10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Puskesmas
2.1.1 Pengertian puskesmas
Fase persiapan pembangunan dibidang kesehatan, yaitu akhir tahun 1960-an,
di tandai dengan suatu inovasi yang fundamental dan monumental berupa
dicetuskannya pembentukan Pusat Kesehatan Masyarakat di kecamatan-kecamatan
(departemen kesehatan, 1995). Semula pelayanan kesehatan dasar kepada
masyarakat diselenggarakan melalui berbagai bentuk sarana seperti Balai Pengobatan
(BP), Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA), klinik KB, dan lain-lain. Hal ini
dirasakan kurang efisien dan efektif, sehingga dalam Rapat Kerja Kesehatan
Nasional (Rakerkesnas) tahun 1968 ditetapkan penyatuan dari semua pelayanan
kesehatan dasar tersebut kedalam satu lembaga yang disebut Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas).
Pada waktu yang lalu, terdapat 13 jenis pelayanan yang harus dilaksanakan
puskesmas, di mana enam diantaranya disebut sebagai pelayanan pokok (dikenal
dengan sebutan basic six). Keenam pelayanan pokok itu adalah pendidikan kesehatan
masyarakat, kesehatan lingkungan, Kesehatan Ibu anak dan keluarga berencana (KIA
& KB), perbaikan gizi masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular, serta pengobatan (Hartono, 2010).
Fasilitas layanan kesehatan yang menghasilkan sampah medis di kota
gorontalo yaitu puskesmas, diantaranya melalui :
11
1. Posyandu (Imunisasi) Dan Tim Medis Keliling
2. Pelayanan Puskesmas : KIA dan KB, Poli Gigi
3. Pelayanan pustu
2.2 Tinjauan Umum Imunisasi
2.2.1 Pengertian imunisasi
Menurut Ranuh (dalam Hidayah, 2011) imunisasi adalah suatu cara untuk
meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila
kelak ia terkena antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. Dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan penyakit menular di indonesia baru ada 7 macam
penyakit menular yang diupayakan pencegahannya melalui program imunisasi yang
disebut Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).
Jenis penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi di Indonesia adalah :
1. Difteri
2. Pertusis
3. Tetanus
4. Tuberkulosis
5. Campak
6. Poliomyelitis
7. Hepatitis B
2.2.2 Jenis-Jenis Imunisasi
Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa agar tidak menimbulkan efek
efek yang merugikan. Imunisasi ada 2 macam, yaitu:
12
1. Imunisasi aktif
Merupakan suatu pemberian bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin)
agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu
ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat
mengenali dan merespon.
2. Imunisasi pasif
Menurut Atikah (dalam Hidayah, 2011) merupakan suatu proses peningkatan
kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat immunoglobulin, yaitu zat yang
dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma
manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui placenta) atau
binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam
tubuh yang terinfeksi
2.2.3 Macam-Macam Imunisasi
1. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Bacillus Calmette Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari
Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan
hasil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas.
2. Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus)
Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus) adalah vaksin yang terdiri dari toxoid
difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi
(Depkes RI, 2006).
13
3. Vaksin Hepatitis B
Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus rekombinan yang telah diinaktivasikan
dan bersifat in infectious, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi
(Hansenula polymorph) menggunakan teknologi DNA rekombinan.
4. Vaksin Polio (Oral Polio Vaccine)
Vaksin Oral Polio adalah vaksin yang terdiri dari suspense virus poliomyelitis
tipe 1,2,3 (Strain Sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dibiakkan jaringan ginjal
kera dan distabilkan dengan sukrosa.
5. Vaksin Campak
Vaksin Campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis
(0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 inektive unit virus strain dan tidak lebih
dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erithromycin.
2.2.4 Tujuan Imunisasi
Menurut Ranuh (dalam Hidayah, 2011) tujuan imunisasi untuk mencegah
terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu
pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit
tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola.
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar
dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh
penyakit yang sering berjangkit. Secara umum tujuan imunisasi, antara lain:
1. Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular.
2. Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular.
14
3. Imunisasi menurunkan angka morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas
(angka kematian) pada balita.
2.3 Limbah Imunisasi
Menurut Parma (2007) limbah adalah semua buangan yang dihasilkan oleh
aktifitas manusia dan hewan yang berbentuk padat, lumpur, cair, maupun gas yang
dibuangkerena tidak dibutuhkan atau diinginkan lagi. Sedangkan sampah yaitu suatu
bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia maupun alam
yang belum memiliki nilai ekonomis.
