BAB 1
DASAR TEORI
Polarisasi merupakan peristiwa penyerapan arah bidang getar dari gelombang. Gejala
polarisasi hanya dapat dialami oleh gelombang transversal saja, sedangkan gelombang
longitudinal tidak mengalami gejala polarisasi, fakta bahwa cahaya dapat mengalami polarisasi
menunjukkan bahwa cahaya merupakan gelombang transversal. Pada umumnya, gelombang
cahaya mempunyai banyak arah getar. Suatu gelombang yang mempunyai banyak arah getar
disebut gelombang tak terpolarisasi, sedangkan gelombang yang memilki satu arah getar disebut
gelombang terpolarisasi.
Gejala polarisasi dapat digambarkan dengan gelombang yang terjadi pada tali yang
dilewatkan pada celah. Apabila tali digetarkan searah dengan celah maka gelombang pada tali
dapat melewati celah tersebut. Sebaliknya jika tali digetarkan dengan arah tegak lurus celah
maka gelombang pada tali tidak bisa melewati celah tersebut. Sinar alami seperti sinar Matahari
pada umumnya adalah sinar yang tak terpolarisasi. Peristiwa terjadinya polarisasi cahaya dapat
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya karena pembiasan ganda (birefrigence), penyerapan
selektif, pemantulan (refleksi), dan hamburan.
1. Birefrigence (Refraksi Ganda)
Efek polarisasi ganda atau kembar yang terjadi ketika cahaya dilewatkan melalui kristal
yang sekarang kita kenal sebagai kristal kalsit pertama kali ditemukan oleh Bartholinus pada
tahun 1669. Lalu, kemudian pada tahun 1690, Christian Huygens menemukan fenomena
polarisasi cahaya dengan melewatkan cahaya melalui dua buah kristal kalsit yang disusun secara
seri. Huygens mendapatkan bahwa jika sebuah sinar masuk ke dalam kristal kalsit dalam
berbagai sudut masuk, maka sinar itu akan terpecah menjadi dua buah sinar yang keluar dari
kristal kalsit, yakni sinar biasa (sinar o) dan sinar luar biasa (sinar e). Pembelokan ganda dari
sebuah sinar yang ditransmisikan melalui kalsit dinamakan refraksi ganda. Jadi, jika cahaya
melalui kaca, maka cahaya lewat dengan kelajuan sama ke segala arah. Ini disebabkan kaca
mempunyai satu indeks bias. Tetapi dalam bahan kristal tertentu seperti kalsit dan kuarsa.
Kelajuan cahaya tidak sama untuk ke segala arah. Ini disebabkan kristal mempunyai lebih dari
satu nilai indeks bias. Jadi cahaya yang lewat mengalami pembiasan ganda. Jika seberkas sinar
datang searah garis normal, maka sinar ini akan dibagi menjadi dua sinar. Sinar pertama
diteruskan tanpa pembelokan disebut sebagai sinar biasa. Sinar kedua dibelokkan, dan disebut
sebagai sinar istimewa. Peristiwa ini disebut sebagai polarisasi dengan pembiasan ganda. Jadi
polarisasi pembiasan ganda terjadi pada kristal yang memiliki lebih dari satu nilai indeks bias.
Jika seberkas sinar datang searah dengan sumbu normal, maka akan dibagi menjadi dua, yaitu
sinar biasa dan sinar istimewa. (Pedrotti, 1993).
2. Polarisasi karena Penyerapan Selektif
Polarisas dapat terjadi dengan bantuan kristal Polaroid, bahan polaroid bersifat
meneruskan cahaya dengan arah getar tertentu dan menyerap cahaya dengan arah getar yang lain.
