7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 KAJIAN TEORI
Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian, pembahasan landasan teori pada
penelitian ini berisi tinjuan sejumlah kajian yang berkaitan dengan 1)
Pembelajaran Matematika, 2) Aktivitas Belajar, 3) Hasil Belajar, 4) Model
Pembelajaran Kooperatif, 5) Model Pembelajaran Student Team Achievement
Division (STAD), dan 6) Rancangan Model Pembelajaran Student Team
Achievement Division (STAD) dalam PBM Matematika.
2.1.1 Pembelajaran Matematika
Pada sub judul ini akan menguraikan mengenai pengertian pembelajaran
matematika, pembelajaran matematika di SD, tujuan pembelajaran Matematika
SD, serta Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika. Pengertian
pembelajaran Matematika akan memaparkan pengertian pembelajaran
Matematika menurut beberapa ahli, selanjutnya pembelajaran matematika di SD
membahas mengenai karakteristik pembelajaran Matematika di SD. Tujuan
pembelajaran Matematika membahas mengenai tujuan pembelajaran yang
diharapkan dapat tercapai selama proses pembelajaran berlangsung, sementara
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika membahas SK dan KD
yang akan digunakan peneliti dalam penelitian
2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran Matematika
Menurut Rusffendi dalam Heruman (2007:1) “Matematika adalah bahasa
simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu
tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang
tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, keaksioma atau postulat, dan
akhirnya ke dalil”. Matematika adalah suatu pelajaran yang tersusun secara
beraturan, logis, berjenjang dari yang paling mudah hingga yang paling rumit,
sedemikian rupa tersusun sehingga pengertian terdahulu mendasari pengertian
berikutnya (Hudojo, 2005). Belajar matematika tidak hanya berhubungan dengan
8
bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan matematika berkenaan
dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur menurut
urutan yang logis.
Menurut Gatot dalam (Kartika, 2012: 26) pembelajaran matematika adalah
proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian
kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperolah kompetensi tentang
bahan matematika yang di pelajari. Pernyataan tersebut sejalan Susanto (2013
:186) yang menyatakan bahwa:
Pembelajaran Matematika adalah proses belajar mengajar yang
dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang
dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan
kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi Matematika.
Dari beberapa pernyataan yang di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran Matematika adalah proses pemerolehan pengalaman belajar siswa
yang memiliki objek abstrak, melalui proses yang sistematis dengan penalaran
deduktif, berjenjang dari yang paling mudah hingga yang paling rumit, sehingga
keterkaitan antara konsep Matematika bersifat kuat dan jelas. Dalam pembelajaran
Matematika tidak hanya keterampilan hafalan namun dibutuhkan cara berpikir
kritis untuk suatu pemecahan masalah. Pemecahan masalah ini nantinya akan
sangat erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari, sehingga Matematika
merupakan mata pelajaran yang penting dibelajarkan sejak usia dini.
2.1.1.2 Pembelajaran Matematika di SD
Siswa SD berada pada umur yang berkisar antara usia 7 hingga 12 tahun,
pada tahp ini siswa masih berpikir pada fase operasional konkret. Kemampuan
yang tampak dalam fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk
mengoperasikan kaidah-kaifah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang
bersifat konkret (Heruman, 2007). Siswa SD masih terikat dengan objek yang
ditangkap dengan pancaindra, sehingga sangat diharapkan dalam pembelajaran
Matematika yang bersifat abstrak, siswa lebih banyak menggunakan media
9
sebagai alat bantu, dan penggunaan alat peraga. Ciri-ciri pembelajaran
Matematika di SD menurut Van De Walle (2008: 6) yaitu:
1) Pembelajaran Matematika menggunakan metode spiral Pendekatan spiral dalam pembelajaran Matematika merupakan pendekatan
dimana pembelajaran konsep atau suatu topik Matematika selalu
mengaitkan atau menghubungkan dengan topik sebelumnya.
2) Pembelajaran Matematika bertahap materi Materi pembelajaran Matematika diajarkan secara bertahap yang dimulai
dari konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep lebih sulit.
3) Pembelajaran Matematika menggunakan metode induktif Sesuai dengan tahap perkembangan mental siswa maka pada pembelajaran
Matematika di SD digunakan pendekatan induktif.
4) Pembelajaran Matematika menganut kebenaran konsistensi Kebenaran Matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya tidak
ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan yang lainnya.
5) Pembelajaran Matematika hendaknya bermakna Pembelajaran secara bermakna merupakan cara pengajaran materi
pembelajaran yang mengutamakan pengertian dari pada hafalan.
Selanjutnya Hujono (2005) menyatakan ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam mengajarkan matematika di tingkat SD yaitu sebagai berikut:
1) Siswa Mengajar matematika untuk sebagian besar kelompok siswa
berkemampuan sedang akan berbeda dengan mengajarkan matematika
kepada sekelompok kecil siswa cerdas. Sekelompok besar siswa sedang
perlu diperkenalkan matematika sebagai suatu aktivitas manusia, dekat
dengan penggunaan sehari-hari yang diatur secara kreatif (oleh guru) agar
kegiatan dapat disesuaikan dengan topik matematika. Untu siswa yang
cerdas, mereka akan mudah mengasimilasi dan mengakomodasi teori
matematika dan masalah-masalah yang tertera dalam buku teks.
2) Guru Ada dua orientasi guru dalam mengajar matematika di SD, yaitu (a)
keinginan guru mengarah ke kelas sebagai keseluruhan dan sedikit
perhatian individu siswa baik reaksinya maupun kepribadian. Biasanya
mereka membatasi dirinya ke materi matematika yang distrukturkan ke
logika matematika. Mengajar matematika berarti mentranslasikan sedekat-
dekatnya ke teori matematika yang sama sekali mengabaikan kesulitan
yang dihadapi siswa (b) guru tidak terikat ketat dengan pola buku teks
dalam mengajar matematika. Kegiatan matematika diatur sedekat-
dekatnya dengan lingkungan siswa sehingga siswa terbiasa terhadap
konsep-konsep matematika.
3) Alat Bantu Mengajar matematika di lingkungan SD, harus didahului dengan benda-
benda konkret. Secara bertahap dengan bekerja dan mengobservasi, siswa
10
dengan sadar menginterpretasikan pola matematika yang terdapat dalam
benda konkret.
4) Proses Belajar Proses belajar yang dapat melibatkan siswa secara aktif sesuai dengan
tahap perkembangan mental, agar siswa mempunyai kesempatan
maksimum untuk belajar.
5) Matematika yang Disajikan Pembelajaran matematika disajikan dengan bervariasi, dilandsasi altar
belakang yang realistik dari siswa. Dengan demikian aktivitas matematika
menjadi sesuai dengan lingkungan siswa.
6) Pengorganisasian Kelas Bentuk pengorganisasian yang dimaksud antara lain adalah laboratorium
matematika, kelompok siswa yang heterogen kemampuannya, isntruksi
langsung, diskusi kelas dan pengajaran individu.
