BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kekuatan Otot Quadricep
a. Anatomi dan Fisiologi otot Quadricep
Otot quadricep adalah otot ekstensor yang besar pada tungkai, menutupi
hampir seluruh bagian depan dan samping dari femur. Otot quadricep dibagi
menjadi empat bagian yang masing-masing bagian bernama sendiri sendiri yaitu:
rectus femori, vastus lateralis, vastus medialis dan vastus
intermedius.(Salmonns,1995)
Gambar.1 Penampang otot Quadricep (Putz ,dkk, 2002 )
1) Rectus femuris
Mempunyai origo ganda yaitu spina illiaca interior anterior dan illium
superior acetabulum, divaskularisasi oleh arteria profunda dan cabang desenden
arteri femoral circumflexa lateral.
2) Vastus lateralis
Vastus lateralis adalah komponen terbesar dari otot quadricep, berorigo di
trochanter mayor dan bibir lateral dari linea aspera femur. Vasularisasi adalah
cabang desenden arteri femoral circumflexa lateral.
3) Vastus medialis
Mempunyai origo di linea intertrochantorica dan bibir medial dari linea
aspera femur. Divaskularisasi oleh ateri femoral, arteri genicula desenden dan
cabang genicular superior medial arteri poplitea.
4) Vastus intermedius
Mempunyai origo dua pertiga permukaan anterior dan lateral femur.
Vaskularisasi oleh arteri femoral, arteri femoris profunda cabang desenden dan
tranversa arteri circumflexa lateral.
5) Inervasi
Otot quadricep di inervasi oleh nervus femoralis yang keluar dari foramen
intervertebralis L2, L3 dan L4
6) Gerakan
Dari Keempat komponen otot quadricep, otot tersebut berfungsi untuk
menggerakan sendi lutut ke arah ekstensi. Rectus femoris selain untuk ekstensi
sendi lutut juga membantu fleksi pada sendi panggul dan gerakan ini dapat
dilakukan secara bersamaan.
9
b. Kekuatan Otot
Kekuatan adalah salah satu unsur kondisi fisik dan bisa disebut sebagai
dasar dari semua gerak manusia, karena kekuatan merupakan tenaga bagi setiap
aktivitas manusia. Gardiner (1975) mengatakan kekuatan otot adalah kemampuan
otot menimbulkan tegangan. Wilmore (1990) mengemukakan bahwa kekuatan
adalah kemampuan otot atau group otot membangkitkan tenaga. Kekuatan otot
adalah istilah umum yang mempunyai pengertian yang bermacam-macam, antara
lain; kekuatan otot adalah kemampuan otot atau grup otot menghasilkan tegangan
dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun statis. Lebih
lanjut I Gusti Ngurah Nala (2011) mengemukakan Kekuatan otot adalah
kemampuan otot skeletal tubuh untuk melakukan kontraksi atau tegangan
maksimal dalam menerima beban sewaktu melakukan aktifitas. Menurut Sharkey
(2011), mendefinisikan kekuatan sebagai jumlah maksimum dari penggunaan
tenaga oleh otot. Kekuatan otot dapat juga berarti kekuatan maksimal otot yang
ditunjang oleh cross-sectional otot yang merupakan kemampuan otot untuk
menahan beban maksimal pada aksis sendi (Gannong,2008).
Otot dalam berkontraksi dan menghasilkan tegangan memerlukan suatu
kekuatan. Selain dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin kekuatan otot juga
dipengaruhi oleh biomekanik, faktor neuromuscular, faktor metabolisme dan
faktor psikologis.
1.) Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan otot
Kekuatan otot adalah sebuah konsep yang komplek, dipengaruhi oleh berbagai
faktor, yaitu:
a). Faktor biomekanik
Kemampuan kekuatanotot tergantung pada keadaan biomekanika yang
terjadi, adapun hitungan mekanis nya menggunakan teori fisika dari
Newton untuk menganalisis gerak.
b). Penampang melintang otot
Semakin besar penampang melintang otot, semakin besar tenaga yang
dihasilkan.
c). Kekuatan dan kekakuan jaringan penghubung
Tenaga kontraksi tergantung pada integritas dan jaringan penghubung dan
tendo
d). Jumlah motor unit yang diaktifkan dan kecepatan cetusanya
Kecepatan kontraksi otot berhubungan terbalik dengan beban pada otot.
Sebuah otot akan berkontraksi sangat cepat bila berkontraksi tanpa beban dan
kecepatan kontraksi akan menurun bila diberi beban.
e). Panjang otot saat kontraksi
Tegangan otot yang terjadi sebanding dengan jumlah hubungan silang antar
molekul antin dan miosin.
f). Jenis kontraksi otot
Kekuatan otot yang timbul tergantung pada jenis kontraksi otot yaitu isotonik
atau kontraksi isometrik.
g). Sistem saraf pusat dan saraf tepi
Mekanisme mengenai neurophysiological yang mendasari penambahan
kekuatan sampai saat ini belum diketahui secara jelas.
h). Usia dan jenis kelamin
Kekuatan otot mulai timbul sejak lahir sampai dewasa dan terus meningkat
terutama pada usia 20 sampai 30-an dan secara gradual menurun seiring
dengan peningkatan usia. Pada umumnya bahwa pria lebih kuat dibandingkan
dengan perempuan.
Kekuatan otot pria muda hampir sama dengan perempuan muda sampai
menjelang usia puber, setelah itu pria akan mengalami peningkatan kekuatan
otot yang signifikan dibanding perempuan, dan perbedaan terbesar timbul
selama usia pertengahan (antara usia 30 sampai 50). Peningkatan kekuatan ini
berkaitan dengan peningkatan massa otot setelah puber, karena setelah masa
puber massa otot pria 50% lebih besar dibandingkan dengan massa otot
perempuan.
i). Motivasi.
Motivasi yang tinggi akan mempengaruhi kemampuan untuk menghasilkan
kekuatan yang maksimal. Oleh karena itu Testi harus mau melakukan usaha
yang maksimal agar menghasilkan kekuatan maksimal.
2.) Perubahan sistem neuromuscular dalam peningkatan kekuatan otot
dipengeruhi oleh beberapa faktor yaitu :
a). Hypertropi
Kapasitas kekuatan otot secara langsung berhubungan dengan
fisiologi cross sectional area pada serabut otot. Dengan desain latihan
yang spesifik dapat meningkatkan kekuatan otot, dan ukuran serabut otot
skeletal yang disebut hypertropi. Faktor yang berperan pada hypertropi
meliputi; peningkatan jumlah protein pada serabut otot, peningkatan
kepadatan kapiler, perubahan biokimia pada serabut otot.
b). Rekrutmen
Faktor lain yang penting yang mempengaruhi kapasitas otot untuk
meningkatkan kekuatan otot adalah peningkatan jumlah recruitmen motor unit.
Banyaknya jumlah motor unit yang aktif akan menghasilkan kekuatan otot yang
besar.
c). Perubahan pada jaringan nonkontraktil
Program latihan yang didesain untuk meningkatkan kekuatan otot dapat
juga meningkatkan kekuatan pada jaringan nonkontraktil seperti; tulang, tendon
dan ligamen.
3.) Prinsip untuk meningkatkan kekuatan.
a). Prinsip overload
Untuk meningkatkan kekuatan otot, beban yang melebihi kapasitas
metabolik otot harus digunakan selama latihan. Karena hal ini akan membuat
hypertropi otot dan peningkatan recruitmen sehingga akan meningkatkan
kekuatan otot. Prinsip beban berlebih pada dasarnya menekankan beban kerja
yang dijalani harus melebihi kemampuan yang dimiliki oleh seseorang, karena itu
latihan harus mencapai ambang rangsang. Hal itu bertujuan supaya sistem
fisiologis dapat menyesuaikan dengan tuntutan fungsi yang dibutuhkan untuk
meningkatkan kemampuan. Prinsip beban berlebih maksudnya yaitu bahwa
pembebanan dalam latihan harus lebih berat dibandingkan aktivitas fisik sehari-
hari. Pembebanan harus terus ditingkatkan secara bertahap sehingga mampu
memberikan pembebanan pada fungsi tubuh. Jadi dalam membuat dan
melaksanakan sebuah program latihan harus berpegang pada prinsip beban
berlebih (overload) untuk meningkatkan kemampuan secara periodik
b). Kekhususan latihan
Program latihan yang baik harus dipilih secara khusus sesuai dengan
kebutuhan atau tujuan yang hendak dicapai. Dalam melakukan latihan, setiap
bentuk rangsang akan direspon secara khusus oleh setiap orang atau olahragawan.
