10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Bank
a. Pengertian Bank
Bank adalah suatu badan usaha yang bergerak di bidang keuangan
atau jasa keuangan. Produk utama yang biasa dilayani berupa
simpanan giro, tabungan maupun deposito. Bank juga digunakan
sebagai tempat untuk simpan pinjam atau kredit bagi warga
masyarakat yang membutuhkan dana pinjaman. Fungsi lain dari bank
adalah sebagai tempat pertukaran mata uang, perpindahan uang
(transfer), sebagai tempat pembayaran maupun setoran.
Bank berasal dari bahasa Italia yaitu banca, yang berarti tempat
penukaran uang. Secara umum, bank didefinisikan sebagai lembaga
keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit serta
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
bank merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali
dalam bentuk pinjaman (kredit) dan atau bentuk lainnya, dengan tujuan
untuk meningkatkan taraf hidup orang banyak.
11
b. Fungsi Bank
Sebagai lembaga intermediasi keuangan, bank memiliki fungsi
utama dan sampingan, yaitu :
1) Fungsi Utama
a) Menghimpun dana dari masyarakat.
b) Menyalurkan dana kepada masyarakat.
2) Fungsi Sampingan
a) Mendukung kelancaran mekanisme pembayaran.
b) Mendukung kelancaran transaksi internasional.
c) Penciptaan uang.
d) Sarana investasi.
e) Penyimpanan barang berharga.
Adapun menurut Sigit dan Budisantoso (2006) secara lebih spesifik
bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development, dan
agent of services.
a) Agent of Trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust),
baik dalam hal menghimpun dana maupun penyaluran dana.
Masyarakat mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi
adanya unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya
tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola
dengan baik, bank tidak akan bangkrut, dan pada saat yang telah
12
dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari bank. Pihak
bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya
pada debitur atau masyarakat apabila dilandasi adanya unsur
kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan
menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana
pinjaman saat jatuh tempo, dan debitur mempunyai niat baik untuk
mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat
jatuh tempo.
b) Agent of Development
Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan di
sektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut selalu
berinteraksi dan saling memengaruhi. Sektor riil tidak akan dapat
berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan
baik. Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran dana
sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor
riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan
kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi
barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi-
distribusikonsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan
uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini
tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu
masyarakat.
c) Agent of Service
13
Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran
dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain
kepada masyarakat. Jasa ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan
kegiatan perekonomian secara luas. Jasa ini antara lain dapat
berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga,
pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan.
c. Jenis – Jenis Bank
1) Jenis Bank Berdasarkan Fungsinya
a) Bank Sentral
Bank sentral adalah bank yang didirikan berdasarkan
undang-undang nomor 13 tahun 1968 yang memiliki tugas
untuk mengatur peredaran uang, mengatur pengarahan dana-
dana, mengatur perbankan, mengatur perkreditan, menjaga
stabilitas mata uang, mengajukan percetakan / penambahan
mata uang rupiah dan lain sebagainya. Bank sentral hanya ada
satu sebagai pusat dari seluruh bank yang ada di Indonesia.
Contohnya adalah Bank Indonesia.
b) Bank Umum
Bank umum adalah lembaga keuangan yang menawarkan
berbagai layanan produk dan jasa kepada masyarakat dengan
fungsi seperti menghimpun dana secara langsung dari
masyarakat dalam berbagai bentuk, memberi kredit pinjaman
14
kepada masyarakat yang membutuhkan, jual beli valuta asing /
valas, menjual jasa asuransi, jasa giro, jasa cek, menerima
penitipan barang berharga, dan lain sebagainya.
c) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank perkreditan rakyat adalah bank penunjang yang
memiliki keterbatasan wilayah operasional dan dana yang
dimiliki dengan layanan yang terbatas pula seperti memberikan
kredit pinjaman dengan jumlah yang terbatas, menerima
simpanan masyarakat umum, menyediakan pembiayaan dengan
prinsip bagi hasil, penempatan dalam sertifikat bank Indonesia,
deposito berjangka, sertifikat, tabungan, dan lain sebagainya.
2) Jenis Bank Berdasarkan Kepemilikannya
a) Bank Pemerintah
Bank pemerintah adalah bank dimana baik akta pendirian
maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh
keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah pula.
b) Bank Swasta Nasional
Bank jenis ini, seluruh atau sebagai besar sahamnya
dimiliki oleh swasta nasional. Akte pendiriannya menunjukan
kepemilikan swasta, begitu pula pembagian keuntungannya
untuk pihak swasta.
c) Bank Pembangunan Daerah
15
Kepemilikan saham-saham bank ini dimiliki oleh
pemerintah daerah provinsi.
d) Bank milik Campuran
Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak
asing dan pihak swasta nasional. Saham bank campuran secara
mayoritas dimiliki oleh warga negara Indonesia.
e) Bank Asing
Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar
negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing.
Kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri.
3) Jenis Bank dilihat dari Segi Status
Pengklasifikasian ini berdasarkan kedudukan atau status bank
tersebut. Kedudukan atau status ini menunjukan ukuran
kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari jumlah
produk, modal, maupun kualitas pelayanannya. Oleh karena itu,
untuk memperoleh status tersebut diperlukan penilaian-penilaian
dengan kriteris tertentu. Status bank yang dimaksud adalah :
a) Bank Devisa
Adalah bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar
negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara
keseluruhan. Misalnya transfer keluar negeri, inkaso keluar
negeri, traveller cheque, pembukaan dan pembayaran Letter of
16
Credit dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank
devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia.
b) Bank Non-Devisa
Adalah bank yang belum mempunyai izin untuk
melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak
dapat melaksanakan kegiatan seperti halnya bank devisa. Jadi
bank non-devisa hanya dapat melakukan transaksi dalam batas-
batas negara.
4) Jenis Bank Berdasarkan Kegiatan Operasionalnya
a) Bank Konvensional
Bank konvensional pada umumnya beroperasi dengan
mengeluarkan produk-produk untuk menyerap dana masyarakat
antara lain tabungan, simpanan deposito, simpanan giro,
menyalurkan dana yang telah dihimpun dengan cara
mengeluarkan kredit antara lain kredit investasi, kredit modal
kerja, kredit konsumtif, kredit jangka pendek, dan pelayanan
jasa keuangan antara lain kliring, inkaso, kiriman uang, Letter
of Credit, dan jasa-jasa lainnya.
b) Bank Syariah
Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang
dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam,
17
khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara
Islam. Kegiatan bank syariah dalam hal penetuan harga
produknya sangat berbeda dengan bank konvensional.
Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada
kesepakatan antara bank dengan nasabah penyimpan dana
sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan
menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima
penyimpan.
2. Laporan Keuangan Bank
Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan.
Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan
perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara
seperti misal, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan
juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan
laporan tersebut, misal informasi keuangan segmen industri dan geografis
serta pengungkapan pengaruh harga. Dari pengertian tersebut laporan
keuangn dibuat sebagai bagian dari proses pelaporan keuangan yang
lengkap, dengan tujuan untuk mempertanggujawabkan tugas-tugas yang
dibebankan kepada manajemen.
(Taswan, 2010 dalam Chandra Chintya Putri, 2015) menyatakan
bahwa laporan keuangan bank dimaksudkan untuk memberikan informasi
berkala mengenai kondisi bank secara menyeluruh, termasuk
perkembangan usaha dan kinerja bank. Seluruh informasi tersebut
18
diharapkan dapat meningkatkan transparansi kondisi keuangan bank
kepada publik dan dapat menjaga kepercayaan masyarakat terhadap
lembaga perbankan sebagai bentuk pertanggungjawaban pihak manajemen
terhadap pihak-pihak yang berkepentingan dengan kinerja bank yang
dicapai selama periode tertentu. Tujuan laporan keuangan adalah
menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi
pengambilan keputusan.
Menurut (Harmono, 2009 dalam Kuntari Dasih, 2014), laporan
keuangan merupakan alat analisis bagi manajemen keuangan perusahaan
yang bersifat menyeluruh, dapat digunakan untuk mendeteksi/
mendiagnosis tingkat kesehatan perusahaan, melalui kondisi arus kas atau
kinerja operasional perusahaan baik yang bersifat parsial maupun kinerja
organisasi secara keseluruhan.
Secara umum tujuan dari laporan keuangan menurut (Veithzal Rivai,
2007 dalam Dewi Nur Hayati, 2012) adalah sebagai berikut:
1) Memberikan informasi kas mengenai posisi keuangan perusahaan pada
periode tertentu.
2) Memberikan informasi keuangan mengenai hasil usaha perusahaan
selama periode akuntansi tertentu.
3) Memberikan informasi yang dapat membantu pihak-pihak yang
berkepentingan untuk menilai kondisi dan potensi suatu perusahaan.
19
4) Memberikan informasi penting lainnya yang relevan dengan
kebutuhan pihak pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan.
