23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Diare
Menurut WHO Pengertian diare adalah buang air besar dengan konsistensi
cair (mencret) sebanyak 3 kali atau lebih dalam satu hari (24 jam). Ingat, dua
kriteria penting harus ada yaitu BAB cair dan sering, jadi misalnya buang air
besar sehari tiga kali tapi tidak cair, maka tidak bisa disebut daire. Begitu juga
apabila buang air besar dengan tinja cair tapi tidak sampai tiga kali dalam sehari,
maka itu bukan diare. Pengertian Diare didefinisikan sebagai inflamasi pada
membran mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan diare, muntah-
muntah yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan
dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit (Betz, 2009).
Hidayat (2008) menyebutkan diare adalah buang air besar pada bayi atau
anak Iebih dan 3 kali sehari, disertai konsistensi tinja menjadi cair dengan atau
tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dan satu minggu. Diare
merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti
biasanya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan volume cairan, dan
frekuensi dengan atau tanpa lendir darah.
Diare merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan
konsistensi feses selama dan frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan diare
bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih,
atau buang air besar berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes,
8
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
24
2009). Definisi diatas dapat disimpulkan bahwa diare adalah bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dan 3 kali perhari pada bayi dan lebih dari 6 kali perhari
pada anak, yang disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi encer.
B. Penyebab Diare
Mekanisme diare (Juffrie, 2011) Secara umum diare disebabkan dua hal
yaitu gangguan pada proses absorpsi atau sekresi. Terdapat beberapa pembagian
diare :
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan
a. Absorpsi
b. Gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme
yang saling tumpang tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal: diare akibat
gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar daripada
kapasitas absorpsi. Disini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus halus,
mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila fungsi
usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
25
sekresi di kolon meningkat. Diare juga dapat dikaitkan dengan gangguan
motilitas, inflamasi dan imunologi.
Komplikasi kebanyakan penderita diare sembuh tanpa mengalami
komplikasi, tetapi sebagian kecil mengalami komplikasi dari dehidrasi, kelainan
elektrolit atau pengobatan yang diberikan. Komplikasi paling penting wlaupun
jarang diantaranya yaitu: hipernatremia, hiponatremia, demam,
edema/overhidrasi, asidosis, hipokalemia, ileus paralitikus, kejang, intoleransi
laktosa, malabsorpsi glukosa, muntah, gagal ginjal.
Tabel 2.1 Penyebab Diare Akut dan Kronik pada Bayi, Anak-anak dan Remaja
(Sodikin, 2011).
Jenis Diare Bayi Anak-anak Remaja
Akut
Kronik
Gastroenteritis
Infeksi sistemik
Akibat pemakaian
antibiotik
Pascainfeksi
Defisiensi disakaridase
sekunder
Intoleransi protein
susu
Sindrom iritabilitas
colon
Fibrosis kistik
Penyakit seliakus
Sindrom usus pendek
buatan
Gastroenteritis
Keracunan makanan
Infeksi sistemik
Akibat pemakaian
antibiotik
Pascainfeksi
Defisiensi disakaridase
sekunder
Sindrom iritabilitas
kolon
Penyakit seliak
Intoleransi laktosa
Giardiasis
Gastroenteritis
Keracunan makanan
Akibat pemakaian
antibiotik
Penyakit radang usus
Intoleransi laktosa
Giardiasis
Penyalahgunaan
laksatif (anoreksia
nervosa)
Rotavirus merupakan etiologi paling penting yang menyebabkan diare pada
anak dan balita. Infeksi Rotavirus biasanya terdapat pada anak-anak umur 6
bulan–2 tahun (Suharyono, 2008). Infeksi Rotavirus menyebabkan sebagian besar
perawatan rumah sakit karena diare berat pada anak-anak kecil dan merupakan
infeksi nosokomial yang signifikan oleh mikroorganisme patogen. Salmonella,
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
26
Shigella dan Campylobacter merupakan bakteri patogen yang paling sering
diisolasi. Mikroorganisme Giardia lamblia dan Cryptosporidium merupakan
parasit yang paling sering menimbulkan diare infeksius akut (Wong dkk., 2009).
Selain Rotavirus, telah ditemukan juga virus baru yaitu Norwalk virus. Virus ini
lebih banyak kasus pada orang dewasa dibandingkan anak-anak (Suharyono,
2008). Kebanyakan mikroorganisme penyebab diare disebarluaskankan lewat
jalur fekal-oral melalui makanan, air yang terkontaminasi atau ditularkan antar
manusia dengan kontak yang erat (Wong dkk., 2009).
