9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Pengendalian Intern
2.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern
Menurut Roomey dan Steinbart (2009) mengatakan bahwa
pengendalian intern adalah rencana organisasi dan metode bisnis yang
dipergunakan untuk menjaga aset, memberikan informasi yan akurat dan
andal mendorong dan memperbaiki efisensi jalannya organisasi serta
mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
Menurut Hery (2013) pengendalian intern adalah seperangkat
kebijakan dan prosedur untuk melindungi aset atau kekayaan perusahaan
dari segala bentuk tindakan penyalahgunaan, menjamin tersedianya
informasi akuntansi perusahaan yang akurat, serta memastikan bahwa
semua ketentuan (peraturan) hukum/undang-undang serta kebijakan
manajemen telah dipatuhi atau dijalankan sebagaimana mestinya oleh
seluruh karyawan perusahaan.
Menurut Nugroho Widjajanto (2001) Sistem pengendalian intern
(internal control) adalah suatu sistem pengendalian yang meliputi struktur
organisasi beserta semua metode dan ukuran yang diterapkan dalam
perusahaan dengan tujuan untuk:
a. Mengamankan aktiva perusahaan
b. Mengecek kecermatan dan ketelitian data akuntansi
c. Meningkatkan efisiensi
10
d. Mendorong agar kebijakan manajemen dipatuhi oleh segenap jajaran
organisasi.
2.1.2 Prinsip Dasar Sistem Pengendalian Intern
Menurut Sanyoto Gondodiyoto (2009) ada beberapa prinsip dasar
yang perlu dipahami mengenai sistem pengendalian intern bagi suatu
entitas organisasi atau perusahaan, yaitu:
a. Sistem pengendalian internp merupakan pertanggungjawaban
manajemen. Bahwa sesungguhnya yang paling berkepentingan
terhadap sistem pengendalian intern suatu entitas
organisasi/perusahaan adalah manajemen dan untuk lebih tegasnya
adalah pimpinan perusahaan, karena dengan sistem yang baik itulah
pimpinan perusahaan dapat mengaharapkan kebijakannya dipatuhi,
aktiva/harta perusahaan dilindungi dan penyelenggaraan pencatatan
berjalan baik. Pimpinan perusahaan bertanggungjawab menyusun
sistem pengendalian intern yang tentu saja dilaksanakan oleh para
bawahannya.
b. Sistem pengendalian intern seharusnya bersifat generik, mendasar dan
dapat diterapkan pada tiap perusahaan pada umumnya (tidak boleh
jika hanya berlaku untuk suatu perusahaan tertentu saja, melainkan
harus ada hal-hal yang bersifat dasar yang berlaku umum).
c. Sifat sistem pengendalian intern adalah reasonable assurance, artinya
tingkat rancangan yang telah didesain adalah yang paling optimal.
Sistem pengendalian yang baik adalah bukannya yang paling
11
maksimal melainkan yang mampu memberikan keyakinan yang
memadai untuk mendorong tercapainya tujuan perusahaan.
d. Sistem pengendalian intern memiliki beberapa keterbatasan, sebaik-
baiknya kontrol tetapi kalau karyawan yang melaksanakannya tidak
cakap atau kolusi maka tujuan pengendalian itu mungkin tidak
tercapai.
e. Sistem pengendalian intern harus selalu dan terus-menerus dievaluasi,
diperbaiki, dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi dan
teknologi.
2.1.3 Tujuan Sistem Pengendalian Intern
Menurut Sanyoto Gondodiyoto (2009) tujuan dirancangnya sistem
pengendalian intern yang sudah mencakup lingkup yang lebih luas pada
hakekatnya adalah:
a. Pencatatan, pengolahan data dan penyajian informasi yang dapat
dipercaya
Pimpinan hendaknya memiliki informasi yang benar dan tepat
dalam rangka melaksanankan kegiatannya. Mengingat bahwa berbagai
jenis informasi dipergunakan untuk bahan mengambil keputusan
sangat penting, artinya karena itu suatu mekanisme atau sistem yang
dapat mendukung penyajian informasi yang akurat sangat diperlukan
oleh pimpinan perusahaan.
