BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bahan Tambahan Makanan
Bahan tambahan secara definitif dapat diartikan sebagai bahan yang
ditambahkan dengan sengaja dan kemudian terdapat dalam makanan sebagai
akibat dari berbagai tahap budidaya, pengolahan, penyimpanan, maupun
pengemasan. Tujuan penggunaan bahan tambahan salah satunya untuk
memperbaiki kenampakan atau aroma makanan. Contoh bahan tambahan antara
lain pewarna makanan (alamiah maupun buatan) dan aroma.[6]
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No:
329/Menkes/PER/X11/76, yang dimaksud dengan zat tambahan makanan adalah
bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk
meningkatkan mutu, termasuk kedalamnya adalah pewarna, penyedap rasa dan
aroma, pemantap, antioksidan, pengawet, pengemulsi, antigumpal, pemucat, dan
pengental.
Kasus penyalahgunaan bahan tambahan pangan biasa terjadi adalah
penggunaan bahan tambahan yang dilarang untuk bahan pangan dan penggunaan
bahan makanan melebihi batas yang ditentukan. Penyebab lain, produsen
berusaha memenuhi kebutuhan dengan keuntungan yang besar dan pada besarnya
konsumen ingin mendapatkan bahan makanan dalam jumlah banyak dengan
harga murah. Munculnya bahan makanan digunakan untuk mempertahankan
kondisi makanan agar menarik.
Dalam proses penanganan pangan perlu memperhatikan segi-segi lain
seperti kesehatan manusia sebagai komponen pangan itu sendiri. Dalam arti
bahwa apabila zat pewarna tersebut ternyata akan berdampak buruk pada
kesehatan manusia maka penggunaannya harus dipertimbangkan kembali,
dihentikan atau diganti dengan bahan pewarna lain yang lebih aman.[7,8]
a. Penggolongan Bahan Tambahan Pangan (BTP)
BTP dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaan di dalam pangan.
Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan pada pangan menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai
berikut:
a. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada
pangan.
b. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada
pangan yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
c. Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat
fermentasi, pengasaman atau penguraian lain pada makanan yang
disebabkan oleh pertumbuhan mikroba.
d. Antioksidan, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses
oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan.
e. Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah mengempalnya
(menggumpalnya) pangan yang berupa serbuk seperti tepung atau
bubuk.
f. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa yaitu BTP yang dapat
memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma.
g. Pengatur keasaman (pengasaman, penetral dan pedapar), yaitu BTP
yang dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat
keasaman pangan.
h. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat
proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat
memperbaiki mutu pemanggangan.
i. Pengemulsi, pemantap dan pengenyal, yaitu BTP yang dapat membantu
terbentuknya dan memantapkan sistem dispersi yang homogen pada
pangan.
j. Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah
melunaknya pangan.
k. Sekuestran, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam
pangan, sehingga memantapkan warna dan tekstur.[22]
b. Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan tidak boleh sembarangan hanya
dibenarkan untuk tujuan tertentu saja, misalnya untuk mempertahankan gizi
makanan. Penggunaan bahan tambahan pangan dibenarkan pula untuk tujuan
mempertahankan mutu atau kestabilan makanan atau untuk memperbaiki
sifat organoleptiknya dari sifat alami. Di samping itu juga diperlukan dalam
pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, perawatan, pembungkusan,
pemindahan atau pengangkutan. Selain itu setiap tambahan makanan
mempunyai batas-batas penggunaan maksimum seperti diantaranya diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/MenKes/Per/IX/988.
Pemakaian Bahan Tambahan Pangan diperkenankan bila bahan tersebut
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Pemeliharaan kualitas gizi bahan pangan.
b. Peningkatan kualitas gizi atau stabilitas simpan sehingga mengurangi
kehilangan bahan pangan.
c. Membuat bahan pangan lebih menarik bagi konsumen yang tidak
mengarah pada penipuan.
d. Diutamakan untuk membantu proses pengolahan bahan pangan.
Penggunaan bahan tambahan pangan harus dapat menjaga produk tersebut
dari hal-hal yang merugikan konsumen. Oleh karena itu pemakaian bahan
tambahan makanan ini tidak diperkenankan bila:
a. Menutupi adanya teknik pengolahan dan penanganan yang salah.
b. Menipu konsumen.
c. Menyebabkan penurunan nilai gizi.
d. Pengaruh yang dikehendaki bisa diperoleh dengan pengolahan secara
lebih baik dan ekonomis.
