9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Matematika
a. Belajar
Menurut Nasution, belajar adalah suatu kegiatan yang membawa
perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya
mengenai jumlah pengetahuan, melainkan juga dalam bentuk
kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat,
penyesuaian diri, pendeknya mengenai aspek, atau pribadi seseorang
(Setiawati, 2015: 12). Winkel mengatakan Belajar merupakan suatu
aktifitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan-
pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap (Diyah, 2007: 9). Peristiwa
belajar dapat terjadi pada saat manusia mampu mengolah stimulus dan
meresponnya dengan baik dan tidak sepotong-potong sehingga ia
benar-benar memahaminya.
Santrock dan Yussen (Sugihartono, et al. 2012 :74)
mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif permanen karna
adanya pengalaman. Sedangkan Reber (Sugihartono, et al, 2012 :74)
mendifinikan belajar dalam dua pengertian. Pertama, belajar sebagai
proses memperoleh pengetahuan dan kedua, belajar sebagai perubahan
kemampuan bereaksi yang langgeng sebagai hasil latihan yang
diperkuat.
10
Menurut pengertian psikologis, belajar merupakan suatu proses
perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi
dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto,
dalam Setiawati, 2015: 12). Menurut Endang Supartini belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan dengan lingkungannya, supaya
terjadi perubahan perilaku atau pribadi kearah lebuh baik (Setiawati,
2015: 12).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu usaha atau interaksi yang dilakukan oleh seseorang dengan
lingkungannya agar terjadi perubahan kearah yang lebih baik yang
relatif permanen atau tetap untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Perubahan tersebut meliputi perubahan tingkah laku, sikap,
pengetahuan, kecakapan, mental, kebiasaan, minat, penyesuaian diri,
serta kepribadian seseorang.
b. Pembelajaran
Menurut kamus besar bahasa indonesia, pembelajaran adalah
proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar
(Depdiknas, 2002: 17). Sedangkan menurut UU guru dan dosen
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Sisdiknas, 2006 :52).
Menurut Oemar Hamalik pembelajaran adalah prosedur dan
metode yang ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan
bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran (Fitriana, 2010 :13). Sedangkan
11
pembelajaran menurut Winkel Pembelajaran adalah upaya
menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, kompetensi,
minat bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi
optimal antara guru dengan siswa serta antarsiswa. Erman Suherman
juga mengatakan pembelajaran adalah suatu proses pendidikan dalam
suatu lingkup persekolahan, sehingga arti proses pembelajaran adalah
proses sosialisasi siswa dengan lingkungan sekolah seperti guru dan
teman sesama siswa (Setiawati, 2015 :13). Sugihartono, et al (2012
:81) Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan
sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan,
mengerganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai
metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif
dan efisien serta dengan hasil optimal.
Dari beberapa pengertian diatas, pembelajaran dapat diartikan
sebagai suatu proses, interaksi dan sosialisasi antara siswa, sumber
belajar, guru dan dan sesama siswa lainnya dengan suatu metode atau
prosedur dalam suatu lingkungan pendidikan sehingga menghasilkan
perubahan pada pengetahuan dan tingkah laku untuk mencapai suatu
tujuan pembelajaran.
c. Matematika
Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema
yang berarti „belajar atau hal yang dipelajari‟, sedang dalam bahasa
Belanda disebut wiskunde atau „ilmu pasti‟. Di Indonesia, matematika
pernah juga disebut sebagai ilmu pasti (Shadiq dalam Nutika, 2015 :23).
12
Sedangkan pengertian matematika dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia yang disusun oleh Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan
dan Perkembangan Bahasa disebutkan bahwa matematika adalah ilmu
tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur
operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah bilangan
(Depdikbud dalam Nutika, 2015 :23).
Menurut Chambers dalam Setiawati (2015 :15), menyatakan
bahwa “Mathematics is the study of patterns abstracted from the world
around us-so anything learn in maths has literally thousands of
aplications, in arts, sciences, finance, health and recreations”.
