8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat Kemampuan Membaca
1. Pengertian Kemampuan
Setiap melakukan kegiatan pasti diperlukan suatu kemampuan, namun
apa arti kemampuan itu sendiri sering tidak diketahui.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S.
Poerwadarminta yang diolah kembali oleh Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional (2007: 742) kemampuan diartikan kesanggupan,
kecakapan, atau kekuatan. Menurut Nurkhasanah dan Didik Tumianto
(2007: 423) kemampuan diartikan kesanggupan, kecakapan, atau kekuatan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan kemampuan adalah
kesanggupan atau kecakapan untuk menguasai sesuatu yang sedang
dihadapi. Pembelajaran bahasa Indonesia kemampuan membaca sangat
diperlukan dan harus dimiliki oleh seseorang karena kemampuan membaca
merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi.
2. Pengertian Membaca
Setiap hari mungkin selama beberapa jam bisa dilakukan kegiatan
membaca. Tetapi, apakah membaca itu sebenarnya yaitu banyak sekali
batasan yang dikemukakan orang tentang membaca, tergantung dari segi
mana memandangnya.
Menurut Santoso (2007: 63) aktivitas membaca terdiri dari dua bagian,
yaitu membaca sebagai proses dan membaca sebagai produk. Membaca
9
sebagai proses mengacu pada aktivitas fisik dan mental. Sedangkan
membaca sebagai produk mengacu pada konsekuensi dari aktivitas yang
dilakukan pada saat membaca.
Proses membaca sangat kompleks dan rumit karena melibatkan
beberapa aktivitas, baik berupa kegiatan fisik maupun mental. Menurut
Santoso (2007: 63) Proses membaca terdiri dari beberapa aspek. Aspek-
aspek tersebut adalah: (1) aspek sensori, yaitu kemampuan untuk
memahami simbol-simbol tertulis, (2) aspek perspektual, yaitu
kemampuan untuk menginterprestasikan apa yang dilihat sebagai symbol,
(3) aspek skemata yaitu kemampuan menghubungkan informasi tertulis
dengan struktur pengetahuan yang telah ada, (4) aspek berpikir yaitu
kemampuan membuat inferensi dan evaluasi dari materi yang dipelajari,
dan (5) aspek afektif, yaitu aspek yang berkenaan dengan minat pembaca
yang berpengaruh terhadap kegiatan membaca.
Menurut Rahim (2008: 2) membaca adalah suatu yang rumit yang
melibatkan banyak hal, tidak hanya melafalkan tulisan, tetapi juga
melibatkan aktivitas visual, berfikir, psiko linguisutik, dan metakognitif.
Membaca sebagai proses visual merupakan proses menerjemahkan simbul
tulis ke dalam bunyi. Sebagai suatu proses berfikir, membaca mencakup
pengenalan kata, pemahaman literal, interprestasi, membaca kritis, dan
membaca kreatif.
Membaca hendaknya mempunyai tujuan, karena seorang yang
membaca dengan suatu tujuan, cenderung lebih memahami dibandingkan
dengan orang yang tidak mempunyai tujuan. Kegiatan membaca di kelas,
10
guru seharusnya menyusun tujuan membaca dengan menyediakan tujuan
khusus yang sesuai atau dengan membantu mereka menyusun tujuan
membaca siswa itu sendiri. Menurut Rahim (2008: 11) tujuan membaca
mencakup: (1) kesenangan, (2) menyempurnakan membaca nyaring, (3)
menggunakan strategi tertentu, (4) memperbaharui pengetahuannya
tentang suatu topik,(5) mengaitkan informasi baru dengan informasi yang
telah diketahuinya,(6) memperoleh informasi untuk laporan lisan atau
tertulis, (7) menginformasikan atau menolak prediksi, (8) menampilkan
suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari
suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks,
(9) menjawab pertanyaanpertanyaan yang spesifik.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan membaca
adalah suatu aktivitas komplek baik fisik maupun mental yang bertujuan
memahami isi bacaan sesuai dengan tahap perkembangan kognitif.
