9
BAB IIKAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini menggunakan dua ruang lingkup penelitian terdahulu.
Pertama, penelitian terdahulu berdasarkan penelitian filologi terdahulu yang
mengunakan bentuk analisis struktur dan yang kedua penelitian filologi terdahulu
yang berkaitan dengan akhlak.
a. Penelitian filologi terdahulu yang menggunakan bentuk analisis struktur
Di antara penelitian filologi terdahulu yang menggunakan bentuk
analisis struktur adalah sebagai berikut.
1) Teks Mawā’izhu `l-Badī’ dengan judul penelitian “Mawā’izhu `l-Badī’:
Suntingan teks, Analisis Struktur, dan Ajaran Islam”. Penelitian
dilakukan oleh Inayatul Mufida untuk mendapat gelar sarjana di Fakultas
Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret (2010). Teks Mawā’izhu
`l-Badī’ berisi ajaran agama Islam yang berlaku pada masa lalu dan masih
sangat relevan untuk diterapkan saat ini kaena bersumber pada firman
Allah yang berupa hadis qudsi.
2) Teks Al-Kitābu `l-Majmu’ dengan judul penelitian “Al-Kitābu `l-Majmu’:
Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Fungsi”. Penelitian dilakukan oleh
Rahma Widyastuti untuk mendapat gelar sarjana di Fakultas Sastra dan
Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret (2005). Teks Al-Kitābu `l-Majmu’
10
berisi tentang pelajaran yang diperuntukkan bagi pemuda, yaitu orang
yang baru mendalami Islam. Teks Al-Kitābu `l-Majmu’ mengajarkan
tentang pokok-pokok ajaran Islam, meliputi aqidah, syariah, dan akhlak
atau iman, Islam dan ihsan.
3) Teks Rijālu `l-Ghaib, Naga, Azimat dengan judul penelitian “Rijālu `l-
Ghaib, Naga, Azimat: Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Analisis
Fungsi”. Penelitian dilakukan oleh Nur Rochman Kurniati untuk
mendapat gelar sarjana di Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas
Sebelas Maret (2006). Teks Rijālu `l-Ghaib, Naga, Azimat berisi tentang
Rijālu `l-Ghaib, Naga, Azimat, naga, dan doa-doa dari Al-quran disertai
Surat Al-Fatihah.
b. Penelitian filologi terdahulu yang menggunakan bentuk analisis akhlak
Di antara penelitian filologi terdahulu yang menggunakan bentuk
analisis akhlak adalah sebagai berikut.
1) Penelitian dengan judul “Pelaksanaan Pendidikan Akhlak dalam
Membentuk Kepribadian Muslim (Studi Penelitian pada Kelas VIII Mts
Al-Islamiyah Jakarta Barat)”. Penelitian ini dilakukan oleh Nur Azizah
guna mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (2011). Penelitian ini
membahas tentang akhlak remaja terutama siswa-siswi Mts Al-Islamiyah
Jakarta Barat. Akhlak yang dimaksud adalah akhlak kepada guru, akhlak
kepada teman, akhlak kepada orang tua, cara guru mengajarkan akhlak
yang baik, dan tingkat ketertarikan murid kepada pelajaran akhlak.
11
2) Penelitian dengan judul “Pembentukan Kepribadian Islami Melalui
Metode Pembinaan Akhlak Anak Menurut Al-Ghazali”. Penelitian ini
dilakukan oleh Nida Nur Roisah guna mendapatkan gelar sarjana di
Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (2009).
Penelitian ini berisi tentang konsep dan cara pembentukan kepribadian
Islami dalam pembinaan akhlak anak menurut Al-Ghazali.
3) Penelitian dengan judul “Konsep Pendidikan Akhlak Anak Menurut Al-
Ghazali dalam Kitab Ayyuhal-Walad”. Penelitian ini dilakukan oleh Moh.
Nawawi guna mendapatkan gelar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (2013). Penelitian ini
berisi tentang konsep pendidikan akhlak anak dalam kitab Ayyuhal-Walad
menurut Al-Ghazali dan metode yang digunakan oleh Al-Ghazali dalam
mendidik akhlak anak berdasarkan kitab Ayyuhal-Walad.
