BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Sesuai dengan variabel-variabel dalam penelitian maka akan disajikan kajian teori
tentang belajar, hasil belajar, model pembelajaran Problem Based Learning, keaktifan siswa
dan Pendidikan Kewarganeggaraan.
2.1.1 Belajar
1.1.1.1 Pengertian Belajar
Belajar adalah proses perubahan perilaku, berkat interaksi dengan
lingkungannya. Perubahan perilaku mencakup aspek kognitif, afektif,
psikomotorik, adapun yang dimaksud lingkungan mencakup keluarga, sekolah
dan masyarakat (Hanafiah dan Cucu Suhana, 2010:6). Selanjutnya menurut
Morgan (dalam Agus Suprijono, 2009:3), belajar adalah perubahan perilaku
yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman . Sedangkan menurut
Agus Suprijono, (2009:3) belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah poses perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau
interaksi dengan lingkungan yang bersifat permanen yang mencakup aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik.
1.1.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
Menurut Slameto (2010: 54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
digolongkan menjadi dua, yaitu:
a) Faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar (intern). Faktor intern
terbagi menjadi:
(1) faktor jasmaniah (faktor kesehatan, cacat tubuh),
(2) faktor psikologis (inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan,
kesiapan),
(3) faktor kelelahan.
b) Faktor yang ada di luar individu (ekstern). Faktor ekstern terbagi menjadi:
(1) faktor keluarga (cara orang tua mendidik, keadaan ekonomi keluarga, suasana
rumah).
(2) faktor sekolah (metode mengajar, disiplin sekolah, kurikulum).
(3) faktor masyarakat (bentuk kehidupan masyarakat, teman bergaul).
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Sumadi Suryabrata (2007: 233) yang
mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar meliputi faktor-
faktor yang berasal dari dalam diri si pelajar (intern) yaitu faktor-faktor psikologis
dan fisiologis dan faktor yang berasal dari luar diri si pelajar (ekstern) yaitu
faktor-faktor nonsosial dan faktor-faktor sosial.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar siswa digolongkan menjadi dua, yaitu faktor intern dan
faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam individu yang
sedang belajar, dan faktor ekstern adalah faktor yang berada di luar individu, yang
salah satunya adalah metode mengajar guru.
2.1.1.3 Prinsip-prinsip Belajar
Menurut Hanafiah dan Cucu Suhana, (2010:18) ada beberapa prinsip
belajar, yaitu:
a. Belajar berlangsung seumur hidup, belajar merupakan proses
perubahan perilaku peserta didik sepanjang hayat dari mulai buaian
ibu sampai menjelang masuk keliang lahat yang berlangsung tanpa
henti.
b. Belajar berlangsung dari yang sederhana menuju yang kompleks,
proses pembelajaran disesuaikan dengan tugas perkembangan dan
tingkat kematangan peserta didik.
c. Belajar mulai dari yang kongkret menuju yang abstrak, proses
pembelajaran berkembang sesuai dengan tingkat perkembangan
peserta didik mulai dari bahan ajar yang mudah dipahami cara
nyata menuju proses pembelajaran yang memerlukan daya nalar.
d. Belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu, baik dalam
lingkungan keluarga, sebagai pendidikan awal bagi lingkungan
masyarakat dan lingkungan sekolah.
Menurut Slameto dalam Yatim Riyanto (2009:63) ada beberapa prinsip
belajar, yaitu:
a. Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif,
meningkatkan minat, dan membimbing untuk mencapai tujuan
intruksional.
b. Belajar harus menimbulkan pengetahuan dan motivasi yag kuat
pada siswa untuk mencapai tujuan intruksional.
c. Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat
mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan
efektif.
d. Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.
2.1.2 Hasil belajar
Hasil belajar adalah perubahan perilaku individu yang meliputi ranah kognitif, afektif,
dan psikomotorik (Rusmono, 2014:10). Selanjutnya menurut Saminanto, (2010:100) hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajar yang diperoleh melalui usaha dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar.
Begitu pula menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:23) hasil belajar merupakan hal yang
dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar
merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat
sebelum mengajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat
terselesaikannya bahan pelajaran.