Dengan memperhatikan keenam hal di atas, pembelajaran matematika akan
berlangsung menyenangkan dan efektif, sehingga siswa tidak hanya mampu
menghafal konsep-konsep matematika, tetapi juga harus dapat diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga pembelajaran matematika di SD mampu
mengembangkan kompetensi-kompetensi matematika seperti yang terdapat dalam
kurikulum.
2.1.1.3 Tujuan Pembelajaran Matematika SD
Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran Matematika
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berikut:
1) Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah.
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan Matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh.
4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.
11
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran
Matematika adalah agar siswa memahami konsep Matematika, menggunakan
penalaran, mengkomunikasikan gagasan yang dapat di gunakan dalam pemecahan
kehidupan sehari-hari. Pembelajaran Matematika dapat membuat siswa berpikir
logis, kritis dan kreatif serta memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika
dalam kehidupan.
2.1.1.2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika
Pencapaian tujuan Matematika dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang
standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam
Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang
secara rasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan
kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada
pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan
pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran Matematika
telah disusun dalam KTSP sebagai landasan dalam pembelajaran. Adapun Standar
Kompetensi untuk mata pelajaran Matematika di SD berdasarkan dokumen pada
KTSP mengenai standar kompetensi lulusan dalam Ibrahim dan Suparni
(2012:37), yaitu sebagai berikut :
1) Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan
sehari-hari.
2) Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan sifat-sifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan
sehari-hari.
3) Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volume, sudut, waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikannya dalam
pemecahan kehidupan sehari-hari.
4) Memahami konsep koordinat untuk menentukan letak benda dan menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.
12
5) Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel, gambar dan grafik (diagram), mengurutkan data, rentangan data, rerata
hitung, modus serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan
sehari-hari.
6) Memiliki sikap menghargai Matematika dan kegunaanya dalam kehidupan.
7) Memiliki kemampuan berpikir logis, kritis dan kreatif.
Permendiknas nomor 22 tahun 2006 menyebutkan materi mata pelajaran
Matematika untuk SD/ MI kelas V semester 2 pada tabel 2.1 sebagai berikut :
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika
Kelas 5 SD Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Bilangan
5. Menggunakan
pecahan dalam
pemecahan masalah.
5.1 Mengubah pecahan ke bentuk persen dan desimal
serta sebaliknya.
5.2 Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk
pecahan.
5.3 Mengalikan dan membagi berbagai bentuk
pecahan.
5.4 Menggunakan pecahan dalam masalah
perbandingan dan skala.
Geometri dan
Pengukuran
6. Memahami sifat-
sifat bangun dan
hubungan antar
bangun.
6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar.
6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang.
6.3 Menentukan jarring-jaring berbagai bangun ruang
sederhana.
6.4 Menyelidiki sifat-sifat kesebangunan dan simetri.
6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
bangun datar dan bangun ruang sederhana.
Penelitian ini mengambil Standar Kompetensi 6. Memahami sifat-sifat
bangun dan hubungan antar bangun. Kompetensi Dasar 6.1 Mengidentifikasi
sifat-sifat bangun datar dan 6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang.
2.1.2 Aktivitas Belajar
Kegiatan pembelajaran akan berjalan sesuai dengan tujuan kurikulum yang
telah ditetapkan apabila dilaksanakan dengan berbagai desain aktivitas belajar
yang efektif, menyenangkan, dan melibatkan siswa secara langsung dalam
13
pembelajaran. Aktivitas belajar dapat didefinisikan sebagai berbagai aktivitas
yang diberikan pada pembelajaran dalam situasi belajar-mengajar (Hamalik,
2011:179).
Dalam standar proses pendidikan, pembelajaran didesain untuk
membelajarkan siswa, artinya sistem pembelajaran menempatkan siswa sebagai
subjek belajar. Dengan kata lain, pembelajaran ditekankan pada aktivitas siswa
(Sanjaya, 2008:135). Aktivitas belajar siswa meliputi kegiatan-kegiatan siswa
dalam belajar, seperti mendengarkan penjelasan guru, mencatat hal-hal yang
dianggap penting, berdiskusi atau kerja kelompok, keberanian untuk bertanya,
keberanian mengajukan pendapat, kritik, saran, presentasi, mengerjakan latihan
dan kegiatan belajar yang lainnya.
Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan
segala kegiatan yang dilakukan dalam proses belajar-mengajar dalam rangka
pencapaian tujuan dalam pembelajaran baik kegiatan fisik maupun non-fisik.
Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang
tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Sehingga akan
terbentuknya suasana kelas yang kondusif dan menyenangkan, dimana masing-
masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas
yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan
keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan hasil belajar.
Paul D. Dierch dalam Hamalik (2008:90-91) mengelompokkan jenis-jenis
aktivitas belajar siswa sebagai berikut :
1. Kegiatan visual: membaca, melihat gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja atau bermain.
2. Kegiatan lisan (oral): mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberikan
saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi.
3. Kegiatan mendengarkan seperti: mendengarkan penyajian bahan, percakapan atau diskusi kelompok, siaran radio, maupun mendengarkan
suatu permainan instrumen musik.
4. Kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat sketsa, atau rangkuman, mengerjakan tes,
mengisi angket.
5. Kegiatan menggambar: menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola.
14
6. Kegiatan metrik: melakukan percobaan, memilih alat-alat, malaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan (simulasi).
7. Kegiatan mental: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor, menemukan hubungan, membuat keputusan.
8. Kegiatan emosional: minat, membedakan, berani, tenang, dan sebagainya.
Purwanto (2011:107) mengungkapkan dua faktor yang mempengaruhi
aktivitas belajar (proses belajar) siswa, yaitu:
1. Faktor internal, yaitu seluruh aspek yang terdapat dalam diri individu yang belajar, baik aspek fisik maupun psikis. Aspek fisik yaitu sehat
tidaknya kondisi tubuh mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Apek psikis
meliputi pethatian, pengamatan, tanggapan, fantasi, ingatan, pikiran,
bakat, dan motif.
2. Faktor eksternal, terdiri dari lingkungan alam, sosial, guru dan cara mengajar, bahan pelajaran, sarana dan fasilitas.
Aktivitas belajar dalam pembelajaran Matematika yang dapat diukur meliputi
beberapa aspek, yaitu: kegiatan visual, lisan, mendengarkan, menulis,
menggambar, metrik, mental dan emosional (Hamalik 2008:90). Pengukuran
pelaksanaan/aktivitas dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan evaluasi
beracuan kriteria yaitu menentukan apa yang dianggap prestasi yang baik dan nilai
akhir apa yang diharapkan, selain itu dapat dilakukan dengan evaluasi diri siswa,
yaitu memberikan laporan, masukan, atau keluhan terhadap proses pembelajaran
yang sudah berlangsung (Meier 2002:165). Selain itu skala penilaian lebih tepat
digunakan untuk mengukur suatu proses belajar pada siswa (Sudjana, 2012:79).
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pengukuran aktivitas belajar yang dapat
digunakan dalam pembelajaran Matematika dengan menggunakan skala penilaian.
Dengan menggunakan skala penilaian dapat mengetahui peningkatan aktivitas
belajar siswa dalam pembelajaran Matematika.
