1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini media massa semakin memiliki peranan dalam kehidupan
masyarakat. Media massa mampu menjadi alat kontrol massa yang paling utama. Hal
ini dikarenakan media massa mampu memberikan informasi yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Kata Media sendiri berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk
jamak dari medium yang secara harafiah berarti pengantar atau perantara. Selain
sebagai alat kontrol, manajemen dan inovasi masyarakat.
Menurut Harold D. Laswell (Mc Quail: 1987) media juga berfungsi sebagai :
sumber informasi (to inform) dimana media selalu memberikan informasi secepat-
cepatnya kepada masyarakat; media pendidikan (to educate) yaitu media sebagai
sarana pendidikan massa. Media memuat tulisan–tulisan yang mampu menambah
ilmu pengetahuan pembacanya; sumber penghibur (to entertain) media sebagai sarana
hiburan, dengan memuat iklan, cerita pendek, quiz, dan lain sebagainya, media sudah
memberikan hiburan bagi pembacanya. Maka tak heran jika media massa mampu
menjadi salah satu kebutuhan masyarakat saat ini.
Di Indonesia, media massa telah diakui sebagai pilar keempat kekuasaan, di
luar tiga pilar dalam trias politica. Awal masuknya media massa ke Indonesia adalah
ketika masa Penjajahan Belanda. Pada masa ini pemerintah mengeluarkan haatzai
artikelen, yaitu undang-undang yang mengancam pers apabila dianggap menerbitkan
tulisan-tulisan yang "menaburkan kebencian" terhadap pemerintah ( Abdullah, 2001
). Jadi media massa yang muncul saat itu tidak mempunyai arti secara politis dan
belum dianggap sebagai pilar keempat kekuasaan, karena cenderung pada iklan dari
segi konten.
2
Masuk masa Orde Lama, media massa digunakan sebagai alat propaganda
pencitraan kekuasaan pemerintah dan terjadi banyak pembredelan media massa.
Persyaratan untuk mendapat Surat Izin Terbit dan Surat Izin Cetak diperketat,
akibatnya banyak wartawan yang harus menulis dengan sangat berhati-hati atau
sebaliknya, wartawan menjadi tidak kritis dan hanya menulis untuk menyenangkan
penguasa. Masuk masa Orde Baru, kehidupan media massa pun mengalami
perubahan dengan sendirinya karena media massa mencerminkan situasi dan kondisi
dari kehidupan masyarakat di mana media massa itu bergerak.
Media massa sebagai sarana penerangan atau komunikasi merupakan salah
satu alat yang vital dalam proses pembangunan. Namun dibalik itu semua,
pengawasan dan pengekangan pada pers terutama dalam hal konten tetap
diberlakukan. Pemberitaan yang dianggap merugikan pemerintah harus dibredel dan
dihukum dengan dicabutannya SIUPP.
Titik kebebasan media massa mulai terasa lagi saat masuk massa reformasi.
Media massa punya hak untuk menyebarkan informasi yang bebas dari sensor melalui
bentuk media apapun. Hingga kini media diakui sebagai pilar keempat kekuasaan dan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan politik. Aktivitas media
dalam melaporkan peristiwa-peristiwa politik sangat sering memberikan dampak
yang signifikan bagi perkembangan politik itu sendiri. Dengan kata lain media saat
ini tidak hanya sebagai sumber informasi tetapi juga faktor pendorong dalam dunia
politik.
Ada beberapa aspek yang mampu membuat media massa menjadi pilar
kekuasaan. Pertama, daya jangkau media yang luas dan mampu menembus batas
geografis, sosial ekonomi satatus, umur, dan perbedaan paham. Sehingga informasi
politik yang dimediasikan bisa disebarkan seluas-luasnya dan mampu mendapat
perhatian besama di berbagai tempat dan kalangan; Kedua, kemampuan media dalam
3
melipat-gandakan pesan. Suatu peristiwa bisa dilipat-gandakan sesuai jumlah yang
ingin dicetak dan bisa diulang-ulang pemberitaannya sesuai kebutuhan, hal ini
tentunya menimbulkan dampak yang sangat besar ditengah masyarakat; Ketiga,
pemberitaan sebuah peristiwa dalam setiap media itu berbeda-beda sesuai dengan
pandangannya masing-masing. Kemampuan media ini menjadikan media salah satu
kekuatan bagi pihak-pihak yang memiliki paham yang sama dan ingin
menggunakannya; Keempat, dengan fungsi agenda setting yang dimiliki, media
mampu menyiarkan ataupun tidak menyiarkan setiap peristiwa; Kelima, pemberitaan
peristiwa oleh suatu media umumnya berkaitan dengan media lainnya sehingga
membentuk rantai informasi dan tetntu saja semakin menguatkan media dalam
membentuk opini publik.
