KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Administrasi Wilayah dan Kependudukan
Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan secara geografis terletak
antara 5019’30” – 5036’47” Lintang Selatan (LS) dan antara 119048’30” –
120020’00” Bujur Timur (BT) dengan luas wilayah 819,96 km2 atau 81.996 hektar
dengan batas-batas administrasi sebagai berikut :
- Sebelah utara dengan Kabupaten Bone.
- Sebelah timur dengan Teluk Bone.
- Sebelah selatan dengan Kabupaten Bulukumba.
- Sebelah barat dengan Kabupaten Gowa.
Kabupaten Sinjai mempunyai 9 (sembilan) kecamatan dengan 61 (enam
puluh satu) desa definitif, 13 (tiga belas) kelurahan, 6 (enam) desa/kelurahan
persiapan dan 313 (tiga ratus tiga belas) dusun/lingkungan. Pembagian wilayah
administrasi Kabupaten Sinjai seperti disajikan pada Tabel 13 dan Gambar 14.
Tabel 13. Pembagian Wilayah Administrasi di Kabupaten Sinjai
No Kecamatan IbukotaLuas(km
2)
Desa/Kel.Persiapan
Desa Kelurahan
1. Sinjai Barat Manipi 135,5 - 7 2
2. Sinjai Borong Pasir Putih 67,0 - 7 1
3. Sinjai Selatan Bikeru 132,0 - 10 1
4. Tellu Limpoe Mannanti 147,0 1 9 1
5. Sinjai Timur Mangarabombang 71,9 2 10 1
6. Sinjai Tengah Lappadata 129,7 2 8 1
7. Sinjai Utara Balangnipa 29,6 - - 6
8. Bulupoddo Bulupoddo 99,5 1 6 -
9. PulauSembilan
Kambung 7,6 - 4 -
Jumlah - 820,0 6 61 13
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sinjai (diolah), 2006
39
Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Sinjai (2006), jumlah
penduduk yang tercatat di Kabupaten Sinjai pada tahun 2005 secara
keseluruhan adalah 220.430 jiwa yang tersebar di 9 (sembilan) wilayah
kecamatan. Jumlah penduduk terbesar terdapat di Wilayah Kecamatan Sinjai
Utara dengan jumlah penduduk sebanyak 38.223 jiwa (17,3%) dan jumlah
penduduk paling sedikit terdapat di Wilayah Kecamatan Pulau Sembilan dengan
jumlah penduduk sebanyak 7.537 jiwa (3,4%).
Gambar 14. Peta Administrasi Kabupaten Sinjai
40
Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Sinjai Utara
sebanyak 1.293 jiwa/km2, sedangkan kepadatan penduduk terendah terdapat
pada Kecamatan Bulupoddo yaitu sebanyak 159 jiwa/km2. Distribusi jumlah
penduduk dan penyebarannya disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Sinjai
No Kecamatan Luas Wilayah(km2)
JumlahPenduduk
(jiwa)
KepadatanPenduduk(jiwa/km2)
1. Sinjai Barat 135,5 22.840 169
2. Sinjai Borong 67,0 15.984 239
3. Sinjai Selatan 132,0 35.969 273
4. Tellu Limpoe 147,0 31.827 216
5. Sinjai Timur 71,9 28.168 392
6. Sinjai Tengah 129,7 24.106 186
7. Sinjai Utara 29,6 38.223 1.293
8. Bulupoddo 99,5 15.776 159
9. Pulau Sembilan 7,6 7.537 998
Jumlah 820,0 220.430 269
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sinjai (diolah), 2006
Kondisi Fisik Wilayah
Iklim
Menurut data Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan dan
Pertambangan Daerah Kabupaten Sinjai (2007) daerah ini termasuk
beriklim subtropis yang mengenal 2 (dua) musim, yaitu musim penghujan
(pada periode bulan April – Oktober) dan musim kemarau (pada periode
bulan Oktober – April). Selain itu menurut klasifikasi Schmidt dan
Fergusson ada 3 (tiga) tipe iklim di wilayah ini, yaitu tipe iklim B2, C2, D2
dan D3.