2.1.3 Hasil Belajar
Menurut Wardani, dkk. (2012 :110) “Hasil belajar adalah hasil pengukuran
penguasaan bidang/ materi dan aspek perilaku baik melalui tes maupun non tes”.
Pencapaian kompetensi hasil belajar terbagi dalam ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik. Selanjutnya, Purwanto (2013:46) menyatakan bahwa “Hasil belajar
15
adalah perubahan perilaku peserta didik akibat belajar”. Perubahan perilaku
disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan
dalam proses belajar mengajar. Lebih lanjut lagi Purwanto menyatakan bahwa
macam-macam hasil belajar meliputi pemahaman konsep (aspek kogintif),
keterampilan proses (aspek psikomotorik) dan sikap siswa (aspek afektif).
a. Pemahaman Konsep (Aspek Kognitif)
Pemahaman menurut Bloom (Purwanto, 2013:6) adalah seberapa besar siswa
mampu menerima, menyerap dan memahami pelajaran yang di berikan oleh
guru kepada siswa atau sejauh mana siswa dapat memahami serta mengerti
apa yang ia baca, yang dilihat, yang dialami atau yang ia rasakan berupa hasil
penelitian atau observasi langsung yang ia lakukan. Sedangkan konsep
menurut Dorothy J. Skeel dalam Sumaatmadja (2005: 2-3), konsep
merupakan sesuatu yang tergambar dalam pikiran, suatu pemikiran, gagasan
atau pengertian. Kesimpulan dari kedua pendapat tersebut bahwa pengertian
pemahaman konsep adalah mengerti dan memahami suatu pelajaran yang
tergambar dalam pikiran atau gagasan.
b. Keterampilan Proses (Aspek Psikomotorik)
Menurut Usman dan Setiawati (Purwanto, 2013: 9-10) keterampilan proses
merupakan keterampilan yang mengarah kepada pembangunan kemampuan
mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagi penggerak kemampuan yang
lebih tinggi dalam diri individu siswa. Keterampilan yang di maksud disini
meliputi kemampuan menggunakan nalar dan pikiran termasuk kreativitas.
c. Sikap (Aspek Afektif)
Sikap tidak hanya mencakup aspek mental semata, melainkan mencakup pula
respon aspek fisik, jadi harus ada kekompakan antara mental dan fisik
(Purwanto, 2013 :10-11). Sikap tidak hanya dilihat dari perubahan mental
saja yang dimunculkan, melainkan juga pada aspek fisik.
Dari pengertian hasil belajar di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya melalui interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan dalam tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek
16
kogitif berupa pemahaman konsep, aspek afektif di tunjukan dengan perubahan
secara mental dan fisik sedangkan aspek psikomotik mencakup keterampilan
dalam menggunakan pikiran nalar serta kreativitasnya.
Ketercapaian hasil belajar dapat diketahui dengan melakukan pengukuran.
Menurut Wardani (2012:47) pengukuran diartikan sebagai kegiatan atau upaya
yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa
atau benda. Angka dalam pengukuran, dapat ditentukan dengan sebuah alat ukur
yang disebut dengan instrumen. Instrument yang sering digunakan seperti tes,
lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket. Salah satu
instrument yang banyak di gunakan adalah tes. Menurut Wardani (2012:48), “Tes
adalah instrumen yang digunakan untuk mengetahui kemampuan intelektual
seseorang”.
Hasil belajar dapat ditentukan juga dengan asesmen. Asesmen menurut
Wardani (2012: 50) adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Menurut Naniek Sulistya
Wardani (2012:56) berdasarkan fungsinya, asesmen pembelajaran dibedakan
menjadi 5 jenis, yaitu :
a. Asesmen formatif, yakni penilaian yang dilakukan pada setiap akhir pokok
bahasan, tujuannya untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap
pokok bahasan tertentu.
b. Asesmen sumatif, yaitu penilaian yang dilakukan pada khir suatu program
tertentu, (catur wulan, semester atau tahun ajaran). Tujuannya dalah untuk
melihat prestasi yang dicapai peserta didik selama satu program yang secara
lebih khusus hasilnya akan merupakan nilai yang tertulis dalam raport dan
penentuan kenaikan kelas.
c. Asesmen diagnostik, yaitu penilaian yang dilakukan untuk melihat kelemahan
siswa dan faktor-faktor yang diduga menjadi penyebabnya, dilakukan untuk
keperluan pemberian bimbingan belajar dan pengajaran remidial, sehingga
aspek yang dinilai meliputi kemampuan belajar, aspek-aspek yang
melatarbelakangi kesulitan belajar yang dialami anak serta berbagai kondisi
khusus siswa.
17
d. Asesmen penempatan (placement), yaitu penilaian yang ditujukan untuk
menempatkan siswa sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannnya,
misalnya dalam pemilihan jurusan, atau menempatkan anak pada kerja
kelompok dan pemilihan kegiatan tambahan. Aspek yang dinilai meliputi
bakat, minat, kesangguapan, kondisi fisik, kemampuan dasar, keterampilan,
dan aspek khusus yang berhubungan dengan proses pembelajaran.
e. Asesmen seleksi, yakni penilaian yang ditujukan untuk menyaring atau
memilih orang yang paling tepat pada kedudukan atau posisi tertentu.
Pelaksanaan asesmen pembelajaran, perlu memperhatikan teknik asesmen
pembelajaran. Secara umum teknik asesmen dapat dikelompokkan menjadi dua
yakni teknik tes dan nontes.
a. Teknik Tes
Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk
memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap
butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang diangggap
benar menurut Suryanto Adi, dkk. 2009 (Wardani, 2012:70) . Berikut ini adalah
teknik tes yang dikemukakan oleh Poerwanti (2008:4-9) sebagai berikut:
1. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan
1) Tes tertulis. Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik
dalam hal soal maupun jawabannya.
2) Tes lisan. Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response)
semuanya dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak
memiliki rambu-rambu penyelenggaraan tes yang baku, karena itu,
hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi
pelengkap dari instrumen asesmen yang lain.
3) Tes unjuk kerja. Pada tes ini peserta didik diminta untuk melakukan
sesuatu sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa
kemampuan psikomotor.
18
2. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya
1) Tes esei (essay-type test). Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut
siswa mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah
dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan.
2) Tes jawaban pendek. Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban
pendek jika peserta tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam
bentuk esei, tetapi memberikan jawaban-jawaban pendek, dalam
bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-kata lepas maupun angka-
angka.
3) Tes objektif. Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi
diperlukan untuk menjawab tes yang telah tersedia. Oleh karenanya
sering pula disebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected
response test).
b. Non Tes
Teknik non tes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektif dan
psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek
kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes. Menurut Poerwanti (2008:3-19 – 3-
31) teknik non tes dibedakan menjadi:
1. Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat
dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen
yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan
belajar peserta didik, maupun observasi informal yang dapat dilakukan
oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen.
2. Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang
diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau
aspek kepribadian peserta didik.
3. Angket merupakan suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh
informasi yang berupa data deskriptif. Teknik ini biasanya berupa angket
sikap (attitude questionnaires).