Limbah medis atau limbah klinis mencakup semua hasil buangan yang
berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas penelitian, dan laboraturium (Direktoral
jendral PP & PL, 2012).
Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,
limbah patologi, limbah benda tajam, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah
radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat
yang tinggi (Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/ SK/ X/2004, Depkes RI, 2004).
Limbah imunisasi dalam penelitian ini yakni limbah yang dihasilkan dari
kegiatan posyandu (imunisasi) berupa jarum, suntik, disposable, flakon, ampul,
kapas, dan handscoon.
Limbah imunisasi termasuk dalam klasifikasi :
1. Limbah infeksius adalah limbah yang di duga mengandung bahan patogen
(bakteri, virus, parasit, atau jamur) dalam konsentrasi atau jumlah yang cukup
untuk menyebabkan penyakit pada pejamu yang rentan. (Asmadi, 2013)
15
2. Limbah benda tajam adalah materi padat yang memiliki sudut kurang dari 90
derajat, dapat menyebabkan luka iris atau tusuk misalnya jarum suntik, kaca
sediaan, infuse set, ampul/vial obat, dan lain-lain.
3. Limbah farmasi adalah limbah yang mengandung bahan-bahan farmasi
misalnya :
a) Mencakup produk farmasi, obat, vaksin, serum yang sudah
kadaluarsa, tumpahan obat.
b) Termasuk sarung tangan, masker.
2.4 Pengelolaan Limbah Medis Padat
Sesuai dengan Permenkes RI 1204/MENKES/SK/X/2004 untuk pengelolaan
limbah medis padat yaitu :
2.4.1 Minimasi Limbah
1. Setiap rumah sakit/puskesmas melakukan reduksi limbah dimulai dari
sumbernya.
2. Setiap rumah sakit/puskesmas harus mengelola dan mengawasi penggunaan
bahan kimia yang berbahaya dan beracun.
3. Melakukan Kegiatan perawatan dan pembersihan, Menggunakan bahan
produksi lebih awal, mengecek tanggal kadaluarsa.
2.4.2 Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang
1) Pemilahan limbah harus selalu dilakukan dari sumber yang menghasilkan
limbah.
2) Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang
tidak dimanfaatkan kembali.
16
3) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa
memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti
bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak
berkepentingan tidak dapat membukanya.
4) Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses
sterilisasi.
5) Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali.
Apabila fasilitas layanan kesehatan tidak mempunyai jarum yang sekali pakai
(disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali setelah
melalui proses salah satu metode sterilisasi.
Tabel 2.1 Metode Sterilisasi Untuk Limbah Yang Dimanfaatkan Kembali Metode
Sterilisasi Suhu Waktu Kontak
Sumber : Depkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor:1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan Rumah
Sakit. Direktorat Jenderal pemberantasan penyakit menular & penyehatan
lingkungan
6) Pewadahan limbah medis padat menurut Kepmenkes RI No.
1204/Menkes/SK/X/2004 harus memenuhi persyaratan dengan menggunakan
wadah dan label seperti tabel 2.2.
Metode sterilisasi Suhu Waktu kontak
Sterilisasi dengan panas
- Sterilisasi kering dalam oven
“ Poupinel”
- Sterilisasi basah dalam otoklaf
Sterilisasi dengan bahan kimia
- Ethylene oxide (gas)
- Glutaraldehyde (cair)
1600 C
1700 C
1210 C
500 C – 60
0 C
-
120 menit
60 menit
30 menit
3 – 8 jam
30 menit
17
Tabel 2.2 Rekomendasi kode warna untuk limbah layanan kesehatan
No Kategori
Warna
kontainer/kantong
plastik
Lambang Keterangan
1 Radioaktif Merah Kantong boks timbal
dengan simbol
radioaktif
2 Sangat
infeksius Kuning
Kantong plastik kuat,
anti bocor, atau
kontainer yang dapat
disterilisasi dengan
otoklaf
3
Limbah
infeksius,
patologi, dan
anatomi
Kuning Plastik kuat dan anti
bocor atau kontainer
4 Sitotoksis Ungu
Kontainer plastik kuat
dan anti bocor
5 Limbah kimia
dan farmasi Coklat -
Kantong plastik atau
kontainer
Sumber : Depkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor:1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan Rumah
Sakit. Direktorat Jenderal pemberantasan penyakit menular & penyehatan
lingkungan
7) Proses daur ulang tidak bisa dilakukan oleh fasilitas layanan kesehatan
kecuali untuk pemulihan perak yang dihasilkan dari pengolahan foto rontgen.
