BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar (milieu
exterior) dan sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa darah dan cairan
tubuh lainnya. Cairan dalam tubuh, termasuk darah, meliputi lebih kurang 60% dari total
berat badan laki-laki dewasa. Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat makanan dan ion-ion
yang diperlukan oleh sel untuk hidup, berkembang dan menjalankan tugasnya.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik sangat dipengaruhi oleh
lingkungan di sekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk mempertahankan keadaan
normal disebut homeostasis. Homeostasis ini bergantung pada kemampuan tubuh
mempertahankan keseimbangan antara subtansi-subtansi yang ada di milieu interior.
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu:
volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ektrasel. Ginjal mengontrol volume cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas
cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan
keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan urine sesuai kebutuhan untuk
mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan
mengatur keluaran ion hidrogen dan ion karbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain
ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan
mengekskresikan ion hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimi dalam cairan
tubuh.
Dalam kehidupan sehari – hari, senyawa asam dan basah dapat dengan mudah
dijumpai. Mulai dari makanan, minuman, tubuh manusia, hewan hingga suku cadang
kendaraan bermotor. Minuman ringan mengandung asam karbonat. Lambung manusia
mengandung asam klorida yang berguna untuk membunuh kuman dalam tubuh.
Beberapa produk rumah tangga yang mengandung basa. Contohnya; (1) sabun, (2)
deterjen, dan (3) pembersih peralatan rumah tangga.
Syok yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang menyebabkan perfusi
jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan membuang sisa
metabolisme atau suatu perfusi jaringan yang kurang sempurna. Semua jenis syok dapat
terjadi pada pasien trauma dan yang tersering adalah syok hipovolemik karena
perdarahan. Syok kardiogenik juga bisa terjadi pada pasien-pasien yang mengalami
trauma di atas diafragma dan syok neurogenik dapat disebabkan oleh trauma pada sistem
saraf pusat serta medula spinalis.
Syok sulit di definisikan, Hal ini berhubungan dengan sindrom klinik yang di
namis, yang di tandai dengan perubahan sehubungan penurunan sirkulasi volume darah
yang menyebabkan ketidaksadaran jika tidak di tangani dapat menyebabkan kematian.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses perubahan cairan tubuh pada gangguan hipovolemi dan
hipervolemi?
2. Bagaimana proses perubahan elektrolit tubuh pada gangguan senyawa Natrium (Na)
dan Kalium (K)?
3. Bagaimana proses perubahan asam basa tubuh pada gangguan asidosis dan alkolosis?
4. Bagaimana proses terjadinya syok pada gangguan hipovolemi dan kardiogemik?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui proses perubahan cairan tubuh pada gangguan hipovolemi dan
hipervolemi.
2. Mengetahui proses perubahan elektrolit tubuh pada gangguan senyawa Natrium (Na)
dan Kalium (K)
3. Mengetahui proses perubahan asam basa tubuh pada gangguan asidosis dan alkolosis.
4. Mengetahui proses terjadinya syok pada gangguan hipovolemi dan kardiogemik.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Memberi gambaran mengenai proses perubahan cairan, elektrolit dan asam basa pada
tubuh dengan berbagai gangguan.
2. Memberi gambaran mengenai proses terjadinya syok.
3. Memasyarakatkan mengenai berbagai gangguan-gangguan tubuh pada proses
perubahan tubuh.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gangguan Kebutuhan Cairan
2.1.1 Hipovolemi (kekurangan volume cairan ekstraseluler)
2.1.1.1 Definisi
Kehilangan cairan tubuh isotonik, yang disertai kehilangan natrium
dan air dalam jumlah yang relatif sama. Kekurangan volume isotonik
seringkali disalah artikan sebagai dehidrasi, istilah yang seharusnya hanya
dipakai untuk kehilangan air murni relatif yang mengakibatkan
hipernatremia.
2.1.1.2 Penyebab
2.1.1.2.1 Kehilangan dari luar ginjal
1. Kehilangan melalui saluran cerna
a) Lambung: muntah; penyedotan gastrointestinal
b) Usus halus: diare; ileostomi dan fistula pankreas atau biliar
2. Kehilangan melalui kulit
a) Diaoresis (berkeringat)
b) Luka bakar yang luas (hilang melalui penguapan)
3. Kehilangam melalui ruang ketiga
a) Obstruksi usus
b) Peritonitis
c) Luka bakar yang berat
d) Asites
e) Pankreatitis
f) Eusi pleura
g) Cedera remuk atau raktur paha
h) Hipoalbuminemia
4. Kehilangan melalui ginjal (poliuria)
a) Penyebab instrinsik dari ginjal
Penyakit ginjal
1. Nefritis boros garam
2. Ase diuresis gagal ginjal akut
b) Penyebab dari luar ginjal
2.1.1.2.2 Kelebihan pemakaian diuretik
1. Diuresis osmotik
a) Glikosuria diabetik
b) Hiperalimentasi enteral atau parinteral
c) Pengobatan dengan manitol
2. Kekurangan aldosteron
a) Penyakit addison
b) Hipoaldosteronisme
2.1.1.3 Patogenesis
Kekurangan volume cairan yang umum terjadi pada berbagai keadaan
dalam klinik. Hampir selalu berkaitan dengan kehilangan cairan tubuh
melalui ginjal atau di luar ginjal. Penurunan volume cairan lebih cepat
terjadi jika kehilangan cairan tubuh yang abnormal disertai dengan
penurunan asupan karena alasan apa saja.
