15
BAB II
METODE DISKUSI PADA PEMBELAJARAN BIDANG STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara
mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur. Pengertian lain
ialah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan
pelajaran kepada siswa di dalam kelas, baik secara indivudual atau secara
kelompok, agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh
siswa dengan baik. Makin baik metode mengajar, makin efektif pula pencapaian
tujuan. 1
Guru juga mempunyai keterampilan dan pengalaman menentukan
metode mengajar seperti ceramah kelas, menyajikan alat peraga, diskusi kelas,
kerja kelompok terawasi, studi mandiri atau kegiatan bebas.2
Guru mempunyai keterampilan dan pengalaman menentukan metode
mengajar. Pemilihan bahan pelajaran berhubungan erat dengan perencanaan
mengajar dan kegiatan belajar. Salah satu metode mengajar yang diterapkan guru
adalah metode diskusi.
Pengalaman menunjukkan bahwa kelompok kecil dan pengajaran
perorangan memungkinkan kerja memuaskan untuk mencapai tujuan dalam ranah
kognitif dan psikomotor. Sedangkan tujuan ranah afektif, sikap dan apresiasi,
lebih baik dicapai melalui belajar kelompok kecil secara kooperatif.
Dengan diskusi memberi dan menerima, siswa dapat dimotivasi dan
ditolong untuk mempertajam pertimbangannya dan kemampuan membedakannya,
untuk menghadapi situasi baru dan kejadian yang tak diduga, tujuan sikap, yang
sukar diukur. 3
1 Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 52. 2 A. Tresna Sastrawijaya, Pengembangan Program Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta,
1991), cet. 1, hlm. 83. 3 Ibid., hlm. 84.
16
A. Metode Diskusi
1. Pengertian, Dasar dan Tujuan Metode Diskusi
a. Pengertian
Kata diskusi berasal dari bahasa Latin yaitu discussus yang
berarti to examine, investigate (memeriksa, menyelidiki). Discuture
berasal dari kata dis + cuture; dis artinya terpisah, cuture artinya
menggoncang/memukul. Kalau diartikan maka discuture adalah suatu
pukulan yang dapat memisahkan sesuatu. Atau dengan kata lain
membuat sesuatu itu jelas dengan cara memecahkan atau menguraikan
sesuatu tersebut.4
Dalam pengertian yang umum, diskusi adalah suatu proses yang
melibatkan dua atau lebih individu yang berintergrasi secara verbal dan
saling berhadapan muka mengenai tujuan atau saran yang sudah tentu
melalui cara tukar menukar informasi (information sharing),
memperhatikan pendapat (self maintenance), atau pemecahan masalah
(problem solving).
Diskusi adalah suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan
masalah untuk mengambil kesimpulan. Diskusi tidak sama dengan
berdebat, diskusi selalu diarahkan kepada pemecahan masalah yang
menimbulkan berbagai macam pendapat dan akhirnya diambil suatu
kesimpulan yang dapat diterima oleh anggota dalam kelompoknya.5
Menurut J.J. Hasibuan dan Moedjiono mengatakan bahwa
diskusi ialah:
Suatu proses penglihatan dua atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tentu melalui cara
4 Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm.
145. 5 Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia,
1997), hlm. 57.
17
tukar menukar informasi mempertahankan pendapat, atau pemecahan masalah.6
Dari penjelasan di atas menurut penulis dapat menggambarkan
bahwa metode diskusi dalam pendidikan/pembelajaran adalah suatu cara
penyajian/penyampaian bahan pelajaran, dimana guru memberikan
kesempatan kepada para siswa/kelompok-kelompok siswa untuk
mengadakan pembicaran atau menyusun alternatif pemecahan masalah.
b. Dasar
Dalam penggunaan/penerapan metode diskusi diperlukan
fundamen/dasar pelaksanaannya. Sebagai dasar dilaksanakannya metode
diskusi dalam pendidikan Islam dapat dilihat pada al-Qur’an dan Sunah
Rasul.7
Dalam ajaran Islam banyak menunjukkan pentingnya metode
diskusi dipergunakan dalam pendidikan agama. Firman Allah SWT
dalam surat an-Nahl ayat 125 yang berbunyi:
قلـى ادع اىل سبيل ربك باحلكمة واملوعظة احلسنة وجادهلم باليت هي احسن . }125: النحل{.ان ربك هو اعلم مبن ضل عن سبيله وهو اعلم باملهتدين
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” ( QS. An-Nahl: 125) 8
Diketahui bahwa cara berdakwah menyampaikan materi dalam
pelaksanaan pengajaran dapat dilakukan melalui 3 cara, sebagaimana
penafsiran Al-Maraghy sebagai berkut:
6J.J. Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1995), hlm. 20. 7 Ramayulis, op. cit., hlm. 146. 8 Depag. RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Mahkota, 1989), hlm. 421.
18
املقالـة احملكمة املصحوبة بالدليل املوضح للحق املزيل للشبهة، : واحلكمـة احلوار املناظرة : الدالئل الظنية املقنعة للعامة، واجلدل : واملـوعظة احلـسنة
9.إلقناع املعاند
Hikmah perkataan yang mengandung hikmah yang disertai dengan dalil-dalil dengan jelas untuk membenarkan perkataan yang samar. Mauidlah hasanah; (disertai) dalil-dalil yang dhanni yang memuaskan bagi orang umum. Al-Jadlu: dialog dan perdebatan untuk memuaskan orang-orang yang menentang (lawan) “Hikmah” lebih condong memberikan pengertian tentang cara
atau taktik dalam menyampaikan meteri pengajaran; begaimana
kemampuan pendidik dalam memilih bentuk yang tepat dan
menggunakannya sedapat mungkin dalam proses pengajaran. Sedangkan
mauidlah hasanah dan mujadalah bil ihtiyaril ahsan lebih condong
memberikan pengertian mengenai bentuk materi dalam proses
pengajaran.
Proses pendidikan dan pengajaran adalah proses sosial yang di
dalamnya terdapat dan berlangsung komunikasi antar pribadi.10 Pribadi-
peribadi tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Oleh karena itu pendidik harus mampu memilih dan
menggunakan metode yang tepat disesuaikan dengan kondisi mereka.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw sebagai berikut:
رواه الدار قطىن وابن عساكر عن {11.عاقـبوا ارقاءكم على قدر عقوهلم .}عائشة
9 Ahmad Musthafa al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy, Juz 13, (Beirut Libanon: Dar al-Fikr,
tt), hlm. 157-158. 10 Iskandar Wiryakusumo, Kumpulan Pikiran-pikiran Dalam Pendidikan, ed. 1, (Jakarta:
Rajawali, 1982), hlm. 51. 11 Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Abakr as-Suyuti, al-Jami’u as-Shaghir, Juz 1,
(Indonesia:Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, tt), hlm. 332.
