BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1.1 Hasil Gambaran Umum Instalasi Gizi RSUD Kota Kendari
1. Gambaran umum instalasi gizi
Instalasi Gizi RSUD Kota Kendari memiliki tenaga gizi
ruangan 13 orang, staff 10 orang, juru masak 13 orang,
pramusaji 18 orang dan kepala instalasi gizi 1 orang, lokasi
gedung instalasi gizi berada dibelakang sebelah kiri musolah
RSUD Kota Kendari, dekat dengan parkiran belakang
sehingga mudah untuk ditemukan dapat dijangkau.
Di instalasi gizi harus sesuai dengan PGRS, adapun
dalam kegiatan penyelenggaraan makanan rumah sakit
terdapat fungsi manajemen yang harus dilakukan dengan baik
dan tepat agar dapat mencapai tujuan dari penyelenggaraan
makanan itu sendiri yakni tersedianya makanan yang
berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman, dan dapat
diterima oleh konsumen untuk mencapai status gizi yang
optimal (Kemenkes RI, 2013). Selain itu, dalam setiap
rangkaian kegiatan penyelenggaraan makanan rumah sakit
hendaknya memperhatikan sanitasi makanan, mengingat
kontaminasi terhadap makanan dapat menyebabkan
gangguan kesehatan dan keracunan terhadap pasien.
Dalam kegiatan penyelenggaraan makanan rumah sakit
sering ditemukan kelemahan-kelemahan yang meliputi
pengelolaan yang tidak dilakukan secara profesional,
perencanaan yang kurang baik, tenaga pelaksana yang tidak
profesional, sistem pengawasan yang lemah, dan rendahnya
dedikasi petugas penyelenggara. Hal tersebut menyebabkan
mutu dan cita rasa makanan yang disajikan kurang baik
2. Penilaian Aspek Good Manfacturing Practices (GMP) di
Instalasi Gizi RSUD Kota Kendari
a. Ketenagaan
Pekerja yang berada di instalasi gizi RSUD Kota
Kendari sudah menggunakan alat pelindung diri (APD)
seperti apron, penutup kepala, dan sepatu kedap air
meskih sebenarnya belum memiliki dokumen terkait
standar penggunaan APD yang tepat.
Pada standar APD yang ada disana memiliki SOP
yang telah ditentukan, namun masih ada beberapa pekerja
yang masih kurang disiplin dalam melengkapi standar
APD/SOP yang telah ditetapkan, sehingga bisa
menimbulkan beberapa faktor penyebab terjadinya
kontaminasi silang terhadap bahan makanan. Maka
peneliti desain HACCP untuk menjaga mutu serta
keamanan pangan.
b. Fasilitas Sanitasi
Fasilitas sanitasi yang dimaksudkan adalah tempat
cuci tangan, air bersih, jamban, kamar mandi, dan tempat
sampah. Hasil observasi terkait fasilitas sanitasi di instalasi
gizi RSUD Kota Kendari yaitu tidak tersedianya tempat cuci
tangan yang terpisah dengan tempat pencucian alat
maupun bahan makanan dan tersedianya tempat sampah
yang terpisah antara tempat sampah basah (organik) dan
sampah kering (an organik).
Pada fasilitas sanitasi sudah memenuhi standar
namun alangkah baiknya jika disediakan tempat cuci
tangan yang terpisah dengan pencucian alat maupun
bahan makanan sehingga tidak terjadi kontaminasi silang
terhadap bahan makanan dengan tempat pencucian
tersebut, maka peneliti mendesain HACCP untuk menjaga
mutu dan keamanan makanan.
c. Peralatan
Peralatan yang digunakan di instalasi gizi RSUD Kota
Kendari dicuci menggunakan bahan bahan pembersih/
deterjen pencuci piring yang kemudian setelah dicuci di
letakkan pada keranjang untuk mengeringkannya tanpa
melalui tahap pencelupan ke dalam air mendidih. Tempat
pencucian peralatan terpisah dengan pencucian bahan
pangan.
Pada peralatan yang ada disana sudah memenuhi
standar yang telah ditetapkan namun bahaya yang ada
pada deterjen serta pembersih yang digunakan di
khawatirkan memberikan bahaya pada bahan makanan
dan lagi tahap pencucian tidak menggunakan air mendidih
dikarenakan wadah makanan yang digunakan terbuat dari
plastik yang tidak memungkinkan menggunakan air
mendidih, maka penelii mendesain HACCP untuk menjaga
mutu dan keamanan makanan.
d. Bangunan
Bangunan instalasi gizi RSUD Kota Kendari kokoh
dan aman dengan lantai kedap air, rata, tidak retak, dan
tidak licin. Sedangkan untuk dinding sebelah dalam rata,
tidak lembab, mudah dibersihkan, berwarna terang, serta
dinding dilapisi bahan kedap air. Langit – langit menutupi
seluruh atap bangunan, terdapat pintu di ruang pengolahan
namun tidak dapat menutup sendiri (self closing), tidak
tersedia peralatan anti serangga, jendela di lengkapi
dengan tirai. Tersedia ventilasi dengan tirai untuk
menghindari serangga yang masuk, serta diruang
pengolahan dilengkapi dengan cerobong asap, dapat
dilihat seperti pada layout instalasi gizi RSUD Kota Kendari
sebagai berikut :
Gambar 8. Layout Instalasi Gizi RSUD Kota Kendari
Dari layout diatas dapat dilihat bahwa jarak antara
ruang pengolahan dengn ruang persiapan dan ruang
penerimaan memiliki jarak yang terlampau jauh sehingga
tidak menyebabkan terjadinya kontaminasi, dan toilet/wc
memiliki jarak yang agak jauh dari ruang pengolahan
sehingga makanan tidak mudah terkontaminasi.
3. Gambaran HACCP di Instalasi Gizi RSUD Kota Kendari
Hidangan Sup Ikan Palummara
Instalasi Gizi RSUD Kota Kendari belum menerapkan
sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
pada pengolahan makanannya namun demikian pekerja
sudah menerapkan beberapa tindakan pengendalian yang
sesuai untuk beberapa bahan makanan maupun proses
pengolahan makanan diantaranya :
a. Proses penerimaan bahan makanan di instalasi gizi
RSUD Kota Kendari dilakukan di ruang penerimaan
bahan makanan dan tidak menetapkan
spesifikasi/standar yang terdokumentasi dalam proses
ini, namun setiap bahan makanan yang masuk disesuai
dengan lembar pemesanan bahan makanan, serta tidak
ada tim khusus dalam proses penerimaan, sehingga
dapat terjadi perbedaan kualitas bahan makanan
tergantung dari siapa yang menerima bahan tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara beberapa pekerja sudah
tau beberapa kualitas bahan makanan yang baik,
b. Proses penyimpanan di instalasi gizi RSUD Kota Kendari
sudah memisahkan antara bahan makanan basah dan
bahan makanan kering, ruang penyimpanan kering tidak
dilengkapi dengan termometer suhu untuk mengetahui
suhu yang tepat bagi bahan makanan kering. Jarak
bahan makanan dengan lantai kurang dari 15 cm dan
jarak dari dinding kurang dari 5 cm. Di ruang
penyimpanan kering juga untuk menyimpan bumbu
masakan. Sedangkan di ruang penyimpanan bahan
makanan basah terdapat 2 chiller untuk menyimpan
sayur dan Buah. Di ruang penyimpanan bahan makanan
basah juga terdapat 1 freezer untuk menyimpan ikan dan
daging.
c. Proses persiapan bahan makanan dilakukan sesaat
sebelum proses pengolahan dimulai baik itu persiapan
bahan utama maupun persiapan bumbu untuk setiap
waktu makan. Persiapan bahan makanan dimulai dari
menyiangi bahan makanan yang akan digunakan,
mencuci bahan makanan, mencampur bumbu, hingga
bahan makanan tersebut tinggal di masak.
d. Pada tahap pengolahan/pemasakan, bahan makanan
yang sebelumnya telah dipersiapkan kemudian dimasak
di atas api. Instalasi gizi RSUD Kota Kendari
menggunakan kompor gas sebanyak 3 kompor dengan
corong penangkap asap tepat di atas kompor. Corong ini
masih bekerja dengan baik sehingga kondisi ruang
pengolahan tetap sejuk selama proses pengolahan.
