21
BAB III PEMROSESAN DAN INTERPRETASI DATA
III.1. Dasar-dasar Interpretasi Struktur Pada Penampang Seismik
Analisis dan interpretasi struktur dengan menggunakan data seismik pada
dasarnya adalah melakukan interpretasi keberadaan struktur patahan pada
penampang seismik dengan mengunakan bantuan sifat fisik dari lapisan batuan
tersebut terhadap gelombang bunyi. Struktur patahan yang secara sederhana dapat
diamati secara visual pada suatu singkapan di alam, berupa terpotong dan
bergesernya bidang perlapisan oleh bidang patahan, pada penampang seismik
ditunjukkan dengan adanya kenampakan diskontinuitas atau ketidak menerusan
yang tiba-tiba dari seismik atribut yang merefleksikan bidang perlapisan secara
lateral. Ketidak menerusan ini dapat berupa terputus dan bergesernya seismik
atribut tersebut secara lateral atau dapat juga berupa perubahan sudut, dan
geometri yang terjadi secara tiba-tiba (Gambar III.1).
Gambar III.1. (a) diskontinuitas atribut seismik yang memperlihatkan bagian yang hilang
pada garis merah umumnya mencirikan sesar pada rejim tensional. (b) perulangan karakter atribut seismik pada garis merah yang umumnya mencirikan sesar pada rejim kompresi.
Selain itu interpretasi dengan menggunakan data seismik ini juga dapat digunakan
untuk mengamati periode pembentukan sesar dan umur relatif dari sesar tersebut
(Gambar III.2). Proses tersebut tidak lepas dari pengamatan stratigrafi misalnya
dari pengamatan ketebalan lapisan yang memiliki umur relatif sama yang terlibat
dalam proses pembentukan sesar atau lipatan.
22
Gambar III.2. (a) unit lapisan 1, 2 dan 3 diendapkan sebelum terjadinya sesar yang
dicirikan oleh ketebalan yang sama pada bagian hanging wall (HW) dan footwall (FW), sedangkan unit lapisan 4 diendapkan saat berlangsungnya pensesaran dicirikan dengan perbedaan ketebalan pada bagian footwall (FW) dengan hanging wall (HW). (b) unit lapisan 5 diendapkan setelah pensesaran yang mengontrol pengendapan lapisan 4 berhenti dan kemudian tersesarkan pada saat pengendapan lapisan 6 selama terjadinya reaktivasi sesar. (Hill, 2003).
Pemahaman terhadap sejarah rejim tektonik yang bekerja pada suatu wilayah
menjadi hal yang banyak dipraktikan dan diperhatikan saat ini sebelum
menentukan interpretasi akhir sesar dan lipatan. Praktik tersebut menghasilkan
suatu iterasi pada proses interpretasi: interpretasi sesar tidak dapat dilakukan
sebelum mengetahui sejarah tektonik, tetapi sejarah tektonik hanya mungkin
dipahami dari keberadaan sesar dan lipatan. Sehingga interpretasi sesar tidak bisa
berdiri sendiri dan terisolasi dari sejarah tektoniknya, oleh karena itu interpretasi
akan dimulai dengan penarikan sesar-sesar yang dengan jelas membawa ciri rejim
tektonik tertentu untuk membuat suatu gambaran regional dan kemudian
melakukan interpretasi seluruh sesar sampai pola yang koheren dengan tektonik
dapat dihasilkan.
Pada prinsipnya interpretasi struktur pada penampang seismik tidak hanya sekedar
menarik bidang patahan, tetapi berusaha mengambarkan suatu yang mempunyai
arti dalam geologi khususnya dalam struktur geologi. Gambar III.3 dapat
memperlihatkan beberapa contoh interpretasi struktur dan penarikan bidang
patahan pada penampang seismik.
23
Gambar III.3. Contoh interpretasi struktur patahan pada penampang seismik.