Setiap pembaca memiliki tahap perkembangan kognitif yang berbeda,
misalnya siswa kelas I SD perkembangan kognitifnya tidak sama dengan
siswa kelas IV, V, dan VI. Sehingga bahan ajar (bacaan yang dibaca) tidak
sama, harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif yang
dimiliki siswa.
3. Tujuan Membaca
Tujuan setiap pembaca adalah memahami bacaan yang dibacanya.
Dengan demikian, pemahaman merupakan faktor yang amat penting dalam
membaca (Santoso, 2002:64). Pembelajaran membaca harus mempunyai
tujuan yang jelas. Tujuan yang dimaksud meliputi:
11
a. Menikmati keindahan yang terkandung dalam bacaan.
b. Membaca bersuara untuk memberikan kesempatan kepada siswa
menikmati bacaan.
c. Mencari informasi untuk pembuatan lap oran yang akan disampaikan
dengan lisan maupun tulisan.
d. Melakukan penguatan atau penolakan terhadap ramalan-ramalan yang
dibuat oleh siswa sebelum melakukan perbuatan membaca.
e. Memberikan kesempatan kepada siswa melakukan eksperimentasi
untuk meneliti sesuatu yang dipaparkan dalam sebuah bacaan.
f. Menjawab pertanyaan khusus yang dikembangkan oleh guru atau
sengaja diberikan oleh penulis bacaan.
4. Teknik dan Strategi Pembelajaran Membaca
Untuk meningkatkan pemahaman terhadap keseluruhan teks, biasanya
guru menerapkan kegiatan prabaca, kegiatan inti membaca, dan kegiatan
pasca baca dalam pembelajaran membaca.
a. Kegiatan Prabaca
Kegiatan prabaca dimaksudkan untuk menggugah perilaku siswa
dalam penyelesaian masalah dan motivasi penelaahan materi bacaan.
1) Gambaran awal
Gambaran awal cerita yang berisi informasi yang berkaitan
dengan isi cerita, dapat meningkatkan pemahaman. Penelitian
menunjukkan bahwa dengan memberikan gambaran awal cerita
kepada siswa, siswa diharapkan dapat menyimpulkan isi bacaan.
12
2) Petunjuk untuk melakukan antisipasi
Petunjuk semacam ini dirancang untuk menstimulasi pikiran
dengan pertanyaan-pertanyaan, yang sebagaian mungkin ada
yang tidak benar, yang berkaitan dengan materi yang akan
dibaca.
3) Menulis sebelum membaca
Menyuruh siswa untuk menulis pengalaman pribadi yang
relevan, sebelum mereka membaca materi.
b. Kegiatan Inti Membaca
Beberapa strategi dan kegiatan dalam membaca dapat digunakan
untuk meningkatkan pemahaman siswa.
1) Strategi metakognitif
Metakognitif berkaitan dengan pengetahuan seseorang atas
penggunaan intelektual otaknya dan usaha sadarnya dalam
memonitor atau mengontrol penggunaan kemampuan intelektual
tersebut. Dalam kegiatan membaca, orang yang menerapkan
metakognitif akan memilih ketrampilan.
2) Cloze procedure
Dalam pelaksanaannya cloze procedure melibatkan penghilangan
huruf, suku kata, kata, frase, klausa atau sebuah kalimat. Cloze
procedure dapat digunakan guru untuk mengajarkan kemampuan
membaca, bukan untuk tes. Guru dapat menyiapkan bacaan
sebelumnya di rumah.