Ruang pengolahan di lengkapi dengan ventilasi yang
langsung mengarah ke luar ruangan, serta ruangan
pengolahan sangat luas dan biasanya ruang distribusi
juga dilakukan di ruang pengolahan. Peralatan yang
digunakan dalam tahap ini tidak melalui tahap
perendaman dengan air panas untuk menghindari
kemungkinan tercemar kuman sebelum digunakan dan
lagi RSUD Kota Kendari masih menggunakan peralatan
makanan plastik sehingga tidak dapat disterilkan
menggunakan air panas. Pada tahap pengolahan tidak
ada pengecekan suhu pemasakan sehingga pekerja
hanya melakukan pengecekan fisik untuk mengetahui
tingkat kematangan.
e. Tahap pemorsian makanan, instalasi gizi RSUD Kota
Kendari tidak memiliki standar porsi terdokumentasi
terkait berat makanan dan lain – lain. Wadah tertutup
yang digunakan terbuat dari plastik untuk kelas II dan III,
wadah steinless untuk kelas I dan wadah keramik untuk
VIP. Pemorsian makanan berdasarkan jenis diet untuk
pasien.
f. Tahap distribusi makanan di instalasi gizi RSUD Kota
Kendari menggunakan trolly tertutup yang terbuat dari
steinless steel dengan roda di bawahnya. Trolly terdiri
dari 3 rak di dalamnya, wadah disusun bertumpuk.
Distribusi makanan dilakukan oleh 2 petugas pada waktu
makan dihari itu. Distribusi makan pagi pada pukul 05.00
– 06.00, makan siang pukul 11.30 – 13.00, dan makan
malam pukul 16.00 – 17.30.
1.2 Hasil Desain HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
Hidangan Sup Ikan palummara
Penelitian yang dilakukan di Instalasi Gizi RSUD Kota
Kendari bahwa di instalasi tersebut tidak menerapkan HACCP,
dikarenakan ketersediaan yang ada di Instalasi RSUD Kota Kendari
belum memenuhi standar yang sesuai dengan HACCP yang ada
dan hanya mengikuti SOP yang berlaku pada RSUD tersebut.
Maka peneliti tertarik untuk merancangan HACCP di instalasi gizi
RSUD Kota Kendari untuk menjaga serta menjamin mutu pangan
serta kualitas bahan makanan untuk tetep aman dikonsumsi oleh
pasien.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan rancangan pada salah
satu hidangan yang ada di RSUD Kota kendari yaitu Sup Ikan
Palummara yang berada pada menu hari ke III dan disajikan pada
malam hari. Karena ikan memiliki potensi yang mudah rusak maka
desain HACCP pun akan diterapkan di RSUD Kota Kendari untuk
menjaga keamanan pangan dan menjamin mutu makanan yang
sehat bagi konsumen.
1. Tim HACCP
Tim HACCP Pada RSUD Kota Kendari dengan hidang Sup
Ikan Pallumara. Tim Penyusunan HACCP disini terdiri dari:
Tabel 4.1 Tim HACCP
Jabatan Nama Jabatan
dalam Tim Keahlian
Ketua tim Keamanan
Pangan
Sumarni,S.ST.M.kes S2 Food Service HACCP
Ketua HACCP
Sudarwati, A.MG DIII Food Service HACCP
Document control
Citra Silawati, AMG DIII Food Service HACCP
Anggota Heti Siswanto, S.Gz Sri Dwi H.R., SKM Rismawati, A.AMG
Triyana Anastasia, A.MG
DIV S1 DIII DIII
Food Service
HACCP Food Service
HACCP Food Service
HACCP Food Service
HACCP
2. Deskripsi Produk
Tabel 4.2 Deskripsi Produk
1. Nama masakan : Sup Ikan Palummara
2. Bahan utama : Ikan Tuna (Thunnus Obesus)
3. Bahan tambahan/bumbu : Kunyit, asam jawa, bawang merah, bawang putih, tomat, daun bawang,
garam dan gula pasir.
4. Karakterikstik produk akhir
: Sup ikan palummara yang diolah dengan proses pemasakan air/berkuah serta pencampuran bumbu dengan proses akhir berkuah.
5. Cara penerimaan : Bahan makanan langsung dibeli dipasar, khusus ikan dibeli langsung di pelelangan ikan dan diterima di instalasi gizi oleh petugas gizi instalasi
6. Cara Persiapan : Bahan yang sudah ada lalu dibersihkan dan dipotong – potong
sesuai porsi
7. Cara pengolahan : 1. Ikan dibersihkan sisik dan insangnya, kemudian dicuci bersih
2. Ikan dipotong sesuai porsi dan dicuci bersih.
3. Setelah dibersihkan, ikan ditaburi kunyit bubuk.
4. Lalu asam jawa diremas menggunakan air dan air asam jawanya dimasukkan kedalam ikan tersebut dan diberi garam secukupnya.
5. Kemudian ikan yang sudah diletakan dipanci bersamaan dengan beberapa bumbu dinaikan keatas kompor, sambil menunggu hingga mendidih dimasukan gula pasir secukupnya.
6. Bawang merah, bawang putih, tomat dan daun bawang dipotong sesuai kebutuhan lalu ditumis hingga harum.
7. Jika ikan sudah mulai mendidih tumisan bumbu tadi dimasukan kedalam panci tersebut.
8. Tunggu hingga ikan matang lalu
disajikan.
8. Cara distribusi : Sentralisasi
9. Cara konsumsi : Dikonsumsi langsung oleh pasien, disajikan dengan makanan pokok , lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan buah.
10. Konsumen : Semua pasien kelas VIP, I, II, dan III yang mendapatkan diet dengan bentuk makanan biasa dan lunak
11. Pengemasan – primer : Mangkok keramik untuk VIP, steinlees untuk kelas I, rantang
bundar pelastik untuk kelas II dan III
12. Pengemasan – sekunder : Tutup mangkok keramik dan mangkok steinlees, tutup rantang
wrapping, baki atau nampan.
3. Tujuan Akhir penggunaan Sup Ikan Palummara
Identifikasi cara penggunaan :
a. Produk : sup ikan palummara
b. Cara penggunaan : produk langsung dikonsumsi sebagai
lauk hewani
c. Konsumen : Semua pasien kelas VIP, I, II, dan III yang
mendapatkan diet dengan bentuk makanan biasa dan
lunak.
4. Bagan alir proses pembuatan Sup ikan palummara
a. Proses pembuatan bumbu
Gambar 8. Diagram Alir Pembuatan bumbu
Bawang Merah, Bawang
putih, tomat,daun bawang.
Penerimaan
Penyimpanan
Pencucian
Pemotongan
Penumisan
Minyak goreng
Pencampuran
Pemasakan
Penyimpanan
Penerimaan
Penyimpanan
a. Proses pembuatan sup ikan palummara
Gambar 9. Diagram alir Proses Pengolahan
Ikan Tuna
Penyimpanan
Pencucian
Pemotongan
Air Kunyit bubuk, asam jawa
Penerimaan
Penyimpanan
Gula dan garam
Penerimaan
Penyimpanan
Penerimaan
Bumbu
Pencampuran
Perebusan Pemorsian
Distribusi
5. Analisa bahaya dan kategori resiko
Analisa bahaya dan kategori resiko produk Sup Ikan
Palummara disajikan di instalasi gizi RSUD Kota Kendari
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3 Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahannya
No.
bahan mentah/
ingredient/ bahan
tambahan
Bahaya B(M)/K/F
Jenis bahaya Cara
pencegahan/Tindakan pengendalian
1. Ikan Tuna (Thunnus Obesus)
B/M B: kontaminasi dari lalat
Menutup wadah penyimpanan ikan atau denganpelastik/wrapping.