19
Ajarlah hamba-hambamu sesuai dengan akal mereka. (HR. Dar Quthni dan Ibn Asakir dari ‘Aisyah)
Allah SWT berfirman dalam surat al-‘Ankabut ayat 46:
.}46: العنكبوت{.صلى هي احسن وال جتادلوآ اهل الكتب اال باليت
Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik. (QS. al-Ankabut: 46)12
Suatu diskusi baru dapat berjalan dengan baik jika dilakukan
dengan persiapan, beserta bahan-bahannya yang cukup jelas, dengan
pembicaraan yang berlangsung secara rasional, tidak didasarkan atas
luapan emosi dan lebih mementingkan pada kesimpulan rasional
daripada egoistis pribadi peserta.13
c. Tujuan
Dalam pendidikan agama, metode diskusi ini banyak
dipergunakan dalam bidang syariah dan akhlak. Sedang masalah
keimanan (‘Aqidah) kurang sesuai apabila metode diskusi ini
dipergunakan. Metode diskusi banyak dipergunakan di sekolah-sekolah
tingkat lanjutan dan perguran tinggi.14
Dalam pendidikan/pembelajaran, metode diskusi diterapkan
sebagai salah satu metode yang dapat digunakan guru untuk mengatasi
kesulitan belajar mengajar di kelas. Kejenuhan siswa terhadap
bahan/materi yang disampaikan guru muncul karena kurang menariknya
metode mengajar yang diterapkan guru, bahkan terkesan monoton dalam
menyampaikan materi. Kebanyakan dalam pembelajaran PAI guru
masih menggunakan metode ceramah. Kalau dilihat dari segi pengertian
di atas bahwa metode diskusi lebih pas diterapkan dalam pembelajaran
PAI. Metode diskusi juga dapat dijadikan sebagai dasar berpikir kritis
12 Depag. RI., op. cit., hlm. 635. 13 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam 2, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 119.
20
siswa dalam memecahkan masalah yang muncul, khususnya terkait
dengan materi/bahan yang diajarkan.
Metode diskusi juga dimaksudkan untuk merangsang siswa
dalam belajar dan berpikir secara kritis dan mengeluarkan pendapatnya
secara rasional dan obyektif dalam pemecahan suatu masalah sehingga
dengan matode ini diharapkan proses pembelajaran akan lebih mengarah
pada pembentukan kemandirian siswa dalam berpikir dan bertindak.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering kali dihadapkan
pada persoalan-persoalan yang tidak dapat dipecahkan hanya dengan
satu jawaban atau satu cara saja, tetapi perlu menggunakan banyak
pengetahuan dan macam-macam cara pemecahan dan mencari jalan
yang terbaik.
Diskusi juga mengandung unsur-unsur demokratis, berbeda
dengan ceramah, diskusi tidak diarahkan oleh guru; siswa-siswa diberi
kesempatan untuk mengembangkan ide-ide mereka sendiri. Ada
berbagai bentuk kegiatan yang dapat disebut diskusi; dari tanya jawab
yang kaku sampai pertemuan kelompok yang tampaknya lebih bersifat
terapis daripada intruksional.15
Metode diskusi kelompok sebagai alat untuk mencapai
kebanyakan atau malahan semua tujuan di atas. Diskusi sangat baik
untuk mendiskusikan persoalan-persoalan sebagai suatu persoalan dan
akan dapat memecahkannya dengan menyelami dan menghadapinya
secara tekun.16
Sedangkan dalam buku Educational Psychology in The
Classroom, menerangkan bahwa:
Teacher-pupil planning is in some ways a variant of the group-discussion method, for it is an attempt to solve problems
14 Zuhairini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama, cet. VIII, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1983), hlm. 93-94. 15 Amirul Hadi, Teknik Mengajar Secara Sistematis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm,.
84. 16 J. Bulatau S.J., Teknik Diskusi Berkelompok, (Yogyakarta: Kanisius, 1971), hlm. 6.
21
cooperatively and democratically through exhange of ideas, opinions, and feelings. Group discussions can be used in different situations, although they are most helpful if they are focused on problem and issues. If handled properly they can be of great help in improving classroom communication. As we indicated in the last chapter, the discussion method is particularly useful as a way of developing attitudes and thus changing behavior.17
Perencanaan guru-siswa adalah beberapa cara dari variasi metode diskusi, itu merupakan upaya untuk mencari solusi atas problem yang ada secara demokratis dan bersama-sama melalui pertukaran ide, gagasan dan perasaan. Diskusi kelompok dapat diterapkan pada situasi yang berbeda walaupun mereka harus didampingi jika mereka difokuskan untuk mencari solusi atas problem dan isu-isu yang ada. Jika ditangani dengan benar diskusi kelompok itu dapat menjadi solusi utama untuk meningkatkan komunikasi kelas. Sebagaiamana yang telah kami paparkan pada bab terakhir, metode diskusi merupakan cara yang sangat bermanfaat untuk meningkatkan dan merubah perilaku.
Adapun tujuan metode diskusi diterapkan dalam suatu
pembelajaran adalah :
1) Untuk dapat menyelami dengan lebih baik permasalahan yang
dikaji tentang hubungan antara individu dan kelompok masyarakat
serta diri sendiri.
2) Untuk merencanakan tindakan supaya dapat menjelaskan
persoalan-persoalan yang dihadapinya.
3) Untuk bertindak bersama, sesuai denga rencana, sehingga dapat
turut serta membina dunia yang lebih baik keadaannya dari pada
semula.18
Selain tujuan di atas, dalam kelompok diskusi juga bertujuan
menimbulkan suatu perubahan dalam diri manusia itu sendiri, dalam
17 Henry Clay Lindgren, Educational Psychology in The Classroom, (Modern Asia Edition,
1960), hlm. 292-293. 18 J. Bulatau S.J., op. cit., hlm. 5.
22
nilai, sikap atau pendapat yang selama ini tersimpan dalam diri masing-
masing anggota kelompok.19
d. Manfaat metode diskusi
Metode diskusi sebagai salah satu metode pembelajaran tepat
digunakan atau diterapkan dalam pembelajaran pada agama Islam
khususnya pada tingkat SMU sudah saatnya peserta didik dibimbing
agar mempunyai kemandirian dalam memecahkan setiap masalah yang
dihadapi. Dalam kondisi masyarakat yang demokratis diskusi perlu
dikembangkan dan terus diterapkan dalam proses belajar mengajar.
Guru harus pandai-pandai menerapkan metode dalam tiap mata
pelajaran yang diajarkan agar apa yang diinginkan/ditulis dalam tujuan
instruksional dapat dicapai.
Banyak manfaat dan keuntungan dalam proses belajar mengajar
dengan guru menggunakan metode diskusi. Adapun manfaat dan
keuntungan yang dapat diambil dari metode diskusi antara lain :
1. Membantu murid untuk tiba kepada pengambilan keputusan yang lebih baik dari pada memutuskan sendiri.
2. Siswa tidak terjebak pada jalan pemikiran sendiri, yang kadang salah, penuh prasangka dan sempit karena dengan diskusi ia mempertimbangkan alasan orang lain.