4. Work sample analysis (analisa sampel kerja) digunakan untuk mengkaji
respon yang benar dan tidak benar yang dibuat siswa dalam pekerjaannya
19
dan hasilnya berupa informasi mengenai kesalahan atau jawaban benar
yang sering dibuat siswa berdasarkan jumlah, tipe, pola, dan lain
sebagainya.
5. Task analysis (analisis tugas) dipergunakan untuk menentukan komponen
utama dari suatu tugas dan menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan
hasilnya berupa daftar komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.
6. Checklists dan rating scales dilakukan untuk mengumpulkan informasi
dalam bentuk semi terstruktur, yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan
data yang dihasilkan bisa kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format
yang dipergunakan.
7. Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam
karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat,
perkembangan belajar dan prestasi siswa.
8. Komposisi dan presentasi, peserta didik menulis dan menyajikan
karyanya.
9. Proyek individu dan kelompok, peserta didik mengintegrasikan
pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakan untuk individu
maupun kelompok.
Dasar pembuatan alat ukur adalah membuat kisi-kisi. Kisi-kisi (test blue-print
atau table of specification) adalah format atau matriks pemetaan soal yang
menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik berdasarkan kompetensi
dasar, indikator dan jenjang kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini
digunakan untuk pedoman menyusun atau menulis soal menjadi perangkat tes.
Dari tes menghasilkan skor pengukuran yang dipergunakan sebagai dasar
penilaian atau evaluasi.
Wardani dkk, (2010:2.8) menjelaskan bahwa evaluasi itu merupakan proses
untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara
membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria
sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan
sebelum proses pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran.
Kriteria tersebut dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang
20
dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) atau batas
keberhasilan, kriteria tersebut juga dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk
kerja kelompok, atau berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas
kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak
disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria
(PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran
dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut
dengan Penilaian Acuan Norma atau Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR).
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007 tentang Standar
Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa KKM adalah Kriteria Ketuntasan
Belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang
satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan
teknologi merupakan nilai batas ambang kompetensi.
Tujuan utama dari penilaian adalah untuk membantu guru atau pendidik
dalam mengambil keputusan dalam memperbaiki pembelajaran (Wardani Naniek
Sulistya, dkk., 2012). Penilaian hasil belajar pada hakekatnya merupakan suatu
kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi pada diri peserta
didik. Pada umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk
yaitu peserta didik akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan
kelemahannya atas perilaku yang diinginkan dan perilaku yang diinginkan itu
telah meningkat baik setahap atau dua tahap sehingga timbul lagi kesenjangan
antara penampilan prilaku yang sekarang dengan yang diinginkan.
Penilaian hasil bertujuan untuk mengetahui hasil belajar atau pembentukan
kompetensi peserta didik. Standar nasional pendidikan mengungkapkan bahwa
penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk
memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk penilaian harian,
penilaian tengah semester, penilaian akhir semester, dan penilaian kenaikan kelas.
Hasil belajar juga dapat diperoleh ketika tes evaluasi diberikan dan kemudian
dapat diketahui dari skor perolehan siswa yang berupa aspek kognitif dengan
menggunakan alat penilaian yaitu tes evaluasi dengan hasil yang dinyatakan
dalam bentuk skor, aspek afektif yang menunjukkan sikap siswa dalam mengikuti
21
pembelajaran berupa tanya jawab, diskusi, presentasi dan aspek psikomotorik
yang menunjukkan siswa dalam menyimak kompetensi yang diberikan guru
dalam kegiatan pembelajaran berlangsung. Jadi hasil belajar adalah perolehan
skor dari pengukuran tes (aspek kognitif) dan non tes (aspek sikap dan aspek
ketrampilan).
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin (2010:4) model pembelajaran kooperatif merujuk pada
berbagai macam metode di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil untuk saling membantu satu sama yang lainnya dalam mempelajari materi
pelajaran. Pembelajran dalam kelas kooperatif para siswa diharapkan dapat saling
membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi untuk mengasah
pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam
pemahaman masing-maisng. Pendapat tersebut sejalan dengan Suprihatiningrum
(2013:191) yang menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif atau cooperative
learning mengacu pada metode pembelajaran yang mana siswa bekerja bersama
dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran dengan membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil yang
heterogen dengan tujuan mereka dapat bekerjasama dalam menyelesaikan suatu
permasalahan tertentu dengan mengesampingkan ego masing-masing demi
keberhasilan kelompoknya. Selain meningkatkan keterampilan dalam berinteraksi,
setiap anggota kelompok juga memiliki tanggung jawab terhadap keberhasilan
kelompoknya.
Setiap strategi pembelajaran mempunyai ciri masing-masing yang
membedakan dengan yang lainnya. Proses pembelajaran pada kooperatif lebih
menekankan pada kerja sama kelompok, hal ini yang menyebabkan kooperatif
berbeda dengan yang lainnya. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Rusman
(2012:207) adalah:
22
a. Pembelajaran secara tim, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim harus mampu membuat seluruh anggotanya
belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
b. Didasarkan pada manajemen kooperatif, manajemen ini mempunyai tiga fungsi yaitu: sebagai perencanaan, sebagai organisasi, dan sebagai kontrol.
c. Kemauan untuk bekerja sama, keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Tanpa kerjasama yang baik
antarsiswa dalam satu kelompok, pembelajaran kooperatif tidak dapat
berhasil maksimal.
d. Keterampilan bekerja sama, kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dalam
hal ini siswa didorong untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan
anggota satu tim.
Sedangkan unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran
kooperatif menurut Lungdren (dalam Isjoni 2013: 16) sebagai berikut:
a. Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama.
b. Siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab, terhadap diri sendiri
dalam mempelajari materi yang dihadapi.
c. Siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
d. Siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab diantara anggota kelompok.
e. Siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
f. Siswa berbagai kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
g. Setiap siswa diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Pembelajaran kooperatif akan berhasil dengan baik dalam proses
pembelajaran apabila sesuai dengan langkah-langkah dan dapat terampil dalam
menjalankan model pembelajaran ini. Menurut Rusman (2009:211) ada enam
tahap pembelajaran kooperatif yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
23
Tabel 2.2
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Tahap Tingkah laku guru
Tahap-1 Menyampaikan tujuan dan
motivasi
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa belajar.
Tahap-2 Menyajikan informasi
Guru menyampaikan informasi pada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Tahap-3 Mengorganisasikan siswa
kedalam kelompok-
kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
membentuk kelompok-kelompok belajar dan
membentu setiap kelompok agar melakukan transisi
secara efisien.
Tahap-4 Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Tahap-5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Tahap-6 Memberikan penghargaan
Guru mencari cara menghargai baik upaya maupun
hasil belajar individu maupun kelompok
Model pembelajaran kooperatif dibagi menjadi beberapa macam. Menurut
Isjoni (2013:73) dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model
yang dapat diterapkan antara lain:
a. STAD (Student Team Achievement Divisions)
b. TGT (Teams Games Tournament)
c. Jigsaw
d. CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition)
e. TAI (Team Assisted Individualization)
f. Group Investigation
g. Rotating Trio Exchange
h. Group Resume
Dalam pembelajaran kooperatif diharapkan siswa bekerja sama satu sama
lainnya, berdiskusi dan berdebat, menilai kemampuan pengetahuan dan mengisi
kekurangan anggota lainnya. Bila diorganisasikan dengan tepat, siswa dapat
bekerja sama dengan yang lainnya untuk memastikan bahwa setiap siswa dalam
kelompok tersebut telah menguasai konsep yang telah diajarkan. Hal ini akan
24
menumbuhkan realisasi bahwa siswa membutuhkan belajar dan berpikir untuk
memecahkan masalah dan mengaplikasikan pengetahuan serta keterampilannya.
