TINJAUAN PUSTAKA
Biosekuriti
Biosekuriti didefinisikan sebagai penerapan kontrol kesehatan dan usaha-
usaha untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksius baru ke dalam
suatu kawanan ternak (Pinto dan Urcelay 2003). Penerapan biosekuriti penting
untuk perlindungan ternak terhadap penyakit serta memenuhi perlindungan
nasional terhadap masuknya penyakit eksotik (Boklund et al. 2004). Menurut
Jeffreys (1997), biosekuriti memiliki tiga komponen mayor yaitu: isolasi, kontrol
lalu lintas, dan sanitasi. Isolasi merujuk kepada penempatan hewan di dalam
lingkungan yang terkontrol. Kontrol lalu lintas mencakup lalu lintas masuk ke
dalam peternakan maupun di dalam peternakan. Sanitasi merujuk kepada
disinfeksi material, manusia, dan peralatan yang masuk ke lingkungan
peternakan dan kebersihan personel peternakan (Yee et al. 2009).
Pelaksanaan biosekuriti dapat dilakukan dilakukan dengan cara-cara:
1. Kontrol lalu lintas
Biosekuriti ini secara umum memberlakukan kontrol tehadap lalu lintas
orang, seperti mengunci pintu dan melarang semua pengunjung atau
mengizinkan masuk orang tertentu dan personel yang dibutuhkan (profesional)
setelah mereka didisinfeksi, mandi semprot, lalu memakai sepatu khusus dan
baju khusus (Garber et al. 2009). Sebelum masuk ke dalam kandang, sepatu
didekontaminasi dengan bak berisi disinfektan di depan pintu masuk kandang.
Peternakan yang menjalankan biosekuriti dengan ketat (grand parent stock)
akan menerapkan prosedur dengan sangat ketat misalnya tamu yang akan
masuk sebelumnya tidak boleh mengunjungi peternakan pada level di bawahnya
(parent stock, komersial, processing) paling sedikit tiga hari setelah kunjungan
tersebut.
Kontrol lalu lintas tidak hanya berlaku untuk orang tetapi juga untuk hewan
seperti burung-burung liar, tikus, kumbang predator, serangga dan lainnya.
Konstruksi bangunan yang terbuka sebaiknya diberi kawat pelindung untuk
mencegah masuknya serangga terbang atau predator. Lalu lintas kendaraan
yang memasuki areal peternakan juga harus dimonitor secara ketat (Farnsworth
et al. 2011). Kendaraan yang memasuki farm harus melewati kolam disinfeksi.
Peternakan pembibitan yang memerlukan biosekuriti lebih ketat, begitu masuk
kolam disinfeksi kendaraan harus berhenti, lalu seluruh bagian mobil bagian
bawah, sekitar ban disemprot disinfektan dengan sprayer tekanan tinggi.
Penumpang harus berjalan kaki lewat pintu khusus untuk lalu lintas orang
kemudian penumpang didisinfeksi. Peternakan dengan biosekuriti sangat ketat
terdapat pemisahan dan batas yang jelas mengenai daerah sanitasi kotor
dengan atau daerah sanitasi semi bersih atau bersih. Kontrol lalu lintas, baik
barang, bahan, ataupun manusia akan selalu terkontrol.
2. Pencatatan riwayat flok
Mencatat riwayat flok adalah cara yang mudah untuk menjaga kesehatan
flok ayam. Menurut Nespeca et al. (1997), catatan berisi antara lain asal ayam
dan jumlah ayam. Ayam harus secara rutin diperiksa kesehatannya ke
laboratorium, dengan mengecek titer darahnya terhadap penyakit tertentu,
monitoring bakteriologis dan sampling lainnya. Selain itu dilakukan juga program
vaksinasi yang teratur (Pappaioanou 2009). Laporan hasil pemeriksaan
laboratorium harus disimpan bersamaan dengan data performans setiap flok atau
kandang. Laporan ini sangat bermanfaat begitu masalah muncul.
3. Pencucian kandang ayam
Pencucian kandang ayam merupakan kegiatan biosekuriti yang paling
berat. Setelah flok ayam diafkir dan litter diangkat keluar kandang, tindakan
berikutnya adalah pembersihan dan disinfeksi terhadap seluruh kandang dan
lingkungannya.