8) Limbah sitotoksik dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan
diberi label bertuliskan “Limbah Sitotoksik”.
Kunci minimisasi dan pengelolaan limbah layanan kesehatan secara efektif
adalah pemilahan (segregasi) dan identifikasi limbah. Penanganan , pengolahan dan
pembuangan akhir limbah berdasarkan jenisnya akan menurunkan biaya yang
dikeluarkan serta memberikan manfaat yang lebih banyak dalam melindungi
kesehetan masyarakat. Pemilahan merupakan tanggungjawab yang di bebankan pada
produsen limbah dan harus dilakukan sedekat mungkin dengan tempat dihasilkannya
18
limbah, kondisi yang tetap terpilah itu harus tetap dipertahankan di area
penampungan dan selama pengangkutan.
Selain pengkodean berdasarkan warna pada kontainer limbah praktek berikut
juga direkomendasikan:
1. Limbah benda tajam harus dikumpulkan bersamaan, baik yang
terkontaminasi ataupun tidak. Kontainernya harus anti robek (biasanya
terbuat dari logam atau palstik berdensitas tinggi) dan pas dengan tutupnya.
Kontainer itu harus kokoh dan impermiabel agar dapat menahan benda tajam
dan cairan residu yang keluar dari spuit tetap dalam kontainer. Untuk
menurunkan resiko kerusakan, kontainer harus tahan banting (sulit dibuka
atau dipecahkan) dan jarum serta spuit harus di buat tidak berguna lagi. Jika
kontainer plastik atau logam tidak tersedia atau terlalu mahal sebaiknya
gunakan kontainer yang terbuat dari papan kardus padat (WHO,1997).
Kemasan tersebut untuk memudahkan pengangkutan dan harus dilapisi
dengan plastik seperti pada gambar berikut:
Gambar 2.1. Kotak Pengaman (Safety box) (Depkes RI, 2006)
2. Kantong dan kontainer untuk limbah infeksius harus ditandai dengan
simbol seperti pada gambar berikut :
19
Gambar 2.2 Simbol internasional bahan infeksius (pengelolaan limbah medis rumah
sakit, 2013)
3. Limbah infeksius dengan kadar radioaktif rendah (misalnya kapas spuit untuk
tujuan diagnostic atau terapeutik) dapat dikumpulkan dalam kantong atau
kontainer berwarna kuning untuk limbah infeksius jika nantinya limbah
tersebut akan dibakar.
Karena biaya pengolahan dan pembuangan akhir yang aman untuk limbah
layanan kesehatan biasanya 10 kali lebih tinggi dari biaya untuk pengolahan dan
pembuangan limbah umum, maka semua limbah umum yaitu limbah non infeksius
harus di kelola dengan cara yang sama dengan pengelolaan limbah domestik dan di
kumpulkan dalam kantong hitam. Limbah layanan kesehatan selain limbah benda
tajam tidak boleh di buang dalam kontainer benda tajam, karena harga kontainer ini
lebih mahal dibandingkan kantong yang digunakan untuk limbah infeksius lain.
Tindakan semacam ini membantu meminimalisasi biaya pengumpulan dan
pengolahan limbah layanan kesehatan. Jika yang di gunakan adalah spuit sekali pakai
misalnya kemasan harus dibuang dalam kontainer kuning untuk benda tajam. Dalam
kebanyakan kondisi, jarum tidak boleh dilepas dari spuit karena beresiko
menimbulkan cedera; jika jarum memang harus di lepas, lakukan dengan sangat hati-
hati. Kontainer atau bag holder yang tepat harus ditempatkan di semua lokasi yang
potensial menghasilkan limbah dari kategori tertentu. Instruksi mengenai pemilahan
20
dan identifikasi limbah juga harus dipasang disetiap titik pengumpulan untuk
mengingatkan staff akan prosedur pelaksanaannya. Kontainer harus diangkat jika
sudah tiga per empat penuh.
