9
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema
yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada bab III nanti, di antaranya
model matematika penyebaran penyakit, sistem persamaan linear, sistem
persamaan diferensial, titik ekuilibrium, linearisasi sistem persamaan diferensial
nonlinier, nilai eigen dan vektor eigen, kriteria kestabilan sistem persamaan
diferensial, kriteria Routh-Hurwitz, dan bilangan reproduksi dasar.
Berikut akan dibahas tiap definisi dan teorema tersebut di atas.
A. Model Matematika Penyebaran Penyakit
Model matematika merupakan representasi matematika yang dihasilkan dari
pemodelan matematika. Pemodelan matematika merupakan suatu proses
merepresentasikan dan menjelaskan permasalahan pada dunia nyata ke dalam
pernyataan matematis (Widowati & Sutimin, 2007: 1). Suatu model matematika
dikatakan baik jika model matematika yang terbentuk dapat merepresentasikan
atau mewakili suatu permasalahan dalam kehidupan nyata.
Berikut diberikan langkah-langkah dalam pemodelan matematika menurut
Widowati & Sutimin (2007: 3-5).
1. Menyatakan permasalahan nyata ke dalam pengertian matematika.
Langkah ini membutuhkan pemahaman pada permasalahan yang akan
dimodelkan sehingga pada langkah ini dapat dilakukan identifikasi variabel-
variabel dalam masalah dan membentuk beberapa hubungan antar variabel yang
dihasilkan dari permasalahan tersebut.
10
2. Menentukan asumsi yang akan digunakan.
Pada dasarnya asumsi mencerminkan bagaimana proses berpikir
sehingga diperoleh suatu model. Asumsi yang diterapkan oleh setiap individu
dapat berbeda dari individu lainnya dalam suatu permasalahan yang sama.
Hal ini yang nantinya akan menyebabkan adanya perbedaan pada model yang
dihasilkan.
3. Membentuk model matematika.
Dengan pemahaman hubungan antar variabel dan asumsi, langkah
selanjutnya yaitu memformulasikan persamaan atau sistem persamaan.
Formulasi model merupakan langkah yang paling penting dan sulit sehingga
suatu saat diperlukan adanya pengujian kembali asumsi-asumsi agar dalam
proses pembentukan formulasi dapat sesuai dan realistik.
4. Menentukan solusi atau menyelidiki sifat solusi.
Tidak semua model matematika dapat dengan mudah ditentukan hasil
atau solusinya sehingga pada langkah ini dapat dilakukan analisis atau
menyelidiki mengenai sifat atau perilaku dari solusi model matematika
tersebut.
5. Interpretasi solusi atau sifat solusi model matematika.
Hal ini menghubungkan kembali formula matematika dengan
permasalahan dalam kehidupan nyata. Interpretasi ini dapat diwujudkan
dalam bentuk grafik yang digambarkan berdasarkan solusi yang diperoleh dan
selanjutnya diinterpretasikan sebagai solusi dalam dunia nyata.
11
Untuk lebih mudahnya, diberikan diagram alur langkah-langkah pemodelan
matematika menurut Widowati & Sutimin (2007: 3) pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Proses pemodelan matematika menurut Widowati & Sutimin
Beberapa model matematika yang sering digunakan dalam penyebaran
penyakit memiliki konsep yang sama yaitu compartmental epidemiologi
(pembagian kelas) yang menggambarkan penyebaran penyakit pada masing-
masing kelas. Suatu populasi akan terbagi menjadi beberapa kelas yang masing-
masing kelas mewakili tahapan berbeda. Beberapa istilah yang sering kita dengar
dalam model epidemiologi di antaranya adalah epidemik dan endemik. Epidemik
merupakan fenomena suatu penyakit tiba-tiba muncul dalam suatu populasi dan
menjangkit secara cepat sebelum penyakit tersebut menghilang dan kemudian
akan muncul kembali dalam interval waktu tertentu, sedangkan endemik
Menentukan
Solusi atau Sifat
dari Solusi
Interpretasi
Solusi atau
Sifat Solusi
Solusi Dunia
Nyata
Masalah
Dunia Nyata
Masalah Dalam
Matematika
Asumsi
Formulasi
Persamaan/
Pertidaksamaan
12
merupakan fenomena suatu penyakit yang muncul akan selalu dalam suatu
populasi.
Model penyebaran penyakit pertama kali dikemukakan oleh Kermark &
McKendrick pada tahun 1927 yang terdiri atas kelas susceptible (S), infection (I),
dan recovered (R) sehingga dikenal sebagai model epidemik SIR. Kelas
susceptible (S) merupakan kelas individu yang rentan terhadap suatu penyakit.
Kelas infection (I) merupakan kelas individu yang terinfeksi suatu penyakit
terinfeksi dan mampu menularkan atau menyebarkan penyakit ke individu pada
populasi rentan. Kelas recovered (R) merupakan kelas individu yang telah sembuh
dari suatu penyakit. Untuk pemodelan penyebaran suatu penyakit, penambahan
atau pengurangan suatu kelas dapat terjadi sesuai dengan karakteristik penyebaran
penyakit yang akan dibahas.
