BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah investasi jangka penjang yang memperluas usaha dan
dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi
kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan bangsa Indonesia
menaruh harapan besar terhadap pendidikan dalam perkembangan masa depan
bangsa ini, karena dari sanalah tunas muda harapan bangsa sebagai generasi
penerus dibentuk.
Meski diakui bahwa pendidikan adalah investasi besar jangka pangjang
yang harus ditata, disiapkan dan diberikan sarana maupun prasarananya dalam
arti modal material yang cukup besar, tetapi sampai saat ini Indonesia masih
berkutat pada problematika (permasalahan) klasik dalam hal ini yaitu kualitas
pendidikan. Problematika ini setelah dicoba untuk dicari akar permasalahannya
adalah bagaikan sebuah mata rantai yang melingkar dan tidak tahu darimana
mesti harus diawali.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah merupakan
saran berpikir ilmiah yang sangat diperlukan untuk mengembangkan cara
berpikir logis, kritis, sistematis dan kreatif. Oleh karena itu, kualitas pelajaran
perlu mendapat perhatian yang sunguh-sungguh. Sesuai tuntutan tersebut guru
SD harus mampu menyampaikan pelajaran dengan baik, karena mutu
pendidikan sangat erat kaitannya dengan mutu pembelajaran. Kunci
keberhasilan pembelajaran diataranya ditentukan oleh faktor guru sebagai
pengelola kegiatan belajar mengajar, oleh karena itu untuk meningkatkan mutu
pendidikan perlu ditekankan pula pada upaya peningkatan mutu guru. Guru
harus mampu menguasai dan memilih metode yang tepat, karena tidak jarang
siswa yang asalnya menyenangi pelajaran matematik menjadi tidak
menyenanginya. Mungkin salah satu penyebabnya adalah cara mengajar guru
yang tidak cocok.
Salah satu metode yang dapat digunakan pada pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam adalah alat peraga. Metode ini memberikan pengalaman
belajar pada siswa lebih bermakna, karena siswa terlibat langsung pada
penggunaan dan pengotak-atikan alat peraga. Suherman dkk., (2001: 209)
mengemukakan bahwa: “Alat peraga merupakan perlengkapan dari strategi
mengajar dan belajar dimana siswa mengeksploitasi ide Ilmu Pengetahuan
Alam melalui banyak cara dari aktivitas pengontrolan siswa dalam
laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam”.
Sedangkan Rusefendi (1988: 318) menjelaskan bahwa:
Mengajar dengan alat peraga ialah mengajar yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memahami suatu obyek langsung Ilmu
Pengetahuan Alam dengan jalan mengkaji, menganalisis, menanamkan secara
induktif melalui inkuiri, merumuskan dan mengetes hipotesis dan membuat
kesimpulannya dari benda-benda kongkrit atau modelnya dilakukan di
laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam (LABMAT).
Pendapat di atas dikuatkan oleh Buner (dalam Rusefendi, 1993: 109)
bahwa:
Dalam proses belajar sebaiknya siswa diberikan untuk memanipulasi
benda-benda (alat peraga). Dengan alat peraga tersebut siswa dapat melihat
langsung bagaimana keteraturan serta pola yang terdapat dalam benda yang
sedang diperhatikannya. Keteraturan tersebut kemudian oleh siswa
dihubungkan dengan keteraturan intuitif yang telah melekat pada dirinya.
Alat peraga membuat siswa aktif dalam belajar, karena dapat melakukan
kegiatan mengotak-atik (manipulasi) benda konkrit (nyata), bahkan mengkaji,
menyebenda tiruanki, menyusun hipotesis, mencoba, menemukan,
merumuskan, memeriksa dan membuat kesimpulan tentang obyek Ilmu
Pengetahuan Alam, sehingga membuat hasil belajar lebih lama tersimpan
dalam ingatan. Hal ini sejalan dengan pendapat Rusefendi (2002: 189) yang
menyatakan bahwa: “Belajar melalui berbuat lebih baik pada melalui mata dan
melalui telinga”. Kenyataan di SD selama ini masih menggunakan cara
mengajar konvensional (pembelajaran terpusat pada guru). Untuk mencapai
tujuan itu diperlukan suatu usaha, salah satunya dengan menggunakan metode
mengajar yang tepat sehingga siswa aktif dalam pembelajaran (pembelajaran
terpusat pada siswa).
Pemahaman siswa pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam masih
kurang. Terdapat beberapa permasalahan yang sering dihadapi dalam proses
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, antara lain:
1. Siswa kurang menguasai pengetahuan dasar-dasar Ilmu Pengetahuan Alam.
2. Guru perlu melatih diri untuk menggunakan alat peraga media benda tiruan.
3. Motivasi belajar siswa untuk mempelajari Ilmu Pengetahuan Alam
cenderung kurang.
4. Penjelasan tentang materi pelajaran kurang dapat dimengerti siswa.
5. Guru kurang memberikan perhatian kepada siswa secara individu.
6. Metode mengajar yang digunakan hanya ceramah sehingga anak belajar
cenderung jemu dan kurang menarik.
Pemahaman siswa pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam masih
kurang. Melihat tuntutan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pada
kurikulum 2004 dimana mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam harus dapat
menumbuhkembangkan kemampuan bernalar yaitu berpikir sistematis, logis
dan kritis dalam mengkomunikasikan gagasan atau dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul: “Efektivitas Pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam dengan Menggunakan Media Benda Tiruan di Kelas VI SD
Negeri 4 Rancah Kabupaten Sukabumi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dan hasil
refleksi awal penelitian di lapangan, ditemukan suatu kesulitan dalam
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di kelas VI. Hal ini ditunjukkan dengan
lemahnya pemahaman siswa terhadap Ilmu Pengetahuan Alam. Dengan fakta
ini guru perlu merancang pembelajaran yang tepat yang disesuaikan dengan
sarana yang ada dan meningkatkan kemampuannya dalam menyampaikan
pembelajaran agar hasil belajar siswa kelas VI meningkat. Salah satunya
dengan menggunakan alat peraga berupa media benda tiruan.
Dengan demikian maka secara umum rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: “Bagaimana pelaksanaan alat peraga media benda tiruan
pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam agar pemahaman siswa
meningkat?”
Agar penelitian lebih terfokus dan efektif, maka rumusan masalah
dikhususkan sebagai berikut:
1. Bagaimana perencanaan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga
media benda tiruan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam agar
meningkatkan pemahaman siswa di kelas VI SDN Pasantren?
2. Bagaimana proses pembelajaran dengan menggunakan alat peraga media
benda tiruan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam agar meningkatkan
pemahaman siswa di kelas VI SDN Pasantren?
3. Bagaimana peningkatan pemahaman siswa setelah mengikuti proses
pembelajaran dengan alat peraga media benda tiruan pada pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam bagi siswa kelas VI SDN Pasantren?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
siswa pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan menggunakan alat
peraga media benda tiruan di kelas VI SDN Pasantren Kecamatan
Kebonpedes Kabupaten Sukabumi.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Meningkatkan kemampuan guru dalam merencanakan penggunaan alat
peraga media benda tiruan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
agar pemahaman siswa di Kelas VI SDN Pasantren meningkat.
b. Memperoleh gambaran tentang proses pembelajaran dengan menggunakan
alat peraga media benda tiruan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
agar pemahaman siswa di Kelas VI SDN Pasantren Kabupaten Sukabumi
meningkat.
c. Memperoleh data peningkatan pemahaman siswa melalui penggunaan alat
peraga media benda tiruan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di
Kelas VI SDN Pasantren Kabupaten Sukabumi.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan peneliti
(guru) dari hasil refleksi pada kegiatan belajar mengajar. Penelitian ini memiliki
manfaat diantaranya:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat secara teoritis kegiatan penelitian ini adalah mengembangkan
model pembelajaran tentang penggunaan alat peraga media benda tiruan pada
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Kelas VI Sekolah Dasar.
