7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik terpadu yang diterapkan di SD dalam kurikulum
2013 berlandaskan pada Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang
standar proses pendidikan dasar dan menengah yang menyebutkan, bahwa
“sesuai dengan standar kompetensi lulusan dan standar isi, maka prinsip
pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran
terpadu.” Pelaksanaan kurikulum 2013 pada SD/MI dilakukan melalui
pembelajaran dengan pendekatan tematik-terpadu dari kelas 1 sampai kelas 6.
Trianto (2010:70), menyebutkan bahwa pembelajaran tematik
merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan
beberapa mata pelajaran sehingga dapat memeberikan pengalaman belajar
yang bermakna kepada siswa. Tema yang diberikan merupakan pokok pikiran
atau gagasan pokok yang menajadi topik pembelajaran.
Pembelajaran terpadu didefinisikan sebagai pembelajaran yang
menghubungkan berbagai gagasan, konsep, keterampilan, sikap, dan nilai,
baik antar mata pelajaran maupun dalam satu mata pelajaran. Pembelajaran
tematik memberi penekanan pada pemilihan suatu tema yang spesifik yang
sesuai dengan materi pelajaran, untuk mengajar satu atau beberapa konsep
yang memadukan berbagai informasi.
Permendikbud Nomor 81A tahun 2013 lampiran IV menyebutkan
bahwa Kurikulum 2013 mengembangkan dua modus proses pembelajaran
yaitu proses pembelajaran langsung dan proses pembelajaran tidak langsung.
Proses pembelajaran langsung adalah proses pendidikan dimana peserta didik
mengembangkan pengetahuan, kemampuan berpikir dan keterampilan
psikomotorik melalui interaksi langsung dengan sumber belajar yang
dirancang dalam silabus dan RPP berupa kegiatan-kegiatan pembelajaran.
8
Pembelajaran langsung peserta didik melakukan kegiatan belajar mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menganalisis, dan
mengkomunikasikan apa yang sudah ditemukannya dalam kegiatan analisis.
Proses pembelajaran langsung menghasilkan pengetahuan dan keterampilan
langsung atau yang disebut dengan instructional effect.
Pembelajaran tidak langsung adalah proses pendidikan yang terjadi
selama proses pembelajaran langsung tetapi tidak dirancang dalam kegiatan
khusus. Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan pengembangan nilai
dan sikap. Berbeda dengan pengetahuan tentang nilai dan sikap yang
dilakukan dalam proses pembelajaran langsung oleh mata pelajaran tertentu,
pengembangan sikap sebagai proses pengembangan moral dan perilaku
dilakukan oleh seluruh mata pelajaran dan dalam setiap kegiatan yang terjadi
di kelas, sekolah, dan masyarakat. Dalam proses pembelajaran Kurikulum
2013, semua kegiatan yang terjadi selama belajar di sekolah dan di luar dalam
kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler terjadi proses pembelajaran untuk
mengembangkan moral dan perilaku yang terkait dengan sikap.
Dalam pembelajaran langsung dan pembelajaran tidak langsung,
pembelajaran dilaksanakan secara terintegrasi dan tidak terpisah.
Pembelajaran langsung berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut
KD yang dikembangkan dari KI-3 dan KI-4. Keduanya, dikembangkan secara
bersamaan dalam suatu proses pembelajaran dan menjadi wahana untuk
mengembangkan KD pada KI-1 dan KI-2. Pembelajaran tidak langsung
berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan
dari KI-1 dan KI-2. Proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar
pokok yaitu: a) mengamati, b) menanya, c) mengumpulkan informasi, d)
mengasosiasi, dan e) mengkomunikasikan.
9
Tabel 2.1
Kompetensi Inti Kelas 4 Semester 2
KI 1 KI 2 KI 3 KI 4
Menerima dan
menjalankan ajaran
agama yang
dianutnya.
Menunjukkan
perilaku jujur,
disiplin, tanggung
jawab, santun,
peduli, dan percaya
diri dalam
berinteraksi dengan
keluarga, teman,
guru, dan
tetangganya serta
cinta tanah air.
Memahami
pengetahuan
faktual dengan cara
mengamati dan
menanya
berdasarkan rasa
ingin tahu tentang
dirinya, makhluk
ciptaan Tuhan dan
kegiatannya, dan
benda-benda yang
dijumpainya di
rumah, di sekolah
dan tempat
bermain.
Menyajikan
pengetahuan
faktual dalam
bahasa yang jelas
dan logis, dalam
karya yang estetis,
dalam gerakan yang
mencerminkan
anak sehat, dan
dalam tindakan
yang
mencerminkan
perilaku anak
beriman dan
berakhlak mulia.
Sumber: Buku Guru Kelas 4 SD Revisi 2014
Usia siswa sekolah dasar berada diantara 7-13 tahun. Pada usia tersebut
anak berada pada tahapan operasi konkret dan akan mengalami masa dimana
anak menunjukkan perilaku memandang dunia secara objektif, bergeser dari
satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur
secara serentak, mulai berpikir secara operasional, mempergunakan cara
berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, membentuk dan
mempergunakan keterkaitan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan
mempergunakan hubungan sebab akibat. Karena kecenderungan anak yang
suka dan cenderung menghubungkan satu keterkaitan dengan keterkaitan
yang lainnya, maka sangat dibutuhkan kurikulum atau proses pembelajaran
dengan saling menghubungkan satu aspek pembelajaran pada aspek yang
lainnya dan menjadikan suatu kesatuan dengan keterkaitan yang sama. Maka
dalam hal ini, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tematik
integratif digunakan dalam Kurikulum SD/MI tahun 2013.
Pembelajaran SD berdasarkan kurikulum 2013 dilaksanakan dengan
menggunakan tema, sehingga dapat mengkaitkan antara satu mata pelajaran
dengan mata pelajaran lain. Muatan mata pelajaran yang dipadukan adalah
muatan pelajaran PPKn, bahasa indonesia, IPS, IPA, matematika, seni budaya
10
dan prakarya, serta pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan. Kurikulum
2013, buku guru dan buku siswa sudah disiapkan oleh pemerintah dan sudah
dikembangkan menjadi tema dan subtema.
