19
BAB II
BUKU PAI, DESAIN LAYOUT BUKU, DAN SISWA A. Buku PAI
1. Teori Buku dan Peran Buku PAI
Buku menurut George Steiner’s essay diartikan sebagai
komunikasi bagi dirinya sendiri dalam keseimbangan.1 Sedangkan
menurut UNESCO, buku disebut sebagai suatu penerbitan yang
mempunyai jumlah halaman sebanyak 49 halaman atau lebih, tidak
termasuk sampul.2
Sementara, jika dilihat dari penampilannya, buku dapat
didefinisikan sebagai tulisan atau barang cetakan di atas lembaran kertas
yang menahan bersama-sama dan dilindungi oleh sampul.3 Ada yang
mengartikan, buku sebagai kumpulan lembaran kertas empat persegi
panjang yang satu sisinya dijilid bersama-sama; bagian depan dan
belakang lembar-lembar kertas ini dilindungi oleh sampul yang terbuat
dari bahan yang lebih tahan (terhadap gesekan, kelembaban, dll.).4
Sementara itu, jika dilihat dari fungsinya, buku dapat didefinisikan
sebagai alat komunikasi tulisan yang dirakit dalam satu satuan atau lebih,
agar pemaparannya dapat lebih lestari.5 Selain itu, buku merupakan sarana
pendidikan utama-selain guru- dalam proses belajar mengajar. Kualitas
buku menunjang keberlangsungan pendidikan dan kurikulum berbasis
kompetensi serta mendukung kebutuhan materi.6
Di samping itu, bila dilihat dari sudut budaya, buku mempunyai
tiga fungsi, yaitu; 1) buku dapat dipandang sebagai sebuah produk budaya
1 Jon Wozencroft, The Graphic Language of Neville Brody, (USA: Thames and Hudson, tth.), hlm. 88
2 Proyek Pusat Publikasi Pemerintah Departemen Penerangan RI, Penerbitan Pemerintah 8-12 Maret 1976, dalam Lokakarya oleh J. Sirie (Direktur Pusat Grafika Indonesia, “Peranan Percetakan dalam Produksi Penerbitan Pemerintah”. hlm. 48.
3 Lauren S. Bahr & Bernard Johnston, Collier’s Encyclopaedia with Bibliography and Index, (USA: P. F. Collier, INC, 1993), hlm.358.
4 Ensiklopedi Nasonal Indonesia, (Jakarta : PT Cipta Adi Pustaka, 1989), hlm. 517. 5 Ibid, hlm. 518. 6 Jawa Pos, Rabu, 10 Agustus 2005.
20
(cultural product), sebuah benda yang menjadi perwujudan fisik dari
pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia, 2) buku dapat dilihat juga
sebagai bagian dari suatu tingkah laku budaya (cultural behavior), baik
dipandang dari sudut pembaca maupun dari sudut penulisnya. Dalam arti
tersebut seorang pembaca akan terbiasa mencari informasi, menambah
pengetahuan, melakukan pengecekan pengetahuannya, atau mencari
hiburan dan kesenangan dengan membaca buku-buku. Dan 3) buku tidak
hanya dipandang sebagai produk budaya, atau tingkah laku budaya, tetapi
terutama sebagai proses produksi budaya (cultural production).7
Walaupun begitu, buku selain merupakan sarana yang ampuh
untuk melestarikan hasil budaya, juga merupakan wahana informasi ilmu
pengetahuan yang sangat berdaya guna. Sekalipun dalam abad sekarang
ini media elektronika telah maju dengan pesat, buku masih tetap
merupakan sarana penyebar informasi yang paling popular, karena buku
lebih sederhana, lebih tahan lama, mudah disimpan, dan dalam
penggunaannya tidak memerlukan alat pembantu. Oleh karena itu, buku
senantiasa diperlukan bagi pelaksanaan pendidikan, penerangan,
pengembangan ilmu dan teknologi, serta peningkatan kebudayaan bangsa.8
Nana Sudjana berpendapat, buku adalah sumber ilmu, sehingga
membaca buku adalah keharusan bagi siswa.9 Dengan membaca buku,
siswa akan lebih kaya dalam memahami bahan pelajaran yang diberikan
guru.
Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pendidikan, setiap
peserta didik memerlukan buku pelajaran dan beraneka ragam buku lain
yang mengandung informasi pengetahuan dan teknologi yang memperluas
cakrawala pemikiran sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi
7 Ignas Kleden, Buku dalam Indonesia Baru, (Jakarta: Yayasan Obor dan the Japan
Foundation, 1999), hlm. 22-35. 8 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Badan Pertimbangan Pengembangan Buku
Nasional, Pengembangan Perbukuan Nasional Dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap II (PJPT II),(Jakarta: CV Dwi Cahaya Citra Prima, 1993), hlm. 1.
9 Nana Sudjana, Dasar-dasar proses belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1989), hlm. 170.
21
yang pesat. Oleh karenanya, semakin tinggi jenjang pendidikannya
semakin banyak buku yang dibutuhkannya, pada taraf pengetahuan juga
semakin tinggi.10
Untuk itu, buku pelajaran dikenal sebagai salah satu masukan
(input) ke dalam proses belajar mengajar yang ikut menentukan
keberhasilan pencapaian tujuan instruksional, kurikuler, institusional dan
bahkan tujuan pendidikan nasional, khususnya untuk guru-guru yang oleh
karena keadaan geografis dan kemudahan sarana komunikasi masih
terisolasi secara profesi, sehingga buku pelajaran merupakan kebutuhan
dan sumber utama dalam pengajaran di sekolah.11
Melihat kenyataan bahwa buku yang disediakan untuk sekolah
mempunyai ciri yang khas jika dilihat dari segi isi perwajahan, bahasa, dan
fisik buku, maka setiap buku yang dipakai di sekolah hendaknya
membantu pengajaran pengetahuan dan ketrampilan anak dengan beracu
kepada tujuan kurikulum yang berlaku.12
Walaupun begitu, pentingnya buku pelajaran dalam dunia
pendidikan tidak diragukan lagi. Seorang pakar pendidikan Inggris, Alan
Cunningsworth, mengatakan bahwa komponen yang sangat berperan
dalam mutu pendidikan adalah guru dan buku pelajaran. Menurutnya,
buku pelajaran dapat berperan sebagai sumber: (1) pengetahuan,
keterampilan, wawasan, dan nilai-nilai positif bagi siswa, (2) ide dan
dorongan kegiatan belajar mengajar di kelas, (3) gagasan dan dorongan
kegiatan mandiri siswa, (4) perwujudan silabus/kurikulum yang
didalamnya terdapat tujuan-tujuan pembelajaran yang telah digariskan,
dan (5) membantu bagi guru yang kurang kreatif dan kurang pengetahuan
untuk mengembangkan kepercayaan diri.13
10 Ibid, hlm. 6. 11 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Perbukuan, Pengembangan Perbukuan
di Indonesia; Hasil Lokakarya Pengembangan Perbukuan di Indonesia Jakarta 17-18 November 1988, oleh Drs. Taya Paembonan dalam “Penerbitan dan Pengembangan Buku Pelajaran”, hlm. 9.
12 Ibid, hlm. 5. 13 KOMPAS, edisi 2 Agustus 2002:10.
22
Lain halnya dengan Fischer, buku pelajaran berfungsi seperti
halnya alat bantu lainnya dalam pembelajaran. Lebih rinci dijelaskan oleh
Fischer mengenai fungsi buku pelajaran adalah sebagai berikut: (a) sebagai
sumber pokok-pokok bahasan bagi guru, (b) sebagai dasar untuk
memberikan pekerjaan rumah dan tugas-tugas lainnya bagi pebelajar, (c)
sebagai pegangan bagi pebelajar untuk melakukan segala aktivitas belajar,
(d) sebagai dasar untuk membuat pertanyaan-pertanyaan dan soal-soal
ujian, dan (e) nilai yang tak terhingga adalah sebagai sumber untuk
mengembangkan ketrampilan belajar.14
Disamping itu, Hilton juga mengungkapkan bahwa buku pelajaran
mempunyai peranan yang sangat sentral dalam pembelajaran. Oleh karena
itu ia menyatakan bahwa buku pelajaran merupakan salah satu yang sangat
dominan pengaruhnya dalam pendidikan.15
Walaupun buku pelajaran telah diakui mempunyai peranan yang
penting dalam pembelajaran, namun buku pelajaran pun masih tetap
memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut antara lain: (a) buku
pelajaran mungkin dapat menurunkan kreativitas guru, (b) buku pelajaran
sebagai sumber pembelajaran tertulis mungkin mempersempit ruang gerak
usaha pebelajar untuk mencari sumber-sumber pembelajaran yang lain, (c)
sebagai sumber pembelajaran tertulis yang memerlukan kemampuan yang
memadai untuk memahami isinya akan menimbulkan frustasi bagi para
pebelajar yang kemampuan membacanya rendah, dan (d) dengan
perkembangan dan perubahan yang begitu cepat memungkinkan pula isi
buku pelajaran cepat tertinggal informasi.16
Melihat Pendidikan Agama Islam yang bertujuan meningkatkan
keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman peserta didik
tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman
14 Fischer, G. A., The Text as Tool: How Does It Work? Educational Technology,( USA::
1977), hlm. 19. 15 Hilton, E, Textbook. Dalam R. L. Ebel, Encyclopaedia of Educational Research, (New
york: MccMiillan Company, 1969), hlm. 1778. 16 Maxim, G. Social Studies and Elementary School Child, (Colombus Ohio: Merril
Company & Howel Company, 1983), hlm. 73.
