Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR PENELITIAN
A. Konsep, Konsepsi dan Miskonsepsi
Konsep dalam fisika sebagian besar telah mempunyai arti yang jelas
karena merupakan kesepakatan para fisikawan, tetapi tafsiran konsep fisika
tersebut bisa berbeda-beda diantara satu peserta didik dengan peserta didik
lainnya. Tafsiran perorangan mengenai suatu konsep ini disebut konsepsi. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep diartikan sebagai ide atau pengetahuan
yang diabstraksikan dari suatu peristiwa kongkret. Menurut Sutrisno, dkk. (2008)
konsep merupakan tanda verbal yang mewakili suatu fakta atau realita tertentu.
Sedangkan Sudarminata (2002) mendefinisikan konsep sebagai suatu medium
yang menghubungkan subjek pikiran dan objek yang diketahui (kenyataan).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa konsep
merupakan suatu representasi abstrak tentang fakta atau realita tertentu.
Setiap orang tentu akan memiliki penafsiran sendiri tentang suatu konsep.
Penafsiran seseorang terhadap suatu konsep akan mungkin memiliki perbedaan
dengan penafsiran orang lain pada konsep itu. Sebagai contoh, penafsiran
seseorang pada konsep kehidupan akan berbeda dengan penafsiran orang lain
pada konsep itu. Sutrisno, dkk. (2008) mengungkapkan bahwa, tafsiran atau
deskripsi seseorang tentang suatu konsep disebut konsepsi. Walaupun dalam
fisika, setiap konsep telah mempunyai deskripsi yang jelas secara ilmiah dan telah
disepkati oleh oleh para ilmuan fisika, tapi konsepsi siswa/mahasiswa/guru/dosen
bisa jadi akan berbeda-beda.
Suparno (2013) mendefinisikan konsepsi sebagai kemampuan memahami
konsep, baik yang diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan maupun konsep
yang diperoleh dari pendidikan formal. Dalam mengikuti pembelajaran di kelas,
keadaan peserta didik tentu tidak seperti kertas kosong, namun telah memiliki
konsepsi awal tentang suatu konsep yang diperoleh melalui interaksi dengan
lingkungan yang tentu tidak semuanya benar (Balci, 2006). Pemahaman awal
siswa tentang suatu konsep ini disebut dengan konsepsi. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2005) konsepsi berarti pengertian, rancangan (cita-cita, dsb)
13
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang telah ada di pikiran, konsepsi dapat terbentuk dari pengalaman untuk
menafsirkan peristiwa atau fenomena alam lainnya, sehingga setiap saat seseorang
akan terus membangun konsepsinya. Arifin (Hermawan, 2008) menyatakan
bahwa konsepsi merupakan suatu kemampuan memahami konsep, baik yang
diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan maupun konsep yang diterima di
kelas.
Jika konsepsi peserta didik sama dengan konsepsi fisikawan yang
disederhanakan, maka konsepsi peserta didik tersebut tidak dapat dikatakan salah.
Tetapi kalau konsepsi peserta didik sungguh-sungguh tidak sesuai dengan
konsepsi para fisikawan, maka peserta didik tersebut dikatakan mengalami
miskonsepsi. Novak & Gowin (1984) mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu
interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima.
Sementara itu Fowler (dalam Suparno, 2013) lebih rinci menjelaskan miskonsepsi
sebagai pengertian yang tidak akurat terhadap suatu konsep, penggunaan konsep
yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang
berbeda dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar.
Untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang terjadi pada peserta didik dapat
dilakukan dengan beberapa cara (Katu dalam Ahmad, 2014), diantaranya:
a. Memberi tes diagnostik pada awal pembelajaran atau pada setiap akhir
pembahasan dengan memberikan tugas-tugas terstruktur.
b. Dengan memberikan pertanyaan terbuka, pertanyaan terbalik (reverse
question) atau pertanyaan yang kaya konteks (context-rich problem).
c. Dengan mengoreksi langkah-langkah yang digunakan peserta didik dalam
menyelesaikan soal-soal uraian (essay).
d. Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka secara lisan kepada
peserta didik.
e. Dengan mewawancarai misalnya dengan menggunakan kartu pertanyaan.
Menurut Balci (2006) ada lima jenis utama dari miskonsepsi, yakni
preconceived notions, nonscientific beliefs, conceptual misunderstandings,
vernacular misconceptions dan factual misconceptions. Pertama, Jenis
preconceived notions (praduga) merupakan konsepsi populer yang berakar dari
14
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pengalaman sehari-hari. Kedua, nonscientific beliefs merupakan pandangan
(konsepsi) dipelajari oleh siswa dari sumber lain dari pendidikan ilmiah, seperti
ajaran agama atau mitos. Ketiga, conceptual misunderstandings muncul ketika
informasi ilmiah yang diajarkan dengan cara yang tidak menantang pengetahuan
awal peserta didik dan mengakibatkan situasi konflik. Keempat, vernacular
misconceptions timbul dari pengunaan kata sehari-hari yang mengandung makna
lain dalam koteks ilmiah. Kelima, factual misconceptions merupakan miskonsepsi
yang dipelajari dari sejak usia dini dan dipertahankan hingga usia dewasa.
1. Sifat Miskonsepsi
Menurut Dahar (1988) hal yang menjadi masalah besar dalam pendidikan
sains ialah konstruksi konsepsi ilmiah, miskonsepsi ini ditemukan sebagai
penghambat sehingga perlu diusahakan untuk mengubahnya. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan pada peserta didik tingkat sekolah menengah untuk
menemukan miskonsepsi, Dahar (1988) mengemukakan hal-hal berikut:
a. Miskonsepsi bersifat pribadi. miskonsepsi menunjukkan pengetahuan itu
dibentuk oleh peserta didik itu sendiri.
b. Miskonsepsi memiliki sifat stabil. Kerap kali peserta didik tetap
mempertahankan gagasannya walaupun guru sudah berusaha memberikan
suatu kenyataan yang bertentangan.
c. Bila menyangkut koherensi, peserta didik tidak merasa butuh pandangan yang
koheren sebab interpretasi dan prediksi tentang peristiwa-peristiwa alam
praktis kelihatannya cukup memuaskan.