12
b. Mengamankan aktiva perusahaan
Pengamanan atas berbagai harta benda (termasuk catatan
pembukuan/file/database) menjadi semakin penting dengan adanya
komputer. Data/informasi yang begitu banyaknya yang disimpan
didalam media komputer seperti magnetic tape, disket, dan USB yang
dapat dirusak apabila tidak diperhatikan pengamanannya.
c. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi operasional
Pengawasan dalam suatu organisasi merupakan alat untuk
mencegah penyimpangan tujuan organisasi, mencegah penghamburan
usaha, menghindarkan pemborosan dalam setiap segi dunia usaha dan
mengurangi setiap jenis penggunaan sumber-sumber yang ada secara
tidak efisien.
d. Mendorong pelaksanaan kebijaksanaan dan peraturan (hukum)
yang ada
Pimpinan menyusun tata cara dan ketentuan yang dapat
dipergunakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Sistem pengendalian
intern berarti memberikan jaminan yang layak bahwa semuanya itu
telah dilaksanakan oleh karyawan perusahaan.
Suatu pengendalian intern yang baik dalam perusahaan akan
memberikan keuntungan sangat berati bagi perusahaan itu sendiri,
karena:
1. Dapat memperkecil kesalahan-kesalahan dalam penyajian data
akuntansi sehingga akan menghasilkan laporan yang benar.
13
2. Melindungi dan membatasi kemungkinan terjadinya kecurangan
dan penggelapan.
3. Kegiatan organisasi akan terlaksana dengan efisien.
4. Mendorong dipatuhinya kebijakan pimpinan.
5. Sistem pengendalian intern suatu perusahaan cukup baik dan
auditor cukup puas melakukan test of controls, maka pengujian
substantif dapat dilakukan dengan sekecil mungkin jumlah data
dari suatu sampling technique. Dengan demikian kegiatan audit
tidak memerlukan biaya yang terlalu besar.
Hal-hal tersebut diatas dapat dicapai karena sistem
pengendalian intern dirancang dengan tujuan untuk: mengamankan
aset organisasi, memperoleh informasi yang akurat dan dapat
dipercaya, mendorong efektifitas, efisiensi, dan ekonomisnya kegiatan
operasi organisasi, mendorong kepatuhan pelaksanaan terhadap
kebijakan organisasi serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan
yang berlaku.
2.1.4 Unsur-unsur Pokok Sistem Pengendalian Intern
Menurut Mulyadi (2013) supaya dapat berjalan dengan baik, maka
suatu sistem pengendalian intern harus memiliki unsur-unsur pokok
sebagai berikut.
a. Stuktur Organisasi yang Memisahkan Tanggung Jawab Fungsional
Secara Tegas
Struktur organisasi merupakan kerangka (frame work) pembagian
tanggung jawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk
14
untuk melakukan kegiatan-kegiatan pokok perusahaan. Pembagian
tanggung jawab tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini:
1. Ada pemisahan fungsi-fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi
akuntansi. Fungsi operasi adalah suatu fungsi yang memiliki
wewenang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan operasi misalnya
penjualan. Setiap kegiatan dalam perusahaan memerlukan otorisasi
dari manajer fungsi yang berwewenang untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan tersebut.
2. Sebuah fungsi tidak diperkenankan memiliki tanggung jawab penuh
untuk melaksanakan semua tahap suatu transaksi. Hal ini untuk
menghindari kecurangan dan pemborosan serta tindakan yang bisa
merugukan perusahaan.
Pemisahan tanggung jawab fungsional dalam melaksanakan
transaksi-transaksi perusahaan dilaksanakan untuk membagi tahap-
tahap transaksi kepada setiap manajer unit yang terkait, sehingga
semua tahap transaksi tidak diselesaikan oleh satu unit saja. Dalam
melaksanakan suatu transaksi terdapat internal check di antara unit
organisasi pelaksana sehingga pencatatan transaksi yang dilakukan
dapat memperlihatkan transaksi yang sesungguhnya.
b. Sistem Wewenang dan Prosedur pencatatan yang memberikan
perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, hutang, pendapatan,
dan biaya
Dalam setiap perusahaan atau organisasi, transaksi hanya terjadi
atas dasar otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang untuk
15
menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Maka dari itu, harus dibuat
sistem yang mengatur mengenai pembagian wewenang untuk otorisasi
atas terlaksananya semua transaksi.