23
dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan
pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta memberikan
kemampuan dasar kepada peserta didik tentang Agama Islam untuk
mengembangkan kehidupan beragama sehingga menjadi manusia yang
muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak
mulia sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga Negara dan anggota
umat manusia.17
Maka dari itu, buku PAI yang baik tentunya dapat menambah
sesuatu untuk kesenangan pembaca. Kesenangan adalah di atas tingkat
perbedaan dari pengalaman yang dia peroleh dalam membaca teks.18 Di
samping itu pula buku ini dapat membentuk sikap dan moral pembacanya
sesuai dengan norma-norma keagamaan.19
2. Tinjauan Umum Buku PAI
Barangkali kita sependapat bahwa buku yang dikatakan baik, adalah
buku yang isinya benar-benar membantu pembaca memahami materi yang
dibahas didalamnya, bisa memberikan keterangan yang jelas, tidak berbelit-
belit, ditata dengan baik, sekaligus menarik. Secara intrinsik begitu. Secara
ekstrinsik dapat dinilai dari pengarangnya, penerbit, tahun terbit, dan berapa
kali buku itu mengalami cetak ulang.20
Untuk itu, buku pelajaran perlu diberi perhatian khusus dalam
pemikiran mengenai penerbitan buku. Langkah pertama ke arah penerbitan
buku sendiri di negara manapun agaknya terletak dalam bidang buku
pelajaran, dan penerbit buku pelajaran merupakan bagian dari sistem
pendidikan di negara itu, seperti halnya dengan para gurunya. Hal itu
17 Garis-garis besar Program Pengajaran, (Jakarta: Yayasan Taruna Nusantara Indonesia,
1994), hlm. 48. 18 Allen Kent & Harold, Emcyclopaedia of Library and Information Science, (USA:
Marcel Dekker, 1970), hlm. 46. 19 Departemen Pendididkan dan Kebudayaan, Penerbitan dan Pengembangan Buku
Pelajaran di Indonesia, 1990, oleh Taya Paembonan, dkk., hlm. 35. 20 Nurhadi, Bagaimana meningkatkan kemampuan membaca?, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2004), hlm. 121.
24
merupakan suatu keharusan yang perlu dipahami oleh siapa saja, lebih-lebih
mengenai buku pelajaran bila dibandingkan dengan jenis buku lain.21
Terkait dalam proses belajar mengajar, unsur utama yang perlu
diperhatikan secara serius kepada siswa adalah media pendidikan, dalam hal
ini buku pelajaran. Media ini berfungsi untuk mengatasi hambatan dalam
berkomunikasi, keterbatasan fisik dalam kelas, sikap pasif siswa, dan upaya
mempersatukan pemahaman siswa. Hambatan yang sering timbul dalam
berkomunikasi disebabkan oleh adanya verbalisme, kekacauan penafsiran,
perhatian yang bercabang, tidak ada tanggapan, kurang perhatian dan keadaan
fisik lingkungan belajar yang mengganggu.22
Di samping itu, buku juga berfungsi sebagai penghubung antara
generasi kini dengan generasi masa lalu dan yang akan datang, sebagai
pencatat dan penyebar ilmu, sebagai kunci sekaligus alat penerobos kepada
ilmu-ilmu baru, sebagai pemantap dan pengaman serta penghubung antar
kebudayaan bangsa-bangsa.23
Dalam bidang agama, khususnya buku PAI juga memberikan
pengertian akan norma-norma kehidupan, memupuk rasa bersyukur, puas,
toleransi serta disiplin. Di samping itu pula seorang siswa juga diarahkan pada
pertanggungjawaban individual sekaligus sebagai anggota masyarakat. Dalam
agama, seseorang akan memperoleh apa yang dikerjakannya.24
Untuk itu, diperlukan sebuah penilaian buku pelajaran yang diarahkan
untuk menjamin kualitas yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Oleh
karenanya, buku dikembangkan bagi tersedianya sarana informasi guna
meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan
keterampilan mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan
21 Datus C. Smith, JR., A Guide to book-publishing, (Jakarta: Pusat Grafika Indonesia,
1975), diterjemahkan oleh R. Suparmo dalam Penuntun Penerbitan Buku, hlm. 164. 22 Arief S. Sadiman, dkk, Media Pendidikan; Pengertian, pengembangan dan
pemanfaatannya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 16. 23 Kresno M.O., Lokakarya Penerbitan Pemerintah 8-12 Maret 1976, (Jakarta: Dep.
P&K), hlm. 109. 24 Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar; Menggagas Paradigms Baru
Pendidikan,(Jakarta: Paramadina, 2001), hlm. 106.
25
mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air agar dapat
menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun
dirinya serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Buku dijadikan sarana bagi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
masyarakat Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Dasar 1945.25
Di samping itu, diperlukan pula kriteria-kriteria penilaian buku seperti
yang dikutip dari petunjuk teknis pengelolaan proyek perintis perpustakaan
sekolah pusat pembinaan perpustakaan Dep. P dan K, diantaranya; isi, ada
kesesuaian (relevansi) dengan kurikulum; makin tinggi relevansi makin baik,
cukup dapat menarik pembaca, cukup dapat membimbing ke arah pengertian
dan kegemaran pada ilmu pengetahuan, sebab akibat cukup jelas disajikan,
dan masalah yang disajikan hendaknya ada dan erat hubungannya dengan
kenyataan sehari-hari.26
Dengan demikian, sebuah buku dapat diakui keberadaannya manakala
telah memenuhi standar ISBN (International Standard Book Number) atau
sistem Nomor Buku Standar Internasional yang diwujudkan berdasarkan
system penomoran buku telah diperkenalkan di Inggris pada tahun 1967 dalam
sebuah laporan kepada Asosiasi Penerbit Inggris (British Publishers
Association).27
ISBN menunjukkan bahasa atau daerah geografi (negara atau
sekelompok negara) tempat penerbit buku tersebut berada, jati diri
penerbitnya, dan nomor urut buku yang diterbitkan penerbit tersebut.28
25 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Badan Pertimbangan Pengembangan Buku
Nasonal, Rekomendasi Badan Pertimbangan Pengembangan Buku Nasional 1979-1989, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Badan Pertimbangan Pengembangan Buku Nasonal, 1993), hlm.137.
26 Sekretariat Yayasan Buku Utama, Kriteria Penilaian Buku Terbaik; suatu penuntun bagi pengarang, (Jakarta: PT intermasa, 1981), hlm. 47.
27 Hernandono, diterjemahkan dari The ISBN System User’s Manual, (Berlin: International ISBN Agency, 1978), (Jakarta: Proyek Pengembangan Perpustakaan Nasional, 1985), hlm. 1.
28 Sofia Mansoor-N, Pengantar penerbitan, (Bandung: ITB Bandung, 1997), hlm.101.
26
Lebih lanjut, Ny. W.W. Sayangbati-Dengah, Kepala Pusat Jasa
Perpustakaan, Perpustakaan Nasional RI, dalam temu ilmiah evaluasi
penerapan ISBN dan KDT di Jakarta, 9-10 Februari 1993, mengatakan;
“penerapan ISBN dalam dunia penerbitan buku akan mempercepat dan
mempermudah pengamatan dan penyalurannya, karena computer dapat
menunjang sistem tersebut”.