2. Sumber-Sumber Penyebab Terjadinya Miskonsepsi
Dahar (1988) mengemukakan penyebab miskonsepsi adalah sebagai
berikut:
a. Terbentuknya miskonsepsi disebabkan karena peserta didik cenderung
mendasarkan berpikirnya pada hal-hal yang tampak dalam suatu situasi
masalah.
b. Dalam banyak kasus, peserta didik hanya memperhatikan aspek-aspek tertentu
dalam suatu situasi. Hal ini disebabkan karena peserta didik cenderung
15
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menginterpretasikan suatu fenomena dari segi sifat absolut benda-benda, bukan
dari segi interaksi antara unsur-unsur suatu sistem.
c. Peserta didik lebih cenderung memperhatikan perubahan daripada situasi diam.
d. Bila peserta didik menerangkan perubahan, cara berpikir mereka cenderung
mengikuti urutan kausal linier.
e. Gagasan yang dimiliki peserta didik mempunyai berbagai konotasi; gagasan
peserta didik lebih inklusif dan global.
f. Peserta didik kerapkali menggunakan gagasan yang berbeda untuk
menginterpretasikan situasi-situasi yang oleh para ilmuwan digunakan cara
yang sama.
Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan seorang peserta didik
mengalami miskonsepsi diantaranya pengalaman yang diperoleh siswa dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu menurut (Suparno, 2013) penyebab miskonsepsi
dapat diringkas dalam lima kelompok, siswa, guru, buku teks, konteks, dan
metode mengajar.
1) Faktor Pengalaman
Pengalaman merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk
pemahaman yang dimiliki peserta didik. Peserta didik tidak seperti kertas kosong
yang siap menerima materi pembelajaran saat datang ke sekolah, nanum setiap
peserta didik sudah memiliki pemahaman awal yang terbentuk berdasarkan
pengalaman mereka sebelum dilakukan pembelajaran sehingga ketika peserta
didik datang ke sekolah ada sebagian dari mereka yang memiliki konsep yang
ilmiah namun tidak sedikit juga berdasarkan pengalaman tersebut memiliki
konsep yang salah dan mengalami miskonsepsi.
2) Faktor Peserta Didik
Model konstruktivisme memandang peserta didik aktif menciptakan
struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Sehingga aliran
konstruktivisme berpendapat bahwa miskonsepsi menunjukkan pengetahuan itu
dibentuk oleh peserta didik itu sendiri. Terjadinya miskonsepsi adalah karena
interpretasi yang salah didasarkan pada pandangan pribadi peserta didik. Konsepsi
awal peserta didik sebelum mengikuti pelajaran di kelas merupakan salah satu
penyebab miskonsepi pada diri mereka. Apabila konsepsi awal yang dimiliki
16
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
peserta didik mengandung miskonsepsi, maka konsepsi awal ini akan
menyebabkan miskonsepsi pada materi-materi selanjutnya. Selain itu, pengertian
yang berbeda dari istilah-istilah antara peserta didik dan pendidik juga dapat
menyebabkan miskonsepsi. Miskonsepsi pada peserta didik juga dapat disebabkan
oleh penalaran atau reasoning mereka yang tidak lengkap atau salah, hal ini
terjadi karena informasi yang mereka terima tidak lengkap, logika berpikir yang
salah dalam mengambil keputusan dan melakukan generalisasi sehingga akhirnya
terjadi miskonsepsi. Selain itu intuisi yang salah juga dapat menyebabkan
miskonsepsi. Intuisi adalah perasaan dalam diri seseorang yang secara spontan
mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu sebelum secara objektif
dan rasional diteliti. Penyebab miskonsepsi lain yang terjadi pada peserta didik
ialah minat belajar mereka yang kurang terhadap suatu bidang studi tertentu, hal
ini bisa menyebabkan peserta didik salah dalam memahami konsep dan akhirnya
terjadi miskonsepsi.
3) Faktor Guru
Beberapa miskonsepsi bisa terjadi karena guru kurang menguasai materi
pembelajaran atau memahami materi pembelajaran secara tidak utuh.
Ketidakberhasilan guru dalam menampilkan aspek-aspek esensial dari konsep
yang bersangkutan, ketidakajegan dalam menunjukkan hubungan suatu konsep
dengan konsep yang lain pada situasi dan kondisi yang tepat adalah juga
merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi pada siswa
(Suparno, 2013).
4) Faktor Buku teks
Penyebab miskonsepsi terbesar ialah berasal dari buku teks (Abraham dkk,
1992). Dalam penelitiannya (Abraham dkk, 1992) menyatakan bahwa
miskonsepsi sebagian besar berasal dari buku teks, karena hampir 95%
pembelajaran yang dilakukan oleh guru di dalam kelas berpusat pada buku teks
pegangan guru saja sehingga pembelajaran berada dalam level yang dapat
mengakibatkan peserta didik hanya memahami sebagian konsep saja, sehingga
pengetahuan yang didapatkan bersifat parsial dan tidak utuh. Hal inilah yang
mengakibatkan miskonsepsi dapat terjadi pada peserta didik.
17
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5) Konteks
Kehidupan sosial peserta didik dapat menjadi penyebab timbulnya
miskonsepsi. Menurut (Suparno, 2013) bahasa sehari-hari yang mempunyai arti
lain dengan bahasa ilmiah akan menyebabkan miskonsepsi. Terdapat banyak
miskonsepsi dalam bidang studi fisika, dimana kesalahan-kesalahan konsep ini
sering tidak disadari. Berdasarkan penelitian selama dekade terakhir, siswa
seringkali merasa kesulitan dalam memahami konsep sains fisika yang sangat
substansial.
Miskonsepsi memang sulit untuk ditanggulangi, tetapi tetap ada acara
yang bisa dilakukan untuk mengatasi atau setidaknya mengurangi miskonsepsi
siswa. Cara mengatasi miskonsepsi yang efektif dan efisien memang sulit
ditemukan, namun ada beberapa langkah yang bisa dilakukan seperti yang
dikemukakan oleh Van Den Berg (Suparno, 2013), yaitu:
a) Langkah pertama adalah mendeteksi prakonsepsi peserta didik. Apa yang
sudah ada dalam kepala mereka sebelum kita mulai mengajar? Prakonsepsi
apakah yang sudah ada dalam kepala peserta didik yang dibentuk oleh
pengalaman dalam keseharian terkait konsep-konsep yang akan dipelajari? Apa
kekurangan prakonsepsi tersebut? Prakonsepsi yang dimiliki peserta didik
dapat diketahui dari literatur atau hasil-hasil penelitian sebelumnya, tes
diagnostik, pengamatan, membaca jawaban-jawaban yang diberikan peserta
didik langsung dari lembar kerja siswa dan juga dari pengalaman guru.
