11
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Kepemimpinan Kepala Sekolah
2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Kepala Sekolah
Gaya kepemimpinan dipergunakan untuk me-
nuntut ketaatan penuh dari bawahannya. Dalam
menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya, ber-
nada keras dalam pemberian perintah atau instruksi,
menggunakan pendekatan positif dalam hal terjadinya
penyimpangn oleh bawahan. Tidak banyak hal yang
dapat disimak dari literatur yang ada tentang kriteria
kepemimpinan yang kharismatik. Memang ada karak-
teristiknya yang khas yaitu daya tariknya yang sangat
memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang
jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya
seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang
yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para
pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan
secara konkrit mengapa orang tersebut dikagumi.
Nawawi (2000:82) mengemukan bahwa kepe-
mimpinan adalah proses mengerakkan, mempenga-
ruhi, memberikan motivasi, dan mengarahkan orang-
orang di dalam organisasi/lembaga pendidikan terten-
tu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan
sebelumnya. Kedudukan kepala sekolah adalah
12
pemimpin tertinggi dan harus membawahi dan menga-
yomi semua sumber daya di sekolah. Dalam peran ini
kepala sekolah adalah penanggung jawab terhadap
pelaksanaan keseluruhan proses pendidikan di seko-
lah yang dilakukan oleh semua unsur warga di
sekolah.
Gaya kepemimpinan kepala sekolah berpenga-
ruh pada keberlangsungan aktivitas belajar mengajar
maupun pengembangan mutu pendidikan di sekolah.
Menurut Mulyasa (2004) untuk memiliki gaya kepe-
mimpinan tersebut, kepala sekolah perlu memiliki
karakteristik antara lain: kepribadian, keahlian dasar,
pengalaman dan pengetahuan profesional serta penge-
tahuan administrator dan pengawasan. Lebih lanjut
menurut Mulyasa (2004) selain memiliki karakteristik
seorang kepala sekolah perlu memahami prinsip-
prinsip kepemimpinan antara lain: konstruktif, kreatif,
partisipatif, kooperatif, delegatif, integratif, rasional
dan objektif, pragmatis, keteladanan, serta fleksibel.
Menurut Robbins (2009: 419) bahwa “Leader-
ship: the ability to influence a group toward the
achievement of a vision or set of goals”. Artinya
kepemimpinan adalah kekuatan untuk mempenga-
ruhi suatu kelompok menuju pencapaian visi atau
serangkaian tujuan. Pendapat yang dikemukakan
Hamalik (2005:167) bahwa ”gaya kepemimpinan ada-
lah menunjuk pada sikap, cara, penampilan kepemim-
pinan”. Wahjosumidjo (2002:83) mengartikan bahwa:
“Kepala sekolah adalah seorang tenaga (fungsional
13
guru) yang diberi tugas untuk memimpin suatu
sekolah dimana diselenggarakan proses KBM, atau
tempat dimana terjadi interaksi antara pengajar yang
memberi pelajaran dan peserta didik yang menerima
pelajaran. Sementara Rahman dkk (2006: 106) meng-
ungkapkan bahwa “Kepala sekolah adalah seorang
pendidik (dengan jabatan fungsional) yang diangkat
untuk menduduki jabatan struktural (kepala sekolah)
di sekolah”.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan
kepala sekolah adalah seorang tenaga pendidik yang
diberi tugas untuk memimpin lembaga pendidikan
karena dianggap mempunyai kemampuan untuk
memimpin segala sumber daya yang ada pada suatu
lembaga pendidikan sehingga dapat mendayagunakan
secara optimal untuk mencapai tujuan bersama dalam
rangka KBM.
1) Dimensi Kompetensi Kepala Sekolah
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No. 13 Tahun 2007 tanggal 17 April 2007
tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, kepala
sekolah harus memiliki kompetensi yakni: kompe-
tensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompe-
tensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan
kompetensi sosial.
2) Dimensi Peranan Kepala Sekolah
Urgensi dan signifikansi fungsi dan peranan kepala
sekolah didasarkan pada pemahaman bahwa
14
keberhasilan sekolah merupakan keberhasilan
kepala sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah
perlu memiliki kompetensi yang disyaratkan agar
dapat merealisasikan visi dan misi yang diemban
sekolahnya. Dalam paradigma baru manajemen
pendidikan, kepala sekolah minimal harus mampu
berfungsi sebagai educator, manager, administrator,
supervisor, inovator, motivator, (EMASLIM) dan
sebagai pemimpin (leader). Oleh karena itu, kepala
sekolah perlu memiliki kompetensi yang disyarat-
kan agar dapat merealisasikan visi dan misi yang
diemban sekolahnya.
3) Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin (Leader)
Kepala sekolah sebagai pemimpin harus mampu
memberikan petunjuk dan pengawasan, mening-
katkan kemauan dan kemampuan tenaga kepen-
didikan, membuka komunikasi dua arah dan men-
delegasikan tugas. Wahjosumijo (1999) mengemu-
kakan bahwa kepala sekolah sebagai pemimpin
harus memiliki karakter khusus yang mencakup
kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan
pengetahuan profesional, kemampuan kepala
sekolah serta pengetahuan administrasi, penga-
wasan, meningkatkan kemauan dan kemampuan
guru maupun tenaga kependidikan, membuka
komunikasi dua arah dan medelegasikan tugas.
15
2.2 Iklim Organisasi Sekolah
Berhasil atau tidaknya suatu organisasi menca-
pai tujuan dan mempertahankan eksistensinya lebih
banyak ditentukan oleh faktor sumber daya manusia-
nya. Oleh sebab itu, dalam melaksanakan kegiatan-
nya, orang yang bekerja pada organisasi tersebut perlu
disubstitusi dengan berbagai stimulus dan fasilitas
yang dapat meningkatkan kebutuhan dan gairah
kerjanya. Selanjutnya menurut Kusmedi dalam
Manuhutu (2005), dikatakan iklim organisasi adalah
suatu suasana kekeluargaan dan suasana kerja yang
ditandai antara lain dengan kebebasan mengeluarkan
pendapat, semangat kerja yang tinggi serta hubungan
akrab antara guru dan kepala sekolah.
Hoy dan Miskel (2001:216) mengemukakan
bahwa terdapat tingkah laku di dalam setiap organisa-
si mempunyai fungsi yang tidak sederhana karena di
dalamnya terdapat sejumlah kebutuhan individu-
individu dan tujuan-tujuan organisasi yang ingin
dicapai bersama. Hubungan-hubungan antar unsur di
dalamnya sangatlah dinamis, mereka membawa
kebiasaan-kebiasaan unik dari rumah masing-masing
dengan segala simbol dan motivasi.
Sifat lingkungan kerja yang dinilai langsung
atau tidak langsung oleh guru yang dianggap menjadi
kekuatan utama dalam mempengaruhi perilaku guru
(Gibson, Ivancevih & Donneily, 2003:107). Yang di-
maksud dengan lingkungan manusia adalah kepemim-
16
pinan, motivasi, komunikasi, interaksi pengaruh,
pengambilan keputusan, penyusunan tujuan dan
pengadilan (Davis & Newstion). Dengan demikian
dapat disimpulkan iklim organisasi adalah kualitas
serangkaian sifat lingkungan kerja, yang dinilai
langsung atau tidak langsung oleh pimpinan.
Kutipan tersebut memberikan pengertian kepada
kita terutama kepada para pemimpin organisasi ter-
masuk organisasi pendidikan, untuk selalu memper-
hatikan iklim organisasi sekolah guru dalam organi-
sasinya. Pemimpin harus berusaha mengelola iklim
organisasi sekolah organisasinya, agar dapat mencip-
takan suasana yang dapat menumbuhkan semangat
dan kegairahan kerja para gurunya. Melalui suasana
yang demikian guru akan merasa tenang, nyaman,
tidak ada yang ditakuti dalam bekerja.
Iklim organisasi sekolah yang dimaksudkan
dalam penelitian ini adalah tingkat kebutuhan komu-
nikasi di antara orang-orang yang terlibat dalam
pekerjaan. Tingkat keterbentukan merupakan salah
satu kategori iklim organisasi yang dikembangkan oleh
Hoy dan Miskel (2001:190), yang disebutnya sebagai
Open Climate. Menurut Sagala (2008:190), iklim orga-
nisasi (organizational climate) adalah serangkaian sifat
suasana kerja, yang secara lansung atau tidak
langsung dinilai oleh karyawan yang dianggap menjadi
kekuatan utama dalam mempengaruhi perilaku karya-
wan. Sejalan dengan itu Hadiyanto (2004:24) meng-
ungkapkan bahwa iklim sekolah adalah situasi atau
17
suasana yang muncul karena adanya hubungan
kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, guru
dengan peserta didik atau hubungan antara peserta
didik yang menjadi ciri khas yang ikut mempengaruhi
proses belajar mengajar di sekolah.
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat di-
simpulkan bahwa iklim organisasi sekolah adalah
sejumlah persepsi orang-orang terhadap lingkungan di
mana ia bekerja. Lebih jauh persepsi tersebut mem-
pengaruhi perilaku mereka dalam bekerja. Lebih jauh
persepsi tersebut mempengaruhi perilaku mereka
dalam bekerja. Banyak dimensi iklim organisasi seko-
lah seperti yang dikemukakan oleh Hoy dan Miskel,
(2001:190-198), yaitu: suportive, directive, restrictive,
collegial, intimate, dan disengaged.