13
3) Pertanyaan pemandu
Selama membaca, pertanyaan pemandu sering digunakan untuk
meningkatkan pemahaman. Siswa dapat dilatih untuk mengingat
fakta dengan cara mengubah fakta itu menjadi pertanyaan
“mengapa”. Pertanyaan pemandu dapat diajukan oleh guru
kepada siswa atau diajukan siswa untuk dirinya sendiri ketika
sedang membaca. (Santoso, 2002:11)
c. Kegiatan Pasca Baca
1) Memperluas kesempatan belajar
Sebaiknya siswa diberi kesempatan untuk menentukan informasi
apa saja yang selanjutnya ingin diperoleh dari topik yang telah
dibacanya dan dimana mereka dapat memperolehnya. Mungkin
siswa ingin membaca topik tersebut lebih dalam lagi. Jika
demikian, ia dapat diberi informasi tentang apa saja yang dapat
dibaca. Tentu saja pengetahuan siswa setelah membaca tidak
boleh disia-siakan.
2) Mengajukan pertanyaan
Pertanyaan prabaca lebih difokuskan pada upaya membelajarkan
siswa dalam hal membaca, sedangkan pertanyaan pascabaca
lebih diarahkan pada upaya memperdalam pemahaman siswa
tentang segala macam informasi yang diperoleh dari teks.
3) Mengadakan pameran visual
Hasil belajar siswa setelah membaca tidak hanya berupa informasi.
Hasil belajar itu dapat disampaikan kepada pihak lain dalam wujud
14
yang tidak hanya verbal, tetapi juga visual. Siswa dapat diminta
untuk membuat sketsa atau menggambar apa yang sudah mereka
pelajari dari teks dan menjelaskan mengapa mereka berpikir begitu.
4) Pementasan teater actual
Pementasan teater actual atau teater pembaca dilakukan dengan
cara membaca teks bersama-sama. Kemudian, kelompok mencoba
memahami makna teks melalui dikusi kelompok, saling tukar hasil
pemahaman dan penafsiran terhadap teks.
5) Menceritakan kembali
Membahas kembali aspek-aspek penting dari materi yang dibaca
merupakan teknik pemahaman yang memberikan dampak positif
pada peningkatn pemahaman dan kemampuan baca siswa.
6) Penerapan hasil membaca
Kegiatan pasca baca yang baik dilaksanakan adalah menampilkan
atau mengerjakan tugas yang ada kaitannya dengan penerapan
pengetahuan yang diperoleh siswa ketika membaca.
B. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Model
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S
Poerwadarminta yang diolah kembali oleh Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional (2007: 773) “model diartikan sebagai contoh, pola,
acuan, atau ragam”.
Menurut Abimanyu dkk (2008: 3.11) model diartikan sebagai kerangka
konseptual yang digunakan dalam melakukan sesuatu kegiatan.
15
Berdasarkan 2 pengertian di atas dapat disimpulkan model adalah suatu
pola atau acuan yang digunakan dalam melakukan sesuatu kegiatan.
2. Pengertian Pembelajaran
Menurut Tarigan (1997: 4.18) pembelajaran adalah pengalaman belajar
yang dialami siswa dalam proses mencapai tujuan khusus pembelajaran.
Pembelajaran bersinonim dengan pengalaman belajar aktivitas belajar,
proses belajar, dan kegiatan belajar.
Menurut Hamalik (1999: 57) pembelajaran adalah suatu kombinasi
yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan
pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa,
guru, dan tenaga lainnya misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi
buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografi, slide dan tum, audio dan
video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruangan kelas,
perlengkapan audio visual, juga komputer. Prosedur meliputi jadwal dan
metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.
Berdasarkan difinisi-difinisi pembelajaran yang diuraikan di atas dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu pengalaman belajar siswa
yang tersusun dari unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan dan
prosedur untuk meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan
keterampilan siswa.
3. Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Joice dan Weil dalam Abimanyu (2008: 3.11) model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
16
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan tertentu yang berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam melaksanakan aktivitas
pembelajaran. Joice dan Weil mengintrodusir sejumlah model
pembelajaran. Setiap model pembelajaran tersebut memiliki karakteristik
yang membedakannya dari model pembelajaran yang lain.