F Pasir dan lender Mencuci bersih dengan air mengalir selama 1 menit
2. Tomat B/M
B: kontaminasi dari lalat, ulat pada buah
Tidak menyimpan di tempat yang lembab dan terbuka
F Pasir dan debu Pencucian dengan air mengalir selama 1 menit dan penyortiran
K Pestisida sisa penyemprotan
Pencucian bahan baku dengan air pengalir selama 1 menit
3. Bawang merah, bawang putih dan daun bawang
B Ulat dan jamur Penerimaan bahan baku sesuai spesifikasi
F Kulit bawang serta adanya daun yang kotor
Pengupasan dan pencucian dengan air mengalir selama 1 menit
K Pestisida yang melekat pada bagian bawang
Pencucian bahan baku dengan air pengalir
4. Asam jawa B/M Jamur
Tidak menyimpan di tempat yang lembab dan kering
F Kotoran Pencucian dengan air mengalir dan penyortiran
K Pestisida sisa penyemprotan
Pencucian bahan baku dengan air mengalir selama 1 menit
6. Kunyit bubuk F Kemasan rusak Pemeriksaan kemasan
K Kadaluarsa (perubahan aroma, warna, dan rasa)
Pengecekan masa kadaluarsa sebelum menggunakan
B/M Jamur Penyimpanan pada tempat yang kering
7. Gula pasir dan Garam
F Kotoran, kerikil Memisahkan kotoran bahan
B/M Semut, kapang, dan kamir
Memisahkan semut dari gula, penyimpanan pada suhu ruang
10. Air B/M Eschericia coli Memastikan air yang dipakai bersih dan aman
F Benda asing,kotoran
Menggunakan air PAM dilakukan filtasi
K Cemaran logam (residu pestisida)
Saat pemasakan pastikan air mendidih hingga 100oC
11. Minyak goreng
K Penggunaan minyak berulang – ulang kali, terpapar sinar matahari
Batas penggunaan minyak yang baik maksimal sampai tiga kali penggorengan, penyimpanan pada tempat yangterhindar dari sinar matahari langsung
6. Analisis Resiko bahaya/hazard
Analisis risiko bahaya/hazard produk sup ikan palummara
yang disajikan di instalasi gizi RSUD Kota Kendari adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.4 Kelompok Bahaya
No. Bahan Kelompok bahaya Kategori
resiko A B C D E F
1. Ikan Tuna (Thunnus Obesus)
- + - + + + IV
2. Tomat - + - - - - I
3. Bawang merah dan bawang putih
- + - - - - I
4. Asam Jawa - + - - - - I
5. Daun bawang - + - - - - I
6. Kunyit bubuk - + - - - - I
7. Gula pasir - + - - - - I
8. Garam - + - - - - I
9. Minyak goreng - + + - - - II
10. Air + + - + + + V
Keterangan :
A = Produk non steril untuk konsumen beresiko tinggi
B = mengandung bahan yang sensistif terhadap bahaya biologis,kimia,fisik
C = tidak ada tahap untuk mencegah/menghilangkan bahaya
D = kemungkinan mengalami kontaminasi kembali setelah pengolahan
E = Kemungkinan kesalahan selama penyajian, distribusi/konsumsi
F = tidak ada cara mencegah / mengilangkan bahaya oleh konsumen
Tabel 4.5 Kelompok Resiko
0 Tidak mengandung bahaya A sampai dengan F
I Mengandung 1 bahaya B sampai dengan F
II Mengandung 2 bahaya B sampai dengan F
III Mengandung 3 bahaya B sampai dengan F
IV Mengandung 4 bahaya B sampai dengan F
V Mengandung 5 bahaya B sampai dengan F
VI Kategori resiko paling tinggi (semua makanan yang mengandun bahaya A, baik dengan/tanpa bahaya B sampai dengan F)
7. Menentukan titik Kendali Kritis (CCP Dessission Tree) pada bahan makanan dan proses
a. Bahan Makanan
CCP dessission tree bahan makanan produk Sup Ikan Palummara yang disajikan di instalasi gizi RSUD
Kota Kendari adalah sebagai berikut :
Tabel 4.6 Penetepan titik kendali kritis pada bahan makanan
No Bahan
P.1. apakah memungkinkan bahan mentah mengandung bahaya pada tingkat yang berbahaya ?
Ya : lanjut P.2. Tidak : bukan CCP
P.2. apakah pengolahan (termasuk penggunaan oleh konsumen) dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya pada tingkat yang
aman? Ya ; bukan CCP
Tidak : CCP
KEPUTUSAN
1. Ikan Abang Kumis Ya Tidak CCP
2. Tomat Ya Ya Bukan CCP
3. Bawang merah dan bawang putih
Ya Ya Bukan CCP
4. Asam Jawa Ya Ya Bukan CCP
5. Daun bawang Ya Ya Bukan CCP
6. Kunyit bubuk Ya Ya Bukan CCP
7. Gula pasir Ya Ya Bukan CCP
8. Garam Ya Ya Bukan CCP
9. Minyak goring Ya Ya Bukan CCP
10. Air Ya Ya Bukan CCP
b. Proses
CCP dessission tree proses produk sup ikan palummara yang disajikan di instalasi gizi RSUD Kota
Kendari adalah sebagai berikut :
Tabel 4.7 Penetepan titik kendali kritis pada proses pengolahan
No. Proses
P.1. apakah tahap ini khusus untuk menghilangkan /
mengurangi bahaya sampai batas aman
? Ya : CCP
Tidak : lanjut P.2.