B. Pewarna Makanan Warna dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah
satu ciri yang sangat penting. Warna merupakan kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan, antara lain warna juga dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan. Bahan pewarna makanan kadang-kadang ditambahkan dalam makanan untuk membantu mengenali identitas atau karakteristik dari suatu makanan, mempertegas warna alami dari makanan; untuk mengkoreksi variasi alami dalam warna, menjaga keseragaman warna, dimana variasi tersebut biasa terjadi pada intensitas warna dan memperbaiki penampilan makanan yang mengalami perubahan warna alaminya selama proses pengolahan maupun penyimpanan.[10,11]
Zat pewarna makanan sering kali menimbulkan masalah kesehatan, terutama dalam penyalahgunaan pemakaiannya. Zat warna untuk tekstil dan kulit terkadang dipakai untuk mewarnai makanan. Di Indonesia, karena undang-undang penggunaan zat warna belum ada, terdapat kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat warna untuk sembarang bahan pangan; misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan rakyat mengenai zat pewarna untuk makanan, atau disebabkan karena tidak adanya penjelasan dalam label yang melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan, dan harga zat pewarna untuk industri relatif jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk makanan. Zat warna tersebut memiliki warna yang cerah, dan praktis digunakan. Zat warna tersebut juga tersedia dalam kemasan kecil di pasaran sehingga memungkinkan masyarakat tingkat bawah dapat membelinya.[12]
Zat pewarna dibagi menjadi dua kelompok yaitu certified color dan uncertified color. Perbedaan antara certified dan uncertified color adalah bila certified color merupakan zat pewarna sintetik yang terdiri dari dye dan lake, maka uncertified color adalah zat pewarna yang berasal dari bahan alami. a. Uncertified color additive ( zat pewarna tambahan alami)
Zat pewarna yang termasuk dalam uncertified color additive ini adalah zat pewarna alami (ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan) dan zat pewarna mineral, walaupun ada juga beberapa zat pewarna seperti ß-karoten dan kantaxantin yang telah dapat dibuat secara sintetik. Untuk penggunaannya bebas sesuai prosedur sertifikasi dan termasuk daftar yang tetap. Satu-satunya zat pewarna uncertified yang penggunaannya masih bersifat sementara adalah Carbon Black.
Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan, dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karoteoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya. Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan, di antaranya adalah klorofil, mioglobin, dan hemoglobin, anthosionin, flavonoid, tannin, betalainquinon dan xanthon, serta karotenoid.
Tabel 2.1 Sifat-sifat Bahan Pewarna Alami Kelompok Warna Sumber Kelarutan Stabilitas Karamel Cokelat Gula dipanaskan Air Stabil
Anthosianin Jingga, merah, biru
Tanaman Air Peka terhadap panas dan PH
Flavonoid Tampak kuning Tanaman Air Stabil terhadap panas
Leucoanthosianin
Tidak berwarna Tanaman Air Sensitif terhadap panas
Tanin Tidak berwarna Tanaman Air Sensitif terhadap panas
Batalain Kuning merah Tanaman Air Sensitif terhadap panas
Quinon Kuning hitam Tanaman bakteria lumut
Air Sensitif terhadap panas
Xanthon Kuning Tanaman Air Sensitif terhadap panas
Karotenoid Tampak kuning, merah
Tanaman/hewan Lipida Sensitif terhadap panas
Klorofil Hijau, coklat Tanaman Lipida dan air Sensitif terhadap panas
Heme Merah, coklat Hewan Air Sensitif terhadap panas
Sumber: [23]
b. Certified color (zat pewarna sintetik)
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, zat warna hasil
rekayasa teknologipun kian berkembang. Oleh karena itu berbagai zat warna
sintetik diciptakan untuk berbagai jenis keperluan misalnya untuk tekstil,
kulit, peralatan rumah tangga dan sebagainya.
Ada dua macam yang tergolong certified color yaitu dye dan lake.
Keduanya adalah zat pewarna buatan. Zat pewarna yang termasuk golongan
dye telah melalui prosedur sertifikasi dan spesifikasi yang telah ditetapkan
oleh FDA, sedangkan zat pewarna lake yang hanya terdiri dari satu warna
dasar, tidak merupakan warna campuran juga harus mendapat sertifikat.[5]
1) Dye
Dye adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air dan
larutannya dapat mewarnai. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah
propilenglikol, gliserin, atau alkohol. Dye dapat juga diberikan dalam
bentuk kering apabila proses pengolahan produk tersebut ternyata
menggunakan air. Dye terdapat dalam bentuk bubuk, butiran, pasta,
maupun cairan yang penggunaannya tergantung dari kondisi bahan, kondisi
proses, dan zat pewarnanya sendiri.
2) Lake
Zat pewarna ini merupakan gabungan dari zat warna (dye) dengan
radikal basa (Al atau Ca) yang dilapisi dengan hidrat alumina atau
Al(OH)3. Lapisan alumina atau Al(OH)3 ini tidak larut dalam air,
sehingga lake ini tidak larut pada hampir semua pelarut. Sesuai dengan
sifatnya yang tidak larut dalam air, zatpewarna ini digunakan untuk
produk-produk yang tidak boleh terkena air. Lake sering kali lebih baik
digunakan untuk produk-produk yang mengandung lemak dan minyak
daripada Dye, karena FD & C Dye tidak larut dalam lemak.[9]
Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan
pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi
oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Untuk zat pewarna
yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh
lebih dari 0,0004 % dan timbal tidak boleh lebih darin 0,0001, sedangkan
logam berat lainnya tidak boleh ada. Kelebihan pewarna buatan adalah
dapat menghasilkan warna lebih kuat meskipun jumlah pewarna yang
digunakan hanya sedikit. Selain itu, biarpun telah mengalami proses
pengolahan dan pemanasan, warna yang dihasilkan dari pewarna buatan
akan tetap cerah.
