8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pajak Reklame
2.1.1. Pengertian Pajak Reklame
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1
angka 26 dalam Lasmana (2017:352), “pajak reklame adalah pajak atas
penyelenggaan reklame”.
Dan dalam Pasal 1 angka 27 menyatakan bahwa :
Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan
corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan,
menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum
terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca,
didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum”.
2.1.2. Objek Pajak Reklame
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Pasal
47 ayat (1) dalam Lasmana (2017:366), “objek pajak reklame adalah semua
penyelenggaraan reklame”.
Dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 244 tahun 2015
pasal 1 menyatakan jenis-jenis objek pajak reklame sebagai berikut :
1. Reklame elektronik/digital adalah reklame yang menggunakan layar monitor
yang digerakkan secara terprogram melalui sistem yang menyajikan program
reklame atau visual baik berupa film dan/atau gambar dan/atau tulisan yang
dapat berubah-ubah dan/atau bergerak serta difungsikan dengan tenaga listrik.
2. Reklame megatron/videotron/large Electronic Display (LED) adalah reklame
yang menggunakan layar monitor besar dengan teknologi yang menyajikan
9
program reklame atau visual iklan dalam bentuk video, gambar dan/atau
tulisan yang dapat bergerak dan berubah-ubah, terprogram dan difungsikan
dengan tenaga listrik dan/atau sumber tenaga lainnya yang sejenis.
3. Reklame papan/billboard adalah reklame yang terbuat dari bahan metal, papan
kayu, callibrate, vynil termasuk seng atau bahan lain yang sejenis dipasang pada
bangunan/konstruksi reklame yang secara khusus dibangun dan diperuntukkan
bagi pemasangan dan penayangan reklame.
4. Reklame pylon adalah reklame yang terbuat dari bahan metal, acrylic, vynil,
plastik dengan metode pencahayaan dari dalam (backlighting) atau media
elektronik/LED yang hanya semata-mata nama pengenal usaha atau nama
profesi, nama gedung atau identitas perusahaan termasuk logo yang
beraktivitas di dalamnya.
5. Reklame kain adalah reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan bahan
kain, termasuk kertas, plastik, karet atau bahan lain yang sejenis dengan itu.
6. Reklame melekat (Stiker) adalah reklame yang berbentuk lembaran stiker,
diselenggarakan dengan cara dilekatkan pada bidang reklame atau bidang
bangunan.
7. Reklame selebaran adalah reklame yang berbentuk lembaran lepas
diselenggarakan dengan cara disebarkan atau diberikan atau dapat diminta
dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan, dilekatkan, dipasang dan
digantungkan pada suatu benda lain.
8. Reklame udara adalah reklame yang diselenggarakan di udara dengan
menggunakan gas, laser, pesawat atau alat lain yang sejenis.
10
9. Reklame suara adalah reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan
kata-kata yang diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau
dengan perantara alat.
10. Reklame slide atau reklame film adalah reklame yang diselenggarakan
dengan cara menggunakan klise berupa kaca atau film, ataupun bahan-bahan
yang sejenis, sebagai alat untuk diproyeksikan dan/atau dipancarkan pada
layar atau benda lain di dalam ruangan.
11. Reklame peragaan adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara
memperagakan suatu barang dengan atau tanpa disertai suara.
12. Reklame grafiti adalah reklame yang diselenggarakan dalarn bentuk
coretan-coretan yang bernuansa seni (art) dengan menggunakan komposisi
warna, garis dan bentuk untuk menginformasikan atau mempromosikan
suatu produk barang atau jasa, yang diselenggarakan pada dinding atau
bidang bangunan.
13. Reklame berjalan pada kendaraan adalah reklame yang ditempatkan atau
ditempelkan pada kendaraan yang diselenggarakan dengan mempergunakan
kendaraan bermotor, kereta api, atau transportasi darat lainnya atau dengan
cara dibawa berjalan oleh orang.
14. Reklame laser adalah reklame yang diselenggarakan melalui alat yang
memancarkan radiasi elektromagnetik, baik dalam bentuk cahaya maupun
bentuk lainnya yang sejenis yang dapat dilihat oleh umum.
15. Reklame apung adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara terapung
di permukaan air.
16. Reklame gapura adalah suatu bangunan yang melintang pada suatu ruas
jalan tertentu di dalam sarana dan prasarana kota yang bangunannya
11
dimaksudkan untuk menginformasikan lokasi kawasan wisata kuliner dan
sebagian dipakai untuk penyelenggaraan reklame.
2.1.3. Bukan Objek Pajak Reklame
Yang tidak termasuk objek pajak reklame berdasarkan Peraturan Daerah
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pajak Reklame sebagai berikut:
1. reklame yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah;
2. penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta
mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya;
3. label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan yang
berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya;
4. nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan
tempat usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang
mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut, yang luasnya tidak
melebihi 1 m2
(satu meter persegi), ketinggian maksimun 15 (lima besar)
meter dengan jumlah reklame terpasang tidak lebih dari 1 (satu) buah;
5. penyelengara reklame yang semata-mata memuat nama tempat ibadah dan
tempat panti asuhan;
6. penyelengaraan reklame yang semata-mata mengenai pemilikan dan/atau
peruntukan tanah, dengan ketentuan luasnya tidak melebihi 1 m2 (satu meter
persegi) dan diselenggarakan di atas tanah tersebut kecuali reklame produk;
7. diselenggarakan oleh perwakilan diplomatik, perwakilan konsulat, perwakilan
PBB serta badan-badan khususnya badan-badan atau organisasi internasional
pada lokasi badan-badan dimaksud.