2.1.5 Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD)
Model pembelajaran STAD merupakan salah satu bentuk pembelajaran
kooperatif yang mendorong siswa saling membantu, memotivasi, serta menguasai
ketrampilan yang diberikan oleh guru. Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri
dari siklus kegiatan pengajaran biasa yaitu 1) Presentasi kelas, 2) Kegiatan
kelompok, 3) Tes, 4) Perhitungan nilai perkembangan individu, dan 5) Pemberian
penghargaan kelompok (Slavin, 1995:34). STAD merupakan metode pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana.
Menurut Nurhadi (2004:116), bahwa “Model pembelajaran kooperatif tipe
STAD merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa di dalam kelas dibagi
ke dalam beberapa kelompok atau tim yang masing-masing terdiri atas 4 sampai 5
orang anggota kelompok yangmemiliki latar belakang kelompok yang heterogen,
baik jenis kelamin, ras etnik, maupun kemampuan intelektual (tinggi, rendah, dan
sedang). Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik dan kemudian
saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi
antar sesama anggota tim.
Sedangkan menurut Huda (2013:201) Student Team Achievement Division
(STAD) merupakan salah satu strategi pembelajaran kooperatif yang di dalamnya
beberapa kelompok kecil siswa dengan level kemampuan akademik yang berbeda-
beda saling bekerja sama untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran.
Dari beberapa pengertian yang telah disampaikan maka dapat disimpulkan
bahwa Student Team Achievement Division (STAD) adalah model pembelajaran
kooperatif yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk
saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran dalam
kelompok heterogen untuk mencapai hasil belajar yang maksimal.
25
2.1.5.1 Komponen STAD
Menurut Slavin (2005:143) STAD terdiri atas lima komponen utama, yaitu
presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual dan rekognisi (penghargaan)
tim. Uraiannya sebagai berikut:
a) Presentasi Kelas
Presentasi kelas merupakan pengajaran langsung seperti yang sering
dilakukan atau diskusi yang dipimpin oleh guru. Perbedaan presentasi kelas
dengan pengajaran biasa hanyalah presentasi tersebut haruslah benar-benar
terfokus pada unit STAD. Jadi para siswa harus benar-benar memberi
perhatian penuh terhadap presentasi kelas agar mereka dapat mengerjakan
kuis-kuis sehingga dari skor kuis akan menentukan skor tim mereka.
b) Tim
Tim terdiri dari 4-5 siswa yang berbeda dalam tingkat kemampuan
akademik, jenis kelamin, dan ras. Fungsi tim yaitu memastikan bahwa semua
anggota tim benar-benar belajar dan mempersiapkan anggotanya untuk bisa
mengerjakan kuis dengan baik. Tim berkumpul untuk mempelajari lembar
kerja siswa, setelah guru menyampaikan materi. Pada tiap pertemuan, guru
menekankan anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan setiap tim
pun harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya.
c) Kuis
Para siswa akan mengerjakan kuis yang dilaksanakan setelah satu atau dua
periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua periode
praktim tim. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam
mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab secara individual
untuk memahami materinya. Setelah siswa mengerjakan kuis, siswa dapat
saling bertukar kertas dengan anggota tim lain, ataupun mengumpulkan
kuisnya untuk dinilai setelah kelas selesai. Skor kuis dan skor tim dihitung
tepat pada waktunya untuk digunakan pada kelas selanjutnya.
d) Skor Kemajuan Individual
Skor kuis para siswa dibandingkan berdasarkan tingkat kemajuan yang
diraih siswa pada hasil yang mereka capai sebelumnya. Para siswa
26
mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat di mana skor kuis
mereka melampaui skor awal mereka. Berikut penentuan poin skor kemajuan
individual dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini:
Tabel 2.3
Skor Kemajuan Individual
Skor Kuis Poin Kemajuan
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5
10-1 poin di bawah skor awal 10
Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20
Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30
Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal) 30
Sumber: Slavin (2005:159)
Poin ini kemudian dijumlahkan untuk memperoleh skor tim, dan tim yang
berhasil memenuhi kriteria tertentu akan mendapatkan sertifikat atau
penghargaan lainnnya. Untuk menghitung skor tim, guru harus mencatat tiap
poin kemajuan semua anggota tim pada lembar rangkuman tim dan membagi
jumlah total poin kemajuan seluruh anggota tim dengan jumlah anggota tim
yang hadir, jika hasil angka yang diperoleh adalah pecahan maka harus
dibulatkan. Beikut tabel skor individu siswa:
Tabel 2.4
Lembar Skor Kuis Individu
Siswa
Tanggal: Tanggal: Tanggal:
Kuis: Kuis: Kuis:
Skor
dasar
Skor
kuis
Poin
kema-
juan
Skor
dasar
Skor
kuis
Poin
kema-
juan
Skor
dasar
Skor
kuis
Poin
kema-
juan
Sumber: Slavin (2005:162)
27
e) Rekognisi (Penghargaan) Tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan lain apabila
skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Tiga macam penghargaan
yang diberikan. Ketiganya di dasarkan pada rata-rata skor tim, sebagai berikut:
Tabel 2.5
Penghitungan Perkembangan Skor Kelompok
Kriteria (Rata-rata Tim) Penghargaan
0 ≤ N ≤ 5 -
6 ≤ N ≤ 15 Tim baik (Good Team)
16 ≤ N ≤ 20 Tim hebat (Great Team)
21 ≤ N ≤ 30 Tim super (Super Team)
Sumber: Rusman (2012:216)
2.1.5.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran STAD
Suatu model pembelajaran akan berhasil dengan baik apabila dilaksanakan
sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran tersebut. Langkah-langkah
model pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Rusman (2012:215) yaitu:
a. Penyampaian tujuan dan motivasi Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada
pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.
b. Pembagian kelompok Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompoknya
terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas.
c. Presentasi dari guru Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu
menjelaskan tujuan pelajaran, guru memberikan motivasi kepada siswa.
Di dalam proses pembelajaran guru dibantu oleh media, demonstrasi,
pertanyaan atau masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
d. Kegiatan belajar dalam tim (kerja tim) Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan
lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua
anggota menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi.
e. Kuis (evaluasi) Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi
yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil
kerja masing-masing kelompok.
f. Penghargaan prestasi tim
28
Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan
diberikan angka dengan rentang 0-100. Untuk kelompok yang
memperoleh skor tertinggi akan mendapatkan penghargaan dari guru
berupa sertifikat.