Kemendikbud tahun 2013 disebutkan bahwa mata pelajaran merupakan
unit organisasi kompetensi dasar yang terkecil. Kurikulum SD/MI organisasi
kompetensi dasar dilakukan melalui pendekatan terintegrasi. Berdasarkan
pendekatan ini maka terjadi reorganisasi kompetensi dasar mata pelajaran
yang mengintegrasikan konten mata pelajaran ilmu pengetahuan alam dan
ilmu pengetahuan sosial di kelas 1, 2, dan 3 kedalam mata pelajaran
pendidikan pancasila dan kewarganegaraan, bahasa indonesia, matematika,
serta pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan. Pendekatan ini menjadikan
struktur kurikulum SD/MI menjadi lebih sederhana karena jumlah mata
pelajaran berkurang.
Kelas 4, 5, dan 6 nama mata pelajaran ilmu pengetahuan alam dan ilmu
pengetahuan sosial tercantum dalam struktur kurikulum dan memiliki
kompetensi dasar masing-masing. Proses pembelajaran kompetensi dasar
ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial, sebagaimana
kompetensi dasar mata pelajaran lain, diintegrasikan ke dalam berbagai tema..
Substansi muatan lokal termasuk bahasa daerah diintegrasikan ke dalam mata
pelajaran seni budaya dan prakarya. Berbeda dengan kelas rendah, untuk
kelas tinggi yaitu 4, 5 dan 6 mata pelajaran matematika serta PJOK berdiri
sendiri dan tidak masuk dalam tema.
Berdasarkan peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan Republik
Indonesia nomor 24 tahun 2016 tentang kompetensi inti dan kompetensi dasar
pada kurikulum 2013 pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah
pertama pasal 1 butir (3) menyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran pada
sekolah dasar dilakukan dengan pendekatan pembelajaran tematik-terpadu,
kecuali untuk mata pelajaran matematika dan pendidikan jasman, olahraga
dan kesehatan (PJOK), mata pelajaran tesebut berdiri sendiri untuk kelas 4, 5
dan 6.
11
Pembelajaran tematik kelas 4 semester 2 terdiri dari 5 tema yaitu tema 5
pahlawanku, tema 6 indahnya negeriku, tema 7 cita-citaku, tema 8 tempat
tinggalku, tema 9 makananku sehat dan bergizi.
Tabel 2.2
Tema dan Subtema Pembelajaran Tematik Kelas 4 Semester 2
Tema Sub Tema
5 Pahwlanku 1. Perjuangan Para Pahlawan
2. Pahlawanku Kebanggaanku
3. Sikap Kepahlawanan
6 Indahnya Negeriku 1. Keanekaragaman Hewan dan
Tumbuhan
2. Keindahan Alam Negeriku
3. Indahnya Peninggalan Sejarah
7 Cita-citaku 1. Aku dan Cita-citaku
2. Hebatnya Cita-citaku
3. Giat Berusaha Meraih Cita-cita
8 Tempat Tinggalku 1. Lingkungan Tempat Tinggalku
2. Keunikan Daerah Tempat Tinggalku
3. Aku Bangga dengan Daerah Tempat
Tinggalku
9 Makananku Sehat dan
Bergizi
1. Makananku Sehat dan Bergizi
2. Manfaat Makanan Sehat dan Bergizi
3. Kebiasaan Makanku
Sumber: Buku Guru Kelas 4 SD Revisi 2014
Ranah afektif dalam kurikulum 2013 ada dua aspek yaitu sikap
keagamaan dan sikap sosial. Sikap keagamaan terintegrasi dalam kompetensi
inti (KI-1) dan sikap sosial (KI-2). Kedua aspek sikap inilah yang menjadi
dasar sampai dipetakan dalam kompetensi dasar (KD) dan menjadi sebuah
pembelajaran. Pemetaan KD untuk tema 8 lingkungan tempat tinggalku dan
subtema 2 keunikan daerah tempat tinggalku disajikan secra rici melalui
gambar 2.1. Komponen sikap sosial (KI-2) yang berada di dalamnya adalah:
menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, santun, peduli, dan
percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru dan
tetangganya. Subtema yang akan dibahas adalah subtema 2 yaitu, keunikan
daerah tempat tinggalku.
12
IPS
1.3 Menerima karunia Tuhan YME
yang telah menciptakan manusia dan
lingkungannya
2.3 Menunjukkan perilaku santun,
toleran dan peduli dalam melakukan
interaksi sosial dengan lingkungan dan
teman sebaya
3.5 Memahami manusia dalam
dinamika interaksi dengan lingkungan
alam, sosial, budaya, dan ekonomi
4.5 Menceritakan manusia dalam
dinamika interaksi dengan lingkungan
alam, sosial, budaya, dan ekonomi
PPKn
1.2 Menghargai kebersamaan dalam keberagaman sebagai anugerah Tuhan Yang
Maha Esa di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitar
2.3 Menunjukkan perilaku sesuai dengan hak dan kewajiban sebagai warga dalam
kehidupan sehari-hari di rumah sekolah dan masyarakat sekitar
3.3 Memahami manfaat keberagaman karakteristik individu di rumah, sekolah dan
masyarakat
4.3 Bekerjasama dengan teman dalam keberagaman di lingkungan rumah, sekolah,
dan masyarakat
IPA
1.1 Bertambah keimanannya dengan menyadari hubungan
keteraturan dan kompleksitas alam dan jagad raya terhadap
kebesaran Tuhan yang menciptakannya, serta
mewujudkannya dalam pengamalan ajaran agama yang
dianutnya
2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin
tahu; obyektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati;
bertanggung jawab; terbuka; dan peduli lingkungan) dalam
aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap
dalam melakukan inkuiri ilmiah dan berdiskusi
3.7 Mendeskripsikan hubungan antara sumber daya alam
dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat
4.7 Menyajikan laporan hasil pengamatan tentang
teknologi yang digunakan di kehidupan sehari-hari serta
kemudahan yang diperoleh oleh masyarakat dengan
memanfaatkan teknologi tersebut
Tema 8 Subtema 2
Keunikan Daerah Tempat
Tinggalku
Gambar 2.1
Pemetaan Kompetensi Dasar Tema 8 Tempat Tinggalku
Subtema 2 Keunikan Daerah Tempat Tinggalku
Sumber: Buku Guru Kelas 4 SD Revisi 2014
13
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) memiliki standar
kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD), maka dalam kurikulum 2013
memiliki komponen berupa kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD).