3. Dengan diskusi timbul percakapan antara guru dan siswa sehingga diharapkan hasil belajarnya lebih baik.
4. Dengan diskusi memberi motivasi terhadap berpikir dan meningkatkan perhatian kelas.
5. Diskusi membantu mendekatkan/mengeratkan hubungan antara kegiatan kelas di tingkat perhatian.
6. Diskusi merupakan cara belajar yang menyenangkan dan merangsang pengalaman.20
Di samping manfaat yang dapat diambil dari metode diskusi,
ada pula keuntungan menerapkan/menggunakan metode diskusi dalam
PBM, antara lain :
19 Stemerding, Teknik Rapat dan Diskusi Kelompok, (Jakarta: Balai Aksara, 1973), hlm. 76. 20 B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997),
hlm. 185.
23
1. Metode diskusi melibatkan siswa secara langsung dalam proses
belajar.
2. Tiap siswa dapat menguji tingkat pengetahuan dan penguasaan
bahan pelajarannya.
3. Dapat menimbulkan dan mengembangkan cara berpikir dan sikap
ilmiah.
4. Mengajukan dan mempertahankan pendapatnya dalam diskusi
diharapkan siswa dapat memperoleh kepercayaan akan diri sendiri.
5. Dapat menunjang usaha-usaha pengembangan sikap sosial dan
sikap demokratis para siswa.21
2. Bentuk-bentuk Metode Diskusi
Beberapa metode dalam pembelajaran yang ditawarkan
merupakan solusi dalam mengatasi kejenuhan penerapan PBM. Metode
diskusi yang dilakukan guru dalam membimbing belajar siswa dibagi
dalam beberapa jenis (macam) antara lain:
a. Whole Group
Merupakan bentuk diskusi kelas dimana para pesertanya duduk
setengah lingkaran. Bentuknya idealnya diikuti oleh kurang lebih 15
orang.
b. Buzz Group
Bentuk diskusi ini terdiri dari beberapa kelas yang dibagi- bagi menjadi
kelompok–kelompok kecil yang tediri 3-4 orang peserta. Diskusi
diadakan ditengah pengajaran dengan maksud memperjelas bahan
pelajaran.22
c. Panel
21 Ibid., hlm. 185. 22 M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), hlm. 40-41.
24
Bentuk diskusi ini terdiri dari suatu kelompok kecil yang biasanya 3-6
orang peserta untuk mendiskusikan suatu topik tertentu dan duduk
dalam bentuk lingkaran. 23
Sedangkan dalam buku Guru Dan Tantangan Sekitar. Diskusi panel
ialah pembicaraan melalui tatap muka yang direncanakan di antara dua
orang peserta didik atau lebih tentang pokok atau topik bahasan
tertentu, dan dipimpin oleh seorang pemimpin diskusi.
Dalam diskusi panel terjadi pertukaran pikiran, biasanya terdiri dari 3-5
orang, dihadapan banyak orang, para panelis berbicara agak informal
akan tetapi terorganisir. Waktu berbicara tidak lama biasanya cukup 30
sampai 45 menit saja. Sebelum mulai tidak ada ceramah pendahuluan
yang bersifat formal. 24
d. Syndicate Group
Bentuk diskusi ini di bagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari
beberapa kelompok kecil, mengajarkan tugas-tugas tertentu atau tugas
yang bersifat komplementer.25
e. Symposium
Dalam diskusi bentuk ini biasanya ini biasanya terdiri dari pembawa
makalah penyanggah, moderator dan notulis , serta peserta symposium.
f. Fish bowl
Bentuk diskusi ini terdiri dari beberapa orang peserta dan dipimpin
oleh seorang ketua untuk mencari keputusan.
g. Brain storming group
Bentuk diskusi ini biasanya terdiri dari 8-12 orang peserta, setiap
anggota kelompok diharapkan menyumbangkan ide dalam pemecahan
masalah
Di samping jenis-jenis diskusi, dalam proses pembelajaran
ditawarkan beberapa bentuk-bentuk diskusi dalam KBM antara lain:
23 Ibid., hlm. 41. 24 N. Daldjoeni, Guru dan Tantangan Sekitar, (Semarang: Satya Wacana, 1979), hlm. 81.
25
a. The social problem solving
Siswa bincang-bincang memecahkan masalah sosial di kelas
dengan harapan setiap siswa merasa terpanggil untuk mempelajari dan
bertingkah laku sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku.
b. The open-ended meeting
Siswa berbincang-bincang masalah apa saja yang berhubungan
dengan kehidupan mereka sehari-hari, dengan kehidupan mereka di
sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari.
c. The educational-diagnosis meeting
Siswa berbincang-bincang masalah pelajaran di kelas dengan
maksud untuk saling mengoreksi pemahaman mereka di sekolah.26
Penggunaan metode diskusi dalam proses pembelajaran PAI di kelas, masih membutuhkan beberapa sarana dan prasarana yang mendukung. Ada beberapa prinsip-prinsip dasar yang perlu dipegangi oleh guru dalam melakukan diskusi antara lain : 1) Melibatkan siswa secara aktif dalam diskusi yang
diadakan. 2) Diperlukan ketertiban dan keteraturan dalam
mengemukakan pendapat secara bergilir dipimpin seorang ketua/moderator.
3) Masalah diskusi disesuaikan dengan perkembangan dan kemampuan anak.
4) Guru berusaha mendorong siswa yang kurang aktif agar mengeluarkan pendapatnya.
5) Siswa dibiasakan menghargai pendapat orang lain dalam menyetujui atau menentang pendapat.
6) Aturan dan jalannya diskusi hendaknya dijelaskan kepada siswa yang belum mengenal tata cara diskusi.27
Di samping prinsip-prinsip di atas dalam penerapan metode
diskusi, perlu juga memperhatikan syarat-syarat dalam diskusi, antara
lain:
a. Permasalahan yang didiskusikan hendaknya menarik perhatian.
25 M. Basyiruddin Usman, op. cit., hlm. 41. 26 Ramayulis, op. cit., hlm. 147.
26
b. Persoalan yang didiskusikan adalah persoalan yang relatif banyak
menimbulkan pertanyaan.
c. Peranan moderator yang aspiratif dan proposional.
d. Permasalahan yang didiskusikan hendaknya membutuhkan
pertimbangan dari berbagai pihak.
Ada beberapa komponen dalam keterampilan membimbing
diskusi kelompok kecil, yaitu:
1. Memusatkan perhatian 2. Memperjelas masalah atau urunan pendapat 3. Menganalisis pandangan siswa 4. Meningkatkan kontribusi pikiran siswa 5. Menyebarkan kesempatan berpartisipasi 6. Menutup diskusi.28
Diketahui bahwa diskusi berguna sekali untuk mengubah
perilaku afektif siswa secara konkret, karena sikap atau nilai perubahan
sukar sekali diadakan jika siswa tidak diberi kesempatan mengatakan
perasaannya.29
Namun untuk mengubah perilaku kognitif menurut Taksonomi
Bloom mengenai taraf pengetahuan, tidak efisien dengan metode
diskusi. Tetapi pada perilaku afektif / taraf evaluasi, diskusi tepat
digunakan pada fase program pengajaran.30
Dalam pelaksanaannya, metode diskusi diterapkan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Pendahuluan
27 Basyiruddin Usman, op. cit.,hlm. 36. 28 Ali Imran, Pembinaan Guru di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), hlm. 149. 29 W. James Popham dan Eva L., terj. Amirul Hadi, dkk., Teknik Mengajar Secara
Sistematis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), cet. 3, hlm. 85. 30 Ibid., hlm. 85.