Wilayah dengan tipe iklim B2, bulan basahnya berlangsung selama
7 – 9 bulan berturut-turut dan bulan keringnya berlangsung 2 – 4 bulan
sepanjang tahun, penyebarannya meliputi sebagian besar wilayah
41
Kecamatan Sinjai Timur dan Sinjai Selatan. Tipe iklim C2, bulan basahnya
berlangsung antara 5 – 6 bulan dan bulan keringnya berlangsung selama
3 – 5 bulan sepanjang tahun, penyebarannya meliputi sebagian kecil
wilayah Kecamatan Sinjai Timur, Sinjai Selatan dan Sinjai Tengah. Tipe
iklim D2, bulan basahnya berlangsung selama 3 – 4 bulan dan bulan
keringnya berlangsung selama 2 – 3 bulan, penyebarannya meliputi
wilayah bagian tengah Kabupaten Sinjai, yaitu Kecamatan Sinjai Tengah,
Sinjai Selatan dan Sinjai Barat. Tipe iklim D3, bulan basahnya
berlangsung antara 3 – 4 bulan dan bulan keringnya berlangsung 3 – 5
bulan, penyebarannya meliputi sebagian wilayah Kecamatan Sinjai Barat,
Sinjai Tengah dan Sinjai Selatan.
Kabupaten Sinjai mempunyai curah hujan yang berkisar antara 2.000 –
4.000 mm/tahun dengan hari hujan yang bervariasi antara 100 – 160 hari
hujan/tahun. Curah hujan rata-rata per stasiun pengamatan per tahunnya
disajikan pada Tabel 15 dan Gambar 15.
Tabel 15. Curah Hujan Rata-rata per Stasiun Pengamatan
No Stasiun PengamatanCurah Hujan(mm/tahun)
1. Balakia 2.337,3
2. Palangka 2.801,5
3. Lamatti Riawang 2.345,1
4. Sinjai Kota 2.248,6
5. Appareng Hulu 2.084,5
6. Batu Belerang 2.530,8
Sumber : Dinas Prasarana Daerah Kabupaten Sinjai (diolah), 2006
42
Jenis dan Struktur Batuan
Menurut Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan dan Pertambangan
Daerah Kabupaten Sinjai (2007) tataan stratigrafi Kabupaten Sinjai
dikelompokkan menjadi 6 (enam) satuan batuan (urutan tertua ke muda), yaitu :
1. Batuan Gunung Api Formasi Camba (Tmcv) berumur miosen akhir – pliosen
Terdiri atas breksi gunung api, lava, konglomerat dan tufa berbutir halus
hingga lapili, bersisipan batuan sedimen laut berupa batu pasir tufaan, batu
pasir gampingan dan batu lempung yang mengandung sisa tumbuhan.
Gambar 15. Peta Curah Hujan Rata-rata Tahunan
43
Bagian bawahnya merupakan lapisan breksi gunung api dan lava yang
berkomposisi andesit dan basal, tufa berlapis baik terdiri dari tufa litik, tufa
kristal dan tufa vitrik. Penyebaran batuan formasi ini menghampar di wilayah
Kecamatan Sinjai Selatan, Sinjai Tengah, Sinjai Barat dan sebagian Sinjai
Borong.
2. Formasi Walanae (Tmpw) berumur miosen akhir – pliosen
Formasi ini menindih tidak selaras dengan batuan Gunung Api Formasi
Camba. Formasi ini juga tersusun dari perselingan batu pasir, konglomerat,
tufa, dengan sisipan batu lanau, batu lempung, batu gamping, napal dan
lignit, batu pasir berbutir sedang sampai kasar, umumnya gampingan dan
agak kompak, berkomposisi sebagian andesit dan sebagian lainnya banyak
mengandung kuarsa, tufanya berkisar dari tufa breksi, breksi, tufa lapili, tufa
kristal yang banyak mengandung biotit, konglomerat berkomponen andesit,
trakit dan basal. Penyebarannya meliiputi wilayah Kecamatan Sinjai Timur,
sebagian Sinjai Selatan, Sinjai Tengah, Sinjai Utara dan Bulupoddo.