Matematika adalah studi tentang pola diabstarksikan dari dunia sekitar
kita, segala sesuatu yang kita pelajari di matematika memilki ribuan
aplikasi, dalam seni, ilmu, keuangan, kesehatan dan rekreasi.
Reys, et al, (Fitriana 2010 :29) menyatakan matematika adalah
tentang pola suatu hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni,
suatu bahasa dan suatu alat. Sedangkan menurut Johnson dan Rising
(Fitriana 2010 :29) menyatakan matematika adalah pola berpikir, pola
mengorganisasikan, pembuktian yang logik. Matematika itu adalah
bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat,
jelas dan akurat, representasinya dengan simbol yang padat, lebih
berupa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi.
Dari beberapa pengertian diatas matematika dapat diartikan
sebagai ilmu tentang suatu hubungan, pola berpikir, penyelesaian
masalah dengan pembuktian yang logis, cermat, jelas dan akurat.
13
Matematika terbagi kedalam tiga bidang yaitu analisis, aljabar dan
geometri.
d. Pembelajaran Matematika SMP
Menurut Hudojo (2005: 103) pembelajaran matematika berarti
pembelajaran tentang konsep-konsep dan struktur-struktur
yang terdapat dalam bahasan yang dipelajari serta mencari hubungan-
hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut.
Sedangkan Dienes (Hudojo, 2005: 71) mengemukakan bahwa belajar
matematika melibatkan suatu struktur hierarki dari konsep-konsep
tingkat yang lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah
terbentuk sebelumnya.
Idris Harta (Setiawati 2015 :16) menyatakan pembelajaran
matematika ditujukan untuk membina kemampuan siswa diantaranya
dalam memahami konsep matematika, menggunakan penalaran,
menyelesaikan masalah, mengkomunikasikan gagasan dan memiliki
sikap menghargai terhadap sikap matematika. Utari Sumarno dalam
Setiawati (2015 :16) mengatakan pembelajaran matematika diarahkan
untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematis, yang meliputi
pemahaman, pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, dan koreksi
matematis, kritis serta sikap yang terbuka dan objektif.
Dari pengertian diatas, pembelajaran matematika dapat diartikan
sebagai membina siswa untuk meningkatkan kemampuan dalam
memahami konsep-konsep matematika, struktur-struktur, hubungan
antar konsep, menggunakan penalaran, menyelesaikan masalah serta
14
mengkomunikasikan gagasan dengan pola pikir matematis.
2. Pembelajaran Matematika Realistik
a. Pengertian Pembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran matematika realistik atau Realistic mathematics
education (RME) dilahirkan di Belanda oleh Freudenthal. Pendidikan
matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika
sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan
pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah
realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep
matematika atau pengetahuan matematika formal yang dapat mendorong
aktivitas penyelesaian masalah, mencari masalah, dan mengorganisasi
pokok persoalan (Lestari & Yudhanegara, 2015 :40).
Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan
bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika
merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan
anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Matematika
sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan
untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan
bimbingan orang dewasa. Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan
berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”. Realistik dalam hal
ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang
dapat dibayangkan oleh siswa (Suharta, 2005:2).
Yusuf Hartono dalam Krisdaning (2013 :38) juga mengatakan
Pendidikan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan yang
15
diadaptasi dari suatu pendekatan pendidikan matematika yang telah
diperkenalkan oleh Freudenthal di Belanda pada tahun 1973 dengan
nama Realistic Mathematics Education (RME). Hans Freudenthal
berpandangan bahwa mathematics as human activity sehingga belajar
matematika yang dipandang paling baik adalah dengan melakukan
penemuan kembali (reinvention) melalui masalah sehari-hari (daily life
problems) dan selanjutnya secara bertahap berkembang menuju ke
pemahaman matematika formal.