Bentuk latihan yang diberikan sesuai dengan tujuan olahraga yang diinginkan.
Dalam hal ini perlu dipertimbangkan prinsip spesifikasi, antara lain mencakup: (1)
spesifikasi kebutuhan energi, (2) spesifikasi bentuk atau model latihan, (3)
spesifikasi pola g erak dan kelompok otot yang terlibat.
c). Individualitas
Setiap individu mempunyai potensi dan kemampuan yang berbeda-beda.
Selain potensi dan kemampuan yang berbeda, faktor kematangan, lingkungan,
latar belakang kehidupan, serta pola makannya pun berbeda, sehingga akan
berpengaruh terhadap aktivitas olahraga yang dilakukannya. Oleh karena itu,
dalam menentukan beban latihan harus disesuaikan dengan kemampuan masing-
masing individu dan tidak boleh disamaratakan.
d). Latihan harus progresif
Latihan bersifat progresif, artinya dalam pelaksanaan latihan dilakukan
dari yang mudah ke yang sukar, sederhana ke kompleks, umum ke khusus, bagian
ke keseluruhan, ringan ke berat, dan dari kuantitas ke kualitas, serta dilaksanakan
secara kontinyu, maju dan berkelanjutan. Jadi dapat dikatakan bahwa dalam
proses latihan harus dilakukan secara kontiyu dan meningkat melanjutkan latihan
sebelumnya.
e). Pemulihan atau istirahat
Pada program latihan harus dicantumkan waktu pemulihan yang cukup.
Waktu pemulihan digunakan untuk mengurangi resiko over training akibat
beratnya latihan. Kelelahan hebat justru dapat menimbulkan penurunan
penampilan atau performa seseorang.
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa latihan
merupakan sebuah aktivitas fisik yang dilakukan secara sistematis, dalam jangka
waktu yang panjang, dilakukan berulangulang, meningkat, dan dengan sebuah
metoda tertentu sesuai tujuan yang diinginkan. Proses berlatih yang dilakukan
secara teratur, terencana, berulang-ulang dan semakin lama semakin bertambah
bebannya, serta dimulai dari yang sederhana ke yang komplek. Berdasarkan
penjelasan diatas maka kekuatan otot quadricep adalah kemampuan otot
Quadricep untuk menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal.
4.) Macam-macam kekuatan
Dalam bidang olahraga, kekuatan dapat dikategorikan menjadi beberapa
tipe. Seperti yang dikemukakan oleh Bompa (1993: 23-25), yang membagi
kekuatan menjadi 8 tipe yaitu: “Kekuatan umum, kekuatan khusus, kekuatan
maksimal, daya tahan otot, daya ledak, kekuatan absolute, kekuatan relative dan
kekuatan cadangan”. Kekuatan umum adalah kekuatan keseluruhan dari system
otot. Kekuatan khusus merupakan kekuatan yang berkenaan dengan otot yang
digunakan dalam gerak dari suatu cabang olahraga tertentu. Kekuatan maksimal
menunjukkan daya yang tinggi dalam penampilan oleh system syaraf otot selama
kontraksi. Daya tahan otot biasanya diartikan sebagai kemampuan otot untuk
bekerja dalam periode waktu tertentu. Sedangkan daya ledak merupakan produk
dari dua kemampuan yaitu kekuatan dankecepatan yang dapat berpengaruh
terhadap kemampuan untuk kinerja dengan daya maksimal dalam periode waktu
yang pendek.
Kekuatan absolute menunjukkan kemampuan atlet mengeluarkan daya
maksimal yang mampu untuk memindahkan berat badannya sendiri. Kekuatan
relative adalah presentasi antara kekuatan absolute dan berat badan. Sedangkan
kekuatan cadangan merupakan perbedaan antara kekuatan absolute atlet dan
jumlah kekuatan kinerja keterampilan dalam kondisi kompetisi atau bertanding.
Tahanan atau beban yang harus di atasi pada saat melakukan aktivitas olahraga
bermacam-macam dan bervariasi. Hal tersebut menuntut adanya kekuatan otot
yang bermacam-macam pula. Berdasarkan beban yang harus dihadapi dan bentuk
kekuatan yang harus dikeluarkan, maka kekuatan menurut Suharno (1993: 40)
dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis, yaitu: “1) Kekuatan maksimal, 2)
Explosive power = kekuatan daya ledak, dan 3) Daya tahan kekuatan otot =
power endurance”. Lebih lanjut Suharno (1993: 40) menambahkan bahwa
“Kekuatan maksimal adalah kemampuan otot dalam kontraksi maksimal serta
dapat melawan beban yang maksimal pula Kekuatan, kecepatan banyak
diperlukan dalam berbagai cabang olahraga, seperti lompat, lempar, bolavoli, bola
basket, sepak bola dan sebagainya. Sedangkan daya tahan kekuatan otot (power
endurance) adalah kemampuan tahan lamanya kekuatan otot untuk melawan
tahanan beban dengan intensitas tinggi.
5.) Pentingnya kekuatan
Pengembangan kekuatan baik secara umum maupun pengembangannya
melalui program latihan kekuatan khusus dan dapat berpedoman pada variasi
bentuk kekuatan otot. Dalam latar belakang masalah telah dikemukakan bahwa
kekuatan merupakan unsur yang sangat penting dalam aktivitas olahraga, karena
kekuatan merupakan daya penggerak, dan pencegah cedera. Selain itu kekuatan
memainkan peranan penting dalan komponen-komponen kemampuan fisik yang
lain misalnya power, kelincahan kecepatan. Oleh karena itu pengkajian mengenai
kekuatan ini menjadi sangat penting, karena kekuatan merupakan faktor utama
untuk menciptakan prestasi yang optimal, dikarenakan kekuatan sebagai
kemampuan melakukan kontraksi otot dan pentingnya kontraksi otot dalam
memberikan daya yang diperlukan bagi gerak manusia.
2. Kontraksi Otot
Dalam melakukan kontraksi otot dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi :
a. Fisiologi Otot
Otot adalah jaringan yang terbesar dalam tubuh. Secara umum otot dibagi
menjadi tiga jenis yaitu; otot skeletal, otot jantung dan otot polos. Otot rangka
manusia terdiri dari susunan serabut-serabut otot yang dinyatakan Ganong
(1995) sebagai unsur-unsur bangunan dari sistem otot, ”Setiap serabut atau sel
otot dibungkus oleh jaringan yang dinamakan endomysium”. Di dalam sel otot
juga terdapat protoplasma yang dinamakan sacroplasma yang terdiri dari
mioglobin, lemak, glycogen, phospho creatin, ATP dan beratus-ratus ikatan
protein yang disebut dengan myofibrils. Serabut-serabut otot yang disebut
fibril-fibril dapat dipisah-pisahkan ke dalam banyak filamen. Filamen adalah
unsur otot yang terdiri dari berbagai protein kontraktil, yaitu filamen actin dan
myosin. Filamen actin terdiri dari dua macam protein penting yaitu
tropomiosin dan troponin. Filamen myosin memiliki protein tipis memanjang
dan menjorok ke arah filamen actin, yang disebut dengan cross-bridge yang
bersama-sama filamen actin memegang peranan penting dalam proses
kontraksi otot.