27
Pada tahap ini antara guru dan murid menentukan masalah dan
menentukan bentuk diskusi yang akan digunakan sesuai dengan masalah
yang didiskusikan.31
Pertanyaan/masalah yang layak didiskusikan ialah yang
mempunyai sifat sebagai berikut :
1) Menarik minat siswa yang sesuai dengan tarafnya. 2) Mempunyai kemungkinan-kemungkinan jawaban lebih dari sebuah
yang dapat dipertahankan kebenarannya. 3) Pada umumnya tidak menanyakan “manakah jawaban yang benar”
tetapi lebih mengutamakan hal yang mempertimbangkan dan membandingkan.32
2. Pelajaran Inti
Metode diskusi dapat dipimpin langsung oleh guru atau murid yang
dianggap cakap dan bertanggung jawab.
Dengan pimpinan guru, para siswa membentuk kelompok diskusi
memilih pemimpin diskusi (ketua, sekretaris/pencatat/notulis, pelapor dan
sebagainya (bila perlu), mengatur tempat duduk, ruangan, sarana, dan
sebagainya.
Pemimpin diskusi sebaiknya berada di tangan siswa yang : One. Lebih memahami/menguasai masalah yang akan didiskusikan. Two. Beribawa dan disenangi oleh teman-temannya. Three. Berbahasa dengan baik dan lancar bicaranya. Four. Dapat bertindak tegas, adil dan demokrasi.
Adapun tugas pimpinan diskusi antara lain, adalah : One. Pengatur dan pengarah acara diskusi. Two. Pengatur “ lalu lintas” pembicaraan. Three. Penengah dan penyimpul dari berbagai pendapat.33
Selanjutnya para siswa berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing, sedangkan guru berkeliling dari kelompok satu kelompok yang lain (kalau ada lebih dari satu kelompok) menjaga ketertiban serta memberikan dorongan dan bantuan sepenuhnya agar setiap
31 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat, 2002),
hlm. 147-148. 32 Winarno Surahmad, Metodologi Pengajaran Nasional, (Jakarta: Jemmars, 1987), hlm.
85. 33 Ramayulis, op. cit., hlm. 148.
28
anggota kelompok berpartisipasi aktif dan agar diskusi berjalan lancar. Setiap peserta kelompok harus tahu persoalan apa yang akan didiskusikan dan bagaimana caranya diskusi. Diskusi harus berjalan dalam suasana bebas, setiap anggota harus tahu bahwa hak bicaranya sama.34
3. Penutup
Pada tahap ini guru atau pemimpin diskusi memberikan tugas
kepada audience membuat kesimpulan diskusi, kemudian guru
memberikan ulasan atau memperjelas dari kesimpulan diskusi.35
Kemudian tiap kelompok diskusi melaporkan hasil-hasil diskusinya yang
dilaporkan itu ditanggapi oleh semua siswa (terutama dari kelompok
lain). Guru memberi penjelasan/ulasan terhadap laporan tersebut.
Akhirnya para siswa mencatat hasil diskusi tersebut dan guru
mengumpulkan laporan hasil diskusi dari tiap-tiap kelompok, sesudah
para siswa mencatatnya untuk “ file” kelas.36
B. Kelebihan dan Kekurangan Metode Diskusi
Suatu metode pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Adapun
kelebihan dan kekurangan metode diskusi adalah sebagai berikut:
Kelebihannya adalah:
One. Merangsang murid-murid mengemukakan pendapat secara teratur
dan kerjasama dalam memecahkan masalah.
Two. Kesimpulan dan hasil terakhir yang dicapai lebih relevan
merupakan hasil pemikiran kerjasama.
Three. Merangsang indivudu menghargai pendapat orang lain yang
dianggap lebih mendekati kebenaran.
Four. Suasana kelas lebih hidup, karena semua murid diharapkan ikut
mengambil bagian dalam diskusi.
Sedangkan kekurangannya adalah:
34 Suryabrata, op. cit., hlm. 182. 35 Armai Arief, op. cit., hlm. 148. 36 Ramayulis, op. cit., hlm. 148.
29
One. Memerlukan banyak waktu, karena hasil yang akan dicapai sulit diduga
dan dirumuskan secara cepat dan tepat.
Two. Kemungkinan anak yang aktif mengikuti proses jalannya diskusi,
sedangkan anak yang pasif merupakan kesempatan baginya untuk
melepaskan diri dari tanggung jawab.37
Dalam buku pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM disebutkan bahwa
kebaikan dan kekurangan metode diskusi dalam pembelajaran PAI adalah
sebagai berikut:
Kebaikannya adalah:
One. Mempertinggi partisipasi siswa secara individual
Two. Mempertinggi partisipasi kelas sebagai keseluruhan
Sedangkan kekurangannya yaitu:
One. Guru sulit meramalkan ke mana arah penyelesaian diskusi
Two. Siswa sulit mengatur berfikir secara ilmiah.38
C. Pembelajaran PAI
1. Pengertian
Pembelajaran adalah proses belajar mengajar yang terdiri dari dua
kata yaitu proses belajar dan mengajar. Proses belajar adalah tingkat atau
fase-fase yang dilalui anak atau sasaran didik dalam mempelajari sesuatu.39
Sedangkan mengajar adalah memberi pelajaran.40
Menurut Drs. A. Ahmadi, belajar adalah suatu tindakan untuk
mengubah diri dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat
melaksanakan dan sebagainya.41
37 Zainuddin Dja’afar, Didaktik Metodik, (Pasuruhan: Garoeda Buana Indah, 1995), hlm.
30. 38 Team Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik / Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar
DidaktikMetodik Kurikulum PBM, (Jakarta: Rajawali, 1989), hlm. 50. 39 Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hlm. 703. 40 Ibid., hlm. 13. 41 A. Ahmadi, Pendidikan dari Masa ke Masa, (Bandung: Armico, 1987), hlm. 108.
30
Ahli belajar modern mengemukakan dan merumuskan perbuatan
belajar sebagai berikut; Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan /
percobaan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah
laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.42 Tingkah laku yang baru
seperti; dari yang tidak tahu menjadi tahu, timbulnya pengertian-pengertian
baru, perubahan dalam sikap, kebiasaan-kebiasaan, keterampilan,
kesungguhan menghargai, perkembangan sifat-sifat sosial, emosional dan
pertumbuhan jasmaniah.