Penyebab tersering kekurangan volume cairan isotonik adalah
kehilangan sebagian dari sekresi saluran cerna (total 8 L/hari). Hal ini dapat
terjadi pada muntah yang berkepanjangan, penyedota nasogastrik, diare
berat, istula, atau perdarahan. Kekurangan volume seperti diatas sering
disertai alkalosis dan hipokalemia. Kehilangan sekresi saluran cerna bagian
bawah, yang mengandung banyak bikarbonat selain natium dan kalium,
sering mengakibatkan kekurangan volume cairan yang disertai asidosis
metabolik dan hipokalemia.
Penyebab-penyebab kekurangan volume cairan lain yang juga sering
terjadi adalah tersimpannya cairan pada cedera jaringan lunak, luka bakar
berat, peritonitis atau obstruksi saluran cerna. Yang dimaksud adalah
distribusi cairan yang hilang ke ruang tertentu dimana tidak mudah terjadi
pertukaran dengan ECF. Penumpukan volume cairan yang cepat dan
banyak pada ruang-ruang seperti itu berasal dari volume ECF sehingga
dapat mengurangi volume sirkulasi darah eektif. Contohnya, dalam keadaan
obstruksi usus dapat terjadi penimbunan 5-10 L cairan; pada keadaan
peritonitis akut 4-6 L cairan dapat tertimbun pada rongga peritoneal;
beberapa liter cairan dapat tertimbun pada ruang interstisial selama 48-72
jam pertama setelah terjadi luka bakar yang berat (Rose, 1989).
2.1.1.4 Tanda dan gejala klinis
1. Lesu, lemah, dan lemas (awal)
2. Anoreksia
3. Haus
4. Hipotensi ortostatik
5. Takikardia
6. Pusing, sinkop
7. Tingkat kesadaran yang berubah
8. Penurunan suhu tubuh, kecuali jika ada infeksi
9. Ekstremitas dingin
10. Waktu pengisian vena-vena tangan yang memanjang
11. Vena jugularis mendatar
12. Penurunan tekanan vena sentral
13. Mukosa mulut kering
14. Lidah kering, terbelah-belah (normal, hanya ada 1 alur longitudinal di
garis tengah)
15. Turgor kulit buruk
16. Oliguria
17. Penurunan berat badan yang cepat
2.1.2 Hipervolemi (kelebihan volume cairan ekstraseluler)
2.1.2.1 Definisi
Dapat terjadi jika natrium dan air kedua-duanya tertahan dengan
proporsi cairan yang kira-kira sama. Dengan terkumpulnya cairan isotonik
yang berlebihan pada ECF (hipervolemia), maka cairan akan berpindah ke
kompartemen cairan interstisial sehingga menyebabkan edema. Kelebihan
volume cairan selalu terjadi sekunder dari peningkatan kadar natrium tubuh
total yang akan mengakibatkan retensi air.
2.1.2.2 Penyebab
2.1.2.2.1 Mekanisme pengaturan yang berbeda
1. Gagal jantung kongestif
2. Sirosis hati
3. Sindrom nefrotik
4. Gagal ginjal
5. Sindrom Cushing; terapi kortikosteroid
6. Kelaparan (hipoalbumenia)
7. Infus larutan garam intravena secara cepat
2.1.2.3 Patogenesis
Edema adalah penumpukan cairan interstisial yang berlebihan. Edema
dapat terlokalisir (seperti pada inflamasi setempat dan obstruksi) atau
generalisata (seluruh tubuh), sehingga cairan interstisial tertimbun pada
hampir semua jaringan tubuh. Penyebab edema selalu berkaitan dnegan
perubahan kekuatan pada hukum Starling yang mengatur distribusi cairan
antara kapiler dan ruangan interstisial. Dengan demikian, edema dapat
timbul karena tekanan hidrostatik kapiler yang meningkat, tekanan osmotik
koloid yang menirmbun, permeabilitas kapiler yang meningkat, atau
obstruksi aliran limatik.
Timbulnya edema generalisata menunjukkan adanya gangguan pada
pengaturan normal dari ECF. Tiga keadaan yang paling sering
mengakibatkan edema generalisata adalah: gagal jantung kongestif, sirosis
hati, dan sindrom nefrotik. Retensi natrium oleh ginjal yang menyebabkan
edema terjadi melalui satu atau dua mekanisme utama: respon terhadap
berkurangnya volume sirkulasi efektif atau disfungsi ginjal primer.
Berbeda dengan mekanisme-mekanisme edema diatas, edema yang
terjadi pada gagal ginjal lanjut merupakan akibat kerusakan intrinsik dan
fungsi ekskresi ginjal. Keadaan lain yang disertai kelebihan ECF adalah
sindrom Cushing atau terapi kortikosteroid di mana terjadi peningkatan
aktivitas aldosteron. Kelaparan yang mengakibatkan hipoproteinemia dapat
juga menyebabkan edema. Akhirnya, pemberian larutan garam intravena
secara cepat juga dapat mengakibatkan hipervolemia.
2.1.2.4 Tanda dan gejala klinis
1. Distensi vena jugularis
2. Peningkatan CVP
3. Peningkatan tekanan darah
4. Denyut nadi penuh, kuat
5. Melambatnya waktu pengosongan vena-vena tangan
6. Edema perifer dan periorbita
7. Asites
8. Efusi pleura
9. Edema paru akut
10. Penambahan berat badan secara cepat
2.2 Gangguan Kebutuhan Elektrolit
2.2.1 Hiponatremia
2.2.1.1 Definisi
Keadaan dimana kadar natrium serum kurang dari 135 mEq/L
(kadar natrium serum normal, 140 ± 5 mEq/L), yang dapat disebabkan
oleh dua mekanisme primer: retensi air atau kehilangan natrium.
