6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari para ahli yang
mendukung penelitian. Beberapa teori dari para ahli tersebut mengkaji objek
yang sama yang mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda-beda.
Pembahasan kajian teori dalam penelitian ini berisi tentang, Pembelajaran
IPA, Hasil Belajar, dan Model Discovery.
2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
Menurut Trianto (2010:53), Pembelajaran merupakan interaksi dua arah
dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi
komunikasi yang intens dan terarah menuju pada pada suatu target yang telah
diterapkan sebelumnya. Menurut Hamalik (dalam Hosnan, 2014:18),
menambahkan bahwa, Pembelajaran ialah suatu kombinasi yang tersusun dari
unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan menurut
Sudjana (dalam Hosnan, 2014:18), mengemuka tentang pengertian
pembelajaran bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang
sistematik dan segaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi
edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga belajar) dan
pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan. Menurut
Hosnan (2014:18), pembelajaran merupakan proses dasar dari pendidikan,
dari sanalah lingkup terkecil secara formal yang menentukan dunia
pendidikan berjalan baik atau tidak.
Berdasarkan beberapa definisi pembelajaran para ahli tersebut, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan kolaborasi yang
dilakukan guru dan peserta didik serta untuk menyampaikan pesan
7
(pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan) dengan menggunakan berbagai
model pembelajaran supaya tercipta lingkungan yang kodusif sehingga tujuan
yang telah ditetapkan bisa tercapai. Pembelajaran yang ada di sekolah dasar,
yang berkaitan dengan lingkungan adalah pembelajaran IPA.
Menurut Fowler (dalam Trianto, 2010:136) berpendapat bahwa, IPA
adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan
dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan
dedukasi. Sedangkan menurut Trianto (2010;136) berpendapat bahwa, Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains
yang semula berasal dari bahasa Inggris Science. Kata Science terdiri dari
sosial Sciences (ilmu pengetahuan sosial) dan Natural Sciences (ilmu
pengetahuan alam). Namun Science sering diterjemahkan sebagai sains yang
berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Berdasarkan beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa IPA adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang peristiwa alam yang ada di Bumi
dan gejala-gejalanya melalui proses ilmiah dibangun dengan sikap ilmiah
sehingga menghasilkan produk ilmiah (fakta, konsep, dan prinsip).
Pembelajaran IPA pada tingkat manapun harus dikembangkan dengan
memahami berbagai pandangan tentang makna IPA yang dalam konteks
pandangan hidup dipandang sebagai suatu instrumen untuk mencapai
kesejahteraan dan kebahagiaan sosial manusia. Pembelajaran IPA diharapkan
dapat memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah
(afektif), pemahaman, kebiasaan dan apresiasi dalam mencari jawaban
terhadap suatu permasalahan karena ciri-ciri tersebut membedakan dengan
pembelajaran lainnya (Trianto, 2012142).
Nilai-nilai IPA yang ditanamkan dalam pembelajaran IPA menurut
Laksmi (dalam Trianto, 2012:142) antara lain sebagai berikut:
1. Kecakapan bekerja, berpikir secara teratur dan sistematis menurut
langkah-langkah metode ilmiah.
8
2. Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan,
mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.
3. Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah
baik dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam
kehidupan.
Laksmi (dalam Trianto, 2012:142) mengungkapkan bahwa pembelajaran
IPA disekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu, yaitu :
1. Memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang dunia tempat
hidup dan bagaimana bersikap.
2. Menanamkan sikap hidup ilmiah.
3. Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.
4. Mendidik peserta didik untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta
menghargai para ilmuan penemunya.
5. Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan
permasalahan.
Berdasarkan permasalahan diatas dapat disimpulkan bahwa sebuah
pembelajaran IPA adalah bagaimana peserta didik dapat mengerti mengenai
konsep yang ada di dalam IPA melalui apa yang mereke dengar dan mereka
lihat.