Besarnya kekuatan media, maka secara otomatis membuat media memiliki
kekuatan untuk menggerakkan khalayak. Media dapat menciptakan dan
mengkondisikan realita atau peristiwa sesuai dengan keyakinan mereka. Lewat
pemberitaannnya media mampu membentuk interpretasi khalayak, sehingga makna
yang dihasilkan berupa sebuah opini publik. Opini publik ini yang pada akhirnya
membuat media dilihat khalayak sebagai pengadilan sebuah peristiwa yang diyakini
kebenarannya oleh khalayak.
Dalam masyarakat demokrasi seperti di Indonesia, media sadar betul akan
perannya sebagai alat kontrol sosial. Media layaknya mandor yang mengawasi
jalannya dan mengkritisi penyimpangan-penyimpangan yang ada di pemerintahan.
Juga memberitakan fenomena-fenomena yang sedang terjadi dalam masyarakat itu
sendiri. Setiap media massa, berita memiliki apa yang disebut kriteria kelayakan
berita. Selain itu, mereka juga memiliki apa yang disebut kebijakan redaksional
(editorial policy). Kriteria kelayakan berita itu bersifat umum (universal), dan tak
jauh berbeda antara satu media dengan media yang lain. Sedangkan kebijakan
4
redaksional setiap media bisa berbeda, tergantung visi dan misi atau ideologi yang
dianutnya.
Media memiliki kebebasan dalam memberitakan suatu peristiwa, Ia bebas
memilih peristiwa mana yang akan mereka ambil terlebih dahulu, informasi mana
saja akan dimasukkan dalam pemberitaan peristiwa tersebut. Ibaratnya, seorang
pelukis melihat banyak obyek yang ada dan siap untuk dilukis. Pelukislah yang
memutuskan obyek dengan angel apa yang akan dilukis. Mereka bukan cuma
memutuskan fakta-fakta apa yang dimasukkan, tetapi juga kerangka konseptual
dalam cara penempatannya.
Berita yang disajikan kepada khalayak pada dasarnya adalah suatu konstruksi
realitas, sesuatu yang di bentuk dan di kemas, bukan suatu realitas yang apa adanya
saja. Maka apa yang secara populer sering disebut sebagai ”obyektivitas” ataupun
”netralitas” dalam pemberitaan itu sebenarnya tidak benar-benar ada. Benar, bahwa
media berita terikat pada kode etik jurnalistik, yang mengharuskan kita menyajikan
fakta, bukan opini. Namun, bagaimana kerangka yang digunakan dalam membingkai
atau menempatkan jajaran fakta-fakta itu akan berpulang pada pilihan media itu
sendiri. Pilihan itu adalah yang menentukan, mau dibawa ke mana arah
pemberitaannya. Dan terkadang pembingkaian yang dilakukan oleh media terlihat
lebih menyajikan opini daripada realita.
Walaupun media massa memuat banyak berita di seluruh negeri, akan tetapi
tidak semua peristiwa dianggap penting dan dijadikan laporan utama oleh hampir
semua intitusi media massa di tanah air. Peristiwa politik yang akhir–akhir ini terlihat
diberitakan di berbagai harian Indonesia seperti Kompas, Kedaulatan Rakyat, Suara
Merdeka, Solopos, dan beberapa harian lainnya yaitu mengenai ”Penyuapan Wisma
Atlet SEA Games oleh Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazarudin.”
Sebagai peristiwa politik, kasus Nazarudin mempunyai nilai yang sangat tinggi,
karena awal kemunculan kasus ini menarik banyak perhatian juga melibatkan banyak
5
pihak di dalamnya, dan memenuhi nilai magnitude sebuah berita. Dimana peristiwa
ini mampu menarik rasa ingin tahu pembaca dan mengikuti perkembangan kasus
tersebut.
