13
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi UMM,
Laboratorium Biomed Fakultas Kedokteran UMM, dan screenhouse yang terletak
di Dusun Kasin, Desa Ampeldento, Kecamatan Karangploso, Malang. Kegiatan
penelitian dilaksanakan selama enam bulan, dari bulan Januari sampai dengan
bulan Juni 2018.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri diameter 9 cm,
mikroskop optilab, haemocytometer, kaca preparat, cover glass, beaker glass,
vortex homogenizer mortar-martil, plastik wrapping, hand sprayer, hand counter,
cellspreader, pisau, scalpel blade, pinset, gelas ukur, erlenmeyer, autoklaf, UV
LAF, mikropipet, aluminium foil, tisu, botol kultur, botol laboratorium, kain kasa,
dan kertas label.
Bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, MgCl2, media PDA (Potato
Dextrose Agar), media PDB (Potato Dextrose Broth), media NA (Nutrient Agar),
media LB (Lysogeny Broth), methanol, kapas, akuades steril, pupuk organik cair
(POC), carborundum, tanaman cabai dan isolat CMV. Sampel tanaman yang
dieksplorasi adalah tanaman cabai sehat yang diambil secara acak di lahan petani
desa Gadingkulon, sedangkan untuk ekstraksi virus mosaik diambil dari tanaman
yang terinfeksi CMV.
14
3.3. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu variabel bebas dan
variabel terikat. Variabel bebas yakni keanekaragaman mikroba endofit
indigenous pada bagian akar, batang, daun, buah, dan tanah sekitar perakaran.
Adapun variabel terikat terbagi atas intensitas serangan dan ketahanan tanaman,
3.4. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi dan uji efektivitas
aplikasinya di screenhouse menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
sederhana. Perlakuan cendawan endofit indigenous sebanyak 30 perlakuan
ditambah dua perlakuan kontrol. Perlakuan yang ada diulang sebanyak dua kali
sehingga terdapat 64 unit percobaan. Adapun perlakuan yang diberikan adalah
kontrol positif dengan pemberian POC (P1), kontrol negatif dengan tanpa
perlakuan (P2), dan perlakuan cendawan pada tiga tingkatan kerapatan spora
(P3 s/d P32) yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kode Perlakuan Cendawan Endofit Indigenous
No. Kode Isolat
Kode Perlakuan-
Pada Tingkat Pengenceran
Tanpa pengenceran 10-1
10-2
1 CC AK P3 P13 P23
2 CC BH P4 P14 P24
3 CC BT1 P5 P15 P25
4 CC BT2 P6 P16 P26
5 CC BT3 P7 P17 P27
6 CC BT4 P8 P18 P28
7 CC DN1 P9 P19 P29
8 CC DN2 P10 P20 P30
9 CC DN3 P11 P21 P31
10 CC TN P12 P22 P32 Keterangan : CC AK: cendawan asal jaringan akar, CC BH: cendawan asal jaringan buah, CC
BT: cendawan asal jaringan batang, CC DN: cendawan asal jaringan daun, CC TN:
cendawan asal tanah perakaran
15
Denah penelitian untuk perlakuan dengan cendawan endofit indigenous
digambarkan pada skema berikut ini:
Gambar 1. Denah Sampel Penelitian dengan Perlakuan Cendawan Endofit Indigenous
Keterangan :
1. Jarak antar baris adalah 20 cm
2. Jarak antar ulangan adalah 40 cm
3. I dan II merupakan ulangan perlakuan
Uji efektivitas aplikasi di screenhouse menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) sederhana. Perlakuan bakteri endofit indigenous sebayak 9
perlakuan ditambah dua perlakuan kontrol. Perlakuan yang ada diulang sebanyak
tiga kali sehingga terdapat 33 unit percobaan. Adapun perlakuan yang diberikan
adalah kontrol positif dengan pemberian POC (P1), kontrol negatif dengan tanpa
perlakuan (P2), dan perlakuan cendawan pada tiga tingkatan kerapatan spora
(P3 s/d P11) yang disajikan pada Tabel 2.