Karena patahan adalah produk dari suatu gaya atau rejim tegasan (stress fields),
sedangkan rejim tegasan ini dapat berubah dengan waktu, maka adalah umum
dijumpai bentuk dan orientasi struktur patahan berubah pada bagian yang berbeda
dari penampang seismik. Atau dengan kata lain bentuk dan orientasi struktur
patahan dapat berubah terhadap kedalaman pada suatu penampang seismik.
Ketelitian dalam menginterpretasi data seismik terutama dalam menangkap
perubahan geometri dan orientasi dari suatu bidang patahan akan sangat
membantu dalam menganalisis perubahan pola tektonik daerah tersebut.
SW NE
Penarikan patahan dikarenakan
ketidakmenerusan event
Penarikan patahan dikarenakan perubahan dip domain yang tajam
dari suatu horison
Penarikan patahan dikarenakan perubahan ketebalan pada footwall dan hanging wall dari suatu horison
NW SE
24
III.1.1. Pengikatan data stratigrafi sikuen pada penampang seismik
Persiapan data log dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan. Tahapan
pertama adalah pengerjaan model stratigrafi sikuen pada sumur-sumur kunci yang
memiliki data log, biostratigrafi dan data penunjang lainnya yang cukup lengkap.
Unit stratigrafi sikuen yang digunakan adalah unit sikuen orde ke-3 yang
mewakili stratigrafi regional dan diharapkan dapat mewakili sejarah tektonik
selama pengendapan unit stratigrafi tersebut. Batas sikuen (sequence boundary)
dan permukan genang laut maksimum (maximum flooding surface) merupakan
horison yang penting yang akan digunakan sebagai marker untuk pengikatan
dengan data seismik.
Pada rekaman seismik refleksi, hampir seluruh perubahan refleksi gelombang
primer disebabkan oleh batas impedansi akustik akibat perubahan densitas lapisan
batuan. Perbedaan densitas batuan ini dapat akibat dari perubahan litologi batuan
tersebut yang dicerminkan oleh batas atas dan batas bawah lapisan batuan, atau
dapat juga mencerminkan perbedaan sejarah pengendapan (umur) atau kompaksi
dari batuan yang dicerminkan oleh bidang ketidak selarasan (unconformity) yang
pada umumnya diwakili oleh batas sikuen. Sehingga dalam analisis dan
interpretasi struktur memakai data seismik refleksi penentuan bidang refleksi ini
menjadi sangat penting karena data inilah yang akan digunakan sebagai kunci
untuk memahami arti rekaman seismik dengan keadaan geologi yang sebenarnya.
Setelah membangun model stratigrafi sikuen pada beberapa sumur kunci
selanjutnya dilakukan tahapan kedua yaitu korelasi stratigrafi sikuen antar sumur
untuk mendapatkan gambaran secara lebih luas tatanan stratigrafi daerah Rimau
terutama kemenerusan dari batas sikuen (sequence boundary) dan permukaan
genang laut maksimum (maximum flooding surface) yang berguna untuk
interpretasi dan pemetaan pada data seismik. Validasi dari marker batas sikuen
dan permukaan genang laut ini dilakukan dengan pengikatan marker terhadap data
seismogram sintetik sehingga interpretasi marker pada data sumur dengan data
25
seismik akan harmonis. Gambar III.4 merupakan salah satu contoh pengikatan
data seismik dengan seismogram sintetik yang dilakukan dalam penelitian ini.
Sonic Density Scale RC Wavelet Sesimic Synth Seismic Marker
SB-7SB-8SB-10
MFS-10
SB-11
JMK-1 SintetikJMK-1 Sintetik
Gambar III.4. Sintetik seismogram lintasan seismik 1053-84 melewati sumur Jmk-1.
Setelah data log dan data seismik telah terintegrasi dengan baik dalam suatu
proyek interpretasi IESX, maka tahapan berikutnya adalah melakukan
interpretasi.