Zulkardi dalam Fitriana (2010 :19) mendefinisikan pembelajaran
matematika realistik sebagai berikut:
Pendekatan pendidikan matematika realistik adalah teori
pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal „real‟ bagi siswa,
menekankan keterampilan „process of doing mathematics’,
berdiskusi dan berkolaborasi, beragumentasi dengan teman
sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri („student
inventing’ sebagai kebalikan dari „teacher telling’) dan pada
akhirnya mengunakan matematika itu untuk menyelesaikan
masalah baik individual maupun kelompok.
Dari beberapa pengertian tersebut, pembelajaran matematika
realistik dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran yang
menjadikan pengalaman siswa sehari-hari sebagai bahan pembelajaran
yang memunculkan konsep-konsep matematika kemudian berkembang
menjadi pengetahuan matematika formal sehingga dapat digunakan
dalam penyelesaian masalah. Dalam hal ini matematika diartikan sebagai
aktivitas manusia, yaitu aktivitas manusia selalu memiliki hubungan
dengan matematika dan matematika tidak dapat dilepaskan dari
kehidupan manusia.
Eka & Yudhanegara (2015 :40) Menyatakan Realistic
16
mathematics Education mencerminkan suatu pandangan tentang
matematika sebagai suatu subject matter, bagaimana siswa belajar
matematika dan bagaimana matematika seharusnya diajarkan.
Pembelajaran ini dilandasi oleh teori belajar kontruktivisme dengan
memprioritaskan enam prinsip yang tercermin dalam tahapan
pembelajarannya.
1) Aktivitas
Pada fase ini, siswa mempelajari matematika melalui aktivitas
doing, yaitu dengan mengerjakan masalah-masalah yang didesain
secara khusus. Siswa diperlakukan sebagai partisipan aktif dalam
keseluruhan proses pendidikan sehingga mereka mampu
mengembangkan sejumlah Mathematical tools yang kedalaman serta
luku-likunya benar-benar dihayati.
2) Realitas
Tujuan utama fase ini adalah agar siswa mampu mengaplikasikan
matematika untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pada tahap
ini, pembelajaran dipandang suatu sumber untuk belajar matematika
yang dikaitakan dengan realitas kehidupan sehari-hari melalui proses
matematisasi. Matematisasi dapat dilakukan secara horizontal dan
vertikal. Matematisasi horizontal memuat suatu proses yang diawali
dari dunia nyata menuju dunia simbol. Sedangkan matematisasi
vertikal mengandung makna suatu proses perpindahan dalam dunia
simbol itu sendiri.
17
3) Pemahaman
Pada fase ini proses belajar matematika mencakup berbagai
tahapan pemahaman mulai dari pengembangan kemampuan
menemukan solusi informal yang berkaitan dengan konteks,
menemukan rumus dan skema, sampai dengan menemukan prinsip-
prinsip keterkaitan.
4) Intertwinement
Pada tahap ini, siswa memiliki kesempatan untuk menyelesaikan
masalah matematika yang kaya akan konteks dengan menerapkan
berbagi konsep, rumus, serta pemahaman secara terpadu dan saling
berkaitan.
5) Interaksi
Proses belajar matematika dipandang sebagai suatu aktivitas
sosial. Dengan demikian, siswa diberi kesempatan untuk melakukan
sharing pengalaman, strategi penyelesaian, atau temuan lainnya.
Interaksi memungkinkan siswa untuk melakukan refleksi yang pada
akhirnya akan mendorong mereka mendapat pemahaman yang lebih
tinggi dari sebelumnya.
6) Bimbingan
Bimbingan dilakukan melalui kegiatan guided reinvention, yaitu
dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk
mencoba menemukan sendiri prinsip, konsep atau rumus-rumus
matematika melalui kegiatan pembelajaran yang spesifik dirangcang
oleh guru.
18
b. Karakteristik Pendekatan Pembelajaran Matematika Relistik
Menurut Treffers dan Van den Heuvel-Panhuizen dalam Suharta
(2005:2), karakteristik RME adalah menggunakan konteks “dunia
nyata”, model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif dan
keterkaitan (intertwinment) dan dijelaskan sebagai berikut :
1) Menggunakan Konteks “Dunia Nyata”
Dalam RME, pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual
(inti) dari konsep yang sesuai dari situasi nyata yang dinyatakan oleh
De Lange sebagai matematisasi konseptual. Melalui abstraksi dan
formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit.