I II
P5 P1 P18 P2 P8 P24 P13 P3
P15 P29 P20 P10 P26 P29 P32 P21
P13 P27 P16 P22 P11 P14 P16 P28
P30 P6 32 P3 P20 P1 P9 P4
P26 P12 P24 P28 P6 P22 P18 P12
P21 P19 P7 P14 P15 P30 P2 P25
P8 P11 P25 P31 P27 P10 P23 P17
P23 P17 P9 P4 P5 P19 P31 P7
U
T
S
B
16
Tabel 2. Kode Isolat Bakteri Endofit Indigenous
No. Kode Isolat
Kode Perlakuan-
Pada Tingkat Pengenceran
10-1
10-2
10-3
1 BC BH P3 P6 P9
2 BC AK P4 P7 P10
3 BC TN P5 P8 P11
Keterangan : BC BH: bakteri asal jaringan akar, BC AK: bakteri asal jaringan buah, BC TN:
bakteri asal tanah perakaran
Denah penelitian untuk perlakuan dengan bakteri endofit indigenous digambarkan
pada skema berikut ini:
I II III
P1 P9 P5 P3 P7 P2
P10 P7 P8 P11 P10 P5
P2 P11 P1 P7 P3 P8
P4 P6 P10 P4 P6 P11
P8 P3 P6 P9 P9 P1
P5 P2 P4
Gambar 2. Denah Sampel Penelitian dengan Perlakuan Bakteri Endofit Indigenous
Keterangan :
1. Jarak antar baris adalah 20 cm,
2. Jarak antar ulangan adalah 40 cm,
3. I, II dan III merupakan ulangan perlakuan.
U
T
S
B
17
3.5. Analisis Data
Data hasil eksplorasi dianalisis secara deskriptif. Data pengujian di lapangan
dianalisis dengan analisis varian (ANOVA) menggunakan Microsoft Office Excel
2010, kemudian uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) 5% untuk
mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diukur.
3.6. Pelaksanaan Penelitian
3.6.1. Pembuatan Media
1. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar), diawali dengan menimbang
18 gram bubuk agar, 20 gram dextrose, dan 200 gram kentang yang telah
dipotong dadu. Kentang direbus dalam akuades 400 ml hingga mendidih
kemudian diangkat dan disaring untuk diambil sarinya. Setelah itu,
menambahkan 20 gram dextrose ke dalam sari kentang dan mengaduknya
hingga rata. Selanjutnya menambahkan akuades hingga 1000 ml dan
memanaskannya dengan api kecil, sambil memasukkan bubuk agar secara
perlahan lalu mengaduknya hingga homogen. Kemudian menambahkan 2
kapsul chloramphenicol sebagai antibakteri. Menuangkan larutan media PDA
ke dalam tabung Erlenmeyer untuk disterilkan pada autoklaf dengan suhu
121 ºC selama 15 menit.
2. Pembuatan media PDB (Potato Dextrose Broth), diawali dengan menimbang
20 gram dextrose, dan 200 gram kentang yang telah dipotong dadu. Kentang
direbus dalam akuades 400 ml hingga mendidih kemudian diangkat dan
disaring untuk diambil sarinya. Setelah itu, menambahkan 20 gram dextrose ke
dalam sari kentang dan mengaduknya hingga rata. Selanjutnya menambahkan
18
akuades hingga 1000 ml dan memanaskannya dengan api kecil, sambil
memasukkan bubuk agar secara perlahan lalu mengaduknya hingga homogen.
Kemudian menambahkan 2 kapsul chloramphenicol sebagai antibakteri.
Menuangkan larutan media PDB ke dalam tabung Erlenmeyer untuk
disterilkan pada autoklaf dengan suhu 121 ºC selama 15 menit.