Hiponatremia menunjukkan bahwa cairan tubuh di encerkan dengan
kelebihan air yang relative terhadap zat terlarut total.
2.2.1.2 Penyebab
1. Pengobatan diuretic dengan diet rendah garam yang berkepanjangan
2. Kehilangan melalui saluran cerna yang belebihan (muntah, diare,
penyedotan nasogastrik, pemberian es berlebihan pada pasien dengan
penyedotan nasogastrik)
3. Penggantian cairan tubuh yang hilang hanya dengan air atau cairan
bebas natrium lainnya (seperti pada diaphoresis, perdarahan, atau
transudasi ruang ke-tiga)
4. Gagal ginjal dengan gangguan kemampuan untuk menyimpan
natrium jika diperlukan
5. Defisiensi adrenal (penyakit Addison)
2.2.1.3 Patogenesis
Hiponatremia yang disertai kehilangan natrium disebut depletional
hyponatremia (hiponatremia kekurangan) dan ditandai dengan
berkurangnya volume ECF. Hiponatremia yang disebabkan oleh
kelebihan air disebut dilutonial hyponatremia (hiponatremia
pengenceran) atau keracunan air dan ditandai dengan bertambahnya
volume ECF.
Kehilangan natrium yang mengakibatkan depletional hyponatremia
dapat disebabkan oleh mekanisme ginjal dan non ginjal. Mekanisme
hiponatremia tipe kehilangan natrium (sodium loss) berlangsung dalam
dua tahap. Pertama, kehilangan natrium menurunkan rasio Na:H2O.
Kedua, dan yang terjadi tidak langsung, kehilangan natrium
mengakibatkan berkurangnya volume ECF dengan akibat pelepasan
hormone antidiuretik (ADH) dari hipofisis posterior. ADH juga
merangsang perasaan haus (harus ada pemasukan air untuk terjadinya
hipoosmolalitas).
Dilutional hyponatremia (kelebihan air) sering terjadi pada pasien
dengan kelainan ekskresi air bebas sementara asupan berjalan terus,
khususnya cairan hipotonik. Sebab-sebab lain dilutional hyponatremi
aadalah gagal ginjal yang disertai gangguan kemampuan pengenceran
kemih dan pemakaian diuretic yang berlebihan.
Yang terakhir, dilutional hyponatremia terjadi jika sejumlah besar
air yang memasuki paru-paru dan cepat diabsorbsi kedalam
kompartemen intravascular, misalnya pada keadaan tenggelam dalam air
tawar.
2.2.1.4 Tanda dan gejala klinis
1. Anoreksia
2. Rasa pengecap terganggu
3. Kejang otot
4. Sakit kepala, perubahan kepribadian
5. Lemah dan lemas
6. Mual dan muntah
7. Kejang abdomal
8. Kejang dan koma
9. Tidak ada atau berkurangnya refleks-refleks
10. Tanda babinski
11. Edema papil
12. Edema bekas jari di atas sternum
2.2.2 Hipernatremia
2.2.2.1 Definisi
Keadaan dimana kadar natrium serum lebih tinggi dari 145 mEq/L.
Keadaan ini selalu berkaitan dengan hiperosmolalitas karena garam
natrium merupakan penentu utama dari osmolalitas plasma. Peninggian
osmolalitas serum menyebabkan air berpindah dari ICF ke ECF,
sehingga terjadi dehidrasi dan pengkerutan sel. Sebab-sebab dasarnya
adalah kehilangan air yang melebihi kehilangan natrium, atau
pertambahan natrium yang melampaui pertambahan air.
2.2.2.2 Penyebab
2.2.2.2.1Asupan air yang tidak cukup
1. Tidak dapat merasakan atau berespon terhadap rasa haus
(misalnya, keadaan koma, kebingungan)
2. Tidak ada asupan melalui mulut dan rumatan IV tidak
mencukupi
3. Tidak dapat menelan (misalnya, pada gangguan pembuluh
darah otak)
2.2.2.2.2Kehilangan air yang berlebihan
1. Dari luar ginjal
a) Demam dan/atau diaforesis
b) Luka bakar
c) Hiperventilasi
d) Pemakaian respirator yang lama
e) Diare berair
2. Ginjal
a) Diabetes insipidus (sentral, nefrogenik)
b) Diuresis osmotik
2.2.2.2.3Bertambahnya natrium
1. Tenggelam di laut
2. Pemberian garam natrium IV yang berlebihan
3. Penggantian tak sengaja gula dengan garam pada susu
formula bayi
4. Aborsi terapeutik dimana terjadi masuknya larutan garam
hipertonik yang tidak sengaja
2.2.2.3 Patogenesis
Mekanisme perlindungan utama terhadap hipernatremia adalah
rasa haus, dan penyimpanan air oleh ginjal yang dirangsang oleh ADH
bilamana terjadi peningkatan kadar zat terlarut atau natrium dalam
serum. Hipernatremia jarang terjadi, kecuali jika ada gangguan dalam
asupan air yang disertai kehilangan cairan hipotonik. Kehilangan air
melalui saluran pernafasan dan kulit (cairan hipotonik) normal kurang
dari 1 L/hari.
Hipernatremia yang disebabkan oleh kelebihan natrium secara
mutlak lebih jarang terjadi daripada yang disebabkan oleh berkurangnya
air. Beberapa contoh dimana terjadi asupan natrium melalui paru-paru,
intravena, atau melalui mulut adalah tenggelam dalam air laut (larutan
garam hipertonik), pemberian larutan garam IV, dan kecelakaan dimana
sejumlah besar garam tertelan.