P.2. Apakah kontaminasi
bahaya dapat terjadi sampai
melebihi batas ? Ya : lanjut P.3
Tidak : bukan CCP
P.3. apakah proses selanjutnya dapat mengilangkan /
mengurangi bahaya sampai batas aman
? Ya : bukan CCP
Tidak : CCP
KEPUTUSAN
Pegolahan ikan goreng asam manis
1. Ikan Abang Kumis
a. Penerimaan Ya - - CCP
b. Pencucian pembersihan Ya - - CCP
c. Penyimpanan Tidak Ya Ya Bukan CCP
d. Perendaman dengan air Tidak Ya Ya Bukan CCP
e. Pemotongan Tidak Ya Ya Bukan CCP
f. Pencucian Ya - - CCP
g. Pencampuran Tidak Ya Ya Bukan CCP
2. Asam Jawa
a. Penerimaan Ya - - CCP
b. Penyimpanan Tidak Ya Ya Bukan CCP
c. Pencucian Tidak Ya Ya Bukan CCP
d. Pencampuran Tidak Ya Ya Bukan CCP
3. Gula, garam, kunyit
a. Penerimaan Ya - - CCP
b. Penyimpanan Tidak Ya Ya Bukan CCP
c. Pencampuran Tidak Ya Ya Bukan CCP
4. Tomat
a. Penerimaan Ya - - CCP
b. Penyimpanan Tidak Ya Ya Bukan CCP
c. Pencucian Ya - - CCP
d. Pemotongan Tidak Ya Ya Bukan CCP
5. Bawang merah, bawang putih
a. Penerimaan Ya - - CCP
b. Penyimpanan Tidak Ya Ya Bukan CCP
c. Pengupasan Ya - - CCP
d. Pencucian Ya - - CCP
e. Pemotongan Tidak Ya Ya Bukan CCP
6. Minyak goring
a. Penerimaan Ya - - CCP
b. Penyimpanan Tidak Ya Ya Bukan CCP
c. Penumisan Tidak Tidak - Bukan CCP
7. Gula, garam
a. Penerimaan Ya - - CCP
b. Penyimpanan Tidak Ya Ya Bukan CCP
8. Daun bawang
a. Penerimaan Ya - - CCP
b. Penyimpanan Tidak Ya Ya Bukan CCP
c. Pencucian Ya - - CCP
9. Air
a. Penyimpanan Tidak Ya Ya Bukan CCP
b. Pencampuran Tidak Ya Ya Bukan CCP
10. Penumisan Ya - - CCP
11. Perebusan Ya - - CCP
11. Pencampuran Tidak Ya Ya Bukan CCP
12. Pemorsian Tidak Ya Tidak CCP
13. Distribusi/penyajian Tidak Tidak - CCP
8. Spesifikasi batas kritis, Penetapan, pelaksaan sistem monotoring, dan tindakan perbaikan
Tabel 4.8 Penerapan HACCP
CCP Cara pengendalian Paramater CCP Batas Kritis Monitoring Tindakan koreksi
Catatan/dokumentasi Verifikasi
CCP 1. Penerimaan bahan makanan
Menetapkan standar spesifikasi bahan dalam proses penerimaan
Ada serangga/lalat pada bahan baku
0% ada serangga
Mengecek bahan makanan yang diterima sesuai dengan spesifikasi
Tidak menerima bahan makanan yang tidak layak/tidak sesuai spesifikasi
Dilakukan pengecekan kesesuaian spesifikasi dengan bahan baku
Pengecekan kembali setelah penerimaan
CCP 2. Pencucian bahan makanan
Melakukan pengecekan sesuai spesifikasi dan standar yang sesuai dalam proses pencucian terkait penggunaan alat dan APD
Adanya kotoran pada alat yang digunakan dan bahan makanan, Escherichia colli
Tidak ada benda asing atau bagian yang tidak dapat dimakan serta tidak ada kontaminasi dari alat dan pekerja. 0% kandungan Escherichia colli
Mengecek spesifikasi dan memastikan bahan makanan yang dicuci sudah bersih dan aman
Spesifikasi bahan makanan dan standar prosedur operasional harus jelas
Dilakukan pengecekan kesuaian spesifikasi bahan makanan serta kesesuaian standar prosedur operasional
Pengecekan kembali bahan makanan yang sudah layak, serta kesesuaian standar prosedur operasional dengan penerapannya
CCP 3. penumisan bumbu
Melakukan pengecekan sesuai spesifikasi dan standar yang sesuai dalam proses penumisan
Tingkat kematangan bumbu
Bahan makanan matang pada suhu Menumis : 80-100 oC
Melakukan pengecekan tingkat kematangan baik secara fisik, rasa, maupun suhu pengolahan
Melakukan pengolahan ulang
Dilakukan pengecekan tingkat kematangan dan suhu pemasakan
Pengecekan kembali setelah pengolahan
CCP 4. Pengupasan
Melakukan pengecekan sesuai
Adanya kotoran pada alat yang
Tidak ada benda asing
Mengecek spesifikasi dan
Spesifikasi bahan makanan dan
Dilakukan pengecekan kesuaian spesifikasi
Pengecekan kembali bahan makanan
bawang spesifikasi dan standar yang sesuai dalam proses pengupasan terkait penggunaan alat dan APD
dugunakan dan bahan makanan.
atau bagian yang tidak dapat dimakan serta tidak ada kontaminasi dari alat dan pekerja.
memastikan bahan makanan yang kupas sudah bersih dan aman
standar prosedur operasional harus jelas
bahan makanan serta kesesuaian standar prosedur operasional
yang sudah layak, serta kesesuaiam standar prosedur operasional dengan penerapannya
CCP 5. Perebusan ikan
Melakukan pengecekan sesuai spesifikasi dan standar yang sesuai dalam proses pemasakan
Tingkat kematangan bahan makanan
Bahan makanan matang pada suhu Perebusan :100 oC
Melakukan pengecekan tingkat kematangan baik secara fisik, rasa, maupun suhu pengolahan
Melakukan pengolahan ulang
Dilakukan pengecekan tingkat kematangan dan suhu pemasakan
Pengecekan kembali setelah pengolahan
CCP 6. Pemorsian
Adanya standar porsi serta standar prosedur operasional alat dan wadah yang digunakan
Adanya kontaminasi saat pemorsian baik dari alat, wadah maupun pekerja, Escherichia colli
0% kandungan Escherichia colli
Pengecekan kembali makanan yang sudah layak, keseuaian standar prosedur operasional terkait higiene sanitasi alat dan pekerja
Mengganti makanan yang tidak layak, mengganti alat dan wadah yang tidak sesuai serta memperhatikan standar prosedur operasional terkait peningkatan higiene pekerja
Dilakukan pengecekan jumlah makanan dalam wadah makanan dan kesesuaian standar prosedur operasional dengan penerapannya
Pengecekan kembali makanan setelah pemorsian
CCP 7. Distribusi
Wadah dan trolly yang digunakan bebas kontaminasi, waktu yang digunakan terbatas, penggunaan APD
Adanya kontaminasi antara makanan dengan wadah atau trolly makanan dan kontaminasi pekerja, Escherichia colli
0% kandungan Escherichia colli
Pengecekan wadah dan trolly yang digunakan, pengecekan waktu dan jarak distribusi
Mengganti wadah makanan yang tidak sesuai, menyesuaikan waktu distribusi
Dilakukan pengecekan prosedur pencucian wadah, penggunaan APD
Pengecekan kembali kebersihan trolly dan wadah makanan serta penggunaan APD
A. PEMBAHASAN
1. Tim HACCP
Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Kota Kendari tidak
memiliki tim HACCP, dimana pada tim HACCP mencaku dari
berbagi bidang teknik, produksi, sanitasi, penjamin kualitas, dan
mikrobiologi makanan. Tim juga memasukkan staf yang terlibat
dalam proses produksi. Maka pada penyusunan tim HACCP harus
memenuhi syarat dan berkompeten dalam bidang yang telah
ditentukan. Maka tim HACCP disusun melalui pegawai instalasi gizi
serta penanggung jawab instalasi untuk menjamin keberhasilan
dalam merancang HACCP.
Tim HACCP disusun berdasarkan individu-individu yang
memeiliki pengetahuan dan keahlian khusus sesuai dengan produk
dan proses. Tim HACCP yang ada di RSUD terdiri atas ketua dan
beberapa anggota tim, adapun tugas ketua dan tim HACCP
meliputi hal – hal berikut :
a. Tugas Ketua Tim HACCP :
1) Menentukan dan mengontrol lingkup HACCP yang akan
digunakan
2) Mengarahkan desain dan implementasi sistem HACCP yang
akan digunakan.
3) Mengkoordinasikan dengan memimpin pertemuan –
pertemuan tim.
4) Menentukan apakah sistem HACCP yang dibentuk telah
memenuhi ketentuan codex, memperhatikan pemenuhan
sistem terhadap peraturan – peraturan yang standar yang
berlaku dan keefektifan dari sistem HACCP yang akan dibuat.
5) Memelihara dokumentasi atau rekaman HACCP.
6) Memelihara dan mengimplementasi hasil – hasil audit internel
sistem HACCP.
7) Ketua tim merupakan ahli HACCP yang harus mempunyai
keahlian komunikasi dan kepemimpinan, serta mempunyai
perhatian yang tinggi terhadap keamanan pangan yang
dijalankan.
b. Tugas Anggota Tim HACCP
1) Mengorganisasi dan mendokumentasikan studi HACCP di
instalasi gizi.