3. Pembuatan Media NA (Nutrient Agar), sebanyak 28 gram bubuk NA yang
telah tersedia ditambahi akuades 1 liter, diaduk, dan dipanaskan. Pemanasan
dilakukan sampai dengan terlarutnya semua serbuk dan tidak ada sisa kristal.
Setelah itu, menuangkan larutan media NA ke dalam tabung Erlenmeyer untuk
disterilkan pada autoklaf dengan suhu 121 ºC selama 15 menit.
4. Pembuatan media LB (Lysogeny Broth), diawali dengan menimbang
10 gram tripton, 10 gram NaCl, dan 5 gram yeast extract. Selanjutnya bahan
ditambahi akuades 1 liter, diaduk, dan dipanaskan. Pemanasan dilakukan
sampai dengan terlarutnya semua serbuk dan tidak ada sisa kristal. Setelah itu,
menuangkan larutan media NA ke dalam tabung Erlenmeyer untuk disterilkan
pada autoklaf dengan suhu 121 ºC selama 15 menit.
3.6.2. Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121ºC
dengan tekanan 1.5 atm. Sterilisasi alat dilakukan selama 60 menit, sedangkan
sterilisasi bahan dilakukan selama 15 menit.
3.6.3. Isolasi, Purifikasi, dan Identifikasi Cendawan Endofit Indigenous
Isolasi diawali dengan eksplorasi cendawan endofit indigenous dari
jaringan tanaman cabai yaitu akar, batang, daun, buah, serta tanah sekitar
19
perakaran. Bagian tanaman yang telah diambil selanjutnya dibersihkan dari
kotoran dengan cara dicuci pada air mengalir. Bagian tanaman dipotong dengan
ukuran 1 cm dan direndam dengan alkohol 70% selama satu menit. Selanjutnya
potongan bagian tanaman direndam dengan larutan MgCl2 selama 1 menit,
masing-masing pencucian dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Setelah itu
bagian tanaman dicuci kembali menggunakan akuades steril selama satu menit
dengan dua kali ulangan, dan mengeringkannya menggunakan tisu steril. Bagian
jaringan tanaman yang telah disterilisasi kemuadian ditanam di media PDA yang
telah disiapkan sebelumnya. Adapun proses inkubasi dilakukan dengan
menyimpannya selama tujuh hari hingga muncul koloni cendawan. Biakan murni
didapati dari purifikasi yang dilakukan dengan memindahkan miselium yang
memiliki karakteristik berbeda ke cawan petri baru yang telah berisi media PDA.
Identifikasi makroskopis cendawan disesuaikan dengan buku identifikasi Barnett
dan Hunter (1998).
3.6.4. Isolasi, Purifikasi dan Identifikasi Bakteri Endofit Indigenous
Isolasi bakteri endofit indigenous dari jaringan tanaman cabai yaitu akar,
batang, daun, buah, serta tanah sekitar perakaran. Bagian tanaman yang telah
diambil selanjutnya dibersihkan dari kotoran dengan cara dicuci pada air
mengalir. Bagian tanaman dipotong dengan ukuran 1 cm dan direndam dengan
alkohol 70% selama satu menit. Selanjutnya potongan bagian tanaman direndam
dengan larutan MgCl2 selama 1 menit, masing-masing pencucian dilakukan
sebanyak dua kali ulangan. Setelah itu bagian tanaman dicuci kembali
menggunakan akuades steril selama satu menit dengan dua kali ulangan, dan
mengeringkannya menggunakan tisu steril. Kemudian menghaluskan setiap
20
bagian tanaman cabai dengan larutan methanol 70% dan melakukan sentrifugasi
dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit, untuk memisahkan natan dan
supernatan. Selanjutnya supernatan sebanyak 10 µl dipindahkan ke dalam cawan
petri yang telah berisi media NA. Purifikasi bakteri dilakukan dengan
memindahkan koloni bakteri yang telah tumbuh ke dalam cawan petri berisi
media NA dengan metode zig-zag. Adapun identifikasi bakteri dilakukan
berdasarkan kenampakan makroskopis dan mikroskopis. Identifikasi makroskopis
bakteri disesuaikan dengan metode pewarnaan Gramm, sedangkan identifikasi
mikroskopis berdasarkan morfologi bakteri.