III.2. Interpretasi Dengan Kombinasi Tektonostratigrafi dan Stratigrafi Sikuen
Dengan memakai dasar konsep tektonostratigrafi yaitu dengan menempatkan
stratigrafi dalam kerangka tektonik sebagai pengontrol utama dalam melakukan
interpretasi dan pemetaan, secara langsung kita mencoba menggambarkan
keadaan atau perkembangan tektonik dari cekungan dimana lapisan sedimen itu
diendapkan. Perkembangan ini dapat dikenali dari bentuk dan karakter unit
stratigrafinya. Jadi dengan mengetahui umur dan karakter dari suatu unit
stratigrafi kita dapat mengetahui lingkungan tektonik di mana sedimen itu
diendapkan.
26
Konsep stratigrafi sikuen yang saat ini dikenal dan diaplikasi secara luas terutama
untuk kepentingan eksplorasi sumber daya mineral berawal dari pemahaman
proses sedimentasi dan tatanan stratigrafi pada daerah batas kontinen yang relatif
stabil. Definisi dari stratigrafi sikuen itu sendiri ialah penggolongan lapisan
batuan secara bersistem menjadi satuan bernama berdasarkan satuan genesa yang
dibatasi dibagian bawah dan atasnya oleh bidang ketidakselarasan atau
keselarasan padanannya (IAGI, 1996). Bidang ketidakselarasan merupakan
bidang erosi, pada umumnya terjadi diatas muka air laut dengan ditandai oleh
rumpang waktu geologi. Sedangkan bidang keselarasan padanan adalah bidang
kelanjutan dari bidang ketidakselarasan ke arah susunan lapisan batuan yang
selaras. Bidang ketidakselarasan atau bidang erosi batas satuan stratigrafi sikuen
disebabkan oleh proses penurunan relatif muka-laut, yang disebabkan oleh banyak
hal diantaranya gerak muka-laut global, sedimentasi maupun tektonik.
Aplikasi konsep stratigrafi sikuen ini pada daerah tektonik aktif kemudian
dijembatani oleh Prosser (1993). Kunci dari aplikasi konsep sikuen ini pada
daerah tektonik aktif terletak pada pengenalan karakter refleksi seismik dari pola
sedimentasi yang terjadi pada setiap system tract. System tract ini didefinisikan
dengan menggunakan metoda interpretasi terhadap karakter refleksi seismik pada
pengendapan lowstand, transgresive dan highstand.
Saat tektonik menjadi faktor yang dominan sebagai pengontrol sedimentasi maka
karakter seismik refleksi akan dapat mencerminkan pengaruh tektonik tersebut
terhadap pola pengendapan, sehingga pola ini oleh Prosser disebut sebagai
tectonic system tract. Sistem ini dibangun pada daerah cekungan yang mengalami
proses rifting. Berdasarkan karakter seismik refleksi, sedimentasi pada cekungan
rifting dibagi menjadi empat tahap yaitu (1) rift initiation (2) rift climax (3)
immediate post-rift dan (4) late post-rift (Gambar III.5).
27
Gambar III.5. Contoh ideal cekungan half-graben dengan karakter refleksi seismik yang
ideal mencerminkan setiap tahapan endapan rift. (Prosser, 1993).
Aplikasi dari tectonic system tract ini pada daerah penelitian menitikberatkan
pada metoda pengenalan karakter seismik untuk menjembatani model stratigrafi
sikuen yang dibangun di daerah Rimau dengan proses tektonik yang terjadi
didaerah tersebut terutama pada saat awal terjadinya rifting sampai post-rifting.
Pada beberapa lintasan seismik dapat dikenali dengan baik karakter khas dari
tahapan rifting walaupun tahapan yang terjadi tidak sama ideal dengan yang
ditelaah pada daerah penelitian Prosser dicekungan daerah Laut Barents dan Laut
Utara.