Sedangkan langkah-langkah pembelajaran STAD menurut Huda
(2013:201) terdapat empat tahap, yaitu:
Tahap 1: Pengajaran
Pada tahap pengajaran, guru menyajikan materi pelajaran, biasanya dengan
format ceramah-diskusi. Pada tahap ini siswa seharusnya diajarkan tentang
apa yang akan mereka pelajari dan mengapa pelajaran tersebut penting.
Tahap 2 : Tim Studi
Pada tahap ini, para anggota kelompok bekerja secara kooperatif untuk
menyelesaikan lembar kerja dan lembar jawaban yang telah disediakan
oleh guru.
Tahap 3 : Tes
Pada tahap ujian, setiap siswa secara indVisu menyelesaikan kuis. Guru
men-score kuis tersebut dan mencatat pemerolehan hasilnya saat itu serta
hasil kuis pada pertemuan sebelumnya. Hasil dari tes individu akan
diakumulasikan untuk skor tim mereka.
Tahap 4 : Rekognisi
Setiap tim menerima penghargaan atau reward bergantung pada nilai skor
rata-rata tim. Misalnya, tim-tim yang memperoleh poin peningkatan dari
15 hingga 19 akan menerima sertifikat sebagai TIM BAIK, tim yang
memperoleh rata-rata poin peningkatan dari 20-24 akan mendapatkan
sertifikat TIM HEBAT, sementara tim yang memperoleh poin 25-30 akan
menerima sertifikat sebagai TIM SUPER.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat dilihat bahwa pemebelajaran STAD
menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling
memotivasi dan saling membantu dalam kelompok untuk menguasai materi
pelajaran guna mencapai hasil belajar yang maksimal. Dari pendapat para ahli
dapat disimpulkan langkah-langkah pembelajaran STAD sebagai berikut :
1. Penyajian Kelas
Penyajian kelas merupakan penyajian materi yang dilakukan guru secara
klasikal dengan menggunakan presentasi verbal atau teks. Penyajian difokuskan
pada konsep-konsep dari materi yang dibahas. Setelah penyajian materi, siswa
bekerja pada kelompok untuk menuntaskan materi pelajaran melalui tutorial, kuis
atau diskusi.
29
2. Pembentukan kelompok
Siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa yang
ada di dalam kelas, dimana setiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa yang dipilih
secara heterogen.
3. Kerja Kelompok/Tim
Setelah guru menyampaikan materi, tim berkumpul untuk mempelajari
lembar kegiatan atau materi lainnya.Tim adalah figur yang paling penting dalam
STAD. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim
benar-benar belajar dan mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis
dengan baik. Yang paling sering terjadi, pembelajaran itu melibatkan pembahasan
permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan
pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan.
4. Presentasi Kelompok
Presentasi kelompok dilakukan secara bergantian di depan kelas sehingga
terjadi diskusi kelas. Siswa diajarkan untuk berpendapat dan menerima pendapat
orang lain. Hasil dari presentasi kelompok siswa dan guru secara bersama-sama
menarik kesimpulan tentang materi yang sudah dipelajari.
5. Siswa mengerjakan tes/kuis individual
Siswa mengerjakan tes/kuis yang diberikan guru. Dalam mengerjakan, siswa
tidak boleh saling membantu. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
siswa menguasai materi saat belajar bersama kelompok.
6. Memberikan penghargaan/reward
Penghargaan diberikan kepada kelompok yang berhasil mengumpulkan nilai
tertinggi. Nilai tersebut berasal dari jumlah nilai tes individu dalam satu
kelompok. Pemberian penghargaan perlu dilakukan untuk memotivasi semangat
belajar siswa.
2.1.5.3 Kelebihan dan Kelemahan STAD
Setiap model pembelajaran tidak ada yang sempurna, karena masing-masing
memiliki kelemahan dan kelebihannya tersendiri. Oleh karena itu peran pendidik
penting dalam menyesuaikan model mana yang sesuai untuk di terapkan dalam
30
menyampaikan materi tertentu. Menurut Budairi (2012:1) pembelajaran
kooperatif tipe STAD memiliki kelebihan , yaitu sebagai berikut:
1. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok, sehingga meningkatkan jiwa sosial masing-
masing siswa.
2. Siswa aktif saling membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama.
3. Semua siswa aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok, sehingga setiao siswa mampu mengembangkan
pemahaman dan penugasan materi yang bersifat kognitif, psikomotoris,
maupun afektif.
4. Interaksi antarsiswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.
Selain kelebihan yang dimiliki model pembelajaran kooperatif tipe STAD juga
terdapat kelemahan-kelemahannta. Berikut ini kelemahan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD menurut Budairi (2012:1), yaitu:
1. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum.
2. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif.
3. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.
Kekurangan-kekurangan yang ada pada pembelajaran kooperatif masih dapat
diatasi atau diminimalkan. Penggunaan waktu yang lebih lama dapat diatasi
dengan menyediakan lembar kerja siswa (LKS) sehingga siswa dapat bekerja
secara efektif dan efisien. Sedangkan pembentukan kelompok dan penataan ruang
kelas sesuia kelompok yang ada dapat dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran
dilaksanakan. Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran tidak ada waktu
yang terbuang untuk pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas.
Pembelajaran kooperatif memang membentuk kemampuan khusus guru,
namun hal ini dapat diatasi dengan menggunakan latihan terlebih dahulu.
Sedangkan kekurangan-kekurangan terakhir dapat diatasi dengan memberikan
pengertian kepada siswa bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan
orang lain. Oleh karena itu, siswa merasa perlu untuk berkerja sama dan berlatih
bekerja sama dalam pembelajaran kooperatif.
31
2.1.6 Rancangan Model Pembelajaran Student Team Achievement Division
(STAD) dalam PBM Matematika
Pembelajaran matematika tidak hanya penghafalan rumus-rumus atau
pengenalan konsep-konsep saja, namun fokus guru adalah melatih cara berpikir
dan bernalar siswa, mengembangkan aktivitas kreatif, mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah, dan mengembangkan kemampuan
menyampaikan informasi atau mengemukakan gagasan. Apabila guru
menggunakan model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran
Matematika, siswa hanya mampu menghafal materi-materi yang didapat. Siswa
tidak dapat memahami dengan baik dan mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari. Maka dari itu, dibutuhkan suatu model pembelajaran yang melibatkan
secara langsung dalam pembelajaran salah satunya yaitu model pembelajaran
STAD.
Model pembelajaran STAD merupakan salah satu pembelajaran kooperatif.
Model STAD menekankan pada heterogenitas dan kerja sama antarsiswa di dalam
kolompok. Siswa dengan aktivitas kerja kelompok kemungkinan lebih besar aktif
dibandingkan bekerja sendirian. Berdisikusi, menyampaikan pendapat, serta
mengajukan pertanyaan akan membantu membentuk kepercayaan diri siswa,
mengembangkan cara berfikir kritis, dan menghasilkan rasa kepemilikan dalam
tugasnya. Guru sebagai fasilitator harus mendesain pembelajaran semenarik
mungkin dan meningkatkan aktivitas siswa agar tercipta pembelajaran yang
menyenangkan dan bermakna. Guru juga harus menyadari bahwa dalam
pembelajaran membutuhkan keterlibatan siswa secara langsung. Dengan aktivitas
belajar siswa yang melibatkan siswa dalam pembelajaran secara langsung akan
meningkatkan keterampilan sosial siswa dalam mengungkapkan ide atau
pendapatkanya.Siswa yang mengkonstruk sendiri pengetahuannya akan
merasakan arti penting, manfaat, kebermaknaan yang bermakna dalam belajar
sehingga hasil belajar akan meningkat.
Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran menggunakan model Student
Team Achievement Division (STAD) menurut beberapa ahli, maka langkah-
langkah pembelajaran menggunakan model pembelajaran Student Team
32
Achievement Division (STAD) pada mata pelajaran Matematika SD kelas 5
semester 2 dengan materi sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang dapat kita
ketahui langkah-langkah pembelajaran pada tabel 2.6 sebagai berikut:
Tabel 2.6
Langkah-langkah Pembelajaran STAD
No Langkah Dalam Model
Pembelajaran STAD Langkah Pembelajaran di Kelas
1. Penyajian Kelas
- Siswa bersama guru bertanya jawab tentang peristiwa yang berhubungan dengan sifat-
sifat bangun datar dan bangun ruang.
- Melibatkan siswa aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.
2. Pembentukan kelompok
- Siswa dibagi menjadi kelompok kecil, setiap kelompok terdiri dari 4-6 orang.
- Setiap kelompok difasilitasi lembar kerja kelompok.
3. Kerja Kelompok/Tim
- Setiap kelompok berdiskusi tentang tugas yang diberikan sesuai arahan yang diberikan
oleh guru.
- Selama diskusi berlangsung guru memberikan motivasi, arahan dan
bimbingan pada masing-masing kelompok.
4. Presentasi kelas - Perwakilan kelompok maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil diskusi
kelompok, sedangkan kelompok lain
memberi tanggapan.
- Guru dan siswa bersama-sama membahas hasil pengerjaan kelompok.
5. Siswa mengerjakan
tes/kuis individual
- Setelah melakukan pembahasan terhadap hasil dari perwakilan kelompok, guru
meminta siswa untuk mengerjakan soal
secara individu.
- Skor kuis individu akan dibandingkan dengan skor dasar.
- Poin skor kemajuan akan digabungkan pada masing-masing kelompok dan akan
menghasilkan skor tim.
6. Memberikan
penghargaan/reward
- Guru bersama dengan siswa membahas hasil kerja siswa secara individu maupun
kelompok, kemudian menentukan skor
akhir setiap tim.
- Kelompok yang mendapatkan skor tertinggi akan mendapatkan reward
33
2.2 KAJIAN HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Mey Syaroh Lies Wurtanti
dalam penelitian yang berjudul ”Peningkatan Hasil Belajar Matematika dengan
Menerapkan Model STAD dengan Media Manikmanik Pada Siswa Kelas II SDN
Sumur 03 Semester I/2011-2012” membuktikan bahwa persentase hasil belajar
dalam pembelajaran meningkat. Peningkatan ini dapat dilihat dari hasil evaluasi
rata-rata kelas 58,5 pada pra siklus menjadi 70,5 pada siklus I dan 83 pada siklus
II. Ketuntasan belajar klasikal dari 35% pada pra siklus menjadi 80% pada siklus I
dan 90% pada siklus II. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model
pembelajaran STAD di SDN Sumur 03 kelas II dapat ditingkatkan. Hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model
STAD dengan media manik-manik dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
mata pelajaran Matematika tentang penjumlahan bilangan sampai 500 di SD
Sumur 03 kelas II semester 1 tahun ajaran 2011/2012. Kelebihan dari penelitian
ini adalah penggunaan media sederhana yaitu manik-manik yang tidak
membutuhkan biaya yang mahal dan barang mudah didapat.Disamping itu
penggunaan media manik-manik dapat menarik minat siswa dalam melakukan
pembelajaran. Kelemahan dari penelitian ini adalah penggunaan media
manikmanik hendaknya dapat diganti dengan media lain untuk menyesuaikan
dengan tingkatan kelas sehingga dapat diaplikasikan ke semua tingkatan kelas.
Senada dengan hasil penelitian Mey Syaroh, Firmansyah (2011) dalam
penelitian yang berjudul “Meningkatkan hasil belajar Matematika melalui
pendekatan pembelajaran kooperatif tipe STAD Siswa Kelas III SDN 02 Ngombak
Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan Tahun 2010/2011” menunjukkan
bahwa melalui pendekatan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini dapat
meningkatkan hasil belajar Matematika. Peningkatan ini dapat ditunjukkan pada
siklus I ketuntasan belajar sebesar 61,9%, dan belum mencapai keberhasilan
penelitian yang ditetapkan 75%. Pada siklus II persentase ketuntasan belajar naik
menjadi 95,23%, dan siklus II ini telah mencapai ketuntasan belajar ≥ 75%. Jadi
kinerja penelitian sukses. Kelebihan dari penelitian ini adalah dapat meningkatkan
hasil belajar siswa dan semangat belajar siswa pada pelajaran Matematika.
34
Kelemahan dari penelitian ini yaitu harus melakukan percobaan berulang kali
sehingga membutuhkan waktu lama untuk dapat meningkatkan hasil belajar. Hal
ini dapat terlihat sedikit peningkatan yang diperoleh dalam penelitian ini,
khususnya pada siklus 1 belum memenuhi KKM yang ditentukan. Mendasar pada
kelemahan penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini siswa harus mampu
mencapai ketuntasan di atas 80% dari jumlahsiswa.
Hariyuwati dalam penelitiannya pada tahun 2011 “Peningkatan Hasil
Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran STAD, Siswa Kelas V SD
Negeri 3 Mrisi 19 Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan pada
Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012” mendapatkan hasil penelitian yang
menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar Matematika. Prosentase
ketuntasan siswa pada kondisi awal hanya 18,2% pada siklus 1 meningkat
menjadi 45% dan meningkat lagi pada siklus 2 menjadi 95%. Pencapaian hasil
belajar yang signifikan membuktikan bahwa pembelajaran kooperatif model
STAD cocok digunakan dalam pembelajaran Matematika pada kelas V SD Negeri
3 Mrisi kecamatan Tanggungharjo kabupaten Grobogan, dan perlu
disosialisasikan serta menjadi alternatif dalam pembelajaran Matematika.
Kelemahan yang ada dalam penelitian ini adalah dibutuhkannya waktu yang
cukup lama untuk meningkatkan hasil belajar siswa dimana hanya terjadi sedikit
kenaikan pada siklus I dari kondisi awal siswa. Dalam pelaksanaan siklus II agar
mencapai hasil yang diharapkan dalam pembelajaran ini guru dituntut untuk
benar-benar kreatif dalam pengelolaan kelas. Mendasar pada kelemahan penelitian
tersebut, maka dalam penelitian ini guru harus memiliki kreativitas yang tinggi
untuk dapat mengelola kelas dengan baik. Kelebihan dari penelitian ini adalah
tercapainya peningkatan yang cukup banyak dari kondisi awal ke siklus I yaitu
dari 18,2% menjadi 45% dan dari siklus I ke siklus II juga terjadi peningkatan
50%.