C. Cara Penularan Dan Faktor Resiko
Menurut Bambang dan Nurtjahjo (2011) cara penularan diare pada
umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang
tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau
barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui
lalat (melalui 4F = finger, files, fluid, field).
Juffrie dan Mulyani (2011) Faktor resiko yang dapat meningkatan
penularan enteropatogen antara lain: tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-
6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih,
pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan
lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang
tidak higenis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut
beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk
dijangkiti diare antara lain gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
27
lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir
dan faktor genetik.
1. Faktor umur
Sebagian besar episiode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan
makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek
penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan
makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung
dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak.
Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan
melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu menjelaskan
menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang
dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi
asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan
imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa
hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa
yang infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam
penyebaran banyak enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari
adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu
tempat ke tempat yang lain.
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
28
Escheria coli dapat menyebabkan bakteremia dan infeksi sistemik pada
neonatus. Meskipun Escheria coli sering ditemukan pada lingkungan ibu dan
bayi, belum pernah dilaporkan bahwa ASI sebagai sumber infeksi Escheria
coli (Alan & Mulya, 2013).
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis.
Didaerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim
panas, sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada
musim dingin. Didaerah tropik (termasuk indonesia), diare yang disebabkan
oleh retrovirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang
musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada
musim hujan.
D. Tanda-Tanda Dehidrasi
Tabel 2.2 Skor Maurice King (Juffrie & Mulyani, 2011).
Bagian tubuh yang
diperiksa
Nilai untuk gejala yang ditemukan
0 1 2
Keadaan umum
Kekenyalan kulit
Mata
Ubun-ubun besar
Mulut
Denyut nadi/menit
Sehat
Normal
Normal
Normal
Normal
Kuat >120
Gelisah, cengeng.
Apatis, ngantuk
Sedikit kurang
Sedikit cekung
Sedikit cekung
Kering
Sedang (120-140)
Mengigau, koma atau
syok
Sangat kurang
Sangat cekung
Sangat cekung
Kering & sianosis
Lebih dari 140
Catatan :
1. Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut “dicubit” selama 30-60 detik
kemudian dilepas.
Jika kulit kembali normal dalam waktu :
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
29
a. 2-5 detik : turgor agak kurang (dehidrasi ringan)
b. 5-10 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang)
c. >10 detik : turgor sangat kurang (dehidrasi berat)
2. Berdasarkan skor yang ditemukan pada penderita, dapat ditentukan derajat
dehidrasinya :
a. Skor 0-2 : dehidrasi ringan
b. Skor 3-6 : dehidrasi sedang
c. Skor >7 : dehidrasi berat
Berdasarkan MTBS (manajemen terpadu balita sakit)
1. Dehidrasi berat
a. Gelisah rewel/muntah
b. Mata cekung
c. Haus, minum dengan lahap
d. Cubitan kulit perut kembalinya lambat
Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut :
a. Lateragis atau tidak sadar
b. Mata cekung
c. Tidak bisa minum atau malas minum
d. Cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat
2. Dehidrasi Ringan/Sedang
Terdapat duat atau lebih tanda-tanda sebagai berikut :
3. Tanpa dehidrasi
Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau
ringan/sedang.
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
30
E. Penanganan Pertama Balita Diare di Rumah
Sesuai rekomendasi WHO/UNICEF dan IDAI, sejak tahun 2008
Departemen Kesehatan Republik Indonesia memperbaharui tatalaksana diare yang
dikenal dengan istilah lima langkah tuntaskan diare (Lintas diare) sebagai salah
satu strategi pengendalian penyakit diare di Indonesia. Lintas diare meliputi
pemberian oralit, zinc selama 10 hari, pemberian ASI dan makanan sesuai umur,
antibiotika selektif dan nasihat bagi penggunaan zinc untuk penderita diare dapat
mengurangi lama dan keparahan diare, mengurangi frekuensi dan volume buang
air besar, serta mencegah kekambuhan kejadian diare sampai 3 bulan berikutnya.
Berdasarkan laporan Susenas (2007), sebanyak 58,9% keluarga membawa balita
sakitnya untuk rawat jalan, sebagian besarnya dibawa ke puskesmas (45%) dan
31,7 % dibawa ke praktek tenaga kesehatan. Berdasarkan studi awal yang
dilakukan oleh Pouzn (point of use water disinfection zinc treatment) project yang
dilaksanakan oleh Nielsen (2009) di Bandung, dalam perilaku mendapatkan saran
kesehatan atau care seeking behavior maka ibu yang anaknya diare akan mencari
nasehat dari tetangga (69%), dari bidan (31%), puskesmas (16%), posyandu (6%)
dan dokter (6%).
