BAB III
PENGEMBANGAN FORMULA
3.1 Contoh sediaan yang beredar di pasaran
Nama Dagang : Nature’s blessing temulawak
Produsen : PT. Sidomuncul
Kandungan : 25% kurkuminoid
3.2 Pra Formulasi
a. Zat Aktif
1. Kurkumin
Kurkumin merupakan kandungan aktif utama diisolasi dari rhizoma
temulawak. Kurkumin memiliki aktivitas biologis dan farmakologis yang luas
antara lain antioksidan, antiinflamasi, antimikroba, dan antikarsinogenik.
Beberapa uji pada hewan dan manusia menyatakan bahwa kurkumin aman
digunakan bahkan pada dosis yang tinggi sekalipun. Disamping keefektifan
dan keamanannya, kurkumin belum dinyatakan sebagai agen terapi karena
bioavaibilitasnya yang menjadi masalah utama (Anand, P., Kunnumakarra,
Newman, dan Aggarwal, 2007).
a) Stuktur Kimia
Kurkumin merupakan serbuk berwarna kuning hingga jingga
yang tidak larut dalam air dan eter tetapi larut dalam pelarut organik
seperti methanol, DMSO, dan aseton. Di dalam alkali warnanya akan
menjadi merah kecoklatan dan di dalam asam akan berwarna kuning
terang. Kurkumin memiliki titik lebur 183°C serta rumus molekul
C21H20O6 dengan berat molekul 368.37 g/mol. Kurkumin dalam pelarut
aseton dapat dideteksi dengan spektrofotometri UV-VIS pada panjang
gelombang 415-420 nm, sedangkan dalam etanol memiliki serapan
maksimum pada panjang gelombang 430 nm. Kurkumin berwarna
kuning cerah pada pH 2,5-7 dan merah pada pH > 7. Kurkumin
terdapat dalam bentuk enolat dan β-diketonoat. Kurkumin akan stabil
pada pH asam tetapi terdegradasi pada pH basa menjadi bentuk asam
feruloat dan feruloilmetan (Goel, A., Kunnumakkara, Aggarwal, 2008)
Sumber : Chen, Y., Wu, Zheng, Liu, dan Zhou, 2012
b) Aktivitas Farmakologi
Kurkumin merupakan senyawa aktif yang terdapat pada
temulawak dan diketahui memiliki beberapa efek farmakologis yang
telah dibuktikan secara ilmiah, seperti antiinflamasi. Aktivitas
kurkumin sebagai antiinflamasi adalah melalui penurunan beberapa
ekspresi sitokin seperti TNF-α (Tumor Necrosis Factor), interleukin,
dan kemokin , yang umumnya seperti inaktivasi dari nuclear
transcription factor, Nuclear Factor (NF)-κB. Selain itu kurkumin
mampu menghambat COX-2. Pada konsentrasi 20 μM, kurkumin
menunjukkan inhibisi yang kuat dari produksi penginduksi kimia PGE2
pada sel kolon. Studi pada cell line karsinoma kolon manusia oleh levi-
Ari et al, inkubasi sel HT29 dan sel SW480 dengan konsentrasi
kurkumin berbeda menghasilkan penghambatan sintesis PGE2,
penurunan kadar COX-2, dan menurunkan apoptosis dari sel tersebut.
(Basnet, Purusotam, et al., 2011).
b. Bahan Pengisi:
1. Amilum
Rumus Kimia : (C6H10O5)n dimana n = 300–1000
Pemerian : Serbuk putih tidak berbau dan berasa
Fungsi : Zat pengisi (50%)
Kestabilan dan Penyimpanan : Pati kering stabil jika terlindung dari
kelembaban yang tinggi. Secara fisik tidak stabil dan mudah
dimetabolisme oleh mikroorganisme pada keadaan cair atau pasta. Pati
harus disimpan dalam wadah kedap udara di tempat yang sejuk dan
kering.
Inkompatibelitas : Pati tidak kompatibel dengan zat pengoksidasi kuat.
Senyawa inklusi berwarna terbentuk dengan yodium (Raymond, Paul,
Maryam, 2009).