Staf jangan pernah mencoba memperbaiki kesalahan yang di lakukan saat
pemilahan dengan mengeluarkan item dari satu kantong atau kontainer setelah
pembuangan atau dengan memasukkan satu kantong kedalam kantong lain yang
warnanya berbeda. Jika limbah umum dan limbah berbahaya secara tak sengaja
tercampur, campuran limbah itu harus diperlakukan sebagai limbah layanan
kesehatan yang berbahaya.
Untuk kegiatan imunisasi petugas kesehatan jika tidak ada kotak pengaman
(safety box) bisa juga menggunakan kotak dari kertas karton untuk mengumpulkan
semprit dan jarum dan membawa peralatan ini ke suatu tempat dimana alat-alat ini
dapat ditimbun dan dibakar. Jangan menggunakan wadah yang sama setelah diisi
sekali, selain itu hancurkan wadah bila isinya sudah hampir penuh dan dapatkan
wadah baru untuk pelayanan berikutnya.
2.4.3 Tempat Penampungan Sementara
1. Bagi rumah sakit/puskesmas yang mempunyai insinerator di lingkungannya
harus membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam.
2. Bagi rumah sakit/puskesmas yang tidak mempunyai insinerator, maka limbah
medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit
lain atau pihak lain yang mempunyai insinerator untuk dilakukan
pemusnahan selambat-lambatnya 24 jam apabila disimpan pada suhu ruang.
21
Berdasarkan kajian dari BTKL-PPM Manado untuk penanganan limbah
medis lebih efisien dan efektif bila setiap puskesmas mengatur jadwal pengiriman
limbah tidak lebih dari 72 jam (3 hari) waktu tampung atau penyimpanan sementara
limbah sebelum dimusnahkan di incinerator, cukup satu incinerator dapat
mengcover limbah yang berasal dari puskesmas-puskesmas yang berada di satu
wilayah.
Menurut Pruss. A (2005) lokasi penampungan untuk limbah layanan
kesehatan harus dirancang agar dapat berada di dalam wilayah instansi layanan
kesehatan. Limbah baik dalam kantong maupun kontainer, harus ditampung di area,
ruangan atau bangunan terpisah yang ukurannya sesuai dengan kuantitas limbah
yang dihasilkan dan frekuensi pengumpulannya. Beberapa rekomendasi pada sistem
penampungan yaitu :
a) Lantai yang kokoh , impermiebel, drainase baik, dan mudah dibersihkan /
desinfeksi.
b) Ruangan penampungan harus tetap di kunci untuk mencegah masuknya
mereka yang tidak berkepentingan.
c) Ruangan harus terlindungi dari sinar matahari.
d) Ruangannya harus terlindung dari serangga, burung dan binatang lainnya.
e) Pencahayaan ruangan baik fentilasinya pasif
Beberapa pengecualian bila di gunakan ruangan yang memiliki pendingin,
waktu tampung sementara untuk limbah layanan kesehatan (misalnya, waktu tunggu
antara produksi dan pengolahan ) jangan sampai melebihi :
Iklim sedang : 72 jam di musim dingin
22
48 jam di musim panas
Iklim hangat : 48 jam di musim hujan
24 jam di musim kemarau
2.4.4 Pengangkutan limbah
Persyaratan dalam pengangkutan (transportasi) limbah padat sesuai dengan
Permenkes RI 1204/MENKES/SK/X/2004 yaitu :
1. Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kenderaan pengangkut
harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup.
2. Kantong limbah padat harus aman dari jangkauan manusia maupun binatang.
3. Petugas yang mengangani limbah, harus menggunakan alat pelindung diri
terdiri dari :
a) Topi/helm
b) Masker
c) Pelindung mata
d) Pakaian panjang
e) Apron untuk industry
f) Pelindung kaki/sepatu bot, dan
g) Sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves)
2.4.5 Pengolahan, Pemusnahan, dan Pembuangan Akhir Limbah Padat
Dalam Permenkes RI 1204/MENKES/SK/X/2004 untuk pengolahan,
pemusnahan, dan pembuangan akhir limbah infeksius dan benda tajam yaitu :
23
a. Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen
infeksius dari laboratorium harus di sterilisasi dengan pengolahan panas
dan basah seperti dalam autoclave sedini mungkin. Untuk limbah
infeksius yang lain cukup dengan cara disinfeksi.
b. Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila memungkinkan, dan
dapat diolah bersama dengan limbah infeksius lainnya. Kapsulisasi juga
cocok untuk benda tajam.
c. Setelah insinerasi atau disifeksi, residunya dapat dibuang ketempat
pembuangan B3 atau dibuang ke landfill jika residunya sudah aman.