2. Manfaat Praktis
Manfaat secara praktis kegiatan penelitian ini adalah memberikan
wawasan pengetahuan dan pengalaman kepada guru dan siswa dalam
memecahkan permasalahan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya
tentang pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Kelas VI Sekolah Dasar.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Belajar dan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang tidak terpisahkan
dari kehidupan manusia. Secara umum pengertian belajar merupakan suatu
kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku (Darsono, 2000:
24).
Pengertian balajar menurut Fortana (Suherman: 2003, 7-8) adalah suatu
proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari
pengalaman.
Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif sebagai schemata
(schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat,
memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena
bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang
individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap
daripada ketika ia masih kecil.
Berdasarkan penelitiannya, Piaget mengemukakan ada empat tahap
perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis,
yaitu:
a. Tahap Sensor-motor
Tahap ini dicapai anak umur 2 tahun. Karakteristiknya merupakan gerakan-
gerakan sebagai akibat reaksi langsung. Anak belum mempunyai kesadaran
adanya konsep objek yang tetap. Bila objek tersebut disembunyikan, maka
anak itu tidak akan mencarinya. Karena anak secara kontinu bertambah
pengalaman terhadap lingkungannya, pada akhir periode sensori-motor, anak
menyadari bahwa objek yang disembunyikan masih ada dan ia berusaha
mencarinya.
b. Tahap Pra-Operasional
Tahap ini dicapai anak umur 2-7 tahun. Operasi adalah suatu proses berfikir
logis, dan merupakan aktivitas mental bukan aktivitas sensorimotor. Pada
tahap pra-operasional siswa dalam berfikirnya tidak didasarkan kepada
keputusan yang logis, melainkan didasarkan kepada keputusan yang dapat
dilihat seketika. Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian
operasi konkret.
c. Tahap Operasi Konkret
Tahap ini kira-kira dicapai pada usia 7-11 tahun atau 12 tahun. Tahap ini
ditandai dengan permulaan berfikir matematik logis. Siswa dalam periode ini,
di dalam berfikirnya dikatakan menjadi operasional. Tahap ini disebut operasi
konkret sebab berfikir logisnya didasarkan atas manipulasi fisik dari objek-
objek. Dengan perkataan lain, pengerjaanpengerjaan logis dapat dilakukan
dengan berorientasi ke objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang langsung
dialami. Secara singkat dapatlah dikatakan bahwa operasi pada periode ini
terikat kepada pengalaman pribadi. Siswa masih belum mampu menguasai
materi abstrak.
d. Tahap Operasi Formal
Periode terakhir adalah tahap berfikir formal atau disebut juga periode operasi
hipotetik deduktif. Dengan perkataan lain, tahap ini adalah tahap tertinggi dari
perkembangan intelektual siswa. Biasanya tahap ini belum tercapai pada usia
11-12 tahun. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan
menggunakan hal-hal yang abstrak. Penggunaan benda-benda konkret tidak
diperlukan lagi.
Berdasarkan usia yang berhubungan erat dengan pengajaran Ilmu
Pengetahuan Alam di sekolah, baik SD, SMP maupun SMA, anak berada pada
tahap operasi konkret dan tahap operasi formal. Namun pada kenyataannya, anak
masih banyak yang mempunyai kesukaran untuk menangkap abstraksi verbal.
Piaget mengatakan bahwa tahap operasi formal akan tercapai antara anak berusia
15-20 tahun. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa penelitian pada kultur
Barat dan kultur di luar Barat hasil tidak selalu sama seperti pada teori Piaget.
Nampak objek penelitian Piaget yang menghasilkan toerinya adalah untuk anak-
anak Barat yang tingkat sosialnya cukup tinggi, bahkan mungkin anak-anak
pilihan.
Oleh karena itu kita tidak boleh gegabah untuk menganggap bahwa anak-
anak sekolah di Indonesia sebagian besar sudah sampai pada tahap operasi formal
karena ternyata masih banyak anak sekolah yang masih berada pada tahap operasi
konkret. Oleh karena itu menurut Hardi Suyitno, pengajaran Ilmu Pengetahuan
Alam masih memerlukan bantuan benda-benda konkret atau alat peraga. Menurut
Bell, bagi siswa sekolah, topik baru dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
sebaiknya dikenalkan melalui contoh-contoh benda konkret. Dikatakan
selanjutnya bahwa intuisi dan eksperimentasi memegang peranan penting untuk
menentukan strategi mengajarkan konsep baru.
Seorang psikologi terkenal, Brunner mengatakan bahwa: “Bagi anak
berumur antara 7 sampai dengan 17 tahun, untuk mendapat daya serap dan daya
tangkap yang meliputi ingatan, pemahaman, dan penerapan masih memerlukan
mata dan tangan”. Mata berfungsi untuk mengamati, sedang tangan berfungsi
untuk meraba. Dengan demikian dalam pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam
dituntut adanya benda-benda konkret yang merupakan model dari ide-ide Ilmu
Pengetahuan Alam. Benda-benda konkret itu biasa disebut dengan media. Sejalan
dengan pendapat Brunner, ada pepatah lama dari negeri Cina yang berbunyi :
“Saya mendengar saya lupa, saya melihat saya ingat, dan saya melakukan saya
mengerti” (Tim Istruktur PKG Ilmu Pengetahuan Alam SMU, 1987: 1).
Piaget menerangkan bahwa seorang anak itu berfikir sepanjang ia berbuat.
Tanpa perbuatan berarti anak itu tidak berfikir. Oleh karena itu agar anak berfikir
sendiri, maka harus diberi kesempatan untuk berbuat sendiri. Berfikir pada taraf
verbal baru akan timbul setelah anak itu berfikir pada taraf berbuat (Sardiman,
2001: 35)
Sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang
memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.
Dengan demikian proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu
siswa, sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja
direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku (Suherman, 2003: 7).
2.2 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan/ketrampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran yang biasanya ditunjukkan dengan nilai tes
atau angka nilai yang diberikan guru.
Hasil belajar merupakan hal yang penting yang akan dijadikan sebagai
tolak ukur keberhasilan siswa dalam belajar dan sejauh mana sistem pembelajaran
yang diberikan guru berhasil atau tidak. Suatu proses belajar mengajar dikatakan
berhasil apabila kompetensi dasar yang diinginkan tercapai.
Untuk mengetahui tercapai tidaknya kompetensi tersebut, guru
mengadakan tes setelah selesai menyajikan pokok bahasan kepada siswa. Dari
hasil tes ini diketahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam belajar. Hasil belajar
dalam periode tertentu dapat dinilai dari nilai raport, yang secara nyata dapat
dilihat dalam bentuk angka-angka. Siswa yang belajar dengan baik akan
mendapatkan hasil yang lebih baik dibanding siswa yang cara belajarnya asal-
asalan atau tidak secara teratur.
2.3 Pengertian Metode Pengajaran
Berdasarkan informasi yang diperoleh dan APKG 1 dan 2 serta data hasil
ulangan siswa yang menunjukkan tingkat keberhasilan siswa hanya mencapai
67,4% untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Serta hasil pengamatan
selama proses belajar mengajar berlangsung diketahui siswa cenderung pasif,
kurang merespon pertanyaan yang diajukan guru, cenderung tidak terjadi interaksi
antara siwa dengan guru, motivasi berlajar siswa kurang, metode dan teknik
mengajar tidak bervariatif, sehingga timbul kejemuan bagi siswa.
Masalah-masalah tersebut akan ditindaklanjuti dengan mencarikan solusi
pemecahannya. Apabila siswa belajar cenderung pasif, salah satunya mungkin
sebagai akibat cara mengajar guru monoton, kurang selektif. Semakin efektif guru
mengajar maka proses belajar siswapun akan lebih efektif pula. Sebagaimana
dikatakan Slameto (1991: 92) bahwa: “Mengajar yang efektif adalah mengajar
yang dapat membawa belajar siswa yang lebih efektif pula”. Lebih lanjut
dikatakan Slameto (1991: 92-94) dalam bukunya Belajar dan Faktor-faktor yang
mempengaruhinya bahwa untuk mengajar secara efektif diperlukan syarat-syarat
sebagai berikut:
1. Belajar secara aktif, baik mental maupun fisik. Dalam belajar siswa
harus mengalami aktivitas mental.