Kemendikbud tahun 2013 menyebutkan bahwa kompetensi inti merupakan
terjemahan atau operasionalisasi standar kompetensi lulusan dalam bentuk
kualitas yang harus dimiliki oleh peserta didik yang telah menyelesaikan
pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu,
gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek
sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang harus dipelajari peserta didik
untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi inti harus
menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan
soft skills.
Kompetensi inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait
yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (KI1), sikap sosial (KI2),
pengetahuan (KI3), dan penerapan pengetahuan (KI4). Keempat kelompok itu
menjadi acuan dari kompetensi dasar dan harus dikembangkan dalam setiap
peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan
sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect
teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan (KI3)
dan penerapan pengetahuan (KI4).
Kompetensi dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk
setiap kelas yang diturunkan dari kompetensi inti. Kompetensi dasar adalah
konten atau kompetensi yang terdiri atas sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang bersumber pada kompetensi inti yang harus dikuasai
peserta didik. Kompetensi tersebut dikembangkan dengan memperhatikan
karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata
pelajaran. Mata pelajaran sebagai sumber dari konten untuk menguasai
kompetensi bersifat terbuka dan tidak selalu diorganisasikan berdasarkan
disiplin ilmu yang sangat berorientasi hanya pada filosofi esensialisme dan
perenialisme. Mata pelajaran dapat dijadikan organisasi konten yang
dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu atau non disiplin ilmu yang
14
diperbolehkan menurut filosofi rekonstruksi sosial, progresifisme atau pun
humanisme. Karena filosofi yang dianut dalam kurikulum adalah eklektik
seperti dikemukakan dibagian landasan filosofi maka nama mata pelajaran
dan isi mata pelajaran untuk kurikulum yang akan dikembangkan tidak perlu
terikat pada kaedah filosofi esensialisme dan perenialisme. Kompetensi dasar
merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang
diturunkan dari kompetensi inti.
Pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah mengacu pada standar
proses. Permendikbud No. 65 tahun 2013 mengenai Standar Proses
menjelaskan bahwa dalam pembelajaran harus ada silabus dan RPP. Standar
proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai
standar kompetensi lulusan. Silabus merupakan kerangka pembelajaran untuk
setiap bahan kajian mata pelajaran. Silabus memuat beberapa komponen
didalamnya, diantaranya: identitas mata pelajaran, identitas sekolah,
kompetensi inti, kompetensi dasar, tema, materi pokok, pembelajaran,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus dikembangkan
berdasarkan standar kompetensi lulusan dan satandar isi. Silabus digunakan
sebagai acuan dalam pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran.
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan
pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. Komponen dalam
RPP terdiri atas: identitas sekolah, identitas mata pelajaran, kelas/semester,
materi pokok, alokasi waktu, tujuan pembelajaran, kompetensi dasar, materi
pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, sumber belajar,
langkah-langkah pembelajaran dan penilaian hasil belajar. Prinsip serta inti
dalam RPP kurikulum 2013 cenderung menggunkan pendekatan scientifik
serta berpusat pada peserta didik. Penekanan pembelajaran pada pendekatan
scientifik akan lebih menjadikan siswa ikut berpartisipasi aktif dan menjadi
pusat dalam pembelajaran. Aktivitas siswa selama dalam pembelajaran
seharusnya diukur dan diberi penilaian.
15
2.1.2 Penilaian dalam Pembelajaran
Menurut Wardani, Naniek Sulistya (2012:60) penilaian adalah proses
pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil
belajar peserta didik yang dilakukan melalui perencanaan, pengumpulan
informasi, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang proses dan hasil
belajar peserta didik. Pelaksanaan asesmen terpadu dengan kegiatan
pembelajaran dalam suasana dan prosedur formal dan informal. Penilaian
dalam kurikulum 2013 meliputi empat aspek sesuai dalam kompetensi inti.
Penilaian bukan hanya dalam ranah kognitif saja, tetapi juga aspek sikap
sosial juga. Langkah-langkah pembelajaran scientifik menggunakan 5
kegiatan pembelajaran, yaitu:
1. Mengamati
2. Menanya
3. Menalar
4. Mengolah data
5. Mengkomunikasikan
Dalam setiap rangkaian langkah pembelajaran scientifik dapat diketahui
tingkat keberhasilannya melalui pengukuran. Penilaian dalam ranah kognitif
menggunakan instrumen berupa butir soal dan dalam penilaian afektif
menggunakan instrumen non tes berupa butir pernyataan. Berikut merupakan
tabel mengenai teknik asesmen tes dan nontes yang dapat dilihat dalam tabel
2.3.
16
Tabel 2.3
Teknik Asesmen Tes dan Non tes
Teknik Bentuk Kepentingan Jenis
Tes
Tertulis
Obyektif
Lebih sesuai untuk
indikator kognitif
Benar-salah, pilihan ganda,
isian, menjodohkan
Subyektif
Pengerjaan soal, latihan
membaca pemahaman, esai
berstruktur, esai bebas.
Lisan
Obyektif
Lebih sesuai untuk
indikator kognitif
Kuis
Subyektif
Pemahaman: tanya jwab,
pelafalan, membaca nyaring,
mendengarkan, instruksi lisan,
percakapan
Perbuatan
Kinerja Lebih sesuai untuk
indikator psikomotor
Permaianan, bermain peran,
drama, membaca puisi,
wawancara, debat, bercerita,
menari, dan sebagainya.
Produk
Patung, kerajinan tangan, model,
pesawat sederhana, alat, ternak,
tanaman, simpul tali-menali,
janur, hiasan buah-buahan dan
sebagainya.
Lebih sesuai untuk
indikator psikomotor
Non
Tes
Penilaian Hasil
Lebih sesuai untuk
indikator afektif
Pengamatan, daftar chek, skala
sikap, catatan diri, buku harian,
angket, ungkapan perasaan,
anekdot, sosiogram.
Portofolio
Dipakai untuk
mengamati
perkembangan
kemampuan kognitif
dan psikomotor
Puisi, karangan gambar, peta
denah, makalah, laporan,
eksperimen, sinopsis, drama,
dan sebagainya.