2) Mengadakan kaji ulang (pengkajian) terhadap semua
penyimpanan dan batas kritis
3) Melakukan internal audit HACCP plan (rencana HACCP atau
rencana kerja jaminan mutu
4) Mengkomunikasikan operasional HACCP.
2. Deskripsi Produk Sup Ikan Palummara
Deskripsi produk merupakan gambar lengkap produk
merupakan gambaran lengkap produk termasuk informasi
mengenai komposisi, struktur fisik, pengemasan, kondisi
penyimpanan, serta metode distrbusian, (SNI, 1998 dalam
Sudarmaji, 2008). Sup Ikan Palummara dengan bahan utama ikan
abang kumis yang diolah berkuah dengan ditambahkan kunyit dan
asam jawa dan dicampurkan bumbu yang telah tumis bawang
merah, bawang putih, tomat, dan daun bawang. Karakterisktik
produk akhir berkuah dan dikonsumsi langsung oleh pasien
sebagai lauk hewani untuk semua kelas baik VIP,I,II, dan III.
Deskripsi produk Sup Ikan Palummara yang disajikan pada menu
ke III untuk malam hari di instalasi gizi RSUD Kota Kendari.
Sup Ikan Palummara dengan bahan utama tuna mata besar
yang diolah berkuah dengan ditambahkan kunyit dan asam jawa
dan dicampurkan bumbu yang telah tumis bawang merah, bawang
putih, tomat, dan daun bawang. Karakterisktik produk akhir berkuah
dan dikonsumsi langsung oleh pasien sebagai lauk hewani untuk
semua kelas baik VIP,I,II, dan III.
Ikan yang dipilih disesuaikan dengan ikan yang akan diolah,
serta ketersediaan ikan yang ada, penerimaan ikan biasanya
langsung dibeli dipasar atau pelelangan ikan oleh salah satu
petugas instalasi gizi dibagian penerimaan, ikan yang dibeli
disesuaikan dengan spesifikasi serta formulir bahan makanan yang
telah tersedia. Ikan yang sudah dibeli disimpan di penyimpanan
frezeer dengan suhu 0oC – 5oC. Suhu ini berlaku untuk
penyimpanan 1-3 hari.
Pada tahap persiapan pada bahan utama biasanya dimbil
dengan bahan yang sudah ada yang telah disimpan difrezeer.
Bahan utama kemudian dibersihkan, dikeluarkan siripnya dan
dicuci hingga bersih dan kemudian dipotong sesuai kebutuhan.
Pada pengemasan yang dilakukan untuk hidangan sup ikan
palummara yaitu mangkok keramik untuk VIP, Steinlees untuk
kelas I, rantang bundar plastik untuk kelas II dan III. Serta untuk
pengemasan penutup untuk tutup mangkok keramik dan mangkok
steinless, tutup rantang plastik, baki dan nampan. Pada hidangan
sup ikan palummara tesebut dikonsumsi untuk semua pasien yang
mendapatkan diet dengan bentuk makanan biasa dan lunak.
Pada proses pendistribusian yaitu sentralisasi yang
diantarkan langsung kepasien dari instalasi gizi menuju keruangan
pasien.
3. Identifikasi cara penggunaan
Identifikasi tujuan penggunaan produk sangat penting untuk
ditetapkan sebelumnya, karena hal tersebut akan berkaitan dengan
tingkat kerumitan dalam penentuan jenis-bahaya dan batas kritis
yang akan diidentifikasi lebih lanjut (Surono, Sudibyo, & Waspodo,
2016). Setiap produk yang dikendalikan melalui penerapan sistem
HACCP terlebih dahulu harus ditentukan rencana penggunaannya
atau dengan kata lain harus diidentifikasi terlebih dahulu sasaran
konsumennya. Di dalam analisis risiko, tingkat bahaya suatu produk
akan berkaitan dengan sasaran konsumennya (Thaheer, 2005).
Adapun syarat identifikasi cara penggunaan yaitu, rencana
penggunaan seperti siap dikonsumis serta perlu ada pengolahan
lebih lanjut atau dicampur dengan makanan lain, kemudian
penanganan oleh konsumen yang kemungkinan kesalahan
penggunaan, harus memiliki target dan kelompok pengguna
khusus.
Hasil identifikasi tujuan akhir hidangan sup ikan palummara
di instalasi gizi RSUD Kota Kendari diperuntukan semua pasien
kelas VIP, I, II dan III yang mendapatkan diet dengan bentuk
makanan biasa dan lunak. Serta produk langsung dikonsumsi
sebagai lauk hewani.
4. Bagan Alir Pembuatan Sup Ikan Pallumara
Dalam membuat diagram alir tidak perlu rumit dengan
menggambarkan proses dari penerimaan ke pengiriman. Untuk
menemukan semua bahaya keamanan pangan di dalam proses
pembuatan, perlu mengetahui secara persis langkah-langkah yang
dilewati oleh produk tersebut. Tujuan diagram alir adalah
memberikan deskripsi sederhana yang jelas tentang semua
langkah yang terlibat dalam pemrosesan. Langkah penerimaan dan
penyimpanan bahan baku harus disertakan (HACCP Europa
Publication, 2012). Bagan alir atau diagram alir yang dibuat harus
memuat semua tahapan di dalam operasional produksi (Thaheer,
2005).
Proses penyusunan bagan alir dilakukan untuk mengetahui
bagai proses pembuatan sup ikan palummara dari awal hingga
akhir. Proses pembuatan sup ikan palummara di RSUD Kota
Kendari diawali dengan pembelian bahan baku, bumbu seperti ikan
abang kumis, bawang merah, bawang putih, kunyit bubuk, daun
bawang, tomat, asam jawa, garam, gula pasir dan minyak goreng.
Bahan baku diterima masih dalam keadaan baik dan sesuai
dengan spesifikasi. Sebelum dimasak, semua bahan utama serta
bumbu dicuci bersih terlebih dahulu. Lalu membersihkan alat-alat
yang akan digunakan, setelah semuanya siap maka bahan sudah
dapat diolah sesuai dengan resep yang telah ditetapkan.
Dalam pembuatan diagram alir tidak perlu rumit dengan
mengambarkan proses dari penerimaan ke pengiriman. Bagan alir
yang telah dibuat belum dikatakan sama dengan proses
sebenarnya, tetapi masih memerlukan evaluasi dan kepastian dan
kepastian pengamatan langsung.
5. Analisa bahaya dan kategori resiko
Analisis bahaya merupakan evaluasi secara sistematik pada
makanan spesifik dan bahan baku atau ingredient untuk
menentukan resiko. Resiko keamanan pangan yang harus
diperiksa meliputi : aspek keamanan kontaminasi bahan kimia,
aspek keamanan kontaminasi fisik, dan aspek keamanan biologis
termasuk di dalamnya mikrobiologi (Irfan, 2016).
Dari hasil analisa bahaya dan kategori resiko yang telah
dilakukan dinyatakan bahwa bahan baku dan bahan tambahan di
instalasi gizi RSUD Kota Kendari. Ikan tuna terdapat kontaminasi
bahaya mikrobiologi seperti serangga/lalat, maka penanganan
dengan menutup wadah penyimpanan bahan baku dengan
plastik/wrapping adapaun kontaminasi bahaya fisik terdapat pasir
dan lendir sebelum dilakukan pengolahan ketika dilakukan
penerimaan pada bahan baku maka tahap penanganan dengan
mencuci bersih dengan air mengalir selaam 1 menit. Sedangkan
pada tomat terdapat kontaminasi bahaya fisik yang berasal dari
pasir dan debu adapun penanganan dengan, pencucian dengan air
mengalir selama 1 menit, bahaya kimia seperti pestisida sisa
penyemprotan dan bahaya biologis yang berasal dari lalat dan ulat
pada tomat maka penanganan dengan tidak menyimpanan
ditempat yang lembab dan terbuka.