Dalam kegiatan olahraga, kualitas gerak merupakan masalah yang
sangat penting. Fungsi otot rangka yang utama adalah menggerakkan tubuh
atau anggota badan. Agar tubuh dan anggota badan tetap bergerak, maka
serabut-serabut otot rangkalah yang menggerakkan dengan melakukan
kontraksi dan relaksasi. Gambaran selengkapnya proses kontraksi yang terjadi
di dalam serabut otot (Wilmore, Costile, 1988) dapat dilihat pada gambar 1, 2
dan 3 berikut:
Gambar 2. Struktur otot rangka (Putz ,dkk, 2002 )
Gambar 3. Myofibril saat diam dan saat berkontraksi (Putz ,dkk, 2002 )
Gambar 4. Gambar Filamen Aktin dan Miosin Berinteraksi
dalam Suatu Kontraksi (Putz ,dkk, 2002 )
Otot rangka dapat menimbulkan gerakan tulang dan sering disebut sebagai
otot volunter karena individu dapat mengontrol otot tersebut dengan baik, akan
tetapi ada beberapa otot yang berkerja secara otomatis. Setiap serabut otot dilapisi
oleh membran sel yang disebut dengan sarkolema. Pada ujung serabut otot lapisan
luar sarkolema bersatu dengan serabut tendon yang membentuk tendo otot dan
melekat ke dalam tulang. Setiap serabut otot mengandung beberapa ratus sampai
ribuan miofibril yang masing-masing dibagi menjadi lempeng Z yang disebut
sarkomer. Dibawah mikroskop sarkomer miofibril memperlihatkan pita dan garis
berwarna gelap dan terang secara bergantian. Filamen-filamen aktin membentuk
pita 1 dan daerah lain dimana filamen aktin dan miosin terdiri dari banyak
molekul miosisn yang salin bertindihan dan terlihat sebagai pita A. Filamen
miosisn terdiri dari molekil miosisn yang bersifat asimetris dengan bagian ujung
C yang membentuk kepala globuler yang membesar. Kepala ini membentuk
jembatan silang ke molekul aktin yaitu suatu tempat katalitik yang menhidrolisis
TP. Bagian sarkomer yang hanya terdiri dari filamen miosin disebut zona H dan
menebal di bagian tengah sebagai garis M. Filamen aktin terdiri dari tiga
komponen yaitu aktin, tropomiosin dan troponin. Molekul tropomiosin merupakan
filamen panjang yang terletak di dalam alur diantara 2 rantai di dalam aktin.
Molekul troponin merupajan globuler kecil yang terletak pada interval sepanjang
molekul, troponin I menghambat interaksi miosin dengan aktin dan troponin C
mengandung tempat pengikat bagi Ca2+
yang memulai kontraksi (Ganong
WF,1999).
Miofibril terendam di dalam serabut otot dalam suatu matriks yang disebut
sarkoplasma, juga terdapat mitokondria dalam jumlah banyak yang terletak
diantara dan sejajar dengan miofibril tersebut (Guyton,1996). Fibril otot
dikelilingi oleh struktur yang membentuk sakotubulus yang dibentuk dari sitem I
dan suatu rtikulum sarkoplasma. Retikulum sarkoplasma mempunyai sisterna
terminalis yang membesar dalam kontak erat dengan sistem T pada sambaungan
antara pita A dan I. Sistem T berfungsi untuk hantaran cepat potensial aksi dari
membrana sel ke semua fibril di dalam otot. Retikulum sarkoplasma berkaitan
dengan gerakan Ca2+
dan metabolisme otot.
Perbedaan ukuran panjang dan diameter otot dalam tubuh menyebabkan
karakteristik kontraksi dari setiap otot juga berbeda tergantung dari fungsi otot itu
sendiri. Berdasarkan karakteristik metabolisme dan kecepatan kontaksinya maka
serabut otot pada otot skeletal dapat diklasifikasikan menjadi dua type serabut otot
yaitu; serabut otot type I atau sering disebut dengan slow twitch fiber dan serabut
otot type II sering disebut dengan fast twitch fiber.
Tabel 1.
Perbandingan jenis otot
(Sumber:Sherwood,2011)
KARAKTERISTIK
JENIS SERAT
Tipe I Tipe II
Aktifitas ATPase miosin Rendah Tinggi
Kecepatan kontraksi Lambat Cepat
Resistensi terhadap kelelahan Tinggi Sedang
Kapasitas fosforilasi oksidatif Tinggi Tinggi
Enzim untuk glikolisis anaerob Rendah Sedang
Mitokondria Banyak Banyak
Kapiler Banyak Banyak
Kandungan mioglobin Tinggi Tinggi
Warna serat Merah Putih
Kandungan glikogen Rendah Rendah
Otot type I disebut juga red muscle karena berwarna lebih gelap dari otot
lainnya. Otot merah yang berespon lambat dan mempunyai masa laten panjang,
beradaptasi pada kontraksi yang lama, lambat, tidak cepat lelah dan berfungsi
untuk mempertahankan sikap tubuh. Otot type II disebut sebagai white muscle
karena berwarna lebih pucat, durasi kontraksi yang singkat, lebih cepat lelah dan
berfungsi khusus untuk gerakan halus dan terampil.
b. Mekanisme Kontraksi Otot
(a) Dasar molekular kontraksi otot
Proses yang menimbulkan pemendekan unsur kontraktil di dalam otot
merupakan peluncuran filamen tipis di atas filamen tebal. Lebar pita A tetap,
sedangkan garis Z bergerak saling mendekat bila otot berkontraksi dan terpisah
menjauh bila diregangkan. Karena otot memendek, maka filamen tipis dari
ujung sarkomer yang berlawanan saling mendekat, filamen ini saling tumpang
tindih. Peluncuran selama kontraksi otot dihasilkan oleh pemutusan dan
pembentukan kembali hubungan silang antar filamen aktin dan miosin
(Ganong,2008).
Faktor-faktor yang terlibat dalam kontraksi dan rileksasi otot adalah
sebagai berikut :
Tabel 2
Urutan Peristiwa yang Terjadi
pada kontraksi dan relaksasi otot rangka
(Sumber :Ganong WF,2008)
Tahap-tahap kontraksi otot
1. Pelepasan muatan oleh neuron motorik
2. Pelepasan transmiter (asetilkolin) di end-plate motorik
3. Pengikatan asetilkolin ke reseptor asetilkolin nikotinik
4. Peningkatan konduktasi Na+
dan K+
di membran motor and plate
5. Pembentukan potensial and-Plate
6. Pembentukan potensial aksi di serabut-serabut otot.
7. Penyebaran depolarisasi ke dalam disepanjang tubulus T
8. Pelepasan Ca2+
dari sistem terminalis retikulum sarkoplasma serta difusi Ca2+
ke
filamen tebal dan filamen tipis.
9. Peningkatan Ca2+
ke troponin C, sehinggamembuka tempat pengikatan miosin
di molekul aktin.
10. Pembentukan ikatan silang (cross linkage) antara aktin dan miosin dan
pergeseran filamen tebal, sehingga menghasilkan gerakan.
Tahap-tahap relaksasi
1. Ca2+
dipompa kembali kedalam retikulum sarkoplasma
2. Pelepasan Ca2+
dari troponin
3. Penghentian interaksi antara aktin dan miosin
(b) Jenis-jenis kontraksi otot
Kontraksi otot meliputi pemendekan elemen kontraktil otot. Namun,
karena otot mempunyai elemen elastik dan kenyal yang tersusun serial dengan
mekanisme kontraksi, kontraksi dapat terjadi tanpa pemendekan yang berarti
diseluruh berkas otot (sherwood,2011). Terdapat dua jenis kontraksi isotonik,
konsentrik dan eksentrik, yang akan dijelaskan sebagai berikut :
a.) Isotonik
Kontraksi ini merupakan kontraksi otot dengan beban konstan dan terjadi
perubahan panjang otot. Pada kontraksi isotonik dengan menggunakan beban
dapat meningkatkan kekuatan otot sepanjang ruang lingkup gerak sendi sehingga
kontraksi ini dapat digunakan dalam aktifitas bekerja. Selain itu kontraksi isotonik
dengan beban juga dapat menimbulkan hypertropi otot, pelebaran kapiler yang
menyebabkan peredaran darah meningkat sehingga tidak cepat menimbulkan
kelelahan.
b.) Isometrik atau statik kontraksi
Kontraksi otot dimana tidak terjadi perubahan panjang otot dengan beban dapat
berubah-ubah. Isometrik juga sering disebut statik kontraksi yaitu kontraksi
otot dimana sendi dalam keadaan stastis. Pada kontraksi isometrik terjadi:
Resiprocal innervation (Reserve Innervation) yaitu kelompok otot agonis
berkontraksi maka akan diikuti oleh rileksasi pada kelompok otot
antagonisnya. Pada latihan isometrik banyak menimbulkan sisa metabolisme
sehingga akan cepat menimbulkan kelelahan karena sirkulasi yang kurang
bagus, yaitu akibat adanya proses pumping action yang meningkatkan sistem
sirkulasi darah sehingga terjadi vasokontriksi pembuluh darah akibat adanya
tekanan dari kontraksi otot yang menyebabkan metabolisme menurun dan
dapat mengakibatkan ischemik.
c.) Eksentrik
Kontraksi otot dimana terjadi perubahan panjang otot dimana kedua ujung otot
saling menjauh, atau otot dalam keadaan memanjang.
d.) Kosentrik
Kontraksi otot dimana terjadi perubahan panjang otot dimana kedua ujung otot
saling mendekat atau otot dalam keadaan memendek.