Kemudian siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke
bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena
itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan
pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisi
pengalaman sehari-hari (mathematization of everyday experience) dan
penerapan matematika dalam sehari-hari.
2) Menggunakan Model-Model (Matematisasi)
Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model
matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed
models). Peran self developed models merupakan jembatan bagi siswa
dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke
matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam
menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat
dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dan formalisasi model-model
19
tersebut akan berubah menjadi model-of masalah tersebut. Melalui
penalaran matematik model-of akan bergeser menjadi model-for
masalah sejenis. Pada akhirnya, akan menjadi model matematika
formal.
3) Menggunakan Produksi Dan Konstruksi
Dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk
melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam
proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur
pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam
pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi
pengetahuan matematika formal.
4) Menggunakan Interaktif
Interaksi antar siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar
dalam RME. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa
negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan
atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-
bentuk informal siswa.
5) Menggunakan Keterkaitan (Intertwinment)
Dalam RME pengintegrasian unit-unit matematika adalah
esensial. Jika dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan
dengan bidang yang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan
masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan
pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmetika, aljabar,
atau geometri tetapi juga bidang lain.
20
c. Langkah-Langkah Pendekatan Pembelajaran Matematika
Realistik
Adapun langkah-langkah pendekatan pembelajaran matematika
realistik (Suharta, 2005:5) adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1. Langkah-Langkah Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik
Aktivitas guru Aktivitas siswa
Guru memberikan siswa masalah
kontekstual.
Siswa secara mandiri atau
kelmpok kecil mengerjakan
masalah dengan strategi-
strategi informal.
Guru merespon secara positif
jawaban siswa. Siswa diberi
kesempatan untuk memikirkan
strategi siswa yang paling efektif
Siswa memikirkan strategi
yang paling efektif.
Guru mengarahkan siswa pada
beberapa masalah kontekstual dan
selanjutnya mengerjakan masalah
dengan menggunakan pengalaman
mereka.
Siswa secara sendiri-sendiri
atau berkelompok
menyelesaikan masalah
tersebut.
Guru mendekati siswa sambil
memberikan bantuan seperlunya.
Beberapa siswa mengerjakan
di papan tulis, melalui diskusi
kelas, jawaban siswa
dikonfrontasikan.
Guru mengenalkan istilah konsep. Siswa merumuskan bentuk
matematika formal.
Guru memberikan tugas di rumah,
yaitu mengerjakan soal atau membuat
masalah cerita serta jawabannya
sesuai dengan matematika formal.
Siswa mengerjakan tugas
rumah dan menyerahkannya
kepada guru.
21
3. Pemahaman Konsep Matematika
Menurut Kamus Besar Bahasa Indosesia, Paham berarti mengerti
dengan tepat, sedangkan konsep berarti suatu rancangan. sedangkan
dalam matematika, konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan
seseorang untuk menggolongkan suatu objek atau kejadian. Jadi,
pemahaman konsep adalah pengertian yang benar tentang suatu
rancangan atau ide abstrak.
Pemahaman menurut Bloom (Winkel, 2004: 274) mencakup
kemampuan untuk menangkap makna dalam arti yang dipelajari.
Kemampuan memahami dapat juga disebut dengan istilah “mengerti”.
Seorang siswa dikatakan telah mempunyai kemampuan mengerti atau
memahami apabila siswa tersebut dapat menjelaskan suatu konsep
tertentu dangan kata-kata sendiri, dapat membandingkan, dapat
membedakan, dan dapat mempertentangkan konsep tersebut dengan
konsep lain. Hal ini didukung oleh pernyataan Hyde (dalam Argikan
(2015 : 16)) yang menyatakan bahwa tujuan utama dari pembelaran
matematika adalah pemahaman konsep sehingga siswa tidak hanya
sekedar mengetahui atau mengingat suatu konsep matematika.