Penggunaan formulir harus selalu diawasi untuk mengontrol
pelaksanaannya karena akan menjadi dasar dalam pencatatan transaksi
dalam catatan akuntansi. Pada akhirnya prosedur pencatatan yang baik
akan menjamin data yang disimpan dalam tiap formulir dicatat ke
dalam catatan akuntansi dengan tingkat ketelitian dan keandalan yang
tinggi sehingga akan menghasilkan informasi yang teliti dan dapat
dipercaya mengenai kekayaan, hutang, pendapatan, dan biaya suatu
organisasi/perusahaan.
c. Pelaksanaan Kerja yang Sehat dalam Melaksanakan Tugas dan
Fungsi Setiap Unit Organisasi
Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang dan
prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan
baik jika tidak adanya cara untuk menjadikan pelaksanaan kerja yang
sehat dalam menjalankannya.
Adapun cara-cara yang bisa ditempuh oleh sebuah organisasi
dalam menciptakan pelaksanaan kerja yang sehat adalah sebagai
berikut:
1. Menggunakan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya
harus dapat dipertanggungjawabkan oleh yang bersangkutan. Hal
ini dikarenakan formulir merupakan alat untuk memberikan
16
otorisasi terlaksananya transaksi dan kontrol serta pencegahan dari
tindakan kecurangan yang merugikan perusahaan.
2. Pemeriksaan mendadak yang dilakukan tanpa adanya
pemberitahuan kepada pihak yang akan diperiksa dengan jadwal
waktu yang tidak teratur supaya mendorong karyawan
melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
3. Setiap orang atau unit organisasi tidak diperkenankan
melaksanakan transaksi dari awal sampai akhir tanpa adanya
campur tangan dari pihak lain. Hal ini akan menjadikan internal
check terhadap pelaksanaan tugas setiap unit organisasi yang terkait
sehingga per unit organisasi akan melaksanakan kerja yang sehat
dalam menjalankan tugasnya.
4. Perputaran jabatan yang diadakan secara rutin untuk menjaga
independensi tiap karyawan dalam melaksanakan tugasnya dan
mengindari konspirasi diantara mereka.
5. Kewajiban untuk pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak.
Dengan demikian karyawan yang cuti tersebut akan digantikan
sementara oleh karyawan yang lain sehingga jika terjadi tindak
kecurangan dalam departemen yang bersangkutan, diharapkan
dapat terungkap oleh karyawan yang bertugas menggantikan posisi
yang cuti tersebut.
6. Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan
catatan yang ada. Hal ini untuk menjaga kekayaan organisasi dan
mengecek ketelitian serta keandalan catatan akuntansinya.
17
7. Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek
efektifitas unsur-unsur sistem pengendalian intern yang lain. Unit
organisasi ini biasanya disebut dengan satuan pengawas intern.
Supaya efektif maka petugas tersebut tidak harus melaksanakan
fungsi operasi, fungsi penyimpanan, dan fungsi akuntansi tetapi
hanya mengecek setiap kegiatan tersebut kemudian melaporkan dan
bertanggung jawab langsung kepada manajemen puncak/pimpinan
perusahaan. Dengan adanya satuan pengawas intern ini maka akan
menjamin efektifitas unsur-unsur sistem pengendalian intern demi
menjaga kekayaan perusahaan yang terjamin keamanannya serta
ketelitian dan keandalan dalam data akuntansinya.
d. Karyawan yang Berkualitas Sesuai dengan Tanggung Jawab yang
Dipikulnya
Karyawan yang berkualitas sesuai dengan tanggung jawab yang
dipikunya adalah unsur pokok dalam sistem pengendalian inten yang
paling penting. Hal ini dikarenakan sebaik-baiknya struktur organisasi,
sistem otorisasi dan prosedur pencatatan serta pelaksanaan kerja yang
sehat, semuanya akan tergantung pada setia karyawan yang
melaksanakannya. Seandainya perusahaan memiliki karyawan yang
jujur dan kompeten, maka unsur pengendalian yang lain dapat dikurangi
sampai batas minimum dan perusahaan tetap mampu menghasilkan
pertanggung jawaban keuangan yang dapat diandalkan.
18
Karyawan yang jujur dan kompeten di bidangnya akan
melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif dan efisien meskipun
ketiga unsur sistem pengendalian yang lain hanya sedikir
mendukungnya. Namun sebaliknya jika karyawan yang dimiliki oleh
perusahaan adalah karyawan yang tidak jujur dan kompeten maka
ketiga unsur sistem pengendalian yang lain tidak akan mendukung apa-
apa sehingga tujuan dari perusahaan/organisasi tidak akan tercapai.