Dimensi-dimensi tersebut membentuk tipe-tipe
iklim organisasi sekolah yaitu: open, engaged, dis-
engaged, and closed. Seperti yang telah dikemukakan
tersebut bahwa pada penelitian ini tidak mengiden-
tifikasi tipe-tipe iklim tersebut secara keseluruhan,
melainkan salah satu tipe iklim terbuka dengan
dimensi yang ditelusuri yaitu: supportive, collegial dan
intimate. Dimensi iklim tersebut diwujudkan dalam
konteks komunikasi di antara orang-orang yang
sedang bekerja.
Dengan demikian pertanyaan yang perlu diaju-
kan adalah (Hoy dan Miskel, 2001:194):
18
(1) bagaimana tingkat supportive (keterdukungan)
orang-orang yang sedang bekerja satu sama lain; (2) bagaimana tingkat collegial (pertemanan) orang-
orang yang sedang bekerja; dan (3) bagaimana
tingkat intimate (keintiman) orang-orang yang
sedang bekerja.
Ketiga dimensi tersebut merupakan indikator
yang dikaji dalam penelitian ini. Karena perilaku dapat
diamati, bisa diukur, dan mempunyai nilai keterbuka-
an yang tinggi dibanding dimensi lain.
Iklim merupakan sebuah konsep umum yang
mencerminkan kualitas kehidupan organisasi. Kuali-
tas kehidupan organisasi tersebut banyak ditinjau dari
berbagai sudut pandang. Salah satu konsep dan
pengukuran iklim ditinjau dari pelaku pimpinan dan
bawahan. Hoy dan Miskel (2001:190) telah meneliti
perilaku tersebut di bidang persekolahan yaitu peri-
laku kepala sekolah dan guru. Terdapat enam dimensi
iklim yang dipelajarinya, tiga dimensi merupakan
perilaku kepala sekolah yaitu supportive, directive, dan
restrictive, tiga buah lagi merupakan perilaku guru-
guru yaitu collegial, intimate dan disengaged. Kombi-
nasi dimensi tersebut menghasilkan empat iklim yang
open, engaged dan closed.
2.2.1 Pengertian Iklim Organisasi Sekolah
Iklim organisasi apabila dikaitkan dengan guru-
guru dalam bekerja sama melaksanakan kondisi ling-
kungan organisasi sekolah dimana guru-guru melak-
sanakan tugasnya. Hoy dan Miskel (2001:430) menam-
19
bahkan bahwa lingkungan kerja yang kurang mendu-
kung (lingkungan fisik) pekerjaan dan hubungan
kurang serasi antara seseorang guru dengan guru
lainnya lkut menyebabkan kinerja akan buruk.
Hoy dan Miskel (2001:431), mengemukakan
bahwa:
Organization climate is a relatively enduring quality of scool environment that experience by teachers affect their behavior, and is besed om their collective perpection of behavior in school. A climate emerges through the interaction of members and exchange of sentiment omong them. The climate of a school is its “personality”.
Iklim organisasi adalah kualitas lingkungan seko-
lah yang berlangsung secara relatif yang dialami
oleh guru yang memengaruhi sikap-sikapnya dan itu berdasarkan kepada kepentingan secara bersa-
ma tentang “sikap” di sekolah. Suatu iklim timbul
melalui interaksi dari anggota dan pertukaran perasaan di antara mereka. Iklim organisasi seko-
lah adalah keperibadiannya.
Dikatakan lebih lanjut, bahwa ada “tiga konsep”
iklim yang berbeda telah digambarkan dan dianalisis
(“there different conceptualization of climate were
described and analyzed”), yaitu: (1) iklim terbuka,
yaitu adanya karakteristik yang efektif; (2) iklim sehat,
yaitu adanya dinamika yang lebih sehat dari sekolah
yang lebih besar adalah kepercayaan dan keterbukaan
dalam hubungan antar anggota dan prestasi siswa;
(3) iklim sosial, iklim sosial dari sekolah tersusun
dalam rangkauan kesatuan yang panjang dalam
orientasi pengawasan murid dari penjagaan sampai ke
20
perikemanusiaan. Penjagaan adalah pengawasan
baku, timbul dalam konsentrasi utamanya adalah
pemerintah. Sekolah berpikir kemanusiaan adalah
karakter dengan penekanan pada disiplin pribadi
siswa dan tukar pendapat pengalamen dan kegiatan
siswa dan guru.
Dengan demikian, iklim organisasi sekolah di-
definisikan sebagai suasana lingkungan sekolah, baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial pekerjaan
yang dapat dirasakan oleh orang-orang yang terlibat di
dalam proses pembelajaran, langsung atau tidak
langsung yang tercipta akibat kondisi kultural organi-
sasi sekolah tersebut.