4. Kontrol limbah (sisa-sisa) produksi dan ayam mati
Ayam sisa-sisa produksi atau limbah dalam tatalaksana usaha peternakan
akan menjadi limbah. Limbah ini harus dijauhkan dan dimusnahkan sejauh
mungkin dari areal produksi. Bila mungkin harus ada petugas khusus yang
mengambil sisa produksi ini secara teratur untuk dibuang atau dimusnahkan di
luar areal produksi. Apabila tidak mungkin dibuang atau dimusnahkan di luar,
maka harus dipilih lokasi di dalam wilayah peternakan yang memungkinkan sisa-
sisa produksi ini tidak mengganggu kegiatan produksi lainnya serta mencegah
pencemaran lingkungan.
Instalasi Karantina Hewan
Peranan karantina sangat penting dalam melakukan upaya-upaya
perlindungan, penyelamatan dan pengamanan sumberdaya alam hayati,
berdasarkan tugas pokok karantina yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor
16 Tahun 1992 dan PP Nomor 82 Tahun 2000. Karantina Pertanian adalah
tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan
tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu tumbuhan dari luar
negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam
wilayah negara Republik Indonesia (Badan Karantina Pertanian 2011).
Badan Karantina Pertanian sebagai pertahanan pertama (first line of
defence) dalam melindungi dan melestarikan sumber daya hayati hewani dari
ancaman penyakit. Hewan yang dilalulintaskan harus menjalani masa karantina
di instalasi karantina. Lama masa karantina bervariasi menurut jenis hewan dan
asal hewan tersebut (impor, ekspor, atau antar area). Selama berada di dalam
instalasi karantina, hewan diamati sesuai masa karantina yang berlaku. Bila
dalam masa karantina ini hewan menderita suatu penyakit, maka petugas
karantina (dokter hewan karantina) melakukan pengobatan dan terapi yang
diperlukan sesuai penyakit yang diderita hewan tersebut. Apabila hewan
menunjukkan gejala penyakit eksotik, maka hewan harus dimusnahkan.
Instalasi karantina hewan (IKH) adalah tempat untuk melakukan tindakan
karantina terhadap hewan atau produk hewan sebelum dinyatakan dapat
dibebaskan atau ditolak untuk dimasukkan dan diedarkan. IKH terdiri dari
bangunan, lahan berikut peralatan serta fasilitas dan sarana pendukung yang
dirancang sedemikian rupa sehingga layak digunakan sebagai tempat untuk
melakukan tindakan karantina. Kandang (instalasi karantina) juga harus
memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan Pedoman Pesyaratan Teknis
Instalasi Karantina Hewan. Pedoman teknis ini mencakup persyaratan-
persyaratan yang harus dipenuhi agar dapat ditetapkan sebagai Instalasi
Karantina Hewan. Persyaratan teknis yang harus dipenuhi untuk IKH DOC
adalah:
a. Lokasi
1. Penilaian instalasi harus memperhatikan biosekuriti, biosafety alat angkut
dan rute perjalanan yang aman serta tidak menularkan penyakit serta
memenuhi prinsip kesejahteraan hewan.
2. Jarak dari lalu lintas umum minimal 400 meter atau dengan
memperhatikan disain kandang IKH DOC, sistem dan penanganan
biosekuriti.
3. Jarak lokasi dengan farm lain minimal 1 km atau memperhatikan sistem
dan manajemen penanganan biosekuriti.
4. Jarak instalasi dengan pemukiman penduduk minimal 300-400 m dari
pagar luar atau memperhatikan sistem dan manajemen penanganan
biosekuriti.
5. Lokasi harus dilengkapi dengan pagar tembok keliling atau pagar yang
mempunyai desain kuat, rapat, dan dapat mencegah masuk dan
keluarnya agen penyakit.
6. Jarak antar flok dalam instalasi minimal 40 meter, antar flok dibatasi
pagar atau memperhatikan sistem dan manajemen penanganan
biosekuriti.
7. Tata letak IKH DOC harus memperhatikan topografi sehingga kotoran dan
limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan.
b. Sarana dan prasarana
1. Sarana utama
Sarana utama yang harus terdapat pada IKH meliputi:
1) Kandang
a) Konstruksi bangunan memenuhi daya tampung untuk menjamin
sirkulasi udara terhadap terpeliharanya kesehatan dan
kesejahteraan hewan. Terbuat dari bahan yang kuat dan dapat
menjamin kemudahan pemeliharaan, pembersihan, dan disinfeksi
kandang.
b) Memiliki sistem pembuangan dan pengolahan limbah dalam rangka
pencegahan penyebaran agen penyakit.
c) Konstruksi kandang:
i. Close house
Dinding: tembok dan kawat
Lantai: beton, semen ditutup dengan litter
Atap: terbuat dari bahan yang dapat memelihara suhu dan
kelembaban
Pintu: terbuat dari bahan yang kuat
Blower/exhauster: sesuai dengan kebutuhan
Peralatan kandang dilengkapi dengan:
- Pengatur temperatur kandang (manual atau sensor
otomatis)
- Automatic feeder
- Automatic curtain
- Alat pemberian minum secara otomatis
ii. Open house
Dinding: terbuat dari bahan yang dapat memelihara kesehatan
hewan yang bersifat tidak permanen dapat mengatur suhu
dan kelembaban.