Sember: Wardani (2012:76)
2.1.3 Pengembangan Instrumen Evaluasi Ranah Afektif
Menurut Depdiknas (dalam Wardani dan Slameto, 2012:23), teknik
penyusunan atau pengembangan instrumen asesmen ranah afektif ada 11
(sebelas) langkah, yaitu: menentukan spesifikasi instrumen, menulis
instrumen, menentukan skala instrumen, menentukan pedoman penskoran,
menelaah instrumen, merakit instrumen, melakukan uji coba, menganalisis
hasil ujicoba, memperbaiki instrumen, melaksanakan pengukuran dan
menafsirkan hasil pengukuran.
17
a. Spesifikasi Instrumen
Ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif berdasarkan
tujuannya, yaitu: instrumen sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.
Wardani, Naniek Sulistya dan Slameto (2012:45) mengemukakan
Instrumen sikap merupakan alat ukur ranah afektif yang dipergunakan
untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya
terhadap kegiatan sekolah, mata pelajaran, pendidik, dan sebagainya.
Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif dan juga bisa negatif.
Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang
ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian
sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta
didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik dan
sebagainya. Sebelum menyusun spesifikasi instrumen perlu
memperhatikan empat hal, yaitu: tujuan pengukuran, kisi-kisi
instrumen, bentuk dan format instrumen, serta panjang instrumen.
Menyusun Kisi-kisi
Menyusun kisi-kisi (test blue-print atau table of spesification)
adalah format matriks pemetaan butir pernyataan atau pertanyaan
yang menggambarkan distribusi butir untuk berbagai tujuan belajar
berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan
sikap atau psikomotor tertentu. Secara sederhana kisi-kisi
instrumen merupakan matrik yang berisi spesifikasi instrumen yang
akan ditulis. Langkah-langkah menyusun kisi-kisi butir pernyataan
atau pertanyaan adalah sebagai berikut:
1) Pemilihan sampel atau contoh substansi yang akan ditulis butir
pernyataan atau pertanyaannnya.
2) Indikator perilaku dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam
merumuskan pertanyaan atau pernyataan yang dikehendaki.
3) Pilih jenis instrumen yang akan digunakan.
4) Tentukan jenjang kemampuan perilaku dan ketrampilan yang
ingin dicapai.
18
5) Dalam standar isi, kemampuan perilaku yang akan diukur
dapat dilihat pada “perilaku dan ketrampilan yang terdapat
pada rumusan kompetensi dasar atau pada standar
kompetensi.”
Penyusunan kisi-kisi perlu melihat kata kerja operasional (KKO)
ranah afektif, yaitu receiving, responding, valuing, organization
dan characterization yang dapat dilihat dalam tabel 2.4.
Tabel 2.4
Rumusan Tujuan Belajar Domain Afektif dari David Krathwohl
Kategori dari
Taxonomi Tujuan Belajar
Istilah Hasil Belajar
Yang Behavioristis
1. Menerima
kemampuan peserta
didik melihat
fenomena atau
stimulti: aktivitas,
klas, texbook,
musik; usaha
menimbulkan,
memelihara dan
mengarahkan
perhatian peserta
didik.
Tingkat terendah.
Mendengarkan penuh
perhatian.
Menunjukkan kesadaran
belajar.
Menunjukkan sensitifitas
terhadap kebutuhan manusia
& problem sosial: mengikuti
sungguh-sungguh aktifitas
sekolah.
Bertanya
Memilih
Menggambarkan
Mengikuti
Memberi
Memegang
Mengidentifikasi
Menempatkan
Merasakan
Menunjuk
Menjawab
Menggunakan
Contoh rumusan indikator:
Peserta didik dapat mengidentifikasi 3 unsur terpenting dari tata tertib sekolah.
2. Menjawab
partisipasi aktif dari
peserta didik.
Tidak sekedar
melihat fenomena,
tetapi mereaksnya
termasuk di sini
interst mencari dan
menyenangi
sesuatu.
Mengerjakan pekerjaan
rumah, menurut aturan
sekolah.
Berpartisipasi dalam diskusi.
Menyelesaikan kerja
laboratorium.
Melaporkan tugas tertentu.
Menunjukkan interst dalam
pelajaran, suka menolong
yang lain.
Menjawab
Menyesuaikan
Menghormati
Membantu
Menamai
Membentuk
Melakukan
Memberikan
Membaca
Mencatat
Melaporkan
Mengerjakan
Contoh rumusan indikator: Peserta didik dapat bertindak sesuai tata tertib sekolah.
3. Menilai:
kemampuan
meletakkan nilai
terhadap obyek,
fenomena atau
Kepercayaan dalam satu
proses yang demokratis.
Appresiasi terhadap literatur.
Appresiasi peranan science
dalam hisup kita.
Menyelesaikan
Menggambarkan
Membedakan
Menjelaskan
Membentuk
19
tingkah laku.
Penilaian dari hal
sederhana sampai
yang kompleks.
Penilaian
berdasarkan
internalisasi, juga
sikap dan
appresiasi.
Memperhatikan
kesejahteraan orang lain.
Menunjukkan sikap mempu
memecahkan soal.
Pertisipasi dalam pekerjaan
sekolah.
Memakai
Mengundang
Menyatakan
Mempertimbangkan
Merencanakan
Membaca
Memilih
Melaporkan
Membagi
Mempelajari
Contoh rumusan indikator:
Peserta didik dapat membedakan tindakan yang sesuai tata tertib sekolah dan
yang melanggar baik untuk teman maupun dirinya.
4. Organisasi:
menyatukan nilai-
nilai yang berbeda,
memecahkan
pertentangan,
pembangunan
sistem nilai yang
konsisten.
Tekanan pada
perbansingan
hubungan & sintesa
nilai-nilai.
Meliputi juga
konsep nilai filsafat
hidup.
Mengenal batasan antara
kemerdekaan diri dan
tanggung jawab.
Mengenal peranan perasaan
yang sistematis & problem
solving.
Mempertanggungjawabkan
tingkah laku.
Menyadari kekuatan dan
kelemahan.
Menyelaraskan hidupnya.
Mendekatkan
Mengubah
Menyusun
Menyatukan
Membandingkan
Mengidentifikasi
Mengintegrasikan
Mengatur
Menyiapkan
Menghubungkan
Mensintesakan
Contoh rumusan indikator:
Setelah mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya, peserta sisik dapat merancang
masa depan kariernya secara rasional.