Di Indonesia peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang
diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri
Kesehatan no 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan,
misalnya zat pewarna untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini sangat
berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada pewarna
tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh
ketidaktauan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan dan
disamping itu harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah
dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan
Tabel 2.2 Bahan Pewarna Sintetis yang diizinkan di Indonesia
Pewarna Nomor Indeks Warna (CINo)
Batas Maksimum Penggunaan
Amaran Amaranth:CL Food Red 9
16185 Secukupnya
Biru berlian Berliant blu FCF CL Food red 2 Erithosin:CL
42090 45430 42053
Secukupnya Secukupnya Secukupnya
Hijau FCF Food red 14 Fast Green FCF:CL
42053
Secukupnya
Hijau S Food green 3 Green S:CL Food
44090 Secukupnya
Indigotin Green 4 Inodigotin:CL Food
73015 Secukupnya
Ponceau 4R Blue I Ponceau 4R:CL
16255 Secukupnya
Kuning Foodred 7 74005 Secukupnya Kuinelin Quineline yellow
CL Food yellow 15980 Secukupnya
Kuning FCF Sunset yellow FCF CL Food yellow 3
- Secukupnya
Riboflavina Riboflavina 19140 Secukupnya Tartrazine Tartrazine Secukupnya Sumber:[23]
Karena ketidaktahuannya beberapa pedagang telah menggunakan
beberapa bahan pewarna yang dilarang digunakan untuk pangan, seperti
Rhodamin B, Methanyl Yellow. Tetapi beberapa pedagang ada pula yang
menggunakan pewarna alami, seperti karamel, cokelat dan daun suji.[23]
C. Pengaruh Pewarna Sintetis Terhadap Kesehatan Manusia
Meski penggunaan pewarna sintetis dilarang oleh pemerintah, namun
penggunaan Rhodamin B dan Methanil Yellow masih banyak digunakan pada
pedagang. Rhodamin B dan Methanil Yellow diketahui dapat membahayakan
kesehatan manusia. Penelitian melalui hewan percobaan menunjukkan adanya
peningkatan berat hati, ginjal dan limpa disertai perubahan anatomi berupa
pembesaran organ setelah diberi zat pewarna sintetis tersebut.[13]
Rhodamin B biasa digunakan untuk pewarna kertas, bulu domba dan
sutra mempunyai catatan berbahaya bagi kesehatan. Zat pewarna sintetis bersifat
karsinogen dan dapat mengakibatkan iritasi pada kulit, mata dan saluran
pernafasan. Sedangkan Methanil Yellow diketahui dapat menyebabkan
keracunan makanan dengan gejala methaemoglobinemia dan cyanosis.[14]
Zat pewarna sintetis dalam makanan di samping mempunyai dampak
positif juga dapat memberikat dampak negatif. Hal-hal yang mungkin
memberikan dampak negative dapat terjadi bila :
1. Zat pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil tetapi berulang.
2. Zat pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu lama.
3. Penggunaan zat pewarna sintetis secara berlebihan.
4. Zat pewarna sintetis dimakan oleh sekelompok masyarakat dengan daya
tahan yang berbeda-beda tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan,
dan mutu makanan sehari-hari.
5. Penyimpanan zat warna sintetis oleh pedagang yang tidak memenuhi
persyaratan.[15,16]
Ada beberapa zat pewarna yang dinyatakan berbahaya karena dapat
menimbulkan efek yang merugikan kesehatan menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 seperti pada tabel 2.2
Tabel 2.3 Zat pewarna yang dinyatakan berbahaya menurut Permenkes RI No.
722/ Menkes/Per/IX/1988 Nama No. Indeks Warna (C.I No)
Auramin (C.I Basic yellow 2) Alkaret Butter Yellow (C.I Solvet yellow 2) Black 7984 (Food Black 2) Blum Umber (Pigment Brown 7) Cherysoidin (C.I Food Yellow) Citrus Red Fast Red E (C.I Food Yellow 2) Fast Yellow AB (C.I Food Yellow no.3) Guinea Green B (C.I Acid Green no.3) Indrantherene Blue RS (C.I Food Blue 4) Magenta (C.I Basic Violet 4) Methanyl Yellow ( P & C Yellow no.1) Oil Orange SS (C.I Solvent Orange 2) Oil Orange XO (C.I Solvent Orange 7)
41000 75520 11020 27755 77491 11270 14270 12150 16045 13015 42085 69800 42516 13065 12100
Oil Orange AB (C.I Solvent Orange 5) Oil Orange OB (C.I Solvent Orange 6) Orange G (C.I Food Orange 4) Orange GGN (C.I Food Orange 4) Orange RN (Food Orange 1) Ponceau 3R (C.I Food Red 6) Ponceau 9X (C.I Food Red 12) Ponceau 6R (C.I Food Red 8) Rhodamin B (C.I Food Red 15) Sudan 1 (C.I Solvent Yellow 14) Scarlet (C.I Food Red 2) Violet 613
121400 11390 16230 15980 15370 16155 14700 16290 45170 12055 14815 42640
Sumber : [6]
D. Rhodamin B
1. Definisi Rhodamin B
Rhodamin B adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal
berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada
konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah.