Literatur dan tes diagnostik sangat membantu mengidentifikasi prakonsepsi
yang dimiliki peserta didik.
b) Langkah kedua adalah merancang pengalaman belajar yang bertolak dari
prakonsepsi tersebut dan kemudian menguatkan bagian yang sudah baik dan
mengoreksi bagian yang keliru. Prinsip utama dalam koreksi miskonsepsi
adalah bahwa peserta didik diberi pengalaman belajar yang menunjukkan
pertentangan konsep mereka dengan peristiwa alam. Dengan demikian
diharapkan bahwa pertentangan pengalaman ini dengan konsep yang lama akan
menyebabkan koreksi konsepsi. Atau dengan memakai istilah Piaget dapat
dikatakan bahwa pertentangan pengalaman baru dengan konsepsi yang keliru
dapat menyebabkan akomodasi, yaitu penyesuaian struktur kognitif (otak)
18
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang menghasilkan konsepsi baru yang lebih tepat. Akan tetapi, belum tentu
pengalaman yang tidak cocok dengan prakonsepsi akan berhasil mengubah
konsepsi yang dimiliki peserta didik.
c) Langkah ketiga adalah latihan pertanyaan dan soal untuk melatih konsepsi baru
dan menguatkannya. Pertanyaan dan soal yang dipakai harus dipilih
sedemikian rupa sehingga perbedaan antara konsepsi yang benar dan konsepsi
yang salah dapat tampak dengan jelas. Cara mengajar yang tidak membantu
adalah jika guru hanya membahas soal tanpa memperhatikan konsepsi (drill),
atau hanya menulis banyak rumus di papan tulis, atau hanya berceramah tanpa
interaksi dengan peserta didik.
Terkait dengan proses belajar, jelas miskonsepsi merupakan masalah besar
bagi peserta didik dan guru. Apabila miskonsepsi dibiarkan terus menerus dan
tidak diatasi, maka miskonsepsi akan terintegrasi dalam struktur kognitif peserta
didik dan akan melekat dengan kuat dalam benak mereka sehingga dapat
menghambat proses asimilasi konsepsi baru. NRC (Gooding & Metz, 2011)
mengajukan beberapa tips untuk menanggulangi miskonsepsi, yaitu:
a) Mengantinsipasi miskonsepsi yang paling sering terjadi dan memberikan
peringatan mengenai miskonsepsi tertentu,
b) Mendorong peserta didik untuk mengetes kerangka berpikir konseptualnya
dengan berdiskusi bersama teman dan melalui alat tes yang memungkinkan,
c) Mencari cara untuk menjelaskan miskonsepsi yang biasa terjadi melalui
demonstrasi atau kegiatan laboratorium lainnya,
d) Memperbaiki miskonsepsi yang biasa terjadi sesering mungkin, dan
e) Menilai ulang kesesuaian konsepsi peserta didik.
Alwan (2011) berpendapat bahwa untuk menanggulangi miskonsepsi yaitu
(1) proses pembelajaran harus sesuai dengan pengalaman peserta didik yaitu
eksperimen; (2) guru harus menerapkan pembelajaran secara modern, dan (3)
mengembangkan pemahaman peserta didik sebelum melakukan berlatih
melakukan pemecahan masalah secara matematis. Wenning (2008) berpendapat
miskonsepsi dapat diatasi dengan cara: (1) pembelajaran yang menyediakan
konflik kognitif bagi peserta didik; (2) pembelajaran dengan menggabungkan
19
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
model perubahan konsep (conceptual change model) dan model pertukaran
konsep (concept exchange model); dan (3) memperbaiki miskonsepsi yang biasa
terjadi sesering mungkin. Baser (2006) melakukan penelitian bahwa model
pembelajaran conceptual change berorientasi konflik kognitif dapat meremediasi
miskonsepsi peserta didik dan meningkatkan pemahaman konsep. Taslidere
(2013) melakukan penelitian bahwa dengan menerapkan pembelajaran conceptual
change dapat meningkatkan pemahaman konsep dan menurunkan kuantitas
peserta didik yang mengalami miskonsepsi.
3. Tes Diagnosis Miskonsepsi
Tes diagnostik pertama yang dikembangkan untuk menentukan kategori
konsepsi yang dimiliki peserta didik adalah tes bentuk pilihan ganda dalam
format tes bertingkat dua (two tier test). Tes diagnostik bertingkat dua (two-tier
diagnostic test) terdiri dari dari dua tingkat soal dalam setiap itemnya. Bagian
pertama dari setiap item pilihan ganda merupakan suatu pertanyaaan dengan dua
sampai lima pilihan jawaban. Bagian kedua terdiri dari beberapa pilihan jawaban
yang menjadi alasan pemilihan jawaban pada bagian pertama. Pada bagian kedua
ini terdapat jawaban yang benar dan beberapa jawaban yang mengindentifikasikan
miskonsepsi peserta didik. Tes diagnostik bertingkat dua ini digunakan untuk
mengidentifikasikan miskonsepsi peserta didik dalam batas dan konteks yang
jelas. Tes ini dapat digunakan secara berulang dan tidak membutuhkan waktu
yang lama. Pemberian skor hasil tes pun lebih mudah dan lebih cepat, sehingga
identifikasi miskonsepsi lebih mudah dilakukan. Beberapa peneliti dalam area
miskonsepsi telah menggunakan model tes ini untuk mengidentifikasi
miskonsepsi peserta didik. Namun two-tier test memiliki kelemahan, yaitu tidak
bisa menggali informasi tentang keyakinan peserta didik atas jawaban (konsepsi)
yang dipilihnya. Selain itu, two-tier test tidak bisa membedakan antara kesalahan
jawaban akibat tidak memiliki pengetahuan (lack of knowledge) dengan
kesalahan akibat miskonsepsi. Two-tier test tidak bisa membedakan antara
jawaban yang benar akibat peserta didik memiliki konsepsi ilmiah dengan
jawaban benar akibat peserta didik menebak (Caleon & Subramaniam, 2010 dan
Presman & Eryilmaz, 2010).
20
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pengembangan dari tes dua tingkat ini, dengan menambahkan indeks
keyakinan siswa saat menjawab soal pada tingkat kedua, sehingga tes ini memiliki
tingkat tiga dan sering disebut three-tier test. Soal three-tier test ini berupa soal
pilihan ganda bertingkat tiga. Tingkat pertama adalah soal yang mengevaluasi
pengetahuan siswa terhadap suatu konsep. Tingkat kedua adalah pilihan alasan-
alasan atas jawaban pada tingkat pertama. Pada tingkat kedua ini biasanya berisi
lima opsi alasan dan salah satu opsinya adalah opsi kosong. Hal tersebut
digunakan untuk memberi ruang kepada peserta didik untuk memberikan alasan
lain selain alasan yang diberikan pada setiap opsi. Tingkat ketiga adalah pilihan
tingkat keyakinan siswa atas jawaban alasan pada tingkat kedua. Three-tier test
dapat membedakan siswa yang mengalami miskonsepsi, scientific konowledge,
lack of knowledge, dan error. Kelemahan dari tes tiga tingkat ini adalah
munculnya kemungkinan keadaan konsepsi yang amat beragam, seperti error.