2. Talk
Rumus Kimia : Mg6(Si2O5)4(OH)4
Pemerian : Bubuk hablur berwarna putih, tidak berbau
Fungsi : Glidan (1-10%)
Kestabilan dan Penyimpanan : Stabil dan dapat disterilkan dengan
pemanasan pada 160oC selama tidak kurang dari 1 jam. Talkum dapat
disterilkan oleh paparan etilen oksida atau radiasi sinar gamma. Talkum
harus disimpan dalam wadah tertutup baik di tempat yang sejuk dan
kering.
Inkompetibilitas : Pati tidak kompatibel terhadap senyawa ammonium
kuartener (Raymond, Paul, Maryam, 2009).
3. Aerosil (Koloid Silikon Dioksida)
Rumus Kimia : SiO2
Massa Molekul : 60.08 g/mol
Pemerian : Bubuk amorf berwarna putih kebiruan, tidak berbau,
tidak berasa
Fungsi : Adsorbant
Kestabilan dan Penyimpanan : Koloid silikon dioksida bersifat
higroskopis tapi mampu mengadsorbsi sejumlah besar air tanpa
mencairkan. Ketika digunakan pada pH 0-7.5, koloid silikon dioksida
efektif dalam meningkatkan viskositas sistem. Namun, pada pH lebih
besar dari 7,5 kenaikan viskusitas koloid silikon dioksida berkurang, dan
pada pH lebih besar dari 10,7 kemampuan ini hilang sepenuhnya karena
silikon dioksida larut untuk membentuk silikat. Bubuk koloid silikon
dioksida harus disimpan dalam wadah tertutup baik.
Inkompatibelitas : Tidak kimpatibel terhadap sediaan diethylstilbestrol
(Raymond, Paul, Maryam, 2009).
4. Magnesium stearate
Rumus Kimia : C36H70MgO4
Berat Molekul : 591.24 g/mol
Pemerian : Serbuk putih halus, memiliki bau samar asam stearat
dan rasa yang khas. Bubuk berminyak dengan sentuhan
dan mudah melekat pada kulit.
Fungsi : Lubricant (0,25-5%)
Kestabilan dan Penyimpanan : Stabil pada tempat yang kering dan
wadah tertutup baik (Raymond, Paul, Maryam, 2009).
3.3 Formulasi
3.3.1 Formulasi dari Literatur:
Bahan Formula (1 tablet)Formula 1 Batch (100
kapsul)
Curcumae rhizome +
aerosol
100 mg 20 g
Talkum 1,2 mg (tergantung dari
berat granul kering fase
dalam)
0,24 g
Mg Strearat 3 mg (tergantung dari
berat kering fase
dalam)
0,6 g
SSG (Sodium Starch
Glicetate)
30 mg 3 g
Laktosa monohidrat 81,8 mg 11,6 g
(Pusat Informasi Nasional Badan POM, 2005)
3.3.2 Pengembangan formulasi
Bahan Formula (1 kapsul)Formula 1 Batch (60
kapsul)
Curcumae rhizome 200 mg 12 g
Talkum (2%) 4 mg 240 mg
Mg Strearat (1%) 2 mg 120 mg
Aerosil (3%) 6 mg 360 mg
Amylum/Starch (50%) 100 mg 6 g
3.3.3 Metode dan Pembuatan Sediaan
a. Pembuatan ekstrak temulawak
1. Prinsip : Pengambilan zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam
serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada
temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke
dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari
dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang
sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di
dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian
cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan
filtratnya dipekatkan (Sembiring dkk, 2006).
2. Alasan pemilihan metode: maserasi dipilih karena komponen aktif dalam
temulawak tidak tahan terhadap pemanasan jadi metode ekstraksi cara
dingin (maserasi) paling cocok digunakan
3. Prosedur: temulawak sebanyak 35 gram direndam dengan etanol 95%
dalam maserator selama 3x24 jam. Angka 35 gram diambil karena
randemen ekstrak temulawak menurut MMI adalah 3,5%. Sementara itu
ekstrak yang dibutuhkan dalam 1 batch adalah 12 gram. Maserat ditampung
dan pelarur diganti setiap hari. Untuk cara kerja maserasi yaitu pertama-
tama yang harus dilakukan adalah serbuk sampel dimasukkan ke dalam
gelas piala atau tempat seperti botol terbalik. Kemudian ditambahi pelarut
etanol sampai sampel terendam. Bahan pelarut Ini digunakan dengan hemat
sebab curcumin dengan sepenuhnya dapat larut pada etanol. Diaduk sekali-
sekali. Pelarut diganti setiap waktu tertentu. Terakhir akan didapatkan hasil
berupa ekstrak dan gunakan pelarut yang tidak mudah menguap.
b. Pengentalan ekstrak cair etanol temulawak
Dilakukan dengan proses evaporasi. Evaporasi yang bertujuan untuk
menguapkan pelarut dan mengentalkan ekstrak cair menjadi ekstrak kental.