Rhodamin B sangat larut dalam air dan alkohol, serta sedikit larut dalam
asam klorida dan natrium hidroksida. Rhodamin B sering digunakan sebagai
zat pewarna untuk kertas, pewarna untuk tekstil, dan sebagai reagensia
(menimbulkan reaksi kimia). Struktur kimia Rhodamin B menunjukkan
Rhodamin B merupakan golongan xanthenes. Hasil penelitian uji toksisitas
menunjukkan Rhodamin B memiliki LD 50 lebih dari 2000mg/kg dan
menimbulkan iritasi kuat pada membran mukosa.[10]
(H5C2)2N O N+(C2H5)2}CI
C
COOH
Gambar 1. Struktur Kimia Rhodamin B
Sumber:[5]
Tabel 2.4 Data Rhodamin B
No. Keterangan Penjelasan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Berat molekul Rumus molekul Nomor CAS Nomor IMIS Titik lebur Kelarutan Nama kimia Sinonim Deskripsi
479,02 C28 H31N203Cl 81-88-9 0848 1650C Sangat larut dalam air dan alkohol; sedikit larut dalam asam klorida dan natrium hidroksida N-[9-(2-karboksifenil)-6-(dietil amino)-3H-xanthene-3- ylidine]-N-etiletanaminium klorida. Tetraetilrhodamin; D & C Red No 19; Rhodamin B Klorida; C.I basic violet 10: C.I. 45170 Kristal hijau atau serbuk merah violet.
Sumber:[6]
a. Karakteristik Rhodamin B
Zat pewarna berupa kristal-kristal hijau atau serbuk ungu
kemerahan, sangat larut dalam air dengan warna merah kebiruan dan
sangat berfloresensi. Rhodamin B dapat menghasilkan warna yang
menarik dengan hasil warna yang dalam dan sangat berpendar jika
dilarutkan dengan air dan etanol.[10]
b. Penggunaan Rhodamin B
Rhodamin B digunakan sebagai reagen untuk antimony,
bismuth, tantalum, thalium dan thungsten. Rhodamin B merupakan zat
warna tekstil yang sering digunakan untuk pewarna kapas wol, kertas,
sutera, jerami, kulit, bambu dan dari bahan warna dasar yang
mempunyai warna terang sehingga banyak digunakan untuk bahan
kertas karbon, bolpoin, minyak/oli, cat dan tinta gambar. Rhodamin B
dinyatakan sebagai bhan berbahaya dalam obat, makanan dan
kosmetika menurut Direktur Jendral Pengawasan Obat dan Makanan
No.00366/C/II/1990.[17]
Peraturan Menteri Kesehatan tentang pewarna makanan adalah
berdasarkan pertimbangan bahwa banyak makanan dan minuman yang
diberi zat warna tambahan yang menggangu kesehatan. Pewarna untuk
industri tekstil, kertas, plastik, cat dan lain-lain dalam pembuatannya
hampir semua menggunaan asam sulfat atau asam nitrat pekat yang
masih mengandung pengotoran arsen atau logam-logam berbahaya
lain. Bahan-bahan ini sangat berbahaya, beracun dan dapat
menimbulkan kerusakan organ tubuh terpenting bersifat
karsinogenik.[11]
2. Efek Rhodamin B Bagi Kesehatan
Rhodamin B sangat berbahaya jika diminum, bisa mengakibatkan
iritasi pada kulit, mata dan saluran pernafasan. Disamping itu juga dapat
mengakibatkan keracunan dan alergi. Iritasi pada saluran pernafasan
mempunyai gejala seperti batuk, sakit tenggorokan, sulit bernafas dan sakit
dada. Bila tertelan dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan dan
air seni akan berwarna merah atau merah muda. Bahaya utama terhadap
kesehatan pemakaian dalam waktu lama (kronis) dapat menyebabkan
radang, kulit alergi dan gangguan fungsi hati/kanker hati.[13]
3. Tanda–tanda dan gejala akut bila terpapar Rhodamin B
a) Jika terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan
b) Jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit, iritasi pada mata
kemerahan, udem pada kelopak mata.