B. Landasan Teori
1. Teori Analisis Struktur
a. Sastra Kitab
Sastra kitab adalah karya sastra yang berisi tentang ilmu-ilmu
keagamaan. Sesuai dengan isi yang dikemukannya, maka sastra kitab
diciptakan dengan tujuan untuk menguatkan iman dan meluruskan ajaran
agama yang sesat (Soeratno, et.al., 1982: 150). Ilmu yang terkandung dalam
sastra kitab sangat luas, ilmu yang terkandung dalam sastra kitab bisa berupa
12
ilmu fiqih, ilmu kalam, tasawuf, tauhid, hukum adat, budi pekerti, dan ajaran-
ajaran yang berhubungan dengan agama.
b. Struktur Sastra Kitab
Setiap karya sastra memiliki unsur-unsur yang membangun karya
sastra tersebut. Unsur-unsur dalam karya sastra memiliki hubungan yang
berkesinambungan sehingga menghasilkan satu kesatuan yang utuh. Struktur
narasi sastra kitab adalah struktur penyajian teks, sama halnya dengan struktur
penceritaan dalam sastra fiksi yang berupa plot dan alur (Soeratno, et.al.,
1982: 152).
Berbeda dengan karya sastra yang lain, sastra kitab memiliki ciri
khusus yang tidak dimiliki oleh karya sastra yang lain. Berikut ciri khusus
yang dimiliki sastra kitab. “Ditinjau dari segi konveksi ekspresinya, sastra
kitab mempunyai ciri-ciri khusus. Konveksi ekspresi sastra kitab tersebut
meliputi, struktur narasi, gaya pengisahan, pusat pengisahan, dan gaya
bahasa” (Soeratno, et.al., 1982: 209). Struktur teks Dawā`u `l-Qulūb adalah
sebagai berikut.
1) Struktur Penyajian Sastra Kitab
Siti Chamamah Soeratno, et.al., berpendapat bahwa “ pada
umumnya, struktur narasi adalah alur lurus, yaitu masalah-masalah yang
disajikan diuraikan secara berurutan sesuai dengan tingkat-tingkat
kepentingannya dan sesuai dengan urutan kronologinya” (Soeratno, et.al.,
1982:210).
a) Pendahuluan
13
(1) Basmalah dalam bahasa Arab dan hamdalah dalam bahasa
Arab yang disertai terjemah dengan bahasa Melayu.
(2) Dua kalimat syahadat.
(3) Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, sahabat, dan
keluarganya. Semuanya ditulis dalam bahasa Arab yang
disertai dengan terjemah dalam bahasa Melayu.
(4) Kata wa ba’du. Kata wa ba’du merupakan ungkapan sebagai
penanda berakhirnya bacaan pembukaan teks.
(5) Keterangan identitas penulis teks, judul teks, dan uraian
singkat isi teks.
b) Isi
Berisi uraian masalah yang dibahas dalam teks. Dalam teks
Dawā`u `l-Qulūb isi teks dibagi dalam bab-bab dan pasal-pasal.
c) Penutup
(1) Doa penutup dan shalawat kepada Nabi Muhammad, keluarga,
dan sahabatnya.
(2) Keterangan tanggal dan tahun selesainya teks Dawā`u `l-Qulūb
disusun.
Berdasarkan penjelasan di atas sastra kitab memiliki ciri khusus
yaitu penyusunannya yang sistematis dan bersifat ilmiah karena isi yang
terkandung dalam sastra kitab banyak yang masih relevan dengan
kehidupan masa kini.
2) Gaya pengisahan
14
Gaya pengisahan adalah cara pengarang yang khusus dalam
menyampaikan ceritanya, pikiran, serta pendapat-pendapatnya. Gaya
pengisahan sastra kitab menggunakan gaya bentuk interlinier yaitu
pembukaan dimulai dengan doa dalam bahasa Arab yang kemudian
diterjemah ke dalam bahasa Melayu. Begitu juga ajaran takwa dan salawat
kepada Nabi diucapkan dalam bahasa Arab dan diterjemahkan ke dalam
bahasa Melayu. Selanjutnya kalimat-kalimat bahasa Arab diterjemahkan
ke dalam bahasa Melayu (Soeratno, et.al., 1982:160).
3) Pusat pengisahan
Pusat pengisahan adalan orang yang menyampaikan cerita atau
ajaran tersebut menjadi pusat atau titik pandang cerita yang
menyampaikan cerita atau ajaran kepada orang lain. Dengan demikian
penyampai teks itu disebut pusat pengisahan atau point of view
(Soeratno, et.al., 19982:172).
4) Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah sikap seseorang dalam menyampaikan apa
yang ada dalam pikirannya, setiap orang pasti mempunyai gaya bahasa
yang berbeda-beda. “Gaya bahasa merupakan kekhususan seseorang
dalam menggunakan bahasa pada sebuah karya sastra atau kelompok
karya sastra” (Soeratno, et.al., 1982:178).
Gaya bahasa sastra kitab menurut Taufiq memiliki sifat gaya
bahasa yang khusus, baik dari kosa kata, istilah, kalimatnya yang telah
tercampur atau terpengaruhi dengan istilah-istilah Islam (bahasa Arab,
15
tasawuf, fikih, dan lain-lain. Begitu pula dengan susunan kalimat dan
sarana retorika yang digunakan meliputi, gaya penguraian, gaya
pengulangan, gaya penguatan, gaya polisindenton, dan lain-lain
(Taufiq, 2007: 63-64).
Gaya penguraian oleh Taufiq adalah gaya bahasa yang
digunakan untuk menguraikan masalah yang dibahas secara terperinci
(2007: 69). Gaya pengulangan (repetisi) oleh Keraf adalah perulangan
bunyi, suku kata, kata atau bagian-bagian kalimat yang dianggap
penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang serasi
(Keraf, 2007: 1127). Gaya penguatan oleh Taufiq adalah gaya bahasa
yang digunakan untuk memperjelas dan mempertegas pernyataan
(Keraf, 2007: 69). Gaya polisindenton oleh Keraf adalah gaya bahasa
di mana beberapa kata, frasa atau klausa yang berurutan
dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung (Keraf,
2007:131).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sastra
kitab adalah jenis sastra yang mengungkapkan ajaran Islam secara
sistematis dan ilmiah.
2. Teori Analisis Isi
a. Akhlak Guru
Akhlak guru merupakan perilaku yang harus dimiliki guru ketika
mengajar murid, yang mencakup perilaku baik yang harus dimiliki guru.
16
Imam Abu Hamid Al-Ghazali menyebutkan 16 perilaku yang harus
dimiliki guru.
1) Bertanggung jawab
2) Sabar
3) Duduk tenang penuh wibawa
4) Tidak sombong terhadap semua orang, kecuali kepada orang yang
dzalim dengan tujuan uttuk menghentikannya
5) Bersifat tawadu ketika berada di majlis-majlis pertemuan
6) Tidak suka bergurau atau bercanda
7) Ramah kepada murid
8) Teliti dan setia mengawasi anak yang nakal
9) Setia membimbing anak yang bodoh
10) Tidak mudah marah kepada murid yang bodoh
11) Tidak malu berkata: saya tidak tahu, ketika ditanyai persoalan yang
memang belum ditekuninya
12) Memperhatikan murid yang bertanya dan berusaha menjawabnya
dengan baik
13) Menerima alasan yang diajukan kepadanya
14) Tunduk kepada kebenaran, dengan kembali kepada-Nya apabila dia
salah
15) Melarang murid yang mempelajari ilmu yang membahayakan
16) Memperingatkan murid mempelajari ilmu agama tetapi untuk
kepentingan selain Allah (Al-Ghazali, 1998: 182-183).
17
Ke-16 perilaku di atas merupakan perilaku yang harus dimiliki
oleh guru agar dapat dijadikan contoh oleh murid. Guru harus mampu
mengamalkannya di saat mengajar murid maupun saat tidak mengajar
murid atau dalam kehidupan sehari-hari.
Hafidz Hasan Al-Mas’udi juga menyebutkan sifat baik yang harus
dimiliki guru, yaitu harus mengingat jiwa murid itu lemah bila
dibandingkan dengan jiwa guru. Oleh karena itu, apabila guru memiliki
sifat-sifat yangbaik, maka murid akan terpengaruh dan mencontoh sifat
guru. Dengan demikian, guru haruslah orang yang takwa dan ramah, agar
dapat dicontoh dan diikuti oleh murid. Harus sayang kepada murid, agar
semakin besar perhatian dan kecintaan murid terhadap apa yang
disampaikan oleh guru. Harus selalu memberi nasihat dan bimbingan yang
baik. Tidak memaksakan murid untuk memahami hal-hal yang belum
saatnya untuk dipahami murid (Al-Mas’udi, 1998: 16).
b. Akhlak Murid
Akhlak murid merupakan perilaku yang harus dimiliki seorang
murid. Hal ini tidak jauh berbeda dengan akhlak guru. Imam Abu Hamid
Al-Ghazali menyebutkan 11 perilaku yang harus dimiliki murid.