Kategori konsepsi peserta didik berdasarkan data hasil tes konsepsi dengan
format three tier test menurut Kaltacki dan Didis (2007) ditunjukkan pada
Tabel 2.1
Tabel 2.1
Kategori konsepsi peserta didik berdasarkan data hasil three tier test
Tier 1 Tier 2 Tier 3 Keadaan Konsepsi
Benar Benar Yakin Konsepsi ilmiah (KI)
Salah Benar Yakin Eror (ER)
Benar Salah Yakin Miskonsepsi (MK)
Salah Salah Yakin
Benar Benar Tidak Yakin
Tidak Memiliki Konsepsi
(TMK)
Salah Benar Tidak Yakin
Benar Salah Tidak Yakin
Salah Salah Tidak Yakin
B. Pendekatan Pengubahan Konsepsi (Conceptual Change Approach)
1. Asal Mula Pendekatan Pengubahan Konsepsi
Konsepsi awal yang dimiliki peserta didik seringkali didasarkan pada
pengalaman pribadi, dan seringkali perlu pemikiran atau konsepsi tersebut perlu
diubah sehingga sesuai dengan konsepsi ilmiah (dan perlu penyesuaian hingga
pada tingkat jaringan saraf). Sayangnya seringkali para peserta didik tidak terbuka
21
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
terhadap gagasan baru. Dalam hal ini diperlukan pendekatan yang agak radikal
untuk mengubah konsepsi yang mereka miliki. Dengan pemikiran ini Posner, dkk
(1982) mengajukan teori pengubahan konsepsi yang merupakan gabungan dua
teori: satu dari sejarah dan sosiologi sains dan satu lagi dari psikologi
perkembangan. Menurut Posner dkk, karya Kuhn yang berjudul “Struktur
Revolusi Ilmiah” menjelaskan bagaimana penemuan ilmiah oleh berbagai
individu ditambah dengan krisis sejarah yang menyebabkan revolusi ilmiah yang
akhirnya menghasilkan metodologi ilmiah baru dan pandangan dunia yang
diterima secara global. Posner dkk (1982) membuat pernyataan bahwa mereka
menggunakan istilah Piaget tapi tidak meminjam konsep secara keseluruhan.
Menurut Posner (1982), karya Piaget (termasuk karya awalnya tahun 1950 dan
1951) menjelaskan bagaimana peserta didik belajar melalui asimilasi dan
akomodasi pengetahuan. Posner dkk. (1982) juga mengemukakan bahwa kondisi
untuk akomodasi konsepsi baru serupa dengan kondisi Kuhn untuk penerimaan
paradigma ilmiah baru. Dengan kata lain, proses melakukan sains yang
dikemukakan Kuhn sebagai asimilasi hasil ilmiah mirip dengan cara Piaget
menggambarkan bagaimana individu memperoleh pengetahuan. Pergeseran
paradigma Kuhn yang disebabkan oleh revolusi ilmiah kemudian dapat
dibandingkan dengan akomodasi pengetahuan baru pada individu yang mengarah
pada perubahan kerangka konseptual individu tersebut. Jadi, dengan
menggunakan kata-kata Posner dkk, asimilasi mengacu pada “penggunaan konsep
yang ada untuk menghadapi fenomena baru” dan akomodasi melibatkan
“mengganti atau mereorganisasi konsepsi peserta didik”. Dalam hal ini,
akomodasi menandakan adanya perubahan radikal yang melibatkan
ditinggalkannya konsepsi yang lama dan penerimaan konsepsi baru.
2. Kondisi untuk Membangkitkan Terjadinya Pengubahan Konsepsi
Salah satu strategi pembelajaran yang umum digunakan untuk mendorong
terjadinya perubahan konsepsi adalah dengan menghadapkan peserta didik dengan
kejadian atau fenomena yang bertentangan dengan konsepsi yang mereka miliki.
Hal ini dimaksudkan untuk menimbulkan ketidakseimbangan (disequilibration)
atau konflik konseptual yang mendorong peserta didik untuk mempertimbangkan
22
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
konsepsi yang mereka miliki saat mereka mencoba menyelesaikan konflik
tersebut (Piaget, 1977). Setelah itu para peserta didik harus menjalani proses
penerimaan, penggunaan dan pengintegrasian konsepsi baru ke dalam kehidupan
mereka dan bahkan menerapkannya pada situasi baru. Posner dkk. (1982)
berhipotesis bahwa ada empat kondisi penting untuk memfasilitasi terjadinya
perubahan konsepsi, yaitu: (a) ketidakpuasan dengan konsepsi yang dimiliki
seseorang saat ini, diikuti oleh sejauh mana konsepsi baru dianggap (b) dapat
dimengerti (c) masuk akal dan (d) bermanfaat. Meskipun selama 20 tahun terakhir
penafsiran kategori ini dan terkadang kata-kata itu sedikit berubah, namun
kerangka umumnya masih ada. Langkah-langkahnya kemudian bisa diringkas:
1) Ketidakpuasan. Peserta didik pertama-tama harus menyadari bahwa ada
beberapa ketidakkonsistenan dan cara berpikir mereka tidak memecahkan
masalah yang dihadapi. Konsepsi mereka ada dalam istilah Kuhn “terbanjiri
lautan anomaly”.
2) Kejelasan. Posner dkk. (1982) berpendapat bahwa agar peserta didik dapat
mengakomodasi konsepsi baru, mereka harus menemukannya dapat
dimengerti. Konsep seharusnya tidak hanya masuk akal, tapi peserta didik
juga harus bisa mengajukan argumen dan idealnya bisa menjelaskan konsep
itu kepada teman sekelas lainnya.
3) Masuk akal. Konsepsi baru harus masuk akal untuk diakomodasi. Konsep baru
ini harus lebih masuk akal daripada konsep lama. Ini pasti memiliki (atau
setidaknya ada) kemampuan untuk memecahkan masalah. Peserta didik harus
dapat memutuskan sendiri bagaimana konsep baru ini sesuai dengan cara
berpikir dan mengingat kejadian dimana konsep ini dapat diterapkan.
4) Bermanfaat. Agar konsepsi baru dapat dipenuhi, peserta didik perlu
menemukannya dalam arti bahwa konsep ini seharusnya berpotensi diperluas
ke kejadian lain, dan membuka area penyelidikan baru. Dengan kata lain,
konsep baru ini harus dilakukan lebih dari sekadar memecahkan masalah
Anda dan membuka bidang penyelidikan baru.
