4 Universitas Internasional Batam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan referensi jurnal internasional terkait dengan penulisan skripsi
ini berikut adalah rekapan dari penelitian tedahulu:
Tabel 2.1 Rekapan Penelitian Terdahulu
No Tahun Nama
Penulis
Judul Penelitian Hasil
1 2018 Sudarno
Analisis Tebal Perkerasan
Jalan Raya Magelang-
Purworejo Km 8 Sampai Km
9 Menggunakan Metode
Bina
Marga 1987
Berdasarkan perhitungan yang
ada, Jalan Raya Magelang –
Purworejo tidak lagi mencukupi.
Maka dari itu diperlukan overlay
setebal 3 cm.
2 2018 Irwandy
Muzaidi
Perancangan Tebal
Perkerasan Lentur Pada
Ruas Jalan Banjarmasin –
Batas Kalteng
Dari pembahasan yang disajikan,
hasil yang didapatkan
menggunakan metode flexible
pavement adalah: lapisan
permukaan (AC-WC) 7.5 cm,
lapisan permukaan (AC-BC) 7.5
cm, lapisan pondasi atas (agregat
kelas A) 15 cm dan lapisan
pondasi bawah (agregat kelas B)
20 cm.
3 2019 Murad &
Novera
Desain Perkerasan Lentur
Berdasarkan Metode Bina
Marga Ruas Jalan Simpang
Seling – Muara Jernih
Kabupaten Merangin
1. Dari kedua metode yang
digunakan dalam perencanaan
perkerasan lentur yaitu metode
Bina Marga 1987 dan 2002
diperoleh hasil yang berbeda
dikarenakan kriteria perencanaan
dan tahapan perhitungan yang
tidak sama.
2. Perbedaannya terletak pada
perhitungan beban lalu lintas,
standar minmum tebal perkerasan
dan faktor lingkungan.
Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020
5
Universitas Internasional Batam
No Tahun Nama
Penulis
Judul Penelitian Hasil
3. Diperoleh hasil yang lebih
efisien pada metode Bina Marga
2002.
4 2014 Akbar &
Wesli
Studi Korelasi Daya Dukung
Tanah Dengan Indek Tebal
Perkerasan Jalan
Menggunakan Metode Bina
Marga
Dari hasil yang didapatkan
diambil beberapa kesimpulan,
yaitu:
1. Hubungan DDT dengan ITP
bervariasi namun ada ygn
mempunyai interval yang sama.
Hal ini menjelaskan bahwa nilai
CBR untuk mendapatkan nilai
DDT tidak selalu sebanding
dengan pertambahan nilai ITP.
2.2 Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan biasanya dikelompokkan menjadi beberapa macam, yaitu
perkerasan lentur, perkerasan kaku dan beberapa bentuk perkerasan lainnya seperti:
perkerasan beton prestress, komposit, cakar ayam dan coneblock (Suprapto Tm,
2004).
2.3 Jenis-Jenis Perkerasan Jalan
Kerusakan pada jalan dapat diatasi dengan lapisan perkerasan jalan yang
menerima dan menyebarkan beban kendaraan lalu lintas. Dengan demikian
kenyamanan dapat dirasakan oleh pengemudi kendaraan selama masa pelayanan
jalan tersebut (Sukirman, 1999).
Berdasarkan bahan pengikat yang digunakan, jenis-jenis perkerasan jalan
dapat dikelompokkan menjadi:
1. Perkerasan Jalan Lentur (Flexible Pavement)
Perkerasan jalan lentur memiliki lapisan-lapisan di bawah permukaan
aspal dengan bahan pengikat yang berupa lapisan aspal dan lapisan yang di
bawahnya bertujuan untuk menahan beban kendaraan yang lewat. Perkerasan
Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020
6
Universitas Internasional Batam
lentur memiliki beberapa lapis yaitu: lapis permukaan, lapis pondasi, dan
tanah dasar (Suprapto Tm, 2004).
2. Perkerasan Jalan Kaku (Rigid Pavement)
Perkerasan jalan kaku merupakan perkerasan yang menggunakan
lapisan beton yang bertulang ataupun tidak bertulang sebagai penahan beban
kendaraan yang lewat. Pada perkerasan kaku tidak terdapat lapisan yang
bervariasi seperti pada perkerasan lentur sehingga plat beton dapat langsung
diletakkan di atas tanah dasar (Muchtar, 2016).