2.1.2 Tujuan Pendidikan IPA di Sekolah Dasar
Pembelajaran IPA SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut :
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-
Nya.
2. Mengembang pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
9
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Dalam penelitian ini tujuan dari pelajaran IPA adalah untuk melatih
peserta didik dalam memahami konsep IPA melalui aktivitas belajar yang
mereka lakukan sendiri, dimana peserta didik akan menemukan fakta-fakta,
konsep-konsep, dan teori-teori dengan sikap ilmiah sehingga mampu
memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik melalui
pembelajaran Discovery.
2.1.3 Hasil Belajar
Hasil belajar peserta didik berkaitan dengan berbagai kemampuan yang
dimiliki oleh peserta didik setelah mengikuti proses belajar (Priansa,
2014:123). Tujuan belajar meliputi bertambahnya pengetahuan dan
keterampilan sehingga pencapaian tujuan belajar adalah memperoleh hasil
belajar yang baik (Tampubolon, 2013:140). Sedangkan menurut Hamalik
(2006:155) mengemukakan hasil belajar sebagai terjadinya perubahan tingkah
laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan
pengetahuan, sikap, serta keterampilan. Menurut Dimyanti dan Mudjiono
dalam Tampubolon (2013:3), mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hasil
yang ditunjukan dari suatu interaksi tindak belajar, dan biasanya ditunjukan
dengan tes yang diberikan guru.
10
Berdasarkan beberapa teori hasil belajar diatas peneliti dapat simpulkan
bahwa semua hasil belajar mengarahkan pada perubahan perilaku peserta
didik saat melakukan proses pembelajaran. Hasil belajar dapat memberikan
informasi kepada guru tentang kemajuan peserta didik dalam upaya mencapai
tujuan belajar, pengukuran hasil belajar peserta didik dapat dilakukan dengan
menggunakan tes sebagai alat ukurnya.
2.1.4 Model Pembelajaran Discovery
Pengertian Discovery Learning menurut Jerome Bruner adalah model
pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan
menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman.
Hal yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang
menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif didalam belajar di keas.
Untuk itu, Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya Discovery
Learning, yaitu urid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu
bentuk akhir. (Hosnan, 2014:281).
Menurut Hamalik dalam (Takdir, 2012:29-30), menyatakan bahwa
Discovery adalah proses pembelajaran yang menitikberatkan pada mental
intelektual para anak didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang
dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep atau generalisasi yang dapat
diterapkan dilapangan. Dengan kata lain, kemampuan mental intelektual
merupakan faktor yang menentukan terhadap keberhasilan mereka dalam
menyelesaikan setiap tantangan yang dihadapi, termasuk persoalan belajar
yang membuat mereka sering kehilangan semangat dan gairah ketika
mengikuti materi pelajaran.
Penemuan (Discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang
dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model pembelajaran
ini menekakkan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap
suatu suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran (Hosnan, 2014:280-281). Menurut Mulyasa, (dalam Ilahi,
11
2012:32) menyatakan bahwa, Discovery Strategy merupakan strategi
pembelajaran yang menekankan pengalaman langsung di lapangan, tanpa
harus selalu bergantung pada teori-teori pembelajaran yang ada dalam
pedoman buku pelajaran. Sedangkan menurut Hosnan, (2014:282)
pembelajaran Discover Learning adalah suatu model untuk mengembangkan
cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka
hasil yang akan diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan
mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar
berpikir analisis dan mencoba dan memecahkan sendiri problem yang
dihadapi.
Berdasarkan pengertian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa,
pembelajaran Discovery Learning adalah model pembelajaran yang menuntut
peserta didik untuk menggunakan kemampuannya dalam mecari jawaban atas
suatu masalah atau pertanyaan. Dengan demikian peserta didik mampu
menemukan konsep dan prinsip secara mandiri, bukan dijejali oleh
pengetahuan. Proses pembelajaran Discovery Learning menuntut guru
bertindak sebagai fasilitator, narasumber dan penyuluh kelompok. Dengan ini
dapat dikatakan bahwa model pembelajaran Discovery Learning adalah suatu
model pembelajaran dimana dalam proses belajar mengajar guru
memperkenankan peserta didiknya menemukan sendiri informasi secara
tradisional yang biasa dilakukan.