3. Batuan Gunung Api Baturappe-Cindako (Tpbv) berumur pliosen akhir
Batuannya terdiri dari lava dan breksi dengan sisipan tufa serta konglomerat.
Penyebarannya di sekitar Manipi Kecamatan Sinjai Barat.
4. Batuan Gunung Api Lompobattang (Qlvc, Qlv, Qlvb) berumur pliosen
Tersusun dari aglomerat, lava, breksi, endapan lahar dan tufa. Batuannya
sebagian besar berkomposisi andesit dan sebagian basal, lavanya ada yang
berlubang dan ada yang berlapis, tufanya berbutir halus-kasar. Tufanya
berlapis dengan ketebalan sekitar 1,5 meter dan diapit oleh batuan breksi
serta aglomerat/konglomerat.
5. Endapan permukaan/satuan aluvium (Qac) berumur holosen
Terdiri dari aluvium pantai (pasir lempung) dan aluvium sungai (bongkah,
kerakal, kerikil, pasir dan lempung). Penyebarannya sebagian kecil pada
wilayah Kecamatan Sinjai Timur dan Sinjai Utara.
44
6. Batuan terobosan sejak miosen akhir-pliosen
Batuan ini terdiri dari batuan andesit, menerobos batuan Gunung Api
Formasi Camba; batuan trakit, menerobos batuan Gunung Api Formasi
Camba dan batuan granodiorit, menerobos batuan Gunung Api Formasi
Camba.
Jenis batuan di Kabupaten Sinjai seperti disajikan pada Tabel 16 dan
Gambar 16.
Tabel 16. Jenis Batuan di Kabupaten Sinjai
Luas
No Jenis Batuan Ha %
1. Formasi Walanae 22.440 26,9
2. Endapan Permukaan 5.090 6,1
3. Grano Diorit 500 0,6
4. Bat. G.A. Formasi Camba 16.170 19,4
5. Bat. G.A. Lompobattang 30.450 36,5
6. Bat. G.A. Baturape Cindako 4,660 5,6
7. G.A. Lompobattang (Breksi Lahar) 3.230 3,9
8. Diorit 840 1,0
Jumlah 83.380 100,0
Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (diolah), 2006
Ketinggian Wilayah dan Kemiringan Lereng
Menurut data Biro Pusat Statistik Kabupaten Sinjai (2006), sebagian besar
wilayah Kabupaten Sinjai (45.530 hektar, 55,5%) berada pada ketinggian antara
100 – 500 mdpl kemudian berturut-turut berada pada ketinggian 500 – 1000 mdpl
(17.370 hektar, 21,2%), 25 – 100 mdpl (7.980 hektar, 9,7%), di atas 1000 mdpl
(6.570 hektar, 8,0%) dan di bawah 25 mdpl (4.540 hektar, 5,5%). Ketinggian
wilayah Kabupaten Sinjai disajikan pada Tabel 17.
45
Tabel 17. Ketinggian Wilayah Kabupaten Sinjai
Luas
No Ketinggian (mdpl) Ha %
1. 0 – 25 4.540 5,5
2. 25 – 100 7.980 9,7
3. 100 – 500 45.530 55,5
4. 500 – 1000 17.370 21,2
5. > 1000 6.570 8,0
Jumlah 81.990 100,0
Sumber : Badan Kantor Statistik Kabupaten Sinjai (diolah), 2006
Gambar 16. Peta Geologi Kabupaten Sinjai
46
Kemiringan lereng menggambarkan bentuk kedudukan tanah terhadap
bidang datar dinyatakan dalam persen (%). Pembagian topografi (bentuk
wilayah) di Kabupaten Sinjai berdasarkan kemiringan lereng dibagi ke dalam 4
(empat) kelas menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Sinjai (2006) dan hasil
analisis peta digital, yaitu :
1. Rata sampai hampir rata 0 – 8%;
2. Landai sampai berombak 8 – 15%;
3. Bergelombang sampai bergunung 15 – 40%;
4. Bergunung sampai jurang >40%.
Kemiringan lereng disajikan pada Tabel 18 dan Gambar 17.