Lantai: semen ditutup dengan litter
Atap: terbuat dari bahan yang dapat memelihara suhu dan
kelembaban dalam instalasi.
Pintu: terbuat dari bahan yang kuat
Peralatan kandang antara lain:
- Alat pemberian minum otomatis
- Alat pemberian pakan
- Brooder ukuran disesuaikan dengan jumlah DOC
- Chick guard (pembatas sementara)
iii. Luas kandang: sesuai kebutuhan brooding dengan kepadatan
100 ekor/10 m2
iv. IKH DOC harus memperhatikan:
Fasilitas untuk mencegah kontaminasi antar kandang.
Letak IKH DOC harus terpisah dari kandang pemeliharaan.
Kandang isolasi untuk DOC yang perlu ditangani
kesehatannya secara khusus.
Kebersihan dan sanitasi kandang dan lingkungan.
Tersedianya tempat pemusnahan.
Keluar masuk orang dan barang selama masa karantina
harus mendapatkan izin dari penanggung jawab.
Gudang pakan dan peralatan harus terpisah dari kandang
dan harus mempunyai program pengendalian hama.
Standar operasional prosedur dan fasilitas
disinfeksi/dekontaminasi untuk pekerja, kendaraan
tamu/pakan/peralatan, tamu, pakan.
2) Tata letak bangunan
a) Ruang kantor dan tempat tinggal karyawan harus terpisah dari
perkandangan dan dibatasi pagar rapat.
b) Jarak antara tiap kandang minimal 1 kali lebar kandang dihitung
dari tepi tiap atap kandang.
c) Bangunan kandang, kandang isolasi, dan bangunan lainnya
harus ditata agar aliran air, saluran limbah, dan udara tidak
menimbulkan pencemaran penyakit.
3) Pengendalian kualitas air dan pakan
a) Mempunyai program disinfeksi air minum dan program
disinfeksi untuk tempat air minum dan tempat pakan.
b) Pakan harus terhindar dari kontak dengan tikus, serangga, atau
burung liar.
4) Pengendalian penyakit
a) Mempunyai program disinfeksi kandang, sebelum ayam masuk,
maupun program saat ayam telah masuk.
b) Mempunyai program vaksinasi yang disesuaikan dengan
kondisi setempat.
5) Dekontaminasi kandang
a) Mempunyai prosedur tetap untuk dekontaminasi kandang, yang
mengatur lalu lintas ayam afkir, pupuk, program dekontaminasi
peralatan kandang yang terlokalisir sehingga tidak mencemari
kelompok kandang yang lain.
b) Mempunyai prosedur tetap untuk periode istirahat kandang dan
program dekontaminasi.
2. Sarana penunjang
Sarana penunjang adalah sarana yang dapat menunjang kelancaran
pelaksanaan kegiatan di IKH DOC, antara lain meliputi:
a. Jalan khusus menuju instalasi
Berguna untuk menghindari hewan dan manusia yang tidak
berkepentingan masuk ke dalam lokasi instalasi.
b. Papan nama yang menerangkan bahwa
(i) Lokasi tersebut adalah Instalasi karantina hewan day old chick
(IKH DOC).
(ii) Larangan memasuki lokasi instalasi karantina tanpa seizin
penanggung jawab.
c. Area parkir
Tersedia area parkir kendaraan yang memadai di dalam lokasi yang
menjamin kelancaran proses bongkar muat hewan, pakan, dan
barang selama masa karantina.
d. Pos satpam
Pos satpam ditempatkan pada samping pintu gerbang, dibuat
sedemikian rupa sehingga mengawasi semua aktivitas keluar masuk
kendaraan dan orang serta aktivitas di dalam instalasi.
e. Kantor
Berupa bangunan tersendiri atau ruangan khusus yang digunakan
sebagai kantor untuk melaksanakan kegiatan administrasi
pengelolaan instalasi.
f. Sarana mandi, cuci, kakus (MCK) dan mushola
Tersedia sarana MCK dan mushola yang terletak di luar pagar dalam
instalasi untuk memfasilitasi orang umum yang tidak terkait dengan
kegiatan tindak karantina.
g. Rumah jaga/mess
Rumah jaga disediakan terletak di luar pagar dalam.
h. Peralatan angkut pakan, peralatan kebersihan kandang
Tersedia dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan perawatan dan
pemeliharaan selama masa karantina. Ditempatkan khusus di dekat
kandang dan tidak bercampur dengan peralatan lain, hanya
digunakan untuk keperluan kandang yang sama selama masa
karantina.