3. Kesehatan Bank
Kesehatan bank adalah kemampuan suatu bank untuk melakukan
kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi
semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan
peraturan perbankan yang berlaku (Triandaru dan Budisantoso, 2006:51).
Menurut Mudrajad dan Suhardjono (2006) untuk menilai kesehatan bank
dapat diukur dengan analisis CAMEL. Unsur-unsur dalam analisis
CAMEL adalah sebagai berikut:
a. Capital Adequacy
Capital Adequacy adalah kecukupan modal yang menunjukkan
kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan
kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi mengukur,
mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat
berpengaruh terhadap besarnya modal bank.
b. Assets Quality
Assets Quality menunjukkan kualitas aset berhubungan dengan
risik kredit yang dihadapi bank akibat pemberian kredit dan investasi
dana bank pada portofolio yang berbeda. Management
c. Management quality
20
Management quality menunjukkan kemampuan manajemen bank
untuk mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-
risiko yang timbul melalui kebijakan-kebijakan dan strategi bisnisnya
untuk mencapai target.
d. Earning (Rentabilitas)
Earning (Rentabilitas) menunjukkan tidak hanya kuantitas dan
trend earning tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhi
ketersediaan dan kualitas earning.
e. Liquidity (Likuiditas)
Liquidity menunjukkan ketersediaan dana dan sumber dana bank
pada saat ini dan akan datang.
4. Kinerja Keuangan Bank
Penilaian kinerja suatu bank dapat dilakukan dengan melakukan
analisis laporan keuangan. Laporan keuangan bank berupa neraca
memberikan informasi kepada pihak diluar bank, misalnya bank sentral,
masyarakat umum, dan investor mengenai gambaran posisi keuangannya,
dapat juga digunakan oleh pihak eksternal untuk menilai besarnya risiko
yang ada pada suatu bank. Sedangkan laporan keuangan laba rugi
memberikan gambaran mengenai perkembangan usaha bank yang
bersangkutan. Laporan keuangan tersebut juga menunjukan kinerja bank
pada suatu periode tertentu.
21
(Menurut Kidwell, 1982 dalam Bambang Sudiyatno, 2010), kinerja
perbankan dapat diukur dengan mengunakan rata–rata tingkat bunga
pinjaman, rata–rata tingkat bunga simpanan, dan profitabilitas perbankan.
Ketiga ukuran tersebut bisa diinterprestasikan secara berbeda, tergantung
pada sudut pandang analisisnya, apakah dari sudut pandang pemilik
ataukah dari sudut sosial. Misalkan tingkat bunga yang rendah akan dinilai
baik oleh pemerintah karena analisisnya dari sudut pandang sosial, tetapi
hal tersebut belum tentu baik jika dilihat dari sudut pandang pemilik. Dari
contoh tersebut bisa diartikan bahwa private performance berkaitan
dengan kepentingan pemegang saham atau owners, yaitu
memaksimumkan keuntungan dalam jangka panjang. Sedangkan sosial
performance berarti memaksimumkan kesejahteraan masyarakat secara
menyeluruh.
(Gilbert, 1984 dalam Bambang Sudiyatno, 2010), dalam surveynya
terhadap beberapa penelitian mengambil kesimpulan bahwa tingkat bunga
simpanan merupakan ukuran kinerja yang lemah, dan menimbulkan
masalah. Apabila tingkat bunga pinjaman yang digunakan sebagai ukuran
kinerja, kemungkinan ukuran tersebut akan bias, karena rata–rata tingkat
bunga pinjaman akan tergantung pada portofolio pinjaman bank. Begitu
juga dengan rata–rata tingkat bunga simpanan karena tergantung pada
distribusi jatuh temponya bermacam–macam simpanan. Untuk mengatasi
masalah tersebut, maka menurut Gilbert, ukuran kinerja yang tepat adalah
profitabilitas.
22
5. Rasio Keuangan
Rasio keuangan merupakan instrumen analisis prestasi perusahaan
yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan. Rasio
keuangan atau financial ratio ini sangat penting gunanya untuk melakukan
analisis terhadap kondisi keuangan perusahaan. Tujuannya adalah
menunjukkan perubahan dalam prestasi operasi di masa lalu dan
membantu menggambarkan tren pola perusahaan tersebut, untuk kemudian
menunjukkan risiko dan peluang yang melekat pada perusahaan yang
bersangkutan (Irham Fahmi, 2012: 46).