Untuk dapat berkontraksi otot memerlukan energi. Energi ini diperoleh
dari pemecahan Adenosine Triphosphate (ATP). Jumlah ATP yang terdapat dalam
serabut otot jumlahnya sangat terbatas. Oleh karena itu kebutuhan energi dapat
dipenuhi melalui sistem rephosphorisasi. Besarnya kontraksi otot akan
menentukan kemampuan kekuatan yang ditimbulkannya, kekuatan tersebut
tergantung pada besarnya penampang melintang serabut otot yang bersangkutan.
Penampang melintang suatu otot tergantung pada besar kecilnya serabut otot yang
membentuk otot, sedangkan besar kecilnya serabut otot ditentukan oleh miofibril
yang membentuk serabut tersebut.
Ukuran penampang melintang otot setiap orang akan mengalami
perubahan kearah yang lebih besar, jika orang tersebut melakukan latihan secara
intensif. Pembesaran otot ini umunya disebut dengan hipertropi, yang tentunya
sangat berguna untuk peningkatan kekuatan otot.
3. Latihan Beban
Dalam olahraga kemampuan berprestasi merupakan perpaduan yang terdiri
dari banyak hal yang dapat menentukan tercapainya suatu prestasi yang dibangun
dalam proses atau jangka waktu yang lama. Banyak pendapat yang dilakukan oleh
banyak ahli mengenai pengertian/definisi latihan. Bompa (1999) mendefinisikan
Latihan adalah suatu proses sistematis dari suatu pengulangan, suatu kinerja
progresif yang juga menyangkut proses belajar serta memiliki tujuan untuk
memperbaiki sistem dan fungsi dari organ tubuh agar penampilan atlet mencapai
optimal.
Dengan demikian latihan merupakan suatu gerakan fisik dan atau aktifitas
mental yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (repetitif) dalam
jangka waktu lama (durasi), dengan pembebanan yang meningkat secara progresif
dan individual, yang bertujuan untuk memperbaiki sistem serta fungsi fisiologis
dan psikologis tubuh agar pada waktu melakukan aktifitas olahraga dapat
mencapai penampilan yang optimal(Nala, 2011)
Latihan yang sistimatis adalah latihan yang dilakukan secara teratur,
latihan tersebut berlangsung beberapa kali dalam satu minggu. Selanjutnya latihan
tersebut dilaksanakan berdasarkan suatu sistim yang mengikuti prinsip-prinsip
latihan yang bersifat dasar. Prinsip-prinsip latihan tersebut adalah:
(a) Prinsip pembebanan sepanjang latihan yang berarti setiap latihan yang
diberikan disertai dengan beban
(b) Prinsip periodesasi dan penyusunan dan perencanaan siklus pembebanan
(c) Rekrutmen motor unit.
Peningkatan rekrutmen motor unit akan meningkatkan kekuatan otot. Motor
unit adalah unit fungsional dari sistem neuromuscular yang terdiri dari anterior
motor neuron (terdiri dari axon, dendrit dan cell body) dan serabut otot (terdiri
dari slow twitch fiber dan fast twitch fiber).
(d) Kontraksi otot dengan tenaga kecil akan mengaktifkan sedikit motor unit,
tetapi kontraksi dengan tenaga besar akan mengaktifkan banyak motor unit.
Tidak semua motor unit pada serabut otot aktif pada saat yang sama. Hal itu
berarti pada kontrol neural fast twitch fiber dan slow twitch fiber akan
memodulasi secara selektif jenis serabut yang akan digunakan sesuai dengan
karakteristiknya. Jenis latihan akan mempengaruhi motor unit yang aktif, pada
resistance exercise atau latihan untuk meningkatkan kekuatan otot akan
mengaktifkan fast twitch fiber sedangkan pada latihan untuk meningkatkan
endurance akan mengaktifkan slow twitch fiber. Prinsip hubungan diantara
persiapan umum dan khusus dengan kemajuan spesialisasinya
(e) Prinsip pendekatan individual dan pembebanan individual
(f) Prinsip hubungan yang sebaik mungkin antara latihan fisik, tehnik, taktik, dan
inteletual termasuk persiapan tekan dan kemauan.
Prinsip prinsip lain yang dihubungkan dengan metode dirumuskan sebagai
berikut:
a.) Prinsip peningkatan beban sedikit demi sedikit
b.) Prinsip pembebanan yang bervariasi dengan pergantian beban dan
istirahat secara sistimatis
c.) Prinsip adaptasi (penyesuaian) beban terhadap standar kemampuan
4. Prinsip dasar latihan beban
Ada empat prinsip yang harus menjadi dasar dalam penyusunan program
latihan beban. Keempat prinsip dasar itu adalah :
1) Prinsip overload
Kekuatan otot sangat efektif dibangun ketika kerja otot dan grup otot pada
beban yang lebih. Latihan dengan beban yang umum dikerjakan oleh otot
hanya menghasilkan kerja otot yang umum. Penggunaan beban yang berlebih
akan menyebabkan terjadinya proses adaptasi fisiologis yang akan
mengarahkan pada peningkatan kekuatan otot.
2) Prisip tahanan yang progesif.
Sejak otot diberikan beban yang melebihi kemampuannya maka otot akan
mengalami adaptasi fisiologis dimana akan terjadi proses peningkatan kekuatan
otot. Bila proses adaptasi ini telah dicapai, maka kerja otot yang tadinya
melebihi beban kemampuannya akan tidak lagi overload. Dengan alasan
tersebut maka program latihan beban harus juga didasari prinsip progresifitas
beban yang diberikan. Penambahan beban yang meningkat tersebut dapat
diberikan dengan menambah jumlah berat beban yang diberikan atau
menambah jumlah pengulangannya.
3) Prinsip latihan yang teratur
Program latihan beban harus diatur sedemikian rupa sehingga beban yang
diberikan harus kepada otot-otot besar terlebih dahulu baru kepada otot-otot
kecil. Alasannya sesuai dengan pola gerak normal manusia, bahwa otot-otot
kecil lebih cepat mengalami kelelahan daripada otot-otot besar. Sehingga
pemberian latihan beban harus dimulai dari otot besar dan diikuti oleh otot-otot
kecil. Selain itu pengaturan latihan beban juga harus memperhatikan pemberian
beban terhadap otot. Diupayakan agar tidak memberikan latihan yang sama
secara berurut bagi otot yang sama. Sehingga otot yang dilatih memiliki
kesepatan recovery sebelum diberikan latihan-latihan lebih lanjut.
4) Prinsip kekhususan
Latihan beban tidak hanya dapat diberikan kepada kelompok otot. Akan
tetapi latihan beban dapat juga diberikan kepada otot-otot yang bekerja secara
spesifik. Selain itu pemberian latihan beban juga harus menperhatikan olahraga
yang dominan dilakukan. Sehingga latihan beban yang diberikan dapat
disesuaikan dengan gerakan yang sesuai dengan cabang olahraga yang
ditekuninya.
a. Latihan Isotonik
Latihan isotonik adalah latihan dinamik dengan beban yang konstan,
tetapi kecepatan gerakan tidak dikontrol. Otot berkontraksi melawan beban
yang konstan, dengan bagian tubuh bergerak melawan beban melewati sebuah
lingkup gerak sendi(Kisner et al ,2007). Pada latihan isotonik kekuatan
dinamik, endurance dan power dapat dikembangkan.