Konsep menurut Winkel (2004: 92) adalah satuan arti yang
mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang sama. Sedangkan
Hudojo menyatakan Konsep adalah suatu ide abstrak yang
memungkinkan kita mengklasifikasikan objek-objek atau peristiwa-
peristiwa itu termasuk atau tidak ke dalam ide abstrak tersebut. Konsep
menurut Bell dalam Argikan (2015 : 16) dapat diartikan sebagai suatu ide
22
tentang suatu objek atau kejadian yang dibentuk dengan memandang
sifat-sifat yang sama dari sekumpulan objek, sehingga dapat
mengelompokkan atau mengklasifikasikan objek atau kejadian sekaligus
menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh
dari pengertian tersebut. Sebuah konsep matematika dapat dipelajari
melalui mendengarkan, melihat, menangani dan berdiskusi.
Adapun indikator menurut Hamzah dalam Argikan (2015 : 17)
untuk menunjukan pemahaman konsep adalah:
a. Menyatakan ulang sebuah konsep
b. Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifatnya (sesuai dengan
konsepnya)
c. Memberi contoh dan noncontoh dari konsep
d. Menyajikan konsep daalam berbagai representasi matematis
e. Mengembangkan syarat perlu atau cukup suatu konsep
f. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi
tertentu.
g. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
Dari uaraian diatas pemahaman konsep matematika dapat
diartikan sebagai menyatakan ulang suatu konsep matematika yang telah
dipelajari, mengelompokkan konsep sesuai sesuai sifat tertentu,
menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh
serta dapat menyelesaikan masalah dari konsep tersebut. Sebuah konsep
matematika dapat dipelajari melalui mendengarkan, melihat, menangani
dan berdiskusi.
23
4. Prestasi Belajar Matematika
Sugihartono dkk, (2007: 130) menyatakan bahwa prestasi belajar
adalah hasil pengukuran perubahan tingkah laku siswa setelah
menghayati proses belajar yang berwujud angka ataupun pernyataan yang
mencerminkan tingkat penguasaan materi belajar. Slameto dalam Nutika
(2015 :4) berpendapat bahwa prestasi belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.
Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa nilai prestasi belajar
diartikan sebagai usaha nyata yang diukur untuk memenuhi kebutuhan
didaktik dan kegiatan pembelajaran (Setiawati, 2015 :21). Ani Lestari
mengatakan Prestasi belajar merupakan hasil evaluasi pendidikan yang
dicapai oleh siswa setelah menjalani proses pendidikan secara formal
dalam jangka waktu tertentu dan hasil tersebut berwujud angka-angka
(Septianti, 2013 :22). Ilyas dalam Septianti, (2013 :22) mengatakan
Prestasi belajar adalah hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang
setelah melakukan kegiatan belajar yang diberikan berdasarkan atas
pengukuran tertentu.
Pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah
psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar
siswa. Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh
ranah itu, khususnya ranah rasa siswa sangat sulit. Hal ini disebabkan
perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tak dapat diraba).
Oleh karna itu yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya
24
mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan
diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil
belajar siawa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang
berdimensi karsa (Mushibin Syah dalam Setiawati, 2015 :23). Kunci
pokok untuk memperoleh ukuran data hasil belajar sebagaimana yang
terurai diatas adalah mengetahui garis-garis besar indikator (petunjuk
adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak
diungkapkan atau diukur. Berikut indikator prestasi belajar siswa yang
diadaptasi dari pedoman (Mushibin Syah dalam Setiawati, 2015 :23)
Tabel 2.2. Indikator Prestasi Belajar Siswa
Jenis Prestasi Indikator Cara
Evaluasi
Ranah Cipta
(Kognitif
a. Pengamatan Dapat
membandingkan
tes tertulis
b. Ingatan Dapat menyebutkan Tes lisan
c. Pemahaman Dapat menjelaskan Tes lisan
d. Penerapan Dapat memberikan
contoh
Tes tertulis
e. Analisis Dapat menguraikan Tes tertulis
Ranah Cipta
(kognitif)
a. Penerimaan Menunjukan sikap
menerima
Observasi
b. Sambutan Ketersediaan
berpartisipasi
Obsevasi
Ranah Karsa
(Psikomotorik)
Kecakapan Mengucapkan Tes lisan
25
Nana Sudjana dalam Rokhmah (2014: 38) membagi faktor-faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar menjadi 2 faktor utama, yaitu:
a. Faktor yang berasal dari dalam siswa, meliputi kemampuan yang
dimiliki siswa, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan
kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.