Saat ini WHO menganjurkan empat hal utama yang efektif dalam
menangani anak-anak yang menderita diare akut, yaitu:
1. Penggantian cairan (rehidrasi), cairan diberikan secara oral untuk mencegah
dehidrasi dan mengatasi dehidrasi yang sudah terjadi.
2. Pemberian makanan terutama ASI, selama diare dan pada masa penyembuhan
diteruskan.
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
31
3. Tidak menggunakan obat anti diare
Antibiotika hanya diberikan pada kasus kolera dan disentri yang disebabkan
oleh shingella, sedangkan metrodinazole diberikan pada kasus giardiasis dan
amebiasis.
4. Petunjuk yang efektif bagi ibu serta pengasuh tentang :
a. Bagaimana merawat anak yang sakit di rumah, terutama tentang bagaimana
membuat oralit dan cara memberikannya.
b. Tanda-tanda yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk membawa anak
kembali berobat dan mendapat pengawasan medik yang lebih baik.
c. Metoda yang efektif untuk mencegah kejadian diare.
Algoritme pengobatan diare (Sudrajat, 2010).
1. Rencana pengobatan A (pencegahan dehidrasi)
Diare tanpa dehidrasi, bila terdapat dua tanda atau lebih, yaitu :keadaan
umum baik, sadar, mata tidak cekung, minum biasa, tidak haus, cubitan kulit
perut/turgor kembali segera. Untuk diare tanpa dehidrasi menerangkan 5
langkah terapi diare di rumah :
a. Beri cairan lebih banyak dari biasanya
1) Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
2) Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai
tambahan
3) Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum
dan oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air
tajin, air matang, dsb)
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
32
4) Beri Oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan
dilanjutkan sedikit demi sedikit.
a) Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak.
b) Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak.
5) Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila:
a) Telah diobati dengan rencana terapi B atau C.
b) Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare memburuk.
6) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit
b. Beri obat zinc
Beri zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat
diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang
atau ASI.
1) Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari
2) Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari.
c. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi
1) Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak
sehat.
2) Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan.
3) Beri makanan kaya kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa
hijau.
4) Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap
3-4jam).
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
33
5) Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan
selama 2 minggu
d. Antibiotik hanya diberikan sesuai indikasi, misal: disenteri dan kolera.
e. Nasihati ibu/pengasuh
Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila:
1) Berak cair lebih sering
2) Muntah berulang
3) Sangat haus
4) Makan dan minum sangat sedikit
5) Timbul demam
6) Berak berdarah
7) Tidak membaik dalam 3 hari
2. Rencana pengobatan B
Diare dehidrasi ringan/sedang bila terdapat dua tanda atau lebih: Gelisah,
rewel, mata cekung, ingin minum terus, ada rasa haus, cubitan kulit
perut/turgor kembali lambat. Untuk terapi diare dehidrasi ringan/sedang jumlah
oralit yang diberikan dalam tiga jam pertama sarana kesehatan.
a. Oralit yang diberikan = 75 ml x berat badan anak:
1) Bila BB tidak diketahui berikan oralit
Tabel 2.3 pemberian oralit (juffrie & Mulyani, 2011).
Umur Sampai 4 bulan 4-12 bulan 12-24 bulan 2-5 tahun
Berat Badan <6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg
Jumlah Cairan 200-400 400-700 700-900 900-1400
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
34
2) Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah.
3) Bujuk ibu untuk meneruskan ASI.
4) Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100-200 ml
air masak selama masa ini.
5) Untuk anak > 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali ASI
dan oralit.
6) Beri obat zinc selama 10 hari berturut-turut.
b. Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit, yaitu:
1) Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan.
2) Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas.
3) Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah.
4) Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan
air masak atau ASI. Beri oralit sesuai rencana terapi A bila
pembengkakan telah hilang.
c. Setelah 3-4 Jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian,
kemudian, pilih rencana terapi A, B atau C untuk melanjutkan terapi:
1) Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke rencana terapi A. Bila dehidrasi telah
hilang, anak biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur.
2) Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi rencana terapiB
3) Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah.
4) Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan rencana terapi C
d. Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
35
1) Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam Terapi 3 jam di
rumah.
2) Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah
3) Jelaskan 5 langkah rencana terapi A untuk mengobati anak di rumah
3. Rencana pengobatan C (pengobatan dehidrasi berat)
Rencana pengobatan C digunakan terutama untuk penderita dehidrasi
berat, maksud rencana pengobatan ini adalah memberikan sejumlah cairan
yang banyak dengan cepat untuk mengganti cairan yang hilang yang
mengakibatkan dehidrasi berat.
Cara pemberian biasanya dengan cairan intravena, cairan yang
dianjurkan adalah ringer laktat karena cairan ini memberikan natrium dan
laktat yang cukup dimetabolisme menjadi bikarbonat untuk mengatasi
asidosis, cairan lain yang dapat diterima adalah normal salin setengah. Cairan
lain yang dapat diberikan untuk penderita dehidrasi berat adalah dengan
rehidrasi oral dengan pipa nasogastrik. Cara ini dapat dipakai hanya sebagai
tindakan derajat yaitu bilamana pemberian secara intravena tidak dapat
dilakukan. Cairan yang dibutuhkan dalam rehidrasi oral pipa nasogastrikadalah
larutan oralit. Setelah tanda-tanda dehidrasi penderita membaik, cairan harus
diberikan menurut rencana terapi B dan bila dehidrasi telah hilang, cairan dapat
diberikan menurut rencana pengobatan A.
Tindakan pencegahan diare adalah hal yang baik dari pada pengobatan,
adapun cara pencegahan diare menurut (Suririnah, 2006) sebagai berikut:
a. Meneruskan pemberian ASI
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
36
b. Memperhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang untuk pemberian
makanan pendamping ASI setelah bayi berusia 4 bulan.
c. Menjaga kebersihan tangan, menjadikan kebiasaan mencuci tangan untuk
seluruh anggota keluarga, cuci tangan sebelum atau menyediakan makanan
untuk si kecil.
d. Menjaga kebersihan dari makanan atau minuman yang dimakan, juga
kebersihan perabot makan atau minuman si kecil.
F. Persepsi
1. Definisi
Menurut Setiadi (2008) yang mengutip Weber, bahwa persepsi adalah
proses bagaimana rangsangan-rangsangan itu diseleksi, diorganisasi, dan
diinterpretasikan. Rangsangan adalah setiap bentuk fisik, visual atau
komunikasi verbal yang dapat memengaruhi tanggapan individu. Proses
persepsi terdiri dari :
a. Seleksi perseptual yang terdiri dari: perhatian yang dilakukan dapat secara
sengaja atau tidak sengaja, persepsi selektif, terjadi ketika seseorang
melakukan perhatian yang secara sengaja atau aktif mencari informasi yang
mempunyai relevansi pribadi.
b. Organisasi persepsi, berarti bahwa seseorang mengelompokkan informasi
dari berbagai sumber ke dalam pengertian yang menyeluruh untuk
memahami lebih baik dan bertindak atas pemahaman itu.
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
37
c. Interpretasi perseptual, setiap rangsangan yang menarik perhatian seseorang
baik disadari atau tidak disadari, akan diinterpretasikan oleh seseorang.
Dalam proses interpretasi seseorang akan membuka kembali berbagai
informasi dalam memori yang telah tersimpan dalam waktu yang lama yang
berhubungan dengan rangsangan yang diterima.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan persepsi seseorang
adalah kondisi psikologis, keluarga, dan kebudayaan yang dianut. Berbagai
macam faktor perhatian yang berasal dari luar diri seseorang dapat
mempengaruhi proses seleksi persepsi, yaitu gerakan, intensitas, ukuran,
keberlawanan, pengulangan, dan hal-hal yang baru berikut ketidak asingan dari
rangsangan. Selanjutnya, beberapa faktor dari dalam diri seseorang yang
mempengaruhi proses seleksi persepsi antara lain: proses belajar, motivasi, dan
kepribadiannya (Rakhmat, 2005).
Menurut Kossen (1986), persepsi adalah cara memandang situasi
tertentu, dengan kecenderungan untuk menyerap apa yang ingin dilihat dengan
mengutamakan penilaian sendiri yang disebut dengan “mental set”. Adapun
faktor-faktor yang memengaruhi persepsi, diantaranya adalah: faktor
keturunan, latar belakang lingkungan dan pengalaman, tekanan teman sejawat,
proyeksi, penilaian yang tergesa-gesa, dan efek halo atau panutan dari
seseorang. Persepsi merupakan proses yang kompleks yang melibatkan faktor-
faktor struktural atau pengaruh-pengaruh dari rangsangan fisik dan faktor-
faktor fungsional atau pengaruh-pengaruh psikologis dari perasaan organisme.