Kasus Nazarudin bermula ketika tanggal 21 April 2011, Komisi
Pemberantasan Korupsi menangkap Sekretaris Menteri Pemuda dan Olah Raga Wafid
Muharam, pejabat perusahaan rekanan Mohammad El Idris, dan perantara Mindo
Rosalina Manulang karena diduga sedang melakukan tindak pidana korupsi suap
menyuap. Penyidik KPK menemukan 3 lembar cek tunai dengan jumlah kurang lebih
sebesar Rp 3,2 milyar di lokasi penangkapan dan ketiga orang tersebut dijadikan
tersangka tindak pidana korupsi suap menyuap terkait dengan pembangunan wisma
atlet untuk SEA Games ke-26 di Palembang, Sumatera Selatan. Pada 27 April 2011
dinyatakan bahwa Mindo Rosalina adalah staf Muhammad Nazarudin, walaupun
sempat menyangkal akhirnya Nazarudin dijadikan tersangka kasus suap wisma atlit
untuk SEA GAMES ke-26. Akan tetapi Nazzarudin sudah meninggalkan Indonesia
sebelum statusnya ditetapkan menjadi tersangka. Dan melalui media massa
Nazarudin menyatakan bahwa sejumlah pejabat lain juga terlibat dalam kasus suap
tersebut. Setelah beberapa bulan menjadi buron akhirnya Nazarudin tertangkap di
Cartagena de Indias, Kolombia. Dan pada 20 April 2012 divonis 4 tahun 10 bulan
penjara.
(http://nasional.kompas.com/read/2011/05/10/1755598/Wafid.Pernah.Bertemu.Nazar
uddin.)
Dibalik perbedaan yang tampak dari pemberitaan kasus Nazarudin di setiap
media, sebenarnya ada pesan tersendiri yang ingin disampaikan masing-masing
media kepada khalayaknya. Perbedaan ini terlihat pada pemilihan sudut pandang
(angel) penulisan berita, pemilihan judul dalam isi berita pada setiap media tentu
berbeda–beda. Perbedaan tampilan foto, pemilihan bahasa, penulisan judul, pemilihan
sudut pandang dan lain-lain, merupakan cara media untuk menyampaikan sebuah
pesan kepada khalayak. Pesan tersebut adalah bentuk gambaran dari ideologi sebuah
http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pemberantasan_Korupsihttp://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pemberantasan_Korupsihttp://id.wikipedia.org/wiki/Menteri_Pemuda_dan_Olah_Raga_Republik_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Korupsihttp://id.wikipedia.org/wiki/Cekhttp://id.wikipedia.org/wiki/Tersangkahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pesta_Olahraga_Negara-Negara_Asia_Tenggara_2011http://id.wikipedia.org/wiki/Palembanghttp://id.wikipedia.org/wiki/Sumatera_Selatanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Cartagena_de_Indiashttp://id.wikipedia.org/wiki/Kolombiahttp://nasional.kompas.com/read/2011/05/10/1755598/Wafid.Pernah.Bertemu.Nazaruddinhttp://nasional.kompas.com/read/2011/05/10/1755598/Wafid.Pernah.Bertemu.Nazaruddin
6
instutisi media tersebut. Baik itu ideologi yang memang dianut oleh media tersebut
atau ideologi yang dominan berpengaruh kemudian di adopsi oleh media tersebut.
Dalam media, ideologi adalah acuan dasar dalam kebijakan redaksional media yang
kemudian tercermin dalam pemberitaannya. Hal ini dikarenakan setiap intitusi media
mempunyai kepentingan dan ideologi yang ingin disampaikan kepada khalayak
melalui pemberitaannya. Ideologi media itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Bisa dari siapa pemilik media tersebut, siapa yang menjadi sumberdana media
tersebut, dan siapa yang menjadi relasi dengan media tersebut, juga siapa segmen
media tersebut.
Karena adanya ideologi maka secara tidak langsung ideologi membentuk
frame media dalam pemberitaannya. Dan khalayak yang menjadi segmen media
tersebut akan mengikuti framing media tersebut. Ketika media memilih mana berita
yang pantas menjadi berita utama, dan mana berita yang tergolong biasa, otomatis
khalayak yang merupakan pembaca media tersebut akan mengikuti dan membentuk
pola pikir sesuai framing yang sudah di bentuk oleh media tersebut. Mereka akan
menilai bahwa berita yang di tempatkan pada halaman utama adalah berita yang
sangat penting untuk diperhatikan, sedangkan berita yang ditempatkan pada kolom
kecil adalah berita bisa yang tidak terlalu penting untuk di perhatikan.
Sejak awal pembuatan berita, mulai dari saat pemilihan sudut pandang
(angle), pembuatan question list wawancara hingga peliputan, seorang wartawan
sudah memiliki kotak pemikirannya sendiri untuk satu peristiwa yang terjadi. Dengan
kata lain berita yang disajikan oleh media massa sudah bukan hanya cerminan dari
kondisi yang sesungguhnya, namun merupakan hasil dari seleksi framing oleh insan-
insan media diredaksional suatu media. Sudah tentu pemberitaan yang diwacanakan
oleh media tersebut menjadi bias dan tidak sesuai dengan realita yang terjadi.
