kerapatan material. Semakin besar nilai
viskositas kinematik suatu material, maka potensi penyebaran material
63
tersebut juga akan semakin besar. Karena ia memiliki kerapatan material
yang kecil sehingga sifat material tersebut akan semakin reaktif.
Sifat beberapa material fluida yang disimulasikan dapat diprediksi
melalui nilai kimiawi material itu sendiri. Jika nilai densitas material
diketahui, maka nilai viskositas kinematik dan difusifitas panas dari
parameter Tabel 8 dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 3 dan 4.
Nilai densitas yang diketahui diukur pada kondisi standar yaitu pada
tekanan 1 atm dan pada temperatur titik didih.
Maka viskositas kinematik untuk parameter hydrogen sulfide H2S
dihitung dengan nilai viskositas dinamik dibagi satuan densitas, yaitu :
Sedangkan nilai difusivitas panas hydrogen sulfide H2S adalah :
Sehingga, dengan rumus perhitungan yang sama, nilai viskositas
kinematik dan difusivitas panas untuk masing-masing parameter dapat
disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai viskositas kinematik dan difusivitas panas udara dan gas polutan.
No Parameter viskositas kinematik
(m2/s) difusivitas panas
(m2/s)
1 Udara 5,59063E-06 0,257974138
2 Sulfur dioxide (SO2) 3,79797E-06 0,072154805
3 Carbon Monoxide (CO) 3,89208E-06 0,182327091
4 Hydrogen Sulfide (H2S) 6,10881E-06 0,197805547
Tabel 10 menunjukan bahwa nilai viskositas kinematik yang dimiliki
oleh gas hydrogen sulfide adalah paling besar diantara parameter fluida
m 2 / s
m 2 / s
rm
=v
93,110179,1 5-´
=
610109,6 -´=
pCk.r
a =
034,093,1
01298,0
´=
1978,0=
lainnya. Hal ini berarti bahwa gas
paling reaktif diantara gas l
gas yang paling kurang reaktif diantara yang lainnya, dengan kata lain gas
ini memiliki ikatan molekul yang lebih kuat.
Nilai difusivitas panas berbanding lurus terhadap nilai konduktivitas
panas material. Semakin besar nilai difusivitas panas suatu material maka
semakin cepat kemampuan material tersebut menyebarkan panas ke
lingkungan sekitarnya sehingga semakin cepat juga material itu melepaskan
panas yang ada dalam partikel material tersebut. Dari Tabel 10,
bahwa nilai difusivitas panas yang dimiliki oleh gas
rendah. Hal ini menunjukan bahwa konduktifitas panasnya sangat kecil atau
nilai panas jenis pada tekanan konstan dari gas
Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa gas
simpan panas yang cukup tinggi.
Penjelasan kasus fluida bergerak dapat didekati dengan konsep
Lagrangian, dimana analisis ini melibatkan pergerakan unsur terkecil dari
fluida tersebut. Jika unsur te
sebagai partikel, maka identifikasi sifat fisik fluida dapat ditelusuri dari
perubahan partikel fluida sebagai fungsi dari waktu. Konsep inilah yang
kemudian disebut dengan konsep
partikel fluida dalam suatu aliran bebas dideskripsikan oleh Okishii
(2006) pada Gambar 24.
Gambar 24. Ilustrasi gerakan partikel terhadap satuan waktu kecepatan
lainnya. Hal ini berarti bahwa gas hydrogen sulfide merupakan gas yang
paling reaktif diantara gas lainnya. Sedangkan gas sulfur dioxide merupakan
gas yang paling kurang reaktif diantara yang lainnya, dengan kata lain gas
ini memiliki ikatan molekul yang lebih kuat.
Nilai difusivitas panas berbanding lurus terhadap nilai konduktivitas
akin besar nilai difusivitas panas suatu material maka
semakin cepat kemampuan material tersebut menyebarkan panas ke
lingkungan sekitarnya sehingga semakin cepat juga material itu melepaskan
panas yang ada dalam partikel material tersebut. Dari Tabel 10, dapat dilihat
bahwa nilai difusivitas panas yang dimiliki oleh gas sulfur dioxide
rendah. Hal ini menunjukan bahwa konduktifitas panasnya sangat kecil atau
nilai panas jenis pada tekanan konstan dari gas sulfur dioxide bernilai tinggi.
