BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Line balancing
2.3.1 Pengertian Line Balancing
Berikut ini adalah pengertian keseimbangan lini (line
balancing) menurut beberapa orang yang berbeda:
Line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen
tugas dari suatu lini perakitan ke stasiun kerja untuk meminimumkan
banyaknya stasiun kerja dan meminimumkan total idle time (waktu
menganggur) pada semua stasiun untuk tingkat keluaran tertentu
(Gasperz, 2004).
Menurut Buffa Elwood (1983). Keseimbangan merupakan kesamaan
keluaran atau hasil atau keseluruhan produksi pada setiap urutan
lintasan produksi.
Keseimbangan lini bertujuan untuk memperoleh suatu arus produksi
yang lancar dalam rangka memperoleh utilitas yang tinggi atas
fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan melalui penyeimbang waktu kerja antara
stasiun kerja (Herjanto, 1999)
Menurut Biegel (2002). Konsep line balancing adalah bertujuan untuk
meminimalkan total idle dalam proses produksi, dalam konsep ini, elemen-elemen
operasi akan digabung-gabung menjadi beberapa stasiun kerja.
2.3.2 Tujuan Line Balancing
Line balancing adalah sekolompok orang atau mesin yang melakukan
tugas-tugas sekuensial dalam merakit suatu produk yang diberikan kepada
masing-masing sumber daya secaa seimbang dalam setiap lintasan produksi,
sehingga dicapai efisiensi kerja yang tinggi di setiap stasiun kerja. Fungsi dari
line balancing adalah membuat suatu prosses yang seimbang.
Menurut (Gasperz, 2004). Tujuan utama dari lintasan produksi yang
seimbang yaitu:
Meyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap workstation
sehingga setiap workstation selesai pada waktu yang seimbang.
Mencegah terjadinya bottle neck (suatu proses yang membatasi output dan
frekuensi produksi.
Menjaga agar lintasan perakitan tetap lancar dan berlangsung secara
continue.
Meningkatkan efisiensi atau produktivitas.
Menurut Baroto (2002), tujuan pokok dari penyeimbangan lintasan
adalah meminimumkan waktu menganggur (idle time) pada lintasan yang
ditentukan oleh operasi yang paling lambat.
2.1.3 Masalah yang dihadapi dalam lintasan
Berikut ini adalah masalah-massalah utama yang sering dihadapi dalam
lintasan produksi yang dikemukakan oleh Bigel (1952):
1. Kendala system, hal ini sangat berkaitan dengan perawatan atau
maintenance yang dilakukan perusahaan.
2. Menyeimbangkan beban kerja pada beberapa stasiun kerja yang
bertujuan untuk mencapai suatu efisiensi yang tinggi dan memenuhi
rencana produksi yang telah dibuat.
Untuk dapat menyelesaikan masalah line balancing, manajemen indsustri
harus mengetahui tentang metoda kerja, peralatan-peralatan, mesin-mesin dan
personil yang digunakan dalam proses kerja. Yang diperlukan adalah informasi
tentang waktu yang dibutuhkan untuk setiap assembly line dan precedence
relationship.
Diantara aktivitas-aktivitas yang merupakan susunan dan urutan dari
berbagai tugas yang perlu dilakukan manajemen industry perlu menetapkan
tingkat produksi per hari yang disesuaikan dengan tingkat permintaan total,
kemudian membaginya kedalam waktu produktif yang tersedia perhari. Hasil ini
adalah cycle time, yang merupakan waktu dari produkyang tersedia pada setiap
stasiun kerja (work station), dalam proses ini cycle time sudah ditentukan yaitu
sebesar 24 detik untuk type motor sport.
Adapun tanda-tanda ketidak seimbangan pada suatu lintasan produksi
adalah sebagai berikut :
1. Stasiun kerja yang sibuk dan waktu menganggur yang mencolok.
2. Adanya produk yang pengerjaan tidak sesuai dengan standarnya
stasiun kerja tersebut.
2.1.4 Permasalahan Line Balancing
Permasalahan pada keseimbangan lintasan banyak ditemui terjadi pada
proses perakitan dibandingkan pada proses pabrikasi. Pabrikasi yang ada dari sub
komponen-komponen biasanya lebih memerlukan banyak mesin-mesin berat
dengan siklus panjang. Ketika beberapa operasi dengan peralatan berbeda yang
dibutuhkan secara proses, maka terjadilah kesulitan dalam menyeimbangkan
panjangnya siklus siklus mesin dan operator, sehingga utilisasi kapasitas menjadi
rendah. Kegiatan yang terus meneruskemungkinan besar dicapai dengan operasi-
operasi perakitan yang dibentuk secara manual ketika beberapa operasi dapat
dibagi-bagi menjadi tugas-tugas kecil dengan durasi waktu yang pendek. Semakin
besar fleksibelitas dalam mengkombinasikan beberapa tugas, maka semakin
tinggi pula tingkat keseimbangan lintasan yang dapat dicapai.