Cahaya yang diteruskan adalah cahaya yang arah getarnya sejajar dengan sumbu polarisasi
polaroid. Menurut Malus, intensitas cahaya yang ditransmisikan oleh analisator tergantung pada
sudut antara bidang polarisator dan bidang analisator yang dapat ditulis sebagai berikut:
I = Imax cos2 θ …………(1)
Persentase polarisasi
Imax- Imin x100% ………..(2) Imax + Imin
Teknik yang umum untuk menghasilkan cahaya terpolarisasi adalah menggunakan
polaroid yang akan meneruskan gelombang–gelombang yang arah getarnya sejajar dengan
sumbu transmisi dan menyerap semua gelombang pada arah getar lainnya. Pada percobaan ini
ada dua buah polaroid, polaroid pertama disebut polarisator dan polaroid kedua disebut
analisator. Polarisator berfungsi untuk menghasilkan cahaya terpolarisasi dari cahaya tak
terpolarisasi (cahaya alami). Analisator berfungsi untuk mengurangi intensitas cahaya cahaya
terpolarisasi
Gambar 1. Cahaya bias memasuki polarisator
Prinsip kerja sistem adalah sebagai berikut, seberkas cahaya alami menuju polarisator. Di
sini cahaya dipolarisasi secara vertikal, yaitu hanya komponen vektor medan listrik E yang
sejajar dengan sumbu transmisi saja yang diteruskan sedangkan lainnya diserap. Cahaya
terpolarisasi yang masih mempunyai kuat medan listrik belum berubah menuju analisator (sudut
antara sumbu transmisi analisator dan polarisator adalah θ). Di analisator, semua komponen E
yang sejajar sumbu analisator yang diteruskan. Jadi, kuat medan listrik yang diteruskan oleh
analisator adalah:
E2 = E cos θ ……………………………(1)
Jika cahaya alami tak terpolarisasi yang jatuh pada polaroid pertama (polarisator) memiliki
intensitas I0, maka cahaya terpolarisasi yang melewati polarisator, I1 adalah
I1= 1/2 I0 ……………………………(2)
Cahaya dengan intensitas I1 ini kemudian datang pada analisator dan cahaya yang keluar dari
analisator akan memiliki intensitas I2 . menurut hukum Maulus, hubungan antara I2 dan I1 dapat
dinyatakan
I2 = I1 cos2 θ = ½ I0 cos2 θ …………………(3)
Cahaya biasa memasuki polarisator
Cahaya tak terpolarisasi
polarisator
Terpolarisasi bidang sesuai arah polarisator
Arah rambatan cahaya
Persamaan 3 menunjukkan bahwa analisator berfungsi untuk mengurangi intensitas cahaya
terpolarisasi. Intensitas cahaya yang diteruskan oleh sistem Polaroid mencapai maksimum jika
kedua sumbu polarisasi adalah sejajar (θ = 00 atau 1800) dan mencapai minimum jika kedua
sumbu polarisasi saling tegak lurus atau 900. Polarisasi oleh kristal dikroik yang dapat menyerap
secara selektif salah satu komponen yang saling tegak lurus dari cahaya alam (tak terpolarisasi).
Kristal ini mempunyai sumbu yang jika medan listrik cahaya terpolarisasi linear sejajar dengan
sumbu ini datang pada kristal, maka cahaya akan ditruskan dengan redaman yang sangat kecil.
Cara sederhana untuk medapatkan cahaya yang terpolarisasi adalah dengan pamantulan
cahaya sebagai berikut. Sinar A dipantulkan oleh cermin P1 dan sinar yang terpantul dipantulkan
lagi oleh cermin P2 apabila cermin P2 diputar terhadap poros cermin P1 dengan kelipatan 90 0
ternyata cahaya yang terpantul berintensitas nol dan sudut pantul ini disebut sudut polarisasi.
3. Hamburan (Scattering)
Hamburan cahaya oleh partikel kecil bahan adalah salah satu fenomena alam yang sangat
indah. Langit biru dan merahnya sunset merupakan peristiwa hamburan. Seperti sinar matahari
ketika melewati atmosfer, maka sebagian besar cahaya akan diserap oleh molekul udara dan
dengan seketika diberikan pada beberapa arah yang baru. Fenomena hamburan sama dengan
perilaku gelombang air pada benda yang mengapung, misalnya gabus kecil yang mengapung
akan bergerak naik turun dengan frekuensi dari gelombang yang melewatinya. Gelombang
cahaya divisualisasikan bergerak dalam cara yang sama pada molekul udara. Cahaya
dihamburkan dalam berbagai arah. Telah lama diketahui bahwa gelombang cahaya pendek
dihamburkan lebih daripada gelombang cahaya yang lebih panjang. Secara spesifik, hamburan
ditemukan dalam percobaan menjadi proporsional dengan pangkat empat dari frekuensi atau atau
berbanding terbalik dengan pangkat empat panjang gelombang.
4. Polarisasi cahaya karena Pemantulan
Pada sifat polarisasi ini sangat unik karena selain cahaya di pantulkan juga dibiaskan
pula. Bagian yang memantul pada cahaya adalah medan listrik yang tegak lurus bidang datang
(bidang yang dibentuk sinar datang dan normal bidang). Untuk sudut datang (sudut polarisasi =
θip). Dengan menggunakan hukum snelius yaitu n1 adalah medium pertama sedangkan n2 adalah
medium kedua, jadi, tan θ adalah berbanding terbalik antara n1 (indeks medium pertama) dan n2
(indeks medium kedua). Lalu jumlah sudut pantul (ip) dan sudut bias (r) adalah 90 derajat karena
kondisi terjadinya polarisasi total pada cahaya yang dipantulkan 900. Cahaya yang dipantulkan
hanya bagian medan listrik yang tegak lurus bidang datang (polarisasi linier atau bidang).