3. Perkerasan Jalan Komposit (Composite Pavement)
Perkerasan jalan komposit yaitu perkerasan yang menggunakan
perkerasan jalan lentur dan kaku dengan perkerasan kaku di atas perkerasan
lentur atau sebaliknya (Sukirman, 1999).
2.4 Perkerasan Lentur
Menurut (Saodang, 2005) pada perkerasan lentur, struktur perkerasan berupa
lapisan-lapisan yang terdiri dari lapisan permukaan–lapisan pondasi atas– lapisan
pondasi bawah di atas tanah dasar yang berfungsi untuk menerima beban lalu lintas
bersama-sama.
Sumber: Tenriajeng (1999), hal. 2
Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur
Pada lapisan permukaan terjadi kontak dengan roda kendaraan yang
memberikan beban merata sehingga harus dapat menahan gaya bekerja yang
arahnya bervariasi, kemudian lapis pondasi hanya akan menerima beban getaran
dan vertikal, dan tanah dasar hanya dianggap akan menerima beban vertikal.
Berikut adalah keuntungan dan kerugian dalam perencanaan perkerasan lentur:
Lapis Permukaan
Lapis Pondasi Atas
Lapis Pondasi Bawah
Lapis Tanah Dasar
Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020
7
Universitas Internasional Batam
a c b
1. Keuntungan:
a. Gampang diperbaiki.
b. Daerah dengan perbedaan penurunan terbatas tidak menjadi
masalah.
c. Lapisan tambahan yang dapat dikerjakan kapan saja.
d. Ketahanan terhadap gaya geser yang baik.
e. Dapat dikerjakan bertahap apabila biaya atau data perencanaan
terjadi kekurangan.
2. Kerugian:
a. Ketebalan yang melebihi perencanaan perkerasan kaku.
b. Sifat kohesi dan kelenturan berkurang selama masa pelayanan.
c. Apabila tergenang air secara terus menerus dapat menyebabkan
kelemahan pada perkerasan.
d. Agregat yang dibutuhkan lebih banyak.
e. Pemeliharaan yang lebih sering dibandingkan dengan perkerasan
kaku (Sukirman, 2010).
2.4.1 Lapis Tanah Dasar (Subgrade Course)
Lapis tanah dasar merupakan tanah setebal 50-100 cm yang akan
menjadi lapisan yang paling bawah. Lapisan ini dapat berupa tanah yang
bagus kemudian dipadatkan, tanah yang telah distabilisasi oleh kapur atau
bahan lainnya dan tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan.
Hasil yang baik akan dimiliki dengan pemadatan yang dilakukan dengan
kadar air yang optimum dan konstan selama masa pelayanan.
Lapisan tanah dasar dibedakan atas beberapa macam ditinjau dari muka
tanah asli yaitu:
Sumber: Sukirman (2010), hal. 29
Gambar 2.2 Jenis Lapisan Tanah Dasar
Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020
8
Universitas Internasional Batam
Keterangan:
a. Tanah dasar hasil galian.
b. Tanah dasar hasil timbunan.
c. Tanah dasar tanah asli.
Tanah dasar kemudian dipadatkan hingga mencapai kestabilan tinggi
untuk mengantisipasi terjadinya perubahan volume dikarenakan sifat daya
dukung tanah dasar mempengaruhi keawetan dan kekuatan perkerasan jalan.
Masalah yang biasanya ditemukan pada perihal tanah dasar adalah:
1. Perubahan bentuk yang besar akibat beban kendaraan lalu lintas yang
dapat merusak jalan. Hal ini biasanya terjadi pada tanah yang memiliki
tingkat plastisitas yang tinggi.
2. Sifat kembang susut pada tanah karena perubahan pada kadar air.
Pemadatan tanah pada kadar air optimum dapat mengurangi perubahan
volume yang mungkin akan terjadi dengan mencapai tingkat kepadatan
tertentu untuk tanah.