Hal ini membuat aliran yang lebih ramping dengan keseimmbangan waktu yang
lebih baik.
Data masukan yang harus dimiliki untuk merencanakan keseimabangan lini
perakitan adalah :
1. Suatu jaringan kerja (terdiri dari rangkaian simpul dan anak panah) yang
menggambarkan suatu aliran proses.
2. Data waktu siklus yang actual di perusahaan, dan tack time (batas waktu)
yang sudah ditentukan sebelumnya.
3. Waktu siklus yang diinginkan, yang diperoleh dari kecepatan produksi
pada proses perakitan tersebut.
Dalam suatu perusahaan yang mempunyai tipe produksi masal, yang didalam
proses pembuatanya memerlukan banyak komponen-komponen yang harus
dirakit menjadi satu bagian, dalam hal ini perencanaan produksi memegang
peranan yang penting dalam membuat penjadwalan produksi, terutama dalam
menentukan penugasan kerja yang harus dilakukan.
Bila dalam menentukan penugasan kerja tidak tepat, maka bukan tidak
mungkin setiap stasiun kerja yang ada di proses assembly mempunyai kecepatan
produksi yang berbeda. Hal ini akan mengakibatkan lintas perakitan tersebut
menjadi tidak efisien karena terjadi penumpukan material atau produk setengah
jadi diantara stasiun kerja yang tidak berimbang kecepatan produksinya.
Persoalan keseimbangan assembly bermula dari adanya pengelompokan
beban kerja yang tidak merata kepada operator ataupun grup operator yang
menempati satisun kerja tertentu. Karena penugasan elemen kerja yang berbeda
akan menyebabkan perbedaan dalam jumlah waktu yang kurang produktif dan
variasi jumlah kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan output produksi
tertentu didalam suatu lintasan perakitan.
Masalah utama yang dihadapi adalah:
1. Kualitas material yang kurang baik.
2. Terjadinya kerusakan mesin.
3. Kualitas tenaga kerja yang kurang baik.
4. Adanya working condition yang kurang baik.
5. Terlambatnya bahan baku.
2.1.5 Metode Penyelesaian Masalah
Metode – metode yang telah dikembangkan selama masih terbatas pada
metode heuristic, yang akan menghasilkan solusi mendekati optimal, tapi tidak
menjamin tercapainya solusi optimal. Bebrapa metode heuristic penyeimbangan
lintasan ada tiga (safirin, 2005), yaitu:
RPW (Rank Position Weight)
Salah satu pendekatan keseimbangan lintasan yang biasa
digunakan sebagai metode dasar adalah metode yang dikembangkan oleh
Helgesson dan Birnie yaitu Peringkat Bobot Posisi.
Pendekatan ini menugaskan operasi ke dalam statiun – statiun
kerja dengan dasar panjang waktu operasi. Proses kerja diurutkan
berdasarkan pringkat, mulai dari yang paling besar sampai yang paling
kecil. Nilai peringkat didapatkan dari jumlah waktu operasi mulai dari
awal sampai akhir proses.
Langkah yang harus dilakukakn sebagai berikut :
a. Hitung waktu siklus yang diinginkan.
b. Buat matrik pendahuluan berdasarkan jaringan kerja
perakitan.
c. Hitung bobot posisi tiap operasi yang dihitung berdasarkan
jumlah waktu operasi tersebut dan operasi – opesari
pengikutnya.
d. Urutkan operasi – operasi mulai dari bobot posisi terbesar
sampai bobot posisi terkecil.
e. Lakukan pembebanan operasi pada statiun kerja mulai dari
operasi dengan bobot posisi terbesar sampai dengan bobot
posisi terkecil, dengan kriteria total waktu operasi lebih
kecil dari pada waktu siklus.
f. Hitung efisiensi rata – rata statiun kerja yang tersusun.
g. Gunakan prosedur trial dan error untuk mencari
pembebanan yang akan menghasilkan efisiensi rata-rata
lebih besar dari efisiensi rata-rata pada langkah – f. cara trial
dan error adalah mempertukaran penugasan ditiap statiun
kerja, jika tidak ditemukan penugasan lain yang akan
menghasilkan efisiensi lebih tinggi, maka prosedur selesai.
Metode Pembebanan Berurut
Langkah penugasan pekerjaan pada stasiun kerja dengan
menggunakan metode ini berbeda dengan urutan prioritas
pembebanan kerja.
Langkah-langkah penyelesaian dengan menggunakan metode
pembebanan berurut ini adalah sebagai berikut :
1. Hitung waktu siklus yang diinginkan.
2. Buat matriks operasi pendahulu (P) dan operasi pengikut (F).
3. Perhatikan baris di matriks kegiatan pendahulu (P) yang
semuanya terjadi dari angka 0, dan bebankan elemen pekerjaan
terbesar yang mungkin terjadi, jika ada lebih dari 1 baris yang
memiliki seluruh elemen pekerjaan yang sama dengan not.
4. Perhatikan nomor elemen dibaris matriks kegiatan pengikut F
yang bersesuaian dengan elemen yang telah ditugaskan.
5. Lanjutkan penugasan elemen-elemen pekerjaan itu pada tiap
stasiun kerja dengan ketentuan bahwa waktu total operasi tidak
melebihi waktu siklus. Proses ini dikerjakan hingga semua
baris pada matriks P bernilai 0.
6. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.
7. Gunakan prosedur trial and error untuk mencari pembebanan
yang akan menghasilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari
efisiensi rata – rata sebelumnya.
8. Ulangi langkah 6 dan 7 sampai tidak ditemukan lagi stasiun
kerja yang memiliki efisiensi rata-rata lebih tinggi.
Metode Pendekatan Wilayah
Metode ini dikembangkan oleh Bedworth untuk mengatasi
kekurangan bobot posisi.
Langkah –langkah penyelesaian dengan metode pendekatan
wilayah (Region approach) adalah sebagai berikut :
a. Hitung waktu siklus yang diinginkan.
b. Bagi jaringan kerja kedalam wilayah – wilayah dari kiri ke
kanan.
c. Dalam tiap wilayah, urutkan pekerjaan meulai dari waktu
operasi terbesar sampai dengan waktu operasi terkecil.
d. Bebankan pekerjaan dengan urutan sebagai berikut
(perhatikan pula untuk menyesuaikan diri terhadap batas
wilayah) :
1. Daerah paling kiri terlebih dahulu,
2. Antar wilayah, bebankan pekerjaan dengan waktu operasi
terbesar pertama kali.
e. Pada akhir tiap pembebanan statiun kerja, tentukan apakah
utilisasi waktu tersebut telah dapat diterima.
Teknik ini mendapatkan perhatian yang besar seta telah
digunakan untuk mememcahkan beberapa masalah keseimbangan lini
dengan baik. Teknik ini merupakan sebuah prosedur heuristic, dimana
pemilihan elemen untuk ditempatkan pada sebuah statiun kerja
didasarkan pada posisi elemen pada precedence diagram.
2.2 Precedence Diagram
Precedence diagram digunakan sebelum melangkah pada penyelesaian
menggunakan metode keseimbangan lintasan. Precedence diagram sebenarnya
merupakan gambaran secara grafis dari urutan operasi kerja, serta ketergantungan pada
operasi kerja lainya yang tujuannya untuk memudahkan pengontrolan dan perencanaan
kegiatan yang terkait didalamnya. (Baroto, 2002).
Adapun tanda yang dipakai dalam precedence diagram adalah :
1. Simbol Lingkaran dengan huruf atau nomor didalamnya untuk mempermudah
identifikasi asli dari suatu proses operasi.
2. Tanda panah menunjukan ketergantungan dan urutan proses operasi. Dalam hal
ini, operasi yang ada di pangkal panah berarti mendahului operasi kerja yang
adda pada ujung anak panah.
3. Angka diatas symbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan untuk
menyelesaikan setiap proses operasi.
2.3 Istilah-Istilah Dalam Line Balancing
2.3.1 Waktu Menganggur (Idle Time)
Idle time adalah selisih atau perbedaan antara Cycle Time (CT) dan Station
Time (ST), atau CT dikurangi ST. (Baroto, 2002).
2.3.2 Keseimbangan Waktu Senggang (Balance Delay)
Balance delay adalah rasio antara waktu idle dalam lini perakitan dengan
waktu yang tersedia. Rumus yang digunakan untuk menentukan balance delay lini
perakitan adalah sebagai berikut:
balance delay=CT x N−∑
i=1
n
ti
CT x Nx100 %
Keterangan :
n = Jumlah elemen kerja yang ada.
CT = Cycle Time
N = Jumlah Workstation yang terbentuk
2.3.3 Efisiensi Stasiun Kerja
Efisiensi stasiun kerja merupakan rasio antara waktu operasi tiap stasiun
kerja (Wi) dan waktu operasi Stasiun kerja terbesar (Ws).
Efisiensi stasiun kerja= WiWs
x100 %
Keterangan :
Wi = Waktu Operasi Setiap Stasiun
Ws = Waktu Operasi Stasiun Kerja Terbesar
2.3.4 Efisiensi Lintasan Produksi (Line Efficiency)
Line Efficiency merupakan rasio antara waktu yang digunakan dengan
waktu yang tersedia. Berkaitan dengan waktu yang tersedia, lini akan mencapai
keseimbangan apabila setiap daerah pada lini mempunyai waktu yang sama. Rumus
untuk menentukan efisiensi lini perakitan setekah proses line balancing adalah
sebagai berikut:
Efisiensi Lini=∑i=1
n
ti
CT x Nx 100 %
Keterangan:
n = Jumlah Elemen kerja yang ada
CT = Cycle Time
N = Jumlah workstation yang terbentuk
2.3.5 Indek Penghalusan (Smoothess Indeks atau SI)
Indek penghalusan adalah suatu indek yang mempunyai kelancaran relative
dari penyeimbang lini perakitan tertentu. Formula yang digunakan untuk
menentukan besarnya SI adalah sebagai berikut.
SI=√∑i−1
N
(WSKmax−WSKi ) 2
Keterangan:
WSKmax = Waktu terbesar dari stasiun kerja terbentuk
WSKi = Waktu workstation yang terbentuk
2.3.5 Work Station
Work station merupakan tempat pada lini perakitan dimana proses perakitan
dilakukan. Setelah menentukan interval waktu siklus, maka jumlah stasiun kerja
yang efisien dapat ditetapkan dengan rumus.
K min∑i−1
k
ti
CT
Keterangan:
ti = waktu operasi (elemen)
CT = waktu siklus stasiun kerja
Kmin = jummlah stasiun kerja minimal
2.4 Pengujian Data
Pengujian data diperlukan sebagai untuk menvverifikasi data yang telah diperoleh
berdasarkan pengamatan yang dilakukan. Bila data telah melalui pengujian data sesuai
kebutuhan maka data tersebut dapat dioalh lebih lanjut. Pengolahan data selanjutnya
adalah menghitung waktu baku, diperlukan uji kecukupan data untuk memastikan bahwa
data yang diperoleh telah cukup secara objektif. Langkah – langkah pengujian yang
harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pengujian keseragaman data.
2. Pengujian kenormalan data.
3. Pengujian kecukupan data.
A. Uji keseragaman data
Untuk mengetahui variasi data/perbedaan data yang ada maka perlu dilakukan uji
keseragaman data.
Tes keseragaman data perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum kita menggunakan
data yang diperoleh guna menetapkan waktu standar. Tes keseragaman data bisa
digunakan dengan cara visual dan atau mengaplikasikan peta control (control chart).
Untuk membuat peta control x, prosedur yang harus dilakukan adalah:
Hitung data rata-rata dari keseluruhan data (X).
Hitung standar deviasi.
Tentukan batas control atas (BKA) dan batass control bawah (BKB).
Keterangan:
X = Rata-rata waktu pengamatan.𝞼 = Standar deviasi.
K = Harga indeks yang tergantung pada tingkat kepercayaan.
Cek apakah nilai rata-rata dari setiap grup berada di batas control atas. Jika ada
nilai pengamatan yang diluar batas control, maka buang data tersebut dan
lakukan perhitungan batas control lagi hingga suatu kondisi menjadi seragam,
yaitu suatu kondisi bisa dikatakan seragam karena berada diantara batas
control atas dana batas control bawah.
B. Uji normalitas data
Data yang didapatkan dari hasil pengamatan/pengukuran harus yang berdistribusi
normal. Cara pengujiannya bisa menggunakan software, salah satunya adalah
menggunakan SPSS.
C. Uji kecukupan data
Apabila semua nilai rata-rata dari setiap grup telah berada dalam batas control,
maka selanjutnya dilakukan pengujian apakah data yang sudah kita kumpulkan cukup
atau tidak.
Pentingnya ukuran sample : agar statistic (sample) yang diperoleh mendekati
parameter (populasi) dan mendekati keadaan yang sebenarnya, dapat menghemat waktu,
tenaga dan biaya:
Hal-hal yang perlu diketahui adalah:
Parameter yang akan dicari (rata-rata atau populasi).
Tingkat kepercayaan (Confidence level) yang diinginkan.
Besarnya penyimpangan yang masih ditolerir (Confidence interval).
Untuk mengetahui jumlah sample yang diperlukan dapat dilakukan dengan cara berikut
ini:
N '=[
zs √N ∑ xj 2−(∑ xj ) 2
∑ xj]2
Keterangan:
S = Tingkat ketelitian dalam (%).
N’ = Jumlah sample yang dibutuhkan.
N = jumlah pengamatan actual yang telah dilakukan.
Xj = Data pengamatan (hasil pengukuran).
Jika N’ ≤ N maka jumlah data sudah cukup, tetapi apabila N’ ≥ N maka jumlah data perlu ditambahkan.
Top Related