12
2.1.4. Subjek Pajak Reklame dan Wajib Pajak Reklame
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Pasal
48 dalam Lasmana (2017:366), “Subjek pajak reklame adalah orang pribadi atau
badan yang menggunakan reklame”.
Sedangkan wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan reklame. Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri secara
langsung oleh orang pribadi atau badan, wajib pajak reklame adalah orang
pribadi atau badan tersebut. Dalam hal reklame diselenggarakan melalui pihak
ketiga, pihak ketiga tersebut menjadi wajib pajak reklame.
2.1.5. Dasar Pengenaan Pajak Reklame
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 49
dalam Lasmana (2017:367) menyatakan bahwa “Dasar pengenaan Pajak Reklame
adalah Nilai Sewa Reklame”.
Dalam Peraturan Gubernur Nomor 27 Tahun 2014 tentang Penetapan Nilai
Sewa Reklame sebagai Dasar Pengenaan Pajak Reklame ditetapkan sebagai berikut :
1. Dasar pengenaan pajak reklame adalah Nilai Sewa Reklame (NSR).
2. NSR sebagaimana dimaksud pada angka (1), diatur sebagai berikut:
a. Reklame yang diselenggarakan oleh pihak ketiga, NSR ditetapkan
berdasarkan nilai kontrak reklame.
b. Reklame yang diselenggarakan sendiri, NSR dihitung dengan
memperhatikan faktor-faktor:
1) jenis;
2) bahan yang digunakan;
3) lokasi penempatan;
13
4) waktu;
5) jangka waktu penyelenggaraan;
6) jumlah, dan
7) ukuran media reklame.
c. Dalam hal NSR sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak diketahui
dan/atau dianggap tidak wajar, NSR ditetapkan dengan menggunakan
faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
3. lokasi penempatan adalah lokasi peletakan reklame menurut kelas jalan
yang dirinci sebagai berikut :
a. protokol A;
b. protokol B;
c. protokol C;
d. ekonomi kelas I;
e. ekonomi kelas II;
f. ekonomi kelas III;
g. lingkungan.
4. Besaran nilai kelas jalan ditetapkan dalam tabel Hasil Perhitungan Nilai Sewa
Reklame (NSR) mengacu pada ketentuan Peraturan Gubernur Nomor 27 tahun
2014 tentang Penetapan Nilai Sewa Reklame sebagai Dasar Pengenaan Pajak
Reklame, sebagai berikut:
a. hasil perhitungan NSR untuk Reklame Non-Produk (yang memuat
semata-mata nama badan/perusahaan/usaha yang dapat dilihat dibaca
oleh umum), untuk penyelenggaraan reklame jenis papan/billboard dan
kain ditetapkan sebagai berikut :
14
Tabel II.1
Hasil Perhitungan Nilai Sewa Reklame (NSR) non Produk
No Lokasi
Penempatan
Ukuran Luas
Bidang
Reklame
Jangka Waktu
Penyelenggaraan
Ketinggian
Reklame NSR (Rp)
1 Protokol A 1 M2 1 Hari s.d 15 M 25.000
2 Protokol B 1 M2 1 Hari s.d 15 M 20.000
3 Protokol C 1 M2 1 Hari s.d 15 M 15.000
4 Ekonomi Kelas I 1 M2 1 Hari s.d 15 M 10.000
5 Ekonomi Kelas II 1 M2 1 Hari s.d 15 M 5.000
6 Ekonomi Kelas III 1 M2 1 Hari s.d 15 M 3.000
7 Lingkungan 1 M2 1 Hari s.d 15 M 2.000
Sumber : Peraturan Gubernur Nomor 27 Tahun 2014
b. hasil perhitungan NSR untuk Reklame Produk (reklame yang memuat
produk suatu barang atau jasa sebagai sarana promosi), untuk
penyelenggaraan reklame jenis papan/billboard dan kain ditetapkan
sebagai berikut:
Tabel II.2
Hasil Perhitungan Nilai Sewa Reklame (NSR) Produk
No Lokasi
Penempatan
Ukuran Luas
Bidang
Reklame
Jangka Waktu
Penyelenggaraan
Ketinggian
Reklame NSR(Rp)
1 Protokol A 1 M2 1 Hari s.d 15 M 125.000
2 Protokol B 1 M2 1 Hari s.d 15 M 100.000
3 Protokol C 1 M2 1 Hari s.d 15 M 75.000
4 Ekonomi Kelas I 1 M2 1 Hari s.d 15 M 50.000
5 Ekonomi Kelas II 1 M2 1 Hari s.d 15 M 25.000
6 Ekonomi Kelas III 1 M2 1 Hari s.d 15 M 15.000
7 Lingkungan 1 M2 1 Hari s.d 15 M 10.000
Sumber : Peraturan Gubernur Nomor 27 Tahun 2014
c. hasil perhitungan untuk reklame Light Emitting Diode (LED) dan
sejenisnya ditetapkan sebagai berikut:
15
Tabel II.3
Hasil Perhitungan Nilai Sewa Reklame (NSR) LED
No Lokasi Penempatan
NSR
NSR berdasarkan durasi 30 detik/tayangan/hari pada masing-masing
pengelemopokan (cluster) ukuran luas bidang reklame/layar
s.d
8 m2
di atas
8 m2
s.d 16
m2
di atas
16 m2
s.d 24
m2
di atas
25 m2
s.d 32
m2
di atas
32 m2
s.d 50
m2
di atas
50 m2
s.d
100 m2
di
atas
100
m2
Durasi/
tayangan
1 Protokol A 10.000 12.500 15.000 17.500 20.000 22.500 25.000 30 detik
2 Protokol B 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 20.000 30 detik
3 Protokol C 6.000 7.500 9.000 10.500 12.000 13.500 15.000 30 detik
4 Ekonomi Kelas I 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 30 detik
5 Ekonomi Kelas II 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500 5.000 30 detik
6 Ekonomi Kelas III 1.500 1.750 2.000 2.250 2.500 2.750 3.000 30 detik
7 Lingkungan 800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000 30 detik
Sumber : Peraturan Gubernur Nomor 27 Tahun 2014
d. untuk jenis reklame lainnya sebagai berikut :
Tabel II.4
Tarif DPP Jenis Reklame Lainnya
Jenis Reklame Tarif DPP
Reklame Melekat
(Stiker)
Rp 1.000,-/cm2 sekurang-kurangnya Rp 1.000.000 setiap
kali penyelenggaraan.