Ada banyak model atau strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh
para ahli dalam usaha mengoptimalkan hasil belajar siswa. Di antaranya
adalah model pembelajaran kontekstual, model pembelajaran kooperatif,
model pembelajaran quantum, model pembelajaran terpadu.
Menurut Sugiyanto (2007: 3) ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam memilih model atau strategi pembelajaran, yaitu:
(1) tujuan pembelajaran yang ingin dicapai; ((2) materi ajar; (3) kondisi
siswa; (4) ketersediaan sarana prasarana belajar.
Menurut Sanjaya dalam Sugiyanto (2007: 3) menjelaskan ada 8 prinsip
dalam memilih strategi pembelajaran: (1) berorientasi pada tujuan; (2)
mendorong aktivitas siswa; (3) memperhatikan aspek individual siswa; (4)
menantang siswa untuk berfikir; (6) menimbulkan proses belajar yang
menyenangkan; (7) mampu memotivasi siswa belajar lebih lanjut.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan model pembelajaran
adalah pola yang berbentuk kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis untuk mencapai tujuan pembelajaran dan
berfungsi sebagai pedoman para perancang dan pelaksana pembelajaran.
17
4. Pengertian Kooperatif
Menurut Hamid Hasan dalam Etin Solihatin (2005: 4) kooperatif
mengandung arti bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam
kegiatan kooperatif siswa secara individu mencari hasil yang
menguntungkan bagi seluruh anggotanya.
Menurut Hwang, G.J., Yin, P.Y.Hwang, C.W., & Tsai, C.C. (2008:
148) “Cooperation in this context means working together to accomplish
common goals” (kooperatif dalam hal ini berarti bekerja bersama untuk
mencapai tujuan).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan kooperatif berarti
bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama.
5. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Peran guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran harus
memahami teori-teori belajar, teori-teori pedagogik dan teknik-teknik
pembelajaran sehingga guru mampu merancang dan melaksanakan proses
belajar mengajar (PBM) secara efektif dan efisien, interaktif dan
menyenangkan.
Model pembelajaran kelompok (kooperatif) telah menjadi salah satu
pilihan guru dalam mengelola pembelajaran, karena pembelajaran
kooperatif memiliki banyak kelebihan disbanding model-model
pembelajaran yang telah dikenal sebelumnya.
Menurut Sugiyanto (2008: 35) pembelajaran kooperatif (cooperative
learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada
penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam
18
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan
sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari
ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan
permusuahan sebagai latihan hidup di masyarakat.
Sedangkan menurut Sanjaya (2007: 240) pembelajaran kooperatif
adalah model pembelajaran dengan menggunakan sistem
pengelompokkan/tim kecil yaitu antara 4 sampai 6 orang yang mempunyai
latar belakang kemampuan akademik jenis kelamin, ras atau suku yang
berbeda. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat (Pragnell, M.V., Roselli,
T. & Rossano, V., 2006: 122) yang menyatakan: “group should consist of
4/5 students and must be heterogeneous, so that in each group the different
levels (good, fair, sufficient, poor) area represented, as well as both sexes
and different socio-cultural backgrounds” (kelompok harus terdiri 4/5 dan
harus heterogen, sehingga pada masing-masing kelompok terdapat
perbedaan level (baik, rata-rata, kurang) sejalan dengan perbedaan jenis
kelamin dan latar belakang sosial budaya).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah model
pembelajaran yang memanfaatkan kelompok kecil dan kerjasama anggota
antara 2 sampai 6 orang dalam memecahkan masalah untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
a. Elemen-Elemen Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif memiliki 4 elemen yang saling terkait yaitu:
19
1) Saling ketergantungan positif: Dalam pembelajaran kooperatif, guru
menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling
membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang
dimaksud dengan saling ketergantungan positif.
2) Interaksi tatap muka: interaksi tatap muka akan memaksa siswa
tatap muka dalam kelompok sehingga mereka dapat berdialog.
Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru. Interaksi semacam itu
sangat penting karena siswa merasa lebih mudah belajar dari
sesamanya. Ini juga mencerminkan konsep pengajaran teman
sebaya.