Biosekuriti pada Instalasi Karantina Hewan
Setiap IKH harus menerapkan sistem biosekuriti yang baik dan terkendali.
Biosekuriti pada IKH dapat meliputi sanitasi, pagar pelindung, pengawasan yang
ketat lalu lintas pengunjung dan kendaraan, menghindari kontak dengan satwa
liar, mempunyai fasilitas bangunan yang memadai, penerapan karantina, dan
menerapkan sistem tata cara penggantian stok hewan (Casal et al. 2007).
Menurut Australian Chicken Meat Federation (ACMF) Inc. (2010), prosedur
biosekuriti rutin yang harus dilakukan di suatu IKH adalah:
1. Pencatatan (recording) dan pelatihan personel
2. Standar fasilitas, antara lain:
Area peternakan (instalasi) harus mempunyai pagar pembatas yang
menunjukkan zona biosekuriti yang jelas.
Denah area peternakan yang berisi keterangan tentang kandang, jalan
akses, dan pintu gerbang yang selalu diperbarui.
Pintu gerbang utama harus bisa dibuka tutup dan dikunci untuk mencegah
keluar masuk kendaraan atau orang yang tidak berkepentingan.
Terdapat papan yang bertuliskan “area biosekuriti, dilarang masuk kecuali
dengan ijin”.
Terdapat area parkir untuk kendaraan pengunjung.
Terdapat area untuk berganti pakaian yang jauh dari kandang dan di dalam
area berganti pakaian itu disediakan pakaian dan alas kaki.
Orang yang masuk ke dalam area peternakan harus melewati footbath
yang berisi disinfektan sesuai dengan petunjuk penggunaan. Baju dan alas
kaki yang berbeda diterapkan untuk tiap kandang yang berbeda. Fasilitas
untuk cuci tangan harus terdapat pada pintu masuk tiap kandang.
Kandang harus dirancang dan dijaga agar burung liar dan kutu tidak masuk
ke dalam kandang.
Landscape, pohon dan semak harus diseleksi untuk meminimalisir burung
liar datang. Rumput sekitar kandang harus dipangkas secara teratur untuk
mencegah datangnya burung liar, serangga dan tikus.
Saluran pembuangan air, area peternakan harus memiliki saluran
pembuangan yang baik agar tidak terjadi akumulasi air yang dapat
mengundang unggas air dan serangga.
Terdapat program pengendalian untuk tikus, kucing, anjing, dan kutu.
Program pengendalian tikus (pest control), mengikuti hal sebagai berikut;
Perangkap tikus diberi nomor dan terdapat denah di mana perangkap-
perangkap tersebut dipasang.
Perangkap tikus dipasang dengan jumlah yang lebih banyak di tempat
yang banyak terdapat aktivitas tikus.
Perangkap tikus harus dirancang untuk meminimalkan hewan lain
masuk ke dalam perangkap.
Air minum harus diberi perlakuan seperti klorinasi, ultraviolet, dan iodium.
Air yang telah diberi perlakuan disimpan di dalam sistem tertutup.
Pakan harus disimpan di dalam tempat tertutup sehingga burung liar dan
tikus tidak dapat masuk.
3. Standar dan prosedur personel
Risiko masuknya atau menyebarnya penyakit atau kontaminasi melalui
pergerakan manusia diminimalisasi dengan cara yang mencakup staf,
termasuk personel kandang dan pegawai peternakan; kontraktor, supplier,
dan personel; pengunjung dan keluarga pekerja.