2. Guru harus menggunakan banyak metode pada waktu mengajar.
Variasi metode mengakibatkan penyajian bahan pengajaran lebih
menarik perhatian siswa, mudah diterima siswa, dan kelas menjadi
hidup, metode penyajian yang selalu sama akan membosankan siswa.
3. Motivasi, hal ini sangat berperan pada kemajuan, perkembangan siswa
selanjutnya melalui proses belajar.
4. Kurikulum yang baik dan seimbang.
5. Guru perlu mempertimbangkan perbedaan individual, guru tidak cukup
hanya merencanakan pengajaran klasikal.
6. Guru akan mengajar secara efektif bila selalu membuat perencanaan
sebelum mengajar.
7. Pengaruh guru yang sugestif perlu diberikan pula kepada siswa.
Sugesti yang kuat akan merangsang siswa untuk lebih giat belajar.
8. Seorang guru harus memiliki keberanian dalam menghadapi siswa-
siswinya, juga masalah yang timbul waktu proses belajar mengajar
berlangsung.
9. Guru harus mampu menciptakan suasana yang demokratis di sekolah.
10. Guru mampu memberikan masalah-masalah yang dapat merangsang
berpikir siswa.
11. Semua pelajaran yang diberikan kepada siswa perlu diintegrasikan,
sehingga siswa memiliki pengetahuan yang terintegrasi.
12. Pelajaran di sekolah perlu dihubungkan dengan kehidupan nyata di
masyarakat.
13. Dalam interaksi belajar mengajar, guru harus banyak memberi
kebebasan pada siswa, untuk dapat menyebenda tiruanki sendiri.
Mengamati sendiri, belajar sendiri, mencari pemecahan sendiri. Hal
mana itu akan menumbuhkan rasa tanggungjawab yang besar terhadap
apa yang dikerjakannya dan kepercayaan pada diri sendiri, sehingga
siswa tidak selalu menggantungkan diri pada orang lain.
14. Pengajaran remedial, banyak faktor penyebab kesulitan belajar, guru
perlu menetilit faktor-faktor itu, agar dapat memberikan diagnosa
kesulitan belajar dan menganalisis kesulitan-kesulitan itu. Dan sebab
itu guru harus menyusun perencanaan pengajaran remedial pula, dan
dilaksanakan bagi siswa yang memerlukan.
Siswa dalam belajar kurang bergairah timbul kebosanan dalam menerima
pelajaran dari guru. Maka guru harus mengusai dan menggunakan berbagai
metode mengajar artinya guru tidak hanya menggunakan satu metode ceramah
saja, melainkan variasikan dengan metode yang lainnya dengen pertimbangan
sesuai dengan kompetensi dasar, situasi, dan tingkat perkembangan siswa. Jika
guru terampil menggunakan metode mengajar yang bervariasi maka proses belajar
mengajar akan lebih menarik bagi siswa.
Sejalan dengan hal tersebut, bahwa seorang guru yang cakap dan disegani
adalah guru yang menguasai setiap metode sehingga para siswa terangsang untuk
terus belajar (Seri Peningkatan Mutu 1, 1996: 45). Pendapat lain dikemukakan
dalam buku Peningkatan Mutu Proses Belajar Mengajar bahwa metode mengajar
yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan dan bahan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Keberhasilan program pembelajaran akan dijembatani oleh metode yang
sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan siswa. Selanjutnya Andrian
(1997: 11) mengemukakan bahwa:
Metode mengajar yang dimiliki pendidikan usahakan divariasikan, agar
siswa-siswi dalam kelas yang tipe belajarnya pasti beragam itu dapat
menerima, mencerna, menguasai materi yang diberikan oleh pendidik
seefisien dan seefektif mungkin.
2.4 Pengertian Alat Peraga Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
Pada dasarnya anak belajar melalui benda/objek konkret. Untuk
memahami konsep abstrak, anak-anak memerlukan benda-benda konkret (riil)
sebagai perantara atau visualisasinya. Konsep abstrak itu dicapai melalui tingkat-
tingkat belajar yang berbeda-beda. Bahkan orang dewasa pun yang pada
umumnya sudah dapat memahami konsep abstrak, pada keadaan tertentu sering
memerlukan visualisasi.
Belajar anak akan dapat meningkat bila ada motivasi. Karena itu dalam
pengajaran diperlukan faktor-faktor yang dapat memotivasi anak belajar, bahkan
untuk pengajar. Misalnya : pengajaran supaya menarik, dapat menimbulkan
minat, sikap guru dan penilaian baik, suasana sekolah menyenangkan, ada
imbalan bagi guru yang baik, dan lain-lain. Selanjutnya konsep abstrak yang baru
dipahami siswa itu akan melekat dan tahan lama bila siswa belajar melalui
perbuatan dan dapat dimengerti, bukan hanya mengingat fakta. Karena itulah
dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kita sering menggunakan alat
peraga. Dengan menggunakan alat peraga maka:
1) Proses belajar mengajar termotivasi. Baik siswa maupun guru, dan terutama
siswa, minatnya akan timbul. Ia akan senang, terangsang, tertarik dan karena
itu akan bersikap positif terhadap pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam.
2) Konsep abstrak Ilmu Pengetahuan Alam tersajikan dalam bentuk konkret dan
karena itu dapat dipahami dan dimengerti, dapat ditanamkan pada tingkat-
tingkat yang lebih rendah.
3) Hubungan antara konsep abstrak Ilmu Pengetahuan Alam dengan benda-benda
di alam sekitar akan lebih dapat dipahami.
4) Konsep-konsep abstrak yang tersajikan dalam bentuk konkret, yaitu dalam
bentuk model matematik yang dapat dipakai sebagai objek penelitian maupun
sebagai alat untuk meneliti ide-ide baru dan relasi baru bertambah banyak.
(Suherman, 2003: 7)
Russefendi (1994: 132) memberikan definisi alat peraga, yaitu alat untuk
menerangkan/mewujudkan konsep Ilmu Pengetahuan Alam. Menurut Anderson,
alat peraga sebagai media atau perlengkapan yang digunakan untuk membantu
para pengajar.
Piaget (Suherman, 2003: 40) berpendapat bahwa siswa yang tahap
berfikirnya masih pada tahap konkret mengalami kesulitan untuk memahami
operasi logis dan konsep Ilmu Pengetahuan Alam tanpa alat bantu dengan alat
peraga. Menurut Brunner (Suherman, 2003: 43) dalam proses belajar anak
sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga).
Penggunaan alat peraga dalam Ilmu Pengetahuan Alam oleh Brunner dijelaskan
bahwa dalam proses belajar mengajar, siswa diberi kesempatan untuk
memanipulasi benda-benda konkret/alat peraga, sehingga siswa langsung dapat
berfikir bagaimana, serta pola apa yang terdapat dalam benda-benda yang sedang
diperhatikannya.
Dari beberapa uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa alat peraga
mempunyai peranan yang sangat dominan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam guna mewujudkan konsep, menguasai teori dan definisi, sehingga siswa
akan memiliki penguatan yang tahan lama, juga dengan alat peraga siswa
dilibatkan sebagai subjek dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.
Menurut Sugiarto dan Hidayah (2004: 5), penggunaan media dalam
pembelajaran mempunyai arti penting, yaitu:
a. Mampu mengatasi keterbatasan perbedaan pengalaman pribadi siswa,
b. Mampu mengatasi keterbatasan ruang kelas,
c. Mampu mengatasi keterbatasan ukuran benda,
d. Mampu mengatasi keterbatasan kecepatan gerak benda,
e. Mampu mempengaruhi motivasi belajar siswa,
f. Mampu mempengaruhi abstraksi siswa, dan
g. Memungkinkan pembelajaran yang lebih bervariasi.