Ada 4 macam rasio yang digunakan di Indonesia, yaitu:
a. Rasio Likuiditas
Rasio yang mengatur kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini terdiri dari :
1) Cash Ratio
2) Current Ratio
3) Reserve Requirement
4) Loan to Deposit Ratio
5) Loan to Asset Ratio
6) Rasio Kewajiban Bersih Call Money
b. Rasio Solvabilitas
Rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan
memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio ini terdiri dari :
1) Capital Adequacy Ratio
23
2) Debt to Equity Ratio
3) Long Term Debt to Asset Ratio
c. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio yang melihat kemampuan
perusahaan menghasilkan laba (profitabilitas). Rasio ini terdiri dari:
1) ROA (Return on Assets)
2) ROE (Return on Equity)
3) NIM (Net Interest Margin)
4) BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional)
Rasio keuangan dan kinerja perusahaan mempunyai hubungan yang
erat. Rasio keuangan ada banyak jumlahnya dan setiap rasio itu
mempunyai kegunaannya masing-masing. Jadi, untuk menilai kondisi dan
kinerja keuangan perusahaan dapat digunakan rasio yang sesuai dengan
kebutuhan pengguna.
6. Return on Assets (ROA)
Dalam penelitian ini, profitabilitas diukur dengan ROA dimana ROA
mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aset-asetnya
guna memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Tujuan dasar dari
manajemen suatu unit usaha bisnis adalah untuk memaksimalkan nilai dari
investasi yang ditanamkan oleh pemilik modal terhadap unit usaha bisnis
tersebut dalam hal ini adalah perusahaan yang dibangun oleh pemilik
modal.
24
ROA atau sering diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai
rentabilitas ekonomi mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba pada masa lalu. Analisis mengenai ROA kemudian bisa
diproyeksikan ke masa depan untuk melihat kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba pada masa mendatang. ROA mengukur
kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total
asset (kekayaan) yang dipunyai perusahaan setelah disesuaikan dengan
biaya-biaya untuk mendanai aset tersebut.
Return on Assets (ROA) atau dalam bahasa Indonesia juga sering
disebut dengan Tingkat Pengembalian Aset adalah rasio profitabilitas yang
menunjukan persentase keuntungan (laba bersih) yang diperoleh
perusahaan sehubungan dengan keseluruhan sumber daya atau rata-rata
jumlah aset. Dengan kata lain, ROA adalah rasio yang mengukur seberapa
efisien suatu perusahaan dalam mengelola asetnya untuk menghasilkan
laba selama suatu periode. ROA dinyatakan dalam persentase (%).
Dapat dikatakan bahwa satu-satunya tujuan aset perusahaan adalah
menghasilkan pendapatan dan tentunya juga menghasilkan keuntungan
atau laba bagi perusahaan itu sendiri. Rasio Return on Assets (ROA) ini
dapat membantu manajemen dan investor untuk melihat seberapa baik
suatu perusahaan mampu mengkonversi investasinya pada aset menjadi
keuntungan atau laba (profit). Tingkat Pengembalian Aset atau Return on
Assets ini sebenarnya juga dapat dianggap sebagai imbal hasil investasi
(return on investment) bagi suatu perusahaan karena pada umumnya aset
25
modal (capital assets) seringkali merupakan investasi terbesar bagi
kebanyakan perusahaan. Dengan kata lain, uang atau modal diinvestasikan
menjadi aset modal dan tingkat pengembaliannya atau imbal hasilnya
diukur dalam bentuk laba atau keuntungan (profit) yang diperolehnya.
Sesuai dengan Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
yakni SE No.13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011, ketentuan untuk ROA
minimal yang ideal bagi bank adalah 1.5%. Artinya bahwa jika bank
memperoleh keuntungan di bawah nilai yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia maka bank tersebut dinyatakan masih belum optimal dalam
mengelola asetnya. Berdasarkan SE BI No.13/30/DPNP tanggal 16
Desember 2011 rumus yang digunakan dalam perhitungan ROA adalah
sebagai berikut :
ROA = x 100%
Semakin besar Return on Asset menunjukkan kinerja keuangan yang
semakin baik, karena tingkat kembalian (return) semakin besar. Apabila
Return on Asset meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat,
sehingga dampak akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang
dinikmati oleh pemegang saham.
7. Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal yang
berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh
bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut
26
untuk menanggung risiko dari setiap kredit / aktiva produktif yang
berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai
kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi
profitabilitas.