3. Macam-macam tanah berbeda yang mengakibatkan daya dukung tanah
tidak merata. Hal ini dapat diakali dengan perencanaan tebal perkerasan
yang dibedakan menjadi beberapa segmen sesuai dengan jenis dan sifat
tanah dasar sepanjang jalan.
4. Pelaksanaan kurang baik yang mengakibatkan daya dukung tanah tidak
merata sehingga diperlukan pengawasan yang lebih (Sukirman, 1999).
2.4.2 Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)
Lapisan ini merupakan lapisan yang terletak di bawah lapis pondasi atas.
Lapisan ini memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Harus memiliki Plastisitas Indeks (PI) ≤10% dan CBR 20% karena
menyebarkan beban ke tanah dasar.
2. Dapat mengurangi ketebalan lapisan di atasnya yang lebih mahal.
3. Efisiensi dalam pemakaian material dikarenakan lapisan ini relatif lebih
murah daripada lapisan di atasnya.
4. Lapisan pertama supaya pekerjaan lebih lancar karena kondisi cuaca
yang mengharuskan tanah dasar ditutup dan karena lemahnya tanah
dasar dalam menahan beban roda kendaraan alat berat.
Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020
9
Universitas Internasional Batam
5. Lapisan peresapan supaya air tidak tertahan di lapis pondasi atas.
6. Lapisan yang mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke
lapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999).
2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course)
Menurut (Sukirman, 2010), lapisan pondasi atas terletak di atas lapisan
pondasi bawah atau langsung dengan permukaan tanah dasar apabila lapisan
pondasi bawah tidak dipakai. Lapisan ini memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Menyebarkan gaya vertikal kendaraan ke lapisan bawahnya.
2. Sebagai bantalan lapisan permukaan.
3. Lapisan peresapan untuk pondasi bawah.
Pada lapis pondasi atas yang tidak menggunakan bahan pengikat
diperlukan material dengan Plastisitas Indeks (PI) < 4% dan CBR > 50%.
Bahan-bahan yang biasanya digunakan sebagai lapis pondasi atas adalah
sebagai berikut:
1. Stabilitas yang berupa:
a. Stabilitas agregat dengan aspal
b. Stabilitas agregat dengan kapur
c. Stabilitas agregat dengan semen
2. Agregat yang bergradasi baik
a. Batu pecah kelas C (CBR 60%)
b. Batu pecah kelas B (CBR 80%)
c. Batu pecah kelas A (CBR 100%)
Tingkat gradasi dari yang paling kasar berupa A>B>C.
3. Pondasi makadam
4. Penetrasi makadam (lapen)
5. Pondasi Telford
6. Aspal beton pondasi.
2.4.4 Lapisan Permukaan (Surface Course)
Lapisan permukaan terletak pada bagian paling atas yang memiliki fungsi
sebagai berikut:
1. Fungsi struktural:
Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020
10
Universitas Internasional Batam
a. Menahan beban dari roda, sehingga memiliki stabilitas yang
tinggi untuk memikul beban dari lalu lintas sepanjang masa
pelayanannya.
b. Menyebarkan beban dari lalu lintas ke lapisan bawah supaya
lapisan lain yang daya pikulnya lebih kecil mampu menahan
bebannya.
2. Fungsi non-struktural:
a. Lapisan kedap air, sehingga jalan tidak ditembusi air hujan dan
merusak lapisan-lapisan di bawahnya.
b. Lapisan aus, menerima gaya gesek dari roda kendaraan akibat
rem.
c. Membentuk permukaan yang tidak licin dan rata (Suprapto Tm,
2004).
Berdasarkan (Sukirman, 2010), untuk mendapatkan fungsi-fungsi tersebut,
biasanya lapisan permukaan bahan pengikat berupa aspal sehingga memiliki daya
tahan yang lebih lama dan bersifat kedap air. Lapis permukaan paling atas disebut
lapis aus karena berhadapan langsung dengan beban dari roda kendaraan, hujan
beserta cuaca panas dan dingin sehingga lebih cepat rusak. Lapisan di bawahnya
adalah lapis permukaan antara yang mendistribusi beban kendaraan ke lapisan-
lapisan di bawah. Jenis-jenis lapisan permukaan yang sering digunakan di
Indonesia berupa:
1. Laburan aspal, lapisan penutup yang memiliki fungsi nonstruktural
yaitu:
a. Laburan aspal 1 lapis (burtu), memiliki 1 lapisan yang
menggunakan agregat gradasi seragam dengan ketebalan
maksimum 2 cm.
b. Laburan aspal 2 lapis (burda), lapisan aspal yang dihamparkan
agregat dan dikerjakan 2 kali dengan ketebalan maksimum 3.5
cm.