III.2.1. Kesetaraan marker stratigrafi sikuen terhadap unit tektonik
Seperti telah didiskusikan diatas, bahwa tujuan untuk mempadu padankan
tektono-stratigrafi dengan unit marker stratigrafi sikuen adalah untuk
menjembatani pengenalan unit tektonik yang terjadi pada setiap sikuen
pengendapan. Hasil dari padanan ini akan sangat membantu proses rekonstruksi
penampang seimbang didaerah penelitian yang dikontrol oleh struktur geologi
yang kompleks. Marker stratigrafi sikuen yang diinterpretasi dari pola log elektrik
28
dan dilengkapi oleh data biostratigrafi akan menjadi dasar untuk menghubungkan
secara akurat interpretasi setiap permukaan sikuen pada data seismik didaerah
hangingwall dan footwall stuktur Iliran-Kluang.
Untuk keperluan tersebut maka dibangun model padanan tektono-stratigrafi
dengan stratigrafi sikuen pada sumur Jmk-1 yang merupakan sumur terdalam
sehingga dapat mencerminkan sikuen secara lebih lengkap dan sumur ini
memiliki data log elektrik dan data biostratigrafi yang cukup baik (Gambar III.6).
Selanjutnya model pada sumur Jmk-1 ini akan digunakan sebagai titik ikat untuk
membangun model korelasi regional didaerah penelitian melintasi struktur Iliran-
Kluang yang terdapat diantara sumur Stb-1 dengan Tbn-3 (Gambar III.7).
Dari hasil pemodelan pada sumur Jmk-1 dan pemodelan korelasi regional dari
sumur Ast-1 ke sumur Fjr-1 dapat dipadankan antara unit tektonostratigrafi
dengan unit stratigrafi sikuen (Gambar III.6). Paket sedimen Syn-Rift terdapat
diantara sikuen SB-1 yang merupakan batas unit Pre-Rift sampai dengan sikuen
SB-8. Berdasarkan karakter refleksi seismik paket syn-rift ini dapat dibagi
menjadi dua bagian yaitu (1) Mid Syn-Rift dengan batas SB-7 yang ekuivalen
dengan batas Formasi Lemat, (2) Late Syn-Rift dengan batas SB-8 yang ekuivalen
dengan batas Formasi Talang Akar bagian bawah yang masih didominasi oleh
endapan batupasir lingkungan fluvial-deltaik.
Paket Post-Rift diendapkan diantara sikuen SB-8 sampai sikuen setelah SB-11
yaitu pada Formasi Air Benakat. Berdasarkan pada karakter seismik refleksi paket
Post-Rift ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu (1) Early Post-Rift diantara
sikuen SB-8 dan SB-10 yang didalamnya terdapat endapan Formasi Talang Akar
bagian atas yang didominasi oleh batulempung dan endapan Formasi Baturaja
yang merupakan endapan batuan karbonat, (2) Mid Post-Rift yang terdapat
diantara sikuen SB-10 sampai SB-11 dimana pada sikuen ini terdapat MFS-10
yang merupakan sikuen yang mencerminkan fase regional transgresi didaerah
Rimau.
29
Gambar III.6. Model tektonostratigrafi dan stratigrafi sikuen pada sumur Jmk-1.
30
5000 10000 15000 20000 25000m0 5000 10000 15000 20000 25000m0
BiukiuBiukiu--11 SHSH--11
SHSH--22
SHSH--33BerkahBerkah--11
RejekiRejeki--11IliranIliran--11
TlTl. Jauh. Jauh--11
SalipSalip--11
TenggulengTengguleng--11SungaiSungai--11
TabTab--33
S. TabS. Tab--11
BungaBunga--11
KerangKerang--11
TjTj. Laban. Laban--11
LKPLKP--22
JemakurJemakur--11
AstaAsta--11
KSKS--138138KalabauKalabau--11 KSKS--7474
KancangKancang--11
FajarFajar--11
BiukiuBiukiu--11 SHSH--11
SHSH--22
SHSH--33BerkahBerkah--11
RejekiRejeki--11IliranIliran--11
TlTl. Jauh. Jauh--11
SalipSalip--11
TenggulengTengguleng--11SungaiSungai--11
TabTab--33
S. TabS. Tab--11
BungaBunga--11
KerangKerang--11
TjTj. Laban. Laban--11
LKPLKP--22
JemakurJemakur--11
AstaAsta--11
KSKS--138138KalabauKalabau--11 KSKS--7474
KancangKancang--11
FajarFajar--11
Legend
Batuan Dasar MetamorfBatupasirBatugampingBatulempung
Simbol Litologi
Batuan Dasar MetamorfBatupasirBatugampingBatulempung
Simbol Litologi
13.6 km 6.6 km 5.2 km 6.1 km 1.8 km 2.8 km 8.9 km 16.2 km
Gambar III.7. Model korelasi stratigrafi regional arah baratdaya-timurlaut dengan datum pada MFS-10. Sesar Iliran-Kluang terdapat diantara sumur Stb-1 dan Tbn-3.