c) Jika tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna
merah dan merah muda.[6]
Bahaya yang timbul akibat menkonsumsi makanan yang
mengandung zat pewarna sintetis tidak dapat secara langsung. Gangguan
akan terasa dalam waktu lama setelah 10 atau 20 tahun. Berdasarkan
penelitian telah dibuktikan bahwa zat pewarna sintetis bersifat racun bagi
manusia sehingga dapat membahayakan kesehatan konsumen dan
senyawanya dapat bersifat karsinogenik.[6,12]
E. Saos
Saos adalah cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna
menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang (dengan
atau tanpa rasa pedas). Saos mempunyai daya simpan panjang karena mengandung
asam, gula, garam, dan seringkali pengawet. Saos tomat dibuat dari campuran
bubur buah tomat dan bumbu-bumbu, berwarna merah muda sesuai dengan warna
tomat yang digunakan. Saos tomat yang baik berwarna merah tomat, tidak pucat,
atau bahkan cenderung berwarna orange, bila pucat dan berwarna merah
kekuningan berarti bukan berasal dari tomat asli melainkan sudah ditambah
dengan bahan-bahan lain serta menggunakan zat pewarna. Saos tomat yang terbuat
dari tomat asli sebenarnya sama sekali tidak memerlukan zat pewarna. Pewarna
yang digunakan dalam saos yaitu pewarna alami atau pewarna sintetis untuk
makanan misalnya orange red dan orange yellow, pewarna sintetis ini masih
diperbolehkan penggunaannya oleh Departemen Kesehatan R.I. Pewarna sintetis
yang dilarang penggunaannya untuk makanan dan minuman juga sering
digunakan, seperti Rhodamin B yang telah dilarang oleh pemerintah.[3,13]
1. Saos Cabai
a. Pengertian saos cabai
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI-01-2891-1992), saos
cabai didefinisikan sebagai saos yang diperoleh dari pengolahan bahan
utama cabai (Capsicum sp) yang telah matang dan bermutu baik, dengan
atau tanpa penambahan bahan makanan lain, serta digunakan sebagai
penyedap makanan.
Agar kita tidak terperdaya oleh kemasan, warna, atau tampilan
produk ada baiknya untuk selalu mencermati informasi yang tercantum
pada label kemasannya. Hal yang paling perlu untuk diperhatikan adalah
ingridien (komposisi bahan penyusun), komposisi gizi, tanggal
kedaluwarsa, berat isi, serta nama dan alamat produsen. Faktor harga juga
perlu menjadi pertimbangan. Produk yang berkualitas selalu terkait dengan
biaya produksi yang lebih mahal, sehingga harga jualnya pun menjadi lebih
mahal.
Saos cabai telah menjadi salah satu kebutuhan bagi masyarakat
modern saat ini baik yang hidup di perkotaan maupun di pedesaan. Saat ini
saos cabai telah digunakan sebagai penyedap beragam makanan atau
masakan oleh berbagai kalangan masyarakat. Rasa, aroma, tekstur, serta
warna saos cabai yang khas dan menarik menyebabkan masyarakat
menjadikannya sebagai bagian dari menu kesehatan.
Saos cabai sering juga disebut sebagai sambal cabai, sambal saus,
atau sambal botolan. Saos cabai juga sering diberi embel-embel lain,
seperti pedas, ekstra pedas, atau super pedas. Rasa pedas tersebut bisa
berasal dari cabai yang ditambahkan atau hanya
dari senyawa flavor. Makan ayam goreng, burger, spageti atau pizza
di restoran cepat saji, akan terasa hambar tanpa kehadiran saus cabai (chili
sauce). Makan mi instan bakso, tahu, dan siomay di warung-warung tenda,
juga akan terasa kurang nikmat tanpa kehadiran saos cabai.
Peluang pasar tersebut secara jeli telah ditangkap oleh kalangan
industri pangan untuk memproduksi saos cabai. Beberapa produsen tidak
lupa melakukan serangkaian inovasi guna merebut pangsa pasar yang
terbuka lebar. Hasilnya bisa lihat dan temukan begitu beragam jenis saos
cabai yang ada di pasaran, baik produksi lokal maupun impor.
Keragaman tersebut dapat ditinjau dari segi harga, kemasan,
komposisi bahan, cita rasa dan nilai gizinya Di sinilah persaingan tidak
sehat sering muncul, seperti penggunaan bahan-bahan pengawet, zat
pewarna, atau proses pengolahan yang kurang memenuhi syarat. Pengertian
saos cabai yang sesungguhnya adalah saos yang terbuat dari cabai. Saos
sendiri secara umum didefinisikan sebagai suatu produk yang merupakan
hancuran dari beberapa bahan pangan yang tergolong sayuran, misalnya
tomat dan cabai, karena itu secara umum dikenal dua jenis saus yaitu saos
tomat dan saos cabai.
b. Bahan pembuatan saos cabai
Bahan yang diperlukan dalam pembuatan saos cabai adalah air,
gula, garam, cuka, bawang putih dan pengental (tepung). Kadang-kadang
juga ditambahkan zat pewarna, penyedap, dan pengawet makanan. Zat
pewarna tekstil dan pengawet non pangan tentu tidak boleh digunakan.