, dapat dikatakan bahwa gas sulfur dioxide memiliki daya
simpan panas yang cukup tinggi.
Penjelasan kasus fluida bergerak dapat didekati dengan konsep
Lagrangian, dimana analisis ini melibatkan pergerakan unsur terkecil dari
fluida tersebut. Jika unsur terkecil dari fluida yang bergerak didefinisikan
sebagai partikel, maka identifikasi sifat fisik fluida dapat ditelusuri dari
perubahan partikel fluida sebagai fungsi dari waktu. Konsep inilah yang
kemudian disebut dengan konsep material derivative. Ilustrasi pergerakan
partikel fluida dalam suatu aliran bebas dideskripsikan oleh Okishii
(2006) pada Gambar 24.
Gambar 24. Ilustrasi gerakan partikel terhadap satuan waktu kecepatan (Okiishi et al., 2006).
64
merupakan gas yang
merupakan
gas yang paling kurang reaktif diantara yang lainnya, dengan kata lain gas
Nilai difusivitas panas berbanding lurus terhadap nilai konduktivitas
akin besar nilai difusivitas panas suatu material maka
semakin cepat kemampuan material tersebut menyebarkan panas ke
lingkungan sekitarnya sehingga semakin cepat juga material itu melepaskan
dapat dilihat
sulfur dioxide sangat
rendah. Hal ini menunjukan bahwa konduktifitas panasnya sangat kecil atau
bernilai tinggi.
memiliki daya
Penjelasan kasus fluida bergerak dapat didekati dengan konsep
Lagrangian, dimana analisis ini melibatkan pergerakan unsur terkecil dari
rkecil dari fluida yang bergerak didefinisikan
sebagai partikel, maka identifikasi sifat fisik fluida dapat ditelusuri dari
perubahan partikel fluida sebagai fungsi dari waktu. Konsep inilah yang
i pergerakan
partikel fluida dalam suatu aliran bebas dideskripsikan oleh Okishii et al.
Gambar 24. Ilustrasi gerakan partikel terhadap satuan waktu kecepatan
65
Partikel fluida bergerak sepanjang garis edar sebagaimana ditunjukkan
oleh Gambar 24, dengan jarak r terhadap titik acuan nol. Partikel A yang
bergerak dengan kecepatan VA merupakan fungsi dari jarak posisi dan
waktu. Sehingga hal ini dapat dinotasikan sebagai fungsi Persamaan (34).
………………..………(34)
Dimana xA = xA (t), yA = yA (t), dan zA = zA (t), merupakan lokasi gerak
partikel. Dengan mendefinisikan bahwa percepatan merupakan perubahan
kecepatan pergerakan partikel fluida terhadap waktu maka kecepatan dapat
dikatakan fungsi dari posisi pergerakan fluida terhadap waktu pergerakan
fluida. Maka percepatan pergerakan partikel A dengan aturan rantai
diferensial dapat dinotasikan menjadi Persamaan (35).
…………….(35)
Derivatif material pada setiap variabel dapat berubah sesuai dengan
perubahan waktu. Sebagai contoh untuk menentukan nilai temperatur pada
suatu aliran, perubahan waktu dapat mengubah temperatur partikel fluida
tersebut selama partikel tersebut bergerak melalui bidang temperatur yang
disebut temperatur field dimana T = T (x, y, z, t).. Jika parameter kecepatan
diketahui, maka dengan menerapkan persamaan atur berantai nilai
perubahan temperatur dapat dinotasikan dengan Persamaan (36).
……………….(36)
Jika dalam simulasi ini temperatur dari gas polutan yang diemisikan
didefinisikan sebagai partikel dan membentuk bidang temperatur di
permukaan inlet cerobong, maka perubahan temperatur selama fluida itu
bergerak dapat dikatakan sebagai fungsi waktu. Inlet gas polutan dari
cerobong dianggap seragam dan waktu simulasi pada general setting
didefinisikan oleh default software selama 3600 detik. Oleh karena itu, nilai
temperatur dari pergerakan fluida selama rentang waktu simulasi tersebut
dapat dipresentasikan dalam bentuk kontur warna dengan tampak atas dan
samping seperti pada Gambar 25.