Hipernatremia dapat disertai normovolemia (biasanya disebabkan
oleh kehilangan air yang tak disadari), hipovolemia (kehilangan air
melampaui natrium), dan hipovolemia (penambahan natrium yang relatif
lebih besar daripada air).
2.2.2.4 Tanda dan gejala klinis
1. Neurologic
2. Haus
3. Meningkatnya suhu tubuh
4. Kulit yang merah panas
5. Selaput lendir mulut kering dan lengket
6. Lidah kasar, merah, dan kering
2.2.3 Hipokalemia
2.2.3.1 Definisi
Keadaan dimana kadar kalium serum kurang dari 3,5 mEq/L.
Karena hanya 2% dari kalium tubuh berada dalam ECF, maka nilai K+
serum tidak selalu mencerminkan kalium tubuh total. Lagi pula, seperti
yang sudah dibicarakan sebelumnya, pH darah mempengaruhi K+ serum.
Untuk setiap penurunan pH 0,1 unit, K+ serum meningkat sebanyak 0,5
mEq/L; tiap peningkatan pH 0,1 unit, K+ serum menurun sebanyak 0,5
mEq/L.
2.2.3.2 Penyebab
2.2.3.2.1 Asupan K+ dari makanan yang menurun
1. Pasien sakit berat yang tidak dapat makan minum melalui
mulut dalam ebberapa hari tanpa diberi K+ tambahan dalam
cairan infusnya
2. Kelaparan, makan hanya roti panggang dan teh
3. Alkoholisme
2.2.3.2.2 Kehilangan melalui saluran cerna
1. Muntah yang berkepanjangan
2. Diare, penyalahgunaan laksatif
3. Ileostomi, fistula
4. Adenoma vilosa kolon
2.2.3.2.3 Kehilangan melalui ginjal
1. Obat-obat diuretik (tiazid, furosemid)
2. Beberapa penyakit ginjal
3. Asidosis diabetik yang berakibat diuresis osmotik
4. Tahap penyembuhan dari luka bakar yang berlebihan
5. Efek mineralokortikoid yang berlebihan
6. Antibiotik (karbenisilin, aminoglikosida)
7. Penurunan magnesium
2.2.3.2.4 Kehilangan yang meningkat melalui keringat pada udara panas
Orang yang berkeringat banyak karena penyesuaian
terhadap panas
2.2.3.3 Patogenesis
Hipokalemia sedang dapat disebabkan hanya oleh karena
kekurangan asupan kalium dalam makanan sehari-hari atau dapat juga
disertai kekurangan melalui saluran cerna atau ginjal. Contohnya, orang
tua yang hanya makan roti panggang dan teh, hanya sedikit asupan
kaliumnya.
Ginjal dapat merupakan tempat utama kehilangan kalium. Diuretik
adalah penyebab yang paling sering dari hipokalemia. Beberapa
antibiotik seperti karbesilin, dapat menyebabkan hipokalemia dengan
bekerja sebagai anion dan meningkatkan ekskresi kalium.
Dalam keadaan normal, hanya sejumlah kecil dari kalium yang
hilang melalui keringat. Tapi kadar kalium dalam keringat dapat
meningkat pada orang yaang berada dalam lingkungan yang panas.
Beberapa liter cairan per hari dapat hilang pada orang yang berlatih
dalam lingkungan yang panas. Hipokalemia dalam keadaan demikian
bisa terjadi jika tidak disertai asupan kalium yang cukup.
2.2.3.4 Tanda dan gejala klinis
1. Susunan saraf pusat dan neuromuscular (gejala awal tidak jelas)
2. Pernafasan (otot-otot pernafasan lemah, nafas dangkal)
3. Saluran cerna (menurunnya mobilitas usus besar)
4. Kardiovaskular (distrimia, khususnya jika memakai digitalis dan ada
penyakit jantung)
5. Ginjal (kelainan pemekatan)
2.2.4 Hiperkalemia
2.2.4.1 Definisi
Keadaan dimana kadar kalium serum lebih atau sama dengan 5,5
mEq/L. Hiperkalemia akut adalah keadaan gawat medik yang perlu
segera dikenali dan ditangani untuk menghindari distrimia dan henti
jantung yang fatal.
2.2.4.2 Penyebab
1. Singkirkan pseudohiperkalemia
Teknik pengambilan darah vena yang jelek; lisis sel darah
2. Ekskresi K+ yang tidak memadal
a) Gagal ginjal (akut dan kronik)
b) Insufisiensi adrenal
c) Diuretik Hemat Kalium
3. Berpindahnya K+ keluar dari sel menuju ECF
a) Asidosis Metabolik (seperti pada gagal ginjal)
b) Kerusakan jaringan (seperti luka bakar yang luas, cedera remuk
yang berat, perdarahan internal)
4. Asupan yang berlebihan
a) Pemberian cepat larutan infus IV yang mengandung kalium
b) Pemberian cepat transfusi darah yang disimpan
c) Makan pengganti garam pada pasien-pasien gagal ginjal
2.2.4.3 Patogenesis
Hiperkalemia dapat disebabkan oleh ekskresi yang tidak memadai,
redistribusi kalium dalam tubuh, dan asupan berlebihan. Penyebab paling
sering dari hiperkalemia adalah ekskresi melalui ginjal yang tak
memadai. Tetapi hiperkalemia baru akan terjadi pada gagal ginjal kronik
tahap akhir, kecuali jika pasien sengaja diberi beban kalium berlebihan.