Peranan modal sangat penting karena selain digunakan untuk
kepentingan ekspansi, juga digunakan sebagai “buffer” untuk menyerap
kerugian kegiatan usaha. Dalam hal ini Bank wajib memenuhi ketentuan
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) yang berlaku untuk
peningkatan modal. Masalah kecukupan modal merupakan hal penting
dalam bisnis perbankan. Bank yang memiliki tingkat kecukupan modal
yang baik, menunjukkan indikator sebagai bank yang sehat. Berdasarkan
Peraturan Bank Indonesia, kecukupan modal minimum yang wajib
dipenuhi oleh setiap bank adalah sebesar 8%.
CAR merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui
berapa jumlah modal yang memadai untuk menunjang kegiatan
operasionalnya dan cadangan untuk menyerap kerugian yang mungkin
terjadi. Berdasarkan SE BI No.13/30/DPNP tanggal 16 Desember 2011
rumus yang digunakan dalam perhitungan CAR adalah sebagai berikut:
CAR = x 100%
Semakin tinggi CAR maka semakin tinggi modal sendiri yang dapat
digunakan untuk mendanai aktiva produktifnya atau menutup risiko
kerugian dari penanaman aktiva, sehingga semakin rendah biaya dana
27
yang dikeluarkan oleh bank. Dengan demikian, semakin rendah biaya dana
yang dikeluarkan maka laba bank akan semakin meningkat.
8. Net Interest Margin (NIM)
Net Interest Margin (NIM) adalah ukuran perbedaan antara pendapatan
bunga yang dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan lain dan nilai
bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman mereka (misalnya,
deposito), relatif terhadap jumlah mereka (bunga produktif ) aset. Hal ini
mirip dengan margin kotor perusahaan non-finansial.
Hal ini biasanya dinyatakan sebagai persentase dari apa lembaga
keuangan memperoleh pinjaman dalam periode waktu dan aset lainnya
dikurangi bunga yang dibayar atas dana pinjaman dibagi dengan jumlah
rata-rata atas aktiva tetap pada pendapatan yang diperoleh dalam jangka
waktu tersebut (yang produktif rata-rata aktiva).
Margin bunga bersih mirip dalam konsep untuk menyebarkan bunga
bersih, namun penyebaran bunga bersih adalah selisih rata-rata nominal
antara pinjaman dan suku bunga pinjaman, tanpa kompensasi untuk
kenyataan bahwa aktiva produktif dan dana yang dipinjam dapat menjadi
alat yang berbeda dan berbeda dalam volume. Margin bunga bersih
sehingga dapat lebih tinggi (atau kadang-kadang lebih rendah) daripada
penyebaran bunga bersih. Berdasarkan SE BI No.13/30/DPNP tanggal 16
Desember 2011 rumus yang digunakan dalam perhitungan NIM adalah
sebagai berikut:
28
NIM = x 100%
Ratio ini sangat dibutuhkan dalam pengelolaan bank dengan baik
sehingga bank-bank yang bermasalah dan mengalami masalah bisa
diminimalisir. Semakin besar ratio maka hal ini akan mempengaruhi pada
peningkatan pendapatan bunga yang diperoleh dari aktiva produktif yang
dikelola oleh pihak bank dengan baik. Dengan demikian, resiko yang
seringkali menimbulkan masalah dalam bank bisa dihindari.
Bagaiamanapun juga, pengelolaan dan manajemen yang baik disetiap
kegiatan operasional bank memang sangat dibutuhkan sehingga bank bisa
berada dalam kondisi yang lebih aman.
9. Loan to Deposit Ratio (LDR)
Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara besarnya seluruh
volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari
berbagai sumber. Pengertian lainnya LDR adalah rasio keuangan
perusahaan perbankan yang berhubungan dengan aspek likuiditas.
Loan to Deposit Ratio (LDR) menurut Peraturan Bank Indonesia
Nomor 15/7/PBI/2013 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada
Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing adalah rasio kredit yang
diberikan kepada pihak ketiga dalam Rupiah dan valuta asing, tidak
termasuk kredit kepada Bank lain, terhadap dana pihak ketiga yang
mencakup giro, tabungan, dan deposito dalam Rupiah dan valuta asing,
tidak termasuk dana antar Bank.
29
Rasio LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam
membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan
mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya.