Latihan isotonik ini dapat diberikan dalam bentuk latihan dengan
tahanan manual dan mekanik, latihan dengan tahanan tetap dan berubah-ubah,
eksentrik dan kosentrik, open dan closed kinematic chain.
Latihan dengan isotonik dapat diberikan dengan menggunakan
beban yang lebih dikenal dengan isotonic resistance exercise yaitu suatu
bentuk latihan dengan melakukan gerakan dinamis melawan tahanan pada
sepanjang lingkup gerak sendi. Pada latihan ini terdapat beberapa metode yang
dapat digunakan dintaranya adalah De Lorme, , DAPRE, Circuit Weight
Training, quadricep setting dan Plyometric Traning. Sesuai dengan penelitian
ini maka yang akan dibahas dalam kajian teori ini hanya metode Quadricep
setting dan De Lorme.
5. Metode De Lorme
Metode ini disebut juga heavy resistance exercise, namun belakangan
ini dikenal dengan progressive resistance Exercise (PRE) dengan
menggunakan pendekatan latihan strengthening .
a) Prosedur pelaksanaan
(1) Tentukan kontrol beban sebesar 10 RM
(2) Testi melakukan :
a. 10 kali pengulangan dengan beban ½ dari 10 RM.
b. 10 kali pengulangan dengan beban ¾ dari 10 RM.
c. 10 kali pengulangan dengan beban 10 RM penuh.
(3) Setiap sesi dari latihan tersebut diselingi oleh istirahat singkat.
(4) Latihan ini menggunakan pendekatan seperti pada fase warm-up
karena beban yang digunakan bertingkat dari beban rendah ke tinggi ,
yaitu dari ½ dari 10 RM, ¾ dari 10 RM, sampai full 10 RM. Sehingga
beban yang digunakan dapat meningkat setiap minggunya sebagai
meningkatnya kekuatan otot.
b) Efek warm-up
Warm-up atau sering disebut dengan pre-elimenary exercise
merupakan aktifitas fisik yang membantu mempersiapkan
performance latihan baik secara psikologis maupun fisiologis dan
juga berfungsi untuk mengurangi resiko cidera pada sendi maupun
otot.
Efek psikologis pada warm-up akan mempengaruhi mental
seseorang sebelum melakukan latihan karena dengan mental yang
siap maka lebih mudah meningkatkan skill dan koordinasi
Warm-up juga akan mempengaruhi fisiologis dari
performance latihan itu sendiri karena akan meningkatkan aliran
darah, otot dan temperatur. Selain itu pada warm-up juga akan
terjadi perubahan-perubahan seperti di bawah ini :
Meningkatkan kecepatan kontraksi dan relaksasi otot.
Meningkatkan gerakan karena ketahanan kekentalan menurun
sampai pada otot
Menfasilitasi penggunaan oksigen oleh otot karena
hemoglobin melepaskan oksigen lebih cepat pada temperatur tinggi
Memfasilitasi transmisi nerve/saraf dan memetabolisme otot
pada temperatur tinggi. Pada spesific warm-up akan memfasilitasi
requitmen motor unit yang diperlukan dalam aktifitas berikutnya.
Meningkatkan aliran darah pada seluruh jaringan yang aktif
seperti pada lokal vaskularisasi akibat dilatasi pada metabolisme
pada level yang lebih tinggi dan temperatur otot.
Warm-up secara bertahap akan meningkatkan otot dan
temperatur tanpa menyebabkan fatigue atau mengurangi cadangan
energi.
6. Metode Quadricep Setting
Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot dengan
menggunakan jenis latihan endurance strength. Sebelum latihan perlu
dicari terlebih dahulu tentang 1 RM (Repetition Maximum) yaitu jumlah
tahanan maksimal yang mampu dilawan oleh pasien dengan satu gerakan
saja dan digunakan sebagai dasar dalam penentuan intensitas latihan.
Prosedur untuk jenis endurance strength adalah intensitas pengukuran
dilakukan berdasarkan metode Holten yang dilakukan dengan cara:
a) Tes 1 RM (1 Repetition maximum) Yaitu jumlah tahanan maksimal
yang mampu dilawan oleh pasien/klien pada satu gerakan saja.
b) Umumnya dilakukan untuk latihan kekuatan.
c) Metode cukup sederhanan.
d) Ditujukan pada satu gerakan yang spesifik.
1) Prosedur tes 1 RM
Tes dilakukan seperti dalam latihan:
a) Klien diposisikan dengan benar dan nyaman
b) Tahanan diatur dan diberikan dengan perkiraan seberat mungkin tapi
masih bisa dilawan
c) Klien diminta menggerakkan dalam ROM yang penuh
d) Gerakan diulang dan tahanan ditingkatkan terus hingga klien hanya
mampu menggerakkan tahanan tersebut 1 kali pengulangan (inilah nilai
tes 1 RM yang sebenarnya)
2) Tes submaksimal
a) Tujuan memperkirakan kekuatan maksimal (Nilai 1 RM)
b) Dilakukan mirip dengan tes 1 RM, perbedaannya: pasien/klien diminta
mengulang mengangkat beban hingga tak mampu lagi
c) Nilai 1 RM dihitung dengan cara membandingkan dengan tabel Holten
kemudian dimasukkan dalam rumus.
3) Kerugian tes 1 RM
a) Dipengaruhi oleh kekuatan
b) Merupakan tes yang sangat melelahkan/sangat berat.
c) Sehingga munculah keinginan untuk menyederhanakan tes 1 RM yaitu
dengan tes submaximal, yaitu memperkirakan kekuatan maximal
Gambar 5. Diagram holten
4) Tes sub maksimal
a. Tentukan gerakan
b. Tentukan berat tahanan (bebas)
c. Klien diminta melakukan pengulangan gerak semaks mungkin (sampai
lelah)
d. Hitunglah 1 RM dari jumlah pengulangnnya:
RUMUS :
A Kg. x 100% / B% = 1 R.M.
7. Perbedaan metode latihan Quadricep setting dan metode latihan De lorme.
Dikarenakan adanya perbedaan metode pemberian beban latihan pada
metode QSE dan De Lorme, maka akan ditemukan beberapa perbedaan manfaat
dari kedua metode tersebut. Secara prinsip kedua bentuk latihan tersebut telah
memenuhi prinsip-prinsip latihan beban tetapi perbedaan dalam pemberian beban
maksimal akan tetap menghasilkan perbedaan. Perbedaan tersebut dijabarkan
dalam tabel dibawah ini
Tabel. 3
Perbedaan Efek Metode De lorme dan QSE
No Metode De lorme Metode QSE
1 Cenderung pada prinsip
progresive
Cenderung pada prinsip
overload
2 Ada efek warm up Ada efek warm up
3 Otot mencapai beban maksimal
pada saat otot beraktifitas
dengan warm up
Otot mencapai beban maksimal
sejak awal aktifitas
4 Menstimulasi motor unit kecil
terlebih dahulu
Menstimulasi motor unit besar
a. Karakteristik yang harus diperhatikan dalam meningkatkan kekuatan
otot
Untuk membangun otot yang optimal dengan usaha yang singkat dan
produksi tenaga yang maksimal. Karakteristik yang dibutuhkan untuk
menimbulkan kekuatan maksimal sel otot, adalah :
1.) Setiap sel otot dapat mengandung protein kontraktil dengan volume yang
tinggi. Karena difusi oksigen tidak diperhatikan, maka membuat diameter sel
menjadi lebih besar membantu untuk meningkatkan protein kontraktil (aktin
dan miosin).
2.) Untuk membuat ruang antara aktin dan miosin, maka kepadatan
mitokondria harus diminimalkan, hal ini penting untuk memelihara fungsi
sel.
3.) Lemak hanya dapat dimetabolisme secara aerobik, lemak tingkat tinggi
memecah enzim cytosol yang juga tidak diperlukan.