5. Karakterisasi dari
nilai atau kelompok
nilai; individu
mengontrol tingkah
lakunya hingga
tercermin corak
hidup tertentu.
Tingkah lakunya
menjadi konsisten
dan prediktabel.
Disini meliputi pola
umum dari
penyesuaian
pribadi, sosial dan
emosi.
Menunjukkan kesadaran
akan keselamatannya.
Menunjukkan kepercayaan
diri.
Mempraktekkan kerjasama.
Menunjukkan disiplin diri.
Membiasakan hidup yang
sehat.
Mempengruhi
Mendengarkan
Mengubah
Membentuk
Mempraktekkan
Mengkualifikasikan
Menyatakan
Memperbaiki
Memecahkan
Menggunakan
Memverifikasikan
Contoh rumusan indikator pengukuran:
Peserta didik dapat menunjukkan kebiasaan hidup yang sehat sekalipun tidak
diketahui orang lain.
Sumber: Wardani dan Slameto (2012:27)
20
b. Menentukan Skala Instrumen Penilaian Afektif
Skala instrumen yang sering digunakan adalah skala thurstone, skala
guttman, skala likert, dan skala beda sematik.
c. Menentukan Pedoman Penskoran
Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran.
Apabila digunakan skala Thrustone, skala beda semantik maka skor
tertinggi tiap butir 7 dan skor terendah 1. Untuk skala Likert, pada
awalnya skor tertinggi tiap butir 5 dan terendah 1. Skala guttman hanya
menggunakan skor 0 dan 1.
d. Menelaah Instrumen
Kegiatan telaah instrumen adalah menelaah instrumen apakah:
a) Format isntrumen menarik untuk dibaca
b) Pedoman menjawab atau mengisi instrumen jelas
c) Jumlah butir dan panjang kalimat pertanyaan/pernyataan sudah
tepat
d) Butir pertanyaan/pertanyaan instrumen sesuai dengan indikator
e) Bahasa yang digunakan komunikatif dan menggunakan tata bahasa
yang benar
f) Butir pertanyaan dan pernyataan tidak bias.
e. Merakit Instrumen
Merakit instrumen adalah menetukan format tata letak instrumen dan
urutan pertanyaan/pertanyaan. Format instrumen harus dibuat manerik
dan tidak terlalu panjang, sehingga responden tertarik untuk membaca
dan mengisinya.
f. Uji Coba Instrumen
Instrumen diujicobakan kepada responden, sesuai dengan tujuan
penilaian apakah kepada peserta didik, kepada guru atau orang tua
peserta didik. Untuk itu dipilih sampel yang kerekteristiknya mewakili
populasi yang ingin dinilai.
21
g. Analisis Hasil Uji Coba
Analisis hasil ujicoba meliputi variasi jawaban tiap butir
pertanyaan/pernyataan. Jika menggunkan skala thrustone instrumen 1
sampai 7, dan jawaban responden bervariasi dari 1 sampai 7, maka butir
pertanyaan/pernyataan pada instrumen ini dapat dikatakan baik. Namun
apabila jawabannya hanya pada satu pilihan jawaban saja, misalnya
pada nomor 3, maka butir instrumen ini tergolong tidak baik. Indikator
yang digunakan adalah besarnya daya beda. Bila daya beda butir
instrumen lebih dari 0,30, butir instrumen tergolong baik. Indikator lain
yang diperhatikan adalah indeks keterandalan yang dikenal dengan
indeks reabilitas. Batas indeks reabilitas minimal 0,70. Bila indeks ini
lebih kecil dari 0,70, kesalahan pengukuran akan melebihi batas. Oleh
karena itu diusahakan agar indeks keterandalan instrumen minimal
0,70.
h. Perbaikan Instrumen
Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan / pernyataan yang
tidak baik, berdasarkan analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telah
instrumen baik, namun hasil ujicoba empirik tidak baik. Untuk itu butir
pertanyaan/pernyataan instrumen harus diperbaiki. Perbaikan termasuk
mengakomodasi saran-saran dari responden ujicoba. Instrumen
sebaiknya dilengkapi dengan pertanyaan terbuka.
i. Pelaksanaan Pengukuran
Waktu pelaksanaan bukan pada waktu responden sudah lelah. Oleh
karena itu, sebaiknya responden juga diberi minuman agar tidak lelah.
Ruang untuk mengisi instrumen harus memiliki cahaya (penerangan)
yang cukup dan sirkulasi udara yang baik. Tempat duduk juga diatur
agar responden tidak terganggu satu sam lain. Diusahakan agar
responden tidak saling bertanya pada responden yang lainnya agar
jawaban kuesioner tidak sama atu homogen. Pengisian instrumen
dimulai dengan penjelasan tentang tujuan pengisian, manfaat bagi
responden, dan pedoman pengisian instrumen.
22
j. Penafsiran Hasil Instrumen
Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Untuk mentafsirkan hasil
pengukuran diperlukan satu kriteria. Kriteria instrumen yang digunakan
tergantung pada skala dan jumlah butir pertanyaan/pernyataan yang
digunakan. Langkah-langkah standar prosedur instrumen hasil belajar
dalam bentuk tes dan non tes memiliki prinsip yang sama, untuk lebih
jelasnya dapat melihat gambar 2.2.
Gambar 2.2
Prosedur Pengembangan Instrumen Tes
Sumber: Wardani (2012:120)
Identifikasi tujuan dan kawasan
ukur
Delineasi
(uraian kompetensi inti)
Batasan perilaku dan
kompetensi
BLUE PRINT
Spesifikasi tes
Penulisan Item/Soal
Revisi item
Uji coba awal
Field Test
Analisis Item
Perakitan tes dan penyusunan
instruksi
Pengujian reabilitas
Bentuk final
Tes siap pakai
23
2.1.5 Skala Pengukuran Afektif
Skala Thurstone dikembangkan oleh L.L Thurstone dari metode
psikofisikal yang bertujuan untuk mengurutkan responden berdasarkan ciri
atau kriteria tertentu. Skala Thrustone disusun dalam interval yang mendekati
sama besar (equal appearing interval).