Selain empat faktor tersebut, menurut Suratno (2008) faktor lain yang
mempengaruhi proses pengubahan konsepsi adalah faktor kontekstual. Artinya,
siswa bisa saja menerima dan memahami konsep ilmiah pada konteks tertentu,
23
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tetapi bisa saja tetap menggunakan konsepsi awalnya (bersifat miskonsepsi) pada
konteks lain. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Gunstone (1997),
dimana karakteristik dari perubahan konsepsi adalah bersifat kontekstual dan
tidak stabil. Perubahan konsepsi yang bersifat jangka panjang dan stabil baru bisa
tercapai bila siswa mengenali hal-hal yang relevan dan sifat umum dari konsep
ilmiah secara kontekstual.
Untuk kepentingan pembelajaran yang berorientasi konstruksi dan
rekonstruksi konsepsi, Stepans (1994) mengembangkan model kerja konstruktivis
yang berjudul Model Pengubahan Konsepsi (CCM). Model ini terdiri dari enam
langkah, Langkah pertama bertujuan membantu peserta didik menyadari konsepsi
yang mereka miliki yang sering mereka gunakan untuk melakukan pemecahan
masalah atau tantangan dan membuat prediksi suatu hasil sebelum memulai
mereka beraktivitas. Langkah kedua bertujuan membantu peserta didik
mengekspos keyakinan mereka dan berbagi gagasan dengan teman sekelas
sebelum menguji suatu gagasan. Langkah ketiga bertujuan membantu peserta
didik mengevaluasi gagasan yang mereka miliki saat ini dengan cara mengujinya
dalam kelompok kecil. Langkah keempat bertujuan membantu peserta didik
mendapatkan manfaat dari diskusi kelas untuk mengakomodasi konsepsi baru dan
menyelesaikan konflik kognitif yang ada. Langkah kelima bertujuan membantu
peserta didik memperluas konsepsi dengan membuat hubungan antara konsep
yang telah mereka pelajari di kelas dan konsep dengan gagasan terkait lainnya.
Terakhir, langkah keenam bertujuan membantu peserta didik untuk menerapkan
gagasan baru yang terkait dengan konsep yang telah mereka pelajari di kelas
(Stepans, 1994; 2011).
Menurut Stepans, model ini merupakan model berbasis penelitian yang
bisa digunakan oleh banyak peneliti maupun para pengajar. Selain itu, model
kerja ini menyerukan untuk membangun lingkungan pembelajaran kooperatif
yang menggunakan banyak sumber data dengan cara yang mendorong peserta
didik untuk menentang prakonsepsi mereka yang miliki, bekerja untuk
mengakomodasi konsepsi baru dan mengembangkan keterampilan metakognitif
(Stepans, 2011).
24
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
C. Conceptual Change Text (CCText)
a. Teks pengubahan Konsepsi
Menurut tinjauan literatur tentang penerapan metode pengubahan
konsepsi yang efektif, teks pengubahan konsepsi/CCText merupakan salah satu
alat yang cukup efektif untuk meremediasi miskonsepsi peserta didik terkait
konsep-konsep dalam kajian sains. Menurut Hynd dan Alverman (1986), teks
pengubahan konsepsi adalah teks yang secara khusus dibuat untuk meremediasi
miskonsepsi yang dialami oleh peserta didik melalui proses konfrontasi keyakinan
miskonsepsi yang dimiliki siswa dan penjelasan ilmiah yang benar tentang sebuah
konsep (Durmus & Bayraktar, 2010). Teks pengubahan konsepsi berbeda dengan
buku teks tradisional/konvensional karena CCText lebih menekankan sisi
remediasi miskonsepsi yang dialami peserta didik dan mendorong peserta didik
untuk mengubah miskonsepsinya (Cetingul & Geban, 2011). Gaya penulisan teks
pengubahan konsepsi berbeda-beda antara satu penulis dengan penulis lainnya,
namun formatnya masih tetap sama. Peserta didik pertama kali diminta untuk
mengajukan pandangan atau membuat prediksi tentang suatu fenomena alam serta
memberikan respons terkait tingkat keyakinan jawabannya. Kedua, keyakinan
peserta didik terhadap jawabannya dapat dikonfrontasi sampai peserta didik
meyadari adanya kekeliruan konsepsi di benaknya. Ketika peserta didik melihat
ketidaksamaan antara kenyataan yang diamati dengan pandangan yang ada di
pikirannya, ketidaklengkapan kognitif yang dimiliki perlu untuk dikoreksi
(Durmus & Bayraktar, 2010). Ketiga, peserta didik diberi penjelasan ilmiah
tentang konsep yang benar sehingga terjadi akomodasi konsepsi. Akomodasi
konsep merupakan proses dimana peserta didik yang mengalami miskonsepsi
dapat menyerap seluruh atau sebagian konsep yang dirasa perlu diperbaiki sebagai
upaya perbaikan yang dikehendaki dalam pencapaian konsepsi ilmiah. Pada
akhirnya, peserta didik diminta untuk menjawab pertanyaan yang dapat
menguatkan konsepsi yang dimiliki dan menunjukkan perbaikan yang akurat
terhadap miskonsepsi yang dimilikinya (Ozkan & Selcuk, 2013). Proses-proses
dalam teks pengubahan konsepsi ini harus memenuhi persyaratan Posner dkk
(1982) untuk pengubahan konsepsi, yaitu: menciptakan ketidakpuasan dengan
25
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
konsepsi awal dan dapat memberi penjelasan kepada peserta didik yang dapat
dipahami, masuk akal, dan bermanfaat bagi peserta didik.
b. Implementasi Teks Pengubahan Konsepsi
Teks pengubahan konsepsi dapat digunakan dalam pembelajaran sains dari
sekolah dasar hingga perguruan tinggi (Ozkan & Selcuk, 2013; Çalik dkk, 2007;
Broughton dkk, 2013). Peserta didik dapat memanfaatkan teks-teks ini baik di
rumah maupun di kelas namun disarankan untuk digunakan di kelas di bawah
arahan seorang guru. Penelitian menunjukkan bahwa teks pengubah konsepsi
lebih efektif jika peserta didik membaca setiap bagian dan kemudian berhenti
sejenak untuk berdiskusi di kelas setelah setiap menyelesaikan satu bagian
(Cetingul & Geban, 2011). Selama berdiskusi siswa bisa mengekspresikan
pemikiran dan mengklarifikasi pemikiran yang mereka miliki melalui proses
konstruktivisme (Sungur dkk, 2001; Narjaikaew dkk, 2010; Tsitsipis dkk, 2010).
Manfaat lain untuk berhenti sejenak di setiap bagian adalah memungkinkan
pengajar memberikan klarifikasi dan merangkum poin-poin penting bagi siswa
yang sedang meremediasi miskonsepsinya. Beberapa penulis mengatakan lebih
baik memberikan keseluruhan bagian dari teks pengubahan konsepsi sekaligus
kepada peserta didik. Karena beberapa peserta didik membaca semua penjelasan
sebelum merumuskan pemikiran mereka sendiri tentang konsep ilmiah dalam teks
pengubah konsepsi. Penulis lain juga mengatakan bahwa peserta didik bisa
diingatkan agar tidak membaca bagian berikutnya lebih dulu. Pada bagian akhir
teks pengubah konsepsi, peserta didik diminta untuk menjawab serangkaian
pertanyaan tentang konsep ilmiah sesuai dengan pemahaman yang mereka miliki.