4.) Kapasitas glykolisis anaerobic dapat terpenuhi dengan singkat dan kapasitas
produksi asam laktat dapat menjadi tinggi. Peningkatan penyimpanan
glycogen tidak dapat dilihat pada program latihan kurang dari 6 minggu.
Bagaimanapun program latihan lebih dari 20 minggu menunjukan
paningkatan pada intramuscular yaitu penyimpanan glycogen secara
signifikan.
b. Peningkatan kekuatan otot dengan latihan beban
Peningkatan beban secara progresif adalah peningkatan beban secara
teratur dan bertahap sedikit demi sedikit. Dengan pemberian beban yang
dilakukan secara bertahap yang kian hari kian meningkat jumlah pembebanannya,
maka otot akan mengalami adaptasi fisiologis dimana akan terjadi proses
peningkatan kekuatan otot. Jika proses adaptasi ini telah dicapai, maka kerja otot
yang tadinya melebihi beban kemampuannya akan tidak lagi terjadi. Penambahan
beban latihan tidak boleh tergesa-gesa dan berlebihan, sehingga peningkatan
beban latihan harus tepat dan disesuaikan dengan tingkat kemampuan atlet serta
dtingkatkan setahap demi setahap.
Dalam memberikan latihan penguatan otot tentunya harus mengikuti
proses adaptasi dan karakteristik utama pada otot skeletal. Dimana merupakan
hasil dari sebuah program latihan, Sehingga akan menimbulkan sebuah perubahan
akut yang terjadi pada sistem organ atau sel. Sel otot dapat mengalami sintesis
dan degradasi. Jika rata-rata sintesis melebihi rata-rata degradasi, maka terjadi
peningkatan komponen selular. Perubahan pada sintesis protein memerlukan
signal selular, salah satunya adalah faktor biologis dan fisiologis yang
melanjutkan proses komunikasi pada otot yang berbeda sehingga menyebabkan
perubahan selular.
Keuntungan penggunaan prinsip peningkatan beban secara progresif
adalah otot-otot tidak akan terasa sakit Peningkatan beban lebih paling tidak
dilakukan setelah dua atau tiga kali latihan. Dikemukakan oleh Suharno (1993)
bahwa “Peningkatan beban latihan jangan setiap kali latihan, sebaiknya dua atau
tiga kali latihan baru dinaikkan”. Dengan peningkatan beban yang teratur
diharapkan ada kesempatan untuk beradaptasi terhadap beban latihan sebelumnya,
sehingga dapat terjadi superkompensasi. Superkompensasi adalah suatu proses
kenaikan kemampuanjasmani atlet setelah mengikuti latihan. Berkaitan dengan
pemberian beban latihan Sudjarwo (1995) mengemukakan bahwa “Pemberian
beban latihan harus dapat dan benar-benar merupakan rangsangan (stimuli) untuk
menimbulkan superkompensasi atlet”. Penambahan beban yang dilakukan dengan
tepat akan dapat menimbulkan adaptasi tubuh terhadap latihan secara tepat pula,
sehingga hasil latihan akan lebih optimal. Dengan alasan tersebut di atas, maka
program latihan yang disusun harus juga berdasarkan pada prinsip-prinsip
progresifitas beban latihan. Sehingga dapat untuk mencapai peningkatan kekuatan
otot perlu mempertimbangkan beberapa prinsip, yaitu :
1. Prinsip pengaturan latihan
Latihan harus dilakukan secara teratur dan kontinyu, hal ini dimaksudkan
agar terjadi adaptasi terhadap jenis keterampilan yang dipelajari. Seperti halnya
dalam program latihan berbeban harus disusun agar kelompok otot yang lebih
besar dilatih sebelum kelompok otot yang lebih kecil. Seperti yang dikemukakan
oleh Sajoto (1995: 31) bahwa “Latihan hendaknya diatur sedemikian rupa,
sehingga kelompok otot-otot besar dulu yang dilatih, sebelum otot yang lebih
kecil. Hal ini dilaksanakan agar kelompok otot kecil tidak akan mengalami
kelelahan lebih dulu”. Alasan perlunya penyusunan dan pengaturan latihan ini
adalah otot-otot yang lebih kecil cenderung lebih cepat lelah dan lebih lemah
dariapada kelompok otot yang lebih besar. Oleh karena itu untuk menentukan
urutan latihan, lebih tepat mendahulukan melatih otot-otot yang lebih besar baru
kemudian melatih otot-otot yang lebih kecil sebelum mengalami kelelahan.
Misalnya kelompok otot kaki dan paha dilatih lebih dahulu daripada kelompok
otot lengan yang lebih kecil. Disamping itu pengaturan latihan berbeban, juga
harus memperhatikan pemberian beban terhadap otot dan diupayakan tidak
memberikan latihan yang sama secara berurutan bagi otot yang sama. Sehingga
otot yang dilatih memiliki kesempatan recovery sebelum diberi latihan lebih
lanjut.
2. Prinsip kekhususan
Pada dasarnya pengaruh yang ditimbulkan akibat latihan bersifat khusus,
sesuai dengan karakteristik kondisi fisik, pola gerakan dan system energi yang
digunakan selama latihan. Latihan yang ditujukan pada unsurkondisi fisik atau
teknik dasar tertentu hanya akan memberikan pengaruh besar terhadap komponen
kondisi fisik atau teknik dasar yang dipelajari. Agar aktivitas latihan dapat
memberikan pengaruh yang baik, maka latihan yang dilakukan harus bersifat
khusus disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Kekhususan tersebut
menyangkut system energi serta pola gerakan (keterampilan) yang sesuai dengan
unsur kondisi fisik maupun nomor yang dikembangkan. Bentuk latihan yang
dilakukan pun harus bersifat khusus pula disesuaikan dengan cabang olahraga,
baik itu pola geraknya, jenis kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih
harus disesuaikan dengan jenis olahraga yang dikembangkan. Dalam hal ini
kekhususan latihan yang dikembangkan adalah latihan untuk meningkatkan power
otot tungkai. Program latihan yang disusun untuk meningkatkan power otot
tungkai ini pun, juga harus berpegang teguh pada prinsip kekhususan latihan. Jika
latihan yang dilakukan memperhatikan prinsip ini, maka latihan akan lebih efektif,
sehingga hasil yang diperoleh diharapkan akan lebih optimal.
8. Perbedaan Jenis kelamin (Gender)
Secara umum gender dapat didefinisikan sebagai perbedaan
peran,kedudukan yang dilekatkan pada kaum laki-laki maupun perempuan melaui
konstruksi secara sosial maupun kultural (Nurhaeni, 2009). Sedangkan menurut
Oakley (1972) dalam Fakih (1999), gender adalah perbedaan perilaku antara laki-
laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial yakni perbedaan yang
bukan kodrat dan bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan manusia melalui
proses sosial dan kultural.
Tuntutan persamaan hak untuk menjalani aktifitas fisik sebagaimana kaum
laki-laki dianggap suatu hal yang muskil untuk dilaksanakan. Dunia olahraga yang
sarat dengan fair play dapat dijadikan pengantar bahwa perempuan juga layak
melakukan olahraga. Hal ini dibuktikan bahwa selama ini olahraga identik dengan
kaum laki-laki
Dengan demikian saat ini perempuan juga mulai banyak yang melakukan
aktifitas olaharaga. Dalam pencapain prestasi baik perempuan maupun laki-laki
memerlukan kekuatan otot yang memadai. Apakah latihan beban dapat
memberikan hasil yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Untuk itu perlu
dilihat beberapa aspek.
Terdapat perbedaan jelas dalam aspek anatomi antara perempuan dan pria,
tetapi kurang jelas dalam aspek fisiologi. Perbedaan anatomi ini menyebab-kan
pria lebih mampu melakukan kegiatan jasmani dan olahraga yang memerlukan
kekuatan dan dimensi lain yang lebih besar. Tetapi banyak dari perbedaan ini
dapat diubah oleh latihan jasmani sehingga parameter fisiologik perempuan yang
terlatih dapat melampaui parameter pria yang kurang terlatih. Bagian besar dari
perbedaan antar jenis kelamin ini tidak relevan dalam olahraga, oleh karena dalam
olahraga perempuan (biasanya) bertanding di antara sesama perempuan
(Giriwijoyo, 2003).