Beberapa rumusan tentang belajar untuk memperluas pandangan di
antaranya:
1. Belajar adalah memodifikasi / memperteguh kelakuan melalui pengalaman.
2. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
3. Belajar dalam arti yang luas ialah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai,pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi atau lebih luas lagi, dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi.43
Sedangkan definisi belajar dalam buku Didaktif Asas-Asas
Mengajar adalah sebagai berikut:
One. Belajar adalah perubahan-perubahan dalam sistem urat saraf.
Belajar adalah pembentukan “S-R”Bonds” Hubungan (tertentu dalam
urat saraf sebagai hasil respons terhadap stimulus.
Two. Belajar adalah penambahan pegetahuan.
Three. Belajar sebagai perubahan kelakuan berkata, pengalaman dan
latihan.44
Dikatakan Hilgard bahwa:
42 Oemar Hamalik, Metode Belajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar, (Bandung: Transito,
1990), hlm. 211. 43 A. Tabrani Rusyan, dkk., Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1992), hlm. 7-8. 44 S. Nasution, Didaktitk Asas-Asas Menagajar, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995). Hal 34-35.
31
Learning is the prosess by which an activity originates or is changed through training procedures (whether in the laboratory or in the natural environment) as distinguished from changes by factors not attributable to training” . Belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melaui jalan latihan (apakah dalam labolaorium atau jalan lingkungan alamiah) yang di bedakan dari perubahan-perubahan oleh faktor-faktor yang tidak termasuk latihan misalnya: perubahan karena mabuk atau minum ganja, bukan termasuk hasil belajar.45 Sedangkan mengajar dalam arti sempit diartikan sebagai proses
penyampaian pengetahuan kepada siswa. Dalam pengertian yang lebih luas,
mengajar mencakup segala kegiatan menciptakan situasi agar para siswa
belajar.46
Sedangkan mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari
komponen-koomponen yang saling mempengaruhi yakni tujuan intruksional
yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang harus
memainkan peranan serta ada dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan
yang dilakukan, serta sarana dan prasarana belajar-mengajar yang tersedia.47
Pengertian mengajar menurut Sans S. Hutabarat, Ediet Moen
Moesa adalah:
Suatu peristiwa yang umum dan kompleks sangatlah penting bagi tiap orang untuk mempelajari dengan sungguh-sungguh apa yang tersangkut di dalam tugas mengajar kalau tugas itu meningkatkan belajar dengan sukses. Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar
merupakan kegiatan yang komplek dengan komponen-komponen yaitu guru,
siswa, tujuan, materi, jenis kegiatan juga sarana dan prasarana guna
mensukseskan kegiatan dalam pembelajaran.
45 S. Nasution, Ibid, hlm. 35 46 R. Ibrahim dan Nana Shaodih S., Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta,
1996), hlm. 42. 47 J.J. hasibuan dan Moedjiono, op. cit., hlm. 3.
32
Adapun mengajar menurut Dr. Engkoswara, M. Ed., mempunyai
tiga batasan yaitu:
1. Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan atau ilmu pengetahuan
dari seseorang guru kepada murid-murid.
2. Mengajar ialah menanamkan sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan
keterampilan dasar dari seseorang yang telah mengetahui dan
menguasainya kepada seseorang.
3. Mengajar adalah membimbing seseorang / sekelompok orang supaya
belajar berhasil.
Sedangkan proses belajar-mengajar adalah pelaksanaan belajar-
mengajar murid dan guru, interaksi belajar mengajar antara guru dan
murid.48
Menurut Dr. Engkaswara proses belajar mengajar adalah:
Interaksi siswa dengan lingkungan belajar yang dirancang sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pengajaran, yakni kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Menurut Moh. Uzer Usman, proses belajar mengajar adalah:
Suatu proses yang mengandung serangkaian pembuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.49 Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa proses
belajar mengajar merupakan serangkaian interaksi antara guru, siswa dan
lingkungan belajar yang berlangsung dalam pendidikan untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan
secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Proses
belajar mengajar mempunyai makna dan pengertian yang lebih luas daripada
48 M. Sastrapaja, Kamus Istilah Pendidikan dan Umum, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981),
hlm. 395. 49 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996),
hlm. 4.
33
pengertian mengajar, karena mengajar merupakan bagian dalam proses
belajar mengajar.50
Sedangkan dalam teori mengajar disebutkan bahwa teknologi
pendidikan (3), yang mengkombinasikan pendekatan perangkat keras dan
perangkat lunak dari dua macam teknologi lainnya merupakan suatu
jembatan antara teori dan praktik pendidikan. Akibatnya terdapat suatu
pedoman untuk ilmu mendidik, sehingga kita tidak lagi menjadi terlalu
tergantung pada suatu teori belajar.51
Belajar mengajar adalah kegiatan guru murid untuk mencapai
tujuan tertentu. Oleh karena itu semakin jelas tujuan, maka semakin besar
kemungkinan ditemukan metode penyampaian yang peling serasi. Namun
tidak ada pegangan yang pasti tentang cara mendapatkan metode mengajar
yang paling tepat. Tepat tidaknya suatu metode, baru terbukti dari hasil
belajar murid.52
Jadi dalam pembelajaran yang dapat diketahui adalah hasilnya,
sedangkan proses belajar tetap mengandung misteri, yang ada pada diri
seseorang. Jika hasil belajar dapat tercapai, maka proses belajar dianggap
sudah tepat.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar mengajar
yaitu faktor guru, seperti latar belakang pendidikan pengalamannya,
kemampuannya, sikapnya terhadap anak, konsepnya tentang mengajar-
belajar, pribadinya, kreativitasnya dan sebagainya. Juga fasilitas yang ada,
sumber-sumber belajar dan alat pelajaran turut menentukan metode
mengajar guru.53
Jika guru memandang bahwa mengajar itu sebagai usaha untuk
merangsang anak supaya belajar dan berpikir sendiri juga menentukan
sendiri jawaban atas soal-soal atau masalah yang dihadapkan sendiri,
50 Ibid., hlm. 4. 51 Setijadi, Pengelolaan Belajar, (Jakarta: Rajawali, 1991), ed. 1, hlm. 22. 52 S. Nasution, Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), cet. 1, hlm. 43. 53 Ibid., hlm. 44.
34
jawaban atas soal-soal atau masalah yang dihadapkan akan lebih cenderung
menggunakan metode penemuan atau metode pemecahan masalah. Maka
metode penemuan ini dianggap memberi hasil belajar yang lebih mendalam,
lebih mantap dan tidak mudah dilupakan.