Adapun cara-cara untuk mendapatkan karyawan yang jujur dan
kompeten adalah sebagai berikut:
1. Seleksi karyawan yang berdasarkan pada persyaratan yang dituntut
oleh pekerjaannya. Program yang bagus dalam proses seleksi akan
menjamin diperolehnya karyawan yang jujur dan kompeten
dibidangnya.
2. Pengembangan pendidikan karyawan selama menjadi karyawan
perusahaan yang sesuai dengan tuntutan dan bidang perkembangan
pekerjaannya.
2.2 Kas
2.2.1 Pengertian Kas
Menurut Surya (2012:66) kas adalah media pertukaran standar
serta merupakan dasar akuntansi dan pengukuran untuk semua pos-pos
lainnya.
19
Menurut Soemarso (2009:296) bahwa kas adalah segala bentuk
(baik yang berbentuk atau bukan) yang dapat tersedia dengan segera dan
diterima sebagai alat pelunasan kewajiban pada nilai nominalnya.
Menurut Zaki Baridwan (2004) Kas adalah aktiva yang tidak
produktif sehingga harus dijaga supaya jumlahnya tidak terlalu besar dan
tidak terjadi “idle cash”. Meskipun daya beli uang bisa berubah-ubah
tetapi perubahan daya beli tersebut tidak mengakibatkan penilaian kembali
terhadap kas.
2.2.2 Komposisi Kas
Menurut Zaki Baridwan (2004) yang termasuk kas adalah alat
pertukaran yang dapat diterima sebagai pelunasan hutang dan sebagai
suatu setoran bank dengan sebesar nominal serta simpanan dalam bank
atau tempat-tempat lain yang dapat diambil sewaktu-waktu. Kas terdiri
dari uang kertas, uang logam, uang yang belum disetorkan, simpanan
dalam bentuk giro atau bilyet, traveler’s check, cashier check, bank draft,
dan money order.
Surat-surat berharga seperti saham dan obligasi mungkin dapat
segera dijual menjadi uang tunai, tetapi sebelum dijualnya surat-surat
berharga tersebut maka tidak termasuk dalam kelompok kas melainkan
investasi jangka pendek.
Simpanan dalam bank yang berada di luar negeri akan
menimbulkan masalah tersendiri karena mata uang yang berbeda. Untuk
itu simpanan tersebut harus dikurs kan dalam rupiah terlebih dahulu.
20
Simpanan-simpanan tersebut biasanya tidak dapat diambil sewaktu-waktu
yang kemudian dalam neraca simpanan akan dilaporkan secara terpisah.
Uang kas yang terbatas dalam penggunaannya, biasanya terdapat
dalam bentuk dana yang tidak dimasukkan dalam kas tetapi dilaporkan
secara terpisah sebagai dana. Jika penggunaannya masih dalam waktu
satu tahun maka termasuk dalam kelompok aktiva lancar, tetapi jika tidak
dapat digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran dalam waktu satu tahun
maka termasuk dalam kelompok aktiva tidak lancar.
Adapun kas kecil dan kas yang berada di cabang-cabang tetap
termasuk dalam kas karena telah memenuhi batasan-batasan seperti
tersebut diatas. Cek-cek yang sudah ditulis tapi belum diserahkan kepada
orang yang dibayar tidak dikeluarkan dari kas. Apabila pada waktu
menulis cek sudah dikreditkan dalam rekening kas, maka pada akhir
periode jika cek tersebut belum juga diserahkan akan dibuat jurnal untuk
mendebit kembali rekening kas.
2.2.3 Pengawasan Kas
Kas memiliki sifat sangat mudah dipindahtangankan dan tidak
dapat dibuktikan sehingga mudah terjadi penggelapan. Oleh karena ini
perlu adanya pengawasan yang ketat terhadap kas. Pada umumnya suatu
pengawasan intern terhadap kas akan memisahkan fungsi-fungsi
penyimpanan, pelaksanaan, dan pencatatan. Tanpa adanya pemisahan
fungsi tersebut, maka kas akan mudah digelapkan.
21
Bentuk dan jenis perusahaan ada bermacam-macam, maka sistem
pengawasan intern dalam suatu perusahaan akan berbeda dengan
perusahaan yang lain. Meskipun demikian, ada dasar-dasar tertentu yang
bisa digunakan sebagai pedoman dalam mengadakan pengawasan
terhadap kas sebagai berikut:
a. Penerimaan uang
Penerimaan uang dalam suatu perusahaan bisa berasal dari beberapa
sumber, seperti penjualan tunai, pelunasan piutang, dan pinjaman.