Secara anatomis, fisioligis maupn biologis laki-laki dan perempuan
memiliki perbedaan. Perbedaan itu adalah :
1) Perbedaan jenis kelamin.
Pada orang dewasa, dimensi fisik pria rata-rata 7-10% lebih besar dari
pada perempuan. Perbedaan ukuran itu pada anak-anak sangat sedikit sampai usia
pubertas, di kala itu untuk sementara anak-anak perempuan bahkan lebih tinggi
dan lebih besar dari pada anak-anak laki-laki. Hal ini disebabkan oleh karena awal
pubertas yang lebih dini pada anak perempuan (9-13 tahun) dari pada anak laki-
laki (10-14 tahun) dengan waktu yang lebih panjang pula. Di bawah pengaruh
hormon pria testosteron, laki-laki tumbuh lebih tinggi, dengan gelang bahu yang
lebih luas, panggul yang lebih sempit dan tungkai yang lebih panjang. Perempuan,
melalui pengaruh hormon oestrogen berkembang dengan bahu yang lebih sempit,
panggul yang lebih luas relatif terhadap tinggi badannya dan “carrying angle‟
yang lebih besar pada sendi siku, yang mengakibatkan kerugian mekanik bagi lari
dan melempar (Anonim,2015)
2) Perbedaan dalam kemampuan, meliputi :
a. Perbedaan jenis kelamin pada Kekuatan Otot
Tingkat kekuatan pada anak laki-laki dan perempuan relatif sama sampai
dengan usia 13 tahun. Walaupun lebih kuat anak laki-laki pada tinggi badan yang
sama. Seperti yang telah divas anak laki-laki mencapai massa otot pada saat
remaja dan anak perempuan saat terjadi peningkatan sekresi endogen.
Kenyataannya anak laki-laki meningkat kekuatannya pada saat mendekati usia 18
tahun yang berhubungan dengan peningkatan sekresi androgen. Maka tidak heran
jira lelaki lebih kuat dari pada perempuan. Kenyataannya perempuan hanya dapat
menghasilkan 60 – 80 % gaya dari yang bisa dilakukan laki-laki. Walaupun
perbedaan ini lebih banyak pada otot-otot lengan dan bahu dibandingkan
kekuatan dari togog dan tungkai
Hanya setengah dari perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaaan
ukuran tubuh dan otot. Karenanya ada factor lain yang berperan. Nilai kebudayaan
kemungkinan berperan dalam perbedaan ini. Contohnya pada pengulangan
pengukuran kekuatan yang dilakukan shepard. Jika anak laki-laki tidak
menunjukan peningkatan sampai 3 kali kedatangan, anak perempuan menunjukan
peningkatan pada setiap kedatangan dan peningkatannya mencapai 2/8 dari
kekuatan sebelumnya. Saat akibat ini dipelajari ada kemungkina tes yang
diberikan dapat diterima oleh anak perempuan dan mereka telah terbiasa. Motivasi
bukanlah factor utama dalam pengukuran ini. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah bahwa perbedaan jenis kelamin hanya terlihat jelas saat awal pengukuran.
Penelitian sebelumnya mencatat adanya perbedaan komposisi otot antara pria dan
perempuan, yaitu perbedaan proporsi otot tipe 1 dan tipe 2. Karenanya
kemungkinan perbedaan kekuatan disebabkan perbedaan komposisi otot, karena
indikasi dari penelitian pada hewan menunjukan bahwa komposisi otot
berhubungan dengan kekuatan isometrik. Penelitian semacam itu terbatas dan
diperlukan penelitian lanjutan untuk melihat lebih jauh lagi hubungan jenis
kelamin dan kekuatan serta komposisi otot.
b. Perbedaan Kekuatan dan Potensi otot
Perbedaan struktur antara perempuan dan pria memungkinkan pendapat
bahwa perempuan tidak memiliki kapasitas untuk menambah kekuatan seperti
pria. Memang perempuan memiliki rangka yang lebih ringan, bahu yang lebih
kecil dan pinggul lebih lebar relatif terhadap besar tubuh. Bobot tubuh lebih
ringan, dan memiliki lemak lebih banyak dari pria dengan usia yang sama. Jadi,
seharusnya tidak ada perbedaan pada kemampuan serat-serat otot untuk
mengeluarkan atau melawan kekuatan. Sebagai hasilnya, tingkat kekuatan yang
lebih tinggi yang terlihat pada pria disebabkan kuantitas serat otot, bukan
perbedaan kualitas pada serat otot.
Perbedaan kuantitas otot pada pria cukup besar. Pada umumnya pria
misalnya, jumlah otot adalah kurang lebih 40% dari seluruh berat tubuh,
sedangkan pada umumnya perempuan hanya 23%. Keuntungan ini,
dikombinasikan dengan melakukan program latihan beban dan olahraga yang
baik, telah membuat pria mampu untuk memperlihatkan tingkat kekuatan tenaga
yang lebih tinggi. Perbedaan-perbedaan seperti itu dapat membantu dalam
menerangkan mengapa perempuan 43% sampai 63% lebih lemah pada kekuatan
tubuh bagian atas, dan 25% sampai 30% lebih lemah pada kekuatan tubuh bagian
bawah.
Akan tetapi, sesuatu yang salah jika mengambil sebuah kesimpulan bahwa
perempuan tidak memiliki potensi yang sama seperti pria untuk menambah tenaga
sama sekali salah. Seorang perempuan dapat mengembangkan kekuatan yang
relatif terhadap potensinya, tetapi tidak akan mencapai tingkat tenaga seperti pria
dengan berat tubuh yang sama. Tergantung pada kelompok otot yang sedang
dievaluasi, intensitas program, dan masa latihan (minggu, bulan, atau tahun),
penambahan tenaga perempuan pada umumnya sampai 38%. Penambahan dalam
kekuatan mendekati 38% atau lebih besar lebih umum dalam program-program
yang menyangkut latihan-latihan kelompok otot besar, badan lebih besar, beban
yang lebih berat, pengulangan gerakan latihan yang lebih sedikit, multiple sets
(latihan berulang-ulang) dan waktu latihan yang lebih lama.
Perbandingan antara pria dan perempuan yang mengikuti program-
program latihan beban yang sama tidak saja mengungkap bahwa perempuan
memberi respon yang menyolok untuk peningkatan tenaga, tetapi bahwa tingkat
penambahan kekuatannya mungkin dapat melebihi pria. Peningkatan kekuatan
yang besar dan relatif cepat ini nyata pada mereka yang jauh dari potensinya. Jadi,
ketika perempuan mulai dengan latihan beban, kemajuan yang mereka capai
seringkali lebih dramatis dibandingkan dengan kemajuan yang dicapai pria. Yang
menarik adalah kenyataan bahwa bilamana kekuatan pada daerah kaki dan
pinggul dikaitkan pada berat tubuh (suatu pengukuran yang disebut kekuatan
relatif), terutama pada berat otot yang kurus daripada seluruh berat tubuh,
perbandingannya pada perempuan ternyata sama dengan pria.
9. Penelitian yang relevan
Penelitian mengenai peningkatan kekuatan sudah banyak dilakukan,
beberapa hasil temuan penelitian yang menarik dan memiliki relevansi yang dekat
dengan penelitian ini, akan diungkap kembali sebagai berikut:
J. Hardjono, SKM, MARS meneliti tentang Perbedaan Pengaruh
Pemberian Latihan Metode De lorme Dengan Latihan Metode Oxford Terhadap
Peningkatan Kekuatan Otot Quadriceps. Penelitian ini dilakukan pada 10 orang
sampel. Setiap sampel diberikan program latihan beban tiga kali seminggu selama
6 minggu. Setelah 6 minggu diperoleh hasil bahwa Pemberian latihan metode De
Lorme dan metode oxford Tidak terdapat perbedaan peningkatan kekuatan otot
quadriceps yang bermakna antara kelompok yang diberi latihan metode De Lorme
dengan kelompok yang diberi latihan metode Oxford.Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pemberian latihan sama sama dapat meningkatkan kekuatan otot.