31
Selain itu dari hasil korelasi regional dapat tercermin proses sagging yang mulai
terjadi sejak sikuen SB-10 diendapkan (Gambar III.7). Endapan paket ini
didominasi oleh batulempung namun diatas sikuen SB-10 diendapkan batupasir
Telisa yang merupakan reservoir produktif di Tinggian Palembang, dan (3) Late
Post-Rift yang terdapat setelah sikuen SB-11 sampai Formasi Air Benakat. Pada
bagian ini mulai terjadi fase regresi yang diduga berkaitan dengan dimulainya
perubahan rejim tektonik ekstensional menjadi tektonik kompresif dimana
disebagian daerah cekungan mulai terjadi pengangkatan.
Beberapa sikuen terpilih untuk mewakili unit tektonostratigrafi yaitu sikuen SB-7,
SB-10, MFS-10 dan SB-11 untuk diikat dengan data seismik dan kemudian
digunakan sebagai marker pada rekonstruksi penampang seimbang. Selanjutnya
sikuen ini dipetakan distribusi lateralnya dalam domain peta struktur kedalaman
maupun peta isopah.
III.2.2. Karakteristik Unit Tektonostratigrafi Pada Penampang Seismik
Dengan melakukan interpretasi dan pemetaan memakai pendekatan
tektonostratigrafi ini perkembangan struktur atau evolusi tektonik daerah Rimau
khususnya patahan Kluang-Iliran dapat dianalisis dari waktu kewaktu. Dari data
kolom tektonostratigrafi cekungan Sumatra Selatan, sedikitnya ada tiga bidang
tektonostratigrafi yang dapat diinterpretasi dan dipetakan, yaitu batas atas SB-1
yang ekuivalen dengan batuan dasar mewakili tahapan akhir unit
tektonostratigrafi Pre-Rift, batas atas bidang batas sikuen SB-8 yang mewakili
batas sikuen Syn-Rift akhir, dan batas sikuen SB-10 yang merepresentasikan salah
satu bagian dari sikuen Post-Rift. Pada penampang seismik, ketiga unit
tektonostratigrafi yang ada di daerah Rimau ini dapat dibedakan dari
kenampakannya yang spesifik, seperti yang dapat dilihat pada Gambar III.8
dibawah ini
32
1085-84
Proy. Jmk-1 Proy. Bga-1BL TG
1 km0 1 km0
5000 10000 15000 20000 25000 m0 5000 10000 15000 20000 25000 m0
BiukiuBiukiu--11 SHSH--11
SHSH--22SHSH--33BerkahBerkah--11
RejekiRejeki--11IliranIliran--11
TlTl. Jauh. Jauh--11
SalipSalip--11
TenggulengTengguleng--11SungaiSungai--11
TabTab--33
S. TabS. Tab--11
BungaBunga--11
KerangKerang--11
TjTj. Laban. Laban--11
LKPLKP--22
JemakurJemakur--11
AstaAsta--11
KSKS--138138KalabauKalabau--11 KSKS--7474
KancangKancang--11
FajarFajar--11
BiukiuBiukiu--11 SHSH--11
SHSH--22SHSH--33BerkahBerkah--11
RejekiRejeki--11IliranIliran--11
TlTl. Jauh. Jauh--11
SalipSalip--11
TenggulengTengguleng--11SungaiSungai--11
TabTab--33
S. TabS. Tab--11
BungaBunga--11
KerangKerang--11
TjTj. Laban. Laban--11
LKPLKP--22
JemakurJemakur--11
AstaAsta--11
KSKS--138138KalabauKalabau--11 KSKS--7474
KancangKancang--11
FajarFajar--11Pre-Rift
Syn-Rift
Post-Rift
Sagging
SB1
SB7
SB8
SB10
MFS10
SB11
Gambar III.8. Karakter refleksi seismik untuk sikuen Pre-Rift, Syn-Rift, Sag, Post-Rift.