2.2.2 Tipe-tipe Iklim Organisasi Sekolah
1. Iklim Terkendali (engaged climate)
Iklim terkendali ditandai dengan usaha yang
tidak efektif oleh pimpinan untuk mengontrol adanya
kinerja profesional dari para guru. Pimpinan keras dan
autokratik dalam memberikan petunjuk, instruksi,
perintah dan tidak respek kepada kemampuan profe-
sional serta kebutuhan para guru. Selain iu pimpinan
menghalangi para guru dengan aktivitas yang berat.
Para pegawai tidak mempedulikan perilaku pimpinan
dan memperlakukan mereka sendiri seperti para pro-
fesional. Mereka satu sama lain saling menghormati
dan saling mendukung, mereka bangga akan pesan
kerja mereka dan menikmati pekerjaan, mereka benar-
21
benar berteman. Selain itu guru tidak hanya respek
atas kemampuan mereka masing-masing, tetapi mere-
ka juga menyukai satu sama lain (benar-benar intim).
Guru-gurunya profesional dan produktif walaupun
memiliki pemimpin yang lemah. Para guru bersatu,
komitmen, mendukung, dan terbuka.
2. Iklim Lepas (disengaged climate)
Iklim ini ditandai dengan adanya perilaku pim-
pinan yang bersifat terbuka, peduli dan mendukung.
Pimpinan mendengar dan terbuka terhadap guru
(sangat mendukung), memberi kebebasan untuk ber-
buat sesuai dengan pengetahuan profesional mereka.
Namun demikian, guru tidak mau menerima pimpin-
an, guru secara aktif bekerja untuk melakukan sabo-
tase terhadap pimpinan, guru tidak memperdulikan
pimpinan. Guru tidak hanya tidak menyukai pimpin-
an, tetapi mereka tidak respek dan tidak menyukai
satu sama lain (intimasi rendah atau hubungan kolega
yang rendah). Guru benar-benar terlepas dari tugas-
tugas.
3. Iklim Tertutup (closed climate)
Pada iklim tertutup, pimpinan dan bawahan
benar-benar terlihat melakukan usaha, pimpinan me-
nekankan pekerjaan yang kurang penting dan peker-
jaannya sendiri, sedangkan guru merespon secara
minimal dan menunjukkan komitmen yang rendah.
22
Kepemimpinan atasan terlihat sebagai pengawasan,
kaku, tidak peduli, tidak simpatik dan memberikan
dukungan yang rendah. Bahkan pimpinan menunjuk-
kan kecurigaan, kurangnya perhatian terhadap guru,
tertutup, kurang fleksibel, apatis dan tidak komitmen.
4. Iklim Terbuka (open climate)
Iklim terbuka ditandai dengan adanya kerja-
sama dan respek di antara guru dan pimpinan.
Kerjasama tersebut menciptakan iklim dimana pim-
pinan mendengarkan dan terbuka terhadap guru, pim-
pinan memberikan hadiah yang benar-benar ikhlas,
terus-menerus, dan respek terhadap kemampuan
profesionalisme guru (dukungan yang tinggi) serta
memberikan kebebasan kepada guru untuk berbuat.
Perilaku guru mendukung, terbuka, dan hubungan
dengan teman sejawat tinggi. Guru menunjukkan
pertemanan yang terbuka (intimasi tinggi), dan komit-
men terhadap pekerjaan. Singkatnya antara pemimpin
dan guru saling terbuka.
2.2.3 Dimensi dan Indikator-indikator Iklim Organi-
sasi Sekolah
Dengan memperhatikan pengertian iklim organi-
sasi yang dipadukan dengan konsep iklim organisasi
sekolah, dan memegang iklim organisasi sekolah
dengan prinsip iklim organisasi (Hoy dan Miskel,
2001), maka iklim organisasi sekolah dapat dirumus-
kan sebagai kondisi kultural organisasi sekolah yang
23
memberikan ruang dalam mengatur hubungan sosial
orang-orang yang terlibat dalam pendidikan/pem-
belajaran.
Penilaian iklim organisasi sekolah akan dilaku-
kan melalui persepsi guru terhadap apa yang dilihat,
dirasakan dan dipikirkan pada lingkungan kerjanya.
Indikator yang digunakan untuk mengukur iklim
organisasi sekolah, yaitu kondisi fisik pekerjaan dan
kondisi sosial pekerjaan, yang meliputi tingkat kese-
jahteraan dan penghargaan, sarana dan prasarana,
pangendalian, iklim kepemimpinan, komunikasi dan
interaksi, perumusan tujuan dan pengambilan kepu-
tusan.