Pujiatun,meneliti tentang perbandingan latihan isotonik dan latihan
isometrik terhadap kekuatan otot quadriceps femoris. Program latihan diberikan
tiga 3 kali seminggu selama 3 minggu. Setelah selama 3 minggu diperoleh hasil
pemberian latihan isotonik memberikan hasil yang bermakna begitu juga
pemberian latihan isometrik. Pada perbandingan rata rata setelah dilakukan uji
statistik pada group latihan isotonik peningkatan kekuatan otot sebesar 47,05 Nm
sedangkan pada group latihan isometrik 22,87 Nm. Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa latihan isotonik lebih baik dibandingkan latihan isometrik.
B. Kerangka Berpikir
1. Perbedaan metode latihan Quadricep setting dan De Lorme tehadap
peningkatan kekuatan otot
Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau grup otot menghasilkan
tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun statis.
Hal ini berarti bahwa kekuatan otot quadriceps berarti kemampuan otot quadricep
suntuk menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal dalam hal ini
berarti untuk menghasilkan gerakan terutama gerakan ekstensi . Untuk
mendapatkan kekuatan otot yang maksimal maka ada beberapa faktor yang
mempengaruhi diantaranya adalah usia dan jenis kelamin, ukuran cross sectional
area, panjang otot dan tegangan otot, recruitmen motor unit, tipe kontraksi otot,
jenis serabut otot, energi yang digunakan, kecepatan kontraksi dan motivasi.
Pemberian latihan untuk meningkatkan kekuatan otot dapat dilakukan
dengan latihan beban yang sering disebut juga resistance exercise. Latihan metode
De Lorme merupakan latihan yang menggunakan pendekatan seperti pada fase
warm-up karena beban yang digunakan bertingkat dari beban rendah ke tinggi ,
yaitu dari ½ dari 10 RM, ¾ dari 10 RM, sampai full 10 RM. Sehingga beban yang
digunakan dapat meningkat setiap minggunya seiring dengan meningkatnya
kekuatan otot. Pada latihan metode ini yang diberikan selama 8 minggu akan
menimbulkan hypertropi otot yaitu peningkatan ukuran serabut otot sebagai
adaptasi otot akibat resistance exercise. Karena latihan ini menggunakan
pendekatan seperti pada fase warm-up maka latihan ini akan memberikan
pengaruh pada psikologis dan fisiologis. Pada psikologis warm-up akan
memberikan dampak mental yang labih siap sehingga akan lebih mudah untuk
meningkatkan skill dan koordinasi dalam latihan. Sedangkan pada efek fisiologis
akan memberikan pengaruh yang menguntungkan karena otot akan lebih siap
dalam melakukan latihan akibat meningkatnya temperatur sehingga akan
memfasilitasi metabolisme otot lebih cepat tanpa menimbulkan fatigue dan
mengurangi cadangan energi serta mengurangi resiko terjadinya cidera. Selain itu
warm-up juga akan memfasilitasi transmisi saraf sehingga memfasilitasi
recruitment motor unit pada latihan selanjutnya.
Latihan metode QSE merupakan metode latihan yang dirancang bertujuan
untuk meningkatkan kekuatan otot dengan menggunakan jenis latihan endurance
strength. Sebelum latihan perlu dicari terlebih dahulu tentang 1 RM (Repetition
Maximum) yaitu jumlah tahanan maksimal yang mampu dilawan oleh pasien
dengan satu gerakan saja dan digunakan sebagai dasar dalam penentuan intensitas
latihan. Pengukuran dilakukan berdasarkan metode Holten yang dilakukan
dengan cara:
a) Tes 1 RM (1 Repetition maximum) Yaitu jumlah tahanan maksimal yang
mampu dilawan oleh pasien/klien pada satu gerakan saja.
b) Umumnya dilakukan untuk latihan kekuatan.
c) Metode cukup sederhanan ditujukan pada satu gerakan yang spesifik
2. Perbedaan peningkatan kekuatan otot quadricep pada laki-laki dan
perempuan setelah latihan beban
Struktur laki-laki dan perempuan secara anatomis, fisiologis dan biologis
terdapat perbedaan. Dengan dasar perbedaan tersebut maka pada dasarnya
kekuatan otot antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan. Akan tetapi
beberapa penelitian menjelaskan bahwa dengan latihan maka akan terjadi juga
peningkatan kekuatan otot baik pada laki-laki dan perempuan. Bahkan ada suatu
penelitian yang menjelaskan bahwa dalam pemberian latihan beban peningkatan
otot pada perempuan dapat terjadi setiap hari sedang pada laki-laki baru terjadi
pada hari ketiga.
3. Interaksi antara metode latihan beban dan jenis kelamin terhadap
peningkatan kekuatan otot quadricep
Prinsip pemberian latihan beban terdiri dari empat aspek. Keempat aspek
masing masing memberikan dampak yang bebeda bagi peningkatan kekuatan otot.
Dampak tersebut juga akan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
motivasi, sosial, karateristik personal dan beberapa faktor lain. Salah atu faktor
yang juga dapat mempengaruhi adalah jenis kelamin. Dalam beberapa metode
latihan memungkinkan adanya peningkatan kekuatan otot yang bermakna pada
laki-laki, tetapi tidak terjadi kenaikan pada perempuan. Akan tetapi kenaikan
yang sebaliknya juga dapat terjadi.
Pada metode pemberian latihan dengan Quadriceps setting maupun dengan
metode De Lorme juga dapat memberikan dampak yang berbeda pada laki-laki
maupun perempuan. Oleh karena itu dapat terjadi interaksi antara metode latihan
dan jenis kelamin terhadap peningkatan kekuatan otot Quadricep.
Metode latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot
diantaranya adalah latihan berbeban. Latihan berbeban akan memberikan
pengaruh yang lebih baik terhadap kekuatan dibandingkan kecepatan,. Sehingga
metode latihan ini dapat digunakan sebagai alternatif dan variasi latihan untuk
mengembangkan dan meningkatkan kekuatan otot quadricep.
Salah satu komponen kondisi fisik yang penting guna mendukung
komponen-komponen lainnya adalah komponen kekuatan otot. Kekuatan
merupakan basis dari semua komponen kondisi fisik, karena kekuatan merupakan
daya penggerak dari setiap aktivitas fisik. Faktor utama dalam latihan untuk
meningkatkan daya ledak (power) adalah mula-mula memusatkan pada
pembentukan kekuatan kemudian beralih pada beban yang lebih ringan dan
gerakan lebih cepat. Oleh karena itu tujuan latihan akan dapat tercapai jika
metode latihan yang digunakan sesuai dan tepat dengan sasaran latihan.
Latihan berbeban lebih dominan untuk meningkatkan kekuatan
dibandingkan dengan kecepatan, sedangkan latihan berbeban lebih baik dalam
mengembangkan kecepatan. Pemilihan metode latihan yang akan digunakan
tentunya akan memberikan dampak yang berbeda terhadap seseorang yang telah
memiliki tingkat kekuatan yang berbeda yaitu orang yang memiliki kekuatan otot
tinggi dan orang yang memiliki kekuatan otot rendah.
Dari uraian tersebut di atas, dapat diduga bahwa penerapan metode latihan
akan memberikan pengaruh dan interaksi yang berbeda terhadap kekuatan otot
quadricep. Sehingga di duga ada interaksi antara metode latihan beban terhadap
peningkatan kekuatan otot quadricep.
C. Kerangka konsep
KEKUATAN OTOT QUADRICEP
D. Hipotesis
Dalam penelitian ini penulis mengajukan beberapa hipotesis, yaitu:
a. Ada perbedaan pengaruh antara pemberian latihan beban metode Quadricep
Setting exercise dengan latihan metode De Lorme terhadap kekuatan otot
Quadricep. Metode latihan beban De lorme lebih baik dari latihan beban
Quadricep Setting Exercise dalam meningkatkan kekuatan otot.
b. Ada perbedaan kekuatan otot Quadricep antara laki-laki dan perempuan
setelah latihan beban.
c. Ada interaksi antara metode latihan beban dan jenis kelamin terhadap
peningkatan kekuatan otot quadricep.
Top Related