1) Mau memberi salam terlebih dahulu kepada guru
2) Tidak banyak bicara didepan guru
3) Tidak berbicara selagi guru tidak bertanya
4) Tidak berbicara sebelum meminta izin
5) Tidak menentang guru dengan pendapat orang lain
18
6) Tidak memperlihatkan penentangan tehadap guru, apalagi
menganggap dirinya lebih pandai dari guru
7) Tidak boleh berbisik kepada teman ketika guru sedang berada di
majlis itu
8) Tidak menoleh-noleh dihadapan guru. Harus menunduk dan duduk
dengan tenang.
9) Tidak banyak bertanya kepada guru saat guru dalam keadaan lelah
10) Hendaknya berdiri ketika guru beridiri dan tidak bebicara kepadanya
ketika guru beranjak dari tempatnya
11) Tidak berprasangka buruk kepada guru ketika guru melakukan
perbuatan yang salah, karena guru lebih tahu maksud dari
perbuatannya (Al-Ghazali, 1998: 183-184).
Ke-11 perilaku di atas merupakan perilaku yang harus dimiliki
murid. Perilaku itu bisa diamalkan kepada guru. Murid juga bisa
mengamalkan sifat baik tersebut kepada orang tuanya dalam kehidupan
sehari-hari.
c. Akhlak Islami
Akhlak adalah Suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia,
yang darinya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui
proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian. “ Kata akhlak merupakan
bentuk jamak dari kata al-khuluq atau al-khulq, yang secara etimologis
berarti (1) tabiat, budi pekerti, (2) kebiasaan atau adat, (3) keperwiraan,
19
kesatriaan, kejantanan, (4) agama, dan (5) kemarahan (al-gadab)
(Ensiklopedi, 1997: 102).”
Abd. Haris menjelaskan akhlak merupakan bentuk jamak dari kata
“khuluq” atau “khilq” yang berarti perangai (as-sajiyah), kelakuan atau
watak dasar (ath-thabi’ah), kebiasaan (al-‘adat), peradaban yang baik (al-
muru’ah), dan agama (ad-din). Istilah “akhlaq” sudah diserap ke dalam
kosakata bahasa Indonesia, yaitu akhlak. Kata akhlak dalam bahasa
Indonesia dapat diartikan budi pekerti atau kelakuan. Muhammad Quraish
Shihab dalam Abd. Haris membedakan antara istilah akhlak dan etika.
Akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika,jika etika dibatasi pada sopan santun antar sesama manusia, sertahanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Akhlak lebih luasmaknanya daripada yang telah dikemukakan terdahulu sertamencakup pula beberapa hal yang tidak merupakan sifat lahiriah.Misalnya, yang berkaitan dengan sikap batin maupun pikiran.Akhlak diniyah (agama) mencakup berbagai aspek, dimulai dariakhlak terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk (manusia,binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa).(Haris, 2012: 41)
Dari uraian di atas, Muhammad Quraish Shihab membedakan
antara istilah akhlak dan etika itu dikaitkan dengan agama atau tidak. Jika
istilah akhlak dan etika sama-sama dikaitkan dengan agama maka tidak
ada perbedaan.
1) Menjauhi Maksiat Anggota Tubuh
Allah memerintahkan manusia untuk menjaga anggota tubuh
dari perbuatan maksiat. Terutama tujuh anggota tubuh, yaitu mata,
20
telinga, lisan, perut, kemaluan, kedua tangan, dan kedua kaki, karena
Allah juga menciptakan neraka dengan tujuh pintu.
a) Menjaga mata
Mata diciptakan oleh Allah agar manusia dapat melihat
sesuatu dikegelapan. Oleh karena itu, Allah memerintahkan
manusia untuk menjaga mata dari empat perkara, yaitu melihat
perempuan yang bukan muhrim, melihat gambar yang merangsang
nafsu, melihat orang Islam dengan pandangan meremehkan, dan
melihat kekurangan orang Islam (Al-Ghazali, 1998: 130).