Maka prosedur pengawasan yang dapat digunakan yaitu:
1. Harus ditunjukkan dengan jelas mengenai fungsi-fungsi dalam
penerimaan kas dan setiap penerimaan kas harus segera dicatat
dan kemudian disetor ke bank.
2. Diadakan pemisahan fungsi antara pengurusan kas dan fungsi
pencatatan kas.
3. Diadakan pengawasan yang ketat terhadap fungsi penerimaan dan
pencatatan kas. Setiap hari harus dibuat laporan kasnya.
b. Pengeluaran kas
Pengeluaran uang yang terjadi dalam sebuah perusahaan adalah
untuk pembayaran bermacam-macam transaksi. Apabila pengawasan
tidak dijalankan dengan ketat, maka sering kali terjadi jumlah
pengeluaran yang diperbesar dan selisihnya kemudian digelapkan.
Beberapa prosedur pengawasan yang penting adalah sebagai berikut:
1. Semua pengeluaran uang menggunakan cek kecuali untuk
pengeluaran-pengeluaran kecil yang dibayar dari kas kecil.
22
2. Dibentuk kas kecil yang penggunaannya diawasi dengan ketat.
3. Penulisan cek hanya dapat dilakukan jika didukung dengan bukti-
bukti atau dokumen yang lengkap.
4. Diadakan pemisahan antara orang-orang yang mengumpulkan bukti-
bukti pengeluaran, yang menulis cek, yang menandatangani cek, dan
yang mencatat pengeluaran kas.
5. Diadakan pemeriksaan intern dengan jangka waktu yang tidak tentu.
6. Diharuskan membuat laporan kas harian.
Dengan adanya prinsip-prinsip pengawasan intern terhadap kas
tersebut akan timbul beberapa masalah yaitu mengenai pembentukan kas
kecil dan karena adanya rekening giro bank, maka setiap periode perlu
diadakan rekonsiliasi antara saldo kas dengan saldo menurut laporan
bank.
2.2.4 Sistem Akuntansi Penerimaan Kas
Menurut Mulyadi (2013) Sistem penerimaan kas adalah suatu
catatan yang dibuat untuk melakukan kegiatan penerimaan kas yang
diterima perusahaan baik yang berupa uang tunai maupun yang berupa
surat-surat berharga yang sifatnya dapat segera digunakan yang berasal
dari transaksi perusahaan maupun penjualan tunai, pelunasan piutang, atau
transaksi lainnya yang dapat menambah kas perusahaan, sumber
penerimaan kas terbesar suatu perusahaan dagang berasal dari transaksi
penjualan tunai.
23
Penerimaan kas perusahaan berasal dari dua sumber utama yaitu penerimaan
kas dari penjualan tunai dan penerimaan kas dari piutang.
2.2.5 Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas
Menurut James A Hall (2011) sistem akuntansi pengeluaran kas
adalah memproses pembayaran kewajiban yang dihasilkan oleh sistem
pembelian.
Menurut Mulyadi (2013) sistem akuntansi pengeluaran kas adalah
suatu catatan yang dibuat untuk melaksanakan kegiatan pengeluaran baik
dengan cek maupun dengan uang tunai yang digunakan untuk kegiatan
umum perusahaan.
Pengeluaran kas dalam perusahaan dilakukan dengan dua sistem,
yaitu sistem pengeluaran kas dengan cek dan sistem pengeluaran kas
dengan uang tunai melalui sistem dana kas kecil. Pengeluaran kas yang
tidak dapat dilakukan dengan cek biasanya karena dalam jumlah yang
relatif kecil.
2.3 Sistem Pengendalian Intern terhadap Penerimaan Kas dan
Pengeluaran Kas
Sistem pengendalian intern penerimaan kas menekankan pada tujuan
yang hendak dicapai, dan bukan pada unsur-unsur yang membentuk sistem
tersebut. Pengendalian intern berlaku baik dalam perusahaan yang mengolah
informasinya secara manual, dengan mesin pembukuan, maupun dengan
komputer. Untuk sistem pengendalian intern penerimaan kas, catatan yang
24
digunakan untuk melakukan kegiatan penerimaan kas baik yang berupa
uang tunai maupun surat-surat berharga yang sifatnya dapat segera
digunakan dari perusahaan maupun dari penjualan tunai. Sedangkan sistem
pengendalian intern pengeluaran kas catatan yang digunakan untuk
melakukan kegiatan baik dengan cek maupun uang tunai melalui sistem
dana kas kecil.