b. Faktor yang berasal dari luar diri siswa yaitu kualitas pengajaran.
Kualitas pengajaran adalah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses
belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran. Kualitas pengajaran
meliputi:
1) Kompetensi professional guru, baik di bidang kognitif (penguasaan
bahan), bidang sikap (mencintai profesinya), dan bidang perilaku
(ketrampilan mengajar)
2) Karakteristik kelas, meliputi: besarnya kelas, suasana belajar,
fasilitas dan sumber belajar yang tersedia
3) Karakteristik sekolah, meliputi disiplin sekolah, perpustakaan, dan
lingkungan sekolah.
Dari uraian diatas, Prestasi belajar dapat diartikan keberhasilan
siswa setelah melewati proses pembelajaran secara formal dalam jangka
waktu tertentu. Keberhasilan tersebut dapat berupa pengetahuan,
keterampilan, perubahan tingkah laku, menerapkan konsep,
menyelesaikan masalah, analisis serta kecakapan. Prestasi belajar juga
dapat diartikan sebagai „alat ukur‟ untuk menunjukan tingkat
keberhasilan siswa.
26
B. Tinjauan Kurikulum Tentang Pokok Bahasan Aritmetika sosial Kelas
VII SMP
Tinjauan Kurikulum 2013 tentang pokok bahasan Aritmetika sosial di
kelas VII SMP adalah sebagai berikut :
a. Standar Kompetensi
Menggunakan konsep Aritmetika sosial dalam dalam pemecahan
masalah.
b. Kompetensi Dasar
3.1.1 Menganalisis aritmetika sosial (penjualan, pembelian, potongan,
keuntungan, kerugian, bunga tunggal, persentase, bruto, neto, tara)
4.1.1 Menyelesaikan masalah berkaitan dengan aritmetika sosial
(penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga
tunggal, persentase, bruto, neto, tara
c. Indikator
1) Mengamati fenomena atau aktivitas yang terkait dengan aritmetika
sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga
tunggal, persentase, bruto, neto, tara)
2) Mengumpulkan informasi yang terkait dengan artimetika sosial
3) Menalar hubungan antara penjualan, pembelian, untung, dan rugi
4) Menalar rumus menentukan bunga tunggal dan pajak
5) Menalar hubungan antara, bruto, neto, dan tara
6) Memecahkan masalah terkait dengan artimetika sosial baik melalui
tanya jawab, diskusi, atau, presentasi.
Adapun sub pokok bahasan aritmetika sosial adalah sebagai berikut
27
(Kemendikbud, 2016):
2. Memahami Keuntungan dan Kerugian
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentu tidak lepas dari kegiata
jual beli, baik sebagai penjual maupun sebagai pembeli. Sebagai seorang
penjual pasti mengharapkan untung sebanyak-banyaknya, sedangkan
sebagai seorang pembeli kita menginkan harga yang murah. Dalam
materi keuntungan dan kerugian ini lebih dipandang dari sudut pandang
penjual, bukan pembeli. Sehingga kata untung yang dimaksud adalah
keuntungan bagi penjual.