Dengan kata lain, seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah dapat
mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan
deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh
bank untuk memberikan kredit. Berdasarkan SE BI No.13/30/DPNP
tanggal 16 Desember 2011 rumus yang digunakan dalam perhitungan
LDR adalah sebagai berikut:
LDR = x 100%
Rasio ini memberikan indikasi mengenai jumlah dana pihak ketiga
yang disalurkan dalam bentuk kredit. Semakin tinggi rasio ini
menggambarkan kurang baiknya likuiditas bank. Oleh karena itu, Bank
Indonesia membatasi tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) yang
dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013
bahwa batas aman Loan to Deposit Ratio (LDR) berkisar antara 78%
sampai dengan 92%. Loan to Deposit Ratio (LDR) mempunyai peranan
penting sebagai indikator yang menunjukkan tingkat ekspansi kredit yang
dilakukan bank sehingga Loan to Deposit Ratio (LDR) juga dapat
digunakan untuk mengukur berjalan tidaknya fungsi bank sebagai lembaga
intermediasi. Loan to Deposit Ratio (LDR) dapat pula digunakan untuk
menilai strategi manajemen suatu bank. Manajemen bank yang konservatif
30
biasanya memiliki kecenderungan yang relatif rendah, sebaliknya
manajemen yang agresif memiliki Loan to Deposit Ratio (LDR) yang
tinggi atau melebihi batas toleransi.
10. Net Performing Loan (NPL)
Dalam melakukan pemberian kredit kepada nasabah, bank akan
dihadapkan pada risiko kredit yang tidak mampu dibayar oleh debitur
sehingga menimbulkan kredit bermasalah. Kredit bermasalah yang
dimaksud adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan
macet.
Net Performing Loan (NPL) merupakan kredit bermasalah yang
merupakan salah satu kunci untuk menilai kualitas kinerja bank. Ini
artinya NPL merupakan indiakasi adanya masalah dalam bank tersebut
yang mana jika tidak segera mendapatkan solusi maka akan berdampak
bahaya pada bank. Meningkatnya NPL jika dibiarkan secara terus menerus
akan memberikan pengaruh negatif pada bank. Dampak negatif tersebut
salah satunya adalah mengurangi jumlah modal yang dimiliki oleh bank.
Berdasarkan SE BI No.13/30/DPNP tanggal 16 Desember 2011 rumus
yang digunakan dalam perhitungan NPL adalah sebagai berikut:
NPL = x 100%
Non Performing Loan (NPL) merefleksikan besarnya risiko kredit
yang dihadapi bank, semakin kecil NPL, maka semakin kecil pula resiko
kredit yang ditanggung pihak bank. Setiap bank harus mengetahui tingkat
31
kolektibilitas dari kredit yang diberikan. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui besarnya cadangan minimum pemghapusan aktiva produktif
yang harus disediakan oleh bank untuk menutup kemungkinan kerugian
yang terjadi. NPL yang tinggi akan berakibat pada menurunnya
pendapatan bunga yang akan diterima bank, bahkan jika terjadi kredit
macet maka akan berdampak pada timbulnya kerugian bank.
11. BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional)
BOPO merupakan rasio antara biaya operasi terhadap pendapatan
operasi. Biaya operasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam
rangkamenjalankan aktivitas usaha utamanya seperti biaya bunga, biaya
pemasaran,biaya tenaga kerja, dan biaya operasi lainnya. Pendapatan
operasi merupakan pendapatan utama bank yaitu pendapatan yang
diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan pendapatan
operasi lainnya. Menurut ketentuan Bank Indonesia efisiensi operasi
diukur dengan BOPO.
BOPO menurut kamus keuangan adalah kelompok rasio yang
mengukur efisiensi dan efektivitas operasional suatu perusahaan dengan
jalur membandingkan satu terhadap lainnya. Berbagai angka pendapatan
dan pengeluaran dari laporan rugi laba dan terhadap angka-angka dalam
neraca.
Berdasarkan SE BI No.13/30/DPNP tanggal 16 Desember 2011 rumus
yang digunakan dalam perhitungan BOPO adalah sebagai berikut:
32
BOPO = x 100%
BOPO merupakan upaya bank untuk meminimalkan resiko
operasional, yang merupakan ketidakpastian mengenai kegiatan usaha
bank. Resiko operasional kemungkinan berasal dari kerugian operasional
bila terjadi penurunan keuntungan yang dipengaruhi oleh struktur biaya
operasional bank, dan kemungkinan terjadinya kegagalan atas jasa – jasa
dan produk – produk yang ditawarkan. Semakin rendah BOPO berarti
semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya,
dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan
semakin besar. Semakin kecil rasio beban operasionalnya akan lebih baik,
karena bank yang bersangkutan dapat menutup beban operasional dengan
pendapatan operasionalnya.