Pengajar harus membuat dan menganalisis pertanyaan yang sesuai untuk
meremediasi miskonsepsi yang dimiliki peserta didik. Teks pengubahan konsepsi
tujuannya bukan untuk mengganti pembelajaran seperti demonstrasi, kegiatan
laboratorium, simulasi komputer, dan lain-lain (Cetingul & Geban, 2011). Teks
pengubahan konsepsi harus digunakan bersamaan dalam pembelajaran dengan
tujuan untuk menganalisis kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada peserta
didik.
26
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
c. Manfaat Teks Pengubahan konsepsi
Teks pengubahan konsepsi terbukti efektif digunakan dalam meremediasi
miskonsepsi yang terjadi pada peserta didik di semua bidang sains. Beberapa
penelitian telah menemukan bahwa teks pengubahan konsepsi lebih efektif
dibanding pembelajaran biasa dalam meremediasi miskonsepsi terkait materi
sains, seperti: konsep partikel dan materi (Beerenwinkel, Parchman, & Grasel,
2011, Durmus & Bayraktar, 2010), konsep tekanan udara ( Akbas & Gencturk,
2011), konsep suara (Ozkan & Selcuk, 2013), konsep asam dan basa (Cetingul &
Geban, 2011, Demircioglu, 2009), konsep respirasi sel (Al khawaldeh & Al
Olaimat, 2010), konsep ikatan kimia (Pabuccu & Geban, 2012), konsep sistem
peredaran darah manusia (Sungur et al., 2001), konsep larutan (Uzuntiryaki &
Geban, 2005), dan konsep ekologi (Ozkan, Tekkaya, & Geban, 2004).
Beberapa keunggulan dari penggunaan teks dalam proses remediasi
miskonsepsi adalah; pertama, teks pengubahan konsepsi dapat mengidentifikasi
miskonsepsi yang terjadi pada peserta didik, kedua, teks pengubahan konsepsi
dapat memberikan penjelasan yang akurat dan masuk akal kepada peserta didik
untuk mengubah konsepsi yang mereka miliki, dan ketiga, teks pengubah
konsepsi dapat memfasilitasi peserta didik untuk memiliki retensi yang lebih baik
(Durmus & Bayraktar, 2010).
D. Multimedia Visual
1. Media Gambar
Media gambar adalah ilustrasi statis tentang suatu peristiwa, fenomena
atau kejadian fisis terkait suatu materi pelajaran tertentu yang berfungsi untuk
menyampaikan pesan dari guru kepada siswa. Media gambar mencakup foto dan
konsep kartun pembelajaran. Media gambar dapat mencakup gambar fenomena,
foto kejadian, diagram, grafik, dan lain sebagainya. Gambar dapat membantu
memodelkan visual dari fenomena-fenomena tak kasat mata, baik karena
ukurannya amat besar maupun ukurannya amat kecil. Melalui media gambar
dapat juga dideteksi terjadinya miskonsepsi pada siswa. Menurut Kose (2008)
drawing method in conjunction with interviews have been successfully used to
27
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
diagnose student’s conceptual understandings and misconceptions about abstract
concepts, e.g. ‘photosynthesis and respiration’.
Media gambar merupakan salah satu dari media pembelajaran yang paling
sering dipakai dan merupakan sebuah modus refresentasi yang dapat membantu
memvisualkan fenomena atau konsep, sehingga dapat lebih mudah dimengerti
pesannya oleh para siswa. Menurut Purwanto dan Alim (1997), kelebihan media
gambar adalah: 1) Sifatnya konkrit, gambar lebih realistis menunjukkan pokok
masalah dibandingkan dengan media verbal semata, 2) Gambar dapat mengatasi
batasan ruang dan waktu, 3) Media gambar dapat mengatasi keterbatasan
pengamatan, 4) Dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja, 5)
Murah harganya, mudah didapatkan dan digunakan.
Salah satu media gambar yang dapat digunakan sebagai alat bentu
pembelajaran adalah gambar kartun. Konsep kartun adalah alat pendidikan yang
mengungkapkan masalah ilmiah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari
melalui karakter kartun dan menghadirkan pandangan yang berbeda yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari (Keogh dkk, 1998; Keogh & Naylor,
2000).
2. Media Video
Sekolah saat ini cepat beradaptasi dengan perkembangan teknologi seperti
komputer, tablet, laptop, smartphones, dan teknologi internet. Teknologi yang
cepat berubah ini benar-benar membuat perbedaan dalam cara sekolah
memberikan pengetahuan kepada siswa. Meskipun dalam inovasi ini, beberapa
pihak tidak sepenuhnya memahami bagaimana teknologi pendidikan ini dapat
mempengaruhi kinerja peserta didik.
Salah satu metode kreatif baru dalam pembelajaran fisika yang membuat
ilmu alam lebih menarik bagi siswa adalah analisis video. Video dapat membantu
menyajikan fenomena fisik yang sulit untuk dihadirkan di dalam kelas tetapi
sangat erat kaitannya dengan materi yang dibahas di kelas. Suatu fenomena sulit
dihadirkan di kelas karena fenomenanya langka tidak setiap saat terjadi,
fenomenanya berbahaya, atau fenemenanya terjadi pada dimensi yang diluar
jangkauan manusia dan tidak bisa dicitra oleh alat rekam sederhana. Beberapa
28
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
peneliti dalam pembelajaran sains telah melaporkan efektivitas penggunaan video
dalam menunjang pencapaian hasil pembelajaran sains.
Penyelidikan yang dilakukan oleh Escalada dan Zollman (1997) yang
berkaitan dengan efek penggunaan video digital interaktif pada kelas fisika
terhadap hasil belajar dan sikap peserta didik, menemukan bahwa mayoritas
peserta didik merasa bahwa penggunaan video dirasa sangat efektif membantu
mereka dalam memahami konsep fisika. Harwood dan McMahon (1997)
mengeksplorasi efek dari penggunaan media video terhadap prestasi dan sikap
siswa dalam pembelajaran kimia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa semua
siswa yang menggunakan media video secara signifikan mendapatkan skor yang
lebih tinggi dibanding siswa yang tidak menggunakan media video. Hasil
wawancara dengan siswa menunjukkan bahwa penggunaan video mampu
memberikan informasi visual dan verbal yang jelas, bermakna, dan relevan
dengan kehidupan siswa di luar sekolah.