Pada model-model epidemik yang memperhatikan adanya periode laten
(masa inkubasi) seperti model SEIR dan MSEIR, terdapat kelas E (exposed) yang
digunakan untuk mewakili individu-individu yang baru terinfeksi dan memasuki
periode laten, dalam periode ini individu tersebut tidak memiliki kemampuan
untuk menularkan penyakit ke individu lain. Kelas M (maternal antibody)
digunakan untuk mewakili individu-individu yang baru lahir dan memiliki
kekebalan pasif yang didapatkan dari ibunya, namun hal ini hanya berlangsung
sementara dan kemudian individu pada kelas ini akan memasuki kelas rentan
(susceptible). Model matematika epidemik di antaranya SIR, SIRS, SEIR, MSEIR
dan termasuk model SVID.
13
Berikut diberikan beberapa model matematika berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya dan akan dijadikan sebagai acuan dalam
pembentukan model matematika pada skripsi ini.
Penelitian mengenai model penyebaran penyakit tuberkulosis dilakukan oleh
Fredlina, Oka, & Dwipayana (2012) dalam jurnal matematika yang berjudul
Model SIR (Susceptible, Infectious, Recovery) untuk Penyebaran Penyakit
Tuberkulosis yang menjelaskan tentang model penyebaran penyakit TB dan
menghasilkan persamaan model penyebaran penyakit TB pada kelas susceptible
(S), infectious (I), dan recovered (R).
Jumlah populasi akan bertambah karena kelahiran sebesar , dengan
adalah konstan dan berkurang karena kematian dengan laju , kontak langsung
dengan individu yang terinfeksi menyebabkan individu pada populasi rentan akan
ikut terinfeksi dan masuk menjadi populasi dengan laju penularan penyakit TB
sebesar . Kelas menyatakan individu yang terinfeksi dan dapat menularkan TB
kepada orang lain. Berkurangnya populasi ini disebabkan oleh kematian alami
dengan laju dan kematian karena penyakit TB dengan laju . Individu yang
terinfeksi TB dapat sembuh dengan laju dan masuk dalam populasi . Hal ini
juga menyebabkan berkurangnya populasi . Individu dalam kelas diasumsikan
tidak akan kambuh kembali menjadi penderita TB. Berkurangnya populasi ini
disebabkan oleh kematian dengan laju .
Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas diperoleh diagram alir sebagai
berikut
14
Gambar 2.2. Diagram alir model matematika SIR menurut Fredlina, Oka, &
Dwipayana
sehingga diperoleh model matematika sebagai berikut
( )
dengan .
Pada kenyataannya, dalam penyebaran penyakit TB terdapat individu yang
terinfeksi TB namun tidak menunjukkan gejala dan belum bisa menularkan
penyakit TB kepada individu lain yang disebut dengan penderita TB laten,
sehingga penelitian yang dilakukan oleh Adetunde (2008) yang berjudul On the
Control and Eradication Strategies of Mathematical Models of the Tuberculosis
in A Community membahas model matematika SLIR yang membagi populasi
menjadi empat kelas, yaitu kelas susceptible, kelas latent, kelas infectives, dan
kelas recoveries.
Populasi pada kelas rentan akan bertambah karena adanya kelahiran ( ) dan
akan berkurang karena adanya kematian alami ( ). Kontak langsung antara
individu ini dengan individu yang terinfeksi ( ) mengakibatkan individu ikut
terinfeksi sehingga populasi kelas ini berkurang dengan laju sebesar .
15
Kelas menyatakan individu yang telah terdeteksi TB tetapi belum
menginfeksi. Populasi ini bertambah oleh masuknya individu dari kelas
susceptible yang telah terinfeksi, sedangkan berkurangnya populasi disebabkan
oleh kematian alami ( ) pengobatan hingga sembuh ( ) dan berkembangnya
bakteri TB sehingga individu ini dapat menularkan ke individu lain ( )
Kelas menyatakan individu yang terinfeksi dan dapat menularkan TB
kepada individu lain. Bertambahnya populasi kelas ini dikarenakan masuknya
individu dari kelas yang disebabkan bakteri TB telah menjadi aktif ( )
Berkurangnya kelas ini dikarenakan adanya kematian alami ( ) dan kematian
akibat penyakit TB ( ) dan adanya pengobatan hingga sembuh ( )
Kelas menyatakan populasi individu yang telah sembuh dari penyakit TB
dan diasumsikan dapat terjangkit TB lagi sehingga masuk kembali ke kelas
sebesar Populasi kelas ini bertambah karena masuknya individu yang telah
sembuh dari kelas dan kelas sebesar dan Populasi ini berkurang karena
adanya kematian alami ( )
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut menghasilkan model
matematika yang diberikan dalam diagram alir sebagai berikut
Gambar 2.3. Diagram alir model matematika SLIR menurut Adetunde
_2
16
sehingga diperoleh model matemamatika sebagai berikut
( )
( )
dengan menyatakan total area yang ditempati populasi dan
menyatakan jumlah total populasi.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Rosadi (2014) dalam tesis yang
berjudul Model Dua Strain Penyakit Tuberculosis menjelaskan tentang model
penyebaran penyakit TB pada kelas susceptible (S), infectious (I), dan susceptible
(S) dengan kelas infectious yang terdiri dari dua strain/jenis, yaitu strain kelas
infeksi TB yang resisten terhadap obat anti TB ( ) dan strain kelas infeksi TB
yang sensitif terhadap obat anti TB ( ).