Sikuen Pre-Rift di daerah Rimau dicirikan oleh dua karakter seismik refleksi yaitu
berupa karakter refleksi tidak kontinyu serta karakter refleksi yang koheren.
Refleksi yang tidak kontinyu berpola chaotic mencerminkan batuan dasar yang
masif yang diinterpretasikan sebagai batuan beku atau batuan metamorfosis
tingkat tinggi. Sedangkan refleksi yang koheren dijumpai pada bagian atas
refleksi chaotic. Refleksi ini terdiri dari beberapa lapis dengan amplitude yang
kuat sehingga dapat dijejak dengan baik dibeberapa lintasan seismik. Refleksi ini
diinterpretasikan sebagai batuan dasar yang bertipe batuan metamorfosis tingkat
rendah.
Sikuen Syn-Rift terdiri dari endapan batuan pengisi cekungan yang mana pada
daerah Rimau sikuen ini dapat dibagi menjadi dua sikuen yaitu Mid Syn-Rift dan
Late Syn-Rift akhir. Pada Mid Syn-Rift endapan ini didominasi oleh endapan
alluvial dan fluvial-lakustrin (Lemat Fm.). Endapan ini secara umum memiliki
karakter refleksi seismik yang kontinyu dengan amplitude yang cukup kuat, pola
chaotic dijumpai bila terdapat tinggian lokal yang dikontrol oleh sesar yang
mungkin mengindikasikan endapan alluvial yang diendapkan oleh mekanisme
33
gravitasi. Sedangkan refleksi yang kontinyu dan berlapis dapat mengindikasikan
endapan lakustrin yang lebih didominasi oleh batuan lempung. Selain karakter
refleksi seismik, endapan Mid Syn-Rift ini dapat dikenali dari geometrinya
dengan ciri paket endapan yang membaji dengan terminasi refleksi onlapping
pada batuan dasar. Sedangkan sikuen Late Syn-Rift dicirikan oleh refleksi seismik
yang kontinyu, berlapis pararel, dengan amplituda yang cukup kuat. Pada lintasan
seismik yang mengarah pada cekungan yang lebih dalam dapat terlihat pola
retrogradasi dan agradasi. Sikuen ini didominasi oleh endapan fluvial-laut dangkal
(Talang Akar Fm). Di beberapa lintasan seismik dapat ditemukan juga terminasi
refleksi pada batuan dasar terutama di daerah sekitar Iliran High.
Sikuen Post-Rift, pada daerah Rimau seperti umumnya di Cekungan Sumatra
Selatan dicirikan oleh sikuen endapan batuan klastik trangresif shoreline yang
terdiri dari perselingan batupasir dengan batu lempung dibagian cekungan.
Refleksi seismik pararel-sub pararel dengan amplituda yang sedang menjadi
penciri endapan ini. Sedangkan dibagian tinggian dicirikan oleh munculnya
endapan batugamping terumbu yang kemenerusannya kearah cekungan
mengalami perubahan fasies menjadi batugamping klastik halus. Pada bagian
terumbu memperlihatkan ciri refleksi seismik yang lemah dan kemudian berubah
menjadi refleksi yang kontinyu dengan amplitude yang kuat kearah cekungan.