Dari persamaan dan perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan
penelitian-penelitian yang telah dilakukan terdahulu adalah sebagai berikut:
35
Tabel 2.7
Persamaan dan Perbedaan Penelitian yang Relevan
No Peneliti Mata
Pelajaran
Variabel
Bebas
Variabel
Terikat
Hasil Belajar
Siklus
I
Siklus
II
1 Mey Syaroh
Lies Wurtanti
Matematika STAD Hasil
belajar 80% 90%
2 Firmansyah
(2011)
Matematika STAD Hasil
belajar 61,9% 95,23%
3 Hariyuwati
(2011)
Matematika STAD Hasil
belajar 45% 95%
4 Peneliti Matematika STAD Aktivitas
belajar dan
hasil belajar
- -
Dari tabel 2.3 dapat dilihat persamaan penelitian ini dengan penelitian lain
sama-sama menggunakan model pembelajaran STAD sedangkan perbedaannya
terletak pada variabel (Y) atau variabel terikatnya adalah aktivitasbelajar dan hasil
belajar siswa sedangkan pada penelitian lain hanya sebatas meneliti hasil belajar
siswa.
2.2 KERANGKA BERPIKIR
Masalah pembelajaran Matematika umumnya didominasi oleh pengenalan
rumus-rumus serta konsep-konsep secara verbal, tanpa ada perhatian yang cukup
terhadap pemahaman siswa. Disamping itu proses belajar mengajar hampir selalu
berlangsung dengan metode konvensional guru menggunakan metode ceramah
dan latihan-latihan soal secara individual, dan tidak ada interaksi antar siswa
secara kelompok. Siswa cenderung pasif selama proses belajar mengajar. Dalam
hal ini penggunaan model pembelajaran tertentu perlu diterapkan guna melibatkan
siswa aktif dan kreatif dalam pembelajaran Matematika.
36
Model STAD dalam merupakan pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk
saling memotivasi dan membantu dalam memahami suatu materi pelajaran
(Salvin, 1995). Dengan model STAD,aktivitas belajar siswa yang sebelumnya
hanya mendengarkan penjelasan guru menjadi lebih aktif, terdapat kerja
kelompok yang melibatkan interaksi antarsiswa mapun siswa dengan guru.
Pembelajaran diawali penyajian kelas oleh guru secara klasikal
menggunakan presentasi verbal atau teks. Setelah penyajian materi, siswa dibagi
menjadi kelompok kecil yang heterogen, masing-masing kelompok terdiri dari 4-6
siswa. Hal ini dilakukan agar siswa belajar untuk saling menerima kekurangan
maupun kelebihan orang lain, disamping itu juga agar kelompok-kelompok yang
ada dalam kelas tersebut menjadi homogen sehingga tidak ada rasa iri antar
kelompok. Setelah pembentukan kelompok, anggota kelompok berkumpul untuk
mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya.Tim adalah figur yang paling
penting dalam STAD. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua
anggota tim benar-benar belajar dan mempersiapkan anggotanya untuk bisa
mengerjakan kuis dengan baik. Yang paling sering terjadi, pembelajaran itu
melibatkan pembahasan permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan
mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat
kesalahan. Jadi, kerja sama dan penguasaan materi sangat dibutuhkan. Hasil dari
kerja kelompok dibahas bersama-sama dengan dibimbing guru.
Melalui model STAD, diharapkan siswa dapat meningkatkan jiwa sosial
dengan bekerjasama salam kelompok, dan siswa lebih aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran . Oleh karena itu, guru diharapkan mampu menggunakan model
pembelajaran yang dapat membuat siswa terlibat secara aktif dengan membuat
siswa lebih aktif dengan cara berdiskusi atau bekerjasama dalam kelompok
sehingga siswa mampu berpikir lebih kritis. Dengan langkah-langkah : (1)
Penyajian kelas (2) Pembentukan kelompok (3) Kerja kelompok/tim (4)
Presentasi kelas (5) Siswa mengerjakan tes/kuis individual (6) Memberikan
penghargaan/reward. Penjelasan secara lebih rinci disajikan dalam bentuk gambar
seperti terlihat pada gambar 2.1 sebagai berikut.
37
Gambar: 2.1
Skema Peningkatan Aktivitas Belajar dan Hasil Belajar Matematika Melalui
Model Student Teams Achievement Division (STAD)
Standar Kompetensi : 6. Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antarbangun
Kompetensi Dasar : 6. 1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar
6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang
Guru mendominasi kegiatan
PBM dengan ceramah
Pembelajaran
konvensional
Tidak ada kerja
kelompok
Hasil belajar ≤ 75
Pembelajaran Model Student Teams
Achievement Division (STAD)
1. Penyajian kelas
2. Pembentukan kelompok
3. Kerja kelompok/tim
4. Presentasi kelas
5. Tes/kuis individual
6. Pemberian
penghargaan/reward
Kelebihan Model STAD:
1. Siswa dilatih bekerja sama dalam
mencapai tujuan dengan menjunjung
tinggi norma-norma kelompok.
2. Siswa diharapkan berpartisipasi
aktif saling membantu dan
memotivasi dalam setiap kegiatan
pembelajaran.
3. Siswa dilatih aktif berperan
sebagai tutor sebaya untuk lebih
meningkatkan keberhasilan
kelompok.
4. Interaksi antarsiswa meningkat
seiring dengan peningkatan
kemampuan mereka dalam
berpendapat.
Hasil belajar Matematika ≥ 75
Aktivitas belajar berpusat pada guru
Aktivitas belajar berpusat pada siswa Tes Formatif
Aktivitas Belajar Siswa Meningkat
38
2.4 HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir yang telah dikemukakan,
maka hipotesis penelitian tindakan kelas yang dirumuskan adalah sebagai berikut:
1) Penerapan model Student Team Achievement Division (STAD) dalam
pembelajaran Matematika pokok bahasan sifat-sifat bangun datar dan bangun
ruang diduga dapat meningkatkan aktivitas guru dan aktivitas siswa kelas 5 di
SDN 1 Sumberdalem Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo semester 2
tahun pelajaran 2015/2016 terjadi peningkatan secara signifikan minimal 15%
dengan langkah-langkah yaitu penyajian kelas, pembentukan kelompok, kerja
kelompok/tim, presentasi hasil kerja kelompok, mengerjakan kuis individu
dan pemberian reward kepada tim dengan perolehan skor tertinggi.
2) Penerapan model Student Team Achievement Division (STAD) dalam
pembelajaran Matematika diduga dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar Matematika pokok bahasan sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang
pada siswa kelas 5 di SDN 1 Sumberdalem Kecamatan Kertek Kabupaten
Wonosobo semester 2 tahun pelajaran 2015/2016 secara signifikan
mengalami ketuntasan belajar individual dengan nilai hasil belajar
Matematika ≥ 75 dan mengalami ketuntasan belajar secara klasikal dengan
nilai rata-rata hasil belajar Matematika meningkat minimal 7 nilai dari KKM
≥ 75 yang ditentukan yaitu 82 atau ketuntasan belajar klasikal sebesar ≥ 90%
dari 24 siswa (kriteria sangat tinggi).
Top Related