Berikut diberikan diagram alir model penyebaran penyakit TB menurut
Rosadi.
Gambar 2.4. Diagram alir model matematika SIS menurut Rosadi
sehingga diperoleh model matematika sebagai berikut
17
( ) ( )
( )
( )
dengan merupakan laju kelahiran dan kematian, merupakan laju penularan
penyakit TB, merupakan laju kontak antara penderita TB antar strain, dan
merupakan laju sembuh.
Pada penelitian-penelitian tersebut, belum ada yang membahas mengenai
adanya maternal antibody sehingga Wulandari (2013) dalam skripsinya yang
berjudul Analisis Model Epidemik MSEIR pada Penyebaran Penyakit Difteri
menggunakan model matematika dengan adanya kelas maternal antibody dan
dalam skripsi ini model tersebut akan digunakan untuk penyebaran penyakit TB.
Berikut diberikan diagram alir model matematika menurut Wulandari.
Gambar 2.4. Diagram alir model matematika MSEIR menurut Wulandari
Berdasarkan diagram alir tersebut diperoleh model matematika sebagai
berikut
M
M
18
dengan ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
adalah laju kelahiran populasi yang dilindungi oleh kekebalan tubuh,
adalah laju transisi dari kelas maternal antibody ke susceptible, adalah laju
transisi dari kelas susceptible ke expose, adalah laju transisi dari kelas exposed
ke infected, adalah laju transisi dari kelas infected ke recovered. Laju kematian
alami untuk tiap kelas dinyatakan dengan .
B. Sistem Persamaan Linear
Sebuah garis dalam bidang secara aljabar dapat dinyatakan oleh sebuah
persamaan garis yang berbentuk . Persamaan semacam ini
dinamakan persamaan linear dengan dua variabel dan . Secara umum untuk
variabel yang berhingga ( ), persamaan linear dapat dinyatakan
sebagai
dengan dan adalah konstanta-konstanta real.
Berikut akan diberikan definisi mengenai sistem persamaan linear homogen.
Definisi 2.2.1 (Anton, 1988: 19) Diberikan variabel dan persamaan. Sistem
persamaan linear dikatakan homogen apabila semua suku konstanta sama
dengan nol.
19
Sistem persamaan linear homogen merupakan sistem yang konsisten sebab
merupakan solusi. Solusi tersebut dinamakan sebagai
solusi trivial. Jika solusi tidak sama dengan nol, maka solusi tersebut dinamakan
solusi nontrivial. Oleh karena sistem persamaan linear homogen harus konsisten
maka sistem tersebut akan memiliki satu solusi atau tak hingga banyak solusi.
Selanjutnya sistem (2.2.1) dapat dibentuk sebagai persamaan matriks
tunggal yaitu
dengan ( ) serta adalah matriks dengan jumlah baris
dan jumlah kolom .
C. Sistem Persamaan Diferensial
Sistem persamaan diferensial memiliki peran penting tidak hanya di bidang
matematika, namun di bidang lainnya seperti fisika, mesin, ekonomi, biologi, dan
lain sebagainya.
Diberikan sistem persamaan diferensial
( ) ( )
( )
dengan ,
, , dan ( ) .
Diberikan pula kondisi awal ( ) .
(2.2.1)
(2.2.2)
(2.3.1)
20
Sistem (2.3.1) dapat ditulis menjadi
( )
dengan ( ) , ( )
, ( ) ,
dan syarat awal ( ) ( ) .
Dalam hal ini sistem (2.3.2) disebut sistem persamaan diferensial
autonomous karena variabel waktu tidak muncul secara eksplisit. Selanjutnya,
jika masing-masing linear dalam maka sistem (2.3.1)
disebut sistem persamaan diferensial linear. Sistem (2.3.1) dapat ditulis dalam
bentuk
Sistem (2.3.3) dinyatakan dalam bentuk
dengan (
, dan ( ) .
Jadi, sistem (2.3.4) disebut sistem persamaan diferensial linear dari sistem
(2.3.1), tetapi jika sistem (2.3.1) tidak dapat dinyatakan dalam bentuk sistem
(2.3.4) maka sistem (2.3.1) tersebut disebut sistem persamaan diferensial
nonlinear.
Selanjutnya simbol ( ) * diferensiabel pada dan
kontinu pada }. Berikut ini diberikan definisi dari solusi sistem (2.3.2).
(2.3.2)
(2.3.3)
(2.3.4)
21
Definisi 2.3.1 (Perko, 2001: 71) Diberikan ( ) dengan himpunan
terbuka. ( ) disebut solusi sistem (2.3.2) pada interval jika ( ) diferensiabel
pada dan ( ) memenuhi ( ( )) untuk setiap .