Setiap cara pembuangan sampah yang dipilih untuk pusat kesehatan harus
memenuhi peraturan dampak lingkungan dan petunjuk khusus Departemen
Kesehatan dalam hal ini petugas imunisasi harus bekerja sama dengan petugas
puskesmas yang diberi tanggung jawab untuk itu, misalnya petugas kesehatan
lingkungan. Beberapa tehnik pengelolaan limbah medis tajam puskesmas yaitu :
a) Dengan safety box
Alternatif 1
1. Jarum dan syringe langsung dimasukkan ke dalam safety box pada
setiap selesai satu penyuntikan.
2. Setelah penuh, safety box dan isinya dikirim ke sarana kesehatan lain
yang memiliki incinerator dengan suhu pembakaran 10000 C atau
yang memiliki alat pemusnah carbonizer.
Alternatif 2
24
1. Jarum syringe langsung dimasukkan ke dalam safety box pada setiap
selesai satu penyuntikan.
2. Setelah penuh, safety box dan isinya ditanam di dalam sumur galian
yang kedap air atau needle pit yang lokasinya didalam puskesmas.
b) Dengan needle cutter
Alternatif 1
1. Jarum dipatahkan dengan needle cutter pada setiap selesai satu
penyuntikan.
2. Potongan jarum yang terkumpul didalam needle collection container
dimasukkan kedalam safety box, kemudian dilanjutkan dengan proses
penanganan seperti yang dijelaskan dalam penanganan menggunakan
safety box.
Alternatif 2
1. Jarum dipatahkan dengan needle cutter pada setiap selesai satu
penyuntikan.
2. Potongan jarum yang terkumpul didalam needle collection container
dimasukkan kedalam needle pit.
3. Syringe bekas pakai didisinfeksi dengan menggunakan larutan sodium
hipoklorit 5% dan direndam selama 30 menit, sehingga syringe telah
steril dan dapat didaur ulang.
c) Dengan needle burner
1. Jarum dimusnakan dengan needle burner langsung pada setiap selesai
satu penyuntikan .
25
2. Syringe selanjutnya diproses seperti dijelaskan dalam penanganan
dengan needle cutter.
3. Hasil proses pemusnahan dengan needle burner dimasukkan ke dalam
kantong plastik warna hitam, karena sudah tidak infeksius.
4. Sisa proses bersama kantong plastiknya langsung dibawa ke tempat
penampungan sementara limbah domestik.
2.5 Dampak Kesehatan Limbah Medis
2.5.1 Risiko akibat limbah medis
a) Jenis Risiko
Pajanan pada limbah layanan kesehatan yang berbahaya dapat mengakibatkan
penyakit atau cedera. Sifat bahaya dari limbah medis tersebut mungkin muncul
akibat satu atau beberapa karakteristik berikut :
1. Limbah mengandung agens infeksius
2. Limbah bersifat genetoksik
3. Limbah mengandung zat kimia atau obat-obatan berbahaya atau beracun
4. Limbah bersifat radioaktif
5. Limbah mengandung benda tajam
b) Mereka Yang Berisiko
Semua orang yang terpajan limbah berbahaya dari fasilitas kesehatan
kemungkinan besar menjadi orang yang beresiko termasuk yang berada dalam
fasilitas penghasil limbah dan mereka yang berada diluar fasilitas serta memiliki
pekerjaan mengelola limbah semacam itu atau beresiko akibat kecerobohan dalam
sistem manajemen limbahnya, antara lain ;
26
1. Dokter, perawat, pegawai layanan kesehatan dan tenaga pemeliharaan
rumah sakit
2. Pasien yang menjalani perawatan di instansi layanan kesehatan atau
dirumah
3. Penjenguk pasien rawat inap
4. Tenaga bagian layanan pendukung yang bekerja sama dengan instansi
layanan kesehatan masyarakat, misalnya, bagian binatu, pengelolaan
limbah dan bagian transportasi.
5. Pegawai pada fasilitas pembuangan limbah (misalnya, ditempat
penampungan sampah akhir atau incinerator, termasuk pemulung (Pruss.
A, 2005).