Sikuen MFS-10 umumnya memperlihatkan refleksi seismik yang diskontinyu.
Atribut seismik menunjukan amplitudo yang lemah sampai kuat degan frekuensi
yang cukup tinggi. Sementara sikuen SB-11 menunjukan kontinuitas refleksi
buruk sampai baik. Pola refleksi memperlihatkan pola lapisan yang pararel.
Sikuen ini memiliki refleksi seismik yang cukup kuat dan memiliki frekuensi
yang tinggi.
III.3. Interpretasi Struktur Sesar Blok Rimau
Dari interpretasi penampang seismik 2D Rimau dapat didentifikasi sedikitnya
sebanyak 35 bidang patahan yang tersebar diarea penelitian. Terdapat dua
orientasi utama sesar-sesar di daerah Rimau yaitu arah baratlaut-tenggara dan arah
34
timurlaut-baratdaya dan dua orientasi minor yaitu sesar berarah relatif utara-
selatan dan berarah relatif barat-timur (Gambar III.9).
NN0 5 10 km0 5 10 km
Bku-1 SH-1
SH-2SH-3
Brk-1
Rjk-1Iln-1Tlj-1
Slp-1-
Tgl-1
Tbn-3
Stb-1
Bga-1
Krg-1
Tjb-1
Lkp-2
Jmk-1
KS-138Klb-1
KS-74
Kcg-1
Fjr-1
Ars-1
Sgi-1
Ast-1
Bku-1 SH-1
SH-2SH-3
Brk-1
Rjk-1Iln-1Tlj-1
Slp-1-
Tgl-1
Tbn-3
Stb-1
Bga-1
Krg-1
Tjb-1
Lkp-2
Jmk-1
KS-138Klb-1
KS-74
Kcg-1
Fjr-1
Ars-1
Sgi-1
Ast-1
Gambar III.9. Peta struktur kedalaman batuan dasar
Dengan menggunakan bantuan aplikasi geomodelling Petrel, gambaran tiga
dimensi hasil dari interpretasi bidang patahan pada penampang seismik dan
penyebarannya dapat dilihat pada Gambar III.10 dibawah ini.
Gambar III.10. Visualisasi 3-Dimensi tatanan struktur geologi.
35
III.4. Konsep Analisis Struktur III.4.1. Konsep Strain dan Stress
Peacock dan Marrett (1997) menjelaskan bahwa strain merupakan perpindahan
relatif yang berhubungan dengan pembentukan struktur dan dapat diterangkan
dengan spesifik dengan penggambaran geometri tanpa harus melihat dinamika
prosesnya. Sebaliknya, stress adalah gaya yang bekerja selama pembentukan
struktur dan tidak dapat dipahami tanpa mengacu kepada analisis kinematik dan
observasi geometrinya. Secara sederhana stress didefinisikan sebagai satuan
gaya/area (F/A) sedangkan strain didefenisikan sebagai pertambahan panjang
(volume) suatu benda dibandingkan dengan keadaan awal atau keadaan aslinya,
misalkan terjadi perubahan panjang maka strain = DL / L. Lebih jauh Marret dan
Peacock menyatakan bahwa stress dan strain tidak mempunyai hubungan satu
arah sebab akibat secara langsung. Analisis struktur pada fase geometri/kinematik
lebih bersifat diskriptif dan analisis fase dinamik lebih bersifat genetik.
Edelman (1989) melihat strain lebih kepada strain rate yang merupakan bagian
simetri dari gradien perpindahan dan gradien kecepatan regangan pada suatu titik
dan waktu tertentu. Pengukuran dari strain tergantung dari penentuan keadaan
awal yang belum terubah undeformed. Edelman juga melihat bahwa hubungan
antara stress dan strain sangat dipengaruhi oleh rheologi dari material batuan.
Pada kondisi kental (viscous) stress tidak berhubungan samasekali dengan strain.