D. Titik Ekuilibrium
Titik ekuilibrium merupakan titik tetap yang tidak berubah terhadap waktu.
Berikut akan didefinisikan mengenai titik ekuilibrium dari sistem (2.3.2).
Definisi 2.4.1 (Perko, 2001: 102) Titik disebut titik ekuilibrium dari
sistem (2.3.2) jika ( ) .
Berikut akan diberikan contoh mengenai definisi 2.4.1.
Contoh 2.4.2
Diberikan sistem persamaan differensial yaitu
( ) (
*.
Tentukan titik ekuilibrium dari sistem persamaan differensial diatas.
Penyelesaian. Titik ekuilibrium dari sistem persamaan diatas dapat diperoleh jika
( ) , sehingga sistem tersebut menjadi
atau dapat ditulis menjadi
( ) .
Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh dan .
Jika dan menurut persamaan
,
maka diperoleh sehingga didapat titik ekuilibrium ( ) .
Jika dan menurut persamaan
22
maka diperoleh sehingga didapat titik ekuilibrium ( ) .
E. Linearisasi Sistem Persamaan Nonlinear
Linearisasi merupakan proses membawa suatu sistem nonlinear menjadi sistem
linear. Linearisasi dilakukan pada sistem nonlinear untuk mengetahui perilaku
sistem di sekitar titik ekuilibrium sistem tersebut. Linearisasi pada sistem
nonlinear dimaksudkan untuk memperoleh aproksimasi yang baik. Proses
linearisasi dapat dilakukan dengan menggunakan deret Taylor untuk mencari
suatu hampiran solusi di sekitar titik ekuilibrium. Deret Taylor untuk sistem
( ) di sekitar titik ekuilibrium ( )
dengan
( ) sebagai berikut
( ) ( )
( )
( )
( )
( )
( ) (‖ ‖)
( ) ( )
( )
( )
( )
( )
( ) (‖ ‖)
( ) ( )
( )
( )
( )
( )
( ) (‖ ‖)
Apabila suku-suku nonlinearnya diabaikan maka diperoleh
23
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
Selanjutnya didefinisikan
Didapat derivatifnya yaitu
sehingga dan diperoleh
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
Jika bentuk (2.5.1) dinyatakan dalam bentuk matriks, maka diperoleh
(2.5.1)
24
(
,
(
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
)
(
,
atau ditulis menjadi
( ( ))
dengan ( ( )) merupakan matriks Jacobian dan fungsi di titik ekuilibrium .
Berikut merupakan definisi mengenai matriks Jacobian.
Definisi 2.5.1 (Perko, 2001) Diberikan fungsi dengan
( ) dan himpunan terbuka. Matriks
( ( ))
(
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
( )
)
dinamakan matriks Jacobian dari dari .
Selanjutnya diberikan definisi mengenai linearisasi pada sistem persamaan
nonlinear.
Definisi 2.5.2 (Perko, 2001: 102) Diberikan matriks Jacobian ( ( )) pada
(2.5.1). Sistem linear
( ( ))
disebut linearisasi dari sistem ( ) disekitar titik .
25
F. Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Aplikasi dari aljabar linear yang melibatkan sistem dengan persamaan dan
variabel disajikan dalam definisi berikut.
Definisi 2.6.1 (Anton, 1988: 277) Jika adalah matriks maka sebuah vektor
yang tak nol di dalam dinamakan vektor eigen dari jika adalah
kelipatan skalar dari , yakni
untuk suatu skalar . Skalar dinamakan nilai eigen dari dan dikatakan
sebuah vektor eigen yang bersesuaian dengan .
Nilai eigen suatu matriks yang berukuran diperoleh dari
atau dapat ditulis sebagai . Persamaan tersebut secara ekuivalen dapat
ditulis kembali menjadi
( )
dengan merupakan matriks identitas.
Persamaan (2.6.1) akan mempunyai solusi nontrivial jika dan hanya jika
( ) . Berikut didefinisikan mengenai determinan suatu matriks .
Definisi 2.6.2 (Anton, 1988: 63) Misalkan adalah sebuah matriks persegi.
Fungsi determinan dinyatakan oleh dan didefinisikan ( ) sebagai jumlah
semua hasil perkalian elementer yang bertanda dari . Jumlah det (A) kita
namakan determinan A.
Matriks berukuran mempunyai hasil kali elementer. Hasil kali
elementer bertanda dari adalah hasil kali elementer dikalikan
dengan +1 atau -1. Kita menggunakan tanda + jika ( ) adalah permutasi
(2.6.1)
26
genap dari himpunan * + dan tanda – jika ( ) adalah permutasi
ganjil.
Determinan dari matriks persegi dapat ditentukan sebagai berikut
1. *
+
2. [
]
Berikut akan diberikan contoh mengenai definisi di atas.
Contoh 2.6.3
Diberikan matriks *
+. Tentukan nilai eigen dan vektor eigen dari
matriks .
Penyelesaian. Karena
*
+ *
+ *
+
maka deterninan dari persamaan di atas adalah
( ) (*
+) .
