BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan
jumlah penduduk yang sangat berkembang pesat setiap tahunnya,
persoalan-persoalan yang munculpun dalam kehidupan masyarakat
indonesia sangat beragam, salah satunya dalam bidang kesehatan.
Dewasa ini, penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan yang
paling penting, karena setiap tahunnya, morbiditas dan mortalitasnya
masih terus meningkat. Sebagaimana yang kita ketahui, kondisi
masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia mayoritas
masih cenderung memperihatinkan. Kondisi social ekonomi yang lemah
serta pengetahuan tentang kesehatan yang rendah masih menjadi
pemicu utama dalam berbagai masalah kesehatan yang ada. Dengan
keadaan tersebut, minimnya pendapatan masyarakat mengakibatkan
kurangnya kemampuan masyarakat mengkonsumsi makanan yang
sehat, sehingga hal ini mempengaruhi status gizi masyarakat yang
cenderung rendah. Selain itu, masalah yang nampak tentunya kondisi
rumah masyarakat yang cenderung tidak sehat, seperti ventilasi yang
kurang memadai, jumlah anggota keluarga yang banyak dalam satu
rumah, keadaaan lingkungan yang lembab tentu saja akan
mempermudah terjadinya penularan suatu penyakit. Sehingga, kondisi-
kondisi demikian, menjadi faktor-faktor resiko tertular yang
1
2
meningkatkan prevalensi penyakit menular di masyarakat kita. Dalam
hal ini, peningkatan jumlah penderita penyakit menular tentu saja
dipengaruhi oleh berbagai faktor-faktor resiko penularan. Faktor-faktor
resiko penularan tentu saja berbeda dengan faktor penyebab, faktor-
faktor resiko penularan merupakan faktor pemicu terjadinya suatu
penyakit. Faktor-faktor resiko penularan tergantung dari tiga aspek
yaitu: manusia sebagai tuan rumah (host), penyebab/hama penyakit
(agent) dan lingkungan yang mempengaruhi (environment). Salah satu
penyakit menular yang masih menjadi masalah sangat serius di
masyarakat sampai saat ini adalah tuberkulosis (TBC) atau yang lebih
dikenal dengan TB Paru.
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu bakteri tahan asam
(Astuti, H dan Rahmat, A, 2010). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit
infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru dan dapat juga
ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang,
dan nodus limfe (Smeltzer & Bare, 2002). Tuberkulosis (TB) merupakan
contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh
mikroorganisme mycobacterium tuberculosis, yang biasanya di tularkan
melalui inhalasi percikan ludah(droplet), dari satu indivdu ke indivdu
yang lainnya,dan membentuk kolonisasi di brongkiolus atau alveolus,
kuman juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna, melalui
ingesti susu tercemar yang tidak dipasteurisasi atau kadang-kadang
melalui lesi kulit. (Corwin, 2009). Tuberculosis merupakan penyakit
3
menular yang berbahaya. Setiap penderita tuberculosis dapat
menularkan penyakitnya pada orang lain yang berada disekelilingnya
dan atau yang berhubungan erat dengan penderita (Amiruddin,
Jaorana, dkk:2009).
Sebagai penyakit menular, tentunya tuberculosis memiliki factor-
faktor resiko penularan. Menurut Depkes RI (2007), faktor yang
mempengaruhi kemungkinan seseorang tertular menjadi pasien TB adalah daya tahan
tubuh yang rendah, di antaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk), faktor
lingkungan yaitu ventilasi, kepadatan hunian, faktor perilaku, kesehatan perumahan,
lama kontak dan kosentrasi kuman (Depkes RI, 2007). Sedangkan menurut Smeltzer
dan Bare (2002), resiko tertular tuberculosis tergantung pada banyaknya
organisme yang terdapat di udara, individu yang beresiko tinggi untuk
tertular tuberculosis adalah : mereka yang kontak dekat dengan
seseorang yang mempunyai TB aktif, individu imunosupresif (termasuk
lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam terapi kortikosteroid
atau mereka yang terinfeksi dengan hiv), pengguna obat-obat iv dan
alkoholik, setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat
(misal tunawisma, tahanan, etnis dan ras minoritas, terutama anak-
anak dibawah usia 15 tahun dan dewasa muda antara yang berusia 15
sampai 44 tahun), setiap individu dengan ganggguan medis yang
sudah ada sebelumnya (misal diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis,
penyimpangan gizi, bypass gastrektomi atalu yeyunoileal), imigran dari
negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara, Afrika, Amerika
Latin, Karibia), setiap individu yang tinggal di institusi (misal fasilitas
4
perawatan jangka panjang, instiusi psikiatrik, penjara), individu yang
tingggal di perumahan substandard kumuh, petugas kesehatan
(Smeltzer & G. Bare, 2002).