Reklame Selebaran Rp 10.000,-/lembar sekurang-kurangnya
Rp 10.000.000, setiap kali penyelenggaan.
Reklame
berjalan/kendaraan Rp 50.000,-/m
2/hari.
Reklame Udara Rp 5.000.000,- untuk paling lama 1(satu) bulan penayangan.
Reklame Apung Rp 2.000.000,- untuk paling lama 1(satu) bulan penayangan.
Reklame Suara Rp 5.000,-/30 detik bagian waktu yang kurang dari 30
detik dihitung menjadi 30 detik.
Reklame
Film/Slide
pada bioskop dan
tempat lainnya
Rp 10.000,-/30 detik bagian waktu yang kurang dari 30
detik dihitung menjadi 30 detik.
Reklame Peragaan Rp 1.000.000,- persetiap penyelenggaraan.
Sumber : Peraturan Gubernur Nomor 27 Tahun 2014
16
e. NSR untuk penyelenggaraan reklame di dalam ruangan (indoor)
dihitung dan ditetapkan sebesar 50% dari NSR;
f. untuk penyelenggaran reklame rokok dan minuman beralkohol
dikenakan tambahan pajak sebesar 25% dari hasil perhitungan NSR;
g. untuk setiap penambahan ketinggian sampai dengan 15 meter,
dikenakan tambahan pajak sebesar 20% dari hasil perhitungan NSR.
2.1.6. Tarif Pajak Reklame dan Cara Perhitungan Pajak Reklame
1. Tarif Pajak Reklame
Undang-Undang Republik Indonesia no. 28 Tahun 2009 pasal 50 ayat (1)
dalam Lasmana (2017:367) menyatakan bahwa pajak reklame ditetapkan paling
tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen)”. Siahaan (2016:390) mengatakan bahwa
setiap daerah kota atau kabupaten diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya
tarif pajak yang mungkin berbeda dengan daerah kota atau kabupaten lainnya
sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten atau kota, asalkan tidak
lebih dari dua puluh lima persen.
2. Cara Perhitungan Pajak Reklame
Menurut Peraturan Gubernur Nomor 27 tahun 2014 pasal 9 besarnya
pokok pajak reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
pajak dan dasar pengenaan pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk penyelenggaraan reklame oleh pihak ketiga, besarnya pajak
reklame dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak reklame dengan
nilai kontrak reklame;
b. untuk penyelenggaraan reklame sendiri dan untuk nilai kontrak yang tidak
diketahui atau tidak wajar untuk jenis papan/billboard dan kain besarnya
17
pajak reklame dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak reklame dengan
nilai sewa reklame, luas bidang reklame dan jangka waktu pemasangan;
c. untuk penyelenggaraan reklame sendiri dan untuk nilai kontrak yang tidak
diketahui atau tidak wajar untuk untuk jenis light emmiting diode (LED)
besarnya tarif pajak reklame dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak
reklame dengan nilai sewa reklame dan jangka waktu pemasangan;
d. untuk penyelenggaraan reklame berjalan atau kendaraan, besarnya pajak
reklame dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak reklame dengan nilai
sewa reklame, luas reklame dan jangka waktu penyelenggaraan;
e. untuk penyelenggaraan reklame suara dan film/slide pada bioskop dan
tempat lainnya, besarnya pajak reklame dihitung dengan cara mengalikan
tarif pajak reklame dengan nilai sewa reklame dan jangka waktu
penyelenggaraan;
f. untuk penyelenggaraan reklame melekat (stiker), selebaran, udara, apung,
peragaan, besarnya pajak reklame dihitung dengan cara mengalikan tarif
pajak reklame dengan nilai sewa reklame.