Sagala (2000:91), mengemukakan tentang iklim
organisasi sekolah dalam dimensi iklim organisasi
kelas sebagai demokratis, yaitu:
Bahwa iklim dapat dipandang pada satu pihak
sebagai karakteristik abadi yang mencirikan suatu kelas tertentu, yang membedakannya dari kelas
yang lain, dan mempengaruhi perilaku guru dan
siswa terhadap suasana belajar di kelas itu. Iklim belajar yang nyaman dan menyenangkan di kelas
penting, siswa dapat menumbuhkan motif ber-
prestasi dalam kegiatan belajar mengajar.
Sejalan dengan itu, Sufyaman (2004: 213)
mengemukakan bahwa suasana pendidikan terkait
dengan orang-orang yang terlibat dalam proses pendi-
dikan, yaitu antara lain: tenaga kependidikan, siswa,
orang tua siswa, masyarakat, pemakai, pemerintah,
dan suasana pendidikan itu sendiri.
24
Dipandang dari pengertian tadi, dapat dikemu-
kakan bahwa iklim organisasi sekolah sangat penting
untuk dipelihara dan ditumbuhkembangkan dengan
baik, agar: (1) mampu menjadi motivasi dalam produk-
tivitas kinerja guru, (2) dapat menjaga berlangsungnya
hubungan komunikasi timbal balik di antara pihak
yang turut serta dalam pendidikan, mengembangkan
proses pembelajaran dan peningkatan mutu layanan
pendidikan, dan (3) dapat mempertebal kepercayaan
terhadap hasil pendidikan.
Ikim oganisasi sekolah pada dasarnya tidak
terlepas dan bahkan terbentuk oleh iklim organisasi
sekolah dan lingkungan kerja. Mashall Poole (Hoy dan
Miskel, 2001:189), menggambarkan bahwa iklim orga-
nisasi sekolah merupakan hasil kesepakatan-kesepa-
katan, yaitu:
(1) iklim organisasi berkaitan dengan kepemilikan
yang merupakan ciri keseuruhan organisasi ter-masuk sumbu intnya, (2) iklim organisasi merupa-
kan gambaran keadaan suatu unit organisasi dari
para penilainya, (3) iklim organisasi berasal dari prakik-praktik ruin organisasi yang penting bagi
organisasinya dan anggotanya, dan (4) iklim orga-
nisasi mempengaruhi perilaku dan sikap anggota organisasi.
Santoso (2002: 12), menggambarkan bahwa
iklim organisasi sekolah pada hakikatnya tidak ber-
beda dengan iklim lingkungan kerja yang senantisa
dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan internal
dan eksternal baik lingkungan fisik maupun non fisik.
25
Aspek-aspek lingkungan fisik yang mempengaruhi
ikilm organisasi sekolah meliputi:
(1) kebersihan ruangan dan halaman, (2) kese-
hatan personil (guru, tata usaha dan siswa), (3) ke-
tertiban dalam melaksanakan aturan atau kese-pakatan bersama, (4) interaksi kerjasama antar
sekolah dengan masyarakat, (5) bukti monumen-
tal hasil kerja sama sekolah dengan masyarakat, dan (6) pernyataan bersama saling membutuhkan
saling membantu antar sekolah dan masyarakat.
Sedangkan aspek-aspek non fisik, meliputi:
(1) rasa kekeluargaan dan kebersamaan personil,
(2) semangat dan komitmen kerja personil, (3) ke-
banggaan melaksanakan tugas, dan (4) sikap saling membantu antar personil.
Berkaitan dengan ini, maka pengukuran iklim
organisasi sekolah akan dilakukan melalui beberapa
indikator yang terkait dan mempengaruhi pembela-
jaran di sekolah, meliputi: (1) kondisi fisik pekerjaan
(aspek sarana dan prasarana, kesejahteraan dan peng-
hargaan); (2) kondisi sosial pekerjaan (aspek keprca-
yaan, desain pekerjaan, pengendalian, iklim kepemim-
pinan, komunikasi dan interaksi, perumusan tujuan,
dan penetapan kebijakan serta pengambilan keputus-
an). Konsep operasional iklim organisasi sekolah
dikembangkan dari Wayne K. Hoy (2001:189).
2.3 Kinerja Guru
Setiap individu yang diberi tugas atau keperca-
yaan untuk bekerja pada suatu organisasi tertentu
diharapkan mampu menunjukkan kinerja yang memu-
26
askan dan memberikan kontribusi yang maksimal
terhadap pencapaian tujuan organisasi tersebut.
Istilah “kinerja” merupakan pengalihbahasaan dari
bahasa Inggris “Performance” yang berarti unjuk kerja
atau penampilan kerja. Kinerja adalah hasil atau taraf
kesuksesan seseorang dalam bidang pekerjaannya
menurut kriteria tertentu baik secara kualitas maupun
kuantitas, dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya (Basrowi, 2010:56).
Menurut Helfert (dalam Veithzal Rivai dan Ella
Jauvani Sagala, 2009: 604), kinerja adalah suatu
tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan
selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau
prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional
perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber
daya yang dimiliki.