2.5.2 Bahaya Akibat Limbah Infeksius dan Benda Tajam
Limbah infeksius dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme
pathogen. Patogen tersebut dapat memasuki tubuh manusia melalui beberapa jalur ;
1. Akibat tusukan, lecet atau luka di kulit
2. Melalui membrane mukosa
3. Melalui pernapasan
4. Melalui ingesti
Kekhawatiran muncul terutama terhadap penyakit HIV serta virus hepatitis B
dan C karena ada bukti kuat yang menunjukan bahwa virus tersebut ditularkan
melalui limbah layanan kesehatan. Penularan umumnya terjadi melalui cedera dan
jarum spuit yang terkontaminasi darah manusia.
27
Di fasilitas kesehatan, keberadaan bakteri yang resisten terhadap antibiotik
dan desinfektan kimia juga dapat memperbesar bahaya yang muncul akibat limbah
layanan kesehatan yang buruk pengelolaannya. Contoh plasmid dari strain
laboratorium yang terkandung dalam limbah layanan kesehatan ternyata dapat
berpindah kedalam bakteri di alam melalui sistem pembuangan limbah yang tidak
saniter.
Kultur patogen yang pekat dan benda tajam yang terkontaminasi (terutama
jarum suntik) mungkin merupakan jenis limbah yang potensi bahayanya paling akut
bagi kesehatan. Benda tajam tidak hanya dapat menyebabkan luka gores maupun
luka tusuk tetapi juga dapat menginfeksi luka jika benda ini terkontaminasi patogen.
Karena resiko ganda inilah (cedera dan penularan penyakit), benda tajam termasuk
dalam kelompok limbah yang sangat berbahaya. Kekhawatiran pokok yang muncul
adalah bahwa infeksi yang ditularkan melalui subkutan dapat menyebabkan
masuknya agent penyebab penyakit, misalnya infeksius virus pada darah. Jarum
suntik merupakan bagian yang penting dalam limbah benda tajam, dan berbahaya
karena sering terkontaminasi darah pasien.
2.5.3 Dampak Limbah Terhadap Masyarakat
Limbah yang dihasilkan puskesmas terutama limbah tajam imunisasi dapat
membahayakan seperti misalnya sampah benda-benda tajam dapat menimbulkan
masalah kesehatan dan lingkungan yang serius, diantaranya bahaya kematian yaitu
dengan membiarkan semprit dan jarum bekas berada di tempat atau tanah terbuka
menimbulkan resiko bagi masyarakat. Paling sering, anak-anak menjadi korban
terkena luka tusukan jarum akibat pembuangan jarum yang di lakukan sembarangan.
28
Selain itu juga membuang semprit dan jarum bekas di sungai dapat mengotori air
yang digunakan untuk minum dan mencuci Begitu juga pemulung di lokasi
pembuangan akhir limbah (sekalipun resiko ini tidak terdokumentasi). Di kalangan
pasien dan masyarakat resiko terkena infeksi tersebut jauh lebih rendah. Namun
beberapa infeksi yang menyebar melalui media lain atau disebabkan oleh agent yang
lebih resisten dapat menimbulkan resiko yang bermakna pada masyarakat dan pasien.
2.6 Mikroorganisme Patogen di Lingkungan
Mikroorganisme patogen memiliki kemampuan yang terbatas untuk bertahan
hidup di alam bebas. Kemampuan ini bergantung pada jenis mikroorganisme dan
merupakan cara kerja dari pertahanan dirinya terhadap kondisi lingkungan seperti
suhu,kelembaban, radiasi ultraviolet, ketersediaan zat organik, keberadaan predator
dan sebagainya. Contoh mikrooganime tersebut sebagai berikut :
1. Virus Hepatitis B
a) Persisten di udara kering
b) Hidup beberapa minggu ditanah
c) Tahan terhadap pajanan antiseptic
d) Tahan sampai 10 jam pada suhu 600 C
e) Tahan 1 minggu pada tetesan darah dalam jarum suntik (termasuk virus
hepatitis C)
2. Virus HIV
a) Tahan 3-7 hari pada suhu ambien
b) Tahan 15 menit pada cairan etanol 70%
c) Inaktif pada suhu 560 C
29
Dalam mengevaluasi daya tahan atau penyebaran mikroorganisme patogen
dilingkungan, kita juga harus memperhitungkan peran vektor seperti hewan pengerat
dan serangga. Hal ini berlaku untuk pengelolaan limbah layanan kesehatan baik di
dalam maupun diluar fasilitas layanan kesehatan. Vektor seperti tikus, lalat, dan
kecoa yang makan maupun bertelur pada sampah organik, disebut sebagai carrier
pasif mikroba patogen, jumlahnya akan meningkat tajam jika terjadi kekeliruan
dalam pengelolaan limbah.