2.1.7. Masa Pajak Reklame dan Saat Terutang Pajak Reklame
1. Masa Pajak Reklame
Menurut Siahaan (2016:390) pada pajak reklame masa pajak adalah jangka
waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain
yang ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota. Masa pajak yang merupakan
bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh. Tahun pajak adalah jangka waktu
yang lamanya sama dengan 1 (satu) tahun takwim kecuali wajib pajak menggunakan
tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. Umumnya masa pajak adalah
18
jangka waktu tertentu yang lamanya sama dengan jangka waktu penyelenggaraan
reklame. Penetapan masa pajak yang tidak hanya satu bulan takwim dalam
Siahaan (2016:391) sebagai berikut:
a. Masa pajak untuk jangka waktu yang lamanya satu tahun ditetapkan bagi
pajak reklame jenis megatron, videotron (dinamics board, video wall);
billboard/papan (bando jalan, jembatan penyeberangan orang, papan, neon
sign, neon box); reklame berjalan/kendaraan; dan reklame suara/permanen.
b. Masa pajak untuk jangka waktu yang lamanya satu bulan ditetapkan bagi
pajak reklame jenis reklame melekat (template,poster dan stiker), reklame
udara/balon, film/slide, dan reklame peragaan(permanen).
c. Masa pajak untuk jangka waktu yang lamanya satu hari ditetapkan bagi
pajak reklame jenis reklame baliho, kain/spanduk/umbul-umbul/banner.
d. Masa pajak untuk jangka waktu yang lamanya satu kali penyelenggaraan
ditetapkan bagi pajak reklame jenis selebaran/brosur/leafleat, reklame suara
(tidak permanen), dan reklame peragaan( tidak permanen).
2. Saat Terutang Pajak Reklame
Saat terutang dalam masa pajak terjadi pada saat penyelanggaraan reklame
atau diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD).
(Purba & Ginting, 2016) menyatakan bahwa:
Setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terhutang berdasarkan SKPD
atau dibayar sendiri oleh wajib pajak berdasarkan SPTPD. Wajib pajak yang
memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan
SPTPD. Pembayaran pajak terutang harus dilakukan sekaligus dan lunas di
kas daerah melalui Bendahara Penerimaan Dinas Pendapatan atau tempat
lain yang ditunjuk. Khusus reklame spanduk, umbul-umbul, banner dan
sejenisnya, wajib pajak harus terlebih dahulu melakukan pembayaran di muka
sebelum reklame dipasang.
19
2.1.8. Sanksi Pajak Reklame
Siahaan (2016:396) menyatakan bahwa pajak reklame yang terutang dilunasi
dalam jangka waktu yang ditentukan dalam peraturan daerah. Atas keterlambatan
pembayaran dikenakan sanksi sebesar 2% per bulan. Jangka waktu Pembayaran
selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya dan pelaporan selambat-lambatnya
tanggal 20 bulan berikutnya.
Peraturan Gubernur Nomor 27 tahun 2014 pasal 10 menyatakan bahwa pihak
pemesan reklame dan/atau pihak ketiga yang menyampaikan nilai kontrak reklame
yang tidak benar atau tidak sesuai dengan nilai kontrak reklame yang sebenarnya
seperti mengurangi atau memalsukan nilai kontrak reklame yang berakibat terdapat
kerugian pajak daerah dikenakan sanksi administrasi dan sanksi pidana di bidang
perpajakan atau sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan. Sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pajak
reklame yang kurang bayar ditambah dengan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan
yang dihitung sejak tanggal Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) pajak reklame
pertama kali diterbitkan.
2.2. Pajak Daerah
2.2.1. Pengertian Pajak Daerah
Pajak daerah menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 28 Tahun
2009 Pasal 1 angka 10 dalam Lasmana (2017:351) menyatakan bahwa “Pajak
Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
20
Menurut (Suleman, 2018) “Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan
oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang,
yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah”.
Menurut Adisasmita dalam (sabil, 2017) mengemukakan bahwa “Pajak
Daerah adalah kewajiban penduduk (masyarakat) menyerahkan sebagian dari
kekayaan kepada daerah disebabkan suatu keadaan, kejadian, atau perbuatan yang
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai suatu sanksi atau hukum”.
Taluke dalam (Putriyandari & Setiawanti, 2018) berpendapat bahwa, “pajak
daerah merupakan sumber pendapatan yang utama untuk membiayai kegiatan
pemerintah daerah dalam menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang tidak dihasilkan
oleh swasta. Di samping pajak sebagai sumber pendapatan (budgetary function)”.
Siahaan (2016:9) menyatakan bahwa:
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang
pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah, pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah dengan peraturan daerah (Perda), yang wewenang
pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan
untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan daerah.
2.2.2. Jenis-jenis Pajak Daerah
Setyawan dalam (sabil, 2017) menyatakan bahwa sistem administrasi otoritas
wilayah di Indonesia terbagi menjadi dua daerah (wilayah) yaitu Pemerintah Daerah
Tingkat I (Propinsi), yang dipimpin oleh gubernur dan Wilayah Tingkat II (Kota dan
Kabupaten, untuk wilayah kota di pimpin oleh walikota sementara untuk wilayah
21
kabupaten dipimpin oleh bupati. Pajak daerah terbagi menjadi pajak provinsi dan
pajak kabupaten/kota. Pajak provinsi menurut Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 28 Tahun 2009 Pasal 2 ayat (1) dalam Lasmana (2017:355) terdiri atas :
1. Pajak Kendaraan Bermotor;
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
4. Pajak Air Permukaan; dan
5. Pajak Rokok.
Jenis pajak kabupaten atau kota menurut Undang-undang Republik Indonesia
nomor 28 Tahun 2009 Pasal 2 ayat (2) dalam Lasmana (2017:356) terdiri atas:
1. Pajak Hotel;
2. Pajak Restoran;
3. Pajak Hiburan;
4. Pajak Reklame;
5. Pajak Penerangan Jalan;
6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
7. Pajak Parkir;
8. Pajak Air Tanah;
9. Pajak Sarang Burung Walet;
10. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; dan
11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
2.2.3. Objek Pajak Daerah
(sabil, 2017) menyatakan bahwa :
Untuk dapat mengenakan pajak, satu syarat mutlak yang harus dipenuhi
adalah adanya objek pajak yang dimiliki atau dinikmati oleh wajib pajak.