Dalam mengajar guru cenderung menggunakan metode
pemberitahuan sebagai metode utama. Dengan metode ini pengertian yang
diperoleh anak tidak mendalam, karena hanya mendorong anak menghafal,
sehingga daya ingatan sebagai alat utama menguasai pelajaran, lalu mudah
dilupakan.54
Sebaliknya apabila guru dalam belajar menggunakan metode
penemuan, maka yang diutamakan adalah kegiatan murid, mendorongnya
untuk berfikir sendiri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.55
Seorang guru yang profesional akan mencapai hasil yang paling
tinggi kalau murid-murid dijadikan oleh guru mereka sebagai yang terbaik,
serta dengan sadar membuat kondisi untuk mengubah tingkah laku mereka
ke arah tujuan mereka sendiri. Guru yang baik senantiasa berusaha untuk
mengeluarkan dirinya sendiri dari peranan mengajar dan membuat pelajar
mengasumsikan peran itu untuk mereka sendiri.56
Jika mengajar dengan metode diskusi, maka hal ini termasuk
kategori mengajar guna mengaktifkan siswa. Hal yang dibahas dalam
diskusi seharusnya berkaitan dengan suatu masalah, baik yang dirumuskan
dalam pertanyaan mengapa ataupun bagaimana. Dalam diskusi terjadi dialog
antara beberapa atau semua peserta diskusi.57
Dari illustrasi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
pembelajaran PAI adalah suatu proses yang bertujuan untuk membantu
siswa dalam belajar agama Islam. Dalam pengajaran PAI mungkin saja
54 Ibid. 55 Ibid., hlm. 45. 56 Sans S. Hutabarat, ed. Molin Moesa, Gagasan Baru Dalam Pendidikan, (Jakarta:
Mutiara, 1982), hlm. 30-31. 57 R. Ibrahim dan Nana Syaodih, op. cit., hlm. 44-45
35
terjadi tanpa proses pembelajaran. Pengaruh pembelajaran atas pengajaran
khusus, hal ini mungkin tidak berhasil. Pembelajaran adalah seperangkat
kejadian yang mempengaruhi siswa dalam situasi belajar.58
Sedangkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang
dilakukan oleh guru tidak pernah lepas dari hambatan, baik yang datang dari
pihak siswa maupun hambatan dari materi (bahan) yang didiskusikan.
Kurang menariknya minat belajar siswa diakibatkan kurang tepatnya metode
yang digunakan. Namun metode yang dipilih oleh guru sebagai metode
alternatif dalam proses belajar masih mengalami kekurangan bahkan ketidak
berhasilan. Hal ini menjadi perhatian guru dalam pembelajaran pendidikan
agama Islam.
Ada beberapa hambatan yang muncul, yaitu hambatan dari pihak
siswa dan hambatan dari materi (bahan) yang didiskusikan.
Hambatan dari pihak siswa sudah jelas persoalannya, mereka
memang sedang belajar dan latar belakang mereka jelas berbeda-beda
menjadi tugas guru dalam membimbing mereka melalui berbagai macam
peranan.
Di samping hambatan dari siswa, perlu diperhatikan juga hambatan
dari materi yang sudah didiskusikan. Materi juga perlu mendapat perhatian
guru, karena materi yang akan didiskusikan dan tugas apa yang harus
dilakukan oleh tiap kelompok/anggota kelompok harus jelas.
Dua hal penting ini menjadi pusat perhatian dalam metode diskusi,
dan keduanya harus saling mendukung dan selaras; apabila salah satunya
kurang mendukung, maka hasil yang diperoleh dalam proses belajar diskusi
belum maksimal dicapai. Siswa dengan perbedaan latar belakang dan cara
berpikir perlu mendapat bimbingan dan arahan dari guru, begitu juga materi
yang akan menjadi kajian diskusi, hendaknya ditentukan dengan tema yang
menarik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran serta tidak asal-asalan.
58 Mukhtar, Desain Pembelajaran PAI, (Jakarta: CV. Misaka Galiza, 2003), hlm. 13-14.
36
Agar kedua hal tersebut dapat saling mendukung perlu disusun
draft/langkah-langkah penggunaan metode diskusi, yakni :
One. Guru mengemukakan masalah yang akan didiskusikan dan
memberikan pengarahan seperlunya mengenai cara-cara
pemecahannya, judul/masalah yang akan didiskusikan harus
dimungkinkan dirumuskan sejelas-jelasnya agar dapat dipahami oleh
siswa.
Two. Dengan pimpinan guru, siswa membentuk kelompok diskusi,
memilih pemimpin, dan mengatur tempat; pimpinan diskusi sebaiknya
berada di tangan siswa yang lebih memahami masalah yang akan
didiskusikan, berwibawa dan disenangi oleh teman-temannya,
berbahasa dengan baik dan lancar bicaranya, bertindak tegas dan
demokratis.
Three. Para siswa berdiskusi dalam kelompok masing-masing (apabila
dibagi dalam kelompok kecil), sedangkan guru berkeliling dari
kelompok satu ke kelompok lain, namun apabila diskusi dalam kelas
maka guru memperhatikan jalannya diskusi untuk bahan
evaluasi/pengarahan setelah diskusi selesai.
Four. Masing-masing kelompok diskusi melaporkan hasil diskusinya.
Five. Siswa mencatat hasil diskusi tersebut dan guru mengumpulkan
laporan hasil diskusi dari tiap-tiap kelompok, sedang para siswa
mencatat.59
Sedangkan pendidikan agama Islam merupakan sebutan yang
diberikan pada salah satu subyek pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa
muslim dalam menyelesaikan pendidikannya di tingkat tertentu. Ia
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kurikulum suatu sekolah,
sehingga merupakan alat untuk mencapai salah satu aspek tujuan sekolah
yang bersangkutan.
59 Ramayulis, op. cit., hlm. 147-148.
37
Menurut Ibnu Hadjar, Pendidikan Agama Islam adalah: merupakan salah satu subyek pelajaran yang bersama-sama dengan subyek studi lain, dimaksudkan untuk membentuk manusia yang utuh. Dengan demikian tujuan utama dari Pendidikan Agama Islam adalah untuk memberikan “corak Islam” pada sosok lulusan lembaga pendidikan yang bersangkutan. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan pendidikan materi/pengalaman yang berisi ajaran agama Islam yang pada umumnya telah tersusun secara sistematis dalam ilmu-ilmu ke-Islaman.60 Sedangkan menurut Drs. Marasuddin Siregar, bahwa “Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.61
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan
agama Islam adalah suatu pelajaran yang disampaikan atau segala usaha
pembinaan dan pengembangan kemampuan anak didik, baik jasmani
maupun rohani dengan memberikan materi dan ajaran agama Islam, agar
kelak anak tersebut memiliki kepribadian yang utama, menjadi manusia
yang bertindak , berpikir, serta tanggung jawab sesuai dengan ajaran agama
Islam yang tersusun secara sistematis.
Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan
aktifitas dan kretivitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan
pengalaman belajar. Namun dalam pelaksanaannya seringkali kita tidak
60 Ibnu Hadjar, Pendekatan Keberagamaan Dalam Pemilihan Metode Pengajaran
Pendidikan Agama Islam, dalam Chabib Thoha, Saifuddin Zuhri dan H. Syamsuddin Yahya, Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 4.
61 Marasuddin Siregar, Pengelolaan Pengajaran (Suatu Dinamika Profesi Keguruan), dalam Drs. H.M. Chabib Thoha, MA., Drs. Abdul Mu’thi, M.Ed., PBM-PAI di Sekolah dan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 180.