Pada bawang merah, bawang putih dan daun bawang
kemungkinan terjadi kontaminasi bahaya fisik yang berasal dari
kulit bawang dan bahaya biologis yang berasal dari ulat dan jamur.
Pada asam jawa kemungkinan terjadi kontaminasi bahaya fisik
yang berasal dari kotoran seperti pasir, debu, bahaya kimia yang
berasal dari pestisida sisa penyemprotan dan bahaya biologis yang
berasal dari jamur. Pada kunyit bubuk kemungkinan terjadi
kontaminasi bahaya fisik yang berasal dari kemasan yang rusak
dan bahaya kimia yang berasal dari masa expired (perubahan
aroma, warna dan rasa) serta bahaya biologis yang berasal dari
jamur. Pada gula pasir kemungkinan terjadi kontaminasi bahaya
fisik yang berasal dari kotoran (kayu – kayu kecil) dan bahaya
biologis yang berasal dari semut, kapang dan khamir. Cemaran
yang diidentifikasi pada bahan baku ini dalah cemaran kimia, yaitu
keberadaan logam berat dan cemaran fisik yang dapat berupa
benang, semut, filth (rambut, potongan bagian tubuh serangga).
Menurut Surahman (2014), cemaran kimia pada gula pasir dapat
berupa keberadan belerang dioksida. Pada garam kemungkinan
terjadi bahaya fisik yang berasal dari kotoran, pasir, dan kerikil, dan
bahaya kimia yang berasal dari penguapan akibat suhu
penyimpanan. Pada minyak goreng kemungkinan terjadi bahaya
kimia yang berasal dari penggunaan minyak yang berulang kali.
Pada air kemungkinan terjadi kontaminasi bahaya fisik berasal dari
benda asing/kotoran dan bahaya biologis berasal dari Eschericia
coli dengan penanganan air bersih dan aman adapun bahaya kimia
berasal dari cemaran logam sehingga penanganan dengan
memastikan air mendidih hingga 100o C.
6. Analisis resiko bahaya/hazard
Pada analisis bahaya dilakukan melalui tabel kelompok
bahaya dan tabel kelompok resiko. Analisa potensi bahaya secara
kualitatif dilakukan dengan mengkombinasikan antara peluang
(probability) dan keakutan/keparahan (severity). Bahaya dengan
potensial memiliki resiko tinggi wajib dilakukan tindak koreksian,
dan sedangkan bahaya dengan potensi yang menengah dilakukan
dengan tindakan pencegahan. Sehingga dengan adanya analisis
bahaya dapat menentukan seberapa bahaya bahan yang akan
digunakan.
Idenfentifikasi bahaya adalah evaluasi spesifik terhadap
produk pangan dan bahan mentah, inggredient serta bahan
tambahan untuk menentukan resiko terhadap bahaya bilogis, kimia
dan fisik. Hazard diidentifikasi sebagai suatu agen atau kondisi
biologis, kimiawi ataupun fisik dalam makanan yang berpotensi
menimbulkan dampak yang merugikan kesehatan (Maltimore dan
Wallaee, 2004). Produk makanan yang dihasilkan oleh unit gizi
diperuntukkan bagi populasi beresiko tinggi yaitu orang sakit.
Identifikasi rencana penggunaan produk berkaitan dengan analisis
risiko atau tingkat bahaya suatu produk (Sudarmaji, 2008).
Pada tahap ini kategori resiko diberikan pada bahan
makanan berdasarkan kelompok bahaya yang kemudian
dikategorikan dalam kategori 0 – IV. Pada bahan ikan layang
termasuk kategori resiko IV yaitu mengandung 4 bahaya B sampai
dengan F. Pada bahan tomat, bawang merah, bawang putih, tomat,
asam jawa, kunyit bubuk, daun bawang, gula pasir, garam
termasuk kategori resiko I yaitu mengandung 1 bahaya B sampai
dengan F. Pada bahan minyak goreng termasuk kategori resiko II
yaitu mengandung 2 bahaya B sampai dengan F. Sedangkan pada
bahan air termasuk kategori resiko V mengandung 5 bahaya B
sampai F.
7. Menentukan titik Kendali Kritis (CCP Dessission Tree) pada
bahan makanan dan proses
Dari hasil identifikasi ini, maka akan didapatkan apa yang
disebut Titik Kendali Kritis atau Critical Control Point (CCP). CCP
dapat didefinisikan sebagai titik, atau tahapan atau prosedur dalam
pengolahan makanan yang dapat dikendalikan sehingga bahaya
dapat dicegah atau diturunkan pada tingkat yang dianggap aman.
Pada tahap ini, penentuan titik kendali kritis dilakukan pada
bahan makanan dan proses (dapat dilihat pada tabel 4.6 dan 4.7)
berdasarkan hasil analisis menggunakan pohon keputusan umtuk
bahan makanan tidak ada yang termasuk CCP dan ada yang
termasuk CCP pada tahap proses.
a. CCP Dessission Tree pada bahan Makanan
Batas kritis adalah nilai maksimum atau nilai minimum
bahaya biologi, kimia, atau fisik yang teridentifikasi yang harus
dikendalikan pada titik kritis untuk mencegah, menghilangkan,
atau mengurangi bahaya ke tingkat yang dianggap aman. Setiap
CCP akan memiliki satu atau lebih tindakan pencegahan yang
harus dikontrol dengan baik untuk memastikan pencegahan,
penghapusan, atau pengurangan bahaya ke tingkat yang dapat
diterima (Surono, Sudibyo, & Waspodo, 2016).
Pada bahan makanan semua bahan yang digunakan untuk
membuat sup ikan palummara adalah bukan CCP karena sudah
melewati dua tahap yaitu tahap pertama kemungkinan bahan
mentah mengandung bahaya pada tingkat yang berbahaya dan
tahap kedua apakah pengolahan dapat menghilangkan atau
mengurangi bahaya pada tingkat yang aman. Dari kedua
tahapan tersebut maka diputuskan bahan makanan tersebut
bukan CCP selain ikan yang merupakan CCP dikarenakan
kemungkinan bahaya penggunaan formalin yang tidak dapat
dihilangkan.
b. CCP Dessission Tree Pada Proses Pengolahan
Dalam SNI-01-4852-1998, setiap titik kendali kritis (CCP)
yang telah ditetapkan harus memiliki spesifikasi batas kritis untuk
menetapkan batasan antara keadaan yang dapat diterima dan
tidak dapat diterima dan batas kritis itu harus terpenuhi untuk
menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Kriteria
yang sering digunakan dalam penentuan batas kritis biasanya
meliputi suhu, waktu, tingkat kelembapan, pH, aw serta
parameter klorin, parameter visual, dan tekstur (Mortimore 2004).
Proses yang merupakan CCP harus dilakukan dengan
benar sesuai SOP, agar menghilangkan bahaya yang terjadi.
Kelalaian pada saat melakukan beberapa proses dapat
menimbulkan bahaya pada sistem produksi. Proses yang
merupakan CP juga tetap memerlukan kontrol untuk pencegahan
potensi bahaya (Rachmadia, ddk 2018).
Menurut Sudarmaji (2008) pemasakan bahan makanan
merupakan CCP karena proses ini dirancang untuk
memusnahkan peluang munculnya hazard sampai ke tingkat
yang dapat diterima. Cara yang paling efektif dan mudah untuk
membunuh mikroorganisme adalah dengan pemanasan karena
di atas suhu maksimum yang menyokong pertumbuhannya,
mikroorganisme akan mati. Waktu atau lamanya pemanasan
untuk membuat makanan menjadi aman juga bergantung pada
berapa banyak organisme pada awalnya (Sudarmaji, 2008).