Kamil, A. 2007.
Jika seberkas pola cahaya alamiah dijatuhkan pada permukan bidang batas dua medium,
maka sebagian cahaya akan mengalami pembiasan dan sebagian lagi mengalami pemantulan.
Sinar bias dan sinar pantul akan terpolarisasi sebagian. Jika sudut sinar datang diubah-ubah, pada
suatu saat sinar bias dan sinar pantul membentuk sudut 90°. Pada keadaan ini, sudut sinar datang
(i) disebut sudut polarisasi (ip) karena sinar yang terpantul mengalami polarisasi sempurna atau
terpolarisasi linear. Menurut Hukum Snellius,
n1 sin ip = n2 sin r, dengan r + ip = 90 atau r = 90 – ip
selanjutnya dapat dituliskan :
n1 sin ip = n2 sin (90 – ip)= n2 cos ip
Sudut ip disebut sudut polarisasi atau sudut Brewster, yaitu sudut datang pada sinar bias
dan sinar pantul membentuk sudut 90°. Tingkat polarisasi bergantung pada sudut datang dan
indeks bias kedua medium. Gambar berikut menunjukkan sinar datang pada sudut polarisasi 570,
maka sinar pantulnya merupakan sinar terpolarisasinya. Sedangkan rumus yang tertera di gambar
dikenal sebagai "Hukum Brewster”. Dan Hukum ini didapat dari hubungan sudut polarisasi dan
indeks bias medium dengan memakai hukum "Snellius”.
Gambar 2. Sinar datang pada sudut Polarisasi
5. Polarisasi oleh kristal diploid
Kristal diploid adalah Kristal yang dapat menyerap secara selektif salah satu komponen yang
tegak lurus dari cahaya alam. Kristal ini mempunyai sumbu yang jika medan listrik cahaya
terpolarisasi linier sejajar dengan sumbu ini dating pada kristal, maka cahaya akan diteruskan
dengan redaman yang sangat kecil. Sumbu ini disebut sumbu mudah atau sumbu polarisasi.
Biasanya dipasang dua buah kristal diploid sebagai polarisator dan yang lain sebagai analisator.
Jika sumbu mudah kedua Kristal saling tegak lurus, maka tidak ada cahaya yang sampai dapat
menembus analisator (medan listrik terserap sempurna). Jika sumbu mudah analisator
membentuk sudut terhadap sumbu mudah polarisator, maka cahaya akan dapat sampai pada
pengamat dengan intensitas sebesar:
I1= I0 cos2 θ
Dimana:
I1= Intensitas cahaya setelah melewati analisator,
I0= Intensitas cahaya sebelum melewati analisator dan
θ = Sudut yang dibentuk antara sumbu mudah polarisator dan analisator.
Bila seberkas cahaya terpolarisasi diteruskan melalui jenis kristal tertentu, maka arah getar
cahaya terpolarisasi yang keluar tidak akan sama dengan arah awalnya. Fenomena inilah yang
disebut pemutaran bidang getar atau polarisasi. Ada dua macam fenomena pemutaran zat optik
aktif, yaitu efek yang memutar bidang polarisasi kekanan, di lihat secara horisontal berkas yang
bergerak maju, efek ini disebut pemutar kanan (dextrorotatory) dengan simbol d, dan yang
memutar bidang polarisasi kekiri disebut pemutar kiri (levorotatory) dengan simbol l. Aktivitas
optik bisa terjadi karena ketidaksimetrisan sifat kristal secara keseluruhan. Rotasi bidang
polarisasi ini disebut aktivitas optis. Jadi jika seberkas cahaya terpolarisasi linier melalui suatu
bahan optis aktif maka gelombang yang ditranmisikan juga terpolarisasi linier tetapi pada bidang
yang lain, yang membentuk sudut β dengan bidang datang. Dari sudut pandang seorang
pengamat yang menerima cahaya transmisi, bahan tersebut disebut pemutar kanan atau pemutar
kiri. Yang bergantung pada apakah rotasi bidang polarisasi tersebut searah atau berlawanan
dengan arah jarum jam. (Alonso, 1992).
Top Related