( ) ( ) ( ) ( )[ ]ttztytxVtrVV AAAAAAA ,,,, ==
dtdz
zV
dtdy
yV
dtdx
xV
tV
dtdV
ta AAAAAAAAA ¶
¶+
¶¶
+¶¶
+¶¶
==)(
dtdz
zT
dtdy
yT
dtdx
xT
tT
dtdT AAAAAAAA
¶¶
+¶¶
+¶¶
+¶¶
=
(25.a). Sebaran temperatur SO
(25.b). Sebaran temperatur SO
(25.c). Sebaran temperatur H
(25.d). Sebaran temperatur
Gambar 25. Sebaran temperatur berbagai gas polutan.
cerobong
cerobong
cerobong
cerobong
.a). Sebaran temperatur SO2 tampak samping pada centerface.
.b). Sebaran temperatur SO2 tampak atas pada ground level.
(25.c). Sebaran temperatur H2S tampak samping pada bidang centerface
(25.d). Sebaran temperatur CO tampak samping pada bidang centerface
Gambar 25. Sebaran temperatur berbagai gas polutan.
cerobong
cerobong
cerobong
cerobong
66
.
centerface .
centerface.
Pola penyebaran yang terbentuk dari masing
terlihat pada Gambar 25.a, 25.c, dan 25.d berbeda satu sama lainnya.
Perbedaan pola penyebaran
khusus adalah berasal dari faktor internal sifat kimiawi gas polutan itu
sendiri, seperti berat molekul, nilai viskositas kinematik, nilai difusivitas
panas dan densitasnya.
Sebaran konsentrasi gas polutan ya
masing-masing memiliki pola sebaran berbeda sesuai dengan karakteristik
sifat material fluida gas polutan itu sendiri. Karena faktor kecepatan udara,
nilai temperatur fluida dan gravitasi bumi yaitu sebesar 9,81 m/s
didefinisikan dalam simulasi satu dengan lainnya adalah sama. Bentuk
sebaran konsentrasi gas polutan secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2
(26.a). Tampak samping sepanjang bidang
(26.b). Tampak samping sepanjang jarak 10 meter dari
Pola penyebaran yang terbentuk dari masing-masing gas polutan yang
terlihat pada Gambar 25.a, 25.c, dan 25.d berbeda satu sama lainnya.
Perbedaan pola penyebaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, secara
khusus adalah berasal dari faktor internal sifat kimiawi gas polutan itu
sendiri, seperti berat molekul, nilai viskositas kinematik, nilai difusivitas
panas dan densitasnya.
Sebaran konsentrasi gas polutan yang diemisikan dari cerobong
masing memiliki pola sebaran berbeda sesuai dengan karakteristik
sifat material fluida gas polutan itu sendiri. Karena faktor kecepatan udara,
nilai temperatur fluida dan gravitasi bumi yaitu sebesar 9,81 m/s
inisikan dalam simulasi satu dengan lainnya adalah sama. Bentuk
sebaran konsentrasi gas polutan secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2
.a). Tampak samping sepanjang bidang centerface.
.b). Tampak samping sepanjang jarak 10 meter dari centerface
cerobong
67
masing gas polutan yang
terlihat pada Gambar 25.a, 25.c, dan 25.d berbeda satu sama lainnya.
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, secara
khusus adalah berasal dari faktor internal sifat kimiawi gas polutan itu
sendiri, seperti berat molekul, nilai viskositas kinematik, nilai difusivitas
ng diemisikan dari cerobong
masing memiliki pola sebaran berbeda sesuai dengan karakteristik
sifat material fluida gas polutan itu sendiri. Karena faktor kecepatan udara,
nilai temperatur fluida dan gravitasi bumi yaitu sebesar 9,81 m/s2, yang
inisikan dalam simulasi satu dengan lainnya adalah sama. Bentuk
sebaran konsentrasi gas polutan secara rinci dapat dilihat pada Gambar 26.
erface.
(26.c). Tampak samping sepanjang jarak 20 meter dari
(26.d). Tampak samping sepanjang jarak 30 meter dari
(26.e). Tampak samping sepanjang jarak 40 meter dari
Gambar 26. Sebaran konsentrasi SO
Sedangkan untuk sebaran konsentrasi SO
ditunjukan dengan kurva isoline
cerobong
.c). Tampak samping sepanjang jarak 20 meter dari centerface
.d). Tampak samping sepanjang jarak 30 meter dari centerface
.e). Tampak samping sepanjang jarak 40 meter dari centerface
. Sebaran konsentrasi SO2 pada berbagai bidang tampak samping.