3) Akuntabilitas individual: Pembelajaran kooperatif menampilkan
wujudnya dalam belajar kelompok. Penilaian ditujukan untuk
mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara
individual. Hasil penilaian secara individual selanjutnya
disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota
kelompok mengetahui siapa angota kelompok yang memerlukan
bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
4) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi: keterampilan sosial
seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide
dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis,
tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang
bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal
relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja
diajarkan.
20
b. Keuntungan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Sugiyanto (2008: 41) pembelajaran kooperatif mempunyai
banyak keuntungan: (1) meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan
sosial; (2) memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap,
keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan; (3)
memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial; (4) memungkinkan
terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen; (5)
menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois; (6)
membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa:
(7) berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara
hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan; (8)
meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia; (9)
meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari
berbagai perspektif; (10) meningkatkan kegemaran berteman tanpa
memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat,
etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.
C. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Model CIRC
Menurut Robert E. Slavin (2008:200) CIRC atau Cooperative Integrated
Reading and Compotition merupakan metode kooperatif yang
memperkenalkan teknik terbaru latihan kurikulum mengenai pengajaran
praktis pelajaran membaca dan menulis. Pengembangan CIRC dihasilkan dari
sebuah analisis masalah-masalah tradisional dalam pengajaran pelajaran
membaca, menulis, dan seni berbahasa.
21
Kessler dalam Abidin (1992: 24) berpendapat bahwa metode CIRC
merupakan gabungan kegiatan membaca dan menulis yang menggunakan
pembelajaran baru dalam pemahaman bacaan dengan menulis. Keberhasilan
metode CIRC sangat bergantung pada proses pembelajaran yang dilaksana-
kan. CIRC telah dikembangkan dalam pembelajaran sejak tahun 1986 di
sekolah dasar. Sekarang, CIRC telah digunakan dalam berbagai tingkatan
kelas. Ahli yang terus mengembangkan metode ini adalah Robert Slavin,
Robert Stiven, Nancy Maden, dan Marie Farnish Selanjutnya, metode CIRC
adalah kegiatan pembelajaran membaca terkait pengajaran langsung
memahami bacaan dan seni berbahasa menulis terpadu (Abidin, 2012: 168).
Metode CIRC merupakan pengembangan pembelajaran kooperatif TAI
(Slavin, 2005 dalam Abidin, 2012).
Model pembelajaran CIRC ini merupakan sebuah model pembelajaran
yang inovatif yang kian dikembangkan saat ini. Awalnya model
pembelajaran ini merupakan sebuah model pembelajaran kooperatif yang
dikembangkan.
1. Tujuan Metode CIRC
Menurut Kessler (1992: 183-185), ciri-ciri metode CIRC adalah:
a) adanya satu tujuan tertentu.
b) adanya tanggung jawab tiap individu.
c) dalam satu kelompok tiap anggota mempunyai kesempatan yang sama
untuk sukses.
d) tidak ada tugas khusus, dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan
menjadi kewajiban tiap individu.
22
Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka tujuan CIRC dalam prosesnya
menggunakan kelompok-kelompok kooperatif untuk membantu para siswa
mempelajari kemampuan memahami bacaan yang dapat diaplikasikan
secara lugas.
CIRC terdiri atas tiga unsur penting kegiatan dasar terkait pengajaran
langsung, yaitu: pelajaran memahami bacaan, seni berbahasa, dan menulis
terpadu (Slavin, 2008: 204). Semua kegiatan mengikuti siklus reguler yang
melibatkan presentasi dari siswa, latihan tim, latihan independen, pra
penilaian teman, latihan tambahan, dan tes.
Metode CIRC pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan peserta dalam memahami isi bacaan sekaligus membina
kemampuan menulis reproduksi atas bahan bacaan yang dibacanya.
Metode CIRC dapat mem- bantu guru memadukan kegiatan membaca dan
menulis dalam pelaksanaan pembelajaran membaca.
2. Komponen CIRC
Model pembelajaran CIRC memiliki beberapa komponen yaitu:
a) Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 atau
5 siswa.
b) Placement test, misalnya diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian
sebelumnya atau berdasarkan nilai rapor agar guru mengetahui
kelebihan dan kelemahan siswa pada bidang tertentu.
c) Student creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan
men- ciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau
dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.
23
d) Team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan
oleh kelompok dan guru memberikan bantuan kepada kelompok yang
membutuhkannya.
e) Team scorer and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap
hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap
kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang
dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.
f) Teaching group, yakni memberikan materi secara singkat dari guru
menjelang pemberian tugas kelompok.
g) Facts test, yaitu pelaksanaan test atau ulangan berdasarkan fakta yang
diperoleh siswa.
3. Tahap-Tahap Pembelajaran CIRC
Tahap-tahap dalam pembelajaran metode CIRC dalam penelitian ini yaitu :
Tahap Pertama, siswa mengidentifikasi topic “gempa bumi” dan
mengorganisasikan dalam kelompok kerja, dalam tahap ini siswa bekerja
sama dalam kelompok membahas topik tersebut yang telah diberikan oleh
guru. Tugas guru pada tahap ini adalah memfasilitasi siswa dalam
mengumpulkan informasi.
Tahap Kedua, siswa membaca teks secara berkelompok dengan saling
tukar informasi dengan teman kelompoknya utnuk memahami ide pokok
yang terkandung pada teks “gempa bumi” tersebut. Guru memantau perilaku
siswa dalam membaca pemahaman.
Tahap Ketiga, kegiatan siswa pada tahap ini adalah mengumpulkan
informasi dari anggota kelompoknya, menganalisis informasi tersebut untuk
24
disimpulkan sebagai ide pokok. Setiap anggota kelompok harus
menyumbangkan ide dan gagasannya serta penjelasan dari ide tersebut. Guru
membimbing siswa untuk menentukan ide pokok paragraf tiap kelompok.
Tahap Keempat, mempersiapkan laporan akhir. Pada tahap ini tugas dari
masing-masing kelompok adalah menentukan ide pokok dari pesan yang
terkandung dalam teks “Gempa Bumi” tersebut, dan mempresentasikannya di
depan kelas. Guru mengarahkan siswa untuk mempresentasikan hasil kerja
kelompok siswa.
Tahap Kelima, adalah evaluasi kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Penilaian ini didasarkan pada hasil presentasi siswa dan
tanggpan terhadap kelompok lain. Kegitan ini dilaksanakan bersama-sama
oleh siswa dan guru.
D. Penelitian Relevan
1. Penelitian yang ditulis oleh Dani Purwanto (2016), dengan judul
“Penerapan Model Pembelajaran TPS (Think Pair Share) untuk
meningkatkan keterampilan menulis cerita siswa kelas III SDN Gayam II
Sumenep. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya hasil belajar
siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya dalam
keterampilan menulis cerita. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia
khususnya pada keterampilan menulis cerita melalui Penerapan Model
Pembelajaran TPS (Think Pair Share) dengan jenis penelitian PTK
(Penelitian Tindakan Kelas). Hasil dari penelitian ini yaitu, presentase
ketuntasan klasikal pada Pratindakan mencapai 25%, siklus I mecapai 25%
25
dengan ketuntasan klasikal yang ditentukan oleh sekolah yaitu 75%. Pada
siklus II presentase ketuntasan klasikal mencapai 92%.