Studi terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Praktik
Studi mengenai pengetahuan, sikap, dan praktik menunjukkan apa yang
seseorang ketahui mengenai sesuatu hal, bagaimana perasaan mereka tentang
hal itu, dan bagaimana mereka bertindak. Survei pengetahuan, sikap, dan praktik
atau knowledge, attitude, practice (KAP) adalah suatu studi representatif dari
suatu populasi spesifik untuk mengumpulkan informasi tentang apa yang
diketahui, dipercayai, dan dilakukan terkait dengan topik tertentu (Kaliyaperumal
2004). Survei KAP menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan data,
kuesioner disusun secara terstruktur dan diisi sendiri oleh responden. Data yang
terkumpul kemudian dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif tergantung pada
tujuan dan disain studi. Survei KAP didisain secara khusus untuk menjaring
informasi tentang topik tertentu. Data hasil survei KAP bermanfaat untuk
membantu merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi suatu kegiatan.
Survei KAP dapat mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan (knowledge
gap), kepercayaan budaya, atau pola perilaku yang mungkin mempengaruhi
pemahaman dan tindakan, serta mengenal masalah yang muncul atau hambatan
(barriers) dari suatu usaha. Survei KAP dapat mengidentifikasi informasi yang
umumnya menjadi suatu pengetahuan dan sikap. Lebih jauh, survei KAP dapat
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku yang tidak diketahui
pada kebanyakan orang, alasan-alasan terhadap sikapnya, serta bagaimana dan
mengapa orang-orang melakukan atau menerapkan perilaku tertentu. Menurut
Lakhan dan Sharma (2010), pengetahuan adalah kemampuan untuk
memperoleh, mempertahankan, dan menggunakan informasi, gabungan
pemahaman, ketajaman dan keterampilan.
Pengetahuan
Pengetahuan dikaitkan dengan praktik yang dilakukan yang akan
mempengaruhi keinginan untuk merubah praktik yang dilakukan bila dirasakan
praktik tersebut tidak aman (McIntosh et al. 1994). Kemauan untuk merubah
perilaku ditentukan oleh persepsi dan keyakinan seseorang (Wilcock et al. 2004).
Menurut Kibler et al. (1981) yang dikutip oleh Zahid (1997), pengetahuan
didefinisikan sebagai ingatan mengenai sesuatu yang bersifat spesifik dan
umum, ingatan mengenai metode atau proses, ingatan mengenai pola, susunan
atau keadaan. Jenis pengetahuan secara hierarkis dikelompokkan menjadi: 1)
pengetahuan yang bersifat spesifik, 2) pengetahuan mengenai terminologi, 3)
pengetahuan mengenai fakta-fakta tertentu, 4) pengetahuan mengenai cara-cara
tertentu, 5) pengetahuan mengenai kaidah, 6) pengetahuan mengenai arah dan
tujuan, 7) pengetahuan mengenai klasifikasi dan kategori, 8) pengetahuan
mengenai kriteria, 9) pengetahuan mengenai metoda, 10) pengetahuan
mengenai pola, 11) pengetahuan mengenai prinsip dan generalisasi, dan 12)
pengetahuan mengenai teori dan struktur.
Soekanto (2003) menyatakan pengetahuan adalah kesan yang didapatkan
dari hasil pengolahan panca inderanya. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui
kenyataan (fakta), penglihatan, pendengaran, serta keterlibatan langsung dalam
suatu aktivitas. Pengetahuan juga didapatkan dari hasil komunikasi dengan
orang lain seperti teman dekat dan relasi kerja. Pengetahuan yang tersimpan
dalam ingatan ini digali saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan mengingat
(recall) atau mengenal kembali (recognition). Menurut Notoatmodjo (2003)
pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan
yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan adalah mengingat kembali
(recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima, oleh karena itu, tahu adalah tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (comprehension)
Memahami duartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang
obyek yang telah diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara
benar.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk meletakkan penilaian terhadap
suatu materi atau obyek. Menurut Notoatmodjo (2007) belajar adalah mengambil
tanggapan-tanggapan dan menghubungkan tanggapan-tanggapan dengan cara
mengulang-ulang. Tanggapan-tanggapan tersebut diperoleh melalui pemberian
stimulus atau rangsangan-rangsangan. Makin banyak dan sering diberikan
stimulus maka memperkaya tanggapan pada subyek belajar.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam tingkatan pengetahuan seseorang
menurut Nasution (1999) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) antara lain:
a. Tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan, maka makin mudah
menerima informasi.
b. Informasi, masyarakat yang mempunyai banyak sumber informasi dapat
memberikan peningkatan terhadap tingkat pengetahuan tersebut. Informasi
dapat diperoleh melalui media massa seperti majalah, koran, berita televisi,
dan dapat juga diperoleh melalui penyuluhan.
c. Budaya, budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan
seseorang, hal ini dikarenakan informasi yang baru akan disaring sesuai
dengan budaya dan agama yang dianut.