Penguapan dilakukan menggunakan alat evaporasi (evaporator)
c. Pembuatan serbuk dari ekstrak kental
Ekstrak kental yang telah diperoleh biasanya masih basah, sehingga perlu
ada perlakuan khusus terhadap bahan tersebut. Untuk bahan ekstrak kental
dikerjakan dalam mortir panas dengan sedikit penambahan pelarut (etanol 70%)
untuk mengencerkan ekstrak, kemudian ditambahkan zat tambahan sebagai
pengering, pada proses ini ditambahkan amilum. Berdasarkan penelitian,
konsentrasi bahan pengisi 50% merupakan yang terbaik untuk mengeringkan
ekstrak. Pemanasan mortir dilakukan dengan jalan mortir dan stamper yang
digunakan dituangi dulu dengan air panas sampai dinding mortir luar terasa
panas, air dibuang dikeringkan dengan serbet, setelah itu campuran ekstrak dan
serbuk yang masih basah dimasukkan, diaduk yang melekat pada dinding mortir
dilepas dengan spatel sampai serbuk menjadi kering dan homogen. Bila mortir
sudah dingin baru ditambah serbuk-serbuk yang lain, yaitu Mg stearate, talcum,
dan aerosol. Ini untuk menjaga jangan sampai serbuk lain yang tidak tahan
pemanasan rusak (Sembiring, 2009).
d. Pengisian kapsul
Timbang dan bagilah serbuk ekstrak sesuai dengan jumlah
yang diinginkan. Tiap serbuk dimasukan kedalam kapsul.
Usahakan ukuran kapsul sesuai dengan isi serbuk. Apabila
serbuk yang tadi dimasukan masih ada sisa, sentuh dengan
sedikit tekanan bagian ujung kapsul, lalu balikan kapsul
tersebut ke arah kertas perkamen yang berisi serbuk.
(membalikannya harus langsung menuju kertas perkamen,
usahakan serbuk yang ada di dalam kapsul tidak terbuang).
Setelah mulut kapsul menempel pada kertas, tekan ujung
kapsul. Angkat sedikit, lalu segera tempelkan lagi pada serbuk
yang masih tersisa di kertas. Lakukan cara 5 sampai serbuk
yang ada di kertas habis. Tutuplah kapsul agar serbuk yang
sudah dimasukan tidak keluar kembali.
3.4 In Process Control (IPC) dan Pengawasan Mutu Obat Jadi
3.4.1 Pengawasan dalam proses IPC
Prosedur pengawasan selama proses harus dipatuhi seperti
pengambilan contoh, frekuensi pengambilan contoh, dan jumlah yang
diambil untuk Universitas Sumatera Utara pemeriksaan. Hasil pengujian
pengawasan selama proses harus dicatat dan di dokumentasikan.
Pengawasan mutu selama proses produksi (IPC) dilakukan untuk sediaan
kapsul meliputi:
1) Pemeriksaan kadar zat aktif
Penetapan kadar dilakukan untuk memastikan bahwa kandungan zat
berkhasiat yang terdapat dalam kapsul telah memenuhi syarat dan sesuai
dengan yang tertera pada etiket. Metode penetapan kadar yang digunakan
sesuai dengan zat aktif yang terkandung dalam sediaan kapsul. Caranya
ditimbang 10-20 kapsul, isinya di gerus dan bahan aktif yang larut
diekstraksi menggunakan pelarut yang sesuai menurut Universitas
Sumatera Utara prosedur yang sudah ditetapkan. Secara umum rentang
kadar bahan aktif yang ditentukan berada diantara 90-110% dari
pernyataan pada label (Agoes, 2008).