38
sadar, bahwa masih banyak kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan justru
menghambat aktivitas dan kreativitas peserta didik.62
Jadi pembelajaran pendidikan agama Islam adalah proses
penyampaian materi/pengalaman nilai ajaran Islam sebagaimana yang
tersusun secara sistematis dalam ilmu-ilmu ke-Islaman kepada peserta didik
yang beragama Islam.
2. Materi
Sebagaimana kita ketahui ajaran pokok Islam adalah meliputi:
masalah aqidah (keimanan), syari’ah (ke-Islaman), dan akhlak (ihsan).63
Aqidah bersifat i’tikad batin, mengajarkan ke-Esaan Allah, Esa
sebagai Tuhan yang mencipta, mengatur dan meniadakan alam ini.
Syari’ah berhubungan dengan amal lahir dalam rangka mentaati
semua peraturan dan hukum Tuhan, guna mengatur hubungan antara
manusia dengan Tuhan, dan mengatur pergaulan hidup dan kehidupan
manusia.
Akhlak suatu amalan yang bersifat pelengkap penyempurna bagi
kedua amal di atas dan yang mengajarkan tentang tata cara pergaulan hidup
manusia.
Tiga inti ajaran pokok ini kemudian dijabarkan dalam bentuk rukun
iman, rukun Islam dan akhlak. Dari ketiganya lahirlah ilmu Tauhid, ilmu
syari’ah dan ilmu Akhlak.
Ketiga kelompok ilmu agama ini kemudian dilengkapi dengan
pembahasan dasar hukum Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits serta
ditambah lagi dengan sejarah Islam (tarikh) sehingga secara berurutan:
� Ilmu Tauhid (keimanan)
� Ilmu Fiqh
62 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi; Konsep, Karakteristik dan Implementasi,
(Bandung: PT. Rosdakarya, 2003), hlm. 106. 63 Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi; Konsep
dan Implementsi Kurikulum 2004, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 77.
39
� Al-Qur’an
� Al-Hadits
� Akhlak
� Tarikh Islam64
3. Metode
Berkenaan dengan metode, ada beberapa istilah yang biasanya
digunakan oleh para ahli pendidikan Islam yang berkaitan dengan pengertian
metode pendidikan yakni:
� Minhaj at-Tarbiyah al-Islamiyah
� Wasilatu at-Tarbiyah al-Islamiyah
� Kaifiyatu at-Tarbiyah al-Islamiyah
� Thariqatu at-Tarbiyah al-Islamiyah65
Semua istilah itu sebenarnya merupakan muradf (kesetaraan)
sehingga semuanya bisa digunakan, tetapi yang paling populer di antara
istilah di atas adalah at-Thariqah yang mempunyai pengertian jalan atau
cara yang harus ditempuh.66 Dalam Pendidikan Agama Islam faktor metode
adalah faktor yang tidak bisa diabaikan, karena turut menentukan sukses
atau tidaknya pencapaian tujuan Pendidikan Agama Islam.
Hubungan antara tujuan dan metode Pendidikan Agama Islam
dikatakan merupakan hubungan sebab akibat. Artinya, jika metode
pendidikan digunakan dengan baik dan tepat, maka tujuan pendidikan besar
kemungkinan akan dapat dicapai67.
Demikian pula Nabi dalam mendidik dan mengajar umatnya, selalu
memperhatikan masalah metode. Salah satu sebab keberhasilan beliau dalam
mengemban misi kerasulannya adalah sikap beliau yang sangat didaktis
dalam menyampaikan dakwahnya, dalam firman Allah yang berbunyi:
64 Ibid. 65 Ibid., hlm. 75. 66 Ibid., hlm. 76. 67 Ibid.
40
مله تاهللا لن نة ممحا رجفبم لكوح ا منوفضظ القلب الناغليفظ تكن لوصلى و . }159: ال عمران{.
“Maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu” .68 (QS. Ali-‘Imran: 159). Pelajaran yang dapat diambil dari firman Allah tersebut di atas
adalah bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran umat
haruslah dengan cara didaktis metodis, artinya harus dengan cara yang tepat,
bijaksana dan tidak boleh kasar agar tujuan yang telah ditentukan dapat
dicapai.
Oleh karena itu, seorang guru yang terdidik penuh di dalam
tugasnya akan memiliki keterampilan menggunakan segala teknik penolong
yang mungkin diwujudkan dalam tujuan mencapai titik kulminasi
pendidikan sebaik-baiknya.69
4. Tujuan
Rumusan tujuan berkenaan dengan apa yang hendak dicapai.
Muhammad al-Munir menjelaskan bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam
adalah:
One. Tercapainya manusia seutuhnya, karena Islam itu adalah agama
yang sempurna sesuai dengan firman-Nya:
اليوم اكملت لكم دينكم واتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم االسالم دينا }3: املآئدة{قلى
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu” . 70(QS. al-Maidah: 3)
68 Muhammad Noor dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya,(Semarang: CV. Toha Putra, 1996),
hlm. 56 . 69 Winarno Surakhmad, Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar: Dasar dan Teknik
Metodologi Pengajaran, (Bandung: Tarsito, 1982), hlm. 59. 70 Muhammad Noor dkk., op. cit., hlm. 85.
41
Two. Tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat, merupakan tujuan
yang seimbang, seperti disebutkan dalam firman-Nya:
ذابا عقنة ونسة حفى االخرة ونسا حينا فى الدآاتننبل رقوي نم مهمنو .}201: البقرة{. النار
“Di antara mereka ada yang berdo’a: “ Ya Tuhan kami berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka” .71 (QS. al-Baqarah: 201)
Three. Menumbuhkan kesadaran manusia mengabdi, dan takut kepada-
Nya sesuai dengan firman Allah SWT:
} 56: الذاريت{. وماخلقت الجن واالنس اال ليعبدون“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” .72 (QS. adz-Dzariyat: 56)
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengukur sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan itu tercapai.73 Sebagai hamba Allah kita seharusnya selalu
mengadakan evaluasi sepanjang waktu agar senantiasa terus melakukan
perbaikan-perbaikan.
Dalam agama Islam kita mengenal istilah bermuhasabah, sebagai
sarana instrospeksi dan evaluasi diri. Hal ini dilakukan agar diri kita terjauh
dari kerugian baik di dunia maupun di akhirat, sehingga apabila kita telah
melakukan perbaikan, aktivitas kita ke depan akan lebih baik dan selalu
mawas diri. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
.}18: احلشر {جيآيها الذين امنوااتقوا اهللا ولتنظر نفس ماقدمت لغد “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)” . (QS. al-Hasyr: 18)74
71 Ibid., hlm. 24. 72 Ibid., hlm.27. 73 Ibid., hlm. 77. 74 Muhammad Noor dkk., op. cit., (Semarang: CV. Toha Putra, 1996), hlm. 437.
42
D. Peran dan Fungsi Matode Diskusi pada Pembelajaran PAI
Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering kali dihadapkan pada
persoalan-persoalan yang tidak dapat dipecahkan hanya dengan satu jawaban
atau satu cara saja, tetapi perlu menggunakan banyak pengetahuan dan
macam-macam cara pemecahan dalam mencari jalan yang terbaik.
Banyak masalah di dunia dewasa ini yang memerlukan
pembahasan oleh lebih dari satu orang saja, yakni masalah-masalah yang
memerlukan kerjasama dan musyawarah (diskusi). Bilamana demikian maka
musyawarah atau diskusilah yang memberi kemungkinan pemecahan yang
terbaik dan juga bilamana suatu masalah sudah dipecahkan dan bila
pemecahannya meminta kegiatan untuk dikerjakan bersama-sama, maka
sangat berfaedah bila orang-orang yang diharapkan berpartisipasi mengetahui
terlebih dahulu masalahnya dan turut serta dalam membahas pemecahannya.75
Dalam kehidupan masyarakat yang demokratis sangat layak bagi
tiap anggota masyarakat untuk dapat turut serta dalam aksi berkelompok,
bermusyawarah, mencari dasar-dasar keputusan-keputusan atas persetujuan
bersama-sama.
Begitu pula dalam dunia pendidikan metode diskusi sangatlah
diperlukan, karena metode tersebut memberi kesempatan seluas-luasnya
terhadap peserta didik dalam berpartisipasi, mengekspresikan dan
mengaktualisasikan potensi-potensi yang ada dalam dirinya lebih-lebih
masalah keagamaan yang dialaminya, sehingga mendapatkan hasil yang
memuaskan semua pihak baik guru maupun siswa itu sendiri.
Jadi mengadakan interaksi dengan mempergunakan metode
diskusi, berarti mempertinggi partisipasi setiap anggota secara individual dan
mempertinggi partisipasi kelompok secara keseluruhan.76
75 Winarno Surakhmad, op. cit., hlm. 103. 76 Ibid., hlm. 104.
43
Adapun dalam menggerakkan diskusi perlu memperhatikan tujuan
yakni partisipan diharapkan akan memahami jalannya proses diskusi sehingga
akan mampu juga bagaimana memproses, menggerakkan diskusi dari masalah-
masalah yang ditemukan. Di samping itu partisipan mengetahui bagaimana
fungsi media dalam rangka membantu proses belajar, yakni dengan
menggunakan teknik identifikasi.77
Sedangkan proses atau langkah-langkah yang harus dilakukan
adalah:
• Fasilitator minta kepada seluruh partisipan (laki-laki dan permpuan) untuk
menulis kegiatan sehari-hari (dari jam ke jam)-pendek kata sejak bangun
tidur sampai tidur lagi. Nah, pertanyaannya bagaimana kalau seumpama
mayoritas tidak bisa menulis? Seharusnya tidak jadi masalah, bisa
dilakukan dengan cara lain. Fasilitator bisa menggunakan cara
menanyakan 4 orang sebagai kasus (pilih 2 perempuan dan 2 laki-laki).
Tanyakan kapan bangun tidur / pukul berapa, lalu mengerjakan apa sampai
pukul berapa dan sebagainya. Fasilitator menuliskan secara sistematis di
papan, atau bisa dengan cara digambar (kode) hasil informasi peserta-
bagaimanalah, temukanlah caranya yang penting bisa dipahami, bisa
dimengerti peserta.
Setelah semua peserta selesai menuliskan jadwal kegiatan, fasilitator
meminta 4 peserta (laki-laki 2 dan perempuan 2 orang) untuk
membacakan hasilnya, fasilitator mencatat di papan tulis atau di kertas
flep. Lamgkah berikutnya fasilitator minta kepada partisipan lainnya untuk
membandingkan hasil catatan 4 orang yang telah di tulis fasilitator dengan
jadwal dirinya – adakah kesamaan atau perbedaan. Kalau hasilnya sama
cukup katakan sama, kalau tidak sama katakan apanya yang tidak sama,
sebutkan dan fasilitator akan mencatatnya.
77 Mansour Fakih, et. al., Pendidikan Populer Membangun Kesadaran Kritis, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2001), cet. 1, hlm. 67.
44
• Setelah seluruh peserta telah merasa cukup dan sepakat atas data jadwal
kegiatan sehari-hari, fasilitator meminta peserta membagi kelompok untuk
melakukan diskusi. Di masing-masing kelompok membahas perbedaan-
perbedaan apa saja (perbedaan waktu, antara laki-laki dan perempuan,
perbedaan jenis kegiatannya dan lain-lain), lalu mengapa perbedaan itu
terjadi, adakah unsur ketidakadilan dalam kegiatan tersebut? Siapa yang
paling mendapatkan beban dari kegiaatan tersebut?
• Plenokan hasil diskusi masing-masing kelompok. Lakukan dalam diskusi
pleno, yakni mempertajam analisis yang telah ditemukan dalam diskusi
kelompok (disko), untuk proses berikutnya yang paling penting yakni,
coba tarik kesimpulasn bersama-sama. Pelajaran apa yang bisa dipetik dari
diskusi tersebut, juga pengalaman baru apa yang di peroleh dalam proses
diskusi tersebut menyangkut kesadaran kritis dari masalah tersebut.
• Dalam rangka memahami proses dan fungsi media, secara khusus
fasilitator ajak partisipan untuk merunut kembali bagaimana proses tadi
dijalankan. Sejak fasilitator melemparkan pertanyaan awal sampai
langkah-langkah berikutnya. Lalu bahas juga media apa saja yang
digunakan dalam proses tersebut-diskusikan apa yang dirasakan dari
media-media tersebut, yakni peran media yang digunakan dan manfaat apa
yang dirasakan dalam proses belajar yang telah dialami. Dengan demikian
fasilitator bisa melanjutkan pertanyaan, “dengan demikian apa pentingnya
menggunakan media” , dan kembangkan sampai partisipan tertarik untuk
mengenal dan mempelajari media-media lain.78
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa secara garis besar
peran dan fungsi metode diskusi dalam pembelajaran PAI adalah mampu
meningkatkan peran aktif siswa dalam belajar, sehingga dalam berdiskusi
menghasilkan argumentasi yang logis dan obyektif. Di samping itu metode
diskusi juga bisa menimbulkan perhatian dan perubahan tingkah laku anak
dalam belajar. Dengan kata lain metode diskusi dapar merangsang siswa
78 Ibid., hlm. 67-68.
45
dalam belajar dan berfikir secara kritis dan mengeluarkan pendapatnya secara
rasional dan obyektif dalam pemecahan masalah.79
Metode diskusi juga bisa berperan sebagai media dalam menjalin
hubungan sosial antar individu siswa, sehingga menimbulkan rasa harga diri,
toleransi, demokrasi, berfikir kritis dan sistematis. Di samping itu juga metode
diskusi dapat menimbulkan refleksi kejiwaan dan sikap peserta didik untuk
berdisiplin dan menghargai pendapat orang lain.80
79 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Pengantar Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta:
Ciputat Pers, 2002), hlm. 36. 80 Ibid., hlm. 37.
Top Related