d. Pengalaman, pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi pengetahuan yang berkaitan dengan umur dan pendidikan
individu, hal ini berarti bahwa semakin bertambahnya umur dan pendidikan
yang tinggi, maka pengalaman seseorang akan jauh lebih luas.
e. Sosial ekonomi, dalam mendapatkan informasi yang memerlukan biaya,
tingkat sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
tingkat pengetahuan seseorang. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi
seseorang, maka orang tersebut akan lebih mudah untuk mendapatkan
informasi.
f. Pengukuran tingkat pengetahuan, pengukuran tingkat pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara langsung atau dengan angket yang
menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari responden atau subyek
penelitian. Kedalaman pengetahuan responden yang ingin diukur atau
diketahui dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan responden.
Sikap
Sikap mengacu kepada kecenderungan untuk bereaksi dengan cara
tertentu untuk situasi tertentu, untuk melihat dan menginterpretasikan peristiwa-
peristiwa sesuai dengan kecenderungan tertentu, atau untuk menyusun
pendapat ke dalam struktur yang masuk akal dan saling terkait. Menurut Krauss
(1995), sikap yang bersifat relatif permanen dan stabil tentang ringkasan
keseluruhan mengenai sesuatu hal adalah komponen psikologi yang penting
karena dapat mempengaruhi dan memperkirakan berbagai perilaku. Menurut
Zahid (1997), ketiga komponen utama sikap meliputi kognisi (kesadaran), afeksi,
dan perilaku (konatif). Komponen afeksi mencakup arah dan intensitas dari
penilaian individu atau macam perasaan yang dialami terhadap obyek sikap,
sedangkan komponen perilaku merupakan kecenderungan untuk bertindak
menurut cara tertentu terhadap sikap.
Setiadi (2008) menjelaskan hubungan antara ketiga komponen sikap
tersebut. Kepercayaan dan persepsi merupakan komponen kognitif dari sikap,
komponen afektif berupa perasaan yang berhubungan dengan obyek, dan
kodatif yang berkaitan dengan tindakan (perilaku). Hierarki pengaruh keterlibatan
tinggi yaitu kepercayaan mempengaruhi perasaan, kemudian perasaan
mempengaruhi maksud untuk bertindak (berperilaku). Sikap merupakan
keyakinan, perasaan atau penilaian individu yang bersifat positif atau negatif
(menyenangkan atau tidak menyenangkan) dan memberikan arah atau
kecenderungan kepada individu tersebut untuk berperilaku sesuai dengan sikap
yang dimilikinya.
Sikap akan memberikan arah kepada perbuatan atau tindakan seseorang.
Sumarwan (2004) mengemukakan empat fungsi dari sikap yaitu utilitarian,
mempertahankan ego, ekspresi nilai, dan pengetahuan.
a. Fungsi utilitarian (the utilitarian function), seseorang menyatakan sikapnya
terhadap suatu obyek karena ingin memperoleh manfaat (rewards) tersebut
atau menghindari (punishment).
b. Fungsi mempertahankan ego (the ego-defensive function), sikap ini berfungsi
untuk melindungi seseorang (citra diri) dari keraguan yang muncul dari dalam
dirinya sendiri atau dari faktor luar yang mungkin menjadi ancaman bagi
dirinya.
c. Fungsi ekspresi nilai (the value-expressive function), sikap ini berfungsi untuk
menyatakan nilai-nilai, gaya hidup, dan identitas sosial seseorang. Sikap akan
menggambarkan minat, hobi, kegiatan, dan opini dari seseorang.
d. Fungsi pengetahuan (the knowledge function), pengetahuan yang baik
mengenai sesuatu seringkali mendorong seseorang untuk menyukai hal
tertentu.
Azwar (2003) mengemukakan berbagai metode dan teknik yang
dikembangkan untuk mengungkapkan sikap manusia dan memberikan
interpretasi yang valid. Pengungkapan sikap manusia dilakukan dengan
beberapa metode diantaranya dengan:
a. Observasi langsung, dilakukan dengan memperhatikan perilakunya karena
perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu, namun hal ini hanya
bila sikap berada pada kondisi yang ekstrim. Perilaku hanya akan konsisten
dengan sikap apabila kondisi dan situasi memungkinkan.
b. Penanyaan langsung, asumsi yang mendasari metode ini adalah bahwa
individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri dan
manusia mengungkapkan dirinya sendiri dan manusia akan mengungkapkan
secara terbuka apa yang dirasakannya.
c. Pengungkapan langsung, metode ini digunakan karena metode penanyaan
langsung memiliki beberapa kelemahan diantaranya orang akan
mengemukakan pendapat dan jawaban yang sebenarnya secara terbuka
hanya apabila situasi dan kondisi memungkinkan. Metode pengungkapan
langsung secara tertulis dilakukan dengan meminta responden menjawab
langsung suatu pertanyaan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau
tidak setuju.