2. Lapis tipis aspal pasir (Latasir / Sand Sheet), lapisan yang
menggunakan agregat halus yang dicampur dengan aspal dan dihampar
kemudian dipadatkan dengan ketebalan 1-2 cm.
Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020
11
Universitas Internasional Batam
3. Lapis tipis beton aspal (Lataston / Hot Rolled Sheet), digunakan pada
lalu lintas yang kurang dari 1 juta lss selama masa pelayanan. Terdapat
2 jenis lataston yaitu:
a. Lapis tipis beton aspal lapis aus / Hot Rolled Sheet-Wearing
Course (HRS-WC), dengan tebal minimum 3 cm.
b. Lapis tipis beton aspal lapis antara / Hot Rolled Sheet-Base
Course (HRS-BC), dengan tebal minimum 3.5 cm.
4. Lapis Beton Aspal (Laston / Asphalt Concrete), lapisan yang digunakan
untuk lalu lintas berat. Terdapat 2 jenis laston yaitu:
a. Laston lapis aus / Asphalt Concrete-Wearing Course, dengan
tebal minimum 4 cm.
b. Laston lapis antara / Asphalt Concrete-Binder Course, dengan
tebal minimum 5 cm.
5. Lapis Penetrasi Makadam (Lapen), lapisan permukaan untuk lalu lintas
ringan sampai sedang yang terdiri dari agregat pengunci seragam dan
pokok kemudian disemprotkan aspal, diberikan agregat penutup dan
dipadatkan. Lapisan ini memiliki tebal 4-10 cm tergantung ukuran
agregat pokok yang digunakan.
6. Lapis Asbuton Agregat (Lasbutag), campuran antar peremaja dan
agregat aspal buton yang dihampar kemudian dipadatkan secara dingin.
Tebal minimum lapisan ini adalah 4 cm.
2.5 Perencanaan Ketebalan Lapis Perkerasan Metode Analisa Komponen
SNI 1732-1989-F
Metode analisa komponen merupakan sebuah metode yang telah disusun oleh
(Departemen Pekerjaan Umum, 1987) dengan tujuan interpretasi, evaluasi serta
kesimpulan yang akan dikembangkan dapat diperhitungkan secara lebih ekonomis
dan berdasarkan syarat teknis lainnya sehingga perencanaan tersebut optimal.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkerasan lentur menurut pedoman
perencaan lapisan perkerasan dengan metode analisa komponen No. 01/PD/B/1987,
Dirjen Bina Marga adalah % kendaraan pada lajur rencana, angka ekuivalen sumbu
kendaraan (E), koefisien distribusi arah kendaraan (c), lintas ekuivalen, faktor
Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020
12
Universitas Internasional Batam
regional (FR), daya dukung tanah (DDT), indeks permukaan (IP), indeks tebal
perkerasan (ITP), dan koefisien kekuatan relatif. Berikut adalah diagram alir
perencanaan lenturnya:
Sumber: Sukirman (2010), hal. 169
Gambar 2.3 Diagram Alir Metode Analisa Komponen
Input Perencanaan
Tidak
Kekuatan tanah dasar
Daya Dukung Tanah Dasar
(DDT)
Faktor Regional (FR)
- Kelandaian jalan
- % kendaraan berat
- Intensitas curah hujan
- Pertimbangan teknis
Penerapan konstruksi bertahap
apabila ada
Koefisien Kekuatan Relatif
Mulai
Beban LER pada lajur rencana
Indeks permukaan
Awal → IPo
Akhir → IPt
Tentukan tebal perkerasan
jalan baru dan tambahan
(overlay)
Menentukan ITP1
Tahap 1
Menentukan ITP1+2
untuk tahap 1 dan
tahap 2
Iya
Tentukan ITP
Selama UR
Selesai
Konstruksi
Bertahap
Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020
13
Universitas Internasional Batam
2.4.1 Persentase Kendaraan pada Lajur Rencana
Untuk menentukan jumlah lajur pada jalan dapat menggunakan tabel tersebut:
Tabel 2.2 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan Jalan
No Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n)
1 L<5.5m 1
2 5.5m ≤ L < 8.25m 2
3 8.25m≤ L < 11.25m 3
4 11.25m ≤ L < 15.0m 4
5 15.0m ≤ L < 18.75m 5
6 18.75m ≤ L < 22.0m 6
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1987), hal. 7
2.4.2 Koefisien Distribusi Arah Kendaraan (C)
Menurut (Departemen Pekerjaan Umum, 1987), Nilai koefisien ditentukan
melalui jumlah lajur, jenis kendaraan dan arah lajur.