Sedangkan untuk sebaran konsentrasi SO2 dipermukaan tanah tampak atas
isoline dan kontur pada Gambar 27.
cerobong
68
centerface.
centerface.
centerface.
berbagai bidang tampak samping.
dipermukaan tanah tampak atas
Gambar 27. Sebaran konsentrasi SOdenga
Pola sebaran gas polutan SO
tanah disamping terbawa oleh kecepatan aliran udara. Kecenderungan gas
ini jatuh ke permukaan tanah dipengaruhi oleh berat molekul yang
dimilikinya yaitu sebesar 6
oleh gaya gravitasi bumi. Gaya gravitasi bumi hanya mempengaruhi gaya
pada arah berlawanan dengan koordinat sumbu y. Sehingga pada
pendefinisian kondisi general gaya gravitasi dituliskan negatif (
pada arah koordinat sumbu y. Jika ditinjau dari persamaan kontinyuitas
Navier-Stokes, maka pergerakan fluida yang searah x dan z tidak
terpengaruh sama sekali dengan gaya gravitasi bumi. Namun pada arah x
terdapat faktor kecepatan angin yang diasumsikan s
m/s. Dengan massa yang dimiliki oleh molekul fluida, perubahan gaya yang
terjadi pada aliran fluida merupakan resultan gaya yang dipengaruhi oleh
gravitasi bumi, kecepatan udara dan tegangan geser terhadap dimensi jarak
partikel fluida. Hal inilah yang akan menentukan arah pergerakan gerakan
fluida tersebut.
Gas SO2 memiliki berat molekul 121,125 % lebih besar dibandingkan
dengan berat molekul udara yaitu sekitar 28,97 gram/mol. Jika ini
diintegrasikan terhadap gaya gravitasi bumi se
gaya berat yang dimiliki oleh gas SO
dimiliki udara. Selain itu, viskositas dinamik SO
nilai viskositas dinamik udara yaitu berturut
1,789 x 10-5 kg/m.s. Artinya kemampuan gerak massa partikel persatuan
cerobong
. Sebaran konsentrasi SO2 dipermukaan tanah tampak atas ditunjukan
dengan kurva isoline dan kontur.
Pola sebaran gas polutan SO2 lebih cenderung jatuh ke permukaan
tanah disamping terbawa oleh kecepatan aliran udara. Kecenderungan gas
ini jatuh ke permukaan tanah dipengaruhi oleh berat molekul yang
dimilikinya yaitu sebesar 64,06 gram/mol, yang kemudian dipengaruhi juga
oleh gaya gravitasi bumi. Gaya gravitasi bumi hanya mempengaruhi gaya
pada arah berlawanan dengan koordinat sumbu y. Sehingga pada
pendefinisian kondisi general gaya gravitasi dituliskan negatif (-9,81) m/s
pada arah koordinat sumbu y. Jika ditinjau dari persamaan kontinyuitas
Stokes, maka pergerakan fluida yang searah x dan z tidak
terpengaruh sama sekali dengan gaya gravitasi bumi. Namun pada arah x
terdapat faktor kecepatan angin yang diasumsikan seragam yaitu sebesar 2
m/s. Dengan massa yang dimiliki oleh molekul fluida, perubahan gaya yang
terjadi pada aliran fluida merupakan resultan gaya yang dipengaruhi oleh
gravitasi bumi, kecepatan udara dan tegangan geser terhadap dimensi jarak
da. Hal inilah yang akan menentukan arah pergerakan gerakan
memiliki berat molekul 121,125 % lebih besar dibandingkan
dengan berat molekul udara yaitu sekitar 28,97 gram/mol. Jika ini
diintegrasikan terhadap gaya gravitasi bumi seperti pada Persamaan 38, maka
gaya berat yang dimiliki oleh gas SO2 dua kali lebih dari gaya berat yang
dimiliki udara. Selain itu, viskositas dinamik SO2 jauh lebih rendah dibanding
nilai viskositas dinamik udara yaitu berturut-turut sebesar 1,158 x 10
kg/m.s. Artinya kemampuan gerak massa partikel persatuan
cerobong
69
dipermukaan tanah tampak atas ditunjukan
lebih cenderung jatuh ke permukaan