2.3.1 Sistem Pengendalian Intern terhadap Penerimaan Kas yang Baik
Menurut Mulyadi (2013) berikut ciri-ciri pengendalian yang baik
atas transaksi penerimaan kas, yaitu:
1. Adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab yang menerima kas dengan
yang melakukan pencatatan, memberikan otoritas atas penerimaan kas.
2. Pegawai yang membuat rekonsiliasi bank harus lain dari pegawai yang
mengerjakan buku bank. Rekonsiliasi bank dibuat setiap bulan dan harus
di review oleh kepala bagian akuntansi.
3. Penerimaan kas dalam bentuk apapun harus disetor ke bank dalam
jumlah seutuhnya paling lambat keesokannya.
4. Uang kas harus disimpan ditempat yang aman.
5. Uang kas harus dikelola dengan baik, dalam arti jangan dibiarkan
menganggur atau terlalu banyak disimpan direkening giro karena tidak
memberikan hasil yang optimal. Jika ada uang kas yang menganggur
sebaiknya disimpan dalam deposito berjangka atau dibelikan surat
berharga yang sewaktu-waktu bisa diuangkan sehingga bisa
menghasilkan kas lain.
25
6. Digunakan formulir yang bernomor urut tercetak.
2.3.2 Sistem Pengendalian Intern terhadap Pengeluaran Kas yang Baik
Menurut Mulyadi (2013) berikut ciri-ciri pengendalian yang baik atas
transaksi pengeluaran kas, yaitu:
1. Fungsi penyimpan kas harus terpisah dari fungsi akuntansi.
2. Pengeluaran kas harus mendapat otorisasi dari pihak berwenang.
3. Pencatatan dalam jurnal pengeluaran harus didasarkan pada bukti kas
keluar yang telah mendapat otorisasi dari pejabat yang berwenang.
4. Jika pengeluaran kas hanya menyangkut jumlah yang kecil, dilakukan
melalui dana kas kecil (imprest system).
2.4 Simbol-simbol dalam sistem akuntansi
Menurut Mulyadi (2013) sistem akuntansi dapat dijelaskan dengan
menggunakan bagan alir dokumen. Simbol-simbol standar yang digunakan
oleh analisis sistem untuk membuat bagan alir dokumen yang
menggambarkan sistem tertentu. Simbol-simbol dalam Sistem Akuntansi
dapat dilihat pada Gambar 2.1
26
No Simbol Nama Simbol Keterangan
1
Dokumen Simbol ini menggambarkan semua jenis
dokumen, yang merupakan formulir
yang digunakan untuk merekam data
terjadinya suatu transaksi
2 Catatan Simbol ini digunakan untuk
menggambarkan catatan akuntansi yang
digunakan untuk mencatat data yang
direkam sebelumnya di dalam dokumen
atau formulir.
3 On Page
Connector
Simbol ini untuk memungkinkan aliran
dokumen berhenti di suatu lokasi pada
halaman tertentu dan kembali berjalan
dilokasi lain pada halaman yang sama.
4 Off Page
Connector
Simbol ini digunakan untuk
menunjukkan kemana dan bagaimana
bagan alir terkait satu dengan lainnya.
5 Kegiatan
Manual
Simbol ini digunakan untuk
menggambarkan kegiatan manual
6 Arsip
Sementara
Simbol ini digunakan untuk
menunjukan tempat penyimpanan
sementara yang dokumennya akan
diambil kembali dari arsip tersebut di
masa yang akan datang
7 Arsip Permanen Simbol ini digunakan untuk
menggambarkan arsip permanen yang
merupakan tempat penyimpanan
dokumen yang tidak akan diproses lagi.
8 On-line
Computer
Process
Simbol ini menggambarkan pengolahan
data dengan komputer secara online.
10 Keputusan Simbol ini menggambarkan keputusan
yang harus dibuat dalam proses
pengolahan data.
11 Mulai/Berakhir
(Terminal)
Simbol ini untuk menggambarkan awal
dan akhir suatu sistem akuntansi.