b) Menjaga telinga
Telinga diciptakan oleh Allah untuk digunakan manusia
mendengarkan firman Allah, hadis Rasulullah, dan nasehat para
wali agar manusia mendapatkan ilmu pengetahuan yang dapat
membawanya kedalam kenikmatan di akhirat. Allah tidak
menciptakan telinga untuk digunakan mendengar hal-hal yang
tidak baik, karena hal yang menguntungkan tersebut akan berbalik
membawa kerugian kepada manusia (Al-Ghazali, 1998: 131).
c) Menjaga lisan
Lisan diciptakan oleh Allah untuk digunakan manusia
membaca dzikir kepada Allah, membaca Quran, dan memberi
petunjuk kepada diri sendiri dan makhluk Allah agar menuju jalan
kebenaran. Lisan merupakan anggota tubuh manusia yang paling
dominan dibandingkan dengan anggota tubuh yang lain, karena
21
banyak manusia yang masuk neraka hanya karena salah dalam
menggunakan lisannya. Oleh karena itu, Allah memerintahkan
manusia untuk menjaga lisan dari delapan perkara, yaitu bohong
atau dusta, ingkar janji, membahas kejelekan orang lain,
menganggap baik diri sendiri, melaknat, mendoakan jelek terhadap
makhluk, bergurau dan mengejek orang (Al-Ghazali, 1998: 132-
148).
d) Menjaga perut
Allah menciptakan perut agar manusia mendapatkan
sumber energi di dari makanan yang tertampung di dalam perut.
Akan tetapi, Allah juga memerintahkan manusia untuk menjaga
perutnya agar tidak kemasukan dengan barang-barang yang haram
dan syubhat. Oleh karena itu, Allah memerintahkan manusia untuk
mencari rizki yang halal dan tidak menggunakannya secara
berlebih-lebihan, yaitu dengan makan secukupnya saja (Al-
Ghazali, 1998: 148-149).
e) Menjaga kemaluan
Allah memerintahkan manusia manjaga kemaluannya
dengan menjaga mata dari melihat hal-hal yang haram, hati dan
fikiran dari hal-hal yang merangsang nafsu, menjaga perut dari
makanan yang syubhat dan kekenyangan karena hal tersebut dapat
membangkitkan hawa nafsu dan syahwat (Al-Ghazali, 1998: 152).
f) Menjaga kedua tangan
22
Allah memerintahkan manusia untuk menjaga kedua
tangan dari perbuatan memukul orang Islam, mengambil harta
yang haram, menyakiti sesama makhluk Allah, mengganggu
barang amanat atau titipan orang lain, menuliskan kata-kata yang
tidak seharusnya diucapkan. Oleh karena itu, hendaklah manusia
untuk menjaga kedua tangan untuk tidak menuliskan hal yang
tidak boleh diucapkan, karena pena adalah salah satu dari dua lisan
(Al-Ghazali, 1998: 153).
g) Menjaga kedua kaki
Allah memerintahkan manusia untuk menjaga kedua kaki
agar tidak digunakan untuk berjalan menuju tempat yang
diharamkan oleh Allah dan berjalan menuju rumah penguasa yang
dzalim, karena berjalan menuju tempat penguasa yang dzalim
tanpa tujuan yang jelas sama dengan melakukan perbuatan
maksiat, merendahkan diri sendiri, dan mendukung kedzalimannya
(Al-Ghazali, 1998: 153).
2) Akhlak Buruk
Akhlak buruk adalah akhlak yang harus dijauhi manusia.
Akhlak buruk atau akhlak mazmumah meliputi sembilan hal, yaitu
sebagai berikut.
a) Gemar makan dan minum
Makan dan minum secara berlebih-lebihan itu sangat
ditentang oleh Allah. Oleh karena itu, manusia yang gemar makan
23
dan minum merupakan manusia yang memiliki sifat buruk.
Dijelaskan bahwa “memakan secukupnya saja, tidak terlalu
kenyang; sebab makan terlalu kenyang itu menyebabkan keras
hati, meusak kecerdasan, dan malas (Al-Ghazali, 1998: 149)”
b) Banyak berbicara hal yang sia-sia
Manusia harusnya bisa menjaga kata-katanya agar tidak
merugikan orang lain dan dirinya sendiri. Di dalam kitab Ihya’
Ulumuddin dijelaskan yaitu sebagai berikut.