22
Pada dasarnya objek pajak merupakan manifestasi dari taatbestand (keadaan
yang nyata). Taatbestand adalah keadaan peristiwa, atau perbuatan yang
menurut peraturan perundang-undangan pajak dapat dikenakan pajak.
Kewajiban pajak dari seorang wajib pajak muncul secara objektif apabila ia
memenuhi taatbestand. Tanpa terpenuhinya taatbestand tidak ada pajak
terutang yang harus dipenuhi atau dilunasi.”
1. Objek Pajak Daerah Provinsi
Objek Pajak daerah yang merupakan pajak provinsi menurut Undang-undang
Republik Indonesia nomor 28 Tahun 2009 sebagai berikut :
a. Objek pajak kendaraan bermotor menurut pasal 13 ayat(1) adalah
kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Yang dikecualikan
dari objek kendaraan bermotor adalah kereta api, kendaraan bermotor yang
semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara,
kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat,
perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga
internasional yang memperoleh fasillitas pembebasan pajak dari Pemerintah
dan objek Pajak lainnya yang ditetapkan dalam peraturan daerah.
b. Objek pajak bea balik nama kendaraan bermotor menurut pasal 9 ayat
(1) adalah penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor.
c. Objek pajak pajak bahan bakar kendaraan bermotor menurut pasal 16
adalah bahan bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap
digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang
digunakan untuk kendaraan di air.
d. Objek pajak air permukaan menurut pasal 21 ayat (1) adalah pengambilan
dan pemanfaatan air permukaan. Yang dikecualikan dari objek pajak air
permukaan adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan untuk
keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat
23
dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan peraturan
perundang-undangan dan pengambilan air permukaan lainnya yang
ditetapkan dalam peraturan daerah.
e. Objek pajak rokok menurut pasal 26 adalah komsumsi rokok meliputi
sigaret, cerutu dan rokok daun. Dikecualikan dari objek pajak rokok adalah
rokok yang tidak dikenai cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan
di bidang cukai.
2. Objek Pajak Daerah Kabupaten atau Kota
Objek Pajak daerah yang merupakan pajak kabupaten atau kota menurut
Undang-undang Republik Indonesia nomor 28 Tahun 2009 sebagai berikut :
a. Objek pajak hotel menurut pasal 32 ayat (1) adalah pelayanan yang
disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai
kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan,
termasuk fasilitas olahraga dan hiburan. Jasa penunjang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet,
fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi dan fasilitas sejenis lainnya
yang disediakan atau dikelola hotel. Tidak termasuk objek pajak hotel
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jasa tempat tinggal asrama
yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, jasa sewa
apartemen, kondominium, dan sejenisnya, jasa tempat tinggal di pusat
pendidikan atau kegiatan keagamaan, jasa tempat tinggal di rumah sakit,
asrama perawat, panti jompo, panti asuhan dan panti sosial lainnya yang
sejenis dan jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan
oleh hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum.
24
b. Objek pajak restoran menurut pasal 37 adalah pelayanan yang disediakan
oleh restoran meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman
yang dikomsumsi oleh pembeli, baik dikomsumsi di tempat pelayanan
maupun di tempat lain. Tidak termasuk objek pajak restoran adalah
pelayanan yang disediakan oleh restoran yang nilai penjualannya tidak
melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
c. Objek pajak hiburan pasal 42 ayat(1) adalah jasa penyelenggaraan hiburan
dengan dipungut bayaran. Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah tontonan film, pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana,
kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya, pameran, diskotik, karaoke,
klab malam, dan sejenisnya, sirkus, akrobat, dan sulap, permainan bilyar,
golf dan boling, pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan
ketangkasan, panti pijat, refleksi, mandi uap/spa dan pusat kebugaran
(fitness center) serta pertandingan olahraga. Penyelenggaraan hiburan dapat
dikecualikan dengan peraturan daerah.
d. Objek pajak reklame menurut pasal 47 ayat (1) adalah semua
penyelenggaraan reklame.
e. Objek pajak penerangan jalan menurut pasal 52 adalah penggunaan
tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari
sumber lain. Dikecualikan dari objek pajak penerangan adalah penggunaan
tenaga listrik oleh instansi pemerintah dan pemerintah daerah, penggunaan
tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat
dan perwakilan asing dengan asas timbal balik, penggunaan tenaga listrik
yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan
25
izin dari instansi teknis terkait dan penggunaan tenaga listrik lainnya
yang diatur dengan peraturan daerah.
f. Pajak mineral bukan logam dan batuan pasal 1 angka 29 adalah pajak atas
kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber
alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaaatkan sebagaimana
dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan
batubara.