Gambar 2.1. Simbol-simbol dalam Sistem Akuntansi
Sumber : Mulyadi (2013)
27
2.5 Bagan Alir Dokumen Sistem Akuntansi Penerimaan Kas
Sistem akuntansi penerimaan kas di dokumentasikan dengan
menggunakan bagan alir dokumen (flowchart), bagan alir transaksi
penerimaan kas dapat dilihat pada gambar 2.2.
28
Flowchart Penerimaan Kas dari Penjualan Tunai
Pelanggan
LPK:Laporan
penerimaan kas
LPT:laporan
penjualan tunai
Sumber: Mulyadi
(2013)
Kasir Bagian Keuangan Pimpinan
Start
Melakuk
an
pembaya
ran
Data
Pembayaran
(uang)
Data
Pembayaran
(uang)
Membuat
laporan
penerima
an kas
(LPK)
LPK
LPK
Membuat
laporan
penjualan
tunai (LPT)
LPT 2
LPT 1
A
1
1
LPT 1
Selesai
29
2.5.1 Penerimaan Kas dari Penjualan Tunai
a. Pelanggan yang merasa cocok dengan produk yang sudah dipilih
melakukan pembayaran secara tunai ke kasir.
b. Kasir menerima pembayaran tunai (kas) dari pelanggan. Kemudian
kasir membuat Laporan Penerimaan Kas (LPK) dan dikirimkan ke
Bagian Keuangan.
c. Bagian keuangan membuat Laporan Penjualan Tunai (LPT) rangkap
2, lembar 1 dikirimkan ke Pimpinan, dan lembar 2 disimpan sebagai
arsip.
2.5.2 Uraian Kegiatan
a. Pelanggan
1. Customer membeli produk perusahaan.
2. Melakukan pembayaran secara tunai ke kasir.
b. Kasir
1. Menerima pembayaran tunai dari pelanggan dalam bentuk uang
tunai.
2. Membuat Laporan Penerimaan Kas (LPK) yang dikirimkan ke
bagian keuangan.
c. Bagian Keuangan
1. Menerima Laporan Penerimaan Kas (LPK) dari kasir.
2. Membuat Laporan Penjualan Tunai (LPT) rangkap 2:
Lembar 1: LPT yang dikirimkan ke pimpinan sebagai laporan dan
bukti penjualan
30
Lembar 2: LPT untuk tujuan arsip perusahaan.
d. Pimpinan
Menerima Laporan Penjualan Tunai (LPT) dari bagian keuangan.
2.5.3 Pengeluaran Kas dari Penjualan Tunai
Sistem akuntansi pengeluaran kas di dokumentasikan dengan
menggunakan bagan alir dokumen (flowchart), bagan alir transaksi
pengeluaran kas dapat dilihat pada gambar 2.3.
31
Siklus Pengeluaran Kas
Kasir
SPK : Surat Pengajuan Kredit
TT : Tanda Terima
Gudang Pemasok
Sumber: Mulyadi (2013)
Mulai
Melakukan
transaksi
pembelian
Melakuka
n
pembayar
an
Membua
t surat
pengajua
n kredit
2
Nota
pembayaran
1
1
1
1
Surat 2
Pengajuan
kredit 1
1
P.
1
P.2
2
SPK TT 1
2
Data barang
Memeriksa
barang yang
telah dibeli
Pengembalia
n barang
Membuat
daftar
barang retur
2
Daftar
barang retur
1
3
1
seles
ai
Daftar
barang yang telah diretur
tunai kredit
retur tidak
Beserta
barang
2
SPK TT 1
Menyetujui
SPK
Nota
pembaya
ran
1
Mengirim
barang yang dipesan
Data barang
3
Data barang retur
Menukar
barang dari
perusahaan
Daftar barang yg
telah retur
32
2.5.4 Uraian Kegiatan
1. Kasir/bagian penjualan
a. Melakukan transaksi pembelian.
1. Jika pembelian secara tunai, maka langsung dicetak nota
pembayaran.
2. Jika pembelian secara kredit, maka dibuat surat pengajuan
kredit (SPK) dan mencetaknya.
b. Gudang
1. Melihat data barang, kemudian memeriksa barang yang telah
dibeli, jika ada yang rusak/cacat maka dilakukan pengembalian
barang dan membuat daftar retur (yang dikembalikan),
kemudian mencetak data daftar barang retur.