Tabel 18. Kemiringan Lereng di Kabupaten Sinjai
Luas
No Kelas Lereng Ha %
1. 0 - 8% 12.560 15,1
2. 8 - 15% 25.870 31,0
3. 15 - 40% 30.410 36,5
4. >40% 14.540 17,4
Jumlah 83.380 100,0
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sinjai (diolah), 2006
Jenis Tanah
Jenis tanah yang ada di Kabupaten Sinjai berdasarkan analisis spasial peta
digital tanah terdapat beberapa macam diantaranya asosiasi dari jenis tanah
inseptisol, entisol dan ultisol. Jenis tanah terluas yang ada di Kabupaten Sinjai
adalah dystropepts (52.120 hektar; 63,6%) yang tersebar di beberapa
kecamatan. Sedangkan jenis tanah yang paling sedikit adalah tropudults dengan
luas 2 hektar (0,0002%) yang ada di Kecamatan Tellu Limpoe.
Jenis tanah yang ada di Kabupaten Sinjai disajikan pada Tabel 19 dan
Gambar 18.
47
Tabel 19. Jenis Tanah di Kabupaten Sinjai
Luas
No Jenis Tanah Ha %
1. Dystropepts 53.000 63,6
2. Tropaquepts 1.460 1,7
3. Ustropepts 8.610 10,3
4. Tropopsamments 210 0,3
5. Humitropepts 19.210 23,0
6. Paleudults 870 1,0
7. Tropudults 2 0,002
Jumlah 83.380 100,0
Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sinjai(diolah), 2006
Gambar 17 Peta Kelas Lereng Kabupaten Sinjai
48
Penggunaan Lahan
Berdasarkan analisis spasial dari peta digital dan peninjauan lapangan,
penggunaan lahan dikelompokkan menjadi 13 (tiga belas) bentuk penggunaan
lahan seperti disajikan pada Tabel 20 dan Gambar 19.
Gambar 18. Peta Jenis Tanah di Kabupaten Sinjai
49
Tabel 20. Penggunaan Lahan di Kabupaten Sinjai
Luas
No Penggunaan Lahan Ha %
1. Alang-alang 32 0,04
2. Hutan belukar 6.093 7,31
3. Hutan lebat 6.350 7,62
4. Hutan sejenis pinus 286 0,34
5. Kebun campuran 17.440 20,90
6. Makam 70 0,08
7. Perkebunan rakyat 65 0,08
8. Permukiman 4.309 5,17
9. Rumput 228 0,27
10. Sawah 14.026 16,82
11. Semak 406 0,49
12. Tambak 547 0,66
13. Tegalan 33.523 40,22
Jumlah 83.376 100,00
Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Sinjai (diolah), 2006
Pola Arahan Pemanfaatan Ruang
Pola pemanfaatan ruang berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Sinjai Tahun 2006 – 2016 terbagi menjadi 2 (dua), yaitu
kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung terdiri dari kawasan
yang memberikan perlindungan pada kawasan bawahnya, kawasan
perlindungan setempat, kawasan suaka alam dan cagar budaya serta kawasan
rawan bencana. Kawasan budidaya terdiri dari kawasan perkotaan dan kawasan
perdesaan.
Kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan di bawahnya
terdiri dari kawasan hutan lindung, kawasan penyangga dan kawasan resapan
air. Kawasan perlindungan setempat terdiri dari kawasan sempadan sungai,
kawasan sekitar mata air dan kawasan sekitar danau/waduk/dam. Kawasan
suaka alam dan cagar budaya terdiri dari taman wisata alam dan kawasan cagar
budaya dan ilmu pengetahuan.
50
Kawasan budidaya perkotaan diprioritaskan untuk kegiatan pengembangan
kawasan industri yang tidak mengganggu kegiatan di sekitarnya, pengembangan
kawasan perdagangan secara luas dan skala besar, pengembangan kawasan
pemerintahan, kesehatan dan pendidikan, pengembangan kawasan
pergudangan yang mendukung proses aliran barang serta pengembangan
kawasan permukiman.