Praktik
Praktik atau perilaku berarti aplikasi peraturan dan pengetahuan yang
mengarah ke tindakan/perbuatan (Lakhan dan Sharma 2010). Menurut Di
Giuseppe et al. (2008), pengetahuan seseorang akan mempengaruhi praktik dari
individu tersebut. Menurut model yang dikembangkan oleh Ajzen dan Fishbein
(1980) yang dikutip oleh Zahid (1997) yaitu theory of reasoned action, perilaku
merupakan fungsi dari tujuan untuk melakukan perilaku itu sendiri. Suparta
(2002) menyatakan perilaku individu secara umum dipengaruhi oleh faktor luar
dan faktor dalam. Kondisi situasional luar mempengaruhi sikap dalam dan
selanjutnya sikap ini dapat mempengaruhi perilaku terbuka. Perilaku dianggap
sebagai hasil interaksi antara faktor-faktor yang terdapat di dalam diri sendiri
(karakteristik individu) dan faktor luar.
Menurut Harihanto (2001) perilaku individu secara umum dipengaruhi oleh
faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yang mempengaruhi perilaku adalah
karakteristik internal (sesuatu yang dimiliki oleh seseorang secara unik) baik
yang bersifat fisik atau kejiwaan (psikis). Faktor yang bersifat psikis adalah
persepsi, kepribadian, mental, intelektual, ego, moral, keyakinan, dan motivasi.
Faktor luar yang dapat mempengaruhi perilaku adalah faktor sosial budaya,
sosial ekonomi, dan lingkungan fisik seperti pendidikan, pengetahuan,
penghargaan sosial, hukuman, kebudayaan, norma sosial, tekanan sosial,
panutan, input informasi, kohesi kelompok, dukungan sosial, agama, ekonomi
politik, pola perilaku kelompok, status, dan peranan individu dalam masyarakat.
Beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan perilaku
menurut Weinreich (1999) dan Kushardanto (2007) antara lain:
1. Teori perilaku yang direncanakan (theory of planned behaviour), teori yang
mengeksplorasi keterkaitan antara perilaku dan keyakinan (beliefs), sikap
(attitudes), dan kehendak (intentions). Teori ini berasumsi bahwa kehendak
berperilaku (behavioural intention) adalah faktor penentu yang paling penting.
Kehendak berperilaku dipengaruhi oleh sikap seseorang terhadap tindakan
dan keyakinan atas pendapat orang lain terhadap suatu perilaku.
2. Teori pembelajaran sosial (social cognitive learning theory). Perubahan
perilaku tidak hanya ditentukan oleh faktor intrinsik atau adanya lingkungan
yang mendukung dan individu memiliki pengaruh terhadap apa yang
dilakukan, bagaimana respon individu terhadap lingkungan. Teori ini melihat
lingkungan bukan hanya sebagai sistem yang mendorong atau mencegah
suatu perubahan perilaku, akan tetapi lingkungan juga menyediakan tempat
bagi seseorang untuk belajar tindakan orang lain dan konsekuensi dari
tindakan tersebut. Tiga faktor utamanya yaitu kekuatan sendiri, sasaran, dan
harapan yang muncul.
3. Teori tahapan dari perubahan (transtheoretical model/stages of change
theory) yang terdiri dari lima tahapan, yaitu:
a. Pre-contemplation (pra-perenungan): individu pada tahap ini tidak
menyadari suatu masalah atau suatu risiko terhadap sesuatu sehingga
belum berpikir untuk mengambil tindakan.
b. Contemplation (perenungan): individu pada tahap ini sudah berpikir untuk
bertindak dan menunjukkan indikasi sedang merencanakan tindakan.
c. Preparation (persiapan): individu akan mengambil tindakan dalam waktu
yang tidak lama lagi dan merencanakan untuk melakukan rencana tersebut
segera mungkin.
d. Action (tindakan), pada tahap ini, individu sudah mengambil tindakan untuk
menangani suatu permasalahan tertentu.
e. Maintenance (menjaga), individu berusaha untuk mempertahankan
tindakan yang diambilnya dalam suatu periode waktu yang lama.