Secara umum, beberapa penelitian yang telah dilakukan selama ini tentang TB
Paru menyatakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tertularnya TB Paru
pada seseorang adalah faktor lingkungan diantaranya lingkungan fisik meliputi ventilasi,
suhu, pencahayaan, dan kelembaban; karakteristik individu meliputi usia, jenis kelamin,
kontak penderita, riwayat imunisasi, perilaku, dan status gizi ; dan lingkungan sosial
meliputi kepadatan penghuni, pendidikan, pengetahuan, dan penghasilan (Sugiarto,
2004). Penelitian selanjutnya oleh Prabu (2008) menyatakan variabel-variabel yang
diduga mempengaruhi TB Paru meliputi faktor umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pekerjaan, kebiasaan merokok, kepadatan hunian kamar, ventilasi, kondisi rumah,
kelembaban udara, status gizi, keadaan social ekonomi, dan perilaku. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Siswanto (2008) menyatakan bahwa meningkatnya penularan
infeksi TB Paru yang dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan kondisi sosial
ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya
jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal, dan epidemi dari infeksi HIV.
Sehingga dengan adanya factor-faktir resiko penularan, penyakit TB
tentu menjadi masalah kesehatan di dunia yang perlu perhatian yang
serius.
Di dunia, tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang masih menjadi sorotan. Angka mortalitas dan morbiditasnya terus
meningkat. TB sangat erat kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi,
tempat kumuh, perumahan dibawah standar, dan perawatan kesehatan
yang tidak baik (Smeltzer & Bare, 2002). India, Cina dan Indonesia
5
berkontribusi > 50% dari seluruh kasus TB yang terjadi di 22 negara. Indonesia
menempati peringkat ke-3 setelah India dan Cina (Depkes RI, 2008). Hampir 10 tahun
lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia dalam hal jumlah penderita
tuberculosis (TB). Baru pada tahun 2010 jumlah penderita tuberculosis (TB) di
Indonesia turun ke peringkat ke-5 dunia (WHO, 2010).
Penyakit TB di Indonesia juga mengalami peningkatan. Setiap tahun diperkirakan
terjadi 583.000 pasien baru TB dan 140.000 orang meningggal karena TB. Betapa
banyaknya kasus TB yang terjadi di Indonesia, dilihat dari penyebaran TB di Indonesia,
pada setiap menit muncul satu orang pasien TB Paru baru, setiap 2 menit muncul 1
orang penderita TB Paru yang menular, dan setiap 4 menit satu orang meninggal akibat
TB (Amiruddin et. al.,2009).
Menurut menurut who global report dalam riskesdas 2010 menyebutkan estimasi
kasus baru TB di Indonesia tahun 2006 adalah 275 kasus/100.000 penduduk/tahun dan
pada tahun 2010 turun menjadi 244 kasus/100.000 penduduk/tahun. Data prevalensi
sebelumnya yang menggunakan uji konfirmasi laboratorium adalah data Prevalensi
Indonesia hasil Survey Prevalensi TB pada tahun 2004 yang memberikan angka
prevalensi TB Indonesia berdasarkan pemeriksaan mikroskopis BTA terhadap suspek
adalah sebesar 104 kasus/100.000 penduduk. (Riskesdas, 2010)
Hasil riset kesehatan dasar (riskesdas) Departemen Kesehatan RI (2010)
menyebutkan bahwa prevalensi TB pada penduduk dengan usia lebih dari 15 tahun di
Indonesia mencapai 177.926 orang. Sedangkan, angka penemuan kasus di NTB
pada tahun 2010 menempati urutan terbanyak kesebelas dari 33 provinsi yang ada,
yaitu sebayak 3.812 orang (2,1%). (Riskesdas, 2010). Angka penemuan kasus di
NTB pada tahun 2011 sebanyak 5321 penderita, yang terdiri dari 3156
laki-laki dan 2165 perempuan sedangkan BTA (Basil Tahan Asam)
positif baru maupun pengobatan ulang sebanyak 3512 penderita, yang
6
terdiri dari 2114 laki-laki dan 1398 perempuan (Profil Data Kesehatan
Indonesia, 2011). Sehingga, dapat disimpulakn bahwa dari tahun ke
tahun terjadi peningkatan penderita TB di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Peningkatan jumlah penderita TB di Provinsi Nusa Tenggara Barat ini dapat
dibuktikan dari data laporan bulanan Puskesmas Meninting Kabupaten Lombok Barat.