Tingkat kekentalan saos cabai sangat ditentukan oleh jumlah pati yang
ditambahkan. Makin banyak pati yang ditambahkan, makin kental saus
yang dihasilkan. Intensitas warna merah pada saos cabai sangat tergantung
kepada banyaknya zat pewarna yang ditambahkan. Tingkat keawetannya
sangat ditentukan oleh proses pengolahan yang diterapkan dan jumlah
bahan pengawet yang digunakan. Jika proses pengolahan (terutama
pemasakan) dilakukan secara benar, dengan sendirinya produk menjadi
awet, sehingga tidak diperlukan bahan pengawet yang berlebih.
c. Proses Pembuatan
Proses pembuatan saos cabai meliputi pencucian, pemotongan
tangkai, dan pembuangan biji cabai. Cabai tanpa biji selanjutnya dikukus
pada suhu 100°C selama 1 menit, untuk mematikan sejumlah besar
mikroba pembusuk dan perusak. Selanjutnya dilakukan proses
penggilingan sampai halus serta penambahan garam, bahan pengawet, gula,
asam cuka 25 persen, penyedap rasa, tepung, dan air.
Proses selanjutnya adalah pengadukan bahan, pemasakan hingga
mendidih dan mengental. Dalam keadaan panas saus dimasukkan ke dalam
botol steril, kemudian dilakukan proses exhausting (pengeluaran sejumlah
udara) dan penutupan botol. Setelah proses pendinginan, dilakukan
penempelan label (etiket) pada kemasannya. Selain botol kaca, kemasan
yang sering digunakan adalah botol plastik dan sachet.
Pada skala industri semua rangkaian kegiatan tersebut dilakukan
secara higienis dan terkontrol. Dengan demikian, praktik penggunaan
bahan yang tidak layak atau proses pengolahan yang tidak semestinya,
tidak mungkin dilakukan pada industri besar. Agar tidak terkecoh, beli
produk yang telah mencantumkan nomor registrasi resmi dari Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM). Keabsahan dari suatu produk
dapat dilihat dari tercantumnya nomor MD untuk makanan dalam negeri
atau nomor ML untuk makanan luar negeri (impor). Nomor MD terdiri dari
12 digit (angka).
Anggapan bahwa saus dibuat dari buah pepaya atau ubi jalar tidaklah
selalu benar. Secara teoritis, kedua bahan tersebut dapat digunakan dalam
pembuatan saos di tingkat rumah tangga. Namun, penggunaan buah pepaya
atau ubi jalar tentu tidak ekonomis dan praktis dalam skala industri.
d. Komposisi gizi pada saos cabai
Walaupun tujuan utama penggunaan saus cabai adalah sebagai
penyedap masakan atau makanan, ada baiknya untuk selalu
memperhatikan komposisi gizi yang terkandung di dalamnya. Kandungan
gizi utama pada saos cabai tentu saja berupa karbohidrat (berasal dari
tepung dan gula). Selain karbohidrat juga terkandung sejumlah kecil
vitamin dan mineral, yang berasal dari bahan yang digunakan seperti
cabai, tepung, bawang putih dan cuka.
Beberapa produsen saos cabai ada yang melakukan fortifikasi yaitu
penambahan zat-zat gizi tertentu biasanya berupa vitamin dan mineral,
sehingga kandungan keduanya menjadi lebih tinggi dari saos cabai pada
umumnya. Hal tersebut dapat dilihat pada label kemasannya. Dengan
demikian walaupun penampilan produk hampir sama, kandungan gizi di
dalamnya bisa sangat berbeda.
Dengan karakteristiknya yang kental dan berwarna, saus cabai,
cukup menguntungkan untuk difortifikasi dengan beberapa zat gizi. Ke
dalam saus cabai dapat ditambahkan zat gizi mikro yang sangat panting
bagi kesehatan seperti mineral iodium (untuk mencegah gondok,
kertinisme dan gangguan kecerdasan), zat besi (mencegah anemia gizi),
dan vitamin A (mencegah gangguan proses penglihatan dan kebutaan).
Ketiga zat gizi mikro tersebut sangat perlu ditambahkan mengingat
masih banyaknya masalah gizi kurang akibat kekurangan zat- zat tersebut.
Fortifikasi zat gizi ke dalam berbagai produk pangan hasil industri sangat
berarti bagi pengentasan berbagai masalah yang menyangkut gizi.[24]
2. Pewarna Sintetis Pada Saos
Banyak ditemukan pada makanan buatan industri kecil dan jajanan pasar
dan juga industri besar. Rhodamin B dan Metanil Yellow sering dipakai
untuk mewarnai kerupuk, makanan ringan, terasi, kembang gula, sirup
manisan, tahu kuning. Rhodamin B dan Metanil Yellow adalah pewarna
tekstil bukan food grade. Pewarna sintetis terutama Rhodamin, juga banyak
ditemukan dalam saos. Apalagi saos yang tidak bermerek, yang dijual pada
pedagang.