Ketahuilah bahwa keadaan anda yang paling baik ialahbahwa anda memelihara kata-kata anda dari semua bahaya.Dan anda berkata-kata mengenai yang mubah (yangdiperbolehkan), yang tidak ada sekali-kali mendatangkanmelarat atas anda dan atas orang muslim. Kecuali andaberkata-kata dengan kata yang tidak anda perlukan. Danmengadakan hisab terhadap perbuatan lidah anda. Dananda menggantikan sesuatu yang kurang baik, dengan lidahyang baik. Karena jikalau anda alihkan masa berkata-katakepada berfikir, niscaya kadang-kadang akan membukakanbagi anda pemberian rahmat Allah ketika berfikir yangbesar faedahnya (Al-Ghazali, 1989: 292).
c) Marah
Allah menciptakan sifat marah dari api neraka yang paling
dalam dan menyala di dalam hati manusia. Dan api itu menetap
dalam hati manusia yang keluar menjadi sebuah kesombongan.
Marah akan menghasilkan sifat dendam dan dengki. Dengan
dendam dan dengki binasalah orang yang binasa dan rusaklah
orang yang rusak. “Dan tempat tinggal dendam dan dengki itu
aialah sekumpulan daging. Apabila daging yang tergumpal itu
24
baik, niscaya baiklah tubuh yang lain bersamanya (Al-Ghazali,
1989 420).”
d) Hasud, dengki, dan iri hati
Sifat hasud merupakan cabang dari sifat kikir. Hasud ialah
orang yang merasa keberatan atau tidak senang jika Allah Swt.
memberikan nikmat, baik berupa ilmu, harta atau pengaruh kepada
orang lain dan dia sangat berharap atau senang jika nikmat tersebut
hilang dari orang yang menerimanya, meskipun dirinya tidak
mendapat nikmat seperti itu (Al-Ghazali, 1998 : 160).
e) Cinta dengan harta
Orang yang mempunyai harta memiliki dua keadaan.
Yaitu qanaan atau merasa cukup apa adanya dan serakah. Orang
yang serakah memiliki dua keadaan. Serakah pada yang ada di
tangan manusia lain. Serakah yaitu jahat dari dua keadaan. Dan
yang memperoleh atau yang berpunya, mempunyai dua keadaaan
juga, yaitu menahan, disebabkan kuatnya kekikiran dan
keserakahan dan membelanjakan. Orang yang membelanjakan
hartanya itu mempunyai dua keadaan, memboros dan berhemat
(Al-Ghazali, 1989: 100).
f) Takabur
Takabur atau sombong ialah perasaan besar diri dan
beranggapan derajatnya di atas orang lain. Kerusakan yang
ditimbulkan oleh sifat sombong ini sangat banyak. Diantaranya:
25
menyakiti orang lain, memutus tali persaudaraan, menimbulkan
perpecahan, mendatangkan orang-orang benci kepada teman orang
yang memiliki sifat sombong, dan menyakitinya.
g) Riya
Riya dalam Ensiklopedia Islam Jilid 4 (1997: 165) ialah
“menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan sebenarnya.
Seseorang mencari tempat dalam hati orang lain dengan cara
memperlihatnkan sifat-sifatnya yang baik.”
Muhammad al-Barkawi dalam Ensiklopedia Islam Jilid 4
(1997: 165) (ahli tasawuf) mengatakan bahwa “ria adalah mencari
manfaat duniawi dengan cara menampilkan amal ukhrawi (akhirat)
serta segala hal yang mencerminkan amal tersebut dan penampilan
itu sengaja dilakukan supaya dilihat oleh orang lain.” Dalam
mengomentari pengertian ria yang dikemukakan oleh al-Barkawi
tersebut, Abu Said al-Khadimi (Ahli tasawuf) dalam Ensiklopedia
Islam Jilid 4 (1997: 165) mengatakan bahwa apa yang
dikemukakan tersebut pada intinya memberi pengertian bahwa “ria
adalah mencari tempat dalam hati orang lain dengan cara
menampilkan ibadah.”
h) Ujub
Sifat ujub adalah penyakit yang sangat sulit untuk diobati.
Ujub ialah orang yang menganggap dirinya lebih mulia daripada
orang lain (Al-Ghazali, 1998: 164).
26
i) Cinta dengan dunia
Sebab orang munafik itu menggadaikan akhiratya demi duni dan
menjual Tuhannya untuk makhluk. Ingatlah sabda Rasulullah Saw.