tanah disamping terbawa oleh kecepatan aliran udara. Kecenderungan gas
ini jatuh ke permukaan tanah dipengaruhi oleh berat molekul yang
4,06 gram/mol, yang kemudian dipengaruhi juga
oleh gaya gravitasi bumi. Gaya gravitasi bumi hanya mempengaruhi gaya
pada arah berlawanan dengan koordinat sumbu y. Sehingga pada
9,81) m/s2
pada arah koordinat sumbu y. Jika ditinjau dari persamaan kontinyuitas
Stokes, maka pergerakan fluida yang searah x dan z tidak
terpengaruh sama sekali dengan gaya gravitasi bumi. Namun pada arah x
eragam yaitu sebesar 2
m/s. Dengan massa yang dimiliki oleh molekul fluida, perubahan gaya yang
terjadi pada aliran fluida merupakan resultan gaya yang dipengaruhi oleh
gravitasi bumi, kecepatan udara dan tegangan geser terhadap dimensi jarak
da. Hal inilah yang akan menentukan arah pergerakan gerakan
memiliki berat molekul 121,125 % lebih besar dibandingkan
dengan berat molekul udara yaitu sekitar 28,97 gram/mol. Jika ini
perti pada Persamaan 38, maka
dua kali lebih dari gaya berat yang
jauh lebih rendah dibanding
turut sebesar 1,158 x 10-5 dan
kg/m.s. Artinya kemampuan gerak massa partikel persatuan
70
jarak dan waktu dari gas SO2 sangat rendah dibandingkan dengan
kemampuan udara. Nilai viskositas dinamik akan bepengaruh sama terhadap
arah gerak fluida dari sistem momentum Navier-Stokes.
Adanya jumlah mass flow inlet yang besar dan terjadi fenomena
vortex serta turbulensi fluida pada daerah di belakang cerobong,
mengakibatkan terjadinya akumulasi gas SO2 di daerah tersebut. Hal ini
dapat dilihat pada (Gambar 27), dimana terdapat konsentrasi gas polutan
yang terbesar dalam wilayah vortex, yaitu wilayah sepanjang centerline di
belakang cerobong yang merupakan sumbu simetris dari searah sumbu x
pada bidang permukaan tanah. Nilai konsentrasi terbesar di sepanjang
centerline ditunjukkan pada Gambar 28.
Gambar 28. Grafik konsentrasi SO2 disepanjang centerline
Titik puncak maksimum nilai konsentrasi gas polutan SO2 terdapat
pada jarak 60 m dari titik pusat silinder cerobong yaitu sebesar 10721,64
ppm. Besarnya nilai ini merupakan akibat dari akumulasi yang terjadi
selama 3600 detik dihitung dari awal inlet gas polutan dari cerobong.
Pengakumulasian terjadi karena disamping berada di permukaan tanah,
hembusan kecepatan udara yang menerjang wilayah tersebut pun sangat
rendah dibandingkan dengan wilayah permukaan tanah lainnya di luar
batasan lapisan vortex. Selain itu nilai viskositas dinamik material SO2 juga
sangat rendah, sehingga tidak ada parsel udara yang membawa gas polutan
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320
SO2
Mas
s F
ract
ion
(ppm
)
Length (m)
71
bergerak lebih jauh ke atmosfer. Profil iterasi dari sebaran konsentrasi gas
SO2 disajikan pada Gambar 29.
Gambar 29. Profil iterasi sebaran konsentrasi gas SO2
Iterasi untuk gas SO2 terjadi sebanyak 117 kali hingga didapatkan
nilai rata-rata konsentrasi gas SO2 sebesar 617,97 ppm. Data sebaran gas
SO2 sepanjang centerline secara rinci terdapat pada Lampiran 7. Bentuk
sebaran konsentrasi gas H2S dapat dilihat pada Gambar 30.
(30.a). Tampak samping sepanjang centerface.
(30.b). Tampak samping pada jarak 10 meter dari bidang centerface.
Iterations
72
(30.c). Tampak samping pada jarak 12,5 meter dari bidang centerface.
Gambar 30. Sebaran konsentrasi gas H2S di atmosfer pada berbagai jarak bidang tampak samping dari centerface.