Colquit, Le Pine dan Wesson dalam Basrowi
(2010: 55) mendefinisikan kinerja sebagai berikut:
“job performance is defined as the value of the set of employee behaviors that contribute, either positively or negatively, to organizational goal accomplishment. This definition of ajob performance includes behaviors that are whitin the control of employees, but it places a boundary on which behaviors that are (and are not) relevant to job performance.”
Bahwa kinerja didefinisikan sebagai nilai dari himpunan perilaku karyawan yang berkontribusi,
baik positif atau negatif, untuk pencapaian tujuan
organisasi. Definisi ini berarti, kinerja meliputi perilaku yang berada dalam kontrol karyawan,
tetapi masih dalam batas perilaku pekerjaan
27
(bukan yang diluar itu) dan relevan dengan
kinerja.
Teori lain mengungkapkan bahwa, kinerja me-
rupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan.
Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang
sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat
kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan
seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan
sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa
yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakan-
nya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditam-
pilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang
dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya
dalam perusahaan (Veithzal Rivai dan Ella Jauvani
Sagala, 2009: 548).
Kinerja merupakan suatu wujud perilaku orang
atau organisasi dengan orientasi prestasi (Rusman,
2011:50). Menurut Anwar Prabu Mangkunegara dalam
Basrowi (2010:55) kinerja (prestasi kerja) adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan padanya.
Wowa S. Kuswana (2012), mengemukakan
bahwa:
Kinerja guru dikatakan berhasil apabila, membe-
rikan efek terhadap perkembangan potensi siswa
dalam konteks psikologis dan fisik, yakni bersifat positif terhadap apa yang dipelajarinya, baik dili-
hat dari tujuan serta manfaatnya. Sehingga kecer-
dasan kognitif, efektif dan psikomotif berkembang.
28
Intinya apakah terjadi perubahan perilaku, berfikir
sistematis dan terampil mengenai apa yang terjadi.
Kinerja guru bertumpu pada karakteristik
aktivitas pelayanan pengajaran secara totalitas, mulai
dari mempersiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi
secara sistematis dan berkesinambungan.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa kinerja adalah sebuah wujud
unjuk kerja seseorang atau organisasi secara keselu-
ruhan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab-
nya dengan menggunakan standar dan kriteria ter-
tentu sebagai acuan. Berkaitan dengan kinerja guru,
wujud unjuk kerja yang dimaksud adalah berkaitan
dengan kegiatan guru dalam proses pembelajaran,
yaitu bagaimana guru merencanakan pembelajaran,
melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan menilai
serta mengevaluasi hasil belajar.
Bertolak dari gagasan tersebut, maka kesimpul-
an yang dimaksud dengan kinerja guru adalah sebuah
wujud unjuk kerja guru secara keseluruhan dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan
menggunakan standar dan kriteria tertentu sebagai
acuan.
2.3.1 Definisi Kinerja
Sagala (2007), mengemukakan bahwa: Kata
“Kinerja” dalam bahasa Indonesia adalah terjemahan
dari kata bahasa Inggris “performance” yang berarti:
29
(1) pekerjaan; perbuatan, atau (2) penampilan; pertun-
jukan. Performance berasal dari kata “to perform”
dengan beberapa cakupan, yaitu: (1) melakukan,
menjalankan, dan suatu niat atau nazar, (2) melaksa-
nakan atau (3) melakukan sesuatu yang diharapkan
oleh seseorang atau mesin. Setiap individu yang diberi
tugas atau kepercayaan untuk bekerja pada suatu
organisasi tertentu diharapkan mampu menunjukkan
kinerja yang memuaskan dan memberikan kontribusi
yang maksimal terhadap pencapaian tujuan organisasi
tersebut.
Sulistyarini (dalam Muhlisin, 2008), menyatakan
bahwa kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang
atau kelompok orang dalam melaksanakan tugas dan
tanggunngjawabnya serta kemampuan untuk menca-
pai tujuan dan standar yang telah ditentukan.
Pendapat lain disampaikan oleh Samsudin
(2006), kinerja (performance) merupakan suatu penca-
paian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya
secara nyata dapat tercermin keluaran yang dihasil-
kan. Sementara menurut Rivai (2005), kinerja meru-
pakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang
sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh guru
sesuai dengan perannya dalam organisasi sekolah.
Sementara itu, menurut Biggs (2004), kinerja guru
adalah hasil aktivitas yang dilakukan guru pada siswa
dalam proses belajar.
30
Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab tersebut
merupakan pengekspresian seluruh potensi dan
kemampuan yang dimiliki seseorang serta menuntut
adanya kepemilikan yang penuh dan menyeluruh.
Dengan demikian, munculnya kinerja seseorang meru-
pakan akibat dari adanya suatu pekerjaan atau tugas
yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu sesuai
dengan profesi dan job description individu yang ber-
sangkutan.