Sekarang banyak saos yang berwarna sangat mencolok dan warnanya
sangat meragukan. Saos sangat disukai anak-anak, terutama anak sekolah
yang tergiur pada makanan yang terdapat saosnya. Padahal saos tersebut tidak
bermerek dan warnanya merah sekali. Sebenarnya pewarna makanan alami
sudah sejak lama digunakan seperti kunyit dan daun suji. Tetapi seiring
dengan kemajuan teknologi, pewarna sintetis digunakan. Karena
kelebihannya yaitu praktis penggunaannya dan lebih murah harganya.
Penelitian menunjukkan bahwa pewarna buatan dapat menyebabkan hiperaktif
pada anak-anak, infertilitas, cacat bayi, kerusakan liver dan ginjal, kanker,
mengganggu fungsi otak dan kemampuan belajar, dan kerusakan
kromosom.[23]
F. Konsep Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat
diamati bahkan dapat dipelajari. Menurut Notoadmojo, pada dasarnya bentuk
perilaku dapat diamati melalui sikap dan tindakan. Akan tetapi tidak berarti
bentuk perilaku hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakan saja. Perilaku bisa
saja bersifat potensial, yaitu dari bentuk penelitian, motivasi dan persepsi. Pada
pelaksanaannya perilaku dapat diartikan suatu respon seseorang terhadap
rangsangan dari luar subyek. Respon ini masih berbentuk tindakan. Bentuk
perilaku aktif adalah tindakan yang dapat dilihat dengan mata.[18]
Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu:
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu dengan mengetahui situasi atau
rangsangan dari luar yang berupa segala hal dan kondisi baru yang perlu
diketahui dan dikuasai dirinya.
2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau
rangsangan dari luar atau lingkungan dari subyek yang terdiri dari:
a. Lingkungan fisik yaitu lingkungan alam sehingga alam itu sendiri akan
membentuk perilaku manusia yang hidup di alamnya sesuai dengan sikap
dan keadaan lingkungan tersebut.
b. Lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik mempunyai pengaruh
yang kuat terhadap pembuatan perilaku manusia, lingkungan ini adalah
keadaan masyarakat yang segala budidayanya dimana manusia itu lahir
dan mengembangkan perilakunya.
3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit yaitu berupa (action)
terhadap suatu rangsangan dari luar. [18]
G. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat berpengaruh untuk
terjadinya perilaku tersebut yaitu:
1. Faktor presdisposisi (Presdisposising), yaitu faktor yang mempermudah dan
mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Kelompok yang termasuk
didalamnya adalah pengetahuan dan sikap dari orang terhadap perilaku, beberapa
karakteristik individu (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan.
2. Faktor pemungkin (Enabling), yaitu faktor yang memungkinkan untuk terjadinya
perilaku tersebut. Kelompok yang termasuk didalamnya adalah ketersediaan
pelayanan kesehatan, ketercapaian pelayanan kesehatan, ketercapaian pelayanan
kesehatan baik dari segi jarak maupun biaya dan sosial, peraturan-peraturan dan
komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku tersebut.
3. Faktor penguat (Reinforcing), yaitu faktor yang memperkuat (atau kadang-
kadang justru memperlunak) untuk terjadinya perilaku tertentu tersebut.
Kelompok yang termasuk didalamnya adalah pendapat, dukungan, kritik
(keluarga, teman, lingkungan).[19,20]
H. Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah
seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan
terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman rasa dan raba. Pengetahuan/kognitif merupakan dominan yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).
Pengukuran pengetahuan dapat dilaksanakan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian /
responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau dapat
disesuaikan dengan tingkat pengetahuan.
Faktor pengetahuan mempunyai pengaruh sebagai dorongan awal bagi
seseorang dalam berperilaku. Pada umumnya orang yang berprilaku baik
sudah mempunyai pengetahuan yang baik pula. Pengetahuan yang ada pada
manusia tersebut bertujuan untuk dapat menjawab permasalahan kehidupan
manusia yang dihadapi sehari-hari dan digunakan untuk mendapatkan
kemudahan-kemudahan tertentu.
Sehubungan dengan hal di atas, pengetahuan dapat diibaratkan sebagai
alat yang dipakai manusia untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.
Pengetahuan dapat diperoleh seseorang melalui melihat, mendengar atau
mengalami suatu kejadian yang nyata. Selain itu dapat pula diperoleh melalui
pengalaman dibangku pendidikan, baik bersifat normal maupun non
normal.[20]
Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam
diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut. Disini
sikap subyek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, subyek ini mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan yang mencangkup di dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkat yakni :
a. Tahu (Know), diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat inin adalah
meningat kembali atau recall terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Ketidaktahuan
masyarakat tentang Rhodamin B dapat diketahui apabila mengkonsumsi
makanan yang mengandung Rhodamin B.
b. Memahami (Comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan
menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat
mengintreprestasi materi tersebut secara benar. Seseorang dinyatakan,
menyebutkan contoh dan menyimpulkannya. Seseorang dinyatakan telah
memahami Rhodamin B apabila dapat menjelaskan secara lengkap meliputi
bahan kandungan, kerugian akibat mengkonsumsi makanan berhodamin B
dan lainnya.
c. Aplikasi (Aplication), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya) serta
menggunakan metode, rumus dan prinsip dalam konteks atau situasi lain.
Seseorang anggota masyarakat pada tingkat aplikasi dapat menerapkan
teori dengan memperhatikan dan tidak mengkonsumsi makanan yang
mengandung Rhodamin B.
d. Analisis (Analysis), diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan masyarakat dalam menganalisis keberadaan Rhodamin B,
kerugian dan akibat dalam mengkonsumsinya.
e. Sintesis (Synthesis), menunjukkan pada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang
ada. Seseorang pada tingkatan ini diharapkan teori tentang kerugian dalam
penggunaan Rhodamin B bagi kesehatan.
f. Evaluasi (Evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-
penilaian tersebut berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang telah ada. Dala
tingkat ini seseorang dapat melakukan penilaian terhadap keberadaan dan
pemakaian Rhodamin B dalam makanan kemudian untuk tidak
mengkonsumsinya.
Proses terjadinya pengetahuan menjadi masalah mendasar bagi
pemikiran seseorang. Pandangan yang sederhana dalam memikirkan proses
terjadinya pengetahuan yaitu dalam sifatnya baik apriori maupun
aposteriori. Pengetahuan apriori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa
adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indra maupun
pengalaman batin. Sedangkan aposteriori adalah pengetahuan yang terjadi
karena adanya pengalaman.
Pengetahuan didapatkan dari pengamatan. Didalam pengamatan
indrawi tidak dapat ditetapkan apa yang subyektif dan apa yang obyektif.
Jika kesan-kesan subyektif dianggap sebagai kebenaran, hal ini
mengakibatkan adanya gambaran-gambaran indrawi. Gambaran-gambaran
itu kemudian ditingkatkan hingga sampai tingkatan-tingkatan lebih tinggi,
yaitu pengetahuan rasional dan pengetahuan intuitif. Di dalam pengetahuan
rasional orang hanya mengambil kesimpulan-kesimpulan. Pengalaman
dengan akal hanya mempunyai fungsi mekanisme semata-mata, sebab
pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan
pengurangan.
Sementara itu salah seorang tokoh emporisme yang lain berpendapat
bahwa segala pengetahuan datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu.
Akal tidak melahirkan pengetahuan dating dari pengalamam. Pendapat dari
ilmuwan lain tidak membedakan antara pengetahuan indrawi dan
pengetahuan akal.[19]
2. Faktor Pendidikan terhadap perubahan perilaku
Pendidikan bertujuan membentuk dan meningkatkan kemampuan
manusia yang mencangkup cita, rasa dan karsa. Pengukuran hasil pendidikan
melaui sikap pengetahuan, sikap dan tindakan. Tingkat pendidikan sangat
berhubungan dengan kemampuan baca tulis seseorang, orang mempunyai
kemampuan baca tulis tentunya akan mempunyai banyak kesempatan yang
luas dalam memperoleh informasi dibandingkan orang yang mempunyai
kemampuan baca tulis terbatas. Pendidikan meliputi pendidikan formal dan
non formal. Pendidikan formal dicapai dalam bangku sekolah sejak SD,
SLTP, SLTA dan PT. Pendidikan nonformal diperoleh melalui kursus-
kursus/pelatihan-pelatihan. Responden yang memiliki pendidikan lebih tinggi
akan mempunyai wawasan luas tentang pewarna makanan dan keberadaan
Rhodamin B.[18,19]
3. Cara Menilai Pengetahuan
Kriteria pengetahuan dikategorikan menurut Ali Khomsan (2000) dengan
kategori sebagai berikut :[21]
a. Baik, dengan nilai persentase jawaban benar > 80 % (≥ 14-17 dari
pertanyaan di jawab benar)
b. Sedang, dengan nilai persentase jawaban benar 65-80 % ( 12-13
pertanyaan dijawab benar)
c. Kurang, dengan nilai persentase jawaban benar < 65 % (≤ dari 11
pertanyan dijawab benar)
I. Kerangka Teori
Sumber:[6,12,18,19]
Gambar 2.1 Kerangka Teori
J. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Pengetahuan pedagang tentang pewarna makanan
Keberadaan Rhodamin B pada saos cabai yang dijual
Faktor Presdisposing : a. Pengetahuan tentang
pewarna makanan b. Keyakinan c. Sikap d. Nilai
Faktor Enabling : a. Rhodamin B banyak
tersedia di pasaran b. Kemudahan mendapatkan
Rhodamin B c. Rhodamin B yang terjual
murah di pasaran d. Peraturan-peraturan dan
komitmen masyarakat
Faktor Reinforcing : a. Keluarga b. Teman Sebaya c. Lingkungan d. Petugas kesehatan/DKK
Keberadaan Rhodamin B
pada saos cabai yang dijual
K. HIPOTESIS
Ada hubungan antara pengetahuan pedagang tentang pewarna makanan dengan
keberadaan Rhodamin B pada saos cabai yang dijual.