Pada Gambar 30 terlihat bahwa tidak ada aliran gas polutan yang
menuju permukaan tanah. Semua gas polutan yang diemisikan dari
cerobong bergerak ke atas dan mengikuti kecepatan angin. Gas H2S
memiliki kerapatan material atau massa jenis sebesar 1,93 kg/m3, sedangkan
udara memiliki nilai kerapatan material sebesar 3,2 kg/m3. Jika ditinjau dari
persamaan Navier-Stokes, ini menunjukan bahwa potensi pergerakan gas
H2S menuju arah koordinat y (ke atas) positif lebih besar dibandingkan
dengan udara.
Disamping itu nilai viskositas kinematik gas H2S lebih besar
dibandingkan dengan udara yang berturut-turut adalah sebesar 6,1088 x 10-6
dan 5,5906 x 10-6 m2/s. Hal ini menunjukan bahwa potensi luas penyebaran
material gas H2S per satuan waktu lebih besar dibanding dengan udara.
Dengan kata lain reaktivitas gas H2S lebih tinggi dari pada udara. Gambar
penampakan bidang sebaran konsentrasi gas H2S tampak dari atas
ditunjukkan oleh Gambar 31.
(31.a). Tampak atas pada ketinggian 13,5 m dari permukaan tanah.
73
(31.b). Tampak atas pada ketinggian 20 m dari permukaan tanah.
(31.c). Tampak atas pada ketinggian 30 m dari permukaan tanah.
(31.d). Tampak atas pada ketinggian 40 m dari permukaan tanah.
(31.e). Tampak atas pada ketinggian 50 m dari permukaan tanah.
Gambar 31. Sebaran konsentrasi gas H2S tampak atas pada berbagai jarak bidang dari permukaan tanah.
74
Pada Gambar 31 terlihat fenomena sebaran fluida pada ujung jarak
bidang yang terindikasi oleh polutan H2S yang seakan-akan memisah atau
membelah. Hal ini terjadi karena adanya gradien kecepatan fluida pada saat
fluida polutan berada di dalam cerobong silinder. Perbedaan kecepatan
aliran tersebut dipengaruhi oleh tegangan geser dan gaya gesek antara fluida
dengan dinding dalam cerobong, sehingga pada bagian titik tengah
cerobong merupakan kecepatan yang paling tinggi dari gas emisi.
Kecepatan aliran gas emisi dari cerobong searah dengan sumbu y dan
tegak lurus terhadap kecepatan udara ambient yang seragam dan searah
sumbu x. Jika kedua kecepatan tersebut merupakan vektor, maka pola aliran
sebaran gas H2S yang dipresentasikan dalam Gambar 30.a, terjadi karena
faktor resultan kecepatan udara yang searah dengan sumbu x.
Plot nilai sebaran konsentrasi gas H2S dilakukan di sepanjang
centerline pada ketinggian 20 m. Hal ini dilakukan karena pada permukaan
tanah tidak terkena dampak dari sebaran gas polutan H2S. Garis plot nilai
sebaran gas H2S diilustrasikan oleh Gambar 32.
Gambar 32. Ilustrasi garis plot data nilai sebaran gas konsentrasi H2S
Sedangkan sebaran nilai konsentrasi gas polutan H2S dipresentasikan
dengan grafik pada Gambar 33.
Gambar 33. Grafik sebaran gas H
Sebaran konsentrasi gas H
ketinggian 13,5 m sebagaimana ditunjukan dalam Gambar (31.a).
Sedangkan pada ketinggian 20 meter, grafik sebaran gas H
dalam Gambar (33). Pada Gambar 33 terlihat bahwa konsentrasi gas H
semakin menurun terhadap jarak sumbu x. Penurunan secara signifikan
terjadi pada jarak di bawah 3 meter. Sedangkan profil itera
H2S dapat dilihat pada Gambar 3
Gambar 34. Profil iterasi sebaran konsentrasi gas H
-1E-11
100000
200000
300000
400000
500000
600000
700000
800000
0 20
Hyd
roge
n su
lfid
e M
ass
Frac
tion
(ppm
)
. Grafik sebaran gas H2S sepanjang centerline.
Sebaran konsentrasi gas H2S di sepanjang centerline mulai terlihat pada
ketinggian 13,5 m sebagaimana ditunjukan dalam Gambar (31.a).
ada ketinggian 20 meter, grafik sebaran gas H2S ditunjukan
dalam Gambar (33). Pada Gambar 33 terlihat bahwa konsentrasi gas H
semakin menurun terhadap jarak sumbu x. Penurunan secara signifikan
terjadi pada jarak di bawah 3 meter. Sedangkan profil iterasi sebaran gas
S dapat dilihat pada Gambar 34.