2.1.5 Langkah-langkah Model Pembelajaran Discovery
Menurut Ilahi, (2012:82-86), langkah-langkah model pembelajaran
Discovery Learning adalah sebagai berikut:
1. Adanya masalah yang akan dipecahkan (Problem Solving).
2. Sesuai dengan tingkat kemampuan kognitif anak didik.
3. Konsep atau prinsip yang ditemukan harus ditulis secara jelas.
4. Harus tersedia alat atau bahan yang diperlukan.
5. Suasana kelas harus diatur sedemikian rupa.
12
6. Guru memberikan kesempatan anak didik untuk mengumpulkan data.
7. Harus dapat memberikan jawaban secara tepat sesuai dengan data
yang diperlukan anak didik.
Sedangkan menurut Hosnan (2014:289) langkah-langkah model
pembelajaran Discovery Learning adalah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan pembelajaran.
2. Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal,
minat, gaya belajar, dan sebagainya).
3. Memilih materi pelajaran yang akan dipelajari.
4. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara
induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,
ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik.
6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari
yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke
simbolik.
7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.
Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran menggunakan model
Discovery Learning menurut para ahli, penulis menyimpulkan bahwa
langkah-langkah pembelajaran yang di uraikan menggunakan model
Discovery Learning dalam pokok bahasan energi panas dan energi bunyi
dapat mengikuti langkah-langkah pembelajaran seperti, (Stimuli, Identifikasi
masalah, Pengumpulan data, Pengolahan data, Pembuktian, dan Menarik
kesimpulan).
Pelaksanaan strategi Discovery Learning di kelas, Menurut Syah (dalam
Hosnan, 2014:289-291),ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan
dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:
a. Stimulation (Stimulasi/ Pemberian Rangsangan)
13
Pada tahap ini pertama-tama peserta didik dihadapkan pada sesuatu
yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk
tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki
sendiri.
b. Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)
Setelah dilakukan stimulasi, langkah selanjutnya adalah guru memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak
mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan
pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam
bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).
c. Data Collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada
para peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-
banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis. Pada tahapan ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya hipotesis.
d. Data Processing (Pengolahan Data)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi
yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara,
observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informasi hasil
bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah,
diacak, diklarifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan
cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.
e. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan
dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing.
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi yang ada,
14
pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu kemudian
dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
f. Generalization (Menarik Kesimpulan/ Generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil
verifikasi.
2.1.6 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Discovery
Di dalam pemanfaatan dan penggunaan model Discovery juga memiliki
kelebihan dan kekurangan. Menurut Ilahi (2012:68-73), ada 5 kelebihan dan 4
kelemahan model Discovery sebagai berikut, yaitu :
a) Kelebihan Model Discovery dibandingkan dengan model lain yaitu :
1. Dalam penyampaian bahan Discovery Strategy digunakan kegiatan
dan pengalaman langsung.kegiatan pengalaman tersebut akan lebih
menarik perhatian anak didik dan memungkinkan pembentukan
konsep-konsep abstrak yang mempunyai makna.
2. Discovery Strategy lebih realistis dan mempunyai makna. Sebab,
para anak didik dapat bekerja langsung menerapkan berbagai
bahan ujicoba yang diberikan guru, sehingga mereka dapat bekerja
sesuai dengan kemampuan intelektual yang dimiliki.
3. Discovery Strategy merupakan suatu model pemecahan masalah.
Para anak didik langsung menerapkan prinsip dan langkah awal
dalam pemecahan masalah. Melalui strategi ini, mereka memiliki
peluang untuk belajar lebih intens dalam memecahkan masalah,
sehingga dapat berguna dalam menghadapi kehidupan di kemudian
hari.