“barangsiapa yang berhias untuk manusia dengan apa yang
disukainya, dan tampil dihadapan Allah dengan apa yang dibenci-
Nya, maka ia akan menemui Allah Azza wa Jalla sambil dia murka
kepadanya (Jaelani, 2008: 27).”
3) Akhlak Baik
Akhlak baik yaitu akhlak yang harus dimiliki manusia agar
mendapatkan kenikmatan hidup di akhirat. Akhlak baik atau akhlak
mahmudah meliputi sepuluh hal, yaitu sebagai berikut.
a) Taubat
Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang ada di ‘pintu taubat’ atau
‘pintu kehidupan’ selain Tuhan. Engkau harus merapat ke pintu
taubat dan sehingga bisa bersama-Nya. Jika engkau bisa
bersamanya, berarti menjadi hamba-Nya. Jika engkau merapat
bersama makhluk, maka engkau adalah hamba mereka. Tidakkah
engkau tahu, sesungguhnya pencari Tuhan berpisah terhadap
semua, sebab ia yakin bahwa segala sesuatu dari jajaran makhluk
adalah penutup yang menghalangi ia dengan Tuhan (Jaelani, 2008:
107).
b) Zuhud
27
Zuhud dalam Ensiklopedia Islam Jilid 5 (1997: 240) ialah
“tidak ingin kepada sesuatu dengan meninggalkannya.” Istilah
tasawuf yang berarti berpaling dan meninggalkan sesuatu yang
disayangi yang bersifat material atau kemewahan duniawi dengan
mengharap dan menginginkan sesatu wujud yang lebih baik dan
bersifat spiritual atau kebahagiaan akhirati.
c) Takut kepada Allah
Takut kepada Allah, sama halnya dengan orang yang takut
karena takutnya dia terhadap sesuatu. Seperti takut ketika terjatuh
dalam cengkeraman binatang buas. Maka dia itu takut yang
dikarenakan takut kepada sifat binatang buas. Sifat takut kadang-
kadang berasal dari sifat tabiat bagi yang ditakuti. Begitu pula
takut kepada Allah karena ma’rifah Allah dan ma’rifah sifat-
sifatnya (Al-Ghazali, 1989: 43).
d) Mahabbah
Secara umum, kata mahabah berarti cinta, yaitu cinta
kepada Allah Swt. Dalam tasawuf, mahabah mengandung arti
patuh kepada Allah Swt dan membenci sikap yang melawan
kepada-Nya; menyerahkan seuruh diri kita kepada Yang Dikasihi;
mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari diri Yang
Dikasihi. Al-Junaid (tokoh sufi modern) dalam Ensiklopedia Islam
Jilid 3 (1997: 109) menyebut “mahabah sebagai suatu
kecenderungan hati. Artinya, hati seseorang cenderung kepada
28
Allah Swt dan kepada segala sesuatu yang datang dari-Nya tanpa
usaha.” Muhammad bin Ali al-Kattani (sufi dari baghdad) dalam
Ensiklopedia Islam Jilid 3 (1997: 109) mengatakan bahwa
“mahabbah adalah menyukai yang disenangi dan segala sesuatu
yang datang dari yang disenangi (dikasihi).”
e) Sabar
Sabar ialah menahan diri dalam menanggung suatu
penderitaan, baik dalam menemukan sesuatu yang tidak diingini
ataupun dalam bentuk kehilangan sesuatu yang disenangi. Al-
Ghazali dalam Ensiklopedia Islam Jilid 4 (1997: 184) berkata,
sabar adalah suatu kondisi mental dalam mengendalikan nafsu
yang tumbuhnya adalah atas dorongan ajaran agama. Karena sabar
merupakan kondisi mental dalam mengendalikan diri, maka sabar
merupakan salah satu tingkatan yang harus dijalani oleh sufi dalam
mendekatkan diri kepada Allah Swt.
f) Syukur
Syukur ialah ucapan, perbuatan, dan sikap terima kasih.
Dalam ilmu tasawus: ucapan, sikap, dan perbuatan terima kasih
kepada Allah Swt dan pengakuan yang tulus atas nikmat dan
karunia yang diberikan-Nya. Menurut Imam Al-Ghazali dalam
Ensiklopedia Islam Jilid 5 (1997: 17), “syukur merupakan salah
satu makam yang lebih tinggi dari sabar, khauf (takut) kepada
Allah Swt, dan lain-lain.”