2. Menerima daftar barang retur beserta barang yang telah ditukar
dari pemasok.
c. Pemasok
1. Jika bagian penjualan mengajukan SPK, maka pemasok
menyetujui SPK tersebut. Dan jika bagian penjualan melakukan
pembelian tunai, maka pemasok menerima nota pembayaran.
2. Mengirim barang yang dipesan sesuai dengan data barang yang
dipesan.
3. Jika ada daftar barang retur, maka barang akan ditukar dan
kemudian mengirimkan daftar barang retur beserta barang yang
telah ditukar kepada perusahaan.
33
2.6 Penelitian Terdahulu
No Peneliti
dan
Tahun
Judul Penelitian Hasil Penelitian
1 Nunung
Larasati
(2012)
“Analisis Sistem
Pengendalian Intern
terhadap Penerimaan
dan Pengeluaran Kas
pada UD. Dua Putri
Nganjuk”
Sistem pengendalian intern
penerimaan kas sudah berjalan
dengan efektif, tetapi sistem
pengendalian intern pengeluaran
kas belum efektif karena masih
terdapat unsur-unsur
pengendalian intern didalam
perusahaan yang belum
sepenuhnya dilakukan.
Penempatan kasir yang berada
satu ruangan dengan karyawan
lain, kas yang ada ditangan dan
kasir tidak diasuransikan, dan
perputaran jabatan secara rutin
sehingga kemungkinan
terjadinya penyelewengan masih
sangat besar.
2 Zulvinia
Nur
Salasa
(2016)
“Evaluasi Sistem
Akuntansi
Penerimaan dan
Pengeluaran Kas
dalam Upaya
Meningkatkan
Pengendalian Intern
Studi Kasus pada PG
Kebon Agung
Malang”
Penerapan sistem dan prosedur
penerimaan dan pengeluaran kas
PG. Kebon Agung Malang
masih belum efektif, adapun hal
yang menjadikan belum efektif
adalah pada sistem akuntansi
penerimaan kas melalui
pelunasan piutang tidak ada
fungsi penagihan serta dokumen
bukti kas masuk dan bukti kas
keluar tidak dibuat rangkap 2,
selamjutnya tidak terdapat suatu
bagian sebagai staf audit intern
yang melakukan pemeriksaan
terhadap sistem dan prosedur
akuntansi penerimaan dan
pengeluaran kas.
3 Annisa
Fina
Rizkiyani
(2013)
“Evaluasi Sistem
Pengendalian
Internal atas
Aktivitas
Penerimaan dan
Pengeluaran Kas
pada PT.
Telekomunikasi
Indonesia Tbk.”
Pengendalian Internal atas
Aktivitas Penerimaan dan
Pengeluaran Kas pada PT.
Telekomunikasi Indonesia Tbk
terdapat kelemahan pada sistem
pembayaran jasa
telekomunikasi, namun secara
keseluruhan pengendalian
internal sudah berjalan dengan
34
efektif dan efisien sesuai dengan
komponen pengendalian COSO.
4 Mario
Caesar
Piet
Sumurung
(2015)
“Analisis
Pengendalian Intern
Penerimaan dan
Pengeluaran kas
pada PT. Manado
Media Grafika.”
Hasil penelitian ini diketahui
bahwa pengendalian penerimaan
dan pengeluaran kas pada PT.
Manado Media Grafika telah
dilakukan sesuai prosedur,
sehingga kinerja manajerial
dapat terlaksana dengan mudah.
Pimpinan perusahaan sebaiknya
tetap melaksanakan
pengendalian intern penerimaan
dan pengeluaran kas dan
menjaga hubungan yang baik
dalam pelaksanaan kegiatan
operasional perusahaan.
5 Sri
Mangesti
Rahayu
(2014)
“Analisis Sistem
Pengendalian
Internal Penerimaan
dan Pengeluaran Kas
Lembaga Zakat
Studi pada Lembaga
Manajemen Infaq
(LMI) Cabang
Magetan Jawa
Timur”
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sistem pengendalian
internal LMI cabang Magetan
sudah baik, hanya perlu
perbaikan pada salah satu unsur
pengendalian internal, yaitu
penerapan pada praktik yang
sehat. Praktik yang sehat ini
berkaitan tentang prosedur
pencatatan yaitu penggunaan
dokumen dan catatan transaksi
yang valid, sah dan lengkap.
LMI cabang Magetan juga perlu
memperhatikan penerapan
unsur-unsur sistem pengendalian
internal lembaga zakat secara
baik dan benar.
Top Related