Gambar 34. Profil iterasi sebaran konsentrasi gas H2S.
20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Length (m)
75
mulai terlihat pada
ketinggian 13,5 m sebagaimana ditunjukan dalam Gambar (31.a).
S ditunjukan
dalam Gambar (33). Pada Gambar 33 terlihat bahwa konsentrasi gas H2S
semakin menurun terhadap jarak sumbu x. Penurunan secara signifikan
si sebaran gas
300
76
Nilai konsentrasi maksimum di sepanjang garis plot terdapat pada
jarak 1,2 meter dari titik pusat silinder cerobong yaitu sebesar 703178,6
ppm. Pada jarak selanjutnya di tingkat elevasi 20 m sebaran konsentrasinya
berubah sangat signifikan, karena gas H2S terus bergerak ke atas sejalan
dengan berubahnya jarak dan terbawa oleh parsel udara yang menghembus
seragam sebesar 2 m/s searah sumbu x. Oleh karena itu, dampak yang
ditimbulkan gas H2S terhadap kehidupan makhluk hidup di permukaan bumi
secara langsung tidak bermasalah. Bentuk sebaran gas polutan CO terlihat
pada Gambar 35.
(35.a). Tampak samping pada centerface.
(35.b). Tampak samping pada jarak 2 meter dari centerface.
(35.c). Tampak samping pada jarak 4 meter dari centerface.
77
(35.d). Tampak atas pada jarak 10 meter dari permukaan tanah.
(35.e). Tampak atas pada jarak 15 meter dari permukaan tanah.
(35.f). Tampak atas pada jarak 19 meter dari permukaan tanah.
(35.g). Tampak atas pada jarak 23 meter dari permukaan tanah.
Gambar 35. Sebaran gas polutan CO pada berbagai jarak bidang.
Pola dispersi gas CO tampak samping terlihat
bergerak menuju permukaan tanah. Disamping debit inputnya yang sangat
kecil dibanding gas polutan lainnya, gas CO memiliki kerapatan material
yang terbesar diantara gas lainnya yaitu sebesar 4,355 kg/m
udara hanya memiliki
gas CO akan dominan cenderung bergerak menuju arah gravitasi bumi.
Dengan nilai inlet polutan yang kecil, kecenderungan gerakan gas CO
menuju permukaan tanah akan terhambat oleh hembusan angin searah x
karena terjadi resultansi gaya pada elemen fluida. Pergerakan dispersi gas
CO akan terbawa oleh parsel udara yang bergerak searah sumbu x. Oleh
karena itu, pada Gambar 35 tampak samping tidak terlihat bahwa gas CO
menyentuh permukaan tanah. Hal ini karena
digunakan dalam simulasi.
Jangkauan dispersi gas CO dalam ruang domain simulasi pada jarak
300 meter mencapai 10 meter lebih menuju permukaan tanah dari sumber
emisi dan 6 meter melebar ke samping pada arah sumbu y
sebaran konsentrasi gas CO sepanjang garis ordinat sumbu x ditunjukkan
oleh Gambar 36.
Gambar 36. Ilustrasi sebaran gas CO sepanjang garis
Pola dispersi gas CO tampak samping terlihat sedikit demi sedikit
bergerak menuju permukaan tanah. Disamping debit inputnya yang sangat
kecil dibanding gas polutan lainnya, gas CO memiliki kerapatan material
yang terbesar diantara gas lainnya yaitu sebesar 4,355 kg/m3. Sedangkan
udara hanya memiliki kerapatan material sebesar 3,2 kg/m3. Oleh karena itu,
gas CO akan dominan cenderung bergerak menuju arah gravitasi bumi.
Dengan nilai inlet polutan yang kecil, kecenderungan gerakan gas CO
menuju permukaan tanah akan terhambat oleh hembusan angin searah x
karena terjadi resultansi gaya pada elemen fluida. Pergerakan dispersi gas
CO akan terbawa oleh parsel udara yang bergerak searah sumbu x. Oleh
karena itu, pada Gambar 35 tampak samping tidak terlihat bahwa gas CO
menyentuh permukaan tanah. Hal ini karena keterbatasan domain yang
digunakan dalam simulasi.