Fathurrohman dan Weni (2011: 68) menjelaskan Aspek kognitif yaitu aspek yang
berkaitan dengan otak. Dalam aspek kognitif ada enam jenjang tingkatan menurut Bloom,
yaitu: 1. Megingat, 2. Memahami, 3. Menerapkan, 4. Menganalisis, 5. Mengevaluasi dan 6,
mencipta. Penjelasan dari masing-masing aspek tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tingkatan Aspek Kognitif
Kemampuan berpikir Deskripsi
Mengingat :
Mengemukakan kembali apa
yang sudah dipelajari dari guru,
buku dan sumber lain tanpa
melakukan perubahan
Pengetahuan hafalan : ketepatan,
kecepatan, kebenaran pengetahuan
yang diingat dan digunakan ketika
menjawab pertanyaan tentang fakta,
definisi konsep,
Memahami :
Sudah ada proses pengolahan
dari bentuk aslinya tetapi arti
kata, istilah, tulisan tidak
berubah
Kemampuan mengolah pengetahuan
yang dipelajari menjadi sesuatu
yang baru seperti menggantikan
suatu kata atau sistilah dengan kata
lain yang sama maknanya
Menerapkan :
Menggunakan informasi,
konsep untuk sesuatu yang
baru/ belum dipelajari
Kemampuan menggunakan
pengetahuan seperti menerapkan
kronologi dalam menentukan waktu
suatu benda/ peristiwa
Menganalisis :
Menggunakan ketrampilan yang
dipelajarinya terhadap suatu
informasi yang belum
diketahuinya dalam
mengelompokkan informasi
Kemampuan menemukan
keterkaitan antara fakta dan
kesimpulan
Mengevaluasi :
Menentukan nilai suatu benda
atau informasi berdasarkan
suatu kriteria
Kemampuan menilai apakah
informasi yang diberikan berguna
Mencipta :
Membuat sesuatu yang baru
dari apa yang sudah ada
sehingga hasil tersebut
merupakan satu kesatuan utuh
dan berbeda dari komponen
yang digunakan untuk
Kemampuan membuat cerita atau
tulisan dari berbagai sumber yang
dibacanya
membentuknya
(Permendikbud RI Nomor 104 Tahun 2014)
a. Aspek Sikap (spiritual dan sosial)
Sikap yang dituntut dalam kurikulum 2013 adalah memiliki perilaku yang
mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan
bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan
alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
(Permendikbud No 54 Tahun 2013). Menurut Bloom (dalam Fathurrohman dan Weni.
2011: 70) ranah afektif dalam pembelajaran meliputi beberapa jenjang, yaitu 1,
Receiving, 2. Responding, 3. Valuing, 4. Organization, 5. Characterization by value.
Rincian dari masing-masing jenjang tersebut diuraikan sebagai berikut:
Tabel 2.2 Tingkatan Aspek Sikap
Tingkatan sikap Deskripsi
Menerima nilai Kesediaan menerima suatu nilai dan memberikan
perhatian terhadap nilai tersebut
Menanggapi nilai Kesediaan menjawab suatu nilai dan ada rasa puas
dalam membicarakan nilai tersebut
Menghargai nilai Menganggap nilai tersebut baik, menyukai nilai
tersebut, dan komitmen terhadap nilai tersebut
Menghayati nilai Memasukkan nilai tersebut sebagai bagian dari
sistem nilai dirinya
Mengamalkan nilai Mengembangkan nilai tersebut sebagai ciri dirinya
dalam berpikir, berkata, berkomunikasi dan
bertindak
(Permendikbud RI Nomor 104 Tahun 2014)
b. Aspek Ketrampilan (Psikomotorik)
Kawasan Psikomotorik mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan
(skills) yang bersifat manual dan motorik (Jamil. 2014: 45). Sebagaimana kedua domain
yang lain, domain ini juga mempunyai berbagai tingkatan, yaitu :
Tabel 2.3 Tingkatan Aspek Ketrampilan
Ketrampilan abstrak Ketrampilan konkret
Mengamati Persepsi (perception)
Menanya Kesiapan (set)
Mengumpulkan informasi Meniru (guided response)
Mengasosiasi Membiasakan gerakan (mechanism)
Mengkomunikasikan Menjadi gerakan alami (adaptation)
Menjadi tindakan orisinal
(origination)
(Permendikbud RI Nomor 104 Tahun 2014)
Sesuai dengan taksonomi Bloom hasil belajar dibagi ke dalam tiga ranah, yaitu:
a. Ranah Kognitif, menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, dan
keterampilan berpikir.
b. Ranah Afektif menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti ,sikap, apresiasi, dan
cara penyesuaian diri.
c. Ranah Psikomotor menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan.
Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu
kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut mengalami
aktivitas belajar yang mencakup tiga ranah yaitu; ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotor. Dalam penelitian ini hasil belajar yang dimaksudkan hanya sampai ranah
kognitif.
2.1.3 Model Pembelajaran Problem Based Learning
2.1.3.1 Pengertian Problem Based Learning (PBL)
Pembelajaran Problem Based Learning pertama kali dipopulerkan oleh
Barrows dan Tamblyn pada akhir abad ke-20. Pembelajaran berbasis masalah (PBL)
mulai pertama kali diterapkan di McMaster University Scool of Medicine Kanada
pada tahun 1969. Sejak itu PBL menyebar keseluruh dunia, khususnya dalam
pendidikan kedokteran/keperawatan dan bidang-bidang ilmu lain di perguruan tinggi,
misalnya arsitektur dan matematika. Tiga tahun kemudian dipakai di tiga tempat
lainnya yaitu, sekolah media Universitas Limbung pada Maastricht Netherands,
Universitas Newcastle di Australia, dan Universitas New Mexico Amerika Serikat.
Dalam pembelajaran berbasis masalah ini, peserta didik dipandang sebagai pribadi
“yang utuh” yang memiliki sejumlah pengetahuan sebagai bekal awal dalam
pembelajaran (Yatim Rianto, 2009:284).
Problem Based Learning adalah metode intruksional yang menantang siswa
agar belajar untuk belajar, bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi
masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan
serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. Problem Based
Learning mempersiapkan siswa untuk berfikir kritis, analitis dan untuk mencari serta
menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai (Dutch dalam Amir, 2010:19).
Selanjutnya menurut Suyadi (2013:130-131) Problem Based Learning adalah
pembelajaran dimulai dengan permasalahan, dari permasalahan tersebut akan
menentukan arah pembelajaran dalam kelompok. Pembelajaran ini melibatkan peserta
didik dalam proses pembelajaran aktif dan kolaboratif, serta berpusat kepada
pemecahan masalah secara mandiri. Selanjutnya Hamruni dalam Suyadi (2013:129)
mendefinisikan Problem Based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu
peseta didik memerlukan pengetahuan baru untuk menyelesaikannya.
Berdasarkan berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Problem
Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang dirancang dan dikembangkan
untuk mengembangkan kemampuan peserta didik memecahkan masalah. Pemecahan
masalah dilakukan dengan pola akif dan kolaborasi serta menggunakan kemampuan
berfikir tingkat tinggi yakni kemampuan analisis-sintesis, dan evaluasi atau
menggunakan rangka memecahkan suatu masalah.
2.1.3.2 Karakeristik Problem Based Learning
Menurut Rideout (dalam Rianto, 2009:287) karateristik esensial dari PBL,
antara lain: (1) suatu kurikulum yang disusun berdasarkan masalah relevan dengan
hasil akhir pmbelajaran yang diharapkan, bukan berdasarkan topik atau bidang ilmu
dan (2) disediakannya kondisi yang dapat memfasilitasi kelompok bekerja/belajar
secara mandiri dan/atau kolaborasi dengan aktif, menggunakan pemikiran kritis, dan
membangun semangat untuk belajar seumur hidup.
Dalam buku Learning To Teach, Arends (2008:42-43) mengidentifikasikan 5
karakteristik pembelajaran berbasis masalah, yakni:
a. Pertanyaan atau masalah perangsang, PBL mengorganisasikan
pengajaran diseputar pertanyaan dan masalah yang penting secara
sosial dan bermakna secara personal bagi siswa. Mereka
menghadapi berbagai situasi kehidupan nyata yang tidak dapat
diberi jawaban-jawaban sederhana dan berbagai solusi yang dapat
menyelesaikannya.
b. Fokus interdisipliner (keterkaitan dengan disiplin ilmu), meskipun
PBL dapat dipusatkan pada subjek tertentu (sains, matematika,
sejarah), tetapi masalah yang diinvestigasi dipilih karena solusinya
menuntut siswa untuk menggali banyak subjek.
c. Investigasi autentik, PBL mengharuskan siswa untuk melakukan
investigasi autentik yang berusaha menemukan solusi riil untuk
masalah riil. Mereka harus menganalisis dan menetapkan
masalahnya, mengembangkan hipotesis dan membantu prediksi,
mengumpulkan dan menganalisis informasi melaksanakan
eksperimen (bilamana mungkin), membuat inferensi, dan menarik
kesimpulan.
d. Memamerkan hasil kerja, peserta didik dituntut menyusun dan
memamerkan hasil kerja sesuai dengan kemampuannya. Setelah
peserta didik selesai mengerjakan lembar kerja, salah satu tim
mnyajikan hasil kerjanya di depan kelas dan peserta didik dari tim
lain memberikan tanggapan, kritik terhadap pemecahan masalah
yang disajikan oleh temannya, dalam hal ini guru mengarahkan,
membimbing, memberi petunjuk kepada peserta didik agar aktivitas
siswa terarah.
e. Kolaborasi, model ini ditandai oleh siswa-siswa yang bekerja
bersama siswa-siswa lain, paling sering secara berpasangan atau
dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Bekerja bersama-sama
memberikan motivasi untuk keterlibatan secara berkelanjutan dalam
tugas-tugas kompleks dan meningkatkan kesempatan untuk
melakukan penyelidikan dan dialog bersama, dan untuk
mengembangkan berbagai ketrampilan sosial.
Selanjutnya karakteristik PBL menurut Suyadi (Yatim Riyanto, 2009:290-
291), dinyatakan sebagai berikut:
a. Peserta didik harus memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk
mengenal suatu masalah sebelum mereka dapat memulai penyelesaian
masalah tersebut. Dalam PBL, pengetahuan didapat dari kegiatan
penyelesaian masalah tersebut. Pembelajaran dilakukan untuk
mendapatkan pengetahuan atau pemahaman.
b. Sifat model PBL berpusat pada peserta didik dan menekankan
pembelajaran mandiri yang aktif.
c. Pembelajaran ditujukan untuk kelompok kecil yang terdiri dari 5-10 orang
untuk mendorong peserta didik mengembangkan ketrampilan dan
kemampuan untuk bekerja sama dalam kelompok.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa Problem
Based Learning memiliki karakteristik sebagai berikut: (a) pertanyaan atau masalah
perangsang harus autentik, jelas, mudah dipahami, luas, dan sesuai tujuan
pembelajaran, (b) berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, (c) penyelidikan
autentik (nyata), (d) menghasilkan produk dan memamerkannya atau meyajikan hasil
kerja, (d) kolaborasi.
2.1.3.3 Sintaks Problem Based Learning
Menurut Baron dalam Rusmono (2014:74) ciri-ciri strategi PBL adalah (1)
menggunakan permasalahan dalam dunia nyata, (2) pembelajaran dipusatkan pada
penyelesaian masalah, (3) tujuan pembelajaran ditentukan oleh siswa, dan (4) guru
berperan sebagai fasilitator.
Arends dalam Riyanto (2009:293) mengidentifikasikan 5 tahapan prosedur
pembeajaran berbasis masalah, yakni: (1) orientasi masalah, (2) mengorgnisasikan
peserta didik ke dalam belajar, (3) investigasi atas masalah, (4) mengembangkan dan
menyajikan hasil investigasi, dan (5) mengevaluasi dan menganlisis hasil pemecahan.
Sedangkan John R. Savery dan Thomas M. Duffy dalam Riyanto (2009:293)
mengidentifikasikan 4 langkah prosedur pembelajaran berbasis masalah, yakni: (1)
memulai dengan masalah autentik, (2) pemecahan masalah, (3) presentasi hasil
pemecahan, dan (4) simpulan atas pemecahan. Memulai kegiatan pembelajaran
dengan masalah autentik dapat dilakukan guru dengan cara: (a) menata masalah, (b)
apersepsi masalah, (c) mendiskripsikan hasil pemecahan yang diinginkan, (d)
menganalisis tugas-tugas dalam rangka memecahkan masalah, dan (e) menyusun
jadwal pemecahan masalah.
Selanjutnya Rideout dalam Riyanto (2009:293) mengidentifikasikan 6 langkah
prosedur pembelajaran model PBL, yakni: (1) masalah diajukan pada kelompok,
dikaji dan hipotesis dibentuk, (2) isu pembelajaran dan sumber informasi ditetapkan,
(3) pengumpulan informasi dan studi independen dilakukan, (4) pengetahuan yang
diperoleh dibahas dan diperdebatkan dengan kritis, (5) pengetahuan diterapkan pada
masalah secara praktis, dan (6) refleksi materi dan proses pembelajaran.
Secara terinci Rusmono (2014:81-85) mengemukakan tahap pembelajaran
dengan strategi PBL, sebagai berikut:
Tabel. 6. 1. Tahapan Pembelajaran dengan Strategi PBL
Tahap pembelajaran Perilaku guru
Tahap 1:
Mengorganisasikan siswa
kepada masalah
Guru menginformasikan tujuan-tujuan pembelajaran,
mendiskripsikan kebutuhan-kebutuhan logistik penting,
dan memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan
pemecahan masalah yang mereka pilih sendiri.
Tahap 2:
Mengorganisasikan siswa
untuk belajar
Guru membantu siswa menentukan dan mengatur tugas-
tugas belajar yang berhubungan dengan masalah itu.
Tahap 3:
Membantu penyelidikan
mandiri dan kelompok
Guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen, mencari penjelasan,
dan solusi.
Tahap 4:
Mengembangkan dan
memprsentasikan hasil
karya serta pameran
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti laporan,
rekaman video, dan model, serta membantu mereka
berbagi karya mereka.
Tahap5: Guru membantu siswa melakukan refleksi atas
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.
Menurut Rusmono (2014:83) strategi pembelajaran dengan PBL yang lebih
dipentingkan adalah dari segi proses dan bukan hanya sekedar hasil belajar yang
diperoleh. Apabila proses belajar dapat berlangsung secara maksimal, maka
kemungkinan besar hasil belajar yang diperoleh juga optimal. Adapun bentuk
penerapannya, termasuk dalam bagian penyajian dari keseluruhan kegiatan
pembelajaran terdiri atas kegiatan pendahuluan, penyajian, dan penutup, yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 6.1. Prosedur Strategi pembelajaran dengan PBL
Penyajian
a. Mengorientasikan siswa kepada
masalah
b. Mengorganisasikan siswa untuk
belajar
c. Membantu penyelidikan mandiri
dan kelompok
d. Mengembangkan dan
mempresentasikan hasil karya dan
pameran
e. Menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah
Pendahuluan
a. Pemberian motivasi
b. Pembagian kelompok
c. Informasi tujuan pembelajaran
Pada kegiatan pendahuluan, dipertemuan pertama guru memperkenalkan diri
kepada seluruh siswa dan siswa diberi kesempatan untuk mengenalkan dirinya kepada
siswa yang lain, guru juga menjelaskan sekilas mengenai strategi pembelajaran PBL.
Kemudian, guru membagi siswa kedalam kelompok 3-5 orang. Selanjutnya, guru
menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Seperti dalam penjelasan
mengenai strategi pembelajaran dengan PBL, disini setiap siswa akan
mengidentifikasi pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang. Pada
pertemuan kedua, ketiga, dan seterusnya (dalam kegiatan pendahuluan), guru tidak
lagi membagi kelompok, tetapi mengumpulkan tugas dan memeriksa apakah masih
ada siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pada pertemuan
pertama, dilanjutkan dengan pemberian motivasi siswa akan pentingnya materi yang
akan dipelajari dikaitkan dengan peristiwa yang sering dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari, dan dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaan.
Pada kegiatan penyajian, diawali dengan setiap kelompok menerima bahan
ajar atau buku siswa yang berisi informasi tentang materi pelajaran sebagai bahan
diskusi. Di sini, setiap siswa memperoleh pengetahuan dari apa yang dibaca, akan
tetapi tidak sama perolehan hasil membacanya. Dalam diskusi setelah membaca
materi setiap siswa telah memiliki kemampuan menginterprestasi, mengklasifikasi,
meringkas, menyimpulkan, membandingkan, dan dapat menjelaskan materi pelajaran
yang diberikan. Untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman setiap siswa dalam
kelompok, guru kemudian membagikan tugas kelompok dan lembar kerja siswa
(LKS) atau buku paket siswa kepada setiap siswa secara individu. Secara bersama-
sama, siswa membaca dan menyelesaikan soal-soal yang ditugaskan baik dalam
kelompok maupun individu dalam LKS maupun buku paket. Disini akan semakin
tampak bagaimana setiap siswa melakukan komunikasi dengan anggota kelompok
untuk meyakinkan apa yang telah dipahaminya. Selanjutkan, guru memberikan
kesempatan kepada setip kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja
Penutup
d. Merangkum materi yang telah
dipelajari
e. Melaksanakan tes dan pemberian
PR
kelompoknya. Sementara kelompok lain turut memperhatikan, setelah selesai
penyajian, kelompok lain diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada
kelompok yang mempresentasikan (Rusmono, 2014:85).
Pada kegiatan penutup, siswa bersama-sama guru merangkum materi.
Kemudian guru memberikan penilaian siswa melalui lembar penilaian (LP) untuk
materi yang telah dipelajari, dilanjutkan dengan pemberian PR. Soal-soal PR dapat
dibuat langsung oleh guru atau menggunakan latihan pada buku siswa.
Dalam penelitian ini digunakan prosedur dan strategi model pembelajaran
Problem Based Learning yang dikemukakan oleh Arrends dalam Riyanto (2009:293)
dan Rusmono (2014:81-85) seperti yang telah dikemukakan diatas.
2.1.3.3 Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Problem Based Learning
Menurut Suyadi (2013:142-143) kelebihan dan kelemahan model
pembelajaran Problem Based Learning adalah:
1. Kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning adalah:
a. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi pelajaran
b. Dapat menantang kemampuan peserta didik, sehingga memberikan
keluasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi peserta didik
c. Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik
d. Dapat membantu peserta didik bagaimana mentransfer pengetahuan
mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata
e. Dapat membantu peserta ddik untuk mengembangkan pengetahuan
barunya, dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang dilakukan
f. Mampu memecahkan masalah dengan suasana pembelajaran yang
aktif-menyenangkan
g. Dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berfikir kritis
dan mengembangkan kemampuan beradaptasi dengan pengetahuan
baru
h. Dapat memberikan kesempatan untuk mengaplikasikan pengetahuan
yang mereka miliki dalam dunia nyata
2. Kekurangan model pembelajaran Problem Based Learning adalah:
a. Kalau peserta didik tidak memiliki minat tinggi, atau tidak mempunyai
kepercayaan diri bahwa dirinya mampu menyelesaikan masalah yang
dipelajari, maka mereka cenderung enggan untuk mencoba karena
takut salah
b. Tanpa pemahaman untuk memecahkan masalah yang sedang
dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin
pelajari. Artinya, perlu dijelaskan manfaat menyelesaikan masalah
yang dibahas pada peserta didik
c. Proses pembelajaran PBL membutuhkan waktu yang lebih lama atau
panjang. Itu pun belum cukup, karena sering kali peserta didik masih
memerlukan waktu tambahan untuk menyelesaikan persoalan yang
diberikan. Waktu pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan beban
kurikulum yang ada.
2.1.4 Keaktifan
2.1.4.1 Pengertian Keaktifan
Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan
belajar mandiri atau melakukan aktivitas sendiri. Dengan belajar siswa memperoleh
pengetahuan, pemahaman, dan aspek-aspek tingkah laku lainnya, serta
mengembangkan ketrampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat (Oemar
Hamalik, 2008:171-172). Keaktifan adalah kegiatan bersifat fisik maupun mental,
yaitu berbuat, berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan
(Sardiman, 2012: 100). Untuk mencapai keberhasilan belajar perlu melalui berbagai
macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik adalah siswa giat
aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain maupun bekerja, ia tidak
hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Siswa yang memiliki
aktivitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau
berfungsi dalam rangka pembelajaran. Martinis Yamin (2007: 81) juga mengutarakan
bahwa belajar aktif merupakan fungsi interaksi antara individu dan situasi di
sekitarnya yang ditentukan oleh indikator pengembangan dari kompetensi dasar.
Berdasarkan pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa keaktifan
adalah kegiatan bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat, berfikir sebagai suatu
rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Aktivitas fisik adalah siswa giat aktif dengan
anggota badan, membuat sesuatu, bermain maupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan
mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Siswa yang memiliki aktivitas psikis
(kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau berfungsi
dalam rangka pembelajaran.
2.1.4.2 Jenis-jenis keaktifan belajar
Menurut Nana Sudjana (2004: 61), siswa dikatakan aktif dalam pembelajaran
bila terdapat ciri-ciri sebagai berikut:
1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.
2) Terlibat dalam pemecahan masalah.
3) Bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan
yang dihadapinya.
4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan
masalah.
5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru.
6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya.
7) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah sejenis.
8) Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang diperoleh dalam
menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
Terdapat beberapa jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa dalam
pembelajaran. Menurut Paul D. Derich (Oemar Hamalik, 2008: 172-173) ada
beberapa jenis keaktifan siswa, antara lain:
a. Kegiatan-kegiatan visual
Kegiatan visual meliputi membaca, memperhatikan gambar,
mengamati eksperimen dan demonstrasi, dan mengamati pekerjaan orang lain.
b. Kegiatan-kegiatan lisan (oral)
Kegiatan lisan meliputi mengemukakan fakta dan pendapat, bertanya,
memberi saran, melakukan wawancara, diskusi, dan interupsi.
c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan
Kegiatan mendengarkan meliputi mendengarkan materi yang disajikan,
mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok.
d. Kegiatan-kegiatan menulis
Kegiatan menulis meliputi menulis cerita, menyusun laporan,
mengerjakan latihan soal, membuat rangkuman materi, dan mengisi angket.
e. Kegiatan-kegiatan menggambar
Kegiatan menggambar meliputi menggambar, melukis, membuat
grafik, diagram peta, maupun pola.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan oleh para ahli mengenai keaktifan,
maka keaktifan belajar siswa dalam penelitian ini hanya dilihat pada enam indikator
yaitu: (1) memperhatikan penjelasan guru, (2) mengajukan pertanyaan, (3) menjawab
pertanyaan, (4) berdiskusi dalam kelompok, (5) menyelesaikan masalah, dan (6)
memperhatikan dan menanggapi hasil presentasi teman.
2.1.4.3 Faktor-faktor yang menumbuhkan keaktifan belajar
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terciptanya keaktifan belajar
siswa. Gagne dan Briggs (Martinis Yamin, 2007: 84) menyebutkan 9 aspek yang
dapat menumbuhkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, yaitu:
1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa, sehingga berperan
aktif dalam kegiatan pembelajaran.
2) Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar) kepada siswa.
3) Meningkatkan kompetensi prasyarat kepada siswa.
4) Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep) yang akan dipelajari.
5) Memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya.
6) Memunculkan aktivitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
7) Memberikan umpan balik (feedback).
8) Melakukan latihan-latihan terhadap siswa berupa tes sehingga kemampuan
siswa selalu terpantau dan terukur.
9) Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pembelajaran.
Selanjutnya Mc Keachie dalam Warsono (2012: 8) menyebutkan enam
dimensi implementasi pembelajaran siswa aktif, antara lain:
1) Partisipasi siswa dalam menemukan tujuan kegiatan pembelajaran.
2) Penekanan kepada aspek dalam pembelajaran.
3) Partisipasi siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar terutama
yang membentuk interaksi antar murid.
4) Penerimaan guru terhadap perbuatan atau sumbangan siswa yang kurang
relevan atau karena siswa berbuat kesalahan.
5) Keeratan hubungan kelas sebagai kelompok.
6) Kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan yang
penting dalam kegiatan sekolah.
Melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran sangat penting, karena
merupakan salah satu keberhasilan akan hasil belajarnya. Salah satu cara
untuk meningkatkan keaktifan siswa yaitu dengan mengenali keadaan siswa
yang kurang terlibat dalam proses pembelajaran (Warsono, 2012:8).
Berdasarkan pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa
untuk menumbuhkan keaktifan belajar siswa dapat dilakukan dengan berbagai
cara yaitu, menarik perhatian siswa guna meningkatkan partisipasi siswa
dalam mengikuti proses pembelajaran, memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengambil keputusan dan motivasi berupa dorongan belajar, serta guru
harus memberikan pengajaran yang jelas dan tepat dengan tujuan mengajar
yang ingin dicapai.
2.1.5 Pendidikan Pancasila dan Kewaganeggaraan (PPKn)
2.1.5.1 Pengertian Pendidikan Pancasila dan Kewarganeggaraan (PPKn)
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) adalah mata
pelajaran yang dirancang untuk membekali siswa dengan keimanan dan
akhlak mulia sebagaimana diarahkan oleh falsafah hidup bangsa Indonesia
yaitu Pancasila. Melalui Pembelajaran PPKn, siswa dipersiapkan untuk dapat
berperan sebagai warganegara yang efektif dan bertanggung jawab.
Pembahasannya secara utuh mencakup Pancasila, UUD 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika, yang diterjemahkan
dalam tatacara kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat dengan
tidak mengesampingkan nilai-nilai universal kemanusiaan dalam
implementasinya (Salikun dkk, 2015:3). Sejalan dengan hal tersebut dalam
Depdiknas (2006:49) ditegaskan bahwa pembelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan (PPKn) memfokuskan pada pembentukan warga negara
yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk
menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Selanjutnya menurut Peraturan
Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
mata pelajaran PKKn dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan
wawasan peserta didik akan status, hak dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya
sebagai manusia. Untuk itu menurut Azyumardi Azra dalam Marwadi
(2011:7) Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) adalah
pendidikan yang mengkaji dan membahas tentang pemerintahan, konstitusi,
lembanga-lembaga demokrasi, rule of law, HAM, hak dan kewajiban warga
negara serta proses demokrasi.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) adalah mata pelajaran
yang dirancang untuk membekali siswa dengan keimanan dan akhlak mulia,
kesadaran dan kemampuan untuk melaksanakan hak dan kewajiban sehingga
menjadi warga negara yang cerdas, trampil, berkarakter sesuai yang
diamanatkan pancasila dan UUD 1945. Melalui pembelajaran PPKn, siswa
dipersiapkan untuk dapat berperan sebagai warga negara yang efektif dan
bertanggung jawab.
2.1.5.2 Fungsi dan tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
Menurut Depdiknas (2006:49) fungsi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) ialah program pendidikan yang membentuk
karakter warga negara Indonesia menjadi warga negara yang memiliki nilai
dan moral yang luhur, cerdas, terampil dan setia kepada bangsa seperti yang
diamanatkan Pancasila.
Adapun tujuan mata pelajaran PPKn dalam Depdiknas (2006:49)
adalah untuk memberikan kompetensi :
1. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
Kewarganegaraan
2. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta
bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk
diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar
dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia
secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi.
Dalam pasal 39 ayat (1) Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, ditegaskan bahwa “Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) merupakan mata
pelajaran yang secara umum bertujuan untuk mengembangkan potensi
individu warga negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan
keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk
berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat ditegaskan bahwa
tujuan PPKn adalah untuk mengembangkan potensi individu warga negara
Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan
kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi
secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.1.5.3 Ruang lingkup PPKn
Ruang lingkup Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
diatur dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Ruang Lingkup mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) untuk pendidikan dasar
dan menengah secara umum meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi hidup rukun dalam
perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa
Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan
jaminan keadilan
b. Norma, hukum dan peraturan, meliputi tertib dalam kehidupan
keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat,
peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional,
hukum dan peradilan internasional
c. Hak Asasi Manusia, meliputi hak dan kewajiban anak, hak dan
kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan
internasional HAM, pemajuan penghormatan dan perlindungan
HAM
d. Kebutuhan warga negara, meliputi hidup gotong royong, harga diri
sebagai masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan
mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi
diri, persamaan kedudukan warga negara
e. Konstitusi negara, meliputi proklamasi kemerdekaan dan konstitusi
yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di
Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi
f. Kekuasaan dan politik, meliputi pemerintahan desa dan kecamatan,
pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi
dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju
masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat
demokrasi
g. Pancasila, meliputi kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan
ideologi negara, proses perumusan pancasila sebagai dasar negara,
pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari,
pancasila sebagai ideologi terbuka
h. Globalisasi, meliputi globalisasi di lingkungannya, politik luar
negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan
internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi
globalisasi
Dalam penelitian ini materi yang menjadi bahan pembelajaran untuk
PTK tentang Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga
diharapkan peserta didik dapat mengamalkan materi tersebut dalam kehidupan
sehari-hari menjadi karakter pribadi yang melekat pada setiap individu peserta
didik.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian dari Ashon L. Torun dengan judul “Upaya meningkatkan aktivitas
siswa melalui model pembelajaran Problem Based Learning pada mata pelajaran PKn kelas
X AK SMKN 3 Jakarta semester 1 pada Tahun 2007/2008” menunjukkan bahwa, dalam
indikator aktivitas siswa selama mengikuti diskusi kelompok pada siklus pertama
meningkat dari 70,33 % menjadi 85,55% pada siklus kedua sehingga mengalami kenaikan
15,22%. Dalam indikator partisipasi siswa dalam pembelajaran terlihat pada siklus pertama
72,64% sedangkan pada siklus kedua 82,45% mengalami kenaikan 9,81%. Dalam indikator
pemahaman siswa tentang masalah Hak Asasi Manusia pada siklus pertama sebesar 7,01%
dan pada siklus kedua 7,80% tergolong baik demikian juga tentang penuntasan belajar pada
siklus pertama 74,82% dan pada siklus kedua menjadi 89,96%.
Kemudian hasil penelitian dari Dedi Dwitagama dengan judul “Peningkatan hasil
belajar dan keaktifan siswa melalui model pembelajaran Problem Based Learning pada
mata pelajaran PPKn kelas X AK SMKN 3 Jakarta semester 2 Tahun 2013” menunjukkan
bahwa, hasil belajar yang dilihat dari rerata perolehan skor pada siklus pertama 52,75 %
menjadi 69,44 %, pada siklus kedua mengalami kenaikan 16,69 %. Begitupun dalam
indikator motivasi dan kegairahan dalam mengikuti pembelajaran pada siklus pertama rata-
rata 63,82 % dan pada siklus kedua 83,35 % mengalami kenaikan 19,53 %. Dalam indikator
interaksi siswa selama mengikuti diskusi kelompok pada siklus pertama 72,25 % dan pada
siklus kedua 88,32 % mengalami kenaikan sebesar 16,07 %. Dalam indikator hubungan
siswa dengan guru selama kegiatan pembelajaran, pada siklus pertama 75 % dan pada siklus
kedua 91,66 % mengalami kenaikan sebesar 16,66 %. Dalam indikator hubungan siswa
dengan siswa, pada siklus pertama 77,65 % sedangkan pada siklus kedua 86,11 %
mengalami kenaikan sebesar 8,46 %. Dalam indikator partisipasi siswa dalam
pembelajaraan terlihat pada siklus pertama 80,55 %, sedangkan pada siklus kedua 94,45 %
mengalami kenaikan sebesar 13,9 %.
Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa dalam
pembelajaran PPKn.
2.3 Kerangka berfikir
Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah dan landasan teori dapat
dikemukakan kerangka berpikir sebagai berikut: Pencapaian tujuan pembelajaran
merupakan harapan bagi semua guru, dan sebagai tolak ukurnya adalah hasil belajar siswa.
Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa baik itu faktor dari
dalam diri siswa (intern) maupun faktor yang berasal dari luar diri siswa (ekstern). Salah
satu faktor yang mempengaruhi yaitu metode mengajar guru. Untuk itu seorang guru harus
mampu memilih metode yang sesuai dan tepat. Metode mengajar yang baik adalah metode
yang mampu menumbuhkan semangat belajar pada diri siswa, mampu membuat siswa aktif,
kreatif dan mudah memahami pelajaran. Namun pada prakteknya guru-guru masih enggan
untuk meninggalkan metode ceramah dimana pelajaran hanya terpusat pada guru. Metode
ceramah memang mudah untuk digunakan, tetapi hendaknya perlu diperhatikan bahwa tidak
semua materi pelajaran akan sesuai bila diterapkan metode ini.
Penerapan metode konvensional dalam pembelajaran PPKn kurang dapat
menumbuhkan keaktifan siswa selama proses belajar mengajar. Rendahnya keaktifan siswa
tersebut akan mempengaruhi hasil belajar siswa, apabila keaktifan siswa rendah maka hasil
belajar siswa pun rendah. Untuk mengatasinya akan dicobakan model pembelajaran Probem
Based Learning (PBL) yang bertujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa dan hasil
belajar siswa, karena apabila keaktifan siswa dapat meningkat, maka hasil belajar siswa
juga akan mengalami peningkatan. Seperti yang ditegaskan Rideout dalam Yatim Riyanto
(2009:287) karakteristik dari PBL yaitu: (1) suatu kurikulum yang disusun berdasarkan
masalah relevan dengan hasil akhir pembelajaran yang diharapkan, bukan berdasarkan topik
atau bidang ilmu dan (2) disediakannya kondisi yang dapat memfasilitasi kelompok
bekerja/belajar secara mandiri dan/atau kolaborasi dengan aktif, menggunakan pemikiran
kritis, dan membangun semangat untuk belajar seumur hidup. Metode pembelajaran
Probem Based Learning (PBL) diharapkan mampu mengatasi masalah tersebut sesuai
dengan kondisi yang terjadi di SMK N 3 Salatiga sehingga siswa dapat belajar secara aktif
guna meningkatkan hasil belajarnya.
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan hasil penelitian yang relevan di atas, maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran Problem Based
Learning dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa dalam mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) di kelas XII Geomatika SMK
Negeri 3 Salatiga Semester 1 Tahun Ajaran 2017/2018
Pembelajaran PPKN
Pembelajaran masih berpusat
pada guru (model
pembelajaran ceramah dan
media yang kurang memadai) Hasil belajar siswa rendah
Siswa kurang aktif
Pembelajaran berpusat pada
siswa dengan Model
pembelajaran Problem Based
Learning Hasil belajar
siswa
Keaktifan siswa
meningkat
Perbaikan
Top Related