Sedangkan pada tahap persiapan keputusan HACCP
diberikan karena pada tahap ini khusus untuk
menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman. Pada
tahap pengolahan keputusan CCP diberikan karena pada tahap
ini khusus untuk menghilangkan/megurangi bahaya sampai
batas aman. Pada tahap perebusan keputusan CCP diberikan
karena tahap ini khusus untuk menghilangkan/mengurangi
bahaya sampai batas aman. Pada tahap pemorsian keputusan
CCP diberikan karena pada tahap ini tidak terdapat proses
selanjutnya untuk menghilangkan/mengurangi bahaya sampai
batas aman. Pada tahap penyimpanan sebelum distribusi
keputusan CCP diberikan karena pada tahap ini tidak terdapat
proses selanjutnya untuk menghilangkan/mengurangi bahaya
sampai batas aman.
Pada tahap distribusi/penyajian keputusan CCP diberikan
karena pada tahap ini tidak terdapat proses selanjutnya untuk
menghilangkan/mengurangi bahaya sampai batas aman.
8. Menspesifikasikan Batas Kritis pada sup ikan palummara
Penentuan batas kritis untuk tiap CCP menggunakan
parameter kritis yaitu suhu, waktu, jumlah E. Coli pada makanan
jadi, aspek organoleptik (warna, bau, rasa, tekstur) untuk
makanan yang siap dikonsumsi, jumlah bajan atau produk
tertentu dalam formulasi makanan, jumlah kalori serta
kandungan zat tertentu dalam makanan (Fauziah,2018).
Tindak koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan
terhadap batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi yang
dilakukan jika terjadi penyimpangan, sangat tergantung pada
tingkat risiko produk pangan. Pada produk pangan beresiko
tinggi misalnya, tindakan koreksi dapat berpa penghentian
proses prodksu sebelum penyimpangan dikoreksi/perbaiki, atau
produk ditahan/tidak dipasarkan dan diuji keamananya.
Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan
proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan kerja
ulang produk, serta tindakan pencegahan seperti memverifikasi
setiap perubahan setiap perubahan yang telah diterapkan
dalam proses dan memastikannya agar tetap efektif
(Anonim,2006).
Dalam setiap bahan yang akan diolah harus memiliki
batas spesifikasi, tujuan dari spesifikasi untuk meringankan
pekerjaan lebih lanjut untuk penentuan titik kendali kritis (critical
control point-CCP). Berdasarkan hasil penelitian terhadap titik
kendali kritis, maka ditentukan batas kritis bahaya yang
mungkin ditemukan sup ikan palummara. Batas kritis yang
ditentukan salah satunya pada proses penerimaan yaitu semua
bahan layak digunakan dengan melihat standar spesifikasi.
Pada proses persiapan batas kritisnya adalah tidak ada benda
asing atau bagian yang tidak dapat dimakan. Pada proses
pengolahan batas kritis yang ditentukan adalah bahan
makanan matang. Pemasakan makanan juga dapat diartikan
sebagai proses memanaskan makanan dan menghancurkan
mikroorganisme yang mungkin dapat ditemukan dalam produk
makanan tersebut. Proses penghancuran mikroorganisme
tersebut berkaitan secara langsung dengan waktu dan
temperature penanganan bahan makanan. Ketepatan dalam
proses pemasakan makanan sangat penting untuk persiapan
makanan yang aman dan sehat sehingga makanan yang
dimasak harus berada dalam temperatur yang aman agar
bakteri dan mikroorganisme tidak hidup dan berkembang biak
(Khotimah, 2015).
Pada proses pemorsian batas kritis yang ditentukan
adalah tidak ada kontaminasi. Pada proses penyimpanan
sebelum distribusi batas kritis yang ditentukan adalah tidak ada
kontaminasi. Dalam setiap penanganan makanan harus
memperhatikan temperature dan waktu, karena temperatur dan
waktu yang salah merupakan risiko tinggi makanan dalam zona
bahaya (National Anglican Resources Unit, 2005 dalam
Khotimah, 2015). Sedangkan untuk tahap distribusi/penyajian
batas kritis yang ditentukan adalah tidak ada kontaminasi.
9. Menetapkan dan Melaksanakan System Monitoring pada
Proses Pengolahan Sup Ikan Palummara
Pemantauan bertujuan untuk menentukan adanya
penyimpangan dari kriteria yang telah dibuat, hasil pemantauan
sebaiknya dapat segera diperoleh sehingga jika perlu perlu proses
dapat diperbaiki dengan cepat (Sudarmaji, 2008).
Batas kritis yang sudah ditentukan terhadap suatu CCP
haruslah dimonitor keberadaanya. Hal ini untuk memastikan
apakah prosedur pengolahan atau penanganan CCP dibawah
kendali. Cara monitoring dapat dilakukan dengan pengamatan
(sensori, visual) dngan pengukuran (kimia, fisik). Yang akan
dimonitoring yaitu mulai dari tahap penerimaan bahan makanan
dari petugas belanja sampai sampai ke tahap pendistribusian (Irfan,
2016).
Dari hasil pengamatan pada proses penerimaan sistem
monitoring yang dilakukan adalah mengecek bahan makanan yang
diterima sesuai dengan spesifikasi. Pada tahap persiapan sistem
monitoring yang akan dilakukan adalah mengecek spesifikasi dan
memastikan bahan makanan yang dipersiapkan sudah bersih dan
aman. Pada proses pengolahan sistem monitoring yang akan
dilaukan adalah pengecekan tingkat kematangan baik secara fisik,
rasa, maupun suhu pengolahan. Pada proses pemorsian sistem
monitoring yang akan dilaukan adalah pengecekan kembali
makanan yang sudah layak, higiene sanitasi alat dan pekerja.
Pada tahap penyimpanan sebelum distribusi sistem
monitoring yang akan dilakukan adala mengganti wadah makanan
yang tidak sesuai dan menyesuaian waktu pengolahan dengan
waktu distribusi. Sedangkan pada tahap distribusi/penyajian sistem
monitoring yang akan dilakukan adalah mengganti wadah makanan
yang tidak sesuai dan menyesuaikan waktu distribusi. Berdasarkan
Permenkes Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011, jarak dan waktu
tempuh dari tempat pengolahan makanan ke tempat penyajian
serta hambatan yang mungkin terjadi selama pengangkutan akan
mempengaruhi kondisi penyajian (Khotimah, 2015).
10. Melakukan Tindakan Perbaikan pada Sup Ikan Palummara
Adakalanya suatu tahapan proses tertentu yang kritis
ternyata tidak dalam pengendalian yang memadai sehingga produk
yang dihasilkan tidak dapat dinyatakan aman. Untuk mengantisipasi
kerjadian yang tidak dikehendaki tersebut, maka harus dibuatkan
prosedur tindakan perbaikan (corrective action).
Tindakan koreksi adalah tindakan yang harus diambil atau
diputuskan berdasarkan hasil monitoring terhadap CCP, yang
mengindifikasikan bahwa CCP tidak terkendali (Irfan, 2016).