Pada akhirnya, kita harus bisa menetapkan terjadinya
hiperkalemia. Pada hipokalemia, ada korelasi kasar antara cadangan
kalium tubuh total dengan kalium serum, tetapi korelasi demikian tidak
terdapat antara kalium tubuh total dan kalium serum pada hiperkalemia.
2.2.4.4 Tanda dan gejala klinis
1. Neuromuscular (kelemahan otot yang tidak begitu kentara)
2. Saluran cerna (mual, diare, kolik usus)
3. Ginjal (oliguria yang berlanjut menjadi anuria)
4. Kardiovaskular (disritmia jantung, bradikardia, blok jantung komplit,
fibrilasi ventrikel atau henti jantung)
2.3 Gangguan Kebutuhan Asam Basa
2.3.1 Asidosis Metabolik
2.3.1.1 Definisi
Gangguan sistemik yang ditandai dengan penurunan primer dari
kadar bikarbonat plasma, sehingga terjadi penurunan pH (peningkatan
[H+]). HCO3 ECF adalah 22 mEq/L dan pH 7,35. Kompensasi
pernapasan akan segera dimulai untuk menurunkan PaCO2 melalui
hiperventilasi sehingga asidosis metabolik jarang terjadi secara akut.
2.3.1.2 Penyebab
2.3.1.2.1 Selisih anion normal (hiperkloremik)
1. Kehilangan bikarbonat
a) Kehilangan melalui saluran cerna
b) Diare
c) Ileostomi; fistula pankreas, kantong empedu atau usus
halus
2. Kehilangan melalui ginjal
a) Asidosis tubulus proksimal ginjal (RTA)
b) Inhibitor karbonik anhiderase
c) Hipoaldosteronisme
3. Peningkatan beban asam
4. Lain-lain
Pemberian IV larutan garam secara cepat
2.3.1.2.2 Selisih anion meningkat
1. Peningkatsn produksi asam
2. Menelan substansi toksik
3. Kegagalan ekskresi asam
2.3.1.3 Patogenesis
Sebab dariasidosis metabolik umumnya dibagi dalam dua
kelompok berdasarkan apakah selisih anionnormal atau meningkat.
Seperti telah dijelaskan, selisih anion dihitung dengan mengurangi kadar
Na+¿¿ dengan jumlah kadar CI−¿¿ dan HCO3- plasma. Jika asidosis
disebabkan oleh kehilangan bikarbonat (seperti pada diare), atau
bertambahnya asam klorida (contohnya pada pemberian amonium
klorida), maka selisih anion akan normal.
Keadaan – keadaan yang berhubungan dengan asidosis metabolik
dengan selisih anion tinggi. Keadaan yang paling sering adalah shock
atau perfusi jaringan yang tidak memadai karena berbagai sebab,
sehingga menyebabkan penumpukan banyak asam laktat.
2.3.1.4 Tanda dan gejala klinis
Gejala Asidosis Metabolik Tidak jelas dan asimptomatis
Kardiovaskuler: disritmia, penurunan kontraksi jantung, vasodilatasi
perifer dan serebral Neurologis: letargi, stupor, koma Pernafasan:
hiperventilasi (Kussmal) Perubahan fungsi tulang: osteodistrofi ginjal
(dewasa) dan retardasi pada anak.
2.3.2 Asidosis respiratorik
2.3.2.1 Definisi
Peningkatan primer dari PaCo2 (hiperkapnea), sehingga terjadi
penurunan pH : PaCo2 > 45 mmHg dan pH > 35. Kompensasi ginjal
mengakibatkan peningkatan HCO3- serum. Asedosis respiratorik dapat
timbul secara akut atau kronik. Hiposekmia (PaO2 rendah) selalu
menyertai asidosis respiratorik jika pasien bernafas dalam udara ruangan.
2.3.2.2 Penyebab
1. Hambatan pada pusat pernafasan di medula oblongata
a) Obat – obatan : kelebihan dosis opiat, sedatif, anastetik (akut).
b) Terapi oksigen pada hiperkapnea kronik.
c) Henti jantung (akut).
d) Apnea saat tidur.
2. Gangguan otot – otot pernafasan dan dinding dada
a) Penyakit neuromuskular
b) Deformitas rongga dada.
c) Obesitas yang berlebihan.
d) Cedera dinding dada seperti patah tulang – tulang iga.
3. Gangguan pertukaran gas
a) Tahap akhir penyakit paru intrinsik yang difus.
b) Pneumonia atau asma yang berat.
c) Edema paru akut.
d) Pneumotorak
4. Obstruksi saluran nafas atas akut.
a) Aspirasi benda asing atau muntah.
b) Laringospasme atau edema laring, bronkospasme berat
2.3.2.3 Patogenesis
Sebab mendasar dari asidosis respiratorik adalah hipoventilasi
alveolar, istilah yang sebenarnya berarti sama dengan penumpukan CO2.
Dalam keadaan normal, 15.000 – 20.000 mmol CO2 diproduksi setiap hari
oleh jaringan melalui metabolisme dan dikeluarkan oleh paru – paru.
Penumpukan CO2 hampir selalu disebabkan oleh hambatan pada
kecepatan ventilasi alveolar dan jarang disebabkan oleh produksi CO2
yang berlebihan akibat hipermetabolisme. Asidosi respiratorik akut
umumnya timbul akibat obstruksi akut saluran nafas seperti pada
laringospasme, aspirasi benda asing, atau depresi susunan saraf pusat pada
pusat pernafasan di medula oblongata seperti pada kelebihan dosis
barbiturat atau narkosis. Sampai sejauh ini, sebab tersering dari asidosis
respiratori kronik adalah emfisema dan bronkitis. Pada pasien – pasien
demikian, gagal pernafasan akut sering kali menunggangi retensi CO2
kronik jika terjadi bronkitis akut sekunder dari infeksi bakteri atau virus
pada paru – paru.