Jangkauan dispersi gas CO dalam ruang domain simulasi pada jarak
300 meter mencapai 10 meter lebih menuju permukaan tanah dari sumber
emisi dan 6 meter melebar ke samping pada arah sumbu y. Besarnya nil
sebaran konsentrasi gas CO sepanjang garis ordinat sumbu x ditunjukkan
Gambar 36. Ilustrasi sebaran gas CO sepanjang garis centerline
78
sedikit demi sedikit
bergerak menuju permukaan tanah. Disamping debit inputnya yang sangat
kecil dibanding gas polutan lainnya, gas CO memiliki kerapatan material
. Sedangkan
. Oleh karena itu,
gas CO akan dominan cenderung bergerak menuju arah gravitasi bumi.
Dengan nilai inlet polutan yang kecil, kecenderungan gerakan gas CO
menuju permukaan tanah akan terhambat oleh hembusan angin searah x
karena terjadi resultansi gaya pada elemen fluida. Pergerakan dispersi gas
CO akan terbawa oleh parsel udara yang bergerak searah sumbu x. Oleh
karena itu, pada Gambar 35 tampak samping tidak terlihat bahwa gas CO
keterbatasan domain yang
Jangkauan dispersi gas CO dalam ruang domain simulasi pada jarak
300 meter mencapai 10 meter lebih menuju permukaan tanah dari sumber
Besarnya nilai
sebaran konsentrasi gas CO sepanjang garis ordinat sumbu x ditunjukkan
centerline
Nilai puncak maksimum konsentrasi gas CO terjadi pada jarak 1,2 m
yaitu sebesar 701695,6
ketinggian 20 m sama seperti ilustrasi pada Gambar 3
mengetahui profil iterasi konsentrasi gas CO dapat dilihat pada Gambar 37.
Penghitungan nilai sebaran konsentrasi gas CO dilakukan sebanyak 80
kali iterasi dengan nilai rata
Perubahan volume fluida terbatas yang diakibatkan oleh adanya perbedaan
temperatur, tekanan dan sifat fisik fluida lainnya s
timbulnya pergerakan fluida di atmosfer. Maka dengan prinsip dasar hukum
kekekalan massa dan energi, kadar suatu zat atau massa di suatu posisi titik
(x, y, z) dalam suatu volume terbatas dapat dihitung. Perubahan integral
volume terbatas terhadap fungsi waktu sebanding dengan integral fluks
massa pada bidang volume tersebut.
Nilai puncak maksimum konsentrasi gas CO terjadi pada jarak 1,2 m
yaitu sebesar 701695,6 ppm. Plot garis centerline ini dilakukan pada
ketinggian 20 m sama seperti ilustrasi pada Gambar 32. Sedangkan untuk
mengetahui profil iterasi konsentrasi gas CO dapat dilihat pada Gambar 37.
Gambar 37. Profil iterasi gas CO
nilai sebaran konsentrasi gas CO dilakukan sebanyak 80
kali iterasi dengan nilai rata-rata dari sebaran gas CO sebesar 395,023 ppm.
Perubahan volume fluida terbatas yang diakibatkan oleh adanya perbedaan
temperatur, tekanan dan sifat fisik fluida lainnya secara alami memicu
timbulnya pergerakan fluida di atmosfer. Maka dengan prinsip dasar hukum
kekekalan massa dan energi, kadar suatu zat atau massa di suatu posisi titik
) dalam suatu volume terbatas dapat dihitung. Perubahan integral
s terhadap fungsi waktu sebanding dengan integral fluks
massa pada bidang volume tersebut.
Iterations
79
Nilai puncak maksimum konsentrasi gas CO terjadi pada jarak 1,2 m
ini dilakukan pada
. Sedangkan untuk
mengetahui profil iterasi konsentrasi gas CO dapat dilihat pada Gambar 37.
nilai sebaran konsentrasi gas CO dilakukan sebanyak 80
rata dari sebaran gas CO sebesar 395,023 ppm.
Perubahan volume fluida terbatas yang diakibatkan oleh adanya perbedaan
ecara alami memicu
timbulnya pergerakan fluida di atmosfer. Maka dengan prinsip dasar hukum
kekekalan massa dan energi, kadar suatu zat atau massa di suatu posisi titik
) dalam suatu volume terbatas dapat dihitung. Perubahan integral
s terhadap fungsi waktu sebanding dengan integral fluks
Top Related