Jadi dengan demikian, kinerja (performance)
adalah suatu hasil yang telah dikerjakan dalam
rangka mencapai tujuan sekolah yang dilaksanakan
secara legal, tidak melanggar hukum serta sesuai
dengan moral dan tanggung jawab yang dibebaskan
guru. Kinerja merupakan alat yang dibutuhkan oleh
organisasi sekolah untuk mencapai sukses. Peningkat-
an kinerja guru secara perorangan akan mendorong
kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan,
yang direfleksikan dalam kenaikan produktivitas
dalam proses belajar mengajar.
2.3.2 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja merupakan suatu proses
organisasi untuk menilai kinerja pegawainya. Tujuan
dilakukannya penilaian kinerja secara umum adalah
untuk memberikan umpan balik kepada pegawai
dalam upaya memperbaiki kinerja dan meningkatkan
poroduktivitas organisasi, khususnya yang berkaitan
31
dengan kebijakan terhadap pegawai, dengan tujuan
untuk promosi, kenaikan gaji, pendidikan dan latihan.
Menurut Vroom (dalam Novita Sari 2004),
tingkat sejauhmana keberhasilan seseorang dalam
menyelesaikan pekerjaannya disebut “level of
performance”. Mathis dan Jacson dalam Rosidah
(2003), mengemukakan bahwa penilaian kinerja
(Performance Appraisal, PA) adalah proses evaluasi
seberapa baik pegawai mengerjakan ketika dibanding-
kan dengan satu set standar dan kemudian meng-
komunikasikannya dengan para guru lainnya.
Biasanya orang yang level of performance-nya
tinggi disebut sebagai orang yang produktif, sebaliknya
orang yang levelnya tidak mencapai standar dikatakan
sebagai tidak produktif atau performance-nya rendah.
Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting
untuk dilakukan oleh pemimpin. Walaupun demikian,
pelaksanaan kinerja yang objektif bukanlah tugas
yang sederhana. Dalam penilaian harus dihindarkan
adanya “like” atau “dislike”, agar objektivitas penilaian
ini terpenuhi, karena dapat digunakan untuk mem-
perbaiki keputusan-keputusan personalia dalam mem-
berikan umpan balik kepada guru tentang kinerja para
guru.
Penilaian kinerja disebut juga sebagai penilaian
guru, evaluasi guru, tinjauan kerja, evaluasi kinerja
dan penilaian hasil pedoman. Penilaian kinerja menu-
32
rut Amstrong dalam Rosidah (2003), adalah sebagai
berikut:
1) Ukuran dihubungkan dengan hasil;
2) Hasil harus dapat dikontrol oleh pemilik pe-
kerjaan;
3) Ukuran objektif dan observabel;
4) Ukuran dapat digunakan dimanapun.
Berdasarkan pandangan di atas maka penilaian
kinerja merupakan landasan penilaian kegiatan
manajemen Sumber Daya Manusia seperti perekrutan,
seleksi, menempatkan, pendidikan dan pelatihan,
upah, serta pengembangan karier. Kegiatan penilaian
kinerja sangat erat kaitannya dengan kelangsungan
organisasi.
2.3.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja
Para pemimpin organisasi sangat menyadari
adanya perbedaan kinerja antara satu guru dengan
guru lainnya yang berada di bawah pengawasannya.
Walaupun guru-guru bekerja pada tempat yang sama
namun produktivitas dalam proses belajar mengajar
mereka tidaklah sama.
Menurut Supadi dalam Hidayati (2008), banyak
penyebab yang menjadikan guru tidak menghasilkan
kinerja yang maksimal dan yang menyebabkan adalah
sebagai berikut:
1) Guru tidak memahami kinerja yang diharap-kan pimpinan;
33
2) Guru tidak memahami peran yang disandang-
nya;
3) Guru tidak mempunyai skill yang diperlukan
untuk menghasilkan kinerja yang ditargetkan;
4) Guru tidak memiliki semangat untuk memfo-kuskan dan mendorong aktivitasnya dalam
menghasilkan kinerja.
Sedangkan menurut Gibson (dalam Novita Sari
(2001), ada tiga variabel yang mempengaruhi perilaku
dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu: (1) Variabel
Individual, (2) Variabel Organisasional, (3) Variabel
Psikologis.
Ketiga variabel tersebut dijelaskan berikut ini:
1) Variabel Individual merupakan kemampuan dan
kerampilan dari setiap individul dalam bekerja.
Variabel individu terdiri dari: (a) Kemampuan dan
ketrampilan (mental dan fisik); (b) Latar belakang
(keluarga, tingkat sosial, pengajian); (c) Demografis
(umur, asal-usul, jenis kelamin).