Adapun persyaratan umum memanfaatkan media atau alat peraga dalam
pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Tahan lama,
b. Bentuk dan warna menarik,
c. Dapat menyajikan dan memperjelas konsep,
d. Ukuran sesuai dengan kondisi fisik anak/siswa,
e. Fisibel,
f. Tidak membahayakan siswa, dan
g. Mudah disimpan saat digunakan
Agar pemanfaatan media/alat peraga dalam pembelajaran efektif, maka
strategi pendayagunaannya harus memperhatikan kesesuaian media/alat peraga
dengan:
a. Tujuan pembelajaran,
b. Materi,
c. Strategi pembelajaran,
d. Kondisi ; ruang kelas, waktu, banyak siswa, dan
e. Kebutuhan siswa.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian tindakan
kelas (PTK). Penelitian ini merupakan penelitian kaji tindak (action research)
yang dilaksanakan di kelas. Tujuan penelitian tindakan kelas ini untuk
memperbaiki efektifitas dan efisiensi praktek pendidikan, terutama yang terjadi di
sekolah dasar. Artinya berdasarkan hasil refleksi/perenungan, peneliti merasakan
ada sebuah masalah di kelas yang harus diatasi. Dengan demikian peneliti harus
melakukan sebuah tindakan, agar masalah tersebut dapat dipecahkan. Penelitian
yang dimaksud di sini dilakukan dalam dunia pendidikan, khususnya di sekolah
dasar. Penelitian dalam dunia pendidikan ini merupakan suatu strategi pemecahan
masalah yang berfungsi mencari tindakan yang dianggap tepat untuk memperbaiki
kinerja pembelajaran di sekolah, khususnya di kelas-kelas yang belum mencapai
tujuan yang diharapkan. Kemmis dan Carr (Kas Bolah, 1998: 13) menyatakan
bahwa:
Penelitian tindakan kelas merupakan suatu bentuk penelitian yang bersikap
reflektif yang dilakukan oleh pelaku dalam masyarakat sosial dan
bertujuan untuk memperbaiki pekerjaannya memahami pekerjaan ini serta
situasi dimana-mana pekerjaan-pekerjaan ini dilaksanakan.
Lebih lanjut definisi penelitian tindakan kelas (PTK) di kemukakan oleh
Wibawa (2003: 9) menyatakan bahwa:
Penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian yang dilakukan secara
sistematis reflektif terhadap berbagai aksi atau tindakan yang dilakukan
oleh guru oleh pelaku mulai dari perencanaan sampai dengan penilaian
terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar
mengajar untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang berlaku.
Penelitian ini terdapat du aktivitas yang dilakukan secara simultan yaitu
aktivitas tindakan (action) dan aktivitas itu dapat dilaksanakan oleh orang yang
sama atau oleh orang yang berbeda tetapi bekerjasama secara kolaboratif.
Penelitian ini akan melibatkan sebuah tim yang terdiri dari peneliti sendiri sebagai
pendidik, kepala sekolah dan rekan sejawat sebagai observer.
Oleh karena itu PTK secara singkat didefinisikan sebagai bentuk
penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu
agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran
dikelas secara lebih professional.
3.1.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain intervensi tindakan/rancangan siklus
yang mengacu pada model Kemmis dan McTarggart. Desain penelitian tindakan
kelas dalam penelitian ini dirancang untuk dapat menyelesaikan satu pokok
bahasan yang akan dilaksanakan secara berkelanjutan dengan menggunakan dua
siklus. Setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan hasil belajar yang ingin di capai.
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari dua siklus, tiap siklus
dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai, seperti apa yang telah
didesai dalam faktor yang disebenda tiruanki, menurut Kemmis dan McTarggart
(Warnengsih, 2006: 30) tahap penelitian tindakan kelas terdiri atas: “Perencanaan
(planning), pelaksanaan tindakan (action), pengamatan (observing), refleksi
(reflection), dan seterusnya sampai diselesaikannya refleksi dan rencana tindakan
kelas berikutnya (replanning)”.
Siklus ini akan dimodifikasikan lalu diaktualisasikan dalam tindakan dan
pengamatan, begitu seterusnya sehingga membentuk siklu. Penelitian ini
dilaksanakan sampai dua siklus dan setiap siklus kemungkinan dapat terdiri dari
satu atau beberapa pertemuan, tergantung dari tingkat ketercapaian dari kriteria
keberhasilan yang ditetapkan.
3.1.2 Model Penelitian
Model tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
siklus secara berulang dan berkelanjutan (spiral) yang berarti semakin lama
diharapkan semakin meningkatkan perubahan atau pencapaian hasilnya. Model
yang ingin dikembangkan adalah mdoel proses siklus putaran/spiral yang
mengacu pada model Kemmis dan McTarggart yang dalam satu siklus terdiri dari
empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi dari putaran
ke putaran atau dari siklus ke siklus dengan target atau harapan agar kualitas
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam semakin meningkat.
Sistematika rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah
dalam rencana perbaikan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di kelas III SDN
2 Linggasari Kecamatan Sukabumi Kabupaten Sukabumi dengan pokok bahasan
pengoperasian angka.
Observasi Awal
Rencana I
Refleksi
Tindakan dan Observasi
Rencana II
Refleksi
Tindakan dan Observasi
Rencana Selanjutnya
Langkah-langkah yang ditempuh untuk melaksanakan perbaikan
pembelajaran adalah sebagai berikut:
Gambar 3.1
Alur Penelitian
1) Perbaikan Pembelajaran Siklus I
Dalam menerapkan materi pembelajaran harus diawali dengan
penanaman pemahaman tentang konsep dasar dan materi yang akan diajarkan,
hal ini penting sebagai langkah kesiapan diri siswa dalam menerima pelajaran
berikutnya. Menurut pendapat Brunet dalam Gunawan Undang dkk., (1997:
10) mengatakan bahwa proses belajar terjadi dalam tiga episode, yaitu:
a. Informasi,
b. Transformasi, dan
c. Evaluasi.
Keterampilan menjelaskan termasuk pada episode informasi,
merupakan proses penjelasan, penguraian, pengarahan mengenai prinsip-
prinsip struktur pengetahuan kedalam diri anak. Masalah kurangnya
pengetahuan dasar perkalian bagi siswa dapat diatasi apabila guru memiliki
keterampailan menjelaskan, karena alasannya dikemukakan oleh Uzer Usman
dalam bukunya Menjadi Guru Profesional (2001: 89) yaitu:
1. Meningkatkan keefektifan pembicaraan agar benar-benar
merupakan penjelasan yang bermakna bagi siswa, karena pada
umumnya pembicaraan lebih didominasi oleh guru daripada siswa.
2. Penjelasan yang diberikan guru kadang-kadang tidak jelas bagi
siswanya, tetapi hanya jelas bagi guru sendiri. Hal ini tercermin
dalam ucapan guru: “Sudah jelas bukan?” atau “Dapat dipahami,
bukan?” oleh karena itu, kemampuan mengelola tingkat
pemahaman murid sangat penting dalam memberikan penjelasan.
3. Tidak semua murid dapat menggali sendiri pengetahuan dari buku
atau dari sumber lainnya. Oleh karena itu, guru perlu membantu
menjelaskan hal-hal tertentu.
4. Kurangnya sumber yang dapat dimanfaatkan oleh murid dalam
belajar. Guru perlu membantu murid dengan cara memberikan
informasi lisan berupa penjelasan yang cocok dengan materi yang
diperlukan.