Sedangkan masyarakat yang membaca media tersebut sudah diarahkan sedemikian
rupa untuk mengikuti pola pikir pemberitaan media tersebut dan meyakini apa yang
disajikan oleh media itulah realita yang benar. Itulah mengapa banyak dilakukan
7
penelitian-penelitian yang menggunakan analisis framing, untuk mengontrol isi berita
di media media massa. Sehingga dapat diketahui bagaimana sebuah institusi media
massa bisa mempresentasikan berita sebagai cerminan ideologi institusi mereka dan
menunjukkan sikap media yang berfungsi sebagai media informasi. Dalam kasus
”Penyuapan Wisma Atlet SEA Games oleh mantan Bendahara Umum Partai
Demokrat Muhammad Nazarudin” ini peneliti ingin melihat bagaimana media
mengkonstruksi kasus tersebut khususnya dalam berita peradilannya. Dimana kasus
politik ini sudah berlangsung lama dan mampu menarik perhatian khalayak dari
berbagai segmen.
Harian Kompas merupakan salah satu harian yang terkemuka di Indonesia
,dengan sebaran sirkulasi hampir di seluruh Indonesia. Harian bisa di bilang
mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan pola pikir pembacanya. Harian
Kompas dan juga meliput tentang kasus ”Penyuapan Wisma Atlet SEA Games oleh
Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazarudin” dari awal kemunculan
kasus ini. Itulah alasan peneliti memilih media tersebut. Melalui analisa framing
peneliti ingin melihat bagaimana Kompas mengkontruksi ”Dugaan Penyuapan
Wisma Atlet SEA Games oleh Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad
Nazarudin”.
Karena ada berbagai kepentingan yang bermain dalam media massa selain
kepentingan ideologi antara masyarakat dan negara. Ada juga kepentingan
kapitalisme kapitalisme kepemilikan modal, dan lainnya. Kenyataan inilah yang
membuat, tanpa disadari adanya bias dalam pemberitaan sebuah harian. Bias yang
terjadi bisa berbagai macam, salah satunya adalah peradilan media. Peradilan media
disini bisa dibilang peradilan semu yang diciptakan oleh media. Sehingga dalam
pemberitaannya seolah-olah media membentuk atau mengarahkan masyarakat kepada
suatu putusan tertentu. Harian Kompas merupakan media yang kritis dalam
memberitakan sebuah peristiwa dan dinilai sebagai sebuah harian yang menyajikan
berita hangat dan terpercaya. Disini peneliti ingin melihat apakah dalam pemberitaan
8
KOMPAS terhadap kasus ”Penyuapan Wisma Atlet SEA Games oleh Bendahara
Umum Partai Demokrat Muhammad Nazarudin” , terjadi bias peradilan media atau
tidak.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang ingin diangkat dalam penelitian ini adalah :
Bagaimana kontruksi harian Kompas pada pemberitaan ”Penyuapan
Wisma Atlet SEA Games oleh mantan Bendahara Umum Partai
Demokrat Muhammad Nazarudin.”
Apakah dalam pemberitaan ”Penyuapan Wisma Atlet SEA Games oleh
mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazarudin”
terjadi bias peradilan media atau tidak.
1.3 Tujuan Penelitian
Peneliti melakukan penelitian ini dengan tujuan ingin mengetahui bagaimana
kontruksi Harian Kompas pada kasus ”Penyuapan Wisma Atlet SEA Games
oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazarudin” dan
apakah dalam pemberitaannya Kompas terdapat adanya bias peradilan media
atau tidak.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademis
9
Peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan
dan rujukan bagi penelitian komunikasi yang berkaitan dengan analisis
media, khususnya yang menggunakan metode analisis framing.
1.4.2 Manfaat Praktis
Peniliti mengharapkan hasil penelitian ini nantinya bermanfaat praktis
bagi para pelaku media, dan bisa memiliki peran kontrol dalam
pemberitaan media massa. Sehingga media massa sedapat mungkin
meminimalisasi bias dalam pemberitaannya.
1.5 Definisi Konseptual
1.5.1 Definisi Analisis Framing
Analisis framing adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui
bagaimana media mengkonstruksi sebuah peristiwa dalam
pemberitaannya.