Tahapan pewarnaan Gramm adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan gelas objek yang telah diberi isolat bakteri.
2. Meneteskan larutan kristal violet ke atas isolat bakteri, mendiamkannya
selama satu menit, dan membilasnya dengan air mengalir.
3. Meneteskan lugol ke atas isolat bakteri dan mendiamkannya selama
satu menit, kemudian membilasnya dengan air mengalir.
4. Meneteskan alkohol 96% selama 5-10 detik atau sampai dengan warna
luntur, kemudian membilasnya dengan air mengalir.
5. Meneteskan safranin ke atas isolat bakteri dan mendiamkannya selama
30 detik, kemudian membilasnya dengan air mengalir.
6. Mengeringkan kaca objek dengan kertas penghisap.
7. Mengamati di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x.
3.6.5. Uji Hipovirulensi Mikroba Endofit Indigenous
Uji Hipovirulensi dilakukan dengan menggunakan tanaman mentimun
sebagai tanaman indikator, dikarenakan tanaman mentimun memiliki
21
pertumbuhan kecambah yang cepat dan dapat memberikan respon yang cepat
terhadap serangan patogen. Metode yang digunakan adalah menurut Ichielevich-
Auster et al. (1985) dalam Worosuryani et al. (2006) dengan modifikasi oleh
penulis. Permukaan benih mentimun disterilkan dengan alkohol 70% selama 1
menit, dilanjutkan dengan Clorox 2% selama 30 detik, lalu dibilas akuades
sebanyak tiga kali, setelah itu dikering anginkan. Media yang digunakan adalah
media PDA untuk uji hipovirulensi cendawan, isolat murni ditanam pada media
PDA dalam botol kultur dan inkubasi selama 3 hari kemudian tiga benih
mentimun ditanam pada tiap-tiap biakan cendawan dan diinkubasi lagi selama
14 hari. Sedangkan untuk bakteri, benih mentimun direndam dalam suspensi
bakteri selama 2 jam lalu ditaman pada media NA dalam botol kultur dan
diinkubasi selama 14 hari. Kontrol dibuat dengan menaman kecambah pada media
tanpa penambahan cendawan dan bakteri. Perkecambahan benih mentimun
diamati setiap hari. Indeks keparahan penyakit pada hasil perkecambahan
mentimun dideterminasikan dengan skor individual hasil modifikasi
Worosuryani et al. (2006) sebagai berikut:
DSI =
Keterangan :
DSI = Disease Severity Index (Indeks Keparahan Penyakit)
N = Nilai tingkat keparahan penyakit masing-masing individu
Z = Jumlah individu yang digunakan
22
Nilai Tingkat keparahan penyakit:
0 = Sehat dan tidak ada infeksi pada hipokotil,
1 = Satu atau dua bercak coklat muda <0.25 cm,
2 = Bercak coklat muda <0.5 cm dan area kebasahan <10% pada hipokotil,
3 = Bercak coklat muda sampai tua >1.0 cm dan kemudian bergabung
dengan bercak lainnya dan daerah kebasahan 10%<x<100% pada hipokotil
(daun belum layu dan hipokotil masih tegar dan putih,
4 = Hipokotil bercak hitam, daun layu, dan bibit mati.
Klasifikasi isolat virulen terdiri atas lima kategori berdasarkan nilai DSI dan
gejalanya. Isolat dengan nilai DSI 0-0.3 dikategorikan sebagai isolat tidak
virulen atau bersifat hipovirulen. Nilai DSI 0.4-0.9 dengan kategori virulensi
rendah, 1-1.9 dengan kategori moderat, 2-2.9 dengan kategori virulen, dan 3-4
dengan kategori sangat virulen (Sneh et al., 2004). Worosuryani et al. (2006)
menambahkan isolat yang tidak menyebabkan gejala penyakit atau menunjukkan
sedikit gejala (DSI<2.0) pada perkecambahan mentimun dikategorikan sebagai
isolat hipovirulen.