Persamaan karakteristik dari adalah
sehingga diperoleh nilai eigen dari matriks adalah dan .
Menurut definisi,
* +
adalah vektor eigen yang bersesuaian dengan jika dan hanya jika x adalah
pemecahan nontrivial dari persamaan (2.6.1), yakni, dari
27
*
+ * + .
Jika , maka persamaan (2.6.2) menjadi
*
+ * +
Apabila persamaan di atas ditulis dalam bentuk sistem persamaan menjadi
Dengan menyelesaikan persamaan sistem di atas, diperoleh penyelesaian yaitu
. Misalkan , , maka sehingga
* + *
+ *
+ .
Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan adalah * +.
Jika , maka persamaan (2.6.2) menjadi
*
+ * +
yang dapat ditulis dalam bentuk sistem persamaan
Dengan menyelesaikan persamaan sistem di atas, diperoleh penyelesaian yaitu
. Misalkan , , maka sehingga
* + *
+ *
+
Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan adalah * +.
Nilai determinan suatu matriks dapat ditentukan dengan menggunakan
metode ekspansi kofaktor sepanjang kolom atau baris yang didefinisikan sebagai
berikut.
(2.6.2)
28
Definisi 2.6.4 (Anton, 1988: 77) Jika A adalah matriks persegi, maka minor entri
dinyatakan oleh dan didefinisikan sebagai determinan submatriks yang
tetap setelah baris ke-i dan kolom ke-j dicoret dari A. Bilangan ( )
dinyatakan oleh dan dinamakan kofaktor entri .
Misalkan matriks secara umum yaitu
[
]
dengan determinan
( )
dapat ditulis kembali sebagai
( ) ( ) ( ) (
).
Karena pernyataan-pernyataan di dalam kurung merupakan kofaktor-kofaktor
dan maka diperoleh
( ) .
Hal ini memperlihatkan bahwa determinan dapat dihitung dengan mengalikan
entri-entri dalam kolom pertama dengan kofaktor-kofaktornya dan
menambahkan hasil kalinya.
G. Kestabilan Titik Ekuilibrium
Kestabilan titik ekuilibrium dari suatu sistem persamaan diferensial baik
linear maupun nonlinear diberikan dalam definisi berikut.
29
Definisi 2.7.1 (Olsder & Woude, 2004: 57) Diberikan sistem persamaan
diferensial orde satu ( ) dan ( ) adalah solusi persamaan tersebut
pada saat dengan kondisi awal ( ) .
i. Titik ekuilibrium dikatakan stabil jika diberikan , terdapat
sedemikian sehingga jika ‖ ‖ , maka ‖ ( ) ‖ untuk
semua .
ii. Titik ekuilibrium dikatakan stabil asimtotik jika titik-titik ekuilibriumnya
stabil dan terdapat sedemikian sehingga ‖ ( ) ‖ ,
asalkan ‖ ‖ .
iii. Titik ekuilibrium dikatakan tidak stabil jika titik-titik ekuilibriumnya tidak
memenuhi (i).
Pada definisi diatas, ‖ ‖ menyatakan norm atau panjang pada .
Berikut ilustrasi titik ekuilibrium stabil, stabil asimtotik, dan tidak stabil yang
akan ditunjukkan pada gambar 2.6.
Gambar 2.6. Ilustrasi tipe kestabilan titik ekuilibrium
Berdasarkan Gambar 2.6, titik ekuilibrium dikatakan stabil jika solusi sistem
persamaan pada saat selalu berada pada jarak yang cukup dekat dengan titik
30
ekuilibrium tersebut, titik ekuilibrium dikatakan stabil asimtotik jika solusi sistem
persamaan pada saat akan menuju ke titik ekuilibrium, dan titik ekuilibrium
dikatakan tidak stabil jika solusi sistem persamaan pada saat bergerak menjauhi
titik ekuilibrium tersebut.
Matriks Jacobian ( ( )) dapat digunakan untuk mengidentifikasi sifat
kestabilan sistem nonliear di sekitar titik ekuilibrium asalkan titik ekuilibrium
tersebut hiperbolik. Berikut diberikan definisi tentang titik ekuilibrium hiperbolik.
Definisi 2.7.2 (Perko, 2001: 102) Titik ekuilibrium dikatakan hiperbolik jika
semua nilai eigen matriks Jacobian ( ( )) mempunyai bagian real tak nol.
Berikut diberikan definisi mengenai sifat kestabilan suatu sistem nonlinear
yang ditinjau dari nilai eigen matriks Jacobian.
Definisi 2.7.3 (Perko, 2001: 102) Suatu titik ekuilibrium pada sistem
persamaan diferensial ( ) dikatakan
i. stabil node (sink), jika semua nilai eigen matriks Jacobian ( ( ))
mempunyai bagian real negatif,
ii. tidak stabil node (source), jika semua nilai eigen matriks Jacobian ( ( ))
mempunyai bagian real positif,
iii. pelana (saddle), jika titik ekuilibrium hiperbolik dan terdapat nilai eigen
matriks Jacobian ( ( )) mempunyai bagian real positif dan megatif.