Gambar 19. Penggunaan Lahan di Kabupaten Sinjai
Sumber :1.Peta Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Skala 1 : 100.0002.BPN Kabuypaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2006
51
Kawasan budidaya perdesaan diprioritaskan untuk pengembangan
kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, kawasan
perkebunan, kawasan peternakan, kawasan pertambangan, kawasan hutan
produksi, kawasan pariwisata, kawasan industri perdesaan dan kawasan
permukiman linier.
Secara garis besar pemanfaatan ruang di Kabupaten Sinjai akan mengikuti
pola sebagai berikut :
1. Permukiman perkotaan dipusatkan di Ibukota Kabupaten dan dikembangkan
di kota-kota kecamatan dengan skala tertentu. Sedangkan permukiman
perdesaan akan berfungsi sebagai pusat pelayanan kawasan perdesaan di
seluruh pusat-pusat kawasan perdesaan yang layak berdasarkan kondisi
fisik dasar alamiah dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup;
2. Perkantoran/pemerintahan dan fungsi pelayanan umum skala kabupaten
dipusatkan di Ibukota Kabupaten;
3. Pertanian lahan basah dan lahan kering dikembangkan di seluruh wilayah
kecamatan kecuali Kecamatan Sinjai Utara dengan proporsi penggunaan
lahan yang sesuai. Pada wilayah dataran tinggi akan didominasi oleh
pertanian lahan kering dan wilayah dataran rendah oleh pertanian lahan
basah dan sebagian kecil pertanian lahan kering;
4. Peternakan kecil dan unggas dikembangkan di seluruh wilayah kecamatan.
Sedangkan ternak besar diprioritaskan di KecamatanTellu Limpoe, Sinjai
Barat dan Sinjai Borong;
5. Kegiatan pertambangan golongan C dikembangkan di seluruh wilayah
kecamatan sesuai potensi yang ada. Pertambangan golongan A dan B
dikembangkan di Kecamatan Sinjai Utara, Bulupoddo dan Sinjai Timur (batu
bara), Sinjai Tengah dan Sinjai Timur (energi geothermal), Bulupoddo dan
Sinjai Borong (emas) dan Sinjai Timur (minyak bumi) dengan tetap
mempertimbangkan kelestarian lingkungan;
6. Kegiatan perkebunan skala besar dikembangkan di Kecamatan Tellu
Limpoe, Sinjai Tengah, Sinjai Selatan dan Sinjai Barat;
7. Pusat kegiatan dan pelayanan perdagangan serta jasa wilayah kabupaten
diprioritaskan untuk dikembangkan di Kecamatan Sinjai Utara dan Sinjai
Timur. Sedangkan kegiatan perdagangan dan jasa skala lokal tersebar di
seluruh wilayah kecamatan;
8. Kegiatan pelabuhan laut dikembangkan di Kecamatan Sinjai Utara dan Sinjai
Timur. Bandar udara direkomendasikan ditempatkan di Kecamatan
Bulupoddo;
52
9. Pemanfaatan dan arahan kawasan hutan masih tetap mempertahankan
kawasan yang ada saat ini. Kawasan hutan lindung dipertahankan dan
dikembangkan di wilayah Kecamatan Sinjai Barat, Sinjai Tengah, Sinjai
Borong, Sinjai Selatan, Sinjai Timur dan Tellu Limpoe. Sementara itu hutan
produksi akan dikembangkan di Kecamatan Sinjai Barat, Sinjai Tengah,
Sinjai Selatan dan Bulupoddo. Hutan wisata dapat dikembangkan di
Kecamatan Sinjai Tengah (hutan pinus).
Pola pemanfaatan ruang akan disajikan pada Tabel 21 dan Gambar 20.