2) Perbaikan Pembelajaran Siklus 2
Terjadinya interaksi belajar mengajar yang efektif, yakni terjadinya
komunikasi dua arah antara guru dengan siswanya. Ketika guru memberikan
pertanyaan, maka siswa segera merespon dengan jawaban yang tepat. Namun
kadang siswa sama sekali tidak memberikan jawaban atas pertanyaan guru
tersebut. kelas menjadi kurang bergairah, guru tidak merasa nyaman dalam
mengajar. Juga para siswa yang mengikuti pelajaran belum tentu dapat
menangkap apa yang disampaikan oleh guru. Sering kali guru tidak
memberikan respon terhadap tingkah laku siswa di dalam kelas. Sebagaimana
dikemukakan oleh Cece Wijaya (1991: 4) bahwa: “Kalau murid tidak dapat
memahami apa yang dikatakan atau disampaikan oleh guru atau apabila guru
tidak dapat berkomunikasi dengan murid, maka besar kemungkinan murid
tidak dapat menguasai mata pelajaran yang diajarkan guru”. Jika hal itu terjadi
maka Cece Wijaya (1991: 4) menyarankan agar kemampuan guru dalam
proses belajar mengajar dapat dirasakan dan dipantau oleh siswa dalam
bentuk-bentuk:
a. Siswa dapat mengkuti penyajian guru.
b. Penyajian bahan tidak terlalu cepat.
c. Contoh-contoh dan soal-soal pelatihan diberikan secara cukup.
d. Guru membantu siswa mengingat pelajaran-pelajaran yang pernah
diperoleh.
e. Guru berusaha menjawab pertanyaan siswa seandainya siswa
belum mengerti.
f. Guru membahas soal-soal pelatihan (tes) yang tidak dapat
dipecahkan oleh siswa.
3.2 Subjek dan Lokasi Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI SDN Pasantren
Kabupaten Sukabumi yang berjumlah 20 orang.
3.3 Instrumen Penelitian
Ada dua jenis instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
instrumen pembelajaran dan instrumen pengumpulan data. Instrumen
pembelajaran yang diguankan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di
antaranya adalah:
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang didalamnya menggunakan
LKS (Lembar Kerja Siswa) yang dibuat sedemikian rupa yang
mencermintakan bahan ajar pendekatan konstruktivisme yang menuntut siswa
untuk berpikir kreatif dan evaluasi.
2. Silabus didalamnya mencakup gambaran dari kegiatan yang dilakkan dari
siklus I sampai dengan siklus II, dalam instrumen pembelajaran ini mengacu
pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sekolah dasar.
Instrumen pengumpulan data yang digunakan disesuaikan dengan jenis
data yang akan dijaring. Untuk perolehan data penelitian (research) maka
digunakan butir soal. Sedangkan untuk memperoleh data pemantau tindakan
(action) digunakan instrumen lembar sikap siswa dalam pembalajaran, tindakan
guru dalam pembelajaran dan suasana kelas maupun aspek lain yang dipandang
perlu dan memiliki andil dalam meningkatkan proses pembelajaran.
1. Instrumen Tes
Tes diberikan kepada seluruh siswa berupa Lembar Kerja Siswa (LKS). Tes
ini digunakan untuk mengukur dan memperoleh gambaran tentang prestasi
belajar siswa secara individu setelah dilakukan tindakan. LKS dirancang untuk
mengarahkan aktivitas belajar siswa kepada pemahaman dalam memecahkan
masalah dalam penerapan teori konstruktivisme. Dari kegiatan evaluasi
individu dan kelompok memperoleh sejumlah data tentang prestasi belajar
siswa sekaligus gambaran tarap serap dan tingkat keberhasilan terhadap materi
pembelajaran yang diberikan dan dapat mengukur tingkat keberhasilan guru
dalam mengajar.
2. Non Tes
a. Lembar observasi
Lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan berabgai informasi
tentang situasi atau peristiwa selama proses pembelajaran berlangsung.
Lembar observasi yang digunakan dibuat dalam dua format. Format yang
pertama digunakan untuk mengamati aktivitas guru dan format yang kedua
untuk mengamati aktivitas dan sikap siswa yang muncul selama proses
pembelajaran berlangsung. Butir-butir pengamatan yang menjadi kriteria
dalam lembar observasi dirancang sesuai dengan teori konstruktivisme
yang diterapkan pada penelitian ini.
b. Lembar wawancara
Lembar wawancara digunakan untuk menambah informasi yang telah
terkumpul. Wawancara dilakukan diantara guru dengan siswa diawal
observasi dan akhir proses penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
1. Tahap Orientasi
Berdasarkan pengalaman mengajar peneliti selama 3 tahun, diperoleh
informasi sebagai berikut:
a. Metode yang digunakan oleh guru di SDN Pasantren masih menggunakan
metode satu arah, seperti metode ceramah dan tanya jawab sehingga tidak
memunculkan kreativitas berpikir siswa, siswa hanya mendengarkan
penjelasan yang disampaikan oleh guru.
b. Siswa belum berani bertanya kepada guru atau mengungkapkan pendapatnya
karena malu atau juga takut salah.
c. Guru tidak pernah menggunakan alat peraga dalam pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam ataupun mata pelajaran yang lain dengan alasan tidak ada
dana dan waktu untuk membuat alat peraga, selain itu alat peraga yang
tersedia di sekolah pun kurang lengkap, bahkan telah rusak.
d. Nilai mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang diperoleh siswa masih
rendah dibandingkan dengan nilai mata pelajaran yang lain.
Dari informasi-informasi yang telah didapatkan, dijadikan bahan bagi
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan menerapkan Penelitian Tindakan
Kelas. Sebelum melakukan penelitian, peneliti berkonsultasi dengan guru kelas VI
yang lain mengenai alat peraga yang akan digunakan dalam penelitian ini. Dengan
menggunakan alat peraga dalam pembelajaran diharapkan dapat merubah
pembelajaran yang membosankan bagi siswa menjadi pembelajaran yang
menyenangkan, dengan begitu siswa bisa lebih aktif dan berani sehingga hasil
belajar siswa dapat meningkat.
Dalam penelitian ini diterapkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dalam
PTK ini akan dilakukan 2 siklus. Pada setiap siklus dilakukan dua pertemuan,
setiap pertemuan dilakukan tes untuk mengetahui sejauhmana siswa mengerti apa
yang disampaikan peneliti dengan menggunakan media benda tiruan. Pada setiap
akhir siklus dilakukan tes formatif, untuk mengetahui tingkat keberhasilan
penelitian sekaligus sebagai alat untuk menentukan perbaikan yang harus
dilakukan pada siklus berikutnya. Dan pada akhir semua siklus atau pada akhir
penelitian, dilakukan tes sub sumatif, untuk mengetahui hasil dari penelitian ini.
2. Tahap Persiapan
Berdasarkan pengalaman dan peneliti mengetahui permasalahan yang
dihadapi dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, peneliti melakukan berbagai
persiapan. Persiapan tersebut diantaranya menetapkan pokok bahasan yang akan
digunakan dalam penelitian, merancang dan menyusun RPP, menyusun
instrument penelitian yang akan digunakan, konsultasi kepada dosen pembimbing,
dan merevisi instrument yang diperlukan.
Dalam menetapkan pokok bahasan yang akan digunakan dalam penelitian,
peneliti mengobservasi pokok bahasan yang belum dikuasai oleh siswa atau
pokok bahasan yang belum dimengerti oleh siswa. Pokok bahasan yang dipilih
oleh peneliti yaitu tentang Ilmu Pengetahuan Alam, karena pada pokok bahasan
inilah masih banyak siswa yang belum mengerti.
Setelah menentukan pokok bahasan yang akan digunakan dalam
penelitian, peneliti merancang dan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran
sehingga proses pembelajaran dapat lebih terarah untuk mencapai tujuan dari
pembelajaran. Karena kelas yang akan diteliti adalah kelas VI, maka peneliti
menyusun RPP tematik dengan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang lebih
ditonjolkan.
Karena pelaksanaan pembelajaran telah dirancang dan disusun, maka
langkah selanjutnya yaitu menyusun instrument penelitian yang akan digunakan
dalam penelitian ini. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis
isntrumen, yaitu instrument pembelajaran dan instrument pengumpulan data.