g. Objek pajak parkir menurut pasal 1 angka 30 adalah penyelenggaran tempat
parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok
usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan
tempat penitipan kendaraan bermotor. Tidak termasuk objek pajak parkir
adalah penyelenggaraan parkir oleh pemerintah dan pemerintah daerah,
penyelenggaraan tempat parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan
untuk karyawannya sendiri, penyelenggaraan tempat parkir oleh kedutaan,
dan perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan penyelenggaraan
parkir lainnya yang diatur dengan peraturan daerah.
h. Objek pajak air tanah menurut pasal 27 adalah pengambilan dan/atau
pemanfaatan air tanah. Dikecualikan dari objek pajak air tanah adalah
pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah untuk keperluan dasar rumah
tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat serta peribadatan dan
pengambilan dan pemanfaatan air tanah lainnya yang diatur dengan
peraturan daerah.
i. Objek pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan menurut pasal
77 adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau
dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang
26
digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah jalan
lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel,
pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan
kompleks bangunan tersebut, jalan tol, kolam renang, pagar mewah, tempat
olahraga, galangan kapal, dermaga, taman mewah, tempat penampungan
atau kilang minyak, air dan gas, pipa minyak dan menara. Objek pajak
yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
adalah objek pajak yang digunakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah
untuk penyelenggaraan pemerintahan, digunakan semata-mata untuk
melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan
dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh
keuntungan, digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang
sejenis dengan itu, merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan
wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan
tanah negara yang belum dibebani suatu hak, digunakan oleh perwakilan
diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik dan
digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang
ditetapkan dengan peraturan menteri keuangan.
j. Objek pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah perolehan
hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi pemindahan hak karena jual beli,
tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau
badan hukum lain, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan,
penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang
mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha,
27
pemekaran usaha atau hadiah dan pemberian hak baru karena kelanjutan
pelepasan hak atau di luar pelepasan hak, hak atas tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak
pengelolaan. Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh perwakilan
diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik, negara
untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum.
k. Objek pajak sarang burung walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan
sarang burung walet. Tidak termasuk objek pajak sarang burung walet
adalah pengambilan sarang burung walet yang telah dikenakan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) dan kegiatan pengambilan sarang burung
walet lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
2.2.4. Tarif Pajak Daerah
Tarif pajak daerah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor
28 tahun 2009 dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
a. Tarif pajak kendaraan bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut:
1) untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar
1% (satu persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen);
2) untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif
dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua
persen) dan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
28
b. Tarif pajak kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam
kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan,
Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan kendaraan lain yang
ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah sebesar 0,5%
(nol koma lima persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen).
c. Tarif pajak kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan
paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dan paling tinggi sebesar
0,2% (nol koma dua persen).
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)
a. Tarif bea balik nama kendaraan bermotor ditetapkan paling tinggi
masing-masing sebagai berikut:
1) penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen);dan
2) penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).
b. Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar
yang tidak menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi
masing-masing sebagai berikut:
1) penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen);
2) penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075% (nol koma nol tujuh
puluh lima persen).
3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBB-KB)
a. Tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor ditetapkan paling tinggi
sebesar 10% (sepuluh persen).
b. Khusus tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor untuk bahan bakar
kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% (lima puluh persen)
29
lebih rendah dari tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor untuk
kendaraan pribadi.
c. Pemerintah dapat mengubah tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor
yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah dengan Peraturan Presiden.
Kewenangan pemerintah untuk mengubah tarif pajak bahan bakar
kendaraan bermotor dilakukan dalam hal:
1) terjadi kenaikan harga minyak dunia melebihi 130% (seratus tiga puluh
persen) dari asumsi harga minyak dunia yang ditetapkan dalam
Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
tahun berjalan; atau
2) diperlukan stabilisasi harga bahan bakar minyak untuk jangka waktu
paling lama 3 (tiga) tahun sejak ditetapkannya Undang-Undang ini.
4. Pajak Air Permukaan
Tarif pajak air permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%(sepuluh persen).
5. Pajak Rokok.
Tarif pajak rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok.
6. Pajak Hotel
Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
7. Pajak Restoran
Tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
8. Pajak Hiburan
Tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima
persen). Khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan,
diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi
uap/spa, tarif pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh
30
puluh lima persen) dan khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan
tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
9. Pajak Reklame
Tarif pajak reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima
persen).
10. Pajak Penerangan Jalan
Tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh
persen). Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan
minyak bumi dan gas alam, tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi
sebesar 3% (tiga persen). Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif
pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% (satu koma lima
persen).
11. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Tarif pajak mineral bukan logam dan batuan ditetapkan paling tinggi sebesar
25% (dua puluh lima persen).
12. Pajak Parkir
Tarif pajak parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen).
13. Pajak Air Tanah
Tarif pajak air tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen).
14. Pajak Sarang Burung Walet
Tarif pajak sarang burung walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh
persen).
15. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling
tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen).
31
16. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Tarif bea perolehan hak atas tanah dan bangunan ditetapkan paling tinggi
sebesar 5% (lima persen).