Berbeda dengan sasidosis respiratorik akut, maka asidosis respiratori
kronik sangat baik dikompensasi karena tersedia cukup waktu bagi ginjal
untuk melakukan mekanisme kompensasi. Oleh karena itu, pasien dengan
asidosik respiratorik yang relatif terkompensasi dengan baik seperti
terbukti dari pH yang mendekati normal tidak boleh ditangani dengan
terlalu terburu – buru.
2.3.2.4 Tanda dan gejala klinis
Gejala Asidosis Respiratorik Tidak spesifik Hipoksemia (dominan)
→ asidosis respiratorik akut akibat obstruksi nafas Somnolen progresif,
koma → asidosis respiratorik kronis Vasodilatasi serebral →
meningkatkan ICV → papiledema dan pusing
2.3.3 Alkalosis Metabolik
2.3.3.1 Definisi
Gangguan sistemik yang ditandai dengan peningkatan primer dari
kadar bikarbonat plasma, sehingga terjadi peningkatan pH (penurunan dari
[H+]). HCO3 ECF 26 mEq/L dan pH 7,54. Alkalosis metabolic sering
disertai berkurangnya volume ECF dan hypokalemia. kompensasi
pernafasan berupa peningkatan PaCO2 dengan hipoventilaso; akan tetapi
tingkat hipoventilasi adalah terbatas karena pernafasan terus berjalan oleh
dorongan hipoksia.
2.3.3.2 Penyebab
1. Kehilangan H+ dari ECF
a) Kehilangan melalui saluran cerna (berkurangnya volume ECF)
b) Kehilangan melalui ginjal
2. Retensi HCO3
a) Pemberian natrium bikarbonat berlebihan
b) Sindrom susu-alkali (antasida, susu, natrium bikarbonat)
c) Darah simpan (sitrat) yang banyak (> 8 unit)
d) Alkalosis metabolic hiperkapnia (setelah koreksi pada asidosis
respiratorik kronik)
3. Asidosis metabolic yang resisten terhadap klorida
Biasanya tidak disertai penurunan volume ECF
2.3.3.3 Patogenesis
Patogenesis alkalosis metabolic paling baik dipahami dengan
memperhatikan ketiga tahapannya, yaitu: saat timbul, bertahan, dan
pemulihan. Timbulnya Alkalosis metabolik disebabkan kehilangan H+
tubuh yang berakibat meningginya HCO3 ECF (atau akibat penambahan
HCO3 eksogen).
Alkalosis metabolic umumnya diawali dengan muntah atau
penyedotan nasogastrik, yang mengakibatkan kelhilangan cairan kaya
klorida (HCl) dan berkurangnya HCO3. KCl, NaCl, dan air juga turut
hilang. Akibatnya, terjadi peningkatan HCO3 serum, penurunan kalium,
dan berkurangnya volume cairan.
Akibat dari peningkatan sekresi H+ adalah paradox antara kemih
yang asam pada keadaan alkalosis. Aldosteron juga merangsang ekskresi
K+ . penurunan K+, akhirnya akan menambah ekskresi H+, mempercepat
reabsorbsi HCO3. Singkatnya, penurunan CI, penurunan volume cairan,
hiperaldosteronisme, dan penurunan K+ semuanya ikut berperan dalam
bertahannya alkalosis metabolic.
2.3.3.4 Tanda dan gejala
1. Gejala dan tanda tidak spesifik
2. Kejang dan kelemahan otot → akibat hipokalemia dan dehidrasi
3. Disritmia jantung, kelainan EKG → hipokalemi
4. Parestesia, kejang otot → hipokalsemia
2.3.4 Alkalosis Respiratorik
2.3.4.1 Definisi
Penurunan primer dari PaCO2 (hipokapnea), sehingga terjadi
penurunan ph. PaCO2 < 35 mmHg dan ph >7,45. Kompensasi ginjal
berupa penurunan eksresi H+ dengan akibat lebih sedikit absorbsi HCO3.
Penurunan HCO3 serum berbeda-beda, tergantung apakah keadaanya akut
atau kronik.
2.3.4.2 Penyebab
1. Perangsangan sentral terhadap pernafasan
a) Hiperventilasi psikogenik yang disebabkan oleh stress emosional
b) Keadaan hipermetabolik : demam, tirotoksikosis
c) Gangguan susunan saraf pusat
d) Cedera kepala atau gangguan pembuluh darah otak
e) Tumor otak
f) Intoksikasi salisilat
g) Hipoksia
h) Pneumonia, asma, edema paru
i) Gagal jantung kongestif
j) Fibrosis paru
k) Tinggal ditempat yang tinggi
2. Mekanisme yang belum jelas
a) Sepsis gram negative
b) Sirosis hepatis
c) Latihan fisik
2.3.4.3 Patogenesis
Sebab dasar dari alkalosis respiratorik adalah hiperventilasi alveolar
atau ekskresi CO2 yang berlebihan pada udara ekspirasi. Hiperventilasi
tidak boleh dikacaukan dengan peningkatan frekuensi pernafasan
(takipnea), yang dapat atau tidak menyertai hiperventilasi. Hiperventilasi
dapat terjadi pada frekuensi pernafasan normal jika tidak volume
meningkat. Hiperventilasi hanya dapat ditentukan melalui penurunan
PaCO2. Alkalosis respiratorik mungkin merupakan gangguan
keseimbangan asam-basa yang paling sering terjadi.