4. Dengan sejumlah transfer secara langsung, maka kegiatan
Discovery Strategy akan lebih mudah diserap oleh anak didik
15
dalam memahami kondisi tertentu yang berkenaan dengan
aktivitas pembelajaran.
5. Discovery Strategy banyak memberikan kesempatan bagi para
anak didik untuk terlibat langsung dalam kegiatan belajar.
Kegiatan demikian akan banyak membangkitkan motivasi belajar,
karena disesuaikan dengan minat dan kebutuhan mereka sendiri.
b) Kelemahan Model Discovery dibandingkan dengan model lain yaitu :
1. Berkenaan dengan waktu. Belajar mengajar menggunakan
Discovery Strategy membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan dengan metode langsung.
2. Bagi anak didik yang berusia muda, kemampuan berpikir rasional
mereka masih terbatas. Dalam belajar Discovery, sering mereka
menggunakan empirisnya yang sangat subjektif untuk memperkuat
pelaksanaan prakonsepnya.
3. Kesukaran dalam menggunakan faktor subjektivitas ini
menimbulkan kesukaran dalam memahami suatu persoalan yang
berkenaan dengan pengajaran Discovery Strategy.
4. Faktor kebudayaan dan kebiasaan. Belajar Discovery Strategy
menuntut kemandirian, kepercayaan pada diri sendiri, dan
kebiasaan bertindak sebagai subjek. Tuntutan terhadap
pembelajaran Discovery Strategy, sesungguhnya membutuhkan
kebiasaan yang sesuai dengan kondisi anak didik. Tuntutan-
tuntutan tersebut, setidaknya akan memberikan keterpaksaan yang
tidak biasa dilakukan dengan menggunakan sebuah aktivitas yang
biasa dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan kelebihan dan keterbatasan Discovery Strategy tersebut,
tentunya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Discovery Strategy yang
melibatkan para anak didik secara langsung dalam proses pembelajaran, tidak
selamanya mempermudah pembelajaran. Keterbatasan metode Discovery
16
Strategy menjadi sebuah permasalahan tersendiri dalam pembelajaran.oleh
katena itu, kelebihan dan keterbatan Discovery Strategy membutuhkan sebuah
komunikasi yang saling berkesinambungan dan sejalan dengan minat dan
kebutuhan mereka dalam memahami Discovery Strategy sebagai strategi
pembelajaran.
2.2. Penelitian yang Relevan
Adapun hasil penelitian yang relevan yang mendekati judul penelitian ini
adalah hasil penelitian yang berjudul peningkatan hasil belajar IPA melalui
penerapan metode Guided Inquiri-Discovery pada siswa kelas IV SDN 02
Karanganyar kecamatan Karanganyar Kabupaten Karananyar tahun
pelajaran 2011/2012 (Rahmawati:2012) berdasarkan hasil analisis data
menunjukan adanya peningkatan hasil belajar IPA dengan rata-rata pada pra
tindakan 65,28 dengan ketuntasan 52,38 %, pada siklus I meningkat menjadi
72,90 dengan ketuntasan 71,42 %, dan siklus II terjadi peningkatan secara
signifikan yaitu 79,57 dengan ketuntasan 90,46 % sehingga berdasarkan hasil
penelitian dapat dikatakan meningkat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lubis F. Khamdani (2011)
dengan judul Upaya meningkatkan hasil belajar ilmu pengetahuan alam
(IPA) dengan metode pembelajaran penemuan (Discovery) pada siswa kelas
IV SD Negeri 01 Ngabeyan Kartasura tahun 2010/2011, menyimpulkan
bahwa hasil belajar siswa sebelum tindakan kelas memperoleh daya serap
46,43 %. Sedangkan di akhir hasil belajar siswa mencapai daya serap 100 %.