4. Difusi suatu inovasi (diffusion of innovations), terhadap suatu perilaku baru
atau tindakan, beberapa orang akan mengadopsi dan yang lainnya melihat
sampai orang lain dalam kelompoknya mengadopsinya dan kelompok yang
lainnya sama sekali tidak menerima inovasi tersebut.
Tingkatan praktik terdiri atas empat tahapan yakni: (1)
persepsi/perception, (2) respon terpimpin/guided respons, (3)
mekanisme/mechanism, dan (4) adaptasi/adaptation (Notoatmodjo 2007).
Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Praktik
Menurut Mueller (1992), prediktabilitas praktik dari pengukuran sikap dapat
ditingkatkan dengan jalan memusatkan pada obyek sikap yang lebih khusus
pada praktik-praktiknya. Validitas prediktif suatu pengukuran sikap dapat
dioptimalkan dengan seksama dengan memberikan perhatian kepada setiap
komponen paradigma prediktifnya dengan cara: (1) hasil pengukuran sikap harus
memiliki tingkat reabilitas yang tinggi, hal ini dapat dicapai dengan penyusunan
skala yang baik, (2) kriteria pengukuran indeks praktik juga harus memiliki
reabilitas yang tinggi, (3) obyek pengukuran sikap dan obyek praktik harus
identik, dan (4) variabel-variabel situasional yang melunakkan hubungan antara
sikap dan praktik harus dimasukkan ke dalam pertimbangan.
Tujuan berperilaku sangat ditentukan oleh dua faktor yaitu sikap terhadap
perilaku dan tekanan sosial yang dirasakan (norma subyektif). Norma subyektif
ini merupakan variabel situasional yang mungkin merintangi pelaksanaan niat
atau kehendak seseorang. Semakin kuat suatu sikap yang ditentukan oleh
pengalaman pribadi langsung terhadap obyek sikap atau kepentingan pribadi
terhadap obyek sikap maka akan semakin kuat hubungan antara sikap dan
tampilan perilakunya. Kesadaran pribadi dapat meningkatkan kekuatan
hubungan antara sikap dan tampilan perilaku melalui dua keadaan. Pertama
kesadaran pribadi akan meningkatkan akses individu terhadap sikap yang dia
miliki. Kedua, dalam lingkungan perilaku, kesadaran pribadi juga dapat
mengingatkan individu akan sikap yang dimilikinya (Zahid 1997).
Tindakan individu sangat dipengaruhi oleh sikap maupun pengetahuannya.
Seseorang bersikap suka atau tidak suka, baik atau tidak baik, senang atau tidak
senang terhadap suatu obyek sangat dipengaruhi oleh pengalamannya atau
pengetahuannya (Harihanto 2001). Sikap dan praktik terdapat hubungan,
keberadaan hubungan ini ditentukan oleh kespesifikan sikap, kekuatan sikap,
kesadaran pribadi, dan norma-norma subyektif yang mendukung (Zahid 1997).
Gerungan (1996) menyatakan bahwa pengetahuan mengenai suatu obyek
akan menjadi attitude terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu disertai
dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap obyek
tersebut. Sikap mempunyai motivasi, yang berarti ada segi kedinamisan untuk
mencapai suatu tujuan. Terbentuknya sikap karena adanya interaksi manusia
dengan obyek tertentu (komunikasi), serta interaksi sosial di dalam kelompok
maupun di luar kelompoknya. Sarwono (2002) menyatakan bahwa sikap
terbentuk dari pengalaman melalui proses belajar. Proses belajar dapat terjadi
melalui proses kondisioning klasik atau proses belajar sosial atau karena
pengalaman langsung.
Sikap sangat menentukan tindakan (behaviour) seseorang. Seseorang
yang mempunyai sikap positif terhadap suatu obyek, besar kemungkinan untuk
bertindak positif juga terhadap obyek tersebut. Timbulnya sikap positif tersebut
didasari oleh adanya pemikiran dan pengetahuan terhadap obyek tersebut
(Sujarwo 2004). Di dalam penelitian ini akan diteliti sejauh mana hubungan
antara sikap pengelola IKH DOC yang terdiri dari manajer, dokter hewan, dan
pekerja kandang terhadap praktik biosekuriti yang dilakukan. Kepatuhan
terhadap biosekuriti merupakan hal penting yang harus diterapkan pada suatu
farm atau instalasi karantina hewan. Kepatuhan untuk melakukan tindakan
biosekuriti yang rendah sering dikaitkan dengan pemahaman yang buruk
terhadap biosekuriti.
Top Related