Hasil dari skala Thrustone sejumlah pertanyaan sekitar 20 buah, yang
telah diketahui posisi pertanyaan berdasarkan penilaian juri/pakar. Skala
Thrustone terdiri dari 7 kategori, paling banyak bernilai 1.
Skala Likert dikembangkan oleh Rensis Likert, banyak digunakan
dalam penelitian moral (sikap, pendapat dan persepsi) seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert, kompetensi
yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator. Kemudian indikator tersebut
dijadikan sebagi titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat
berupa pertanyaan atau pernyataan.
Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert
mempuyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat
berupa kata-kata antara lain: Sangat Penting (SP), Penting (P), Tidak Penting
(TP), Sangat Tidak Penting (STP) atau (1) sangat setuju, (2) setuju, (3) tidak
setuju, (4) sangat tidak setuju. Urutan setuju atau tidak setuju dapat juga
dibalik mulai dari sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju.
Langkah-langkah dalam menyusun skala Likert antara lain adalah: (1)
Memilih variabel afektif yang akan diukur; (2) Membuat beberapa pernyataan
tentang variabel afektif yang dimaksudkan; (3) Mengklasifikasikan
pernyataan positif atau negatif; (4) Menentukan jumlah gradual dan frase atau
angka yang dapat menjadi alternatif pilihan; (5) Menyusun perntaan dan
pilihan jawaban menjadi sebuah alat penilaian; (6) Melakukan ujicoba; (7)
Membuang butir-butir pernyataan yang urang baik; dan (8) Melaksanakan
Penilaian.
Skala Perbedaan Sematis (sematic Differential Scale) dikembangkan
oleh Osgood. Skala ini digunakan untuk mengukur sikap yang bentuknya
tersusun dalam satu garis kontinum yang jawabannya sangat positifnya
24
terletak dibagian kanan garis, dan jawabannya yang sangat negatif terletak di
bagian kiri garis atau sebaliknya, menghasilkan data interval. Skala perbedaan
sematis merupakan metode pengukuran sikap dengan menggunakan skala
penilaian tujuh butir yang menyatakan secara verbal dua kutub (bipolar)
penilaian yang ekstrim. Dua kutub ekstrim yang dinyatakan antara lain dapat
berupa penilaian mengenai baik-buruk, kuat-lemah, modern-kuno. Responden
diminta mengisis ruang sematis yang tersedia untuk merefleksikan seberapa
dekat sikap responden terhadap subyek, obyek atau kejadian diantara dua
kutub penilaian yang ekstrim.
Skala Guttman merupakan skala kumulatif. Jika seseorang
menyisakan pertanyaan yang berbobot lebih berat, ia akan mengiyakan
pertanyaan yang kurang berbobot lainnya. Skala Guttman mengukur suatu
dimensi saja dari suatu yang variable yang multidimensi. Skala Guttman
disebut juga skala Scalogram yang sangat baik untuk meyakinkan. Peneliti
tentang kesatuan dimensi dari sifat atau sikap yang teliti yang sering disebut
dengan atribut universal. Pada skala Guttman terdapat beberapa pertanyaan
yang diurutkan secara hierarkis untuk melihat sikap tertentu seseorang. Jika
seseorang menyatakan tidak terhadap pernyataan sikap tertentu dari sederetan
pernyataan itu, ia akan menyatakan lebih dari tidak terhadap pernyataan
berikutnya. Jadi skala Guttman ialah skala yang digunakan untuk jawaban
yang bersifat jelas (tegas) dan konsisten. Misalnya : Yakin - Tidak Yakin, Ya
- Tidak, Benar - Salah, Positif - Negatif, pernah - Belum pernah, Setuju -
Tidak Setuju dan lain sebagainya.
Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau ratio dikotomi (dua
alternative yang berbeda). Perbedaan skala likert dengan skala guttman ialah
kalau skala likert terdapat jarak (interval); 3, 4, 5, 6 atau 7 yaitu dari sangat
benar (SB) sampai denagn Sangat Tidak Benar (STB), sedangkan dalam skala
Guttman hanya ada dua interval, yaitu : Benar (B) dan Salah (S). Skala
Guttman dapat dibuat bentuk pilihan ganda dan juga bisa dibuat dalam bentuk
checklist. Jawaban responden dapat berupa skor tertinggi bernilai (1) dan skor
25
terendah (0). Misalnya : untuk jawaban benar (1) dan salah (0). Analisis
dilakukan seperti pada skala Likert.
2.1.6 Instrumen Sikap Sosial
Herman dan Knuth (1991) dalam Wardani, Naniek Sulistya (2012:57),
menjelaskan lebih lagi bahwa asesmen harus dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur, misalnya yang ingin dicapai adalah tingkat pemahaman,
maka pengukurannya adalah itngkat pemahaman bukan tingkat analisa, dan
pengukuran bila dilakukan oleh siapa saja hasilnya tetap. Ketiga pakar
mensyaratkan tujuh hal penting agar asesmen pembelajaran dapat mendukung
pembaharuan pendidikan, yaitu:
a. Peserta didik dilibatkan dalam menetapkan tujuan dan kriteria
asesmen.
b. Menuntut peserta didik menggunakan kinerjanya, menciptakan,
menghasilkan dan berbuat sesuatu.
c. Menuntut peserta didik menggunakan keterampilan berpikir pada
tingkat yang tinggi dan atau keterampilan memecahkan masalah.
d. Mengukur produk intelektual dan mengukur keahlian atau
ketrampilan kerjasama serta intrapersonal.
e. Mengukur kegiatan belajar peserta didik yang berarti.
f. Harus kontekstual dan apat diterapkan dalam dunia konkrit.
g. Jawaban peserta didik diberi skor sesuai kriteria yang spesifik.
Untuk mengetahui tingkat kemampuan dan pencapaian peserta didik
harus menggunakan alat ukur, yang merupakan prosedur pengukuran yang
sengaja dirancang secara sistematis untuk mengukur pencapaian indikator
atau kompetensi tertentu, yang dilakukan dengan prosedur administrasi dan
pemberian angka yang jelas dan spesifik, sehingga hasilnya reletif ajeg bila
dilakukan dalm kondisi yang relatif sama.
Penilaian dalam kurikulum 2013 mengacu pada Permendikbud Nomor
66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Tujuan penilaian
autentik:
26
1) Perencanaan penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang
akan dicapai dan berdasarkan prinsip-prinsip penilaian.