29
g) Ikhlas dan benar
Ikhlas ialah membersihkan sesuatu hingga menjadi bersih.
Seseorang melakukan perbuatan semata-mata berharab ridha
Allah. Menurut ahli hakikat dalam Ensiklopedia Islam Jilid 2
(1997: 191), “ikhlas merupakan syarat sah ibadah, sedangkan ahli
fiqih tidak berpendapat demikian. Jika amal merupakan badan
jasmani, maka ikhlas adalah roh-Nya.” Menurut Ibnu Qayyim al-
Jauziah Ensiklopedia Islam Jilid 2 (1997: 191), “seseorang yang
ikhlas dalam melakukan perbuatan, tujuan, cita-cita dan amalannya
samata-mata hanya karena Allah Swt., maka Ia senantiasa akan
menyertainya.”
h) Tawakal
Tawakal adalah memasrahkan segala kepada Allah. Di
dalam Ensiklopedia Islam Jilid 5 (1997: 97) “Tawakal ialah
menyerahkan segala perkara, ikhtiar, dan usaha yang dilakukan
kepada Allah Swt serta berserah diri sepenuhnya kepada-Nya
untuk mendapatkan manfaat atau menolak yang mudarat.”
i) Rida
Rida dalam Ensiklopedia Islam Jilid 4 (1997: 170) adalah
“menerima segala yang terjadi dengan senang hati karena segala
yang terjadi itu merupakan kehendak Allah Swt.” Dengan kata
lain, rida adalah tidak menentang hukum dan kada (ketentuan)
30
Allah Swt. Rida merupakan puncak dari ketenangan jiwa
seseorang karena telah ikhlas terhadap segala sesuatu yang terjadi.
j) Ingat akan kematian
Setiap manusia pastilah akan mengalami kematian, dan
kematian itu tidak bisa diprediksi kedatangannya. Semakin besar
angka umur seseorang semakin dekat pula ia dengan kematian.
Orang yang mati harus punya persiapan,yaitu amal shaleh yang
sebanyak-banyaknya utuk bisa berjumpa dengan Allah SWT
dalam keadaan yang diridhoi-Nya. “Barang siapa mengharapkan
perjumpaan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal
shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadah kepada Tuhannya.” (QS. AL Kahfi : 110)
31
A. Kerangka Pikir
Kerangka pikir merupakan gambaran yang berisi langkah kerja yang akan
ditempuh dalam melakukan penelitian terhadap teks Dawā`u `l-Qulūb. Penjelasan
terhadap bagan di atas adalah sebagai berikut. Teks yang dikaji dalam penelitian ini
adalah teks Dawā`u `l-Qulūb. Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah penyuntingan teks yang terdiri dari, inventarisasi naskah, deskripsi naskah,
ikhtisar isi teks, kritik teks, suntingan teks, dan daftar kata sukar. Penyuntingan teks
dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan suntingan teks yang baik dan benar.
Teks Dawā`u `l-Qulūb
Suntingan teks Dawā`u`l-Qulūb
Analisis struktur Analisis Akhlak Islami
a. InventarisasiNaskah
b. Deskripsi Naskah
c. Ikhtisar Isi Teks
d. Kritik Teks
e. Suntingan Teks
f. daftar Kata Sukar
a. Struktur pengisahanteks
b. Gaya pengisahanteks
c. Pusat pengisahanteks
d. Gaya bahasa
MengetahuiAkhlak Islamidalam teksDawā`u `l-Qulūb
Menyediakan Suntingan Teks yang baik dan benar, dan menjelaskan akhlakIslami dalam teks Dawā`u `l-Qulūb
32
Baik berarti mudah dibaca karena teks sudah ditranskripsi kedalam huruf latin, benar
berarti jika terdapat kesalahan salin tulis sudah diperbaiki berdasarkan kaidah filologi.
Langkah kedua adalah analisis struktur dan akhlak Islami teks Dawā`u `l-
Qulūb. Analisis struktur teks terdiri dari struktur pengisahan teks, gaya pengisahan
teks, pusat pengisahan teks, dan gaya bahasa. Analisis Akhlak Islami teks Dawā`u `l-
Qulūb berdasarkan isi teks Dawā`u `l-Qulūb bertujuan untuk memaparkan akhlak
baik dan buruk yang terdapat dalam teks Dawā`u `l-Qulūb.
Top Related