2) Variabel organisasional merupakan kemampuan
yang dilihat dari segi organisasi. Variabel organi-
sasional terdiri dari: (a) Sumber daya; (b) Kepe-
mimpinan; (c) Imbalan; (d) Struktur; (e) Dasar
pekerjaan
3) Variabel psikologis merupakan kemampuan yang
berasal dari kejiwaan individu guru. Variabel psiko-
logis terdiri dari: (a) Persepsi; (b) Map; (c) Kepri-
badian; (d) Belajar; (e) Motivasi.
34
2.3.4 Indikator Kinerja Guru
Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada
kesesuaian antara pekerjaan dengan keahliannya,
begitu pula halnya dengan penempatan guru pada
bidang tugasnya. Menempatkan guru sesuai dengan
keahliannya secara mutlak harus dilakukan. Bila guru
melakukan tugas tidak sesuai dengan keahliannya
akan berakibat menurunnya cara kerja dan hasil
pekerjaan mereka, dan menimbulkan rasa tidak puas
pada diri mereka. Rasa kecewa akan menghambat
perkembangan moral kerja guru. Pidarta (2004:123)
mengemukakan bahwa moral kerja adalah semangat,
gairah, disiplin dan itikad seseorang dalam melakukan
tugasnya secara individu atau kelompok. Moral kerja
adalah individu dan kelompok terhadap situasi kerja.
Moral kerja perlu ditegakkan sebab hal ini meru-
pakan mesin penggerak aktivitas seseorang. Jadi
kinerja dapat ditingkatkan dengan cara memberi
pekerjaan seseorang sesuai dengan bidang kemampu-
annya. Hal ini dipertegas oleh Munandar (dalam
Muhlisin, 2008), yang mengatakan, kemampuan ber-
sama-sama dengan bakat merupakan salah satu fakor
yang menentukan prestasi individu, sedangkan pres-
tasi ditentukan oleh banyak faktor di antaranya
kecerdasan.
Menurut Muhlisin (2008:28), kemampuan terdiri
dari berbagai macam, namun secara konkrit dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu:
35
1. Kemampuan intelektual merupakan kemam-
puan yang dibutuhkan seseorang untuk men-jalankan kegiatan mental, terutama dalam
penguasaan sejumlah materi yang akan diajar-
kan kepada siswa yang sesuai dengan kuriku-lum, cara dan metode dalam menyampaikan-
nya dan cara berkomunikasi maupun teknik
mengevaluasinya;
2. Kemampuan fisik adalah kapabilitas fisik yang dimiliki seseorang terutama dalam menger-
jakan tugas dan kewajibannya.
Kinerja dipengaruhi juga oleh kepuasan kerja
yaitu perasaan individu terhadap pekerjaan yang
memberikan kepuasan batin kepada seseorang sehing-
ga pekerjaan itu disenangi dan digeluti dengan baik.
Untuk mengetahui keberhasilan kinerja perlu dilaku-
kan evaluasi atau penilaian kinerja dengan berpedom-
an pada parameter dan indikator yang ditetapkan yang
diukur secara efektif dan efisien seperti produktivitas-
nya, efektivitas menggunakan waktu, dana yang
dipakai serta bahan yang tidak terpakai. Sedangkan
evaluasi kerja melalui perilaku seseorang dengan
teman sekerja atau mengamati tindakan seseorang
dalam menjalankan perintah atau tugas yang diberi-
kan, cara mengkomunikasikan tugas dan pekerjaan
orang lain.
Menurut Sudarwan (2002), guru memiliki
tanggung jawab yang secara garis besar dapat dike-
lompokkan yaitu: (1) Guru sebagai pengajar, (2) Guru
sebagai pembimbing dan (3) Guru sebagai adminis-
trator kelas.
36
Dari uraian di atas dapat disimpulkan indikator
kerja guru antara lain: (1) Kemampuan membuat
perencanaan dan persiapan mengajar; (2) Penguasaan
materi yang akan diajarkan kepada siswa; (3) Pengua-
saan metode dan strategi mengajar; (4) Pemberian
tugas-tugas kepada siswa; (5) Kemampuan mengelola
kelas; (6) Kemampuan melakukan penilaian dan
evaluasi.
2.4 Hipotesis
Berdasarkan keseluruhan pemaparan di atas,
maka dapat dirumuskan hipotesis yaitu:
1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara kepe-
mimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru di
SMP sub Rayon 6 Seluas Kabupaten Bengkayang;
2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara iklim
organisasi sekolah dengan kinerja guru di SMP sub
Rayon 6 Seluas Kabupaten Bengkayang;
3. Terdapat pengaruh yang signifikan antara kepe-
mimpinan kepala sekolah dan iklim organisasi
sekolah dengan kinerja guru di SMP sub Rayon 6
Seluas Kabupaten Bengkayang.
Top Related