Selanjutnya, diberikan pula teorema yang menyajikan sifat kestabilan suatu
sistem dengan nilai eigen dengan .
31
Teorema 2.7.4 (Olsder & Woude, 2004: 58) Diberikan sistem persamaan
diferensial , dengan suatu matriks yang mempunyai nilai eigen
berbeda dengan .
i. Titik ekuilibrium dikatakan stabil asimtotik jika dan hanya jika
untuk setiap .
ii. Titik ekuilibrium dikatakan stabil jika dan hanya jika untuk
setiap dan jika setiap nilai eigen imajiner dengan ,
maka multiplisitas aljabar dan geometri untuk nilai eigen harus sama.
iii. Titik ekuilibrium dikatakan tidak stabil jika dan hanya jika terdapat
paling sedikit satu untuk setiap .
Bukti:
i. Akan dibuktikan bahwa jika titik ekuilibrium stabil asimtotik maka
untuk setiap .
Penyelesaian.
Berdasarkan definisi (2.7.1), titik ekuilibrium stabil asimtotik jika
‖ ( ) ‖ . Hal ini berarti untuk , ( ) akan menuju
. Karena ( ) merupakan solusi dari sistem persamaan diferensial,
maka ( ) memuat ( ) . Akibatnya, untuk ( ) menuju ,
maka harus bernilai negatif.
Selanjtnya, akan dibuktikan bahwa jika untuk setiap
maka titik ekuilibrium stabil asimtotik.
Penyelesaian.
32
Solusi dari sistem persamaan differensial adalah ( ) sehingga
( ) selalu memuat ( ) . Jika , maka untuk , ( )
akan menuju sehingga berdasarkan definisi (2.7.1), titik ekuilibrium
stabil asimtotik.
ii. Akan dibuktikan bahwa jika titik ekuilibrium stabil, maka
untuk setiap .
Penyelesaian.
Andaikan , maka solusi persamaan diferensial ( ) yang
memuat ( ) akan menuju (menjauh dari titik ekuilibrium ) untuk
, sehingga sistem tidak stabil. Hal ini sesuai dengan kontraposisi
pernyataan jika titik ekuilibrium stabil, maka untuk setiap
. Jadi, terbukti bahwa jika titik ekuilibrium stabil, maka
untuk setiap .
Selanjutnya akan dibuktikan bahwa jika untuk setiap
maka titik ekuilibrium stabil dan jika ada , maka
multiplisitas aljabar dan geometri untuk nilai eigen harus sama.
Penyelesaian.
Solusi dari sistem persamaan differensial adalah ( ) sehingga
( ) selalu memuat ( ) . Jika , maka titik ekuilibrium
stabil asimtotik (pasti stabil). Jika , maka nilai eigen berupa bilangan
kompleks murni. Multiplisitas aljabar berhubungan dengan nilai eigen
sedangkan geometri berhubungan dengan vektor eigen. Oleh karena itu, akan
dibuktikan bahwa banyak nilai eigen dan vektor eigen adalah sama.
33
Tanpa mengurangi pembuktian secara umum, diambil sembarang sistem
pada yang mempunyai nilai eigen bilangan kompleks murni.
[ ] [
] * + .
Nilai eigen dari sistem (2.7.1) ditentukan dengan mensubtitusi matriks
[
] ke dalam persamaan ( ) sehingga diperoleh
([
]* .
Persamaan karakteristik dari matriks adalah
Akar dari persamaan di atas yaitu √ dan √ .
Berdasarkan definisi, ( ) adalah vektor eigen dari yang
bersesuaian dengan jika dan hanya jika adalah solusi nontrivial dari
( ) , yakni, dari
[
] * + .
Jika √ , maka (2.7.2) menjadi
[ √
√ ] * + .
Matriks augmentasi dari sistem di atas yaitu
[ √
√ ].
Baris pertama matriks augmentasi dikali dengan √
sehingga matiks
augmentasi menjadi
(2.7.1)
(2.7.2)
34
[
√
√ ].
Baris kedua matriks di atas dikali dengan
sehingga diperoleh
[
√
√
].
Selanjutnya, baris kedua dikurangi dengan baris pertama sehingga diperoleh
matriks dalam bentuk eselon tereduksi
[ √
]
Berdasarkan matriks eselon baris tereduksi di atas diperoleh solusi
* + [
√
]
atau dapat ditulis
* + [
√
]
Jadi, vektor yang bersesuaian dengan √ yaitu * + [
√
]
Jika √ , maka (2.7.2) menjadi
[ √
√ ] * +
Matriks augmentasi dari sistem di atas yaitu
35
[ √
√ ].
Baris pertama matriks augmentasi dikali dengan √
sehingga matiks
augmentasi menjadi
[
√
√ ].
Baris kedua matriks di atas dikali dengan
sehingga diperoleh
[
√
√
].
Selanjutnya, baris kedua dikurangi dengan baris pertama sehingga diperoleh
matriks dalam bentuk eselon tereduksi
[ √
]
Berdasarkan matriks eselon baris tereduksi di atas diperoleh solusi
* + [
√
]
atau dapat ditulis
* + [
√
]
Jadi, vektor yang bersesuaian dengan √ yaitu * + [
√
]
Terbukti bahwa banyaknya nilai eigen sama dengan vektor eigen.