Selain itu, sistem ini akan memperlancar arus informasi baik antar
Negara maju maupun Negara berkembang. Pelaksanaan ISBN di dalam
industri buku memang merupakan wahana promosi yang akan menunjang
perdagangan buku, baik di tingkat regional, nasional dan internasional
sehingga diharapkan mampu meningkatkan produktivitas penerbit, baik
swasta maupun pemerintah.29
Terkait dengan hal ini, bagian dalam pada cetakan buku biasanya
meliputi tiga bagian utama; bagian depan (disebut juga sebagai bagian
pendahuluan), teks, dan bagian belakang (atau bagian belakang).
1. Bagian depan, meliputi; a) judul tengah buku, b) judul rangkaian,
frontispiece, atau kosong, c) halaman judul, d) halaman hak cipta, e)
persembahan, f) semboyan, g) tabel isi, h) daftar ilustrasi, i) daftar tabel, j)
prakata, k) pendahuluan, l) pengakuan (jika bukan bagian dari
pendahuluan), n) pengenalan (jika bukan bagian dari teks), o) singkatan-
singkatan (jika tidak berada di belakang), p) kronologi (jika tidak berada di
belakang), q) judul tengah kedua.
2. Teks, meliputi; halaman teks pertama (pengenalan atau bab atau judul
tengah kedua atau judul bagian pertama, kosong, dan halaman teks utama.
3. Halaman belakang, meliputi; a) pengakuan (jika tidak di bagian depan), b)
tambahan (atau pertama, jika lebih dari satu), c) kedua dan tambahan
berikut, d) kronologi (jika tidak berada di depan), e) singkatan-singkatan
(jika tidak berada di depan), f) catatan, g) ringkasan, h) daftar buku atau
29 Ny. W.W. Sayangbati-Dengah, Permasalahan yang dihadapi program ISBN dan KDT
di Indonesia, (Jakarta: Perpustakaan Nasional R.I, 1993), hlm. 1.
27
referensi, i) daftar dari penyokong, j) kepercayaan ilustrasi (jika tidak
dalam caption atau dimana saja), dan k) daftar kata-kata.30
Sementara, dalam standar halaman judul buku dimaksudkan supaya
terjamin pencatatan bibliografi secara tepat dan lengkap, serta menghasilkan
informasi minimum yang seragam pada setiap halaman judul buku, yaitu
halaman rekto dan verso. Halaman rekto adalah muka sebelah kanan kalau
buku terbuka dan merupakan bagian dari halaman judul buku. Sedangkan
halaman verso adalah muka sebelah kiri kalau buku terbuka dan merupakan
bagian dari halaman judul buku. Untuk itu, halaman rekto perlu memuat
keterangan-keterangan sebagai berikut:
a. Judul buku, termasuk anak judul, bila ada.
b. Nama pengarang, dan dalam hal tertentu juga nama pembantu pengarang,
baik perorangan maupun badan korporasi.
c. Tempat penerbitan.
d. Nama penerbit.
e. Tanggal penerbitan.
f. Nomor edisi.
g. Nomor jilid dan nomor seri, bila buku yang bersangkutan merupakan
bagian dari suatu penerbitan berjilid atau penerbitan berkala.
Sedangkan bagian verso perlu memuat keterangan-keterangan berikut:
a. Judul dalam bahasa aslinya, bila buku yang bersangkutan merupakan
terjemahan.
b. Judul buku dalam bahasa yang diterjemahkan, bila buku tidak
diterjemahkan langsung dari bahasa aslinya.
c. Bila judul yang bersangkutan berlainan dengan judul edisi terdahulu, maka
semua judul terdahulu perlu disebutkan.
d. Nama pembantu pengarang atau pihak yang telah terlibat dalam penulisan
serta penyajian buku yang bersangkutan.Jumlah jilid keseluruhan, bila
e. buku yang bersangkutan merupakan bagian dari suatu penerbitan berjilid.
30 The University of Chicago Press, The Chicago Manual of Style, (Chicago and London,
2003), hlm. 4-5.
28
f. Tanggal penerbitan edisi terdahulu, bila buku yang bersangkutan
merupakan edisi baru.
g. Nomor cetakan (imprint) buku yang bersangkutan, dan tanggal cetakan (-
cetakan) terdahulu serta jumlah cetakan keseluruhan, bila ada.
h. Terjemahan bahasa Indonesia dari judul dan anak judul, serta nama
pengarang badan korporasi yang tercantum pada halaman rekto, bila
diperlukan.
i. Alamat lengkap penerbit.
j. Nomor ISBN atau nomor / kode pencetak.
k. Nama dan alamat pencetak.
l. Segala keterangan yang berhubungan dengan hak cipta buku yang
bersangkutan, serta nomor izin terbit dan izin cetak.31
Bila dilihat berdasarkan keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan
Republik Indonesia no. 0240/0/1982 tentang ketentuan bentuk, ukuran, warna
sampul/kulit, dan kode buku terbitan Depertemen Pendidikan dan
Kebudayaan, yaitu; buku berbentuk persegi empat vertical, berukuran 21 x 28
cm (kuarto), dengan ketentuan sebagai berikut;
1. Dalam hal buku dicetak, perwajahannya adalah:
a. Ukuran bidang cetak: 16 x 22 cm;
b. Jenis huruf
1) Untuk teks utama, judul, dan sub judul digunakan jenis Romein
(IBM Press Roman, IBM Century), Linotype Roman, Century
Schoolboeks dan yang sejenis), termasuk huruf-huruf pendamping
yang sekeluarga atau dari keluarga yang serasi (italic, bold, bold
italic dan yang sejenis).
2) Khusus untuk judul dan sub judul dapat pula dipakai jenis huruf
lain yang serasi.
3) Kepadatan cetak dan ukuran huruf teks utama:
a) Vertikal
31 Tjandra P. Mualim & Sri Widatoen Darjoto, Standar Halaman Judul Buku, (Jakarta::
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), 1979), hlm. 1-2.
29
11/15 (ukuran huruf 11 point dengan jarak antara baris 4 point)
atau untuk keluarga huruf tertentu 10/15 (ukuran huruf 10 point
dengan jarak antara baris 5 point).
b) Horizontal
Rata-rata kurang lebih 5-6 huruf untuk setiap sentimeter;
c) Ukuran huruf untuk bagian-bagian selain teks utama, antara
lain tabel, keterangan gambar, dipilih dengan mempertim-
bangkan keserasian perwajahan.
2. Dalam hal buku digandakan dengan mesin ketik perwajahannya adalah:
a. Ukuran bidang cetak: 18 x 22 cm.
b. Jenis dan ukuran huruf: pica, elite, atau jenis huruf lain yang tegak
(bukan italic atau soript);
c. Jarak baris 1 ½ spasi (tiap 5 cm terdiri atas 6 baris).
Sedangkan sampul buku yang diterbitkan, sesuai dengan masing-
masing unit organisasi di lingkungan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.32
Namun, kalau dilihat dari proporsi dan ukuran buku, maka setiap
halaman dapat dipandang sebagai ruang dalam teks, ilustrasi, dan garis tepi
dalam bentuk segi empat untuk dihubungkan satu sama yang lain dalam
proporsi yang baik. Untuk itu, siswa akan mendapatkan konsep perbandingan
dan menemukan kebebasan dalam memilih batasan lebar dengan lipatan
lembar kertas dalam berbagai cara, yaitu; A 12-hingga-18-inch sepotong
newsprint cocok untuk menggunakan sejak itu adalah tipis dan dapat dilipat
jumlah tiap waktu (diagram A). Ketika ini dilipat sekali, akan menghasilkan 9
hingga 12 inch (diagram B). Jika kemudian dilipat secara horizontal,
menghasilkan 6-hingga-9-inch bentuk yang dapat di ubah secara vertical
(diagram C) atau secara horizontal (diagram D).
Jika 9-hingga-12-inch bentuk (diagram B) dilipat dalam setengah
secara vertical, itu akan menghasilkan dalam bentuk yang sempit (diagram E
32 Djadjuliyanto, Himpunan lengkap 1951-1990 peraturan perundang-undangan tentang
perpustakaan & perbukuan di Indonesia, (Jakarta: BP. Muara Agung, tth.), hlm. 798-799.
30
dan F). Ketika 6-hingga-9-inch melipat lembaran yang dilipat dalam cara yang
pendek, hasil 6 hingga 4 ½ inch (diagram G dan H). ketika dilipat dengan cara
yang panjang, bentuk hasilnya adalah 3 hingga 9 inch (diangam I dan J).
Kemudian lembaran kertas dapat dilipat dalam banyak cara yang
berbeda, menghasilkan bermacam-macam ukuran dan bentuk yang dapat
digunakan dalam merancang buku. Ini memberikan dasar secara struktural
untuk membuat ukuran dan perbandingan buku, sementara mengijinkan
supaya dapat dipertimbangkan kebebasan memilih.33
Namun ada pula beberapa ketentuan umum untuk pola kulit depan
buku sekolah SLTP/SLTA, diantaranya;
1. Gelar akademis pada kulit depan tidak perlu dicantumkan.
2. Gelar akademis editor dan penulis kata pengantar / kata sambutan / prakata
dicantumkan di akhir teksnya.
3. Nama penulis di kulit depan dan biografi singkat diusahakan sama, kecuali
ada permintaan khusus.
4. Kulit depan diusahakan tidak ada ilustrasi, kecuali ada pertimbangan
khusus.
5. Untuk angka jilid digunakan angka Arab.34
B. Desain Layout Buku
1. Teori Desain Layout Buku
Pengertian desain bukan hanya menggambar. Namun, desain
adalah memecahkan masalah (problem solving). Untuk dapat memecahkan
masalah yang kompleks, diperlukan suatu kerangka kerja yang sistematis
agar ketepatan waktu (dead line) dapat dicapai secara tepat dan
bertanggung jawab.35
33 Pauline Johnson, Creative Bookbinding, Seattle, (University of Washington Press, tth),
hlm. 44. 34 Tim Grasindo, Buku Pintar Penerbitan Buku, (Jakarta: RT Gramedia Widiasarana
Indonesia, 1994), hlm. 66-67. 35 Suryanto thabrani, Desain Grafis dengan Flash & CorelDRAW, (Jakarta: Datakom
Lintas Buana, 2003), hlm. 3.
31
Dalam bahasa Indonesia, istilah layout biasa disebut dengan tata
letak atau tata rias yang berarti pengaturan, penempatan, dan penataan
unsur grafika pada halaman atau seluruh barang cetakan supaya yang
disajikan kelihatan menarik dan mudah dibaca.36
Untuk itu tujuan dari desain layout adalah 1) Mempermudah
pembaca dalam mengikuti tulisan yang dihidangkan, atau mempermudah
pembaca mengenali mana yang harus segera mereka perhatikan. 2)
Membuat halaman-halaman menjadi lebih indah, enak dipandang.
Keindahan ini secara tidak langsung harus memberikan kesan
menyenangkan pada pembaca agar selanjutnya dia mengikuti tulisan yang
dihidangkan.37
Di samping itu, ada pula yang menyatakan bahwa tujuan desain
layout buku ialah agar teks yang ditulis oleh pengarang menjadi jelas,
penuh pendekatan dan menarik bagi pembaca. Oleh karena itu, seorang
juru desain yang baik berusaha menyajikan bermacam-macam unsur dari
teks sebuah buku, menghubungkan teks dengan gambar yang perlu dan
menyerasikan semua unsur-unsur itu dengan ukuran buku yang telah
ditentukan,38 serta membantu komunikasi dengan mengorganisasikan hal
(sesuatu) kepada pembaca dan mengusulkan produksi buku secara efisien
dengan mengorganisasikan hal untuk typesetter.39
2. Tinjauan Umum Desain Layout Buku PAI
Dalam proses belajar mengajar, buku teks secara visual harus
tampak cantik dan menarik bagi guru dan memudahkan dalam
penggunaannya di dalam kelas. Untuk itu, layout dan desain harus menjadi
elemen yang penting. Di samping itu, kover depan sebuah buku teks
36 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen
Pendidikan & Kebudayaan RI, (Jakarta: 1988), hlm. 906. 37 Direktorat Publikasi, Pedoman penyelenggaraan Penerbitan Pemerintah, (Jakarta:
Perum PNRI, 1994), hlm. 120. 38 John Trevitt, Desain Buku, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hlm. 5. 39 Dan Poynter, The Self-Publishing Manual, (California: Para Publishing Santa Barbara,
1986), hal. .
32
merupakan pengembalian banyak waktu. Dengan demikian, rencana
tersebut dibuat lebih banyak memakan waktu, dan desain bagian depan
merupakan akhir.40
Maka dari itu, buku mempunyai bentuk layout yang spesifik,
dengan ukuran kertas yang spesifik pula. Pengaturan layout buku ini relatif
lebih kompleks daripada pengaturan layout pada format standar. Dimana
layout standar biasanya digunakan pada naskah-naskah pendek dan
cenderung hanya dibutuhkan dalam format naskah lembaran.41
Untuk itu, layout merupakan bagian dari desain buku secara fisik,
termasuk pengaturan teks di halaman, nomor halaman, header dan footer,
style dan ukuran typeface, kover buku, dan kualitas kertas dan masukan
kover.42 Dengan demikian, layout buku ini penting bagi pembaca, dengan
memperoleh informasi yaitu: kemudahan untuk menggunakan, menarik
dan kemudahan untuk membaca, pengorganisasian yang baik dan secara
konsisten dihadirkan, sempurna dan teliti.43
Sebagai langkah awal untuk mendesain layout buku, perlu
diciptakan dummy terlebih dahulu. Dummy merupakan model publikasi
kasar yang sedang dibuat. Dummy dapat membantu merencanakan ukuran
fisik dan bentuk publikasi dan memberi cetakan dengan ide umum
bagaimana akhir versi cetak akan kelihatan.44
Banyak penerbit mempunyai perancang buku dengan merancang
layout buku dan menghiasi dengan dummy. Mereka menunjukkan posisi
jenis pada halaman, khususnya di bagian depan dan belakang. Mungkin
ingin memberi petunjuk yang spesifik pada persamaan halaman untuk
40 Atsushi Choji, How to Produce Primary Science Books, (Asian Cultural for UNESCO,
1990), hlm. 24. 41 Edi S. Mulyanta, Menyusun Karya Ilmiah Menggunakan Mikrosoft Word XP,
Yogyakarta: ANDI, 2003), hlm. 28. 42 Lynn Denton & jody Kelly, Designing, Writing, and Producing Computer
Documentation, (USA: McGraw-Hill, 1993), hlm. 101. 43 Ibid, hlm. 104. 44 Bill Grout, Irene Athanasopoulos, Rebecca Kutlin, Desktop Publishing From A to Z,
(California, Osborne McGraw-Hill, 1986), hlm. 154.
33
make up dummi pada seluruh buku, layout binder menunjukkan ilustrasi
yang disisipkan.45
Langkah selanjutnya adalah dengan menentukan ukuran buku.
Mula-mula kita tentukan tebal buku kita itu. Dengan mempelajari naskah
itu kita tahu kira-kira tebal tipisnya buku yang akan dicetak. Ukuran
panjang dan lebar dari buku itu harus sepadan dengan tebal buku, jangan
hendaknya untuk buku yang tipis kita pergunakan ukuran yang besar betul,
atau sebaliknya. Untuk ukuran buku ini dapat kita pergunakan standar
formatan atau standar formatan yang ada.46
Di samping itu, tentukan semua hal cetakan dengan mempunyai
empat margin, atas, bawah, kiri dan kanan pada sisi halaman. Margin
memberikan gaya sebuah buku secara terpisah, dan harus mendapatkan
proporsi yang paling mungkin akan memberi keseimbangan dan
keherense.47
Hal ini terkait dengan kehadiran sistem tipografi yang jelas, yaitu
punya proporsi yang sangat berbeda bila dibandingkan dengan pengerjaan
majalah. Desain buku harus mendukung perbuatan bacaan di halaman
cetak, yang secara alamiah bergantung pada waktu yang diambil melalui
halaman-berlipat yang secara terpisah di dalam majalah. Selanjutnya, buku
diartikan sebagai komunikasi bagi dirinya sendiri dalam keseimbangan.48
Di samping itu, desain buku juga mempunyai sumbangan positif
yaitu untuk menunjukkan bahwa cetakan dapat dihargai dengan jenis yang
sederhana, komposisi yang baik, kertas dan margin yang baik.49 Maka dari
itu, salah satu masalah yang pertama-tama menjadi perhatian dan urusan
45 Dan Poynter, The Self-Publishing Manual, (California: Para Publishing Santa Barbara,
1986), hal. 46 Nj. Anis Boedjang dan t.P.H. Neumann, Buku penuntun bagi para pengarang –
penerbit dan korektor dalam peristiwa mempersiapkan naskah (unsur-unsur layout), (Jakarta: Perpustakaan Perguruan Kem. P.P. dan K, 1954), hlm. 10-11.
47 Marie Chatry-Komarek, Tailor-Made Textbooks, (Europe: French, 1994), hlm. 176. 48 Jon Wozencroft, The graphic language of Neville Brody, ….., (Thames and Hudson,
1995), hal 88. 49 Ruari McLean, Modern Book Design, (London: McCorquodale & Co.Ltd, 1951),.hlm.
15.
34
pewajah buku dalam merencanakan sebuah buku ialah pilihan huruf yang
akan digunakan, yaitu huruf yang jelas, tidak mengganggu dan cocok
dengan sifat karangannya.
Dalam kaitannya dengan buku PAI, terdapat pula huruf atau tulisan
Arab sebagai salah satu alat untuk menyatakan kehendak, cipta, dan rasa.
Tulisan Arab itu bukan hanya susunan sejumlah huruf sebagai alat, akan
tetapi huruf itu sendiri mempunyai nilai-nilai aestetika dan mengandung
sari keindahan yang tersendiri. Tulisan Arab mempunyai bentuk-bentuk
yang penuh irama yang dituliskan sejalan dengan penyaluran rasa di ujung
jari, bukan hanya merupakan coretan yang hampa.50
Pertimbangan berikutnya ialah berkaitan dengan proporsi luasnya
halaman cetak. Walaupun luas areal cetak terutama harus mengikuti dan
disesuaikan dengan sifat karangan dan tujuan buku, namun beberapa segi
keseimbangan harus tetap dijaga. Besarnya huruf yang digunakan akan
berpengaruh pada panjangnya baris. Sedangkan panjangnya baris ini harus
mengikuti faktor-faktor psikologis yang berkaitan dengan gerak mata.
Selanjutnya, harus pula diperhatikan dan dijaga keseimbangan antara
daerah-daerah kosong dan daerah tercetak. Ada pendapat yang
mengatakan, bahwa bagian tercetak sebaiknya meliputi separuhnya luas
halaman buku.
Maka, dalam penentuan letak dari halaman cetak, dianjurkan untuk
melihat dua halaman yang berhadapan sebagai satu unit. Dua faktor
lainnya yang banyak membantu wajah dan keterbacaan dari sesuatu
halaman cetak adalah cara penspasian antara kata dan penggunaan interlini
diantara baris; keduanya penting untuk menjamin keenakan
membacanya.51
Di samping itu, untuk mencermati pemilihan huruf, biasanya
huruf-huruf serif pada umumnya dianggap lebih mudah terbaca daripada
50 C. Israr, Sedjarah Kesenian Islam, (Jakarta: PT Pembangunan, 1957), hlm. 20. 51 Hasan Pambudi, Dasar dan Teknik Penerbitan Buku,(Jakarta: Sinar Harapan, 1981),
hlm. 71.
35
sans serif, maka lebih banyak digunakan untuk pengesetan teks buku.
Sedangkan huruf-huruf sans serif lebih banyak digunakan untuk
pengesetan headings, caption, dan teks tabel.
Maka dari itu, keterbacaan merupakan pertimbangan utama dalam
pemilihan jenis huruf. Pada umumnya sebuah baris tidak boleh lebih lebar
dari 1 1\2 kali jumlah abjad (atau 39 huruf), karena kemampuan mata
hanya terbatas pada kelebaran seperti itu. Sedangkan huruf yang lebih
kecil dari 8 point sudah sulit untuk dibaca. Sementara catatan kaki boleh
diset dengan huruf 6 point, tetapi untuk teks lainnya baik untuk dihindari
pengesetan dengan huruf yang sekecil itu. Buku untuk remaja biasanya
menggunakan huruf 12 points, dan buku untuk kanak-kanak boleh
menggunakan yang lebih besar.52
Hal ini diperkuat dengan karakteristik huruf kecil dan huruf besar;
yaitu huruf di bawah 8 titik dan huruf diatas 14 titik, tidak boleh
digunakan pada aliran teks. Huruf kecil bukan untuk dibaca dan huruf
besar menghasilkan banyak tempat. Huruf ideal ukurannya adalah 12 titik.
Jika dibuat teks dalam banyak spasi maka setiap spasi harus dipisahkan
satu sama lain. Hal ini dapat memudahkan kita membaca. Ukuran ideal
jarak antar huruf itu adalah 4 milimeter. Jika pada teks tidak terdapat
alenia optic lain pada halaman, disarankan untuk memisahkan setiap spasi
melalui baris spasi di tengah.
Jika pada teks hanya terdapat sedikit kalimat atau akan dibentuk
gambar; maka teks dan gambar jangan diletakkan pada kaki halaman atau
awal halaman sebagai ruang kosong.53 Untuk itu, spasi juga menentukan
ruang kosong antarbaris. Hal ini mempengaruhi gerakan mata pada saat
membaca. Menurut petunjuk umum, penyusun huruf mengambil 3 spasi
sebesar dari besar huruf. Spasi harus diperbesar pada baris panjang, pada
huruf tebal dan pada huruf besar.
52 Ibid, hlm. 75-76. 53 Gerhard Bader, Desktop Publishing; Mengatur Tata Letak Dan Cetak Sendiri,
(Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 1989), hlm. 102.
36
Sementara itu, jarak antarkata adalah ruang kosong antara 2 kata.
Hal ini menentukan typografi dan keterbatasan teks. Idealnya jarak
antarkata sama dengan lebar huruf I atau n.54 Di samping itu, ruang putih
pada halaman juga merupakan hal yang penting pula; marjin bebas yang
sesuai dan serasi akan memberikan ketenangan pada mata yang
membacanya. Yang tidak kurang penting adalah masalah interlini, yaitu
ruang yang terletak diantara baris yang berikutnya; di sini mata terasa
sukar sekali untuk melokasikan mata berikutnya, bila cara peng-interlinian
tidak betul; maka dari itu pengesetan baris-baris biasanya dilakukan
dengan memberikan interlini satu atau dua points.55
Adapun dalam prosedur melayout buku, strategi yang dipakai
adalah strategi basis (base - page) yaitu; bekerja pada chapter pertama
sampai mendapatkan tampilan yang memuaskan, kemudian memindahkan
teks atau grafik dari chapter, dan menyimpannya sebagai template untuk
sisa buku.56
Sekali anda membuat style sheet yang pokok dan chapter template,
maka untuk melayout chapter tambahan, anda tinggal memuatnya ke
dalam template. Kemudian memberi tag dalam style sheet, dan
menambahkan grafik.57
Sebelum layout buku dimulai, pe-layout membuat pola (grid) yang
merupakan garis-garis horizontal dan vertikal yang digunakan untuk
penempatan teks maupun ilustrasi. Setiap halaman buku harus mengikuti
pola ini sehingga tata letak setiap halaman pada buku nantinya tetap sama.
Selanjutnya, untuk menentukan lebar margin dapat dilakukan
dengan cara (metode):
54 Ibid, hlm. 105. 55 Pambudi, Op .Cit, hlm. 75-76. 56 Sebastian Wirabakti, Ventura ;Program Komputer, (Jakarta: Dinastido, 1992), hlm.
163. 57 Ibid, hlm. 164.
37
a. Metode Van de graaf
Dalam format kertas yang sama akan diperoleh ukuran bidang
cetak yang sama pula bila menggunakan metode ini. Pada metode ini
lebar dan tinggi bidang cetak serta marginnya ditemukan sekaligus
setelah selesai dibuat.
b. Metode Diagonal
Pada metode ini lebar susunan atau panjang baris telah
ditentukan lebih dahulu sedang tinggi susunan atau banyaknya baris
belum ditentukan.
c. Metode Perbandingan emas (Gulden Snede, Golden Section)
Panjang baris maupun tingginya (banyaknya baris beserta
spasinya) telah ditentukan lebih dahulu. Persoalannya adalah
penempatannya pada halaman apakah tepat di tengah, menggeser ke
kanan, menggeser ke kiri atau ke atas / ke bawah. Untuk ini, digunakan
pedoman angka 35-58, artinya nilai 3 untuk margin punggung, 5 untuk
tepi, dan 8 untuk bawah / kaki. Yang dibagi-bagi dengan perbandingan
itu adalah selisih antara tinggi halaman dengan tinggi susunan dan
selisih lebar susunan dengan lebar halaman.
d. Metode Bebas
Dengan metode ini, bebas menentukan margin maupun bidang
cetaknya dengan pertimbangan seni (keindahan). Yang menjadi
pedoman adalah harus diingat bahwa margin mempunyai manfaat
membatasi teks, sebagai tempat jari tangan memegang buku, terutama
ibu jari, dan tempat menempatkan nomor halaman.58
Dengan cara ini, untuk mencapai tingkat desain layout yang baik,
suatu buku perlu menyimak beberapa aspek desain berdasarkan hukum
Romano sebagai berikut:
1) Konsisten
2) Hindari kebosanan
58 Direktorat Publikasi, Pedoman penyelenggaraan Penerbitan Pemerintah, (Jakarta:
Perum PNRI, 1994), hlm. 90-93.
38
3) Setiap halaman harus punya elemen visual yang dominan
4) Halaman wajah desain
5) Ciptakan grid
6) Standarisasi margin
7) Gunakan border sebagai bingkai
8) Aturlah teks ke dalam kolom
9) Aturlah halaman dengan aturan horizontal atau vertical
10) Ciptakan tanda penempatan
11) Gunakan jenis dengan karakter
12) Berilah bendera yang kuat
13) Gunakan dominan, gambarkan headline
14) Biarkan subhead membantu perubahan
15) Gunakan caption untuk menggambarkan photography dan artwork
16) Gunakan warna untuk perangkat elemen secara terpisah
17) Gunakan tipe yang besar untuk menekankan ide yang besar
18) Gunakan tipe gaya untuk penekanan
19) Gunakan white-space sebagai elemen halaman
20) Gunakan tinta dan balikkan untuk perhatian
21) Gambarkan teks atau grafik dengan kotak
22) Fokuskan ide dengan gambar
23) Teliti teks dan layout 59
Namun demikian, setiap naskah selalu punya pengaturan layout,
baik pengaturan default maupun pengaturan yang dilakukan dengan lebih
kompleks. Untuk itu, dalam pengaturan desain layout, harus
memperhatikan dan merencanakan bentuk keseluruhan naskah yang akan
dibuat, yaitu:
59 Frank J. Romano, Desktop Typography With QuarkXpress, (California: McGraw-Hill,
1992), hlm. 170-172.
39
a. Section dan Break
Section adalah bagian dari sebuah dokumen yang diatur
menggunakan option format tertentu. Sebagai contoh penerapan
section ini adalah:
1) dapat mengatur jumlah kolom yang berbeda antara paragraf lain
dalam sebuah halaman.
2) dapat memindah bagian paragraf dalam satu kolom ke kolom yang
lain.
3) dapat berpindah permulaan halaman baru ke halaman lain dalam
sebuah naskah.
4) dapat berpindah permulaan bab baru ke halaman lain.
Antara section dan break adalah dua kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Break atau Section break adalah tanda yang disisipkan
untuk menandai akhir sebuah section. Section break ini akan
menyimpan bagian-bagian format section, seperti margin, orientasi
halaman, header dan footer, dan urutan halaman. Jadi, fungsi break
ini adalah membatasi dokumen ke dalam beberapa section.
b. Continuous Section Break
Dengan menggunakan tipe section break tersebut dapat
mengatur format yang berbeda dalam sebuah halaman. Section break
yang membatasi bagian dokumen tersebut adalah section break
continuous, dimana break tersebut terletak pada bagian halaman yang
sama. Dengan kata lain, break ini tidak memindah pointer ke halaman
selanjutnya. Cara menyisipkan section ini adalah dengan meletakkan
pointer pada paragraph yang akan anda potong sectionnya.
c. Page Break
Page Break adalah bagian dokumen dimana sebuah halaman
berakhir dan disambung ke halaman atau kertas lain. Ada dua jenis
page break ini, yaitu Automatic Page Break dan manual Page Break.
40
Outomatic Page Break akan memindah secara otomatis, saat
telah memenuhi halaman dengan teks atau gambar, sehingga baris
berikutnya akan diletakkan pada awal halaman berikutnya.60
Disamping itu, desain layout juga tidak bisa terlepas dari peran
foto dan bagaimana menempatkannya dengan benar dalam sebuah
publikasi, khususnya buku pelajaran. Foto yang baik menurut majalah
fotografi Amerika “modern Photography” adalah yang memenuhi 3 syarat,
yaitu; menarik perhatian, orisinal, dan dikerjakan dengan baik.61 Namun,
saat menampilkan sebah foto agar memberikan penampilan (performa)
yang menarik pada halaman yang direncanakan, perlu diperhatikan dalam
mengatur letak foto.62
3. Prinsip- prinsip Desain Layout Buku
Agar fungsi komunikasi desain layout buku dapat lebih efektif,
maka perlu diperhatikan sejumlah hal sebagai berikut:
a. Keseimbangan
Desain perwajahan yang berkaitan dengan sejumlah unsur yang
didesain haruslah memperlihatkan keseimbangan. Hasil desain yang
tidak seimbang mengesankan desain itu sendiri belum selesai, atau
didesain tanpa tujuan. Unsur yang didesain (teks, foto, dsb.) selalu
ditempatkan pada posisi yang pas. Jika ditempatkan menumpuk, atau
pada tempat sembarang, kesan kaku dan tidak seimbang segera
mengganggu mata.
b. Proporsi
Desain perwajahan haruslah memperlihatkan proporsi yang
pas. Desain suatu objek yang menghasilkan bentuk tidak proporsional,
60 Edi S. Mulyanta, Menyusun Karya Ilmiah Menggunakan Mikrosoft Word XP,
(Yogyakarta, ANDI, 2003), hlm. 34-35. 61 Mata Semarang Photography Club, Makalah yang disampaikan dalam pelatihan
photography di UNDIP Semarang, 2003, hlm. …. 62 Direktorat Publikasi, Pedoman penyelenggaraan Penerbitan Pemerintah, (Jakarta:
Perum PNRI, 1994), hlm. 124-125.
41
selain tidak indah dipandang, akan mengecoh pembaca sehingga gagal
menangkap makna sebenarnya bentuk tersebut.
c. Urutan
Desain perwajahan yang menampilkan sejumlah objek,
haruslah memperhatikan urutan setiap objek. Urutan yang jelas
membantu memperlihatkan keterkaitan antarobjek. Ketiadaan urutan
dari sejumlah objek yang ditampilkan secara bersamaan pada suatu
halaman bisa membingungkan pembaca.
d. Kesatuan
Desain perwajahan secara keseluruhan haruslah
memperlihatkan kesatuan. Kesatuan ini harus dapat dilihat dalam satu
halaman, atau pada suatu media cetak secara keseluruhan. Jadi, suatu
media cetak adalah suatu unit. Seluruh halaman, termasuk sampul,
membangun unit tersebut.
e. Kontras
Tujuan utama menampilkan teks, foto, atau ilustrasi adalah
menyampaikan pesan. Karena itu, kontras antara ketegasan dan
kejelasan foto terhadap teks haruslah dibuat sedemikian rupa sehingga
teks tidak menjadi terlalu kabur atau sebaliknya tidak terlalu
dominan.63
Sementara itu, Daniel J. Makuta and Ailliam F. Lawrence,
menetapkan prinsip desain layout sebagai berikut; seimbang, warna
dan tone, bentuk, proporsi, sequensi, dan penekanan.64
4. Unsur- unsur Desain Layout Buku
a. Tipografi
Tipografi diartikan sebagai pemilihan dan pengaturan beberapa
typeface, ukuran, dan spasi pada halaman tercetak.65 Di samping itu,
63 Ashadi Siregar & Rondang Pasaribu, Bagaimana Mengelola Media Korporasi
Organisasi, (Yogjakarta: Kanisius, 2000), hlm. 121-122. 64 Daniel J. Makuta and Ailliam F. Lawrence, The Complete Desktop Publisher, (North
Carolina, Compute! Publication, 1986), hlm. 134-135.
42
tipografi juga memberi halaman sebuah kepribadian tertentu (formal
dan informal, modern atau klasik, ramai atau tenang) dan feeling
keseluruhan (padat atau terbuka, ringan atau dramatis).66
Namun, seiring dengan kemajuan jaman yang semakin
kompleks seperti sekarang ini, maka manusia dituntut untuk membaca.
Sebagaimana Sebagaimana firman Allah dalam Surah al-Alaq ayat 3-5
sebagai berikut:
أرقإ كبرو مرآألا يذلا , ملع ملقلاب ملع , ناسنإلا ام مل ملعي ( قلعلا : 3 – 5) 67
Artinya: Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S. Al-Alaq: 3-5).
Oleh karena itu, proses membaca adalah sebuah bentuk
komunikasi visual yang paling populer. Selain membaca suatu pesan
(lewat tulisan), orang lebih dulu terbiasa dengan memahami bentuk
visual dari apa yang dilihatnya dan baru kemudian memahami apa
yang dilihat itu.
Kecepatan membaca itu dapat meningkat dan dapat pula
menurun karena banyak faktor. Salah satu alasannya adalah bentuk
huruf yang dibaca. Tingkat kejelasan (legibility) dan keterbacaan
(readability) adalah dua faktor yang menentukan bagaimana bentuk
huruf berpengaruh pada kecepatan membaca.68
Apabila kita telah memahami anatomi huruf secara baik,
dengan mudah kita dapat mengenal sifat dan karakteristik dari setiap
65 Ronnie Shushan & Don Wright, Desktop Publishing dalam Desain, (Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 1995), hlm. 14. 66 Ibid. 67 Departemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit., hlm. 1074. 68 Adi Kusrianto, Tipografi Komputer untuk Desainer Grafis,(Yogyakarta: Andi, 2004),
hlm. 83.
43
jenis huruf, diantaranya adalah Baseline, Capline, Meanline, x-Height,
Ascender.69 Di samping itu, dalam mempertimbangkan keserasian
pengetikan jenis huruf, perlu adanya Legibilitas dan readibilitas.70
Untuk itu, readibilitas pada halaman juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah; typeface, ukuran type,
kepanjangan garis, leading, model halaman (termasuk “margin),
kontras type dan kertas (termasuk warna), permukaan kertas, hubungan
tipografy (heads, folio, dan lainnya), dan kecocokan isi.71
b. Warna dan Garis
Sebagai alat desain, warna72 memberi akses kerja yang paling
penting dalam ingatan manusia, dan ke dalam ingatan orang lain.73
Dengan demikian, warna dapat dipakai untuk menarik perhatian
pembaca, mengatur suasana, mempengaruhi emosi dan mencerahkan
halaman. Warna dapat menambahkan dampak, kekuatan dan
kecantikan sebuah layout. Dalam beberapa kasus, hal itu memberikan
respek dan perhatian lebih banyak dibanding dengan tinta hitam di
kertas putih.74 Seperti halnya warna hidup harus digunakan secara hati-
hati, sebab warna tumpul dapat mengontrol warna hidup.75
Di samping itu, setiap warna juga mempunyai arti yang
berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan tujuan penggunaan
warna tersebut. Penggunaan warna yang berlandaskan pada suatu
69 Danton Sihombing, Tipografi dalam desain grafis, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2001), hlm. 13. 70 Ibid, hlm. 84. 71 R. R. Bowker Company, Making; The illustrated guide to design/production/editing,
(New York, 1992), hlm. 90. 72 James Stockon, Designer’s guide to Color, (USA: Chronicle Book, 1984), hlm. 76. 73 Jerry Rhodes & Sue Thame, Colour of Your Mind, (London, Collins, 1998), hlm. 24. 74 Roger C. Parker, Tampilan Profesional dalam Pencetakan; Petunjuk Desain Untuk
Desktop Publishing, (Jakarta: Dinastindo, 1995), hlm. 134. 75 Ikuyoshi Shibukawa & Yumi Takahasi, Designer’s Guide Color 4, Chronicle Book,
(Sam Francisco, 1984), hlm. 4.
44
tujuan inilah yang diartikan sebagai fungsi warna, yaitu fungsi
keindahan, isyarat, psikologis, alat pengenal, dan alamiah.76
Lain halnya dengan garis. Garis bisa difungsikan untuk
mempercantik penampilan media cetak, atau mengarahkan perhatian
pembaca kepada suatu informasi yang hendak ditonjolkan, sebagai
pembatas antar kolom, sebagai bingkai halaman maupun bingkai foto,
atau sebagai unsur pemikat mata pembaca terhadap kata atau kalimat
tertentu (misalnya garis bawah). Di samping itu, selain dapat
mempercantik, unsur ini juga membantu pembaca menangkap pesan
dari tulisan yang dimuat pada halaman itu.77
Yang lebih penting lagi bahwa garis sebagai unsur visual
berfungsi sebagai penuntun bagi para pengamat (dalam hal ini siswa),
dalam mempelajari rangkaian konsep, gagasan, makna atau isi
pelajaran yang tersirat di dalam media yang dipertunjukkan.78
c. Gambar dan Ilustrasi
Para ahli berpendapat bahwa salah satu hal yang sangat
berperan dalam daya ingat seseorang tentang suatu objek adalah
melalui pengalaman melihat, disamping pengalaman mendengar dan
merasakan, serta mengalami sendiri tentang sesuatu. Disini jelas
bahwa sesuatu yang terlihat akan sangat berkesan dan berpengaruh
terhadap seseorang. Maka wajar apabila dari waktu ke waktu manusia
selalu berusaha meningkatkan cara-cara berkomunikasi terutama
kamunikasi visual, dalam hal ini adalah penggunaan gambar dan karya
fotografi.79
76 Syarifuddin Assegaf dan Sumarkono, Fotoreproduksi Pemisahan Warna, (Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995), hlm. 9-13. 77 Wahana komputer, Dekstop Publishing dengan adobe InDesign 2.0, (Yogyakarta:
Andi, 2003), hlm. 129. 78 Nana Sudjana, Ahmad Riva’I, Media Pengajaran, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2001), hlm. 23. 79 Darwis Triadi, Seminar & Workshop Fotografi tanggal 7-8 Desember 1990 di Grand
Hotel Preanger, hlm. 30.
45
Gambar dalam buku pelajaran diartikan sebagai suatu sajian
secara visual mengenai suatu ide, objek, peristiwa, dan tempat yang
mencerminkan bagian isi ajaran tertentu dalam buku pelajaran.
Sementara, gambar ilustrasi adalah gambar yang berfungsi
untuk menjelaskan suatu gagasan atau cerita. Istilah ilustrasi berasal
dari bahasa latin Illustrate yang berarti membuat terang atau membuat
jelas. Dengan demikian, gambar ilustrasi selain berperan untuk
meningkatkan daya tarik visual atau memperindah tampilan suatu
karya desain grafis, juga berperan memperjelas dan menunjang pesan
yang disampaikan melalui huruf atau tulisan.80
5. Kesalahan Umum Desain Layout
Perancangan yang mengabaikan rincian, bertentangan dengan
prinsip tepat-sasaran, dan komunikasi yang efektif, diantaranya;
a. Kumpulan ruang kosong
b. Ketidak-sesuaian spasi kolom
c. Terjerat kumpulan ruang kosong
d. Halaman claustrophobic
e. Penonjolan judul (headline)
f. Pelompatan horizon
g. Rincian chart yang berlebihan
h. Judul dan sub-judul yang mengambang
i. Judul dan sub-judul yang terbenam
j. Box-itis dan rule-i is
k. Typeface yang irit
l. Tulisan dalam slide dan overhead
m. Ketidakteraturan membentuk blok teks
n. Teks dengan posisi terputar
o. Pemberian garis bawah
80 Dhani yudhiantoro, Teknik Profesional menggunakan Macromedia FreeHand 10,
(Yogyakarta: ANDI, 2003), hlm. Vxii
46
p. Widow dan orphan
q. Spasi yang tidak seragam
r. Tabulasi dan indensi
s. Patokan baku tabulasi pada word-processor dan desktop-publishing
seringkali terlalu dalam.
t. Tanda penghubung yang terlalu berlebihan
u. Logo dan alamat yang sukar dibaca
v. Terlalu banyak karakter
w. Kurang kontras antara teks dan bagian lain
x. Memakai beberapa visual sejenis
y. Efek khusus yang tak perlu
z. Kesalahan dalam pengaturan posisi elemen.81
Untuk itulah, desain layout yang efektif bagi siswa adalah yang bisa
memadukan otak kiri dan kanan supaya buku PAI dapat mudah dibaca dan
dicerna oleh siswa SMP.
C. Psikologi Siswa SMP dalam Pembelajaran
Siswa atau peserta didik adalah salah-satu komponen manusiawi yang
menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar. Untuk itu, dalam
proses belajar mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita,
memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Siswa atau
anak didik itu akan menjadi faktor ‘penentu’, sehingga menuntut dan dapat
mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan
belajarnya.
Jadi, dalam proses belajar-mengajar, yang diperhatikan pertama kali
adalah siswa/peserta didik (anak berkonotasi dengan tujuan), bagaimana
keadaan dan kemampuannya, baru setelah itu menentukan komponen-
komponen yang lain. Apa bahan yang diperlukan, bagaimana cara yang tepat
81 Roger C Parker, Tampilan Profesional dalam Percetakan, Petunjuk Desain untuk
Dekstop Publishing, (Jakarta: Dinastindo, 1995), hal 115-120.
47
untuk bertindak, alat dan fasilitas apa yang cocok dan mendukung, semua itu
harus disesuaikan.82
Memang, pada masa ini bisa disebut sebagai masa-penghubung atau
masa-peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada periode
tersebut terjadi perubahan-perubahan besar dan esensiil mengenai kematangan
fungsi-fungsi rokhaniah dan jasmaniah, terutama fungsi seksuil. Yang sangat
menonjol pada perode ini ialah: kesadaran mendalam mengenai diri sendiri,
dengan mana orang muda mulai meyakini kemauan, potensi dan cita-cita
sendiri. Dengan kesadaran tersebut ia berusaha menemukan jalan hidupnya;
dan mulai mencari nilai-nilai tertentu seperti kebaikan, keluhuran,
kebijaksanaan, keindahan dan sebagainya.83
Itulah sebab, menurut Piaget, sebagian besar peserta didik sudah
mampu memahami konsep-konsep abstrak dalam batas-batas tertentu.
Menurut Bruner, peserta didik dalam tahapan ini akan lebih senang belajar
dengan menggunakan bentuk-bentuk simbol dengan cara yang makin abstrak.
Untuk itu, guru dapat membantu peserta didik untuk melakukan hal ini dengan
selalu menggunakan ketrampilan proses dalam pembelajaran dan dengan
memberi penekanan pada penguasaan konsep.84
Di samping itu, kemampuannya juga terus berkembang, baik secara
kualitatif maupun secara kuantitatif. Perolehan tersebut dikatakan kuantitatif
dalam pengertian bahwa peserta didik mampu menyelesaikan tugas-tugas
intelektual dengan lebih mudah, lebih cepat dan efisien dibanding ketika
masih kanak-kanak. Perolehan tersebut dikatakan kualitatif dalam arti bahwa
perubahan yang bermakna juga terjadi dalam proses mental dasar yang
digunakan untuk mendefinisikan dan menalar permasalahan.85
82 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 1996), hlm.109. 83 Kartini Kartono, Psikologi Anak, (Bandung: Alumni, 1979), hlm. 149. 84 Endang Poerwanti & Nur Widodo, Perkembangan Peserta didik, (Malang: UMM
Press, 2002), hlm. 124. 85 Paul Henry Mussen, John Janeway Conger, Jerome Kagan, Aletha Carol Huston,
Perkembangan dan Kepribadian Anak, (Jakarta: ARCAN, 1994), hlm. 493.
48
Dengan melihat kurikulum 2004 yang mengandung beberapa prinsip
terkait dengan siswa dalam proses belajar mengajar, diantaranya adalah: (a)
berfokus pada siswa (student centered), dalam pengertian orientasi
pembelajaran terfokus kepada siswa. Siswa menjadi subyek pembelajaran dan
perbedaan dalam kecepatan belajar siswa mendapatkan perhatian, (b)
pembelajaran individu (mastery learning), artinya para siswa memiliki
peluang untuk melakukan pembelajaran secara individual, dan (c) peran guru
tidak hanya sebagai instruktur tetapi juga sebagai fasilitator, pemberi arah,
konsultan, dan sekaligus teman siswa.86
Di samping itu, sebagai pelaksanaan dari undang-undang tentang
ketentuan pokok sistem pendidikan, juga disebutkan bahwa peserta didik yang
mengikuti pendidikan agama di sekolah umum adalah semua warga Negara
yang memilih dan mengikuti pendidikan di sekolah umum dan peserta didik
yang mengikuti program pendidikan luar sekolah.87
Maka hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan agama yang bertujuan
untuk meningkatkan penghayatan dan pengalaman agama demi terwujudnya
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan,
berakhlaq mulia, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat
kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia
pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama
bertanggungjawab atas pembangunan bangsa dalam rangka pengabdiannya
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.88
Untuk itulah peserta didik dalam proses belajar mengajar yang
memiliki keunikan satu sama lain sehingga dalam proses belajar mengajar pun
terdapat keunikan. Ada anak yang cepat tanggap, mudah mengerti, ada pula
86 Bagian Data dan Informasi Pendidikan Setditjen Kelembagaan Agama Islam
Departemen Agama Republik Indonesia, Analisa Berita Pendidikan, (Jakarta: DEPAG), hlm. 101. 87 Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama Badan Peneltian dan
Pengembangan Proyek Penelitian Keagamaan 1984/1985, PembahasanNaskah akademik dan Rancangan Undang-undang Pendidikan Keagamaan sebagai pelaksanaan dari undang-undang tentang ketentuan pokok system pendidikan nasional, Jakarta, 1985.
88 Ibid, hlm. 9.
49
yang sebaliknya. Hal ini sesuai pola dengan karakteristik yang dimiliki
masing-masing anak.89
Di samping itu, hakekat peserta didik dalam proses pembelajaran
didasarkan kepada empat hal yakni; (a) peserta didik bertanggung jawab atas
pendidikannya sendiri sesuai dengan wawasan pendidikan seumur hidup, (b)
peserta didik memiliki potensial, baik fisik maupun psikologis yang berbeda-
beda sehingga masing-masing peserta didik merupakan insan yang unik, (c)
peserta didik memerlukan pembinaan individual serta perlakuan yang
manusiawi, (d) peserta didik pada dasarnya merupakan insan yang aktif
menghadapi lingkungannya.90
Maka dari itu, ketika meletakkan peserta didik bukan pada sektor
utama (subjek) harus diubah dan pada masa depan peserta didik harus
dikedepankan sebagai subjek utama pendidikan, mesti diciptakan suasana
yang membuat peserta didik senang untuk bersekolah, mengemukakan ide-ide.
Bagaimanapun juga, masa ini merupakan masa yang banyak menarik
perhatian, karena sifat-sifat khasnya dengan menemukan diri, meneliti sikap
hidup yang lama dan mencoba-coba yang baru menjadi pribadi yang dewasa.91
Di samping itu, pada tahap ini peserta didik mulai mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah yang dapat diselesaikan melalui operasi
logis. Hal ini ditandai dengan kemampuan kemampuan peserta didik yang
lebih baik dalam mengorganisasikan data, membuat alasan-alasan ilmiah, serta
merumuskan hipotesis. Peserta didik juga mampu berpikir dalam jangkauan
yang lebih daripada kenyataan konkret. Kalau pada tahap perkembangan
sebelumnya peserta didik hanya mampu melihat hubungan antara bilangan
dengan benda-benda konkret, pada tahap perkembangan berikutnya peserta
89 Moh. Uzer Usman & Lilis Setiawati, Upaya Optimalisasi kegiatan Belajar Mengajar,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya 1993). 90 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo; 1989), hlm. 24. ` 91 H. Ahmad Fauzi, Psikologi Umum; untuk IAIN, STAIN, PTAIS Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, (Bandung, CV. Pustaka Setia, 1997), hlm. 89.
50
didik mampu berpikir tentang hubungan dengan khayalan abstrak dan
membuat pernyataan verbal serta dalil-dalil.92
Maka dari itu dibutuhkan sebuah buku pelajaran yang baik, selain
penyajian materinya baik, juga harus ditunjang oleh mutu fisik buku yang
baik. Dengan mutu fisik yang baik, maka seluruh materi yang diperlukan
peserta didik dapat lebih mudah diserap dan dipahami. Hal tersebut baru dapat
dicapai apabila memperhatkan segala aspek termasuk diantaranya aspek fisik
dan visual buku yang menunjang penyampaian informasi atau materi
pelajaran.93
92 Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, Standar Penilaian Buku
Pelajaran; Biang Studi Matematika, Bahasa & Sastra Indonesia dan Aspek Grafika, (Jakarta: Pusat Pebukuan Depatemen Pendidikan Nasional, 2005), hlm. 18.
93 Ibid, hlm. 26.
Top Related