2) Pelaksanaan penilaian peserta didik secara profesional, terbuka,
edukatif, efektif, efisien, dan sesuai dengan konteks sosial budaya.
3) Pelaporan hasil penilaian peserta didik secara objektif, akuntabel, dan
informatif Penilaian autentik mencakup tiga ranah hasil belajar yaitu
ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Terminologi autentik
merupakan sinonim dari asli, nyata atau sebenarnya, valid, atau reliabel.
Secara konseptual penilaian autentik lebih bermakna secara signifikan
dibandingkan dengan tes pilihan ganda terstandar sekali pun
(Kemendikbud, 2013). Atas dasar tersebut, guru dapat mengidentifikasi
materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula
kegiatan remidial harus dilakukan.
Penilaian autentik adalah penilaian kinerja, portofolio, dan penilaian
proyek. Penilaian autentik adakalanya disebut penilaian responsif, suatu
metode yang sangat populer untuk menilai proses dan hasil belajar peserta
didik yang miliki ciri-ciri khusus, mulai dari mereka yang mengalami
kelainan tertentu, memiliki bakat dan minat khusus, hingga yang jenius.
2.1.7 Sikap Sosial
Secord dan Backman dalam Saifuddin Azwar (2012:5) sikap sebagai
keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan
predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingungan
sekitarnya. Menurut Eagle dan Chaiken dalam buku A. Wawan dan Dewi M.
(2010:20) mengemukakan bahwa sikap dapat diposisikan sebagai hasil
evaluasi terhadap obyek sikap yang diekspresikan ke dalam proses-proses
kognitif, afektif (emosi) dan perilaku. Menurut Fishbein dan Ajzen dalam
Wardani, Naniek Sulistya (2012:45) sikap adalah suatu predisposisi yang
dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek,
situasi, konsep atau orang. Jadi sikap merupakan keteraturan dalam hal
kognisi (pemikiran), afeksi (perasaaan atau emosi) dan konasi (tindakan atau
27
perilaku) sebagai hasil evaluasi terhadap objek sikap, serta akan
menimbulkan respon baik secara positif maupun negatif. Sikap seseorang
akan dipengaruhi oleh sesuatu yang diketahui sebelumnya, saat mereka
memegang dan ada dalam pengetahuan itu maka akan menimbukan emosi
atau perasaan terhadap situasi dan atau objek lain, dari kedua aspek tersebt
maka akan nampak tindakan dan atau perbuatan yang dapat berupa hal positif
ataupun hal yang negatif.
Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang satu
sama lain. Komponen yang dimaksud adalah kognisi, afeksi dan konasi
seperti yang dikemukakan oleh Azwar (2012:23).
1) Komponen Kognisi
Komponen kognisi merupakan representasi apa yang dipercayai oleh
indiviu pemilik sikap. Komponen kognisi berisi tentang kepercayaan
seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek
sikap. Mengapa orang percaya atau memiliki kepercayaan?
Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau dari apa yang
telah kita ketahui. Berdasarkan dari apa yang telah kita lihat kemudian
terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakter umum
suatu objek.
Sekali kepercayaan itu terbentuk, maka ia akan menjadi dasar
pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari
objek tertentu. Dengan demikian, interaksi kita dengan pengalaman
dimasa mendatang serta prediksi kita mempunyai arti dan keteraturan.
Tanpa adanya sesuatu yang kita percayai, maka fenomena dunia di
sekitar kita pasti menjadi terlalu kompleks untuk dihayati dan sulitlah
untuk ditafsirkan artinya. Kepercayaanlah yang menyederhanakan dan
mengatur apa yang kita lihat dan yang kita temui.
2) Komponen Afeksi
Komponen afeksi merupakan perasaan yang menyangkut aspek
emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara
28
umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki
terhadap sesuatu. Namun, pengertian perasaan pribadi seringkali
sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.
3) Komponen Konasi
Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku
tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Komponen
konatif menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan
berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek
sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa
kepercayaan dan perasan banyak mempengaruhi perilaku dalam
situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan
oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus
tersebut. Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras, dengan
kepercayaaan dan perasaan ini membentuk sikap individual. Karena
itu, logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang akan
dicerminkan dalam bentuk tedensi perilaku terhadap objek.
Pengertian kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen
konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara
langsung saja, akan tetapi meliputi pula bentuk-bentuk perilaku yang berupa
pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dan sesuai dengan penelitian adalah penelitian dari
Nurul Inayah dengan judul “Pengembangan Instrumen Penilaian Kompetensi
Sikap Spiritual dan Sosial dalam Pembelajaran Sains untuk Siswa SMP”.
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan instrumen alternatif
untuk menilai kompetensi sikap spiritual dan sosial dalam pembelajaran sains
untuk siswa SMP yang valid secara logis, valid secara empiris, dan reliabel.
Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari prosedur pengem-
bangan menurut Sugiyono yang disesuaikan dengan Standar Penilaian Pendidikan
pada kurikulum 2013. Prosedur tersebut meliputi delapan tahap pengembangan,
29
yaitu: identifikasi masalah, pengumpulan data, desain produk, validasi desain,
revisi desain, uji coba produk, revisi produk, pencetakan produk. Produk telah
tervalidasi secara logis oleh tiga ahli evaluasi. Hasil uji lapangan menunjukkan
bahwa instrumen penilaian sikap valid secara empiris. Uji reliabilitas dengan
metode Alpha Cronbach menunjukkan bahwa reliabilitas produk terkategori
memuaskan.
Penelitian di atas menjadi salah satu dasar untuk membuat pengembangan
yang serupa. Namun karena memiliki dua aspek yang dikembangkan, menjadikan
pengem,bangan yang sebelumnya tidak dapat fokus dan tidak dapat mengukur
dengan pasti dan tepat. Pengembangan instrumen sikap yang akan dikembangkan
akan fokus kepada satu aspek saja, yaitu aspek sosial dan tidak mengembangkan
aspek spiritual.
Penelitian yang relevan kedua adalah penelitian dengan judul
“Pengembangan Instrumen Self and Peer Assessment untuk Menilai Ranah Sikap
dan Ketrampilan dalam Pembelajaran Sains dengan Scientific Approach” oleh
Erlina Kusnul Kotimah. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan
instrumen self assessment dan peer assessment untuk menilai sikap ilmiah dan
keterampilan proses siswa pada pembelajaran sains dengan scientific approach.