36
iii. Akan dibuktikan jika titik ekuilibrium tidak stabil, maka
untuk setiap .
Penyelesaian.
Titik ekuilibrium dikatakan tidak stabil jika , maka ( )
akan menuju . Karena ( ) merupakan solusi dari sistem persamaan
diferensial, maka ( ) memuat ( ) . Untuk ( ) menuju dipenuhi
jika untuk setiap .
Selanjutnya, akan dibuktikan jika untuk setiap ,
maka titik ekuilibrium tidak stabil.
Penyelesaian.
Jika maka solusi persamaan diferensial ( ) yang memuat
( ) akan selalu menuju . Hal ini berarti bahwa solusi tersebut akan
menjauhi titik ekuilibrium sehingga titik ekuilibrium dikatakan
tidak stabil.
H. Kriteria Routh-Hurwitz
Permasalahan yang sering timbul dalam menentukan suatu tipe kestabilan
sistem dengan menggunakan nilai eigen adalah ketika mencari akar persamaan
karakteristik berorde tinggi. Oleh sebab itu, diperlukan suatu kriteria yang mampu
menjamin nilai dari akar suatu persamaan karakteristik tersebut negatif atau ada
yang bernilai positif. Salah satu kriteria yang efektif untuk menguji kestabilan
sistem adalah kriteria Routh-Hurwitz.
37
Kriteria Routh-Hurwitz didasarkan pada pengurutan koefisien persamaan
karakteristik sistem orde yang dituangkan ke dalam bentuk array. Diberikan suatu
persamaan karaketristik dari akar-akar karakteristik matriks sebagai berikut
| |
dengan dan merupakan koefisien dari persamaan
karakteristik dari matriks .
Tabel Routh-Hurwitz adalah tabel yang disusun berdasarkan pengurutan
koefisien-koefisien karakteristik dari matriks tersebut. Berikut diberikan tabel
Routh-Hurwitz yang ditunjukkan Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Tabel Routh-Hurwitz
dengan didefinisikan sebagai berikut
,
,
,
, dan
Perhitungan dalam membentuk tabel Routh-Hurtwitz terus dilakukan
sampai kolom pertama menghasilkan nilai nol. Matriks dikatakan stabil
menurut teorema 2.7.4 apabila semua bagian real dari nilai eigennya bernilai
(2.8.1)
(2.8.2)
38
negatif, dalam kriteria Routh-Hurwitz hal ini dapat ditunjukan dengan tidak
adanya perubahan tanda pada kolom pertama tabel 2.1. Artinya berdasarkan
kriteria Routh-Hurwitz suatu sistem persamaan diferensial dikatakan stabil jika
dan hanya jika setiap elemen di kolom pertama tabel Routh-Hurwitznya memiliki
tanda yang sama. Untuk lebih jelasnya, berikut diberikan definisi mengenai
kriteria Routh-Hurwitz.
Definisi 2.8.1 (Olsder & Woude, 2004: 61) Diberikan polinomial
dengan , akar-akar polinomial (2.8.3) memiliki bagian real negatif jika
dan hanya jika tabel Routh-Hurtwitz terdiri dari baris dan semua elemen
kolom pertama pada tabel tidak mengalami perubahan tanda, semua elemen pada
kolom pertama bertanda positif atau negatif.
I. Bilangan Reproduksi Dasar ( )
Tingkat penyebaran suatu penyakit atau infeksi dapat diketahui melalui
suatu parameter tertentu yang digunakan untuk melihat seberapa besar potensi
penyebaran penyakit dalam suatu populasi. Parameter yang dimaksud yakni
Bilangan Reproduksi Dasar ( ).
Bilangan reproduksi dasar ( ) didefinisikan sebagai jumlah rata-rata kasus
sekunder yang disebabkan oleh satu individu terinfeksi selama masa terinfeksinya
dalam keseluruhan populasi rentan (Diekmann & Heesterbeek, 2000). Angka ini
berbeda untuk setiap penyakit dan biasanya dipengaruhi oleh jenis penyakit,
keadaan masyarakat, dan kondisi lingkungan tempat penyakit berkembang.
Apabila angka reproduksi ini tinggi maka penyebaran penyakit akan meningkat.
(2.8.3)
39
Artinya penyebaran penyakit semakin berbahaya dan epidemik semakin
meningkat.
Dalam istilah lain disebut juga sebagai rata-rata pertumbuhan awal.
Bilangan reproduksi dasar mempunyai nilai batas 1 (satu) sehingga jika nilai
kurang dari satu ( ), maka satu individu yang terinfeksi strain penyakit TB
akan menginfeksi kurang dari satu individu rentan sehingga penyakit TB
kemungkinan akan hilang dari populasi atau individu yang terinfeksi oleh
penyakit TB kemungkinan tidak ada dalam populasi. Sebaliknya, jika lebih
dari satu ( ), maka individu yang terinfeksi oleh penyakit TB akan
menginfeksi lebih dari satu individu yang rentan sehingga individu yang terinfeksi
TB ada dalam populasi atau penyakit TB akan menyebar ke populasi.