3. Media Simulasi Virtual
Simulasi virtual merupakan versi komputerisasi dari model yang
dijalankan selama periode waktu untuk mempelajari implikasi dari interaksi yang
telah ditetapkan (Baser, 2006). Pembelajaran berbasis simulasi secara umum
dianggap sebagai pendekatan alternatif untuk kegiatan ekspositori atau eksplorasi
lab langsung (Ronen & Eliahu, 2000). Hal ini memungkinkan siswa untuk secara
langsung memanipulasi kondisi awal dan segera akan melihat efeknya (Zacharia,
2005). Pembelajaran fisika melalui simulasi dapat membuat konten fisika lebih
mudah dimengerti oleh siswa (Jaakkola & Nurmi, 2008), dan memberikan umpan
balik yang konstruktif untuk meremediasi miskonsepsi yang mereka miliki
(Ronen & Eliahu, 2000).
Hasil penelitian membuktikan dampak positif dari penggunaan simulasi
virtual terhadap perkembangan pemahaman konseptual, sikap, keterampilan
kognitif dan metakognitif (Bakaç, Taşoğlu, & Akbay, 2011; Baser, 2006; Jaakkola
& Nurmi, 2008; Ronen & Eliahu, 2000).
29
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
E. Computer Supported Conceptual Change Text (CSCCText)
CSCCText adalah teks pengubahan konsepsi yang didukung oleh ragam
media visual yang digunakan untuk mengkonfrontasi antara konsepsi alternatif
dengan konsepsi ilmiah yang benar dan digunakan untuk mendukung kegiatan
pengajaran remedial. CSCCText merupakan pegembangan dari CCText dimana
pada setiap bagian teks digunakan media visual yang sesuai dengan kebutuhan
teks tersebut. Bisa media gambar, media video fenomena atau media simulasi
virtual. Karena menggunakan ragam media visual yang dapat dijalankan oleh
komputer maka CSCCText ditulis dalam format komputer (computer based text
atau CBText) (Calik, 2007). Salah satu CSCCText telah dibuat adalah Computer
Supported Conceptual Change Text terkait materi tekanan hidrostatik yang
dikembangkan oleh Sahin dkk (2010).
F. Konsepsi Alternatif Terkait Materi Kemagnetan
Berdasarkan hasil investigasi dan studi literatur, terungkap beberapa
konsepsi alternatif atau miskonsepsi terkait konsep-konsep yang tercakup pada
materi magnet batang yang terjadi di kalangan para siswa SMA seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Sebaran konsep magnet batang dan miskonsepsi yang terjadi
Nomor Konsep Miskonsepsi Konsepsi ilmiah
1 Kekuatan magnet
batang
Kekuatan magnet batang
bergantung pada ukuran
panjangnya, makin
panjang makin kuat
Kekuatan magnet
batang tidak
bergantung pada
ukuran panjangnya
2 Kutub magnet
batang
Ketika magnet batang
dipotong maka masing-
masing potongan magnet
hanya memiliki satu
kutub saja yaitu kutub
utara atau selatan saja
Ketika magnet
batang dipotong
maka masing-masing
potongan magnet
masih memiliki dua
kutub yaitu kutub
utara dan selatan
3 Pembuatan
magnet batang
melalui
penggosokan besi
dengan magnet.
Besi yang digosok
dengan magnet batang
dapat menjadi sebuah
magnet karena ada
magnet elementer yang
Besi yang digosok
dengan magnet
batang dapat
menjadi sebuah
magnet karena
30
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Nomor Konsep Miskonsepsi Konsepsi ilmiah
pindah dari magnet
batang ke batang besi
magnet-magnet
elementer pada
batang besi posisinya
menjadi sejajar
akibat penggosokan.
4 Kekuatan interaksi
magnet batang
Semua bagian badan dari
magnet batang memiliki
kekuatan interaksi
magnet yang sama besar.
Kekuatan interaksi
magnet tidak sama
untuk semua bagian
badan magnet, kutub
magnet batang
merupakan bagian
yang memiliki
kekuatan interaksi
paling besar.
G. Kerangka Pikir Penelitian
Pemahaman materi ajar merupakan salah satu kompetensi yang harus
dimiliki oleh siswa setelah mengikuti aktivitas pembelajaran suatu bidang ilmu.
Pemahaman materi ajar menjadi salah satu hal yang teramat penting untuk
dimiliki siswa, namun demikian dalam proses konstruksi-rekonstruksi
pemahaman konsep di benak siswa, seringkali dihadapkan pada kenyataan bahwa
terdapat sejumlah siswa yang telah memiliki konsepsi alternatif atau miskonsepsi
pada saat mereka hadir di kelas. Diperlukan suatu strategi khusus untuk remediasi
miskonsepsi. Salah satu pendekatan yang dapat memfasilitasi remediasi
miskonsepsi adalah conceptual change approach (CCA). CCA dapat diterapkan
dalam berbagai modus pembelajaran remedial, bisa modus pembelajaran tatap
muka bisa juga modus pembelajaran menggunakan teks. Teks yang digunakan
untuk proses pengubahan konsepsi dikenal sebagai CCText. Karena alasan
keterbatasan waktu biasanya modus pengajaran remedial secara tatap muka
menjadi sulit untuk dilakukan secara reguler, sehingga penggunaan modus teks
lebih memungkinkan untuk dilaksanakan.
Fisika mempelajari fenomena alam yang dihasilkan dari proses interaksi
antara materi dan energi. Interaksi fisis dalam suatu fenomena alam biasanya
melibatkan besaran-besaran fisis baik makroskopis maupun miskroskopis.
31
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kegagalan memahami fenomena fisis yang terkait besaran fisis mikroskopis
seringkali terjadi karena kegagalan membayangkan dan melukiskan keadaan
mikro yang sifatnya tidak dapat diamati (unobservable) atau sering dikatakan
bersifat abstrak. Dibutuhkan media visual yang dapat memvisualkan keadaan
mikroskopis sehingga dapat diamati oleh para siswa. Ketika siswa dapat
mengamati sajian visual dari fenomena fisis mikroskopis maka proses konstruksi-
rekonstruksi konsepsi dibenak siswa akan terjadi secara lebih baik. Jika itu terjadi,
maka siswa dapat memiliki pemahaman yang lebih baik tentang fenomena fisis
yang dipelajari. Memahami sesuatu yang dapat diamati (nyata) akan lebih mudah
dari memahami sesuatu yang tidak bisa diamati (abstrak).