Hasil pengamatan yang dilakukan pada proses penerimaan
tindakan perbaikan yang akan dlakukan adalah tidak menerima
bahan makanan yang tidak layak/tidak sesuai spesifikasi. Pada
tahap persiapan tindaka koreksi yang dilakukan adalah spesifikasi
bahan dan proses persiapan yang harus jelas. Pada tahap
pengolahan tindakan koreksi yang akan dilakukan adalah
melakukan pengolahan ulang. Pada tahap pemorsian tindakan
koreksi yang akan dilakukan adalah dilakukan pengecekan higiene
sanitasi wadah maupun pekerja. Pada tahap penyimpanan
sebelum distribusi tindakan koreksi yang dilakukan adalah
dilakukannya pengecekan higiene sanitasi wadah dan pekerja
maupun waktu sebelum distribusi. Pada tahap distribusi/penyajian
tindakan koreksi yang dilakukan adalah dilakukan pengecekan
higiene sanitasi wadah dan pekerja maupun waktu sebelum
distribusi. Manusia yang sehat saja merupakan sumber mikroba
seperti Streptococcus dari kotoran dan Staphylococcus dari kulit,
hidung, mulut dan tenggorokan. Setiap kali tangan pekerja kontak
dengan bagian-bagian tubuh yang mengadung mikroba patogen,
maka tangan tersebut akan terkontaminasi dan ketika tangan
kontak dengan makanan, kontaminasi segera terjadi. Kontaminasi
juga terjadi melalui udara dari pernapasan, mulut, dan juga dari
pakaian.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disumpulkan bahwa :
1. Instalasi gizi RSUD Kota Kendari memiliki tenaga gizi ruangan 13 orang, staff
10 orang, juru masak 13 orang, 18 pramusaji dan 1 orang kepala instalasi
gizi. Serta lokasi gedung instalasi Gizi RSUD Kota Kendari ini sangat
strategis sangat mudah untuk ditemukan.
2. Instalasi gizi RSUD Kota Kendari belum menerapkan GMP secara
keseluruhan baik dari ketenagaan, bangunan, fasilitas sanitasi, dan
peralatan.
3. Instalasi gizi RSUD Kota Kendari belum menerapkan HACCP dalam proses
pengolahan makanan baik dari tahap penerimaan hingga distribusi
4. Resiko bahaya yang terdapat pada sup ikan palummara terletak pada:
a. Bahan baku ikan tuna dengan titik kritis serangga/lalat yang dapat
dikendalikan dengan menutup dengan plastik/warpping.
b. Tahap penerimaan dimana titik kritisnya adalah adanya bahan makanan
yang tidak layak pada bahan makanan.
c. Tahap perebusan dan penumisan dengan titik kritis suhu pemasakan, dan
kandungan Escherichia colli.
d. Tahap pengupasan dengan titik kritis adanya kandungan Escherichia colli.
e. Tahap pemorsian dengan titik kritis kontaminasi pekerja dan kandungan
Escherichia colli.
f. Tahap distribusi dengan titik kritis terjadinya kontaminasi dari pekerja,
wadah, alat maupun trolly dan kandungan Escherichia colli.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan kepada pihak
rumah sakit RSUD Kota Kendari agar menerapkan sistem HACCP untuk
meminimalisir terjadinya kontaminasi bahaya pada makanan dan lebih menjamin
kualitas makanan.
DAFTAR PUSTAKA
Adriani M,.Dr, Wijatmadi B,. dr. Prof. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta. 2012. Penerbit kencana Prenada Media Group
Azhari,mega. 2007. Analisis Jumlah Bakteri dan Keberadaan Escherichia coli pada pengolahan Ikan Teri Nasi di PT. Kelola Mina Laut Unit Sumenep. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas pertanian Unijoyo
Damanik, J & Frans T. 2012. Manajemen Destinasi Wisata. Yogyakarta: Kepel Press.
Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta
Depkes RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraandan ProsedurRekam Medis Rumah Sakit di Indonesia.Jakarta: Depkes RI
Dewi, R, S. 2012. Konsep HACCP (Hazard Analysisi Critical Control Point) dan Pengendalian Mutu di Usaha Kecil Menengah dalam Pembuatan Keripik Gadung “Pak Budi” Klaten. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi.
Fauziah, 2018. HACCP Pada Proses Pengolahan Ikan Goreng Asam Manis Di Instalasi Gizi RSAD Dr. R Ismoyo Kendari. Karya Tulis Ilmiah
Goulding, S. & Mansur, M. (2014) “Penerapan HACCP Produk Sashimi di Restoran Tomoto Surabaya,” Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa, hal. 289 – 301.Prinawan, Angga.2014. PENERAPAN KONSEP HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA TAHAP PENYAJIAN MAKANAN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN FOOD SAFETY KANTIN DI PT. ANTAM (PERSERO) TBK. GOLD MINING BUSINESS UNIT BOGOR, JAWA BARAT. Tugas Akhir. Program Diploma 3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Harijani, N., Ernawati, & Suwarno. 2011. Pemanfaatan Sari Rimpang Jahe (Zingiber Officinale) sebagai Antibakteia pada Susu Pasteurisasi Berdasarkan Penurunan Jumlah Bakteri Escherichia coli. Surabaya : Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
Irfan, M. 2016. Penerapan (HACCP) Pada Proses PENGOLAHAN Ikan Goring Saos Tomat Di Instalasi Gizi Rumah Sakit BLUD Bahteramas. Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
Istriyani, Y.Y. 2011. Pengujian Kualitas Minyak Kemiri dengan Mengukur Putaran Optik Menggunakan Polarimeter. Tugas Akhir. Program Studi Diploma III Teknik Kimia, Program Diploma Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2016. Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan.
Khotimah, M. 2015. Gambaran Penerapan Food Safety Pada Pengolahan Makanan Di Instalasi Gizirumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang. Universitas Negeri Semarang. Skripsi
Muchtadi R,.T, Sugiyono & Ayustaningwarno F. 2011. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung. 2011. Penerbit Alfabeta
Panduan Nasional Penanganan Kanker Prostat [Internet]. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2015
Panduan Penulisan Skripsi Program Studi DIV Gizi. Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kendari tahun 2018
Panduan Penyusunan Rencana HACCP (Hazard Analisis Critical Control Point) Bagi Industri Pangan. 2006. eBookPangan.com
Putra P A,.A. Penyusunan Rencana Hazard Analysis Critical Control Point (Haccp) Pada Produksi Gula Kristal Putih (Studi Kasus Di Ptpn Vii Pabrik Gula Bungamayang) tahun 2017. Skripsi
Rachmadia D,.N, Handayani N & Catur A,.A, 2018. Penerapan Sistem Hazard Analisis Critical Control Point (HACCP) Pada Produk Ayam Bakar Bumbu Herb Di Divisi Katering Diet PT. Prima Citra Nutrindo Surabaya. Jurnal Racmadia, et al. Amerta Nutr (2018) 17-28 17 DOI : 10.2473/amnt.v2i1.2018.17-28
Rauf R, 2013. Sanitasi Pangan dan HACCP. Edisi pertama – Yogyakarta; Graha, 2013. Jilid I
Standar Nasional Indonesia (SNI). 2009. Batas Maksimum Cemaran Mikroba. Badan Standarisasi Nasional
Standar Nasional Indonesia (SNI). 2013. Ikan Segar. Badan Standarisasi Nasional
Sudarmaji, Iffa. 2008. Hazard Analysisi and Critical Control Point (HACCP) Pada Pengelolaan Makanan Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Islam Lumajang. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Edisi Januari 2008 Vol. 4, No. 2. Hal 57 – 68
Surahman, D, N, 2014. Kajian HACCP (Hazard Analysisi and Critical Control Point) Pengolahan Jambu Biji Di Plant Sari Buah UPT. B2PTTG – LIPI Subang. AGRITECH. Edisi Agustus 2014 Vol. 34, No. 3 Hal 274
Surono,L S., Sudibyo, A., & Waspodo, P. (2016). Pengantar Keamanan Pangan untuk Industri Pangan. Yogyakarta: Deepublish.
Syamsiah, I.S., & Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih. Jakarta : Agromedia Pustaka
Wibowo, S. 2009. Budidaya bawang putih, bawang merah dan bawang bombay. Penebar Swadaya, Jakarta
Widiyastuti S, 2018. Analisys bahaya dan titik kendali kritis (HACCP) Rendang (Study Kasus Dirumah Makan Padang X Kecamatan Pamulang Kota Tanggerang Selatan tahun 2017 ). Jakarta.Skripsi
Top Related