a) Presentase Keuntungan
Presentase keuntungan digunakan untuk mengetahui presentase
keuntungan dari suatu penjualan terhadap modal yang dikeluarkan
Misalkan:
PU = Presentase keuntungan
HB = Harga beli (modal)
HJ = Harga jual (total pemasukan)
Presentase keuntungan dapat ditentukan denga rumus
b) Presentase Kerugian
Presentase kerugian digunakan untuk mengetahui presentase
kerugian dari suatu penjualan terhadap modal yang dikeluarkan
28
Misalkan:
PR = Presentase kerugian
HB = Harga beli (modal)
HJ = Harga jual (total pemasukan)
Presentase keuntungan dapat ditentukan denga rumus
3. Menentukan Bunga Tunggal
Didalam kegiatan ekonomi dan keuangan tidak akan lepas dari
perhitungan matematika. Seorang pengusaha dalam menjalankan
usahanya harus berurusan denga bank. Terkadang tersebut digunakan
untuk meminjam uang guna menjadi modal dalam menjalankan
usahanya. Di lingkungan sekitar kita sering kita jumpai bahwa seseorang
membeli mobil secara angsuran dengan bunga 10% pertahun atau
seseorang meminjam uang di bank dengan bunga 2% per bulan. Secara
umum bunga dapat diartikan sebagai jasa berupa uang yang diberikan
oleh pihak peminjam kepad pihak yang meminjamkan modal atas
persetujuan bersama.
Dalam dunia ekonomi sebenar terdapat bunga majemuk dan
bunga tunggal. Namun bunga yang akan dibahas dalam buku ini hanya
bunga tunggal saja. Sehingga jika ada istilah bunga pada materi ini yang
akan dimaksud adalah bunga tunggal. Besar bunga biasanya berbeda
untuk setiap bank, sesuai dengan kebermanfaatan uang kesepakatan dua
pihak.
29
4. Bruto, Netto dan Tara
Istilah Bruto diartikan sebagai berat dari suatu benda bersama
pembungkusnya. Bruto juga dikenal dengan istilah berat kotor. Misal,
dalam suatu snack bertuliskan bruto adalah 350 gram ini berarti bahwa
berat snack dengan pembungkusnya adalah 350 gram.
Istilah Neto diartikan sebagai berat dari suatu benda tanpa
pembungkus benda tersebut. Neto juga dikenal dengan istilah berat
bersih. Misal dalam bungkus suatu snack bertuliskan netto 300 gram. Ini
bermakna bahwa berat snack tersebut tanpa plastik pembungkusnya
adalah 300 gram.
Istilah Tara diartikan sebagai selisih antara bruto dengan neto.
Misal diketahui pada bungkus snack bertuliskan bruto 350 gram
sedangkan neto adalah 300 gram, ini berarti bahwa taranya adalah 50
gram atau berat pembungkus dari snack tersebut tanpa isinya adalah 50
gram
Misal diketahui Neto = N, Tara = T, dan Bruto = B
Presentase neto = %N, Presentase Tara =% T
Presentase neto dapat dirumuskan sebagai berikut
%N =
x 100%
Presentase Tara dapat dirumuskan sebagai berikut
%T =
x 100%
30
C. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan merupakan uraian yang sistematis
tentang hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu
yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Diyah (2007) dengan judul “Keefektifan
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) Pada Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII SMP.
Hasil penelitian menunjukan Pembelajaran Matematika Realistik
lebih efektif daripada pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukan
dengan hasil perhitungan uji keefektifan pembelajaran kelas eksperimen
diperoleh thitung = 3,89 > ttabel = 1,69. Kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah pada materi segitiga dan segiempat siswa kelas VII
SMPN 41 Semarang tahun ajaran 2006/ 2007 dapat
ditumbuhkembangkan dengan Pembelajaran Matematika Realistik. Hal
ini ditunjukan dengan nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa pada kelas dengan Pembelajaran Matematika Realistik
sebesar 72,65 sedangkan nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa pada kelas dengan pembelajaran konvensional sebesar
66,67. Rata-rata keaktifan siswa dalam penerapan kelima prinsip
Pembelajaran Matematika Realistik sebesar 64,06% sedangkan rata-rata
aktivitas guru sebesar 74,31%.