Alkalosis respiratorik sering terjadi pada sepsis garam negative dan
sirosis hati. Akhirnya, meskipun hiperpnea merupakan respon
penyesuaian terhadap kebutuhan oksigen yang meningkat selama latihan
fisik, tapi kadang-kadang dapat juga menimbulkan alkalosis respiratorik
sementara.
2.3.4.4 Tanda dan gejala klinis
1. Hiperventilasi (kadar gas, frekuensi nafas)
2. Menguap, mendesak, merasa sulit bernafas
3. Kecemasan: mulut kering, palpitasi, keletihan, telapak tangan dan kaki
dingin dan berkeringat
4. Parastesia, otot berkedut, tetani
5. Vasokontriksi serebal → hipoksia cerebral → kepala dingin dan sulit
konsentrasi
2.4 Proses terjadinya syok
2.4.1 Syok Hipovolemi
2.4.1.1 Definisi
Syok hipovolemi atau status syok akibat dari kehilangan volume
cairan sirkulasi ( penurunan volume darah) dapat diakibatkan oleh berbagai
kondisi yang secara bermakna menguras volume darah normal, plasma, atau
air. Patologi dasarnya, tanpa memperhatikan tipe kehilangan cairan yang
pasti, dihubungkan dengan defisit volume atau tekanan cairan sirkulasi
aktual. Penurunan volume cairan sirkulasi menurunkan aliran balik vena,
yang mengurangi curah jantung dan karenanya menurunkan tekanan darah.
Bila tindakan untuk memberikan atau menghilangkan penyebab
kehilangan volume cairan dapat dilakukan, syok ini masih dalam tahap non-
progresif dan krisis dicegah atau diatasai. Bila kehilangan volume cairan
berlebihan atau tindakan terapeutik tidak efektif, tahap awal syok dapat
berlanjut pada tahap yang ireversible.
2.4.1.2 Penyebab
1. Kehilangan darah (seperti perdarahan interna maupun eksterna)
2. Kehilangan plasma (seperti terbakar, luka bakar)
3. Kehilangan sodium dan cairan intravaskular (seperti keringat berlebih,
diare, atau muntah)
4. Dilatasi (pelebaran) pembuluh darah (akibat cidera pada saraf yang
mengontrol pembuluh darah sehingga menyebabkan pembuluh darah
mengalami dilatasi, obat - obatan yang menyebabkan vasodilatasi
[pelebaran pembuluh darah] seperti antihipertensi)
2.4.1.3 Patogenesis
Biasanya terjadi akibat penurunan kardiac output yang tidak adekuat.
Penurunan kardiac output disebabkan oleh adanya abnormalitas pada
jantung sendiri maupun akibat menurunnya venous return. Abnormalitas
yang terjadi pada jantung akan menyebabkan menurunnya kemampuan
jantung untuk memompa darah secara adekuat. Beberapa abnormalitas
jantung diantaranya MI, Aritmia, dan lain-lain. Sedangkan, beberapa
penyebab menurunnya venous return diantaranya menurunnya darah,
menurunnya tonus vasomotor, terjadi obstruksi pada beberapa tempat pada
sirkulasi.
2.4.1.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala syok hipovolemik tidak akan muncul sampai
sesorang mengalami kehilangan cairan tubuh atau darah hingga 10-20%.
Apabila terjadi syok hipovolemia, tanda dan gejala yang akan muncul yaitu
terjadi takikardi (denyut jantung menjadi cepat), menurunnya tekanan
darah, dan terjadi gangguan perfusi jaringan sehingga pasien tampak pucat
dan terjadi penurunan capilary refill (pengisisan kapiler) pada jidat, kuku,
dan bibir. Pasien juga dapat merasakan pusing, mual, lemas, dan merasa
sangat haus. Semua tanda - tanda-tanda tersebut dapat muncul pada
kebanyakat tipe syok.
Berbeda dengan orang dewasa, tekanan darah pada anak - anak ketika
terjadi syok hipovolemia, akan tertap normal untuk mempertahankan suplai
atau perfusi jaringan sehingga sering kurang diperhatikan Namun apabila
telah mngalami tahap dekompensasi, tekanan darah nya akan menurun
secara cepat.Oleh karena itu, ketika terjadi pendarahan internal (pendarahan
yang terjadi di dalam tubuh) pada anak-anak, harus segera ditangani
meskipun tidak tampak tanda - tanda syok pada umum nya (tekanan darah
yang menurun).
2.4.2 Syok Kardiogenik
2.4.2.1 Definisi
Syok kardiogenik merupakan akibat dari kegagalan jantung untuk
memompa darah secara efektif ke seluruh tubuh. Ini bisa terjadi karena
disfungsi ventrikel kanan atau kiri, atau kedua-duanya. Kurangnya keadekuatan
dari fungsi pemompaan menyebabkan penurunan perfusi jaringan dan kegagalan
sirkulasi. Ini terjadi kira-kira sekitar 6-10% pada pasien dengan infark miokard
akut, dan ini merupakan penyebab utama kematian dengan MI ini. Rata-rata
kematian pada syok kardiogenik ini telah dikurangi dengan terapi
revaskularisasi awal sekitar 50-60%.
2.4.2.2 Penyebab
Syok kardiogenik bisa disebabkan oleh iskemia ventrikular primary,
masalah struktural dam disritmia. Penyebab paling utama adalah infark miokard
akut yang menyebabkn kehilangan 40% atau lebih fungsi miokardium.