2.2.5. Pembagian Wewenang Pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah
Provinsi DKI Jakarta
Provinsi DKI Jakarta memungut 13 jenis pajak daerah yang di kelola oleh
Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) yang dalam pembagian wewenang
pemungutan pajak dan retribusi daerah sebagai berikut :
Tabel II.5
Pembagian Wewenang Pemungutan Pajak Daerah
Bidang Pengendalian Unit Pelayanan Pajak dan
Retribusi Daerah (UPPRD) Unit PKB dan BBNKB
Pajak Penerangan Jalan PBB P2 Pajak Kendaran Bermotor
Pajak Rokok BPHTB BBNKB
Retribusi Pajak Reklame
Pajak Air Tanah
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Parkir
Pajak Hiburan
PBB-KB
Sumber: Humas Badan Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi DKI Jakarta
Unit Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah (UPPRD) Tebet pada tahun 2013
hingga 2016 hanya memungut empat jenis pajak daerah saja yaitu; pajak reklame,
pajak air tanah, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), pajak bumi
dan bangunan pedesaan dan perkotaan (PBB P2). Dan pada tahun 2017 bertambah
menjadi sembilan jenis pajak daerah yaitu; pajak reklame, pajak air tanah, bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), pajak bumi dan bangunan
pedesaan dan perkotaan (PBB P2), pajak hotel, pajak restoran, pajak parkir, pajak
32
hiburan dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor. (Suleman, 2019) menyatakan
bahwa, “selain menerima setoran pajak UPPRD juga melayani mulai dari penilaian,
pemeriksaan dan pengawasan, penetapan dan penagihan, pengurangan, keberatan dan
banding untuk semua jenis pajak yang ada di wilayahnya”.
2.3. Konsep Dasar Perhitungan
2.3.1. Uji Koefisien Korelasi
Menurut Gunawan (2017:182),“Analisis korelasi adalah metode statistik yang
digunakan untuk menentukan kuat tidaknya (derajat) hubungan linear antara dua
variabel atau lebih”. Jika kenaikan di dalam suatu variabel diikuti dengan kenaikan
variabel yang lain, maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut memiliki
korelasi yang positif. Tetapi jika kenaikan didalam suatu variabel diikuti dengan
penurunan variabel yang lain maka kedua variabel tersebut memiliki korelasi yang
negatif. Jika tidak ada perubahan pada suatu variabel meskipun variabel yang lain
mengalami perubahan maka kedua variabel tersebut tidak mempunyai korelasi
(uncorelated). Riduwan dan Kuncoro dalam Gunawan (2016:186) menyatakan
bahwa ketentuan nilai r tidak lebih dari harga (-1<r<1). Apabila nilai r = -1 artinya
korelasinya negatif sempurna, r = 0 artinya tidak ada korelasi dan r = 1 berarti sangat
kuat. Arti harga r dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel II.6
Interprestasi Koefisien Korelasi
Interval koefisien Tingkat Hubungan
0,800- 1,000 Sangat Kuat
0,600- 0,799 Kuat
0,400-0,599 Cukup Kuat
0,200-0,399 Rendah
0,000- 0,199 Sangat rendah Sumber: Riduwan dalam Gunawan (2016:186)
33
Sarwono (2018:104) menyatakan bahwa data yang digunakan dalam korelasi
pearson memenuhi persyaratan di antaranya ialah berskala interval/ rasio, variabel X
dan Y harus bersifat independen satu dengan lainnya, dan variabel harus bersifat
kuantitatif simetris.
Menurut Agung (2016:124) taraf signifikasi/taraf kesalahan biasanya
digunakan 1% atau 5% . Taraf signifikasi 5% biasanya digunakan dalam ilmu-ilmu
sosial, sedangkan taraf signifikasi 1% biasanya digunakan pada bidang kesehatan
atau kedokteran. Sedangkan taraf kepercayaan atau taraf kebenaran adalah
kebalikan dari taraf signifikasi atau taraf kesalahan. Antara taraf signifikasi
dan taraf kepercayaan itu adalah komplemen 100%. Artinya, jika taraf
kepercayaan 99%, maka taraf signifikasi 1%. Jika taraf kepercayaan 95% maka
taraf signifikasi 5%.
Rumus dari korelasi (r) product moment adalah sebagai berikut :
rxy=𝐧 ∑𝐗𝐘 − ∑𝐗 ∑𝐘
𝒏 ∑𝑿𝟐 −(∑𝐗)𝟐 𝒏 ∑𝒀𝟐 −(∑𝐘)𝟐
Keterangan :
rxy : nilai koefisien korelasi
n : jumlah data
∑X : jumlah pengamatan variabel X
∑Y : jumlah pengamatan variabel Y
∑XY : jumlah perkalian variabel X dan Y
∑X2
: jumlah kuadrat pengamatan variabel X
(∑X)2
: jumlah kuadrat dan pengamatan variabel X
∑Y2
: jumlah kuadrat pengamatan variabel Y
(∑Y)2
: jumlah kuadrat dan pengamatan variabel Y.
34
Langkah-langkah untuk melakukan uji korelasi dengan menggunakan
aplikasi SPSS versi 21 sebagai berikut:
1. Buka aplikasi SPSS lalu klik variabel view, pada bagian Name ketik X dan Y,
pada Decimals ubah sesuai yang kita inginkan misalnya 2 angka di belakang
koma maka ubah menjadi 2. Pada bagian label pada kolom X tulis pajak reklame
dan pada bagian Y tulis pajak daerah.
2. Setelah itu klik data view, lalu masukkan data variabel X dan Y yang telah
dipersiapkan ke program aplikasi SPSS.