Tabel 2.3 Koefisien Distribusi Arah Kendaraan (C)
No Jumlah Lajur Kendaraan ringan* Kendaraan berat*
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 1 1.0 1.0 1.0 1.0
2 2 0.6 0.5 0.7 0.5
3 3 0.4 0.4 0.5 0.475
4 4 - 0.3 - 0.45
5 5 - 0.25 - 0.425
6 6 - 0.2 - 0.4
* berat total kendaraan < 5 ton
** berat total kendaraan ≥ 5 ton
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1987), hal. 7
Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020
14
Universitas Internasional Batam
2.4.3 Angka Ekuivalen Sumbu Kendaraan (E)
Menurut (Departemen Pekerjaan Umum, 1987), angka ini adalah
perbandingan antara tingkat kerusakan yang dihasilkan kendaran lalu lintas
terhadap kerusakan akibat beban standar tunggal sebesar 8160 kg. Beban standar
tunggal didapatkan berdasarkan beban sumbu kendaraan yang dihitung dari letak
titik berat kendaraan dalam persentase pembebanan pada roda depan dan belakang.
Persamaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sumbu Tunggal
𝐸 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 = (𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑘𝑔
8160)
4
(1)
Dengan:
E tunggal = sumbu roda tunggal depan dan
belakang
Beban satu sumbu tunggal = beban roda dengan sumbu tunggal
2. Sumbu Ganda
𝐸 𝑔𝑎𝑛𝑑𝑎 = 0,086 𝑥 (𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑔𝑎𝑛𝑑𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑘𝑔
8160)
4
(2)
Dengan:
E ganda = sumbu roda ganda depan dan
belakang
Beban satu sumbu ganda = beban roda dengan sumbu ganda
Penentuan (E) juga dapat ditentukan berdasarkan tabel Bina Marga.
Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020
15
Universitas Internasional Batam
Tabel 2.4 Angka Ekuivalen Sumbu Kendaraan (E)
No Golongan Kendaraan Angka Ekuivalen
Kg Lbs Sumbu Tunggal Sumbu Ganda
1 1000 2205 0.0002 -
2 2000 4403 0.0036 0.0003
3 3000 6614 0.0183 0.0016
4 4000 8818 0.0577 0.005
5 5000 11023 0.141 0.0121
6 6000 13228 0.2923 0.0251
7 7000 15432 0.5415 0.0466
8 8000 17637 0.9238 0.0794
9 8160 18000 1.000 0.086
10 9000 19841 1.4798 0.1273
11 10000 22046 2.2555 0.194
12 11000 24251 3.3022 0.284
13 12000 26455 4.677 0.4022
14 13000 28660 6.4419 0.554
15 14000 30864 8.6647 0.7452
16 15000 33069 11.4148 0.982
17 16000 35276 14.7815 1.2712
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1987), hal. 8
2.4.4 Lintas Ekuivalen
Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1987), lintas ekuivalen adalah
repetisi beban yang terjadi pada konstruksi jalan yang terhadap jumlah lalu lintas
harian rata-rata (LHR).
1. Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP), jumlah lintas ekuivalen harian jalur
yang diperhitungkan terjadi pada awal umur rencana yang
menggunakan rumus:
𝐿𝐸𝑃 = ∑ 𝐿𝐻𝑅𝑗 × 𝐶𝑗 × 𝐸𝑗
𝑛
𝑗=1
(3)
2. Lintas Ekuivalen Akhir (LEA), jumlah lintas ekuivalen harian jalur
yang diperhitungkan terjadi pada akhir umur rencana yang
menggunakan rumus:
𝐿𝐸𝐴 = ∑ 𝐿𝐻𝑅𝑗 (1 + 𝑖)𝑈𝑅 × 𝐶𝑗 × 𝐸𝑗
𝑛
𝑗=1
(4)
𝑖 = (𝐿𝐻𝑅 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑛 + 1) − (𝐿𝐻𝑅 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑛)
𝐿𝐻𝑅 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑛× 100% (5)
Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020
16
Universitas Internasional Batam
3. Lintas Ekuivalen Tengah (LET), jumlah lintas ekuivalen harian jalur
yang diperhitungkan terjadi pada pertengahan umur rencana yang
menggunakan rumus:
𝐿𝐸𝑇 = 𝐿𝐸𝑃 + 𝐿𝐸𝐴
2 (6)
4. Lintas Ekuivalen Rencana (LER), jumlah lalu lintas yang
diperhitungkan akan menggunakan jalan dari awal sampai akhir umur
rencana.
𝐿𝐸𝑅 = 𝐿𝐸𝑇 × 𝐹𝑃 (7)
Dengan faktor penyesuaian (FP):
𝐹𝑃 = 𝑈𝑅
10 (8)
2.4.5 Daya Dukung Tanah (DDT)
Daya dukung tanah adalah kesanggupan tanah menahan beban yang
dibebankan padanya. Nilai DDT ditetapkan dengan grafik korelasi yang bisa
didapatkan setelah mengetahui nilai CBR. Untuk perhitungan CBR per segmen
dapat menggunakan metode analisa komponen SKBI 2.3.26.1987.UDC: 625.73.
Rumus untuk perhitungan nilai CBR secara analitis adalah:
𝐶𝐵𝑅 𝑆𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛 = 𝐶𝐵𝑅 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝐶𝐵𝑅𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝐶𝐵𝑅𝑚𝑖𝑛
𝑅 (9)
Dengan:
CBR Segmen = CBR pada segmen tertentu
CBR Rata-rata = CBR rata-rata dari semua titik yang dipakai
CBRmaks = Nilai CBR paling tinggi
CBRmin = Nilai CBR paling rendah
R = Berdasarkan tabel nilai R yang bergantung pada jumlah
titik pengamatan
Untuk nilai R, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020
17
Universitas Internasional Batam
Tabel 2.5 Nilai R
No Jumlah Titik Pengamatan Nilai R
1 2 1.41
2 3 1.91
3 4 2.24
4 5 2.48
5 6 2.67
6 7 2.83
7 8 2.96
8 9 3.08
9 ≥10 3.18
Sumber: Sukirman (1999), hal. 117
Selain itu, DDT juga dapat dicari menggunakan metode analitis yaitu:
Cara Analitis:
1.7 + 4.3 log (CBR%) (10)
Sumber: Sukirman (2010), hal. 147
Gambar 2.4 Grafik korelasi DDT dan CBR
Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020
18
Universitas Internasional Batam
2.4.6 Faktor Regional (FR)
Nilai faktor regional (FR) adalah dipengaruhi % kendaraan yang berat dan
kendaraan yang berhenti, iklim dan bentuk alinyemen. Berdasarkan “Peraturan
Pelaksanaan Pembangunan Jalan Raya” edisi SKBI 2.3.26, maka efek kondisi di
lapangan yang membahas tentang perlengkapan drainase dan permeabilitas tanah
dianggap sama.
Tabel 2.6 Tabel Faktor Regional
Kelandaian I
(<6%)
Kelandaian II
(6-10%)
Kelandaian III
(>10%)
% Kendaraan Berat
>30% ≤30% >30% ≤30% >30% ≤30%
Iklim I <900mm/th 1.0-1.5 0.5 1.5-2.0 1.0 2.0-2.5 1.5
Iklim II >900mm/th 2.0-2.5 1.5 2.5-3.0 2.0 3.0-3.5 2.5
Catatan: FR ditambah 0.5 pada persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam
(jari-jari 30m). FR ditambah 1.0 pada daerah rawa-rawa.