3.6.6. Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Uji
Pengujian ketahanan tanaman dilakukan pada tanaman cabai varietas Laju
F1. Benih cabai ditanam dengan kedalaman 1 cm pada media semai. Bibit cabai
yang telah berumur 2 minggu setelah tanam (MST) kemudian dipindahkan ke
dalam polybag berukuran 30 cm x 30 cm. Media tanam yang digunakan adalah
berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:3 (b/b).
Tanaman dipelihara di screenhouse dan disusun sesuai dengan denah percobaan
23
dengan jarak 20 cm x 20 cm antar polybag. Pemeliharaan tanaman meliputi
penyiraman rutin setiap sore hari, pengendalian gulma secara manual, dan
pengendalian hama dengan pestisida jika ditemukan ulat dan serangga.
3.6.7. Pembuatan Sari Perasan (sap) Cucumber Mosaik Virus (CMV)
Pengambilan sari perasan daun tanaman cabai yang sakit bertujuan
mendapatkan virus mosaik, yang kemudian digunakan untuk menginfeksi
tanaman sehat yang telah diinduksi mikroba endofit indigenous. Pembuatan sari
perasan dilakukan dengan mengambil bagian daun yang mengandung konsentrasi
virus yang tinggi kemudian ditumbuk dengan mortar-martil. Hancurnya sel-sel
tanaman tersebut menyebabkan lepasnya virus pada sap. Untuk menstabilkan
virus, digunakan larutan buffer phosphate dengan pH normal
(Sastrahidayat, 2011). Larutan buffer phosphate sebagai larutan inokulasi 0.01 M
(pH 7) ditambahkan dengan perbandingan 1 gr daun terinfeksi virus tiap 5 ml
larutan buffer phosphate (1:5 b/v). Kemudian dilakukan sentrifugasi dengan
kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit (Subekti et al., 2006).
3.6.8. Perbanyakan Mikroba Endofit Indigenous
Mikroba endofit indigenous diperbanyak menggunakan metode suspensi.
Suspensi cendawan dibuat dengan cara memanen spora cendawan pada cawan
petri. Kegiatan diawali dengan menambahkan 10 ml media PDB ke dalam petri
berisi biakan cendawan lalu menggeseknya dengan alat cellspreader dan
memasukkannya ke dalam tabung reaksi. Suspensi cendawan dihomogenkan
menggunakan Vortex Homogenizer, kemudian suspensi cendawan diinkubasi
selama tujuh hari pada shaker dengan kecepatan 150 rpm. Suspensi cendawan
awal selanjutnya diencerkan dengan tingkat pengenceran 10-1
dan 10-2
. Jumlah
24
kerapatan spora cendawan dihitung menggunakan haemocytometer dengan
bantuan fotomikroskop optilab. Adapun biakan bakteri diambil menggunakan
jarum ose sebanyak 1-2 kali dan disuspensikan ke dalam 10 ml media cair LB lalu
diinkubasi selama 24 jam. Suspensi bakteri selanjutnya diencerkan dengan tingkat
pengenceran 10-1
, 10-2
, dan 10-3
.
3.6.9. Penghitumgan Kerapatan Populasi Spora Cendawan dan Sel Bakteri
Kerapatan populasi spora cendawan dan sel bakteri per ml larutan dihitung
menggunakan alat haemocytometer dibantu dengan mikroskop cahaya.
Penghitungan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Membersihkan haemocytometer dengan alkohol 70% lalu mengeringkannya
dengan tisu.
2. Meletakkan cover glass di atas alat hitung.
3. Menambahkan ± 50 μl suspensi sel mikroba (kira-kira 1 tetes) dengan cara
meneteskan pada parit kaca pada alat hitung. Suspensi sel akan menyebar
karena daya kapilaritas.