Untuk meremediasi miskonsepsi yang terjadi pada materi-materi fisika
yang bersifat abstrak, maka CCText yang digunakan harus didukung oleh
multimedia visual seperti gambar, video fenomena, animasi, maupun simulasi
virtual. Dukungan gambar, video, animasi dan simulasi virtual akan dapat
mempermudah proses akomodasi konsepsi baru yang ilmiah di benak siswa
karena dengan melihat gambaran visual dari fenomena-fenomena abstrak dan
mikroskopis, siswa akan lebih mudah memahaminya dan dengan demikian
konsepsi-konsepsi keliru yang selama ini tertanam di benaknya akan lebih mudah
untuk disingkirkan dan diganti dengan konsepsi yang ilmiah.
Atas dasar pemikiran seperti itu maka perlu dibuat dan digunakan CCText
menggunakan multimedia visual untuk kepentingan pengubahan konsepsi di
kalangan siswa terkait materi-materi fisika yang bersifat mikroskopis seperti
materi kemagnetan. CCtext tersebut selanjutnya disebut sebagai CSCCText
kependekan dari Computer Supported Conceptual Change Text. Bagan kerangka
pikir penelitian pembuatan dan penggunaan CSCCText ditunjukkan pada Gambar
2.1.
32
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
V
Gambar 2.1. Bagan kerangka pikir penelitian
menggunakan
Deremediasi dengan
modus teks
(Landasan Praktis)
Dibutuhkan teks untuk
pengubahan konsepsi
Materi Fisika yang
bersifat mikroskopis,
seperti kemagnetan
Dinamakan CCText
(Conceptual Change
Text)
Diberi istilah Computer
Supported Conceptual
Change Text (CSCCText)
Disajikan dalam format
computer (Computer
Based Text)
Model Pengubahan
Konsepsi (Conceptual
Change Model)
(Landasan Teoretis)
Ragam media visual
(Landasan Teoretis) untuk perlu ditunjang
Terjadi
Miskonsepsi
Diremediasi dengan modus
pengajaran tatap muka
(Landasan Praktis)
Bisa
Teori Konstruktivistik
(Landasan Teoretis)
didasari
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki siswa setelah
mengikuti pembelajaran fisika adalah adalah memahami
konten fisika secara utuh (Landasan Yuridis)
Bila
33
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
H. Landasan Teori Pembuatan dan Penggunaan CSCCText.
Strategi pengubahan konsepsi adalah strategi pengajaran yang dikenal luas
di berbagai bidang studi yang berbeda (Tirosh & Tsamir, 2004; Ozdemir & Clark,
2007; Duilt, Treagust & Widodo, 2008; Vamakoussi, Vosniadou, & Van Dooren,
2013; Vosniadou; 2013 ; Vosniadou & Kampylis; 2013). Strategi ini berasal dari
filosofi konstruktivis. Dalam hal ini, Konstruktivisme mendalilkan bahwa peserta
didik adalah peserta aktif dalam membangun pengetahuan mereka dan
menyelesaikan miskonsepsi mereka sendiri. Karena peserta didik tidak akan
menjadi aktif secara tidak sengaja, namun berdasarkan disain, konstruktivisme
melihat peran pendidik tidak hanya untuk menyajikan informasi baru, membantu
siswa memperbaiki miskonsepsi mereka, dan menunjukkan keterampilan, tetapi
juga untuk mengatur lingkungan dan lingkungan kelas dengan cara-cara yang
dapat membantu siswa membangun pengetahuan mereka sendiri dan mengobati
miskonsepsi mereka sendiri (Ernest, 1998; Vosniadou & Vamvakoussi, 2006;
Blake & Pope, 2008; Cakor, 2008; Caroline Learning, 2011; Summit & Rickards,
2013; Vamakoussi dkk, 2013). Advokasi konstruktivisme berawal dari studi
Piagetian dan Vygotsky tentang bagaimana pembelajar membangun pengetahuan
mereka. Sehubungan dengan Piaget, studi ini membantunya mengembangkan
gagasan asimilasi, ekuilibrium dan akomodasi (Bettencourt, 2009). Asimilasi
adalah proses dimana pengambilan data dari lingkungan terjadi dalam bentuk
struktur dan bukan secara mekanistik. Perbedaan muncul saat pelajar tidak dapat
mengasimilasi pengalaman baru ke dalam pengalamannya yang sudah dimiliki
sebelumnya. Dalam kasus ini, semacam ketidakseimbangan kognitif terjadi.
Keseimbangan terjadi saat perbedaan ini teratasi. Akomodasi adalah proses
dimana pengalaman yang ada dimodifikasi agar sesuai dengan pengalaman
asimilasi. Akomodasi selalu mengarah pada munculnya struktur baru (Furth,
1970). Di sisi lain, studi Vygotsky berfokus pada konteks pembelajaran sosial. Ia
meyakini pentingnya pembelajaran kooperatif dan dukungan pendidik dalam
membantu siswa memahami hal-hal yang tidak dapat mereka pahami sendiri.
Oleh karena itu, Vygotsky merekomendasikan agar pendidik harus mendorong
siswa untuk bekerja dalam kelompok kooperatif sambil memikirkan tugas mereka
untuk membangun makna dengan orang lain. Dalam teorinya, Vygotsky
34
Mukrimatussa’adiyah, 2017 PENGGUNAAN COMPUTER SUPPORTED CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CSCCTEKXT) TERKAIT MATERI KEMAGNETAN UNTUK PENGAJARAN REMEDIAL YANG BERORIENTASI REMEDIASI MISKONSEPSI SISWA SMA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menggunakan beberapa konsep seperti “zona pengembangan proksimal” dan
“scaffolding”. Zona perkembangan proksimal merupakan perbedaan antara
perkembangan aktual pembelajar dan tingkat perkembangan potensial. Scaffolding
mewakili dukungan bahwa pendidik tersebut memberi peserta didik untuk
membantu mereka memecahkan masalah yang berada di luar kemampuan mereka
saat ini (Ernest, 1998; Blake & Pope, 2008; Caker, 2008; Linn & Burbules, 2009;
Wheatley, 2009; Caroline Learning, 2011). Meskipun konstruktivisme
menyediakan kerangka kerja yang berguna untuk pembelajaran pengubahan
konsepsi, namun tidak menetapkan model pengubahan konsepsi tertentu. Ini
hanya memberikan panduan untuk pengajaran yang baik dengan menggambarkan
peran siswa dan pendidik. Misalnya, konstruktivisme merekomendasikan
pendidik untuk menciptakan lingkungan belajar yang melihat miskonsepsi siswa
sebagai sumber informasi yang kaya tentang pemikiran siswa daripada kesalahan
siswa yang harus diperbaiki. Lingkungan belajar ini melibatkan negosiasi aktif di
antara siswa yang membantu siswa dalam menukar miskonsepsi yang mereka
alami dengan konsepsi yang baru dan benar (Simon, 1995; Ernest, 1998;
Anderson, Reder & Simon, 2000; Lowery, 2002).
Top Related