2.7 Teknologi Pengolahan dan Pembuangan Limbah Medis
Menurut Prüss (dalam Harahap, 2010) beberapa pilihan teknologi pengolahan
dan pembuangan limbah medis yang dapat digunakan sebagai berikut:
1. Insinerasi
Insinerasi merupakan proses oksidasi kering bersuhu tinggi yang dapat
mengurangi limbah organik dan limbah yang mudah terbakar menjadi bahan
anorganik yang tidak mudah terbakar dan mengakibatkan penurunan yang sangat
signifikan dari segi volume maupun berat limbah. Proses ini biasanya dipilih untuk
mengolah limbah yang tidak dapat didaur ulang, dimanfaatkan kembali, atau dibuang
di lokasi landfill. Alat untuk melakukan insinerasi disebut incinerator yang harus
dioperasikan pada suhu antara 1000 0C dan 1200
0C.
2. Rotary klin
Rotary klin (tungku berputar) yang terdiri dari sebuah open berputar dan
sebuah bilik pasca pembakaran. Suhu insinerasi 1200-16000C yang memungkinkan
terjadinya penguraian bahan kimia. Rotary klin sesuai untuk kategori limbah
infeksius, limbah benda tajam, limbah patologis, limbah bahan kimia dan sediaan
30
farmasi serta limbah sitotoksik. Limbah yang tidak boleh diinsinerasi dengan Rotary
klin adalah kontainer bertekanan dan limbah yang mengandung logam berat
berkonsentrasi tinggi.
Biaya peralatan dan biaya operasional cukup tinggi, demikian pula dengan
energi yang dibutuhkan. Limbah produk sampingan insinerasi sangat korosif
sehingga lapisan tahan panas tungku harus sering diperbaiki atau diganti. Dibutuhkan
tenaga yang terlatih dengan baik untuk menjalankannya.
3. Desinfeksi kimia
Desinfeksi kimia yang digunakan secara rutin dalam aktivitas layanan
kesehatan untuk membunuh mikroorganisme pada peralatan medis dan pada lantai
atau dinding, saat ini telah diperluas penggunaannya untuk pengolahan limbah
medis. Zat kimia ditambahkan ke dalam limbah untuk membunuh atau
menonaktifkan patogen yang ada di dalamnya, perlakuan tersebut biasanya
menyebabkan desinfeksi bukan sterilisasi. Desinfeksi kimia paling sesuai untuk
mengolah limbah seperti darah, urine dan feses. Limbah medis padat dan limbah
infeksius mencakup kultur mikrobiologis, serta limbah benda tajam juga dapat
didesinfeksi secara kimia dengan syarat desinfektan yang dipergunakan berasal dari
jenis yang kuat, yang juga termasuk bahan berbahaya dan hanya boleh digunakan
oleh petugas yang terlatih dan terlindung dengan baik. Jenis bahan kimia yang
digunakan untuk desinfeksi limbah medis seperti formaldehid, etilen oksida,
glutaraldehid, natium hipoklorit dan klor dioksida.
31
4. Autoclaving
Autoclaving merupakan proses desinfeksi termal basah yang efisien. Biasanya
otoklaf digunakan di rumah sakit untuk sterilisasi peralatan medis yang dapat
digunakan kembali. Peralatan tersebut hanya dapat mengolah sedikit limbah
sehingga umumnya hanya digunakan untuk limbah yang sangat infeksius misalnya
kultur mikroba atau benda tajam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inaktivasi yang efektif terhadap semua
mikroorganisme vegetatif dan kebanyakan spora bakteri dalam sedikit limbah
(sekitar 5-8 kg) memerlukan siklus 60 menit pada suhu dan tekanan minimum 1210C
sehingga kondisi tersebut memungkinkan uap untuk berpenetrasi secara maksimum
ke dalam materi limbah.