Metode yang digunakan untuk menentukan nilai dalam skripsi ini adalah
dengan menggunakan metode Driessche & Watmough (2002) yaitu metode
matriks generasi berikutnya dengan nilai . Hal ini dikarenakan banyaknya
suatu individu yang terinfeksi tidak mungkin bernilai negatif. Selanjutnya,
didefinisikan sebagai radius spektral dari matriks generasi berikutnya. Matriks ini
merupakan matriks yang dikontruksi dari sub-sub populasi yang menyebabkan
infeksi saja.
Diberikan ( ) dengan 0 menyatakan proporsi kelas
ke- yang terinfeksi pada saat . Misalkan proporsi kelas yang
terinfeksi sebesar sehingga . Selanjutnya, didefinisikan merupakan
matriks laju terjadinya infeksi baru suatu penyakit pada kelas ke- dan
merupakan selisih laju perpindahan individu yang keluar dari kelas ke- dengan
40
laju perpindahan individu yang masuk ke dalam kelas ke- sehingga bentuk
menjadi
dengan merupakan laju perpindahan individu yang keluar dari kelas ke- dan
merupakan laju perpindahan individu yang masuk ke dalam kelas kelas ke-
Selanjutnya diperhatikan model penyebaran penyakit berikut
( ) ( ) ( ) ( )
dengan
( ) ( )
( ).
Sistem (2.9.1) dapat ditulis menjadi bentuk
( ) ( )
dengan ( ) ( ( ) ( ) ( )) dan ( ) ( ( ) ( ) ( ))
.
Matriks Jacobian dari ( ) dan ( ) hasil linearisasi di sekitar titik ekuilibrium
bebas penyakit pada sistem (2.9.2) adalah
( ( )) *
+ dan ( ( )) [
]
dengan dan merupakan matriks yang didefinisikan sebagai berikut
(
( )* ,
(
( )* .
Lebih lanjut entri matriks bernilai non-negatif dan adalah M-matriks
non-singular, kemudian matriks dicari inversnya sehingga diperoleh yang
merupakan matriks non-negatif. Terakhir, perkalian dari matriks dengan matriks
(2.9.1)
(2.9.2)
(2.9.3)
41
akan diperoleh . Bentuk merupakan matriks generasi berikutnya
untuk sistem (2.9.2).
Menurut Driessche dan Watmough (2002), radius spektral ( ) dari matriks
generasi berikutnya merupakan bilangan reproduksi dasar untuk sistem
(2.9.2) pada titik ekuilibrium bebas penyakit sehingga diperoleh ( )
Selanjutnya, diberikan teorema tentang kestabilan ( ).
Teorema 2.9.1. (Diessche & Watmough, 2002: 33) Diberikan merupakan titik
ekuilibrium bebas penyakit dari sistem persamaan ( ), maka titik
ekuilibrium bebas penyakit stabil asimtotik lokal jika ( ) dan
tidak stabil jika ( ) .
Selanjutnya, diberikan lemma sebagai syarat upaya titik ekuilibrium stabil
lokal.
Lemma 2.9.2 (Brauer & Castillo-Chaves, 2011) Diberikan matriks non-
negatif dan M-matriks non-singular, bilangan reproduksi dasar
( ) jika dan hanya jika semua nilai eigen dari matriks ( )
mempunyai bagian real negatif.
Berikut akan diberikan contoh dalam menentukan bilangan reproduksi
dasar pada suatu sistem persamaan nonlinear.
Contoh 2.9.3
Berikut diberikan contoh model matematika dari penyebaran penyakit.
Populasi terdiri dari empat kelas yaitu Susceptible (S) yaitu kelas yang rentan
dengan penyakit, exposed (E) yaitu kelas infeksi tapi tidak menular, infection (I)
yaitu kelas yang terinfeksi dan menular, dan remove (R) yaitu kelas yang sembuh
42
dari penyakit. Model matematika penyebaran penyakit sebagai berikut
( )
( )
Pada sistem (2.9.4) akan dicari bilangan reproduksi dasar dengan terlebih
dahulu menentukan transfer infeksi baru, yaitu kelas E dan kelas I sehingga
didefinisikan matriks merupakan matriks infeksi baru pada populasi. Kemudian
didefinisikan matriks perpindahan individu dari kelas yang satu ke kelas yang lain
dalam hal ini disimbolkan dengan .
Dari definisi matriks di atas maka dapat disusun matriks dan sebagai
berikut
(
, dan (
( )
,.
Selanjutnya, entri matriks dan dicari turunan parsialnya sehingga
diperoleh
(
) dan (
).
Lebih lanjut matriks dicari inversnya sehingga diperoleh
(
,
Perkalian dari matriks dengan matriks akan diperoleh
(2.9.4)
43
(
)(
, (
+
Matriks merupakan matriks generasi berikutnya dan mempunyai satu
nilai eigen yaitu
sehingga bilangan reproduksi dasar dari sistem (2.9.4)
adalah
Top Related