B. Penelitian Sebelumnya
Sebagai referensi, penulis mengambil beberapa referensi dari penelitian
sebelumnya yang menjadi acuan dalam penyusunan skripsi ini. Penelitian
sebelumnya tersebut adalah :
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya
No Judul Penulis Hasil Penelitian
1. Analisis Pengaruh Rasio
CAR, BOPO, NPL, NIM,
dan LDR terhadap Kinerja
Pandu
Mahardian, S.T.
(2008).
CAR, NIM, dan
LDR berpengaruh
positif terhadap
33
Keuangan Perbankan di
BEJ tahun 2002-2007.
ROA sedangkan
BOPO dan NPL
berpengaruh negatif
terhadap ROA.
2. Pengaruh CAR, NPL, dan
LDR terhadap ROA pada
Bank BUMN yang Go-
Public di Indonesia tahun
2006-2010.
Hardiyanti
(2012).
CAR dan LDR
berpengaruh positif
terhadap ROA
sedangkan NPL
berpengaruh negatif
terhadap ROA.
3. Analisis Pengaruh Rasio
CAR, BOPO, NIM, LDR,
dan NPL terhadap
Perbankan di BEI tahun
2008-2010.
Dewi Nur
Hayati (2012).
CAR, BOPO, dan
LDR berpengaruh
positif terhadap
ROA, sementara
NIM dan NPL tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
ROA.
4. Analisis Rasio Keuangan
terhadap Kinerja Bank
Umum.
Hutagalung, dkk
(2013).
CAR berpengaruh
positif dan tidak
signifikan terhadap
ROA, dan NPL,
LDR, dan BOPO
34
berpengaruh negatif
dan signifikan
terhadap ROA
sedangkan NIM
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap ROA.
5. Pengaruh Rasio Keuangan
terhadap ROA Perbankan
pada Bank Umum di BEI
tahun 2007-2013.
Kuntari Dasih
(2014).
CAR dan LDR
berpengaruh positif
terhadap ROA
sedangkan NPL dan
BOPO berpengaruh
negatif terhadap
ROA.
6. Pengaruh CAR,NPL,
BOPO, dan LDR terhadap
Profitabilitas Bank (ROA)
pada Perusahaan
Perbankan di BEI tahun
2009-2012.
Yonira Bagiani
Alifah (2014).
CAR dan LDR
berpengaruh positif
terhadap ROA
sedangkan NPL dan
BOPO tidak
berpengaruh
terhadap ROA.
7. Pengaruh NPL, LDR,
CAR terhadap
Chandra
Chintya Putri
NPL berpengaruh
signifikan terhadap
35
Profitabilitas (ROA) Bank
Umum Swasta Nasional
Devisa yang terdapat di
Indonesia periode 2008-
2013.
(2015). profitabilitas (ROA)
sedangkan LDR dan
CAR tidak
mempunyai
pengaruh yang
signifikan terhadap
profitabilitas (ROA).
8. Pengaruh BOPO, CAR,
LAR, dan Firm Size
terhadap Kinerja
Keuangan Perbankan di
BEI tahun 2010-2012.
Hardi Novian
(2015).
CAR, LAR, dan
Firm Size
berpengaruh positif
terhadap ROA
sedangkan BOPO
berpengaruh negatif
terhadap ROA.
9. Pengaruh CAR, BOPO,
dan NPL terhadap Kinerja
Keuangan Perbankan di
Indonesia periode 2008-
2010.
Anggria Maya
Matindas, dkk
(2015).
CAR tidak
berpengaruh
terhadap ROA,
BOPO berpengaruh
signifikan terhadap
ROA, dan NPL tidak
berpengaruh
terhadap ROA.
10. Pengaruh CAR, NPL, Nyimas Vila CAR berpengaruh
36
NIM, dan BOPO terhadap
Profitabilitas Perbankan
yang terdaftar di BEI
periode 2012-2015.
Dewi, dkk
(2017).
negatif tidak
signifikan terhadap
ROA, NPL
berpengaruh negatif
signifikan terhadap
ROA, NIM
berpengaruh positif
signifikan terhadap
ROA, dan BOPO
berpengaruh
signifikan terhadap
ROA.