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1987), hal. 10
Untuk perhitungan % kendaraan berat, dapat menggunakan persamaan berikut:
% 𝐾𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛 𝐿𝐻𝑅× 100% (11)
2.4.7 Indeks Permukaan (IP)
Berdasarkan (Departemen Pekerjaan Umum, 1987), indeks permukaan
mengutarakan nilai kehalusan/kerataan suatu permukaan yang berhubungan dengan
tingkat pelayanan kendaraan lalu lintas. Berikut adalah nilai IP beserta artinya:
IPt = 2.5, artinya permukaan jalan masih stabil dan baik.
IPt = 2.0, artinya tingkat layanan terendah jalan yang masih mantap.
Ipt = 1.5, artinya tingkat pelayanan terendah jalan yang masih memungkinkan.
IPt = 1.0, artinya permukaan jalan sangat mengganggu lalu lintas kendaraan
karena dalam keadaan rusak berat.
Pada penentuan indeks permukaan akhir usia rencana, diperhatikan lintas
ekuivalen rencana beserta klasifikasi jalan. Berikut adalah tabelnya:
Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020
19
Universitas Internasional Batam
Tabel 2.7 Indeks Permukaan Pada Akhir Usia Rencana (IPt)
No LER* Klasifikasi Jalan
Tol Arteri Kolektor Lokal
1 <10 - 1.5-2.0 1.5 1.0-1.5
2 10-100 - 2.0 1.5-2.0 1.5
3 100-1000 - 2.0-2.5 2.0 1.5-2.0
4 >1000 2.5 2.5 2.0-2.5 -
* LER dalam satuan angka ekuivalen 8160 kg beban sumbu tunggal
Catatan: Proyek jalan darurat, penunjang atau jalan darat, digunakan IPt = 1.0.
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1987), hal. 10
Pada penentuan indeks permukaan awal usia rencana, diperhatikan lapisan
permukaan beserta kekesatan jalan. Berikut adalah tabelnya:
Tabel 2.8 Indeks Permukaan Pada Awal Usia Rencana (IPo)
No Jenis Lapis Perkerasan Roughness*
(mm/km)
IPo
1 Laston ≤1000 ≥4
>1000 3.9 - 3.5
2 Lasbutag ≤2000 3.9 - 3.5
>2000 3.4 - 3.0
3 HRA ≤2000 3.9 - 3.5
>2000 3.4 - 3.0
4 Burda >2000 3.9 - 3.5
5 Burtu >2000 3.4 - 3.0
6 Lapen ≤3000 3.4 - 3.0
>3000 2.9 - 2.5
7 Buras - 2.9 - 2.5
8 Latasir - 2.9 - 2.5
9 Latasbum - 2.9 - 2.5
10 Jalan kerikil - ≤2.4
11 Jalan tanah - ≤2.4
*Menggunakan roughmeter NAASRA yang terpasang pada kendaraan standar
Datsun 1500 station wagon dengan kecepatan ±32km/h.