Serta untuk mengetahui tingkat reliabilitas, mendeskripsikan kesesuaian,
kemanfaatan dan kemudahan instrumen penilaian yang dikembangkan. Penelitian
pengembangan (R & D) ini dimulai dari analisis potensi dan masalah,
pengumpulan data, desain produk, validasi desain, revisi desain, uji coba produk,
revisi produk, uji coba pemakaian, revisi produk, dan produksi masal. Hasil uji
coba produk menunjukkan tingkat reliabilitas instrumen penilaian sikap ilmiah
sebesar 0,92 dengan kategori sangat tinggi, dan instrumen penilaian keterampilan
proses sebesar 0,97 dengan kategori sangat tinggi. Hasil uji pemakaian produk
yang diberikan kepada siswa diperoleh data rata-rata skor kemanfaatan produk
sebesar 3,44 dengan kategori sangat bermanfaat dan kemudahan produk sebesar
3,46 dengan kategori tinggi. Hasil uji kesesuaian produk yang diberikan kepada
guru IPA diperoleh rata-rata skor sebesar 3,48 dengan kategori sangat sesuai.
Berdasarkan hasil uji coba produk dan uji coba pemakaian menunjukkan tingkat
30
reliabilitas, kesesuaian, kemanfaatan, dan kemudahan instrumen penilaian sikap
ilmiah dan keterampilan proses berkriteria sangat baik. Hal tersebut menunjukkan
bahwa produk instrumen penilaian sikap ilmiah dengan teknik self assessment dan
keterampilan proses dengan teknik peer assessment telah sesuai dan baik.
Kajian hasil penelitian relevan yang ke dua mengembangkan instrumen
penilaian diri menggunakan pendekatan scientifik. Namun sama seperti kejian
hasil penelitian relevan yang pertama, pengembangan yang dilakukan tidak fokus
terhadap satu aspek saja, sehingga akan dilakukan pengembangan lanjutan
instrumen sikap sosial dan tidak mengikutsertakan ketrampilan, karena memiliki
dasar serta dimensi yang berbeda bagi siswa. Pengembangan sikap sosial akan
menggunakan skala guttman yang dinilai sangat baik bagi siswa sekolah dasar.
2.3 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan
2.3.1 Asumsi
Tingkat sosial seseorang tidak dapat dikur oleh tes, maka harus diukur
menggunakan instrumen non tes. Sekolah dasar terutama dalam penggunaan
Kurikulum 2013 saat ini, skala yang digunakan untuk menskoring sikap
sosial paling tepat menggunakan skala Guttman. Tepat menggunakan skala
Guttman karena dalam penilaian siswa sekolah dasar harus mudah dan
praktis. Harus ada kejelasan dalam pengisisan serta skala yang paten dan
pasti. Skala Guttman juga hanya memiliki rentang interval 0 dan 1. Akan
berisi 0 jika pernyataan diisi tidak atau tidak sesuai dengan yang diharapkan
dan akan berisi 1 jika pernyataan berisi benar atau sesuai dengan apa yang
seharusnya. Selain harus mudah dan praktis dalam penerapannya, kemapuan
anak dalam sekolah dasar masih dalam kemampuan awal dan dasar. Skala
dalam guttman ada 2, dengan jawaban ya dan tidak, sehingga instrumen
penilaian menggunakan skala guttman paling tepat digunakan dalam
instrumen penilain sikap sosial.
31
2.3.2 Keterbatasan Pengembangan
Kompetensi afektif sosial dapat dicapai melalui kompetensi inti ke 1
dan 2, yaitu aspek sikap spiritual dan sikap sosial. Untuk mengukur aspek
tersebut belum banyak alat ukur yang valid dan reliabel. Usia anak sekolah
dasar juga memerlukan instrumen yang mudah untuk diisi dan dimengerti.
Oleh karena itu dibutuhkan dan perlu dibuat instrumen yang valid dan
reliabel dengan memilih salah satu aspek. Aspek sikap akan difokuskan
hanya kedalam sikap sosial saja. Karena kompetensi yang ingin dicapai pada
pembelajaran tematik dalam Kurikulum 2013 banyak, maka akan ada
keterbatasan untuk hanya fokus pada salah satu atau beberapa kompetensi
tertentu saja. Fokus terhadap beberapa kompetensi juga untuk memudahkan
dalam siswa mengisi instrumen agar tidak terlalu banyak item yang ada
dalam instrumen. Kesulitan usia anak sekolah dasar dalam mengisi instrumen
juga menjadi salah satu keterbatsan dalam pengembangan, sehingga untuk
mengatasinya dibutuhkan fasilitator untuk mendapingi siswa dalam mengisi
intstrumen penilaian sikap sosial.
2.4 Kerangka Berpikir
Pembelajaran memiliki tujuan tertentu, terutama pembelajaran dalam
kurikulum 2013 yang harusnya mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Aspek afektif misalnya diintegrasikan ke dalam kompetensi inti 1 dan 2.
Kompetensi inti 1 merupakan sikap spiritual dan kompetensi inti 2 merupakan
sikap sosial. Tujuan sikap sosial tentunya harus diukur, untuk mengetahui apakah
tujuan yang ditetapkan dalam aspek sikap sosial sudah tercapai atau belum.
Mengukur tercapainya tujuan dalam aspek sikap sosial akan dibutuhkan alat atau
instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat pecapaian tujuan dalam aspek
sosial yang nantinya juga terintegrasikan di dalam proses pembelajaran dari tema
dan subtema serta standart kompetensi yang ada.
32
Gambar 2.3
Kerangka Berpikir Pengembangan Instrumen Sikap Sosial
Pembelajaran Tematik
Tujuan pembelajaran Ranah sikap
Sosial
Instrumen Sikap Sosial
Uji Coba Lapangan
Utama
Kelas kecil
Kelas sedang
Kelas besar
Menentukan KI dan KD
Validasi dan Reliabilitas
Skala Pengukuran sikap
(Skala Guttman)
Pengembangan instrumen
aspek Afektif
Uji Coba Instrumen
Revisi
Kisi-kisi Pengukuran Sikap
Menetukan Indikator penilaian
sikap sosial
Top Related