Dalam penelitian terdapat kesamaan dalam menggunakan model
pembelajaran dan materi namun terdapat perbedaan tempat, waktu serta
variabel penelitian. Materi yang digunakan dalam penelitian tersebut juga
31
hanya pada materi segi empat
2. Penelitian yang dilakukan oleh Hanny Fitriana (2010) yang berjudul
“Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa” di SMP Negeri 160 Jakarta.
Hasil penelitian menunjukan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa yang diajarkan dengan pendekatan konvensional yaitu
diperoleh nilai rata-rata sebesar 19,50, median sebesar 18,83, modus
sebesar 17,50, simpangan baku sebesar 7,18, varians sebesar 51,52. Siswa
yang mendapat nilai diatas rata-rata yaitu sebesar 50%. Sedangkan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan
dengan pendekatan PMR yaitu diperoleh nilai rata-rata 31,00, median
sebesar 30,79, modus sebesar 18,70, simpangan baku sebesar 12,13, dan
varians sebesar 147,10. Siswa yang mendapat nilai diatas rata-rata yaitu
sebesar 50,57 % dan siswa yang mendapat nilai dibawah rata-rata sebesar
49,43%.
Rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa kelas
eksperimen adalah 31,00. Sedangkan rata-rata kemampuan pemecahan
masalah kelas kontrol adalah 19,50. Hasil pengujian hipotesis dengan „t
tes „ untuk sampel yang heterogen diperoleh thitung = 4,47 dan ttabel = 1,68,
dengan taraf signifikansi α = 5% dan derajat kebebasan (DK) = 47,09.
Data ini menunjukan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima atau dengan kata
lain kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelompok
eksperimen lebih tinggi dari pada kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa pada kelas kontrol.
32
Pada penelitian tersebut terdapat kesamaan dal model
pembelajaran namun terdapat perbedaan pada tempat, waktu serta
variabel dalam penelitian.
D. Kerangka Berpikir
Secara umum prestasi belajar matematika siswa dan pemahaman
siswa terhadap konsep-konsep matematika masih berada dalam tataran
rendah. Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa dan penguasaan
siswa terhadap konsep dasar matematika guru diharapkan mampu berkreasi
dengan menerapkan model ataupun pendekatan dalam pembelajaran
matematika yang cocok. Model atau pendekatan ini haruslah sesuai dengan
materi yang akan diajarkan serta dapat mengoptimalkan suasana belajar.
Pembelajaran matematika realistik lahir sebagai inovasi dalam
pembelajaran matematika. Pembelajaran ini mempunyai beberapa
karakteristik diantaranya yaitu penggunaan konteks yaitu proses
pembelajaran diawali dengan keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah,
instrumen vertikal yang merupakan konsep dan ide matematika
direkonstruksikan oleh siswa melalui model-model instrumen vetikal yang
bergerak dari prosedur informal ke bentuk formal, kontribusi siswa yaitu
siswa aktif mengkonstruksi sendiri bahan matematika berdasarkan fasilitas
dengan lingkungan belajar yang disediakan guru secara aktif menyelesaikan
soal dengan cara masing-masing, kegiatan interaktif yaitu kegiatan belajar
bersifat interaktif yang memungkinkan terjadi komunikasi dan negosiasi
antar siswa, keterkaitan topik yaitu pembelajaran suatu bahan matematika
terkait dengan berbagai topik matematika secara terintegrasi
33
Pendekatan ini pula tepat diterapkan dalam mengajarkan konsep-
konsep dasar dan diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa.
Dengan meningkatnya hasil belajar siswa maka pendekatan ini dapat
dikatakan efektif. Dengan kata lain proses belajar matematika dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik lebih efektif
dari pada pembelajaran tanpa menggunakan pendekatan pembelajaran
matematika realistik.
E. Hipotesis Penelitian
Berangkat dari kajian teori, penelitian yang relevan dan kerangka
berpikir maka hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik dapat meningkatkan
pemahaman konsep matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Seyegan
dan lebih baik dibandingkan dengan pendekatan konvensional
2. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Seyegan dan lebih baik
dibandingkan dengan pendekatan konvensional
Top Related