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1987), hal. 11
Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020
20
Universitas Internasional Batam
2.4.8 Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
Perkerasan jalan didasarkan pada kekuatan relatif masing masing lapisan
sehingga ketebalan lapisan yang cukup tebal dan masih ekonomis diperlukan dalam
perkerasan jangka panjang. Untuk penentuan indeks tebal perkerasan (ITP) dapat
menggunakan rumus dan tabel berikut:
ITP = 𝑎1𝐷1 + 𝑎2𝐷2 + 𝑎3𝐷3 (12)
Tabel 2.9 Tebal Minimum Lapis Perkerasan
ITP Bahan Tebal min. (cm)
1. Lapis Permukaan
<3.00 Lapis pelindung: (Buras/Burtu/Burda) 5
3.00 - 6.70 Lapen/Aspal macadam, HRA, Lasbutag, Laston 5
6.71 – 7.49 Lapen/Aspal macadam, HRA, Lasbutag, Laston 7.5
7.50 – 9.99 Lasbutag, Laston 7.5
≥10.00 Laston 10
2. Lapis Pondasi Atas
<3.00 Batu pecah, stabilitas tanah dengan kapur,
stabilitas tanah dengan semen
15
3.00 – 7.49 Batu pecah, stabilitas tanah dengan kapur,
stabilitas tanah dengan semen
20*
7.50 – 9.99 Batu pecah, stabilitas tanah dengan kapur,
stabilitas tanah dengan semen, pondasi makadam
20
Laston atas 10
10 – 12.14 Laston atas 15
Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,
stabilitas tanah dengan kapur, pondasi makadam,
Lapen, Laston atas
20
≥12.25 Batu pecah, stabilitas tanah dengan kapur,
stabilitas tanah dengan semen, pondasi makadam,
Lapen, Laston atas
25
3. Lapis Pondasi Bawah, untuk setiap nilai ITP menggunakan tebal 10 cm
* Bila material pondasi bawah berbutir kasar, dapat diturunkan menjadi 15 cm
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1987), hal. 13
Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020
21
Universitas Internasional Batam
Setelah IPo dan IPt telah ditentukan, dapat digunakan untuk mencari Indeks
Tebal Perkerasan menggunakan nomogram. Berikut adalah contoh nomogram 1:
Sumber: Hendarsin (2000), hal. 355
Gambar 2.5 Nomogram 1 (IPt = 2.5 dan IPo ≥4)
2.4.9 Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Koefisien kekuatan relatif pada setiap bahan lapisan perkerasan ditentukan
oleh nilai tes Marshall untuk bahan aspal, kuat tekan untuk stabilitas tanah dengan
kapur atau semen dan CBR lapis pondasi bawah. Berikut adalah tabel koefisien
kekuatan relatif:
Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020
22
Universitas Internasional Batam
Tabel 2.10 Koefisien Kekuatan Relatif (a)
No Jenis Bahan
Kekuatan Bahan Koefisien
Kekuatan Relatif
MS
(kg)
Kt
(kg/cm)
CBR
(%) a1 a2 a3
1 Laston 744
590
454
340
-
-
-
-
-
-
-
-
0.40
0.35
0.35
0.30
-
-
-
-
-
-
-
-
2 Lasbutag 744
590
454
340
-
-
-
-
-
-
-
-
0.35
0.31
0.28
0.26
-
-
-
-
-
-
-
-
3 HRA 340 - - 0.30 - -
4 Aspal Macadam 340 - - 0.26 - -
5 Lapen (Mekanis) - - - 0.25 - -
6 Lapen (Manual) - - - 0.20 - -
7 Laston atas 590
454
340
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0.28
0.26
0.24
-
-
-
8 Lapen (Mekanis) - - - - 0.23 -
9 Lapen (Manual) - - - - 0.19 -
10 Stabilitas tanah dengan
semen
-
-
22
18
-
-
-
-
0.15
0.13
-
-
11 Stabilitas tanah dengan
kapur
-
-
22
18
-
-
-
-
0.15
0.13
-
-
12 Batu pecah (Kelas A) - - 100 - 0.14 -
13 Batu Pecah (Kelas B) - - 80 - 0.13 -
14 Batu Pecah (Kelas C) - - 60 - 0.12 -
15 Sirtu/pitrun (Kelas A) - - 70 - - 0.13
16 Sirtu/pitrun (Kelas B) - - 50 - - 0.12
17 Sirtu/pitrun (Kelas C) - - 30 - - 0.11
18 Tanah/lempung kepasiran - - 20 - - 0.10
Catatan: - Kuat tekan stabilitas tanah dengan kapur akan diperiksa pada hari-21
- Kuat tekan stabilitas tanah dengan semen akan diperiksa pada hari-7
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1987), hal. 12
2.5 Metode AASHTO 1972
Menurut (Dinata et al., 2017), Metode ini dikembangkan oleh American
Association of State Highway and Transportation Officials di Amerika. Metode ini
kemudian dijadikan acuan dan dimodifikasi untuk menyesuaikan kondisi iklim
tropis di Indonesia dikarenakan perbedaan iklim pada Amerika dan Indonesia. Dari
ini, tersusunlah metode analisa komponen Bina Marga 1987.
Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020
Top Related