Tabel 21. Pola Pemanfaatan Ruang Kabupaten Sinjai Tahun 2006-2016
Luas
No Pola Pemanfaatan Ruang Ha %
1. Kawasan Lindung 14.480 17,37
2. Hutan Produksi 5.404 6,51
3. Persawahan 12.803 15,36
4. Pertambakan/empang 196 0,24
5. Perkebunan dan Tegalan/Kebun Campuran/Konservasi
43.814 52,51
6. Permukiman dan Fasilitas Penunjangnya 6.678 8,01
Jumlah 83.376 100,00
Sumber : Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kabupaten Sinjai (diolah), 2006
Bencana Tanah Longsor
Luas wilayah Kabupaten Sinjai Propinsi Sulawesi Selatan adalah 81.996
hektar. Luas kawasan hutan yang tercatat adalah 18.894 hektar atau sekitar
23,04 persen. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sinjai (2005)
menyebutkan bahwa alih fungsi telah terjadi, baik dari kawasan lindung atau
kawasan budidaya dengan karakteristik menyerupai kawasan lindung menjadi
kawasan budidaya atau penggunaan lain yang tidak menunjang fungsi
konservasi lingkungan hidup. Sebagai contoh, adanya kawasan hutan (lindung
dan produksi terbatas) yang telah diokupasi oleh masyarakat seluas 4.261,5
hektar dari luasan kawasan hutan sebesar 18.894 hektar atau sekitar 22,55
persen. Okupasi yang terjadi ini telah merubah lahan kawasan hutan menjadi
lahan perkebunan, permukiman dan lain-lain. Alih fungsi lahan ini pada lokasi-
lokasi tertentu semakin meningkatkan resiko atau potensi bencana, tidak hanya
53
sebatas tanah longsor namun juga banjir di musim penghujan dan kekeringan di
musim kemarau.
Hal ini dapat dikatakan bahwa sebagai luas kawasan yang berfungsi
lindung dari kawasan hutan dalam suatu wilayah adalah kurang dari 30 persen.
Selain itu lahan kritis yang ada adalah seluas 21.345,42 hektar atau sekitar 26,03
Gambar 20. Peta Rencana Pola Pemanfaatan RuangKabupaten Sinjai Tahun 2006-2016
54
persen dari total luas wilayah yang terdiri dari 9.312,87 hektar di dalam kawasan
hutan dan 12.032,55 hektar di luar kawasan hutan.
Bencana tanah longsor di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan
semakin mendapat perhatian sehubungan dengan telah menimbulkan kerugian
besar berupa korban jiwa, kerusakan lingkungan, materi, sarana dan prasarana
penunjang kehidupan manusia dan aktivitasnya. Hal ini telah menyadarkan
berbagai pihak untuk lebih memperhatikan aspek lingkungan dalam melakukan
kegiatan dalam pembangunan bukan hanya mengejar kesejahteraan secara
ekonomi semata.
Berdasarkan hasil analisis Tim Banjir Bandang BPPT, yang terdiri dari Tim
Ristek bersama LAPAN, BMG, Bakosurtanal dan Jurusan Geologi Universitas
Hasanuddin, curah hujan yang sangat tinggi (di atas 100 mm/hari) di Kabupaten
Sinjai dan sekitarnya yang memicu longsor dan banjir bandang ditambah dengan
adanya konversi penutupan lahan dari tanaman keras ke tanaman coklat, vanili
dan jagung di Daerah Aliran Sungai Kalamisu dan Mangottong, sehingga
mengakibatkan aliran permukaan menjadi tinggi (BPPT, 2007).
Berdasarkan laporan Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi
Penginderaan Jauh (2006), secara topografis Kabupaten Sinjai terletak pada
kaki Gunung Api Lompobattang. Pola-pola aliran cenderung mengikuti arah
kemiringan lereng, berhulu pada lereng atas Gunung Api Lompobattang,
mengalir secara menyebar sampai bermuara di laut (pola radial sentripetal). Di
Kabupaten Sinjai bagian utara, terdapat juga gugusan daerah perbukitan yang
telah mengalami pengikisan (perbukitan denudasional) dengan susunan batuan
berbeda dengan formasi batuan penyusun Gunung Api Lompobattang,
berbatuan sedimen, berumur lebih tua dan telah lebih banyak mengalami
pelapukan yang lanjut, sehingga secara morfologi lebih rentan terhadap bencana
tanah longsor.
Selanjutnya disebutkan juga bahwa kondisi penutupan/penggunaan lahan
di lereng Gunung Api Lompobattang, sejak tahun 2002 sebenarnya telah
mengindikasikan adanya lahan-lahan yang telah terbuka/gundul. Selain itu
55
terdapat juga lahan-lahan budidaya (tegalan) yang terletak pada lereng-lereng
bagian atas, sehingga akan menyebabkan lahan menjadi lebih rentan terhadap
bencana tanah longsor.