Kerusakan pada miokardium mungkin terjadi setelah salah satu infark miokard
besar (biasanya dinding anterior), atau mungkin kuulatif sebagai akibat dari
beberapa infark miokard yang lebih kecil atau infark miokard pada pasien
dengan disfungsi ventrikel yang sudah ada sebelumnya. Masalah struktural pada
sistem kardiopulmonari dan disritmia juga menyebabkan syok kardiogenik. Jika
mereka mengganggu aliran darah ke jantung.
1. Faktor etiologi pada kasus syok kardiogenik:
a) Iskemia ventrikuler primary
b) Infark miokard akut
c) Kardiopulmonari arrest
d) Operasi jantung terbuka
2. Masalah struktural
a) Ruptur septal
b) Ruptur otot papilaris
c) Free wall rupture
d) Aneurisma ventrikel
e) Kardiomiopati
f) Kongestif
g) Hipertropik
h) Terbatas
i) Tumor intrakardiak
j) Emboli paru
k) Trombus atrium
l) Disfungsi valvuvar
m) Miokard akut
n) Tamponade kardiak
o) Miokard memar
3. Disritmia
a) Bradidisritmia
b) Takidisritmia
2.4.2.3 Patofisiologi
1. Terjadi depresi kontraktilitas miokard akibat penyakit (iskemia,infark)
2. cardiac output dan stroke volume ↓
3. hipoperfusi sistemik dan miokard, iskemia menjadi lebih berat
4. cardiac output makin menurun
5. disfungsi sistolik dengan akibat disfungsi diastolic dengan LVEDP tinggi
6. perfusi koroner yang makin kurang ,memburuknya fungsi LV dan fatal
7. terjadi sindrom inflamasi yang menyertai infark luas dan syok
8. saat syok terjadi peningkatan sitokin, NO sintase disertai NO yang
berlebihan, asidosis metabolic, dan takiaritmia berakibat memburuknya
miokard. Sekitar 40% kerusakan miokard dapat disertai syok
9. hipoksemia
10. Infark yang mengenai seluruh ketebalan dinding miokard resiko terjadi
ruptur : IVS, M.papillaris atau free wall dengan akibat syok.
2.4.2.4 Tanda dan Gejala
1. Hipoperfusi sistemik akibar fungsi ventrikel kiri menurun
2. Hipotensi (< 90 mmHg)
3. Infark miokard > 40%
4. Gangguan mental
5. Gelisah, pucat,kulit dingin dan basah, sianotik, menurunnya kesadaran
6. Nadi : pengisian kurang, cepat 90-110/menit. Mungkin bradikardi (bisa
karena AV block)
7. Tekanan darah : tekanan darah sistolik 90 mmHg dengan tekanan nadi kecil
< 30 mmHg
8. Pernapasan : takipnea, Cheyne’s Stokes
9. Bunyi jantung : S2 lemah, S3 gallop mungkin terdengar
10. Bising : sistolik akibat regurgitasi mitral atau ruptur septum ventrikel
11. Paru : ronki basah mungkin ada
12. Produksi urin berkurang (Oliguria : < 30 mg/jam)
13. Lab : leukositosis dengan hitung jenis menunjukkan pergeseran ke kiri
14. Fungsi ginjal : ureum dan kreatinin meningkat
15. Hepar : transaminase meningkat
16. Asam laktat meningkat
17. Analisa Gas Darah menunjukkan asidosis metabolik
18. Cardiac marker meningkat : CK, CKMB, troponin I dan T
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
1. Proses perubahan cairan tubuh pada gangguan hipovolemi hampir selalu berkaitan
dengan kehilangan cairan tubuh melalui ginjal atau di luar ginjal. Sedangkan proses
perubahan cairan tubuh pada gangguan hipervolemi merupakan kelebihan volume
cairan selalu terjadi sekunder dari peningkatan kadar natrium tubuh total yang akan
mengakibatkan retensi air misal edema, yaitu penumpukan cairan interstisial yang
berlebihan.
2. Proses perubahan elekrolit tubuh pada senyawa natrium (Na) yaitu, gangguan
hiponatremia yang menunjukkan bahwa cairan tubuh di encerkan dengan kelebihan
air yang relative terhadap zat terlarut total dan gangguan hipernatremia dengan
peninggian osmolalitas serum yang menyebabkan air berpindah dari ICF ke ECF,
sehingga terjadi dehidrasi dan pengkerutan sel. Sedangkan proses perubahan elekrolit
tubuh pada senyawa Kalium (K) yaitu, gangguan hipokalemia yang disebabkan
kekurangan asupan kalium dan gangguan hiperkalemia disebabkan oleh ekskresi
ginjal yang tidak memadai, redistribusi kalium dalam tubuh, dan asupan berlebihan.
3. Proses perubahan asam basa tubuh pada gangguan asidosis metabolik yang
disebabkan anoksia jaringan terjadi penimbunan asam laktat dan asidosis respiratorik
yang terjadi karena hipoventilasi (peningkatan pCO2). Sedangkan proses perubahan
asam basa tubuh pada gangguan alkalosis metabolik disebabkan pengeluaran asam
kuat dan gangguan alkalosis respiratorik dengan pH meningkat akibat peningkatan
ventilasi alveolar.
4. Proses terjadinya syok hipovolemi merupakan syok akibat dari kehilangan volume
cairan sirkulasi ( penurunan volume darah), dapat diakibatkan oleh berbagai kondisi
yang secara bermakna menguras volume darah normal, plasma, atau air. Sedangkan
pada syok kardiogenik merupakan akibat dari kegagalan jantung untuk memompa
darah secara efektif ke seluruh tubuh. Ini bisa terjadi karena disfungsi ventrikel kanan
atau kiri, atau kedua-duanya.
b. Saran
1.
Top Related