Berdasarkan beberapa penelitian tentang penggunaan model Discovery
dalam pembelajaran dapat disimpulkan bahwa penggunaan model Discovery
dapat meningkatkan hasil belajar. Dengan demikian, penelitian tersebut
mendukung penelitian yang akan dilakukan peneliti yang menekankan
penggunaan model Discovery untuk meningkatkan proses pembelajaran dan
hasil belajar. Namun, penelitian yang dilakukan memiliki persamaan yaitu
sama-sama mengukur hasil belajar dan instrumen yang digunakan
17
menggunakan teknik tes. Sedangkan perbedaan yaitu terletak pada masalah
yang ditelit, subjek penelitian yaitu siswa kelas IV SD Kristen 03 Eben
Haezer Salatiga, tujuan penelitian, dan variabel penelitian.
2.3. Kerangka Berpikir
Pembelajaran yang telah berlangsung di SD Kristen 03 Eben Haezer
Salatiga adalah pembelajaran yang berpusat pada guru dan kurang melibatkan
peserta didik. Oleh karena itu, perbaikan pembelajaran perlu dilakukan.
Upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar adalah melalui
mendesain pembelajaran dengan menggunakan pendekatan model Discovery.
Model Discovery adalah cara penyajian pembelajaran yang memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau
tanpa bantuan guru. Berdasarkan pada teori tersebut, penulis memilih model
Discovery untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Kristen 03
Eben Haezer Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016 pada mata pelajaran IPA.
Gambar 2.1 Peta Konsep Kerangka Berpikir
PEMBELAJARAN
IPA
Guru
menyampaikan
materi dengan
ceramah
Pembelajaran
kurang efektif
Peserta didik kurang
aktif, hanya sebagai
pendengar
Guru menciptakan
pembelajaran aktif
dan inovatif
Model
pembelajaran
Discovery
Tingkat pemahaman
peserta didik kurang,
memperoleh hasil
belajar < 75
Peserta didik
memecahkan
masalahnya
sendiri
Tingkat pemahaman
peserta didik naik, hasil
belajar meningkat >75
18
Berdasarkan gambar 2.1 peta konsep kerangka berpikir memiliki tiga sub
yaitu kondisi awal, tindakan dankondisi akhir. Pada kondisi awal guru menyampaikan
materi dengan menggunakan metode ceramah sehingga pembelajaran kurang efektif,
peserta didik kurang aktif, hanya sebagai pendengar dan tingkat pemahaman peserta
didik kurang berdampak pada hasil belajar peserta didik ˂ 75. Berdasarkan kondisi
kelas tersebut peneliti melakukan tindakan untuk meningkatkan hasil belajar peserta
didik dengan menggunakan model Discovery yaitu guru menciptakan pembelajaran
aktif dan inovatif sehingga peserta didik dapat memecahkan masalahnya sendiri
menggunakan model Discovery dan pada kondisi akhir tingkat pemahaman peserta
didik akan meningkat, hasil belajar peserta didik diatas >75.
2.4. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir yang telah
dikembangkan, maka dapat dirumuskan hipotesis proses dan hasil tindakan
sebagai berikut:
1. Penerapan model pembelajaran Discovery dalam pembelajaran IPA dapat
meningkatkan proses pembelajaran, hasil pembelajaran meliputi aktivitas
guru dan aktivitas peserta didik pada siswa kelas IV semester II SD
Kristen 03 Eben Haezer Salatiga, Tahun Ajaran 2015/2016 secara
signifikan minimal 10%. Dengan menggunakan langkah-langkah
pembelajaran model Discovery yaitu, Stimulation (stimulus/ pemberian
ragsangan), Data Collection (pengumpulan data), Data Processing
(pengolahan data), Verification (pembuktian), dan Generalization
(menarik kesimpulan).
2. Penerapan model Discovery dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada
siswa kelas IV semester II SD Kristen 03 Eben Haezer Salatiga, Tahun
Ajaran 2015/2016 dapat meningkatkan hasil belajar IPA serta
meningkatkan peran aktif peserta melalui aktivitas guru dan aktivitas
peserta didik.
Top Related