Selain itu Edelman menegaskan keterbatasan konsep stress dalam analisis struktur
karena tidak adanya hubungan kuantitatif atau persamaan baku antara stress dan
strain secara permanen. Bila diperoleh informasi yang dapat menentukan suatu
paleostress, laju strain, atau rheology batuan, maka informasi tersebut akan
menjadi tidak akurat bila dihubungkan dengan adanya sejarah deformasi pada
batuan, yaitu terjadinya multi gaya yang menyebabkan batuan mengalami
beberapa kali jenis deformasi dan struktur yang terbentuk sepanjang waktu.
Berbeda dengan beberapa pendapat diatas, Pollard (2000) melihat adanya
hubungan antara stress dan strain secara esensial, keduanya merupakan kuantitas
36
fisik yang penting dalam analisis struktur. Pollard melihat bahwa stress
merupakan penyebab deformasi, sedangkan deformasi menghasilkan strain.
Dengan kata lain Pollard melihat bahwa stress dan strain mempunyai hubungan
sebab dan akibat. Kalau dikaitkan dengan kondisi di alam, strain didefenisikannya
sebagai perubahan ukuran dan bentuk tubuh batuan (benda) sebagai akibat dari
diberikannya stress pada benda tersebut.
III.4.2. Konsep Rekonstruksi Penampang Seimbang
Rekonstruksi penampang seimbang diperlukan untuk mencari hubungan antara
keadaan setelah deformasi dengan sebelum terjadinya deformasi terhadap batuan,
selain itu juga bermanfaat untuk perhitungan strain, memeriksa benar tidaknya
interpretasi struktur dan untuk memahami sejarah geologi suatu daerah. Asumsi
yang digunakan bahwa selama terjadinya deformasi isi batuan tetap konstan.
Secara umum metodologi dalam rekonstruksi penambang seimbang dapat
dikategorikan menjadi dua, yaitu unfolding restoration dengan beberapa algoritma
antara lain simple shear, flexural slip dan line length. Sedangkan kategori yang
lain adalah move on restoration dengan algoritma diantaranya inclined shear dan
fault pararel flow (Midland Valley, 2001).
Pemilihan metodologi dan algoritma rekonstruksi penampang seimbang
bergantung pada tatanan geologi suatu daerah. Merujuk pada tatanan geologi
regional daerah cekungan Sumatra Selatan yang memiliki dua rejim tektonik yaitu
tensional dan kompresional maka metoda dan algoritma yang cukup tepat adalah
inclined shear. Prinsip dasar dari inclined shear ini adalah melakukan restorasi
dengan mempertimbangkan hubungan antara geometri sesar dengan deformasi
yang terjadi pada blok hanging wall. Restorasi kemudian dilakukan dengan
mengikuti arah garis perpindahan yang memiliki kemiringan tertentu seperti
gambar dibawah (Gambar III.11).
37
A2
Area ekstensional A2 = A1
Shear vectors
Elemen Hangingwall runtuh keatas bidang sesar
A
B
C
Area ekstensional
A1HangingwallFootwall
A2
Area ekstensional A2 = A1
Shear vectors
Elemen Hangingwall runtuh keatas bidang sesar
A
B
C
Area ekstensional
A1HangingwallFootwall
Gambar III.11. Rekonstruksi penambang seimbang dengan metoda inclined shear
Sedangkan untuk menghitung besaran strain yang terjadi akibat deformasi
digunakan algoritma Gibbs (1983) (Gambar III.12).
Gambar III.12. Algoritma perhitungan strain (Gibbs, 1983)
38
Untuk membangun dan menganalisis evolusi tektonik dan struktur di daerah
penelitian, maka dipilih empat lintasan komposit seismik untuk digunakan dalam
pembuatan penampang palinspatik. Keempat lintasan tersebut terdiri dari tiga
lintasan berarah timurlaut-barat daya atau tegak lurus dengan struktural dip masa
kini dan satu lintasan berarah baratlaut-tenggara untuk mewakili struktur dari
daerah Tinggian Iliran ke arah Graben Jemakur.
Top Related