Laporan ini menyimpulkan bahwa kejadian bencana tanah longsor di
Kabupaten Sinjai lebih disebabkan oleh faktor sebagai berikut :
1. Curah hujan yang relatif lebat (> 100mm/hari).
2. Posisi topografis yang rawan.
3. Kondisi penutupan/penggunaan lahan yang telah banyak terbuka.
Kajian geologi Tim Banjir Bandang BPPT (2007) menyatakan dengan
adanya konversi tutupan lahan dari tanaman keras ke tanaman coklat, vanili dan
jagung di Daerah Aliran Sungai Kalamisu dan Mangottong, yang mengakibatkan
run off dari air hujan menjadi tinggi. Ditinjau dari tipe longsorannya, kejadian
tanah longsor di Kabupaten Sinjai merupakan tipe longsoran translasi
(translational slide). Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
(2007) longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada
bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai (Gambar 1).
Selanjutnya Tim Banjir Bandang BPPT (2007) juga menyebutkan bahwa
banyaknya kejadian longsoran di tebing jalan serta banyaknya alur sungai yang
hulunya terdapat di bawah badan jalan, mengakibatkan material longsoran
mudah meluncur ke arah cabang-cabang sungai, kemudian masuk ke Sungai
Kalamisu dan Mangottong. Material longsoran (tanah, batuan, batang pohon dan
material bangunan) terbawa masuk ke dalam 2 (dua) sungai besar itu dan
kemudian terbawa arus menggerus tebing sungai, sehingga terjadi banjir
bandang. Banjir bandang menerjang wilayah yang relatif rendah dan datar yang
menyebabkan timbulnya korban jiwa, harta benda dan bangunan infrastruktur
lainnya. Lokasi bencana tanah longsor di Kabupaten Sinjai pada tanggal 19 – 20
Juni 2006 disajikan pada Tabel 22 dan Gambar 21.
56
Tabel 22. Kejadian Tanah Longsor pada Tanggal 19 – 20 Juni 2006
No Kecamatan/DesaPenggunaan
Lahan
CurahHujan
(mm/th)Asal Batuan
KelasLereng
(%)I. Sinjai Borong
Barambang Tegalan 2530 Bat. G.A. FormasiCamba
>40%
Bontokatute Tegalan 2337 Bat. G.A.Lompobattang
>40%
Bontokatute Tegalan 2337 Bat. G.A.Lompobattang
>40%
Biji Nangka Kebun Campuran 2801 Bat. G.A. FormasiCamba
>40%
Batu belerang Tegalan 2530 Bat. G.A. FormasiCamba
>40%
II. Sinjai Tengah
Pattongko Tegalan 2337 Bat. G.A.Lompobattang
>40%
Kompang Hutan Belukar 2337 Bat. G.A.Lompobattang
>40%
Kompang Tegalan 2337 Bat. G.A.Lompobattang
>40%
Saotanre Tegalan 2801 Bat. G.A.Lompobattang
>40%
Baru Tegalan 2554 Bat. G.A.Lompobattang
>40%
Saotengnga Kebun Campuran 2554 Bat. G.A.Lompobattang
>40%
III. Sinjai Barat
Barania Hutan Lebat 2530 G.A.Lompobattang(Breksi Lahar)
>40%
Gunung Perak Tegalan 2530 Bat. G.A. FormasiCamba
>40%
Botolempangan Hutan Belukar 2337 Bat. G.A.Lompobattang
>40%
Bontosalama Alang-alang 2337 Bat. G.A.Baturape Cindako
>40%
Bontosalama Hutan Lebat 2337 Bat. G.A.Baturape Cindako
>40%
Bontosalama Kebun Campuran 2337 Bat. G.A.Baturape Cindako
>40%
IV. Sinjai Selatan
Polewali Hutan Belukar 2801 Diorit >40%
Sumber : Kantor Pengolahan Data dan Informasi (diolah), 2006
57
Gambar 21. Peta Titik Longsor di Kabupaten Sinjai
Top Related