4. Memastikan bahwa ruangan penuh terisi dengan suspensi mikroba, ditambah
beberapa kelebihan dalam saluran di sampingnya. Membiarkan sejenak
sehingga sel diam di tempat (tidak terkena aliran air dari efek kapilaritas).
5. Meletakkan alat hitung pada meja objek mikroskop, kemudian mencari
fokusnya pada perbesaran 40 x10.
6. Menghitung jumlah spora cendawan atau sel bakteri pada 5 kotak hitung.
Hasil penghitungan kemudian hasil rataan dimasukkan ke dalam rumus
sebagai berikut (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan
Surabaya, 2009) :
25
x 10
3
Keterangan : A = Luas Kotak Hitung = 0.04 mm2 x 5 = 0.2 mm
2
B = Kedalaman Bidang Hitung = 0.1 mm
Faktor Pengenceran =
3.6.10. Inokulasi Mikroba Endofit Indigenous pada Tanaman Cabai
Inokulasi mikroba endofit indigenous dilakukan sebanyak tiga kali.
Inokulasi cendawan pertama kali dilakukan dengan merendam benih cabai pada
suspensi cendawan endofit indigenous selama 24 jam. Inokulasi kedua dilakukan
dengan menyiramkan suspensi cendawan endofit indigenous ke sekitar perakaran
bibit cabai pada pertengahan fase vegetatifnya, yaitu pada 3 minggu setelah tanam
(MST). Inokulasi ke tiga dilakukan dengan menyemprotkan suspensi cendawan
endofit indigenous ke permukaan daun cabai bagian bawah pada akhir masa
pertumbuhan vegetatifnya, yaitu pada umur 6 MST. Kontrol pada masing-masing
inokulasi menggunakan akuades steril untuk perendaman dan penyiraman.
Adapun inokulasi bakteri juga dilakukan sebanyak tiga kali yakni dengan
perendaman benih cabai dengan suspensi bakteri endofit indigenous selama dua
jam, penyiraman suspensi bakteri endofit indigenous di sekitar bibit cabai umur 3
MST, dan penyemprotkan suspensi bakteri endofit indigenous ke permukaan daun
bagian bawah pada bibit cabai umur 6 MST.
3.6.11. Infeksi Cucumbe Mosaik Virus (CMV) dengan Metode Sap
Infeksi cairan sap diawali dengan menaburi serbuk karborundum di
permukaan atas daun muda kemudian mengoleskan cairan sap pada daun tersebut
26
menggunakan kapas steril. Subekti et al. (2006) menyatakan bahwa setelah
pengolesan sap, segera dilakukan pembilasan sisa-sisa cairan perasan yang masih
melekat pada permukaan daun tanaman uji menggunakan air mengalir.
3.6.12. Pengamatan Intensitas Serangan Virus dan Ketahanan Tanaman
Intensitas serangan atau infeksi virus pada tanaman cabai ditentukan dengan
menggunakan rumus kerusakan mutlak sebagai berikut (Untung, 2010):
I =
x 100%
Keterangan:
I = Intensitas serangan (%)
A = Banyaknya daun yang rusak mutlak atau dianggap rusakmutlak.
B = Banyaknya daun yang tidak terserang (tidak menunjukkkan gejala
serangan).
3.6.13. Pengamatan Badan Inklusi Virus
Respon atau tanggap histologi pada tanaman yang diinfeksi virus berupa
adanya pembentukan badan inklusi dalam sel. Pengamatan badan inklusi virus
dilakukan dengan cara mengambil daun yang terinfeksi virus. Pengamatan Badan
Inklusi virus dilakukan berdasarkan metode yang dijelaskan oleh Badan Karantina
Pertanian (2009). Pengamatan badan inklusi virus dilakukan dengan cara
mengambil daun yang terinfeksi virus. Sampel daun kemudian dipotong/diiris
melintang setipis mungkin menggunakan silet. Irisan tersebut kemudian
diletakkan pada kaca objek dan diberi setetes metilen biru, lalu ditutup dengan
cover glass. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran
40x.
Top Related