3. Selanjutnya, pada menu utama SPSS, pilh menu analyze, klik correlate dan klik
bivarate.
4. Muncul kotak dialog Bivarate Corelations, masukkan pajak reklame dan pajak
daerah pada kolom variables, selanjutnya pada kolom Correlation coeficient,
pilih pearson, lalu untuk kolom test of significant pilih two tailed. Dan centang
pada flag significants correlations. Lalu klik Ok.
5. Setelah itu akan muncul tampilan output SPSS Correlations.
2.3.2. Uji Koefisien Determinasi
Sarwono (2018:131) menyatakan bahwa, “Koefisien determinasi digunakan
untuk menghitung besarnya peranan atau pengaruh variabel bebas terhadap variabel
tergantung”. Nilai penting dalam keluaran ini ialah nilai R Square disebut juga
koefisien determinasi, Standard Error of the estimate digunakan untuk melihat
kelayakan predikator (variabel bebas) dalam kaitannya dengan variabel tergantung,
Durbin-Watson untuk mengetahui apakah terjadi autokorelasi atau tidak, dan sig f
change untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara variabel
bebas(X) dan variabel terikat(Y). Jika nilai probabilitas pada signifikasi kurang
35
dari 0,05 maka ada pengaruh variabel X atau variabel independen terhadap
variabel Y atau variabel dependen. Namun jika nilai probabilitas pada signifikasi
lebih dari 0,05 maka tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel X atau
variabel independen terhadap variabel Y atau variabel dependen.
Kadir (2017:184) menyatakan bahwa, “koefisien determinasi adalah sebuah
koefisien yang memperlihatkan besarnya variasi yang ditimbulkan oleh variabel
bebas (predicator)”. Koefisien determinasi didefinisikan sebagai kuadrat dari
koefisien korelasi dikali 100%, dengan rumus sebagai berikut :
KD = r2 x 100%.
Keterangan :
KD : koefisien determinasi
r : koefisien korelasi
Langkah-langkah untuk melakukan uji Koefisien Determinasi adalah melalui
uji regresi sederhana pada aplikasi SPSS versi 21, sebagai berikut :
1. Setelah data variabel X dan Y dimasukkan kedalam program SPSS, selanjutnya
klik analyze, klik regressions, lalu klik Linear.
2. Pada tabel Linear Regressions, masukkan pajak reklame pada tabel independent
dan pajak daerah pada tabel dependent.
3. Lalu klik statistics, centang model fit, R square change, dan Durbin Watson.
4. Maka akan muncul output regresi sederhana, nilai kofisien determinasi dapat
dilihat pada tabel Model Summary.
2.3.3. Uji Persamaan Regresi
Menurut Sarwono (2018:126) model regresi linear didasarkan pada hal-hal
berikut :
36
1. Model regresi dikatakan layak jika angka signifikasi pada Anova sebesar 0,05.
2. Predikator sebagai variabel bebas harus layak. Kelayakan ini diketahui dari
angka standar error of estimate < standar devition.
3. Terdapat hubungan linear antara variabel bebas (X) dan variabel tergantung (Y).
4. Koefisien regresi harus signifikan. Pengujian dilakukan dengan uji t. Koefisien
regresi signifikan jika t hitung > t tabel (nilai kritis).
5. Keselarasan model regresi dapat diterangkan dengan menggunakan nilai r2
semakin besar nilai tersebut maka model semakin baik. Jika nilai mendekati 1
maka nilai regresi semakin baik. Nilai r2 mempunyai karakteristik di antaranya
adalah selalu positif dan nilai r2
sebesar 1 akan mempunyai kesesuaian yang
sempurna. Maksudnya seluruh variasi dalam variabel Y dapat diterangkan oleh
model regresi. Sebaliknya jika nilai r2
sama dengan 0 maka tidak ada hubungan
linear antara X dan Y.
6. Data berskala interval atau rasio dan berdistribusi normal.
7. Kedua variabel merupakan variabel bersifat dependen artinya satu variabel
merupakan variabel bebas (disebut juga sebagai variabel predikator) sedangkan
variabel lainnya merupakan variabel tergantung (disebut juga sebagai variabel
response).
Menurut Gunawan (2016:205), “jika pola hubungan hanya melibatkan satu
variabel predikator dan satu variabel kriterium maka hubungan linear untuk kedua
variabel tersebut adalah regresi sederhana”. Persamaan regresi untuk analisis regresi
sederhana adalah :
Y= a + bX
a=∑Y∑𝑋2−∑X∑XY
𝑛 ∑𝑋2−(∑X)2
37
b=n∑XY−∑X∑Y
𝑛 ∑𝑋2−(∑X)2
Keterangan :
Y : subjek dalam variabel dependen yang diprediksi
a : harga Y bila X= 0 (konstan)
b : angka arah koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan (+) atau
penurunan (-) variabel kriterium yang didasarkan pada variabel pedikator.
X : subjek pada variabel predikator.
Langkah-langkah untuk melakukan uji persamaan regresi pada aplikasi SPSS
versi 21 sama dengan langkah-langkah untuk melakukan uji koefisien determinasi
seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya, namun untuk melihat uji
persamaan regresi dapat dilihat pada output regresi sederhana tabel Coefficient dan
nilai probabilitas/signifikasi persamaan regresi dapat dilihat pada tabel Anova.
Top Related