Instrument pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun sebelumnya, dan
silabus. Sedangkan instrument pengolahan data yang digunakan pada penelitian
ini adalah instrument tes (tes uraian), dan instrument non tes. Instrument non tes
yang digunakan antara lain lembar observasi yang diisi oleh observer ketika
pembelajaran sedang berlangsung, jurnal harian yang diisi oleh siswa pada setiap
akhir pembelajaran dan juga wawancara kepada siswa yang dilakukan di luar jam
pelajaran.
4.1.1 Siklus I
1. Perencanaan Siklus I
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di kelas VI SDN Pasantren
Kabupaten Sukabumi. Siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan.
Pertemuan pertama pada siklus I dilaksanakan pada haru Rabu, 16 Maret
2011, dan pertemuan kedua pada hari Rabu, 23 Maret 2011.
Sebelum dilaksanakan PTK, terlebih dahulu peneliti menyusun
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan alat peraga
media benda tiruan, dimana peneliti sebagai guru dalam kelas. Materi
pembelajaran yang dipilih sesuai dengan kesepakatan antara peneliti dan
observer, yaitu dengan standar kompetensi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam.
Soal-soal yang diberikan pada setiap siklus berbentuk uraian soal
tematik dengan lebih menonjolkan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.
Soal-soal yang diberikan menggambarkan pemahaman siswa terhadap
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan menggunakan alat peraga
media benda tiruan. Melalui soal-soal tersebut diharapkan siswa lebih
mengerti dan hasilnya lebih baik dibandingkan dengan tidak menggunakan
alat peraga.
2. Pelaksanaan Siklus I
Pembelajaran pada siklus I, pertemuan pertama dilaksanakan pada hari
Rabu tanggal 16 Maret 2011 dengan alokasi waktu 1 jam pelajaran (1 x 35
menit) dengan kompetensi dasar yaitu Ilmu Pengetahuan Alam. Pada
pertemuan pertama ini siswa yang hadir 20 orang siswa. Kegiatan yang
dilakukan pada pertemuan pertama yaitu:
1) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang Ilmu Pengetahuan
Alam dan tentang macam-macam pekerjaan yang berhubungan dengan
materi yang akan dipelajari.
2) Melakukan apersepsi untuk mengingatkan kembali pada siswa tentang
Ilmu Pengetahuan Alam dan ciri-ciri pekerjaan. Serta menyampaikan
tujuan dan prosedur pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh siswa.
3) Guru bercerita tentang sebuah keluarga yang ayahnya bekerja sebagai
pedagangan buah-buahan.
4) Guru memberikan contoh soal cerita yang lain untuk member kesempatan
siswa yang lain untuk menggunakan alat peraga media benda tiruan.
5) Guru memberikan penjelasan tentang materi yang dipelajari.
6) Siswa mengerjakan evaluasi yang diberikan oleh guru berupa soal cerita
dan pembagian jurnal harian yang diisi oleh siswa.
Berdasarkan kegiatan yang dilakukan pada pertemuan ini, banyak
kejadian-kejadian yang terjadi. Adapun hal-hal yang terjadi, yaitu respon
siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan alat peraga cukup baik.
Mereka cukup senang melakukan pembelajaran dengan menggunakan alat
peraga media benda tiruan, akan tetapi masih ada beberapa siswa yang kurang
respon terhadap pembelajaran, mungkin hal ini disebabkan mereka tidak
dilibatkan dalam penggunaan alat peraga tersebut. Selain itu ada beberapa
siswa yang belum mengerti dengan materi yang diberikan, mungkin ini
disebabkan anak belum terbiasa belajar dengan menggunakan alat peraga.
3. Data Hasil Penelitian Siklus I
Proses pengumpulan data hasil penelitian siklus I, mulai dari
pertemuan pertama sampai dengan pertemuan kedua diperoleh melalui hasil
observasi, hasil evaluasi serta hasil jurnal harian.
a. Hasil observasi
Berdasarkan hasil observasi pada tindakan pembelajaran siklus I, diketahui
masih banyak siswa yang belum memahami materi yang disampaikan. Hal
ini ditunjukkan dengan adanya beberapa siswa yang bertanya tentang
maksud dari soal-soal dalam lembar kerja siswa. Banyak siswa yang
mengeluh karena tidak kebagian menggunakan alat peraga di depan kelas.
b. Hasil evaluasi
Soal yang dicantumkan dalam evaluasi pada pertemuan pertama berbentuk
isian dan pada pertemuan yang kedua berbentuk isian yang masing-masing
berjumlah 5 butir soal. Nilai rata-rata evaluasi pada siklus I yang
menggambarkan kemampuan siswa setelah mengikuti kegiatan proses
pembelajaran dengan menggunakan alat peraga adalah 5,70. Nilai rata-rata
tersebut diperoleh dari jumlah nilai tes formatif I dibagi jumlah siswa.
Tabel 4.1
Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I
No Nama Murid Nilai
1. S 1 4
2. S 2 5
3. S 3 5
4. S 4 8
5. S 5 6
6. S 6 5
7. S 7 6
8. S 8 7
9. S 9 4
10. S 10 5
11. S 11 7
12. S 12 7
13. S 13 6
14. S 14 5
15. S 15 4
16. S 16 4
17. S 17 6
18. S 18 7
19. S 19 8
20. S 20 5
Jumlah 114
Nilai Rata-rata 5,70
Dari hasil tes formatif pada siklus I tersebut terdapat 2 orang siswa (10%)
yang kemampuan tinggi, 8 orang siswa (40%) yang berkemampuan sedang
dan 10 orang siswa (50%) yang berkemampuan rendah. Berikut adalah
table hasil belajar yang dilihat dari hasil evaluasi siswa pada siklus I:
Tabel 4.2
Tingkat Perkembangan Hasil Belajar
Berdasarkan Hasil Tes Formatif Siklus I
No Tingkat Kemampuan Persentase (%)
1
2
3
Tinggi
Sedang
Rendah
10%
40%
50%
Kemampuan tinggi, kemampuan sedang, dan kemampuan rendah di atas
berdasarkan atas kriteria ketuntasan minimal (KKM) mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam yaitu 5,70. Tingkat kemampuan tersebut
dikelompokkan dalam skala:
8,0 – 10,0
6,0 – 7,75
0 – 5,57
= Kemampuan tinggi
= Kemampuan sedang
= Kemampuan rendah
Sedangkan yang menentukan siswa mempunyai kemampuan tinggi,
sedang, dan rendah adalah berdasarkan hasil jawaban dari soal evaluasi
yang diberikan oleh guru pada saat pembelajaran sedang berlangsung. Dari
data di atas, hasil belajar yang diperoleh siswa pada kegiatan siklus I
masih banyak kekurangan dan belum menunjukkan peningkatan yang
sesuai dengan yang diharapkan.
c. Hasil jurnal harian
Jurnal harian berisi tentang kesan-kesan dan hal-hal yang perlu diperbaiki
oleh peneliti dalam proses belajar mengajar. Jurnal harian ini diisi oleh
siswa pada setiap akhir pembelajaran. Jurnal harian ini dilakukan untuk
memperoleh data tentang respon siswa terhadap pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam dengan menggunakan alat peraga, serta untuk
mengetahui hal-hal apa saja yang harus diperbaiki pada siklus berikutnya.
Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan respon siswa terhadap
pembelajaran dengan menggunakan alat peraga pada siklus I, yang
diperoleh dari jurnal harian siswa.
Tabel 4.3
Respon Siswa terhadap Pembelajaran Siklus I
Berdasarkan Jurnal Harian Siswa
Respon Positif Respon Negatif
1. Saya sangat senang belajar hari
ini.
2. Belajar hari ini sangat
menyenangkan dan mudah
dimengerti.
3. Saya lebih suka belajar yang
seperti tadi.
4. Sangat senang karena belajarnya
memakai benda tiruan.
1. Contoh soalnya kurang banyak.
2. Kurang senang soalnya saya
tidak kebagian ke depan.