Sumber : Data yang diolah
37
C. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Capital Adequacy
Ratio (CAR)
Net Interest Margin
(NIM)
Loan to Deposit
Ratio (LDR)
Net Performing Loan
(NPL)
Biaya Operasional
terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO)
Kinerja Keuangan
(ROA)
H1
H2
H4
H3
H5
38
D. Hipotesis
1. Pengaruh CAR terhadap Kinerja Keuangan (ROA)
Menurut Wibowo (2013), menjelaskan bahwa semakin tinggi CAR
maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung resiko
dari setiap aktiva produktif yang beresiko. Jika nilai CAR tinggi maka
bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasionalnya dan
memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas. Modal yang
cukup besar dari bank dapat melindungi deposan dan akan meningkatkan
kepercayaan deposan terhadap bank, sehingga juga akan dapat
meningkatkan profitabilitas bank bersangkutan. Hal ini sesuai dengan
penelitian Pandu Mahardian (2008), Hardiyanti (2012), Dewi Nur Hayati
(2012), Hutagalung, dkk (2013), Kuntari Dasih (2014), Yonira Bagiani
Alifah (2014), dan Hardi Novian (2015) yang menyatakan bahwa CAR
berpengaruh positif terhadap ROA. Berdasarkan penjelasan teori diatas
dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang dapat dirumuskan
adalah sebagai berikut :
H1 : Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif terhadap
Kinerja Keuangan (ROA).
2. Pengaruh NIM terhadap Kinerja Keuangan (ROA)
Dewi Saryani (2015), menyatakan bahwa NIM digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva
produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Semakin
tinggi NIM menunjukan semakin efektif bank dalam penempatan aktiva
39
produktif dalam bentuk kredit. Hal ini sesuai dengan penelitian Pandu
Mahardian (2008), Hutagalung, dkk (2013), dan Nyimas Vila Dewi, dkk
(2017) yang menyatakan bahwa NIM berpengaruh positif terhadap ROA.
Berdasarkan penjelasan teori diatas dan hasil penelitian terdahulu, maka
hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
H2 : Net Interest Margin (NIM) berpengaruh positif terhadap Kinerja
Keuangan (ROA).
3. Pengaruh LDR terhadap Kinerja Keuangan (ROA)
Puspitasari (2009), menjelaskan bahwa semakin tinggi LDR maka laba
perusahaan akan meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu
menyalurkan kredit dengan efektif, sehingga jumlah kredit macetnya
kecil). Hal ini sesuai dengan penelitian Pandu Mahardian (2008),
Hardiyanti (2012), Dewi Nur Hayati (2012), Kuntari Dasih (2014), dan
Yonira Bagiani Alifah (2014) yang menyatakan bahwa NIM berpengaruh
positif terhadap ROA. Berdasarkan penjelasan teori diatas dan hasil
penelitian terdahulu, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah
sebagai berikut :
H3 : Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif terhadap
Kinerja Keuangan (ROA).
4. Pengaruh NPL terhadap Kinerja Keuangan (ROA)
Puspitasari (2009), menjelaskan bahwa semakin tinggi rasio NPL
maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah
kredit bermasalah semakin besar dan menyebabkan kerugian, sebaliknya
40
jika semakin rendah NPL maka laba atau profitabilitas bank akan semakin
meningkat. Dengan demikian semakin tinggi NPL maka berakibat
semakin kecilnya nilai laba suatu bank. Hal ini sesuai dengan penelitian
Pandu Mahardian (2008), Hardiyanti (2012), Dewi Nur Hayati (2012),
Hutagalung, dkk (2013), Kuntari Dasih (2014), Yonira Bagiani Alifah
(2014), Anggria Maya Matindas, dkk (2015), dan Nyimas Vila Dewi, dkk
(2017) yang menyatakan bahwa NPL berpengaruh negatif terhadap ROA.
Berdasarkan penjelasan teori diatas dan hasil penelitian terdahulu, maka
hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
H4 : Net Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif terhadap
Kinerja Keuangan (ROA).
5. Pengaruh BOPO terhadap Kinerja Keuangan (ROA)
Dewi Saryani (2015), menyatakan bahwa rasio BOPO yang semakin
meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekan
biaya operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank
kurang efisien dalam mengelola usahanya. Rasio yang sering disebut rasio
efisien ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional.
Semakin kecil BOPO berarti semakin efisien biaya operasional yang
dikeluarkan oleh bank bersangkutan. Hal ini sesuai dengan penelitian
Pandu Mahardian (2008), Hutagalung, dkk (2013), Kuntari Dasih (2014),
Yonira Bagiani Alifah (2014), dan Hardi Novian (2015) yang menyatakan
bahwa BOPO berpengaruh negatif terhadap ROA. Berdasarkan penjelasan
41
teori diatas dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis yang dapat
dirumuskan adalah sebagai berikut :
H5 : Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
berpengaruh negatif terhadap Kinerja Keuangan (ROA).
Top Related