1.5.2 Pemberitaan Nazarudin
Maksud dari pemberitaan Nazarudin adalah berita yang berkaitan
dengan kasus dugaan penyuapan wisma atlet oleh M.Nazarudin.
pemberitaan tersebut meliputi siapa saja yang terlibat, besar uang yang di
korupsi, perkembangan kasus, konflik – konflik yang terjadi di seputar
kasus. Artikel yang memuat pemberitaan Nazarudin adalah artikel yang
setidaknya memuat satu paragraf mengenai kasus Nazarudin. Disini
peneliti akan mengambil 10 berita yang dinilai mewakili kasus
Nazaruddin
10
1.5.3 Peradilan Media
Peradilan Media disini adalah salah satu bias yang terdapat dalam
pemberitaan Kompas. Disini akan dilihat apakah Kompas dalam pemberitaannya
terhadap kasus Nazaruddin terdapat bias peradilan media, atau tidak.
1.6 Batasan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode
analisis framing pada dua institusi media di Indonesia yaitu Kompas. Alasan peneliti
memilih media tersebut adalah karena Kompas memiliki massa yang konsumen yang
besar, dan media massa yang terkemuka di Indonesia. Lewat pemberitaannya,
Kompas mampu memberi peranan yang kuat dalam pembentukan opini publik. Berita
yang akan diteliti berjumlah 10 berita yang diambil dari Harian Kompas edisi Juli
2011 samapai April 2012. 10 berita yang di teliti adalah berita yang penting dan
mewakili kasus Nazaruddin. Berita tersebut meliputi ditetapkannya Nazaruddin
sebagai tersangka, ditangkap dan dipulangkannya Nazarudin ke Indonesia, Nazarudin
mulai di adili, Nazaruddin di vonis hukuman penjara.
Pemberitaan yang akan diteliti meliputi teks berita yang menjadi berita utama
pada halaman pertama pada harian Kompas. Lebih lanjut, objek yang akan diteliti
dimasukkan dalam kriteria sebagai berikut:
Teks Berita
Teks berita disini difokuskan pada headline, pada hakikatnya
headline merupakan intisari dari berita. Dibuat dalam satu atau dua
kalimat pendek, namun cukup memberitahukan persoalan pokok peristiwa
yang diberitakannya.karena berita yang disajikan itu banyak dan masing-
masing berita harus bisa diminati dan dinikmati pembaca, pendengar atau
11
penontonnya maka headline pun dibuat tidak seragam. Diusahakan agar
masing-masing berita dapat ditonjolkan lain dari yang lainnya.
Selain mempunyai pengertian sebagai intisari dari berita atau judul
berita, headline juga memiliki pengertian sebagai berita yang menjadi
laporan utama, yang letaknya pada halaman paling depan, dan judulnya
dicetak lebih besar daripada kerangka ceritanya yang nantinya
menentukan minat khalayak untuk membaca atau tidak. (Itule &
Anderson, 2003 )
Variasi penyajian headline dilakukan agar khalayak tertarik untuk
menikmati pemberitaannya. Dengan kata lain headline pun berfungsi
untuk memanggil khalayak agar mau membaca ataupun mendengarnya.
Analisa yang yang dipakai adalah analisa framing Robert N. Entman yang
mencakup :
Problem Identification adalah bagaimana suatu peristiwa itu
dilihat?, sebagai apa? Atau sebagai masalah apa? Dalam
penelitian ini dilihat bagaimana pemaknaan KOMPAS terhadap
kasus Nazaruddin
Causal Interpretation adalah bagaimana pristiwa itu dilihat
disebabkan oleh apa? Siapa (aktor) yang dianggap sebagai
penyebab masalah. Dalam penelitian ini dilihat siapa aktor/orang
yang menyebabkan masalah
Moral Evaluation adalah bagaimana nilai moral yang dipakai
untuk menyajikan masalah. Dalam penelitian ini melihat
bagaimana nilai moral yang diberikan KOMPAS untuk kasus
Nazaruddin
12
Treatment recomendation adalah penyelesaian apa yang
ditawarkan untuk mengatasi masalah. Dalam penelitian ini dilhat
bagaimana penyelesaian yang ditawarkan KOMPAS dalam
kasus Nazaruddin
Dalam penelitian ini, peneliti hanya menganalisa bagaimana KOMPAS
mengkostruksi kasus Nazaruddin dan melihat apakah KOMPAS dalam pemberitaan
kasus ”Penyuapan Wisma Atlet SEA Games oleh mantan Bendahara Umum Partai
Demokrat Muhammad Nazarudin” terdapat bias peradilan media atau tidak.
Top Related