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
38
Diantara pengaruh-pengaruh psikologis ini meliputi rasa membutuhkan,
keinginan, perasaan, pendirian, dan asumsi (Severin, 2008).
Persepsi setiap orang terhadap suatu objek akan berbeda-beda. Oleh
karena itu persepsi memiliki sifat subjektif. Persepsi yang dibentuk seseorang
dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, satu hal yang
perlu diperhatikan dari persepsi adalah bahwa persepsi secara subtansi bisa
sangat berbeda dengan realitas (Setiadi, 2008).
Aspek sosial persepsi berperan penting dalam perilaku seseorang.
Persepsi sosial berhubungan dengan bagaimana individu menanggapi individu
lain. Karakteristik penilai dan orang yang dinilai menunjukkan kompleksitas
persepsi sosial. Seseorang harus menyadari bahwa persepsi mereka terhadap
seseorang sangat dipengaruhi oleh karakteristik mereka sendiri dan
karakteristik orang lain (Luthans, 2006).
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses
selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang
diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktek (practice)
kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku (overt behavior) kesehatan. Oleh
sebab itu indikator praktek kesehatan ini juga mencakup hal-hal tersebut di
atas, yakni (Notoatmodjo, 2003):
1) Tindakan (Praktek) sehubungan dengan penyakit, tindakan ini mencakup:
pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit.
2) Tindakan (praktek) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
39
3) Tindakan (praktek) kesehatan lingkungan.
Tindakan sehubungan dengan penyakit yang mencakup pencegahan
penyakit dan penyembuhan penyakit dalam hal ini adalah penyakit diare, dapat
dilakukan tindakan pencegahannya sebagai berikut: (1) penggunaan dot dan botol
susu yang steril; (2) mencuci tangan dengan sabun; (3) menggunakan air bersih
yang cukup; (4) berdasarkan rangkaian penjelasan di atas, maka sangat penting
dikaji persepsi ibu mengenai pelaksanaan program pemberantasan penyakit diare
(melalui ukuran tujuan program, kegiatan program, pemantauan dan penilaian
program). Berdasarkan teori persepsi, maka pelaksanaan program pemberantasan
penyakit diare dapat dikategorikan sebagai rangsangan. Selanjutnya, dampak dari
persepsi adalah bentuk atau tingkat tindakan ibu, dalam konteks penelitian ini
adalah tindakan ibu melakukan pencegahan penyakit diare pada balita (meliputi:
tindakan penyembuhan penyakit dalam hal ini adalah tatalaksana diare di rumah
tangga, dapat dilakukan tatalaksananya sebagai berikut: (1) mencegah terjadinya
dehidrasi; (2) pemberian ASI (susu formula)/makanan; dan (3) membawa
penderita ke sarana kesehatan (Depkes RI, 2007). Pemberian air susu ibu,
pemberian makanan pendamping ASI, mencuci tangan dengan sabun,
menggunakan air bersih yang cukup, penggunaan jamban, membuang tinja balita,
imunisasi campak.
G. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah tahap pendidikan yang berkelanjutan, yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tingkat kerumitan
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
40
bahan pengajaran dan cara menyajikan bahan pengajaran. Tingkat pendidikan
sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi (Ikhsan, 2005).
1. Pendidikan dasar
Pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan
keterampilan, menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan dalam masyarakat,
serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
Pendidikan dasar pada prinsipnya merupakan pendidikan yang memberikan
bekal dasar bagi perkembangan kehidupan, baik untuk pribadi maupun untuk
masyarakat. Karena itu, bagi setiap warga negara harus disediakan kesempatan
untuk memperoleh pendidikan dasar. Pendidikan ini dapat berupa pendidikan
sekolah ataupun pendidikan luar sekolah, yang dapat merupakan pendidikan
biasa ataupun pendidikan luar biasa. Tingkat pendidikan dasar adalah sekolah
dasar.
2. Pendidikan menengah
Pendidikan menengah adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta
didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan
hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial budaya, dan alam sekitar,
serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau
pendidikan tinggi. Pendidikan menengah terdiri dari pendidikan menengah
umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah umum
diselenggarakan selain untuk mempersiapkan peserta didik mengikuti
pendidikan tinggi, juga untuk memasuki lapangan kerja. Pendidikan menengah
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
41
kejuruan diselenggarakan untuk memasuki lapangan kerja atau mengikuti
pendidikan keprofesian pada tingkat yang lebih tinggi. Pendidikan menengah
dapat merupakan pendidikan biasa atau pendidikan luar biasa. Tingkat
pendidikan menengah adalah SMP,SMA dan SMK.
3. Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta
didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki tingkat kemampuan
tinggi yang bersifat akademik dan atau profesional sehingga dapat menerapkan,
mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan
senidalam rangka pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan
manusia. Manusia sepanjang hidupnya selalu akan menerima pengaruh dari
tiga lingkungan pendidikan yang utama yakni keluarga, sekolah dan
masyarakat. Pendidikan tinggi terdiri dari Strata 1, Strata 2, Strata 3 (Ikhsan,
2005).
H. Sosial Ekonomi
Santrock (2007), status sosial ekonomi sebagai pengelompokan orang-
orang berdasarkan kesamaan karakteristik pekerjaan, pendidikan ekonomi. Status
sosial ekonomi menunjukan ketidaksetaraan tertentu. Secara umum anggota
masyarakat memiliki (1) pekerjaan yang bervariasi prestisennya beberapa individu
memiliki akses yang lebih besar terhadap pekerjaan berstatus lebih tinggi
dibanding orang lain; (2) tingkat pendidikan yang berbeda, ada beberapa
individual memiliki akses lebih besar terhadap pendidikan yang lebih baik dari
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
42
orang lain; (3) sumber daya ekonomi yang berbeda; (4) tingkat kekuasaan untuk
mempengaruhi institusi masyarakat. Perbedaan dalam kemampuan mengontrol
sumber daya dan berpartisipasi dalam ganjaran masyarakat menghasilkan
kesempatan yang tidak setara.
Suryani (2006), menyatakan bahwa kondisi ekonomi adalah keadaan atau
kenyataan yang terlihat atau terasakan oleh indra manusia tentang keadaan orang
dan kemampuan orang dalam memenuhi kebutuhannya. Kondisi ekonomi
meliputi: tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran dan pemenuhan kebutuhan
hidup serta kepemilikan harta yang bernilai ekonomi.
Status sosial ekonomi di lingkungan keluarga merupakan salah satu faktor
eksternal timbulnya motivasi perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang
ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan (Hamalik,
2010).
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
43
I. Kerangka Teori
Gambar 3.1 Kerangka teori modifikasi menurut Notoatmodjo, 2010,
Sntrock, 2007 dan Setiadi, 2008.
Faktor Predisposisi :
- Persepsi
- Tingkat pengetahuan
- Tingkat pendidikan
- Keyakinan
- Nilai
- Sikap
Faktor pendukung :
- Sosial ekonomi
- Fasilitas
- Ketersediaan sumber-
sumber
- Keadaan wilayah
Faktor pendorong :
- Perilaku petugas atau
kader
- Sikap keluarga
- Sikap tetangga
Ibu dalam penanganan
pertama balita diare di rumah
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
44
J. Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka sebelumnya banyak faktor yang
mempengaruhi kejadian dehidrasi pada anak yang menderita penyakit diare.
Dalam penelitian ini tidak semua faktor diteliti, faktor-faktor yang akan diteliti
adalah faktor predisposisi persepsi dan tingkat pendidikan, dan faktor pendukung
sosial ekonomi dalam penanganan pertama balita diare di rumah. Pada penelitian
ini persepsi, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi dalam menangani kasus diare
pada balita di rumah merupakan variabel bebas (independent variable), sedangkan
penanganan ibu di rumah pada balita diare merupakan variabel terkait (dependent
variable).
Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Persepsi, Tingkat Pendidikan,
dan Sosial Ekonomi dengan Penanganan Pertama Diare pada Balita di rumah
(Notoatmodjo, 2010 & Sntrock, 2007)
Persepsi ibu dalam
penanganan pertama balita
diare di rumah
Tingkat pendidikan Ibu
Sosial ekonomi keluarga
Penanganan pertama ibu pada
balita diare di rumah
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
45
K. Hipotesis
Berdasarkan rumusan tujuan penelitian, maka hipotesa penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Ada hubungan antara persepsi dengan penanganan pertama ibu dalam mengenai
balita diare di rumah.
2. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dan sosial ekonomi keluarga dengan
penanganan pertama ibu dalam mengenai balita diare di rumah.
Hubungan Persepsi Pendidikan, CUCU SITA WATI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
Top Related