3. Soalnya kurang dimengerti.
4. Saya belum mengerti pelajaran
hari ini.
Dari jurnal harian siswa secara keseluruhan, diperoleh data jumlah siswa
yang memberikan respon terhadap pembelajaran dengan menggunakan
alat peraga yang disajikan dalam table 4.4 berikut ini:
Tabel 4.4
Jumlah Respon Siswa terhadap Pembelajaran pada Siklus I
Respon Siswa Jumlah Siswa Persentase (%)
Positif
Negatif
13
7
73,08
26,92
4. Analisis dan Refleksi Siklus I
Berdasarkan kegiatan belajar mengajar pada siklus I dari pertemuan
yang pertama dan pertemuan yang kedua, peneliti dan observer melakukan
analisis dan refleksi kegiatan yang telah dilakukan, untuk mengetahui
keberhasilan dan kekurangan terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.
Dalam pelaksanaan siklus I ini ada beberapa hal yang harus diperbaiki,
diantaranya:
a. Contoh soal yang digunakan untuk menggunakan alat peraga harus lebih
banyak lagi agar siswa tidak merasa iri terhadap temannya yang
menggunakan alat peraga, serta untuk membuat siswa lebih mengerti
terhadap materi yang disampaikan.
b. Kalimat yang digunakan dalam soal harus menggunakan kalimat yang
mudah pahami oleh siswa sehingga siswa dapat mengerti dan bisa
menyelesaikan soal dengan baik.
c. Memberikan motivasi kepada siswa untuk berani maju ke depan kelas
untuk menggunakan alat peraga.
d. Waktu yang digunakan dalam kegiatan belajar ini belum efektif, sehingga
perlu dilakukan pengaturan waktu yang tepat dan maksimal agar dapat
berjalan dengan efektif.
e. Nilai rata-rata kelas yang diperoleh siswa belum sesuai dengan yang
diharapkan yaitu hanya 5,70 sehingga harus mempertahankan keberhasilan
yang telah dicapai pada siklus I dan juga memperbaiki kekurangan siklus I
pada kegiatan siklus II.
4.1.2 Siklus II
1. Perencanaan Siklus II
Pembelajaran pada siklus II dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan
dengan kompetensi dasar tentang Ilmu Pengetahuan Alam. Pertemuan pertama
dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 16 Maret 2011 dan pertemuan yang
kedua pada hari Rabu tanggal 23 Maret 2011.
2. Pelaksanaan Siklus II
a. Pertemuan Pertama
Pelaksanaan pertemuan pertama dilaksanakan pada haru Rabu
tanggal 16 Maret 2011 dengan waktu 1 jam pelajaran dengan pembahasan
tentang pembagian. Pada pertemuan pertama ini, siswa diajak untuk
mengingat kembali tentang Ilmu Pengetahuan Alam.
Contoh soal ditempelkan pada sterofom dengan menggunakan
media benda tiruan. Dalam menjawab, siswa menggunakan alat peraga
yang disediakan oleh guru berupa benda tiruan.
Setelah mengerjakan contoh soal yang diberikan oleh guru, siswa
mengerjakan soal evaluasi yang telah disediakan oleh guru. Kemudian,
siswa diberikan jurnal harian untuk diisi. Setelah guru memberikan
penguatan pada materi yang telah disampaikan.
b. Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 23 Maret
2011 dengan alokasi waktu 1 jam pelajaran dengan materi pecahan yang
merupakan lanjutan dari pertemuan yang pertama.
Dalam pertemuan yang kedua ini, guru melakukan apersepsi
tentang materi yang telah dipelajari sebelumnya dengan bertanya jawab
tentang Ilmu Pengetahuan Alam. Setelah melakukan apersepsi, guru
menjelaskan kembali tentang konsep dasar pembagian untuk
mengingatkan kembali siswa pada Ilmu Pengetahuan Alam.
Kemudian guru memberikan beberapa contoh soal pada sterofom
seperti pada pertemuan yang pertama. Dalam mengerjakan contoh soal ini,
siswa diminta untuk menghitung soal pembagian dengan menggunakan
alat peraga media benda tiruan yang disediakan oleh guru kemudian
hasilnya diperlihatkan. Kemudian siswa lain diminta untuk mencarikan
contoh yang lain mengenai Ilmu Pengetahuan Alam dengan menggunakan
media peraga yang disediakan dan ditempelkan dan diperlihatkan kepada
guru. Setelah mengerjakan beberapa contoh soal, siswa mengerjakan soal
evaluasi yang disediakan oleh guru, serta mengisi jurnal harian.
3. Data Hasil Penelitian Siklus II
Proses pengumpulan data hasil penelitian siklus II, mulai dari
pertemuan pertama sampai dengan pertemuan kedua diperoleh melalu
observasi, hasil evaluasi dan hasil jurnal harian.
a. Hasil observasi
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti dan lembar observasi yang diisi
oleh observer, bahwa pembelajaran pada siklus yang kedua ini mengalami
peningkatan walaupun masih ada beberapa orang siswa terlihat jenuh
dengan pembelajaran manggunakan alat peraga. Akan tetapi, secara
keseluruhan siswa sangat tertarik dan senang belajar dengan menggunakan
alat peraga.
b. Hasil evaluasi
Nilai rata-rata evaluasi pada siklus II yang menggambarkan kemampuan
siswa setelah mengikuti kegiatan proses pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga adalah 6,70. Nilai rata-rata tersebut diperoleh
dari jumlah nilai tes formatif II dibagi jumlah siswa.
Tabel 4.5
Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II
No Nama Murid Keterangan
1. S 1 6
2. S 2 6
3. S 3 5
4. S 4 9
5. S 5 7
6. S 6 6
7. S 7 6
8. S 8 7
9. S 9 6
10. S 10 6
11. S 11 8
12. S 12 7
13. S 13 7
14. S 14 6
15. S 15 6
16. S 16 7
17. S 17 6
18. S 18 8
19. S 19 8
20. S 20 7
Jumlah 134
Nilai Rata-rata 6,70
Dari hasil evaluasi tersebut terdapat 4 orang siswa (20%) yang
berkemampuan tinggi, 15 orang siswa (75%) yang berkemampuan sedang,
dan 1 orang siswa (5%) yang berkemampuan rendah. Berikut adalah tabel
hasil belajar yang dilihat dari hasil evaluasi siswa pada siklus II:
Tabel 4.6
Tingkat Perkembangan Hasil Belajar
Berdasarkan Hasil Tes Formatif Siklus II
No Tingkat Kemampuan Persentase (%)
1
2
3
Tinggi
Sedang
Rendah
20%
75%
5%
Dari tabel di atas, terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari siklus
pertama. Siswa yang berkemampuan tinggi pada siklus pertama hanya
10% dan meningkat pada siklus kedua menjadi 20%. Siswa yang
berkemampuan sedang pada siklus pertama 40% dan pada siklus kedua
menjadi 75% serta siswa yang berkemampuan rendah pada siklus pertama
50% dan pada siklus kedua 5%.
c. Hasil jurnal harian
Hasil jurnal harian pada siklus II ini dikelompokkan dalam dua respon,
yaitu respon positif dan respon negatif. Hasil jurnal harian ini dinyatakan
dalam tabel 4.7 berikut ini:
Tabel 4.7
Respon Siswa terhadap Pembelajaran Siklus II
Berdasarkan Jurnal Harian Siswa
Respon Positif Respon Negatif
1. Pelajaran hari ini sangat
menyenangkan.
2. Sangat senang, karena hari ini
saya dapat giliran kedepan.
1. Masih ada yang belum saya
mengerti.
2. Sedikit sulit.
3. Menyenangkan karena gurunya
baik.
Dari jurnal harian siswa secara keseluruhan, diperoleh data jumlah siswa
yang memberikan respon terhadap pembelajaran dengan menggunakan
alat peraga yang disajikan dalam table 4.8 berikut ini:
Tabel 4.8
Jumlah Respon Siswa terhadap Pembelajaran pada Siklus II
Respon Siswa Jumlah Siswa Persentase (%)
Positif
Negatif
19
1
95
5
4. Analisis dan Refleksi Siklus II
Berdasarkan pembahasan pada siklus II baik pada pertemuan pertama
sampai pertemuan kedua ada beberapa hal yang menyebabkan hasil belajar
siswa yang masih kurang, diantaranya:
a. Kurang teliti dalam membaca dan memahami soal yang diberikan.
b. Masih ada siswa yang belum memahami dan mengerti terhadap materi
yang diajarkan.
c. Masih ada siswa yang malu untuk bertanya atau menjawab pertanyaan.
d. Ada siswa yang jenuh dengan pembelajaran yang menggunakan alat
peraga yang sama, walaupun alat peraganya ditambah.
Selain kurangnya yang disebutkan di atas, respon siswa terhadap
pembelajaran dengan alat peraga ini sangat positif walaupun ada satu orang
siswa yang merespon negatif. Siswa sangat antusias dalam mengikuti
pembelajaran dengan menggunakan alat peraga ini, serta ada peningkatkan
hasil belajar yang diperoleh siswa. Sebagai kegiatan refleksi akhir
pembelajaran bahwa pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan
menggunakan alat peraga baik untuk diterapkan dalam pembelajaran sehari-
hari. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan oleh kita semua agar pembelajaran
itu berjalan efektif dan supaya belajar siswa sesuai dengan yang kita harapkan,
yaitu dengan menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan yang
melibatkan siswa agar mereka tidak jenuh dalam belajar. Salah satunya
dengan cara menghubungkan materi dengan yang dialami atau dilihat siswa
sehari-hari dengan menggunakan alat peraga.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil diskusi dengan teman sejawat pembelajaran yang
dilakukan sudah menunjukkan kemajuan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
siswa yang menjawab pertanyaan bahkan berani mengajukan pertanyaan kepada
guru. Serta mempunyai hasil yang memuaskan sebagaimana yang diharapkan
guru sebagai tenaga ajar di sekolah. Proses pembelajaran dalam mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam sudah menunjukkan kemajuan. Hal ini terlihat peserta
didik sudah berani dengan tidak ragu-ragu lagi untuk mengajukan atau menjawab
pertanyaan yang diajukan oleh guru. Perbaikan yang terjadi guru tidak lagi hanya
menggunakan satu metode mengajar melainkan menggunakan metode dan
pendekatan mengajar yang cukup berpartisipasi dan guru sudah menguasai dalam
menggunakan alat peraga media benda tiruan.
Tabel 4.9
Perolehan Nilai Ilmu Pengetahuan Alam
Kelas VI SDN Pasantren
Tahun Pelajaran 2010/2011
No Nama MuridNilai Tiap Siklus
I II
1. Apendi 4 6
2. Agus Supriatna 5 6
3. Abdul Latif Nurudin 5 5
4. Adif Purnama 8 9
5. Anisa Rahmawati 6 7
6. Budi Hidayah 5 6
7. Chika Reza Azzahkra 6 6
8. Dedeh Kurniawati 7 7
9. Didi Rohendi 4 6
10. Dini Pebriany 5 6
11. Pauziah Rahayu 7 8
12. Idid Sirojudin 7 7
13. Lala Komala 6 7
14. Maya Rismayanti 5 6
15. Nopi Nuroktapiani 4 6
16. Siti Nurhalimah 4 7
17. Suci Daraswati 6 6
18. Tanti Sulastri 7 8
19. Windi Apriyani 8 8
20. Dimas Arya Kamandanu 5 7
Jumlah 114 134
Nilai Rata-rata 5,70 6,70
Grafik 4.1
Perolehan Nilai Ilmu Pengetahuan Alam
Kelas VI SDN Pasantren
Tahun Pelajaran 2010/2011
SIKLUS I SIKLUS II5.2
5.4
5.6
5.8
6
6.2
6.4
6.6
6.8
Nilai Rata-Rata
Berdasarkan data di atas diperoleh rata-rata penguasaan siswa terhadap
materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam mengalami peningkatan dari siklus
pertama ke siklus selanjutnya. Pada siklus pertama rata-rata nilai 5,70, siklus
kedua meningkat menjadi 6,70 dari jumlah peserta didik 20 siswa. Dengan
demikian proses perbaikan pembelajaran dinyatakan berhasil, karena upaya guru
dalam melaksanakan perbaikan pembelajaran menunjukkan kenaikkan yang
signifikan.
Program perbaikan pembelajaran memiliki pengaruh positif dalam
meningkatkan daya serap peserta didik terhadap materi pelajaran yang telah
disampaikan guru. Dan hasil pengamatan diperoleh keterangan bahwa awalnya
siswa pasif dalam belajar, tidak mampu menjawab pertanyaan yang diajukan guru,
dan tidak berani menjawa pertanyaan guru, dan tidak berani bertanya kepada guru.
Namun berkat upaya guru melalui perbaikan pembelajaran, maka dapat diperoleh
hasil yang memuaskan harapan, karena proses belajar mengajar setelah perbaikan
terjadi perubahan yang ditunjukkan dengan peserta didik semakin terlibat aktif
dalam proses belajar mengajar.
Tindakan yang dilakukan untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
disesuaikan dengan kemampuan taraf berpikir peserta didik. Menurut Piaget
“Perkembangan berpikir anak berada pada tahap operasional konkret”. Oleh
karena itu, pembelajaran harus dimulai dan yang konkret ke abstrak, dan yang
mudah ke sukar. Sedangakan untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
penjelasan dengan menggunakan alat peraga konkret menurut Brunner “Alat
peraga konkret lebih bermakna sedangkan pada alat peraga abstrak apalagi dengan
ilustrasi mengakibatkan peserta didik menjadi verbalisme”.
BAB V
KESIMPULAN, SARAN DAN TINDAKLANJUT
5.1 Kesimpulan
Dari hasil perbaikan pembelajaran yang telah dilaksanakan di Kelas VI
SDN Pasantren Tahun Pelajaran 2010/2011 dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Para siswa dan pengajar secara bersama-sama melakukan perencanaan
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam menggunakan alat peraga media benda
tiruan dengan baik.
2. Penggunaan alat peraga media benda tiruan sangat membantu siswa untuk
meningkatkan motivasi dan perhatian siswa terhadap pembelajaran, maka guru
dalam menyajikan program pembelajaran hendaknya menggunakan alat dan
metode yang bervariasi. Siswa sudah mampu menjawab pertanyaan dari guru,
bahkan siswa sudah berani mengajukan pertanyaan. Siswa dapat
menyimpulkan hasil pembelajaran melalui bimbingan guru.
3. Dengan penggunaan alat peraga media benda tiruan, motivasi belajar siswa
meningkat, hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa peserta didik semakin
antusias dalam belajar. Siswa menunjukkan terlibat aktif dalam proses
pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Peserta didik
menunjukkan rasa senang belajar Ilmu Pengetahuan Alam.
5.2 Saran dan Tindaklanjut
Berdasarkan kesimpulan tersebut, beberapa hal yang sebaiknya dilakukan
guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran adalah:
1. Dalam melakukan penyusunan rencana pembelajaran, pengajar harus
penggunaan alat peraga yang sesuai dengan materi dan tingkat kemampuan
peserta didik. Merencanakan perbaikan pembelajaran dengan tujuan yang
jelas, dan langkah-langkah pembelajaran yang tepat dengan masalah yang
dihadapi. Penjelasan materi harus disertai dengan contoh-contoh yang konkret
dan menggunakan media pembelajaran yang tepat.
2. Perhatian guru hendaknya tidak hanya kepada peserta didik yang pandai saja,
sehingga siswa yang kurang pandai merasa tidak terperhatikan. Terapkan
teknik-teknik memotivasi siswa dalam belajar.
Guru diharapkan dapat memberikan motivasi kepada siswa yang kurang memiliki
motivasi belajar, sehingga mereka terdorong untuk berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran.