BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Diabetes Mellitus
1. Pengertian Diabetes Mellitus
Pengertian Diabetes Mellitus menurut WHO (1985) adalah
keadaan Hiperglikemi menahun yang akan mengenai seluruh sistem tubuh
dan merupakan hasil interaksi antara lingkungan dan genetik. Keadaan ini
karena kekurangan hormon insulin atau jumlah kerja insulin menurun,
atau kelebihan faktor-faktor yang kerjanya berlawanan dengan cara kerja
insulin (Br. Purba Marlena, 1999). Pada dasarnya Diabetes Mellitus
disebabkan oleh hormon insulin penderita yang tidak mencukupi atau
tidak efektif sehingga tidak dapat bekerja secara normal. Padahal, insulin
mempunyai peran utama mengatur kadar glukosa di dalam darah, yaitu
sekitar 60-120 mg/dl waktu puasa, dan di bawah 140 mg/dl pada 2 jam
setelah makan (pada orang normal) (Askandar, 1999) .
2. Penyebab Diabetes Mellitus
Penyebab dari Diabetes Mellitus menurut penyebabnya yaitu
Diabetes Mellitus primer dan Diabetes Mellitus sekunder (PERKENI,
2002). Penjelasan dari kedua jenis Diabetes Mellitus tersebut adalah
sebagai berikut :
7
8
a. Diabetes Primer
Merupakan jenis khusus yang terbanyak walaupun penyebab
yang sesungguhnya belum diketahui dengan pasti, beberapa faktor
yang berperan sebagai berikut :
1) Herediter yaitu faktor keturunan mungkin lebih berperan penting
pada penderita di bawah umur 40 tahun, baik bagi penderita muda
maupun tua. Penderita yang sudah dewasa, lebih dari 50 % berasal
dari keluarga yang menderita Diabetes Mellitus artinya Diabetes
Mellitus cenderung diturunkan tidak ditularkan (PERKENI, 2002).
2) Jenis kelamin dimana seorang pria muda sedikit lebih banyak
dibanding wanita, walaupun pada usia pertengahan wanita sering
terkena penyakit ini. Kehamilan menambah kemungkinn
berkembangnya Diabetes Mellitus (PERKENI, 2002).
3) Obesitas merupakan faktor resiko bagi berkembangnya penyakit
Diabetes Mellitus. Pada wanita, kegemukan umum terjadi pada
waktu hamil atau sesudah punya anak terlebih lagi sesudah
monopouse. Pada laki-laki, penambahan berat badan dimulai pada
umur mendekati 40 tahun, sesudah umur tersebut, mulai terjadi
obesitas (Kushartanti Woro, 1996)
4) Bahan Toksin atau Beracun dimana ada beberapa bahan toksin
yang mampu merusak sel beta secara langsung yakni allixan,
pyrinuron (rodentisida), streptozotocin (produk dari sejenis jamur).
Bahan toksin lain berasal dari singkong yang merupakan sumber
9
b. Diabetes Sekunder
Beberapa kasus Diabetes Mellitus terjadi sebagai akibat penyakit
(radang pankreas, karsinoma pankreas dan pankreatektoni) yang
merusak pankreas sebagai saluran insulin (Eckhalm, 1999).
3. Gejala dan tanda penyakit Diabetes Mellitus
Gejala dan tanda-tanda penyakit Diabetes Mellitus dapat
digolongkan menjadi gejala akut dan kronik (Askandar, 2002). Adapun
gejala Diabetes Mellitus sebagai berikut;
a. Gejala akut Penyakit Diabetes Mellitus
Gejala penyakit Diabetas Mellitus antara penderita dengan yang
lain tidaklah selalu sama. Gejala yang umumnya timbul dengan tidak
mengurangi kemungkinan adanya variasi dengan gejala yang lain.
Bahkan ada pasien Diabetes Mellitus yang tidak menunjukkan gejala
apapun sampai pada saat tertentu banyak makan (Polifagia), banyak
kencing (Polyuria), banyak minum (Polydipsi). Penderita akan
mengalami peningkatan berat badan yang cenderung naik karena pada
saat ini jumlah insulin masih mencukupi, bila keadaan tersebut di atas
tidak segera diobati, maka akan timbul gejala yang disebabkan oleh
kemunduran kerja insulin dan tidak lagi polyfagia, polydipsia,
polyuria (3P) lagi melainkan hanya 2 P saja yaitu nafsu makan mulai
10
berkurang dan kadang-kadang disusul dengan mual, banyak minum,
banyak kencing, mudah capai atau lelah, berat badan turun dengan
cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu) (Askandar, 2002).
b. Gejala Kronik Penyakit Diabetes Mellitus
Kadang-kadang pasien Diabetes Mellitus tidak menunjukkan
gejala akut (mendadak), tetapi penderita tersebut baru menunjukkan
gejala sesudah beberapa bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit
Diabetes Mellitus. Gejala ini disebut gejala kronik atau menahun.
Gejala kronik yang sering timbul adalah kesemutan, kulit terasa panas,
rasa tebal di kulit, kram, mudah capai, mata kabur, gatal disekitar
kemaluan, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan sex
menurun atau impoten, para ibu hamil sering mengalami keguguran
atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir
lebih dari 4 kg (Askandar, 2002).
4. Komplikasi Penyakit Diabetes Mellitus
Komplikasi Diabetes Mellitus dapat muncul secara akut dan secara
kronik, yaitu timbul beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah
mengidap Diabetes Mellitus (Askandar 2002). Adapun komplikasi
Diabetes Mellitus sebagai berikut (Askandar, 2002) :
a. Komplikasi akut Diabetes Mellitus
Dua komplikasi akut Diabetes Mellitus yang paling sering
adalah reaksi Hipoglikemia dan koma diabetik yaitu :
11
1) Reaksi Hipoglikemia
Reaksi Hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh
kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda : adanya rasa lapar,
gemetar, keringat dingin, pusing dan sebagainya. Dalam keadaan
Hipoglikemia, penderita harus segera diberi roti atau pisang.
Apabila tidak tertolong, berilah minuman manis dari gula, satu
atau dua gelas. Jika keadaan ini tidak segera diobati, penderita
tidak akan sadarkan diri, karena koma ini disebabkan oleh
kurangnya glukosa dalam darah, Koma tersebut di sebut "Koma
Hipoglikemi” (Askandar, 2002).
2) Koma Diabetik
Berlawanan dengan koma Hipoglikemik, koma diabetik ini
timbul karena kadar glukosa dalam darah terlalu tinggi dan
biasanya lebih dari 600 mg /dl. Gejala koma diabetik yang sering
timbul adalah nafsu makan menurun (biasanya pasien Diabetes
Mellitus mempunyai nafsu makan yang besar), haus, minum
banyak, kencing banyak, yang kemudian disusul dengan rasa
mual, muntah, nafas pasien menjadi cepat dan dalam, serta berbau
aseton, sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi,
serta pasien koma diabetik harus segera dibawa ke Rumah Sakit
(Askandar, 2002).
12
b. Komplikasi Kronik Diabetes Mellitus
Pada pasien yang lengah komplikasi Diabetes Mellitus dapat
menyerang seluruh alat tubuh, mulai dari rambut sampai ujung kaki
termasuk semua alat tubuh di dalamnya. Sebaliknya, komplikasi
tersebut tidak akan muncul jika perawatan Diabetes Mellitus
dilaksanakan dengan baik, tertib dan teratur serta pasien koma diabetik
harus segera dibawa ke Rumah Sakit (Askandar, 2002).
Komplikasi kronik Diabetes Mellitus disebabkan oleh
perubahan dalam dinding pembuluh darah, sehingga terjadi
atherosklerosis yang khas yaitu Mikroangiopati. Mikroangiopati ini
mengenai pembuluh darah di seluruh tubuh yang terutama
menyebabkan retinopati, glamerulosklerosis, neoropati, dan dapat pula
timbul infeksi kronik yaitu tuberkolosis yang secara umum terjadi
komplikasi tersebut yaitu kardiovaskuler (Infark miokaid, insufisiensi
koroner), mata (Retinopati diabetika, katarak), saraf (Neuropati
diabetika), paru-paru (TBC), ginjal (Pielonefritis, glumerulosklerosis),
kulit (gangren, furunkel, karbunkel, ulkus), hati (sirosis hepatitis)
(PERKENI, 2002).
5. Pengelolaan Diabetes Mellitus
Pengolaan Diabetes Mellitus bertujuan jangka pendek yaitu
menghilangkan gejala atau keluhan Diabetes Mellitus dan
mempertahankan rasa nyaman dan sehat serta tujuan jangka panjang yaitu
mencegah penyulit baik makroangiopati maupun neuropati dengan tujuan
13
menurunkan angka mortalitas dan mordibitas (Perkeni, 2002).
Pengelolaannya Diabetes Mellitus (Perkeni, 2002) terdiri dari :
a. Perencanaan Diabetes Mellitus
Diet Diabetes Mellitus bertujuan untuk mempertahankan kadar
glukosa darah mendekati normal, mencegah komplikasi akut dan
kronik dan meningkatkan kualitas hidup penderita Diabetes Melltus
didalam melaksanakan diet Diabetes Mellitus serta harus
memperhatikan 3 J yaitu jumlah kalori yang dibutuhkan, jadwal
makan yang harus diikuti dan jenis makanan yang harus diperhatikan.
Standar jenis makanan dengan komposisi yang seimbang yaitu
karbohidrat (60-70%), protein (10-15%) dan lemak (20-25%)
(Askandar, 1999).
b. Aktivitas Fisik
Tujuan dari aktivitas dalam bentuk olah raga adalah untuk
meningkatkan kepekaan insulin, mencegah kegemukan, memperbaiki
aliran darah, merangsang pembentukan glikogen baru dan mencegah
komplikasi lebih lanjut. Adapun jenis olah raga meliputi:
1) Jenis olah raga dinamis yaitu latihan kontinue, ritmis, interval,
progresif, dan latihan daya tahan.
2) Intensitas olah raga yaitu takaran latihan sampai 72-78% denyut
nadi maksimal disebut zone latihan.
3) Lamanya latihan yaitu lamanya latihan kurang lebih 20-25 menit.
4) Frekwensi latihan dimana frekwensi latihan paling baik 5 kali
seminggu (Sogondo, 2002).
14
c. Pengobatan Farmakologis
Apabila pasien telah menerapkan pengaturan makan dan
kegiatan jasmani yang teratur namun pengendalian kadar gula darah
belum tercapai maka alternatif lain dipertimbangkan pemberian obat-
obat meliputi obat hipoglikemi oral (OHO) dan insulin. Tablet atau
suntikan anti Diabetes Mellitus diberikan dimana diit tidak boleh
dilupakan dan pengobatan penyulit lain yang menyertai atau suntikan
insulin (Sugondo, 2002).
Pemberian obat hipoglikemi oral (OHO) diberikan kurang lebih
30 menit sebelum makan, pemberian insulin biasanya diberikan lewat
penyuntikan dibawah kulit (subkutan) dan pada keadaan khusus
diberikan secara intravena dan intravaskuler. Mekanisme kerja OHO
dan insulin bisa short acting, long acting dan intermediate acting
(Sugondo, 2002). Sarana pengelolaan Diabetes Mellitus berupa obat
hipoglikemioral yang terdiri dari obat pemicu sekresi insulin berupa
sulfanicora dan glinid, serta penambah sensitivitas terhadap insulin
berupa biguanid, tiazolidindion dan pengobatan glukosidase alfa serta
pemberian insulin.
B. Perilaku Deteksi Dini Penyakit Diabetes Mellitus
1. Perilaku (Practice)
Perilaku merupakan suatu tindakan atau aktivitas manusia, baik
dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Perilaku seseorang atau subyek dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-
faktor baik dari dalam maupun dari luar subyek. Menurut Lawrence Green
15
(1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan terbagi tiga teori
penyebab masalah kesehatan yang meliputi :
a. Faktor predisposisi (Predisposing factors) merupakan faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku sesorang,
antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai,
tradisi.
b. Faktor pemungkin (Enabling factors) merupakan faktor yang
memungkinkan atau menfasilitasi perilaku atau tindakan artinya
bahwa faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas
untuk terjadinya perilaku kesehatan.
c. Faktor penguat (Reinforcing factors) adalah faktor-faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.
2. Faktor perilaku kesehatan
Faktor perilaku kesehatan pada individu dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu (Notoatmodjo (2003) :
a. Persepsi (perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek
sehubungan dengan tindakan yang diambil yang merupakan tingkat
pertama misalnya masyarakat ingin mengetahui tentang tanda dan
gejala Diabetes Mellitus, yang disusul dengan perilaku kesadaran
deteksi dini penyakit Diabetes Mellitus.
b. Respon terpimpin (guided respons), yaitu dapat melakukan sesuatu
sesuai dengan urutan benar dan sesuai dengan contoh misalnya
masyarakat mulai menanyakan tentang manfaat dari melakukan
deteksi dini penyakit Diabetes Mellitus.
16
c. Mekanisme (mekanisme), yaitu melakukan sesuatu yang menjadi
kebiasaan masyarakat misalnya masyarakat mulai melakukan deteksi
dini ke pelayanan kesehatan dengan memeriksakan keadaan tubuhnya
sesuai dengan anjuran tenaga kesehatan dengan tujuan untuk
mengetahui apakah terkena penyakit Diabetes Mellitus atau tidak.
d. Adaptasi (adaptation), yaitu suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik benar misalnya masyarakat yang telah
melakukan deteksi dini penyakit Diabetes Mellitus dapat melakukan
perawatan penyakit Diabetes Mellitus dengan benar misalnya dari
kepatuhan obat, kontrol dan diit penyakit Diabetes Mellitus.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip dari Lewin perilaku
pada individu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan
masyarakat yang kurang tentang penyakit Diabetes Mellitus dapat
berpengaruh pada tingkat kesadaran yang rendah, sehingga deteksi
dini penyakit Diabetes Mellitus tidak dapat diketahui yang berakibat
terjadi komplikasi berlanjut.
b. Sikap adalah reaksi tertutup penanggulangan terhadap stimulus atau
obyek.
c. Ciri-ciri individual meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan
dan status sosial ekonomi.
17
d. Partisipasi keluarga merupakan keikutsertaan keluarga di dalam
memberikan dukungan tentang kesadaran dalam melakukan deteksi
dini penyakit Diabetes Mellitus.
4. Deteksi dini penyakit Diabetes Mellitus
a. Pengertian
Dini adalah tindakan yang dilakukan awal, sedangkan deteksi
dini adalah upaya penjaringan yang dilakukan untuk menemukan
penyimpangan yang terjadi pada seseorang. Deteksi dini Diabetes
Mellitus adalah tindakan awal sebagai upaya kemungkinan terkena
Diabetes Mellitus secara dini agar dapat ditangani secara memadai,
sehingga kesakitan atau komplikasi dapat dicegah. Kesadaran dini
melakukan pemeriksaan penyakit Diabetes Mellitus merupakan bagian
dari strategi pencegahan yang mencakup survey, promosi kesehatan
serta inovasi dan reformasi managemen kesehatan. Diharapkan
penerapan intervensi tersebut dalam jangka pendek menunda omset
dan mengurangi jumlah kasus Diabetes Mellitus (Askandar, 2002).
Deteksi dini dapat dilakukan oleh seseorang apabila
mempunyai tanda dan gejala yang meliputi perubahan berat badan
yang terus bertambah melebihi berat badan ideal, gejala 3 P yaitu
sering kencing, sering minum dan sering makan, dari tanda dan gejala
tersebut, maka seseorang perlu memeriksakan lebih cepat atau secara
dini ke fasilitas kesehatan. Hasil pemeriksaan deteksi dini berdasarkan
hasil diagnosis yang bertujuan untuk mengetahui penyakit Diabetes
Melitus dapat dilakukan melalui berbagai cara yang pada dasarnya
18
melalui keluhan klinis dan dukungan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang kepada masyarakat yang berisiko, tetapi tidak
menunjukkan gejala. Pemeriksaan dilakukan pada masyarakat dengan
faktor risiko usia >45 tahun, berat badan berlebih, faktor genetik,
hipertensi (>140/90 mmHg), kolesterol >35 mg/dL dan atau
trigliserida >250 mg/Dl. Pemeriksaan penyaring dilakukan dengan
memeriksa kadar gula darah sewaktu atau kadar gula darah puasa,
diikuti tes toleransi glukosa oral standar. Kadar glukosa darah sewaktu
jika menggunakan darah vena (pembuluh balik) hasilnya < 100 mg/dL
artinya bukan diabetes melitus, 100-199 mg/dL belum pasti Diabetes
Melitus, dan 200 mg/dL Diabetes Melitus. Menyadari hal ini, deteksi
dini terhadap penyakit Diabetes Mellitus perlu dilakukan, dimana
deteksi dini Diabetes Mellitus melalui skrining dengan pemeriksaan
kadar gula darah sewaktu, perubahan prilaku menuju pola hidup sehat
dalam rangka pencegahan (Rasmika, 2008).
b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan deteksi dini penyakit Diabetes
Mellitus
Faktor yang mempengaruhi perilaku deteksi dini penyakit
Diabetes Mellitus meliputi (Askandar, 1999) :
1) Faktor Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
prevalensi Diabetes Mellitus maupun gangguan toleransi glukosa,
dimana prevalensi Diabetes Mellitus naik bersama bertambahnya
umur. WHO menyebutkan seseorang mencapai umur 30 tahun,
19
maka kadar glukosa dalam darah akan naik 1-2 mg % tahun pada
saat puasa dan akan naik sekitar 5,6-13 mg % pada saat 2 jam
setelah makan.
2) Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya
seseorang menyerap dan memahami pengetahuan tentang penyakit
Diabetes Mellitus. Pendidikan diperlukan seseorang lebih tanggap
adanya penyakit di dalam tubuhnya dan dapat mengambil tindakan
secepatnya. Pada pendidikan yang rendah erat kaitannya dengan
pengertian tentang penyakit Diabetes Mellitus yang mempengaruhi
perilaku kesadaran deteksi dini masyarakat.(Riyadi, 1999).
3) Obesitas (Indeks Massa Tubuh)
Obesitas merupakan penyakit multifaktorial, yang terjadi
akibat akumulasi jaringan yang berlebihan. Keadaan obesitas
terutama obesitas sentra, meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskuler dengan keterkaitanya denan sindrom metabolik atau
sindrom resistensi insulin yang terdiri dari resistensi
insulin/hiperinsulinemia, intoleransi glukosa, hipertensi.
4) Pola makan
Perubahan pola sekarang bergeser dari pola makan tradisional
ke pola makan barat dengan komposisi makanan mengandung
proein, lemak, gula, garam dan mengandung sedik serat. Salah satu
parameter kemajuan ekonomi tersebut adalah jumlah restoran Mc
Donald, di Indonesia, saat itu hanya mempunyai 1 buah restoran
20
Mc Donald. Pada tahun 1996 hanya dalam kurun waktu 5 tahun
saja di Indonesia sudah ada 40 gerai. Data terakhir tahun 2006
jumlah restoran Mc Donald di Indonesia mencapai 120 gerai.
Akibat cara lain dari hidup berisiko ini adalah biaya kesehatan
menjadi sangat mahal.
C. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah sesuatu yang dikemukakan seseorang yang
merupakan hasil dari tahu. Hal ini dapat terjadi setelah individu
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba, dimana sebagian penginderaan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan di dalam domain
kognitif terdiri dari 6 tingkatan yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya, termasuk didalam pengetahuan. Tingkatan ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Oleh sebab itu tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa
yang dipelajari yaitu dengan menyebutkan, menguraikan,
21
mendefinisikan, menyatakan. Pada masyarakat yang belum
mengetahui tentang penyakit Diabetes Mellitus diharapkan dapat
mengetahui tentang gejala-gejala dan penyebab lain dari Diabetes
Mellitus kepada orang lain serta untuk dirinya sendiri.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi
materi tersebut secara benar. Orang yang paham terhadap objek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukun-
hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau
situasi yang lain. Pada masyarakat diharapkan dapat melakukan
tindakan perawatan jika terdeteksi terkena penyakit Diabetes Mellitus.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam
suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama
lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata
kerja, dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
22
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
Pada masyarakat untuk dapat mengetahui cara menyusun suatu
program perawatan yang merupakan bagian dari perilaku kesadaran
melakukan deteksi dini.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pada masyarakat
diharapkan dapat memberikan penjelasan tentang penyakit Diabetes
Mellitus agar orang lain dapat mengetahui dengan benar tentang
penyakit Diabetes Mellitus.
3. Cara mencari pengetahuan
Ada berbagai macam cara untuk mencari atau memperoleh
kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, yaitu :
a. Cara tradisional
Untuk memperoleh pengetahuan, cara kuno atau tradisional dipakai
orang memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya
metode ilmiah untuk metode penemuan secara sistematik dan logis
(Notoatmodjo, 2003).
23
b. Cara coba-salah (trial and error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan
mungkin sebelum adanya peradapan. Pada waktu itu seseorang apabila
menghadapi persoalan untuk masalah, upaya pemecahannya dilakukan
dengan cara coba-coba saja. Dimana metode ini telah digunakan orang
dalam waktu yang cukup lama untuk memecahkan berbagai masalah.
Bahkan sekarang ini metode coba-coba masih sering dipergunakan
terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui cara
memecahkan masalah (Notoatmodjo, 2003).
c. Kekuasaan atau otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan dan
tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melakukan penalaran
apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan ini biasanya
diwariskan turun temurun dari generasi berikutnya. Dimana
pengetahuan, diperoleh berdasarkan otoritas atau kekuasaan, baik
tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, otoritas ilmu
pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).
d. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, dimana pengalaman itu merupakan
sumber pengetahuan, atau pengetahuan itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Pengalaman pribadipun dapat
digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Perlu diperhatikan
bahwa tidak semua pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang
24
untuk menarik kesimpulan dengan benar, maka perlu berfikir kritis dan
logis (Notoatmodjo, 2003).
e. Melalui jalan pikir
Sejalan dengan perkembangan kebudayaaan umat manusia, cara
berfikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu
menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya.
Dengan kata lain dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia
telah menggunakan jalan pikirannya baik melalui induksi dan deduksi
(Notoatmodjo, 2003).
f. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau metodologi penelitian.
Cara ini mula-mula mengadakan pengamatan langsung terhadap
gejala-gejala alam atau kemasyarakat kemudian hasil pengmatannya
tersebut dikumpulkan dan diklasifikasikan dan akhirnya diambil
kesimpulan umum (Notoatmodjo, 2003).
4. Cara pengukuran pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek
penelitian atau responden Kedalam pengetahuannya yang ingin kita
ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut
diatas (Notoatmodjo, 2003).
25
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
a. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan seseorang maka ia akan mudah
menerima dan menyesuaikan hal-hal yang baru. Pada masyarakat yang
mempunyai pendidikan yang baik akan lebih cepat dan mudah dalam
menerima informasi tentang penyakit Diabetes Mellitus demikiam
sebaliknya.
b. Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi banyak akan
memberikan pengetahuan tentang Diabetes Mellitus yang lebih jelas.
Pada masyarakat yang mengetahui informasi tentang Diabetes Mellitus
dengan baik akan memberikan informasi dengan tepat kepada
masyarakat yang belum tahu dengan cara yang tepat.
c. Kultur budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan
seseorang karena informasi yang baru akan disaring sesuai dengan
budaya dan agama yang dianut. Pada masyarakat dengan kultur budaya
yang modern cenderung lebih bisa menerima informasi yang didapat
begitu juga sebaliknya.
d. Pengalaman
Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan,
dimana pada masyarakat yang tidak mempunyai cukup informasi
tentang Diabetes Mellitus akan berpengaruh pada ketidaktahuan
tentang gejala, tanda dan penangganannya, hal ini mengakibatkan
26
semakin banyak masyarakat akan terkena Diabetes Melitus.
Pengalaman seseorang pada dasarnya dipengaruhi oleh pendidikan
seseorang, dimana semakin baik pendidikan seseorang berpengaruh
pada pengetahuan serta informasi yang dimiliki. Notoatmodjo (2002)
menyatakan bahwa pendidikan memberikan suatu nilai-nilai tertentu
bagi manusia, terutama dalam membuka pikirannya serta menerima
hal-hal baru. Pengetahuan juga diperoleh melalui kenyataan (fakta)
dengan melihat dan mendengar sendiri, serta melalui alat-alat
komunikasi, misalnya membaca, mendengar radio, melihat televisi.
D. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Penyakit Diabetes Mellitus
Dengan Perilaku Deteksi Dini Penyakit Diabetes Mellitus Pada Masyarakat
Pengetahuan mengenai penyakit Diabetes Mellitus sangatlah
diperlukan agar tercipta suatu kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi
dini Diabetes Mellitus. Hal ini sangat penting karena sebagian masyarakat
masih enggan melakukan deteksi dini penyakit Diabetes Mellitus dengan
alasan beban ekonomi karena besarnya biaya medis yaitu biaya obat, biaya
kunjungan dokter, pemeriksaan laboratorium, biaya untuk mengatasi
komplikasi, dan biaya penyakit penyerta (Brunner & Suddart, 2000).
Selain masalah diatas salah satu yang menyebabkan perilaku deteksi
dini tidak dilakukan karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
Diabetes Mellitus, yang mengakibatkan masyarakat baru sadar terkena
penyakit Diabetes Mellitus setelah mengalami sakit parah (Notoatmodjo,
2003). Sudah saatnya masyarakat mengetahui tentang penyakit Diabetes
27
Mellitus yaitu mengenai apa itu Diabetes Mellitus, tanda dan gejala Diabetes
mellitus, faktor – faktor penyebab Diabetes Mellitus, penangganan dan
perawatan Diabetes Mellitus (Askandar, 1999).
Penelitian terkait mengenai Diabetes Mellitus yang dilakukan oleh Mei
(2007), bahwa semakin baik tingkat pengetahuan dan sikap pasien tentang
penyakit Diabetes Mellitus dan pengelolaannya, maka akan semakin baik pula
tingkat kesadaran responden untuk taat dalam memeriksa penyakit Diabetes
Mellitus dalam melaksanakan program pengobatan. Penyampaian
pengetahuan tentang konsep Diabetes Mellitus pada pasien sangatlah penting
untuk melaksanakan pengobatan.
28
E. Kerangka Teori
Gambar 2.1 : Kerangka Teori : Sumber: Lawrence Green (1988) Modifikasi dalam Notoatmodjo (2003), Askandar (2002)
F. Kerangka Teori
Varibel independent Variabel Dependent
Gambar 2.1 : Kerangka Konsep
Tingkat Pengetahuan Tentang Penyakit Diabetes Mellitus
Perilaku deteksi dini penyakit Diabetes Mellitus
Faktor Prediposisi
1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Pendidikan 4. Status sosial ekonomi 5. Pengetahuan 6. Sikap 7. Partisipasi Keluarga
Faktor Pemungkin
1. Fasilitas Fisik : kesehatan: puskesmas, rumah sakit
2. Fasilitas umum: media massa (koran, TV, Radio)
Faktor Penguat
Sikap dan perilaku Petugas kesehatan
Perilaku deteksi dini penyakit Diabetes Mellitus a. Memeriksa kadar gula darah b. Melakukan penimbangan
berat badan c. Memeriksakan kolesterol d. Memeriksa tekanan darah
29
G. Variabel Penelitian
Varibel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota atau
suatu kelompok tersebut. Dalam penelitiaan ini ada 2 variabel :
1. Variabel Independen yaitu tingkat pengetahuan
2. Variabel Dependen yaitu perilaku deteksi dini penyakit Diabetes Mellitus.
H. Hipotesa Penelitian
Ha : Ada hubungan tingkat pengetahuan tentang penyakit Diabetes Mellitus
dengan perilaku deteksi dini penyakit Diabetes Mellitus pada masyarakat
di desa Tambakan Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan.