1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada saat sekarang dapat dilihat bagaimana banyaknya problematika yang terdapat
pada hukum di Indonesia, dalam peradabannya Indonesia memiliki peraturan yang
mengatur masalah kenotarisan yang tertuang dalam Undang-Undang Jabatan Notaris
Nomor 2 tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 Tetang
Jabatan Notaris. Jabatan Notaris adalah jabatan publik namun lingkup kerja mereka
berada dalam kontruksi hukum privat. Sama seperti Advokat, Notaris adalah penyedia
jasa hukum yang bekerja untuk klien dan dalam konteks ini hierarkhi birokrasi tidak
mendukung pekerjaan mereka sehingga dalam konteks perundang-undangan tidak sampai
menjangkau pada teknis pekerjaan mereka.
Sebagai negara hukum Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban,
dan perlindungan hukum yang hakekatnya berintikan kebenaran dan keadilan. Hukum
positif mutlak diperlukan bilamana individu menjalani jabatan sebagai pejabat umum atau
pejabat negara yang memiliki kekuasaan dan kewenangan, dalam hal ini hukum positif
dapat mengatur dan membatasi kekuasaan serta wewenang pejabat umum atau pejabat
negara. Untuk membatasi kekuasaan serta wewenang tersebut selain diperlukan aturan
hukun positif juga diperlukan penegak hukum yang menjalankan tugas dan wewenang
jabatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kode etik profesinya.
Fungsi Notaris di dalam pembuatan Akta Otentik untuk pertama kalinya diatur di
dalam Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris secara
komprehensif. Demikian pula ketentuan tentang pengawasan terhadap Notaris yang
2
dilaksanakan Oleh Majelis Pengawas Notaris dilakukan dengan melibatkan pihak
pemerintah, Notaris dan akademisi, disamping departemen yang tugas dan tangung
jawabnya di bidang kenotariatan serta Organisasi Notaris, dibentuknya Majelis Pengawas
Notaris di tiap kota atau kabupaten dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan
perlindungan hukum bagi masyarakat pengguna jasa Notaris.
Faktanya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang banyak dilakukan oleh
Notaris dalam melaksanakan kewenangan dan jabatannya mulai dari penyimpangan-
penyimpangan yang bersifat administratif maupun penyimpangan-penyimpangan yang
mengakibatkan kerugian materiil pada masyarakat pengguna jasa Notaris. Akta Notaris
sebagai Akta Autentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna menurut aspek
lahiriah, formal dan materiil sebagai wujud kesempurnaan dari akta Notaris,
kesempurnaan kekuatan akta autentik tidak bisa diganggu gugat, selama tidak bisa
dibuktikan oleh pihak-pihak yang berkepentingan melalui keputusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap.
Arti akta autentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dapat pula
ditentukan bahwa siapapun yang terikat dengan akta tersebut, sepanjang tidak bisa
dibuktikan bukti sebaliknya berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap.1
Kualitas seorang Notaris adalah Aspek yang sangat penting dalam profesi hukum,
yakni keterampilan dan kecermatan. Dalam sumpah dan jabatannya tersebut tidak lain
adalah Notaris harus cermat dalam membuat akta, sehingga isinya tidak memuat hal-hal
yang bertentangan dengan hukum dan produk Notaris adalah akta yang digunakan pada
hukum pembuktian serta pengangkatan sebagai Notaris oleh pemerintah yang berwenang
1 Habib Adji, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm 6.
3
bukan untuk kepentingan notaris itu sendiri, namun untuk kepentingan masyarakat yang
dilayaninya sehingga bersifat altruistic.2
Kebutuhan hukum dalam masyarakat dapat dilihat semakin banyaknya bentuk
perjanjian yang dituangkan dalam suatu akta Notaris,dimana Notaris merupakan salah
satu pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik dan kewenangan lainya
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang.3 Notaris dan Produk aktanya dimaknai
sebagai upaya negara menciptakan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi
masyarakatnya sebab akta autentik yang dibuat oleh Notaris memiliki kekuatan sebagai
alat bukti yang sempurna.4 Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta
otentik dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya sehubungan dengan
pekerjaannya dalam membuat akta tersebut. Ruang lingkup pertanggung jawaban Notaris
meliputi kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya. Mengenai tanggung jawab notaris
selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materiil, membedakannya
menjadi empat yaitu:5
1. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta
yang dibuatnya;
2. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil terhadap akta
yang dibuatnya;
3. Tanggung jawab notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap kebenaran
materiil terhadap akta yang dibuatnya;
2Sidharta Bernard Arief, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm
155. 3Santia Dewi dan R.M Fauwas Diradja, Panduan Teori dan Praktek Notaris, Pustaka Yustisia,
Yogyakarta, 2011, hlm 9. 4Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta,
2013, hlm 3. 5 Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Prespektif Hukum dan Etika, UII Press,
Yogyakarta 2009, hlm 34.
4
4. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode etik
notaris.
selaku pejabat umum Notaris dalam setiap pelaksanaan tugasnya tidak boleh
keluar dari apa yang telah diatur kewajibannya oleh Undang-Undang yang berlaku. Notari
dalam menjalankan jabatannya wajib menjunjung tinggi martabat jabatannya baik saat
menjalankan tugas dalam jabatan maupun diluar jabatannya. Dalam arti lain Notaris harus
selalu menjaga agar prilakunya tidak merendahkan jabatan, martabat dan kewajibannya
sebagai Notaris.
Dalam menjalankan tugasnya Notaris memiliki institusi pengawas yang mengawasi
tugas dan jabatan Notaris, pengawasan tersebut dilakukan oleh Majelis Pengawas Pusat,
Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Daerahyang dibentuk oleh pemerintah
sesuai dengan ketentuan pasal 68 Undang-Undang Jabatan Notaris. Majelis Pengawas
Daerah teridiri dari 3 unsur keanggotaan yaitu Notaris, Pemerintah/Birokrat dari
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Akademisi. Pengawasan yang
dilakukan oleh majelis tidak hanya pelaksanaan tugas jabatan notaris agar sesuai dengan
Undang-Undang Jabatan Notaris yang selanjutnya disebut dengan UUJN, tapi juga kode
etik Notaris dan tindak tanduk atau perilaku kehidupan Notaris yang dapat mencederai
keluhuran martabat jabatan Notaris dalam pengawasan Majelis Pengawas dan hal ini
menunjukkan sangat luas ruang lingkup pengawasan yang dilakukan oleh Majelis
Pengawas Notaris.6 Dalam menjalankan tugas dan jabatannya untuk kepentingan
masyarakat umum Notaris wajib berada dalam pengwasan suatu lembaga yang netral,
mandiri atau independen.. hal ini bertujuan untuk memenuhi apa yang telah di amanatkan
oleh Undang-Undang.
6 Habib Adjie, Majelis Pengawas Notaris, Sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, Refika Aditama,
Bandung, 2011, hlm 17.
5
Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas jabatan Notaris dengan pedoman UUJN
bertujuan agar semua ketentuan dan pelaksanaan tugas jabatan Notaris dapat dipatuhi
oleh Notaris dan jika terjadi pelanggaran Kode Etik pada Profesi Notarsis dapat dilakukan
tindakan yang sesuai dengan peraturan Perundangan-undangan yang berlakumaka Majelis
Pengawas dapat menjatuhkan sanksi kepada Notaris yang bersangkutan. Lembaga
Notariat merupakan salah satu lembaga dalam masyarakat yang timbul karena kebutuhan
dalam pergaulan, yang menghendaki adanya alat bukti hukum bagi mereka. Alat bukti
tertulis itulah yang mereka perlukan untuk pembuktian apabila ada permasalahan atau
sengketa, sehingga mereka memerlukan adanya akta otentik yang dibuat oleh Notaris.
Lembaga Notaris ada diberbagai negara di dunia, tiap negara memiliki ciri-ciri
lembaga Notariat yang ditulis dalam Atlas dunotariat (le notariat dans le monde)
perbedaan lembaga Notariat itu terutama karena yang satu menganut civil law system
(negara-negara Eropa misalnya Belanda, Belgia, Perancis, Luxemburg, Jerman, Austria)
sedangkan yang menganut common law system (Inggris, Amerika, Kanada, Australia) dan
Negara Komunis ( Rusia, Korea Utara dan Kuba).7 Dalam Profesi Notaris terdapat Kode
Etik yang bertujuan agar profesi Notaris dapat dijalankan dengan profesional,terampil dan
berintelektual serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Ikatan Notaris Indonesia yang
selanjutnya disebut INI adalah sebagai perkumpulan organisasi bagi para Notaris
nonpemerintah, sementara Majelis Pengawas Notaris merupakan organisasi yang
dibentuk oleh pemrintah yang mempunyai peranan sangat penting dalam pengawasan
serta penegakan kode etik bagi Para Notaris.
Kewenangan Majelis Pengawas Daerah yang bersifat administratif dilaksanakan
oleh ketua, wakil ketua, atau salah satu anggota, yang diberi wewenang berdasarkan
keputusan rapat Majelis Pengawas Daerah. Kewenangan dimaksud meliputi: memberikan
7Abintaro Prakoso, Etika Profesi Hukum, LaksBAng Justitia, Surabaya, 2015, hlm 135.
6
izin cuti untuk jangka waktu sampai dengan 6 (enam) bulan; menetapkan Notaris
Pengganti; menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah
terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih; menerima
laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau
pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang; memberi paraf dan menandatangani daftar
akta, daftar surat di bawah tangan yang disahkan, daftar surat di bawah tangan yang
dibukukan, dan daftar surat lain yang diwajibkan Undang-Undang; menerima
penyampaian secara tertulis salinan dari daftar akta, daftar surat di bawah tangan yang
disahkan, dan daftar surat di bawah tangan yang dibukukan yang telah disahkannya, yang
dibuat pada bulan sebelumnya paling lambat 15 (lima belas) hari kalender pada bulan
berikutnya, yang memuat sekurang-kurangnya nomor, tanggal, dan judul akta.
Di wilayah kerja Majelis Pengawas Daerah Notaris Bukittinggi berdasarkan data
dari Majelis Pengawas Daerah Notaris Bukittinggi sepanjang tahun 2016 hingga bulan
maret tanggal 20 tahun 2017 adanya laporan 4 pelanggaran kode etik dan UUJN yang
dilakukan oleh Notaris dalam hal ini merujuk kepada pasal 16 UUJN dan atau kode etik
Notaris. Pelanggaran yang dilakukan berupa pemberian karangan bunga yang
dicantumkan jabatannya sebagai notaris yang berindikasi mempromosikan diri sebagai
Notaris, membuat plang nama dengan ukuran yang tidak sesuai dengan standar yang
diatur. Oleh karena itu, pentingnya Notaris memahami kode etik dan kewajibannya yang
dibuat oleh pemerintah untuk dapat dilaksanakan dengan baik.Keberadaan Kode Etik
bertujuan agar suatu Profesi Notaris dapat dijalankan dengan Profesional dengan Motivasi
dan orientasi pada keterampilan intelektual serta berargumentasi secara rasional dan kritis
serta menjunjung tinggi nilai moral. Majelis Pengawas Daerah Notaris Bukittinggi
mempunyai peranan penting tentang dalam pengawsan dan pembinaan bagi Notaris dan
penegakan Kode Etik.
7
Dalam hal ini penulis melakukan penelitian pada Majelis Pengawas Notaris Daerah
Bukittinggi pada masa jabatan periode 18 Desember 2015. Selanjutnya, berdasarkan
database kantor wilayah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Sumatra Barat
jumlah Notaris yang terdata oleh MPD Bukittinggi sebanyak 81 orang pada tanggal 22
bulan Mei tahun 2017, Notaris tersebut terdapat di Kota Bukittinggi 16 orang, Kota
Padang Panjang 6 orang, Kabupaten Agam 22 orang, Kabupaten Tanah Datar 8 orang,
Kabupaten Lima Puluh Kota 16 orang, dan Kota Payakumbuh 13 orang.Dengan jumlah
Notaris yang akan terus bertambah dan luasnya ruanglingkup wilayah kerja dari Majelis
Pengawas Notaris Bukittinggi penulis tertarik melakukan penelitian mengenai
keefektivitasan dari Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Bukittinggi dalam melukan
pengawasan dan Pembinaan kepada notaris dengan jumblah Notaris yang relatif
meningkat dan luasnya wilayah kerja dari Majelis Pengawas Daerah Notaris Bukittinggi,
dalam hal ini penulis mekalukan penelitian tesis dengan judul “Efektivitas Majelis
Pengawas Daerah Notaris Bukittinggi Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap
Notaris”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan diteliti oleh
penulis adalah:
1. Apakah pengawasan terhadap Notaris yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah
Notaris Bukittinggi sudah berjalan secara efektif?
2. Bagaimana proses pemerikasaan oleh Majelis Pengawas Notaris Daerah Bukittinggi
jika terjadi pelanggaran jabatan Notaris oleh Notaris?
3. Apa tindakan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah Notaris Bukittinggi
terhadap pelanggara Jabatan Notaris yang dilakukan oleh Notaris?
8
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui efektivitas Majelis Pengawas Notaris Daerah Bukittinggi dalam
melakukan pengawasan terhadap Notaris.
2. Untuk mengetahui proses pemerikasaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas
Daerah Bukittinggi jika terjadi pelanggaran Jabatan Notaris oleh Notaris pada wilajah
kerja Majelis Pengawas Notaris Bukittinggi sudah berjalan secara efektif.
3. Untuk mengetahui tindakan yang dilakukan Majelis Pengawas Daerah Notaris
Bukittinggi terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran Jabatan Notaris.
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis / Teoritis
1) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi hukum bagi para
akademisi bidang hukum, calon Notaris dan Notaris khususnya mengenai
keefektivitasan sistim dan fungsi Majelis Pengawas Notaris DaerahBukittinggi.
2) Penelitian ini diharapkan menjadi pelengkap data mengenai pengawasan yang
dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah Notaris Bukittinggi.
b. Manfaat Praktis
1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para pembuat
kebijakan dalam membuat peraturan berkaitan dengan efektivitas Majelis
Pengawas Notaris, sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap status Majelis
Pengawas NotarisDaerah Bukittinggi sebagai Pengawas Notaris.
2) Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para praktisi yang terlibat
langsung dalam proses pelaksanaannya, sehingga dapat mengatasi permasalahan
9
yang timbul dalam proses pengawasan dan pelanggaran kode etik oleh Notaris di
wilayah kerja Majelis pengawas Daerah Notaris Bukittinggi.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelursuran penulis pada perpustakaan Program Studi Magister
Kenotariatan, Universitas Andalas, Sumatra Barat mengenai masalah efektivitas Majelis
Pengawas Notaris Bukittinggi Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Notaris. Jika ada
tulisan yang sama dengan yang ditulis oleh penulis diharapkan tulisan ini sebagai
pelengkap dari tulisan yang sudah ada sebelumnya yaitu:
1. Tesis atas nama Siaga Yoze Rosario, prorgam Pasca Sarjana Hukum Magister
Kenotariatan, Universitas Andalas, dengan judul “Peran Organisasi Profesi Notaris
Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Notaris Di Kota Jambi dengan pokok
permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana peran Organisasi Profesi Notaris dalam melakukan pengawasan
terhadap Notaris di Kota Jambi?
b. Bagaimana tindakan yang dilakukan oleh Organisasi Profesi Notaris jika terjadi
pelanggaran Kode Etik Notaris di Kota Jambi?
c. Bagaimana koordinasi antara Organisasi Profesi Notaris dengan Majelis pengawas
Notaris dalam penegakan Kode Etik Notaris di Kota Jambi?
2. Tesis atas nama Elvi Sandriyani, prorgam Pasca Sarjana Hukum Magister
Kenotariatan, Universitas Andalas, dengan judul “Pelaksanaan Kewenangan Majelis
Pengawas Daerah Notaris Dalam Pemeriksaan Protokol Notaris Di Kota Padang”
dengan pokok permasalahaan sebagai berikut:
a. Bagaimana pelaksanaan kewenangan Majelis Pengawas Daerah Notaris dalam
pemeriksaan Protokol Notaris?
10
b. Bagaimana sanksi hukum dari Majelis Pengawas Daerah Notaris terhadap
Pelanggaran yang dilakukan Notaris yang ditemukan dalam pemeriksaan Protokol
Notaris?
c. Apa faktor-faktor penghambat dalam melakukan Pengawasan oleh Majelis
Pengawas Daerah Notaris dalam pemeriksaan Protokol Notaris di Kota Padang?
Dari kedua judul tesis dan pokok-pokok masalah diatas, pada dasarnya dapat
dikatakan tidak terdapat kesamaan dari segi judulnya, demikian juga dari permasalahan
penelitian, teknik pembahasan, tujuan penelitiannya serta dengan objek dan tempat
penelitan yang berbeda. Fokus kajian dalam tesis ini adalah penelitian terhadap efektivitas
Majelis Pengawas Notaris Bukittingi Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Notaris.
F. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Teori merupakan tujuan akhir dari ilmu pengetahuan.8 Rumusan tersebut
mengandung tiga hal, pertama, teori merupakan seperangkat proposisi yang terdiri
atas variabel-variabel yang terdefinisikan dan saling berhubungan. Kedua, teori
menyusun antar hubungan seperangkat variable dan dengan demikian merupakan
suatu pandangan sistematis mengenai fenomena-fenomena yang dideskripsikan oleh
variable-variable itu. Akhirnya, suatu teori menjelaskan fenomena. Penjelasan itu
diajukan dengan cara menunjuk secara rinci variable-variable tertentu lainnya.9
Bagi suatu penelitian, teori atau kerangka teoritis mempunyai beberapa
kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Teori tersebut berguna untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang
hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
8Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2012, hlm 14. 9Ibid, hlm 14.
11
2. Teori sangat berguna di dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina
struktur konsep-konsep seta memperkembangkan defenisi-defenisi.
3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui
serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti.
4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah
diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut
akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.10
Dalam penelitian ini, teori yang penulis gunakan adalah sebagai berikut :
a. Teori Efektifitas Hukum
Pengertian Teori efektifitas hukum yang dikemukakan oleh Soerjono
Soekanto adalah inti dari penelitian hukum terletak pada kegiatan menyerasikan
hubungan nilai-nilai yang terjabar di dalam kaedah-kaedah yang benar sebagai
rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.11
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penegakan hukum bukanlah
semata-mata berarti pelaksanaan peraturan perundang-undangan walaupun
kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikan sehinga pengertian
Law Enforcement begitu popular. Berdasarkan hal tersebut, bahwa masalah pokok
penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin
mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:12
a. Faktor hukum yakni aturan yang mengatur
b. Faktor aparat penegak hukum yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum.
10
Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, 2008
hlm. 121. 11
Soerjono Soekanto, Fakor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Grafindo Persada,
Jakarta, 2011, hlm 5. 12
Ibid, hlm 5.
12
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
d. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan.
e. Faktor kebudayaan yakni sebagi hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan
pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
b. Teori Kepastian Hukum
Menurut Kalsen, Hukum Adalah sebuah sistem norma. Norma adalah
pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan
menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus di lakukan. Norma-norma
adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif. Undang-undang yang berisi
aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertigkah laku
dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun
dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi
masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu.
Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian
hukum.13
Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu
pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui
perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan
hukum bagi individu dari kewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan
yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh
dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.14
c. Teori Kewenangan
13
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008,hlm 158. 14
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm 23.
13
Kata kewenangan berasal dari kata dasar wenang yang diartikan sebagai hal
berwenang, hak dan kekuasaaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu.15
Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang
berasaldari kekuasaan legislatif (diberi oleh undang-undang) atau dari
kekuasaaneksekutif administratif. Kewenangan yang biasanya terdiri dari
beberapa wewenang yang berarti kekuasaan terhadap golongan orang tertentu atau
kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan.16
Di dalam negara hukum dikenal asas legalitas yang menjadi pilar utamanya
dan merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar dalam setiap
penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum terutama
bagi negara-negara hukum dan sistem kontinental.17
Philipus M. Hadjon
mengemukakan bahwa kewenangan diperoleh melalui tiga sumber yaitu; atribusi,
delegasi, mandat. Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian
kekuasaan negara oleh Undang-Undang Dasar, kewenangan delegasi dan Mandat
adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan wewenang.18
Fokus kajian teori kewenangan adalah berkaitan dengan sumber
kewenangan dari pemerintah dalam melakukan perbuatan hukum dalam
hubungannya dengan hukum publik maupun dalam hubungannya dengan hukum
privat. Pendapat lain dikemukakan oleh Indroharto yaitu tiga macam kewenangan
yang bersumber dan peraturan perundang-undangan. Kewenangan itu, meliputi:19
15
Tim Bahasa Pustaka, 1996. hlm, 1128. 16
Prajudi Atmosudirdjo. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia. hlm, 78. 17
Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, Paradoksal Konflik dan otonomi Daerah, Sketsa bayang-
bayangKonflik Dalam Prospek Masa Depan Otonomi Daerah.2002. hlm, 65. 18
Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Makalah, Universitas Airlangga, Surabaya, tanpa tahun,
hlm, 112. 19
Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm.104.
14
1. Atribusi Atribusi ialah pemberian kewenangan oleh pembuat Undang-Undang
sendiri kepada suatu organ pemerintahan, baik yang sudah ada maupun yang
baru sama sekali.
2. Delegasi adalah penyerahan wewenang yang dipunyai oleh organ
pemerintahan kepada organ yang lain
3. Mandat adalah terjadinya suatu pemberian wewenang baru maupun
pelimpahan wewenang dan Badan atau Pejabat TUN yang satu kepada yang
lain. Tanggung jawab kewenangan atas dasar mandat masih tetap pada
pemberi mandat, tidak beralih kepada penerima mandat.
2. Kerangka Konseptual
Kerangka Konseptual adalah penggambaran antara konsep-konsep khusus yang
merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan, dengan istilah yang akan diteliti
dan/atau diuraikan dalam karya ilmiah.20
Selain didukung dengan kerangka teoritis,
penulisan ini juga didukung kerangka konseptual dan telah diungkapkan beberapa
konsepsi atau pengertian yang digunakan sebagai dasar penelitian hukum. Adapun
kerangka konseptual yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah :
a. Efektivitas
Dalam hal ini istilah “efektivitas” tidak di temukan dalamKamus Besar
Bahasa Indonesia, namun yang muncul hanyalah “keefektifan” yang artiya adalah
subjek atau suatu badan yang diberikan tugas untuk memantau.21
Aspek-aspek efektivitas berdasarkan pendapat Muasaroh (2010: 13),
efektivitas dapat dijelaskan bahwa efektivitas suatu program dapat dilihat dari
aspek-aspek antara lain:22
20
Soerjono Soekanto, Pengantar Ilmu Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hlm 132. 21
http://kbbi.web.id/efektivitas .
http://kbbi.web.id/efektivitas
15
1. Aspek tugas atau fungsi, yaitu lembaga dikatakan efektivitas jika
melaksanakan tugas atau fungsinya, begitu juga suatu program pembelajaran
akan efektiv jika tugas dan fungsinya dapat dilaksanakan dengan baik dan
peserta didik belajar dengan baik.
2. Aspek rencana atau program, yang dimaksud dengan rencana atau program
disini adalah rencana pembelajaran yang terprogram, jika seluruh rencana
dapat dilaksanakan maka rencana atau progarm dikatakan efektif.
3. Aspek ketentuan dan peraturan, efektivitas suatu program juga dapat dilihat
dari berfungsi atau tidaknya aturan yang telah dibuat dalam rangka menjaga
berlangsungnya proses kegiatannya. Aspek ini mencakup aturan-aturan baik
yang berhubungan dengan guru maupun yang berhubungan dengan peserta
didik, jika aturan ini dilaksanakan dengan baik berarti ketentuan atau aturan
telah berlaku secara efektif.
4. Aspek tujuan atau kondisi ideal, suatu program kegiatan dikatakan efektif dari
sudut hasil jika tujuan atau kondisi ideal program tersebut dapat dicapai.
Penilaian aspek ini dapat dilihat dari prestasi yang dicapai oleh peserta didik.
Jika dikaji dari segi hukum menurut Soerjono Soekanto efektivitas adalah taraf
sejauh mana suatu kelompok dapat mencapai tujuannya. Hukum dapat dikatakan
efektif jika terdapat dampak hukum yang positif, pada saat itu hukum mencapai
sasarannya dalam membimbing ataupun merubah perilaku manusia sehingga menjadi
perilaku hukum. Sehubungan dengan persoalan efektivitas hukum, pengidentikkan
hukum tidak hanya dengan unsur paksaan eksternal namun juga dengan proses
pengadilan. Ancaman paksaan pun merupakan unsur yang mutlak ada agar suatu
22
http://literaturbook.blogspot.com.tr/2014/12/pengertian-efektivitas-dan-landasan.html.
http://literaturbook.blogspot.com.tr/2014/12/pengertian-efektivitas-dan-landasan.html
16
kaidah dapat dikategorikan sebagai hukum, maka tentu saja unsur paksaan inipun erat
kaitannya dengan efektif atau tidaknya suatu ketentuan atau aturan hukum.
Membicarakan tentang efektivitas dari segi hukum berarti membicarakan daya
kerja hukum itu dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat untuk taat terhadap
hukum. Hukum dapat efektif jikalau faktor-faktor yang mempengaruhi hukum
tersebut dapat berfungsi dengan sebaikbaiknya. Ukuran efektif atau tidaknya suatu
peraturan perundangundangan yang berlaku dapat dilihat dari perilaku masyarakat.
Suatu hukum atau peraturan perundang-undangan akan efektif apabila warga
masyarakat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan atau dikehendaki oleh atau
peraturan perundang-undangan tersebut mencapai tujuan yang dikehendaki, maka
efektivitas hukum atau peraturan perundang-undangan tersebut telah dicapai.
b. Majelis Pengawas Daerah Notaris
Sejak kehadiran isntitusi Notaris di Indonesia pengawasan Notaris selalu
dilakukan oleh Lembaga Peradilan dan pemerintah, bahwa tujuan dari
pengawasan agar para Notaris ketika menjalankan tugas jabatannya memenuhi
semua persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan jabatan
Notaris,demi untuk pengamanan dan kepentingan msyarakat, karena Notaris
diangkat oleh Pemerintah, bukan untuk kepentingan Notaris sendiri, tapi untuk
kepentingan masyarakat yang dilayaninya.23
Dalam kaitan di atas, meskipun notaris diangkat oleh pemerintah terdahulu
oleh Menteri Kehakiman, sekarang oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
namun mengenai pengawasannya dilakukan oleh badan peradilan, hal ini dapat
dipahami karena pada waktu itu kekuasaan kehakiman ada pada Departemen
Kehakiman. Majelis Pengawas Notaris tidak hanya melakukan pengawasan dan
23
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1983, hlm 301.
17
pemeriksaan terhadap Notaris tapi juga berwenang menjatuhkan sanksi dan
sebagai satu-satunya instansi notaris di Indonesia. 24
Majelis Pengawas Notaris
memiliki tiap jenjang dan mempunyai wewenang masing masing yaitu:25
1. Majelis Pengawas Daerah (MPD)
2. Majelis Pengawas Wilayah (MPW)
3. Majelis Pengawas Pusat (MPP)
c. Pengawasan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengawasan diartikan sebagai
Penilikan dan Penjagaan, penilikan dan pengarahan kebijakan jalannya
perusahaan.26
Konsep pengawasan dalam pengertian ini difokuskan pada
penilikan. Penilikan diartikan sebagai proses, cara atau perbuatan menilik,
pengontrolan atau pemeriksaan.27
Menilik dikonsepkan sebagai melihat dengan
sungguh-sungguh, mengamati, mengawasi, memeriksa, dan mengontrol.28
d. Notaris
Pengertian notaris telah diterangkan pada Pasal 1 angka 1 UUJN yaitu
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki
kewenangan lainya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini ataupun
berdasarkan Undang-Undang lainya.
e. Bukittinggi
Bukittinggi adalah Kota yang dikenal sebagai Fort de Kock pada masa
kolonial mengacu pada pos Belanda didirikan di sini pada tahun 1825 selama
Perang Padri. Benteng ini didirikan oleh Kapten Bauer di atas bukit Jirek dan
kemudian dinamai kemudian Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Hendrik
24
Habib Adjie, Op. Cit, hlm 6. 25
Ibid. 26
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pusataka, 1989, hlm 58. 27
Ibid, hlm 945. 28
Ibid.
18
Merkus de Kock. Jalan pertama yang menghubungkan daerah dengan pantai barat
dibangun antara 1833 dan 1841 melalui Anai Gorge, mengurangi pergerakan
pasukan, memotong biaya transportasi dan memberikan stimulus ekonomi untuk
ekonomi pertanian. Pada tahun 1856 sebuah perguruan tinggi pelatihan guru
(Kweekschool) didirikan di kota, yang pertama di Sumatera, sebagai bagian dari
kebijakan untuk memberikan kesempatan pendidikan bagi penduduk pribumi.
Sebuah jalur rel yang menghubungkan kota dengan Payakumbuh dan Padang
dibangun antara 1891 dan 1894. Selama pendudukan Jepang di Indonesia pada
Perang Dunia II, kota itu markas untuk 25 tentara Jepang, kekuatan yang diduduki
Sumatera. kantor pusat dipindahkan ke kota pada bulan April 1943 dari Singapura
dan tetap sampai Jepang menyerah pada bulan Agustus 1945.
Selama Revolusi Nasional Indonesia, kota Bukittinggi adalah markas bagi
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) sejak tanggal 19 Desember 1948-
13 Juli 1949. Selama pasukan Belanda yang kedua 'Aksi Polisi' yang menyerang
dan menduduki kota itu pada 22 Desember 1948 , setelah sebelumnya dibom itu
dalam persiapan. Kota ini menyerah kepada pejabat Republik pada bulan
Desember 1949 setelah pemerintah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia.
Kota ini secara resmi berganti nama menjadi Bukittinggi pada tahun 1949,
menggantikan nama kolonialnya. Dari tahun 1950 sampai 1957, Bukittinggi
adalah ibu kota provinsi yang disebut Sumatera Tengah, yang meliputi Sumatera
Barat, Riau dan Jambi. Pada Februari 1958, selama pemberontakan di Sumatera
terhadap pemerintah Indonesia, pemberontak menyatakan Pemerintah
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Bukittinggi.
G. Metode Penelitian
19
Metode penelitian hukum di kalangan para ahli hukum, dikelompokkan penulis
dalam dua model, yaitu penelitian kualitatif yang tidak membutuhkan populasi dan
sampel, dan penelitian kuantitatif yang menggunakan populasi dan sampel dalam
pengumpulan data.29
Oleh karena itu dalam penulisan tesis ini, penulis menggunakan
metodologi penulisan sebagai berikut :
a. Metode pendekatan
Untuk memperoleh suatu pembahasan sesuai dengan apa yang terdapat di dalam
tujuan penyusunan bahan analisis, maka dalam penulisan tesis ini penulis
menggunakan metode pendekatan secara Yuridis empiris, yaitu melihat bagaimana
bekerjanya hukum di masyarakat dalam menyelesaikan suatu masalah, dalam hal ini
direalisasikan pada penelitian terhadap efektifitas hukum yang sedang berlaku atau
penelitian terhadap identifikasi hukum.
Sehubungan dengan metode penelitian yang digunakan tersebut, penulis
melakukan dengan cara meneliti Perundang-undangan, Peraturan-peraturan, teori-teori
hukum dan pendapat-pendapat para sarjana hukum terkemuka yang merupakan data
sekunder yang kemudian dikaitkan dengan keadaan yang sebenarnya atas efektivitas
Majelis Pengawas Notaris Bukittinggi dalam melakukan pengawasan.
b. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu penelitian yang
menggambarkan apa yang terjadi di lapangan serta mengkaitkan dan menganalisa
semua gejala dengan permasalahan yang ada di dalam penelitian, yang nantinya akan
disesuaikan dengan keadaan yang terjadi di lapangan,30
Mengenai efektivitas
pengawasan notaris oleh Majelis Pengawas Notaris Bukittinggi. Penelitian ini
berkmasud untuk menggambarkan dan memberikan informasi secara rinci, sistematis
29
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2011 hlm 98. 30
Winarno Surakhamd, Dasar dan teknik Research, Penerbit tarsito, Bandung, 1978, hlm 1932.
20
dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan Pengawasan oleh
Majelis Pengawas Daerah Notaris Bukittinggi dengan disertai landasan hukum berupa
peraturan yang ada dan sumber hukum lainya yang sehubungan dengan hal ini.
Penelitian ini dilakukan pada instansi Majelis Pengawas Notaris Bukittinggi sebagai
sumber dan landasan penelitian oleh penulis.
c. Sumber dan jenis data
Untuk dapat menjawab setiap permasalah yang penutis teliti, diperlukan data-
data yang berhubungan dengan penelitian ini dengan tujuan mempermudah penulis
dalam menjawab permasalahan yang diteliti. Data yang diperlukan dalam penelitian ini
bersumber dari:
a. Penelitian Kepustakaan, yaitu penelitan yang dilakukan di perpustakaan. Tempat
tersebut antara lain:
1. Perpustakaan Pusat Universitas Andalas.
2. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Andalas.
3. Buku-buku yang berhubungan dengan penelitian yang dimiliki oleh penulis.
4. Sumber-sumber dari internet yang berhubungan dengan penelitian.
b. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan yang dilakukan penulis adalah penelitian yang dilakukan
langsung ke lapangan yakni pada Majelis Pengawas Notaris Bukittinggi dan atau
instansi yang dianggap penulis berhubungan dengan masalah dalam penelitian ini
nantinya.
Jenis data yang digunakan penulis merupakan hal yang sangat erat
hubungannya dengan sumber data, karena melalui pengumpulan data ini akan
diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisa sesuai dengan yang
21
diharapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka penulis menggunakan jenis
pengumpulan data sebagai berikut :
1) Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat.