2. Rista Frelyana (2011), meneliti dengan judul “Peningkatan Aktivitas dan
Prestasi Belajar IPA melalui pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
(Student Teams Achievement Division) pada siswa kelas 3 SDN Pakunden
I Kec. Pesantren, Kota Kediri, tahun pelajaran 2010-2011. Latar belakang
penelitian ini adalah banyaknya siswa yang mendapat nilai dibawah KKM,
dari 30 siswa yang tuntas hanya 40% atau 12 siswa, sedangkan 60% atau
18 siswa lainnya mendapat nilai dibawah KKM yang telah ditentukan oleh
sekolah yaitu 6,8. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan
keaktifan dan prestasi siswa dalam belajar. Jenis penelitian yang
digunakan adalah PTK. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
metode kooperatif model STAD (Student Teams Achievement Division),
dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi siswa. Hal ini dibuktikan
dengan meningkatkatnya prestasi siswa yaitu 90% atau 27 siswa mencapai
KKM yang ditentukan sekolah.
3. Dwi Atmoko (2014), meneliti sebuah judul “penggunaan permainan
kwintet untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman dongeng
pada siswa kelas III SDN Tunggul Wulung 02 Malang. Yang
melatarbelakangi penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar siswa pada
mata pelajaran bahasa Indonesia pada kemahiran membaca yang
disebabkan oleh kurangnya minat siswa untuk membaca. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah PTK. Hasil penelitian ini yaitu pada
siklus I siswa yang tuntas sebanyak 50% atau 15 siswa. Pada siklus II
26
siswa yang tuntas sebanyak 83%.
Berdasarkan data penelitian sebelumnya di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia khususnya kemahiran
membaca, membutuhkan variasi belajar untuk meningkatkan minat
membaca siswa. Maka dari itu, peneliti mengajukan judul “Peningkatan
Kemampuan Membaca Siswa Melalui Pembelajaran Cooperatif
Integrated Reading And Compesition (CIRC) Pada Siswa Kelas 3
Sekolah Dasar (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas 3 SD Negeri
Tarebung Kecamatan Gayam Kabupaten Sumenep Tahun Pelajaran
2016 / 2017).
E. Kerangka Pikir
Kegiatan membaca pada hakikatnya merupakan kegiatan yang
dimaksudkan untuk memahami makna yang terkandung dalam suatu teks.
Untuk dapat memahami suatu teks sangat bergantung pada berbagai hal.
Salah satu hal yang perlu mendapat perhatian dalam membaca adalah
keterampilan yang dimiliki oleh seseorang pembaca dalam memahami teks
yang dibaca.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan membaca siswa Kelas
III SDN Tarebung I masih rendah. Ditemukan beberapa siswa yang
mengalami kesulitan di dalam pembelajaran membaca. Hal tersebut
kemungkinan terjadi karena guru kurang inovatif dalam mengemas
pembelajaran, guru masih menggunakan metode yang konvensional dengan
menyuruh siswa membaca dalam hati dan guru hanya mengamati,
Oleh sebab itu, diperlukan adanya suatu metode pembelajaran yang
27
inovatif yang dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa
sehingga dapat menjadi solusi bagi kesulitan yang mereka hadapi.
Pendekatan pembelajaran yang lebih cocok dan dapat digunakan dalam
pembelajaran membaca ialah metode Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC).
Sehingga melalui metode pembelajaran CIRC ini diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan membaca siswa dan dapat membuat siswa tertarik
dan termotivasi untuk aktif mengikuti pembelajaran bahasa Indonesia,
khususnya membaca. Selain itu juga diharapkan dapat memberikan
pengalaman yang nyata dan bermakna bagi siswa sehingga dapat
meningkatkan kemampuan membaca masing-masing siswa.
Gambar 2.1 Kerangka Fikir
Kondisi Ideal :
Metode CIRC dapat meningkatkan kemampuan
siswa dalam memahami bacaan
Kondisi Lapangan :
Siswa jenuh dalam belajar dan prestasi belajar
siswa rendah
Masalah :
Tidak ada variasi pemebelajaran kurangnya minat
dan keaktifan siswa
Solusi :
Penerapan metode Cooperative Integrated
Reading And Composition (CIRC)
Hasil dan Harapan :
Siswa lebih aktif dan kemampuan membaca
meningkat
Top Related