5. Sanitary landfill
Sanitary landfill adalah pembuangan limbah yang terkelola di sebuah lokasi
yang kecil, memungkinkan limbah untuk disebar merata, dipadatkan, dan ditimbun
(ditutup dengan tanah) setiap hari. Penutupan yang adekuat bagian dasar dan sisi
lubang di lokasi untuk meminimalkan pergerakan cairan dari sampah keluar dari
lokasi. Pembuangan limbah infeksius dan sedikit limbah sediaan farmasi dapat
dilakukan dengan sanitary landfill. Metode ini dapat mencegah kontaminasi tanah
dan air permukaan serta air tanah dan mengurangi pencemaran udara, bau, serta
kontak langsung dengan masyarakat umum.
6. Encapsulation (pembungkusan)
Encapsulation (pembungkusan) adalah pengolahan limbah dengan
memasukkan limbah ke dalam kontainer kemudian ditambahkan zat yang membuat
32
limbah tidak dapat bergerak kemudian kontainer ditutup. Proses ini dapat
menggunakan kotak yang terbuat dari drum logam yang tiga perempatnya diisi
dengan benda tajam atau residu bahan kimia atau sediaan farmasi. Kontainer atau
kotak tersebut kemudian ditutup dengan sejenis busa plastik, pasir bitumen, adukan
semen atau materi lempung. Setelah media tersebut kering, kontainer dapat ditutup
dan dibuang ke lokasi landfill.
7. Inertisasi
Proses inertisasi mencakup pencampuran limbah dengan semen dan substansi
lain sebelum dibuang guna meminimalkan resiko berpindahnya substansi yang
terkandung dalam limbah ke air permukaan atau air tanah. Proporsi campuran terdiri
dari 65% limbah farmasi, 15% batu kapur, 15% semen dan 5% air. Metode ini sangat
sesuai untuk limbah sediaan farmasi dan untuk abu insinerasi yang mengandung
logam berkadar tinggi. Proses ini tidak mahal dan dapat dilakukan dengan peralatan
yang sederhana. Tetapi inertisasi tidak bisa digunakan untuk limbah infeksius.
33
2.8 Kerangka Berpikir
2.8.1 Kerangka Teori
Gambar 2.3 Kerangka Teori
Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan masyarakat bagi kasus-
kasus ringan atau penyakit ringan. Salah satu upaya untuk mendukung pelayanan
peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) adalah
Kegiatan
Imunisasi
Puskesmas
Teknologi
Pengolahan dan
Pembuangan Limbah
Medis
Mikroorganisme
Patogen di
Lingkungan
Pengelolaan Limbah
Medis Padat
Risiko akibat
limbah medis
Bahaya akibat
limbah infeksius
dan benda tajam
Dampak terhadap
masyarakat
Dampak Kesehatan
Limbah Medis
Minimasi limbah
Pemilahan,
pewadahan,
pemanfaatan
kembali dan daur
ulang
Pengangkutan
(transportasi)
Tempat
penampungan
sementara
Pengolahan,
pemusnahan,dan
pembuangan akhir
limbah padat
Limbah medis
kegiatan imunisasi :
jarum suntik,
disposable, flakon,
ampul, kapas,
handscoon
34
dengan penyediaan program kegiatan pelayanan imunisasi di puskesmas. Kegiatan
ini tentunya menghasilkan limbah medis sisa kegiatan imunisasi diantaranya jarum,
suntik, disposable, flakon, ampul, kapas, handscoon. Limbah medis kegiatan
imunisasi ini ditinjau dari empat aspek yaitu :
1) Teknologi pengolahan dan pembuangan limbah
2) Mikroorganisme patogen di lingkungan
3) Dampak kesehatan limbah medis dilihat dari risiko akibat limbah medis,
bahaya akibat limbah infeksius dan benda tajam, dampak terhadap
masyarakat.
4) Pengelolaan limbah medis padat dilihat dari minimasi limbah, pemilahan
pewadahan, pemanfaatan kembali dan daur ulang, pengangkutan
(transportasi), tempat penampungan sementara, pengolahan pemusnahan dan
pembuangan akhir limbah padat.
2.8.2 Kerangka Konsep
Gambar 2.4 Kerangka Konsep
Pengelolaan Limbah
Medis Padat
Minimasi limbah
Pemilahan, pewadahan,
pemanfaatan kembali dan daur
ulang
Pengangkutan (transportasi)
Tempat penampungan sementara
Pengolahan, pemusnahan,dan
pembuangan akhir limbah padat
Top Related