Data primer diperoleh dengan wawancara, yaitu cara memperoleh informasi
dengan bertanya langsung pada pihak-pihak yang diwawancarai terutama orang-
orang yang berwenang, mengetahui dan terkait dengan efektivitas Majelis
Pengawas Daerah Notaris dalam Mengawasi Notaris di wilajah kerja Majelis
Pengawas Daerah Notaris Bukittinggi.Dalam hal ini wawancara juga merupakan
metode data dengan jalan komunikasi yakni dengan melalui kontak atau
hubungan pribadi antara pengumpul data (pewawancara) dengan sumber data
(responden), komunikasi tersebut dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak
langsung.31
Sistem Wawancara yang di pergunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara bebas terpimpin.
2) Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang sudah diolah dan diperoleh dari penelitian
perpustakaan (library research) yang berhubungan dengan penelitian serta
sebagai pendukung data primer yang dilakukan penulis. Bahan hukum primer,
yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.32
Sumber data sekunder dalam
penelitian ini terutama bahan hukum sebagai berikut:
a) Bahan-bahan hukum primer, meliputi :
31
Rianto, Metode Penelitian Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta, 2004, hlm 72. 32
Amirudin, Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Pt. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2004, hlm 31.
22
1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
2) Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia.
3) Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia.
4) Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia.
b) Bahan-bahan Sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan
bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami
bahan hukum primer, meliputi:
1) Buku-buku yang membahas tentang pengawasan Notaris.
2) Pendapat para ahli.
3) Karya ilmiah lainnya yang terkait dengan penelitian ini.
3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang
terdiri dari kamus bahasa Indonesia dan kamus terminologi hukum. Data Tersier
ini diperoleh dari :
1. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Andalas.
2. Perpustakaan Pusat Universitas Andalas.
3. Beberapa literatur dan buku hukum yang penulis miliki.
H. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dari penelitian ini dengan 3 cara yaitu:
1. Studi kepustakaanyang merupakan langkah awal yang dilakukan oleh penulis dalam
penelitian ini.
23
2. Wawancara yang dilakukan oleh penulis berupa tanya jawab dengan narasumber
yang berkaitan dan berkompeten agar penulis mendapatkan jawaban-jawaban yang
relevan pada setiap pertanyaan yang diajukan oleh penulis.
3. Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak ditujukan
langsung kepada subjek penelitian. Dokumen yang diteliti dapat berbagai macam,
dengan menelusuri literatur-literatur dan bahan-bahan hukum yang berhubungan
dengan materi atau objek penelitian. Pengumpulan data melalui teks-teks tertulis
maupun soft-copy edition, seperti buku, ebook, artikel-artikel dalam majalah,
suratkabar, buletin, jurnal, laporan atau arsip organisasi, makalah, publikasi
pemerintah, dan lain-lain. Bahan soft-copy edition biasanya diperoleh dari sumber-
sumber internet yang dapat diakses secara online.
I. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah pengolahan data yang diperoleh baik dari penelitian pustaka
maupun penelitian lapangan. Analisa data merupakan langkah terakhir dalam suatu
kegiatan pustaka penulisan. Dalam hal ini, penulis melakukan analisa data secara
kualitatif. Terhadap data primer yang di dapat dari lapangan, terlebih dahulu diteliti
kelengkapannyadan kejelasannya untuk diklasifikasi serta dilakukan penyusunan secara
sistematis secara konsisten untuk memudahkan melakukan analisi. Data sekunder yang di
dapat dari kepustakaan dipilih serta dihimpun secara sistematis, sehingga dapat dijadikan
acuan dalam melakukan analisis. Dari hasil data penelitian pustaka maupun lapangan
dilakukan pembahasan secara deskriptif. Deskriptif adalah pemaparan hasil penelitian
dengan tujuan agar diperoleh suatu gambaran yang menyeluruh namun tetap sistematik
terutama menegenai fakta yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diajukan
dalam usulan penelitian.
24
Setelah semua data yang diperoleh terkumpul, baik data primer maupun data
sekunder maka pada tahap selanjutnya dilakukan proses pengeditan dilapangan untuk
dilakukan pengujian tentang kebenaran data yang diperoleh oleh penulis hingga pada
akhirnya data tersebut dapat disusun dengan benar dan sesuai fungsinya, uraian dan
kesimpulan dari penelitian akan dihubungkan dengan teori-teori serta aturan formal yang
telah ada sebelumnya.
J. Sistematika Penelitian
Hasil dari penelitian yang ini anakn dituangkan dalam karya ilmiah yaitu Tesis, terdiri
dari 4 (empat) bab, dengan rincian sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini dikemukakan mengenai latar belakang masalah,perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan
sistematika penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini diuraikan tinjauan umum tentang teori dan peraturan-peraturan yang
berhubungan dengan permasalahan yang dirangkum dalam tinjauan pustaka.
BAB III : PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam hal ini diuraikan mengenai hasil penelitian serta membahasnya dengan
tinjauan kepustakaan yang telah diuraikan sebelumnya.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan terhadap semua permasalahan yang telah dibahas dan
saran yang perlu untuk perbaikan mengenai permasalahan yang diteliti.
Top Related