Dari data Puskesmas Meninting Kabupaten Lombok Barat, menunjukkan bahwa jumlah
penderita TB dengan BTA+ pada tahun 2011 tercatat 27 orang, tahun 2012 terjadi
peningkatan, jumlah penderita TB dengan BTA+ sebanyak 30 orang, dan pada tahun
2013 kembali mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu jumlah penderita TB
dengan BTA+ sebanyak 35 orang. Data tersebut menunjukan tingkat penderita TB dari
tahun 2011 sampai tahun 2013 mengalami peningkatan. Oleh karena itu, jumlah
penderita TB di Provinsi Nusa Tenggara Barat saat ini membutuhkan penanganan dan
perhatian yang lebih serius.
Berdasarkan uraian diatas, menunjukkan adanya peningkatan
kasus TB setiap tahunnya di NTB. Peningkatan ini dimungkinkan
karena terjadi penularan antara 1 pasien dengan pasien lainnnya.
Kondisi social ekonomi masyarakat yang cenderung lemah dan
pengetahuan tentang kesehatan yang cenderung rendah
memungkinkan sebagai pemicu utama masalah kesehatan masyarakat.
Sejauh mana masalah tersebut menjadi pemicu penularan penyakit TB
dan dan upaya apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan
masalah tersebut dengan demikian maka penulis tertarik untuk
melakukan suatu penelitian tentang “Faktor-Faktor Resiko Tertular
pada Pasien Tuberculosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Meninting
Kabupaten Lombok Barat Tahun 2014?”.
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang maka dapat dirumuskan
permasalahan, “Bagaimanakah faktor-faktor resiko tertular pada pasien
tuberculosis paru di wilayah kerja Puskesmas Meninting, Kabupaten
Lombok Barat tahun 2014?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk “Mengetahui
faktor-faktor resiko tertular pada pasien tuberculosis paru di
wilayah kerja Puskesmas Meninting, Kabupaten Lombok Barat
tahun 2014.”
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden meliputi : umur,
pendidikan, pekerjaan pasien tuberculosis paru di wilayah
kerja Puskesmas Meninting, Kabupaten Lombok Barat tahun
2014.
b. Mengidentifikasi faktor-faktor resiko tertular pada pasien
tuberculosis paru di wilayah kerja Puskesmas Meninting,
Kabupaten Lombok Barat tahun 2014.
D. Manfaat Penelitian
8
1. Secara Teoritis
Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan tentang faktor-faktor resiko
tertular pada pasien tuberculosis paru.
2. Secara Praktis
a. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan
Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat khususnya
penderita tubercolusis, sehingga akan meningkatkan kualitas
asuahan keperawatan dan kualitas hidup penderita serta
memberi masukan kepada petugas kesehatan tentang
pentingnya penyuluhan penyakit tubercolusis kepada
masyarakat khususnya penderita tubercolusis.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai pedoman dalam penelitian yang akan dilakukan dan
hasilnya nanti diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan
pengembangan ilmu pengetahuan guna meningkatkan mutu
pendidikan selanjutnya.
c. Bagi Peneliti
Peneliti dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam
melakukan penelitian serta dapat mengetahui bagaimana faktor-
faktor resiko tertular pada pasien tuberculosis
d. Bagi Responden
Memberikan pengetahuan tentang penyakit tuberculosis, dapat
mengurangi penularan tuberculosis di wilayah kerja Puskesmas
Meninting Kabupaten Lombok Barat.
9
e. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai masukan data dan sumbangan pemikiran
perkembangan pengetahuan untuk peneliti selanjutnya.
f. Bagi Masyarakat
Dapat memperoleh informasi lebih banyak tentang kejadian
faktor-faktor resiko tertular pada pasien tuberculosis paru
sehingga dapat mengetahui cara menghindari penularan
tuberculosis serta mengurangi angka penderita tuberculosis.