2) Pemeriksaan keseragaman bobot
Uji keseragaman bobot dilakukan dengan penimbangan 20 kapsul
sekaligus dan ditimbang lagi satu persatu isi tiap kapsul. Kemudian
timbang seluruh cangkang kosong dari 20 kapsul tersebut. Lalu dihitung
bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul. Perbedaan bobot isi
tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul, tidak boleh melebihi
dari yang ditetapkan pada kolom A dan untuk setiap 2 kapsul tidak lebih
dari yang ditetapkan pada kolom B.
Persyaratan :
Bobot Rata-rataPerbedaan Bobot Isi Kapsul (%)
A B
120 mg 10 20
120 mg atau lebih 7,5 15
(Depkes RI, 1979)
3) Pemeriksaan waktu hancur
Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu
hancur yang tertera dalam masing-masing monografi. Uji waktu hancur
tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna.
Waktu hancur setiap tablet atau kapsul dicatat dan memenuhi persyaratan
spesifikasi waktu (dalam 15 menit).
Pengujian dengan suatu alat yang disebut disintegrator tester yang
terdiri atas:
Lima buah tabung transparan dengan ukuran (P.80-100mm, dd 28mm, d.l
30mm), ujung bawah dilengkapi dengan kawat kasa tahan karat dengan
lubang sesuai dengan pengayak no.4. Bak berisi air dengan suhu 36-38°C
sebanyak 100ml, dengan kedalaman tidak kurang dari 15cm sehingga
dapat dinaik-turunkan dengan teratur. Kedudukan kawat kasa pada posisi
tertinggi berada tepat di atas permukaan air dan kedudukan terendah
mulut keranjang tepat di bawah permukaan air.
Cara pengujian waktu :
a) Masukkan 5 butir kapsul dalam keranjang (setiap tabung untuk satu
kapsul)
b) Naik-turunkan keranjang secara teratur 30x setiap menit
c) Kapsul dinyatakan hancur jika sudah tidak ada lagi bagian kapsul
yang tertinggal di atas kasa
d) Waktu yang telama hancur di antara kapsul itu yang dinyatakan
sebgai waktu hancur kapsul yang bersangkutan
e) Memenuhi persyaratan FI, jika waktu hancurnya tidak lebih dari 15
menit (Depkes RI, 1979).
3.4.2Pengawasan Mutu Obat Jadi
Bagian Pengawasan Mutu hendaklah mempunyai tugas pokok
sebagai berikut:
1) Menyusun dan merevisi prosedur pengawasan dan spesifikasi
2) Menyiapkan prosedur tertulis yang rinci untuk melakukan seluruh
pemeriksaan, pengujian dan analisis
3) Menyusun program dan prosedur pengambilan sampel secara
tertulis
4) Memastikan pemberian label yang benar pada wadah bahan dan
produk
5) Menyimpan sampel pertinggal untuk rujukan di masa mendatang
6) Meluluskan atau menolak tiap bets bahan awal, produk antara,
produk ruahan atau produk jadi
7) Melakukan evaluasi stabilitas semua produk jadi secara
berkelanjutan dan bahan awal jika diperlukan, serta menetapkan
kondisi penyimpanan bahan dan produk berdasarkan data
stabilitasnya
8) Menetapkan masa simpan bahan awal dan produk jadi berdasarkan
data stabilitas serta kondisi penyimpanannya
9) Berperan atau membantu pelaksanaan program validasi
10)Menyiapkan baku pembanding sekunder sesuai dengan prosedur
pengujian yang berlaku dan menyimpan baku pembanding tersebut
pada kondisi yang tepat
11)Menyimpan catatan analitis dari hasil pengujian semua sampel
yang diambil
12)Melakukan evaluasi produk jadi kembalian dan menetapkan apakah
produk tersebut dapat diluluskan atau diolah ulang atau harus
dimusnahkan
13)Ikut serta dalam program inspeksi diri bersama dengan bagian lain
dari perusahaan
14)Memberikan rekomendasi kegiatan pembuatan obat berdasarkan
kontrak setelah melakukan evaluasi kemampuan penerima kontrak
yang bersangkutan untuk membuat produk yang memenuhi
persyaratan mutu yang ditetapkan perusahaan (BPOM, 2006).
3.5 Pengemasan dan Penyimpanan Sediaan Akhir
a. Pengemeasan sediaan akhir
Berdasarkan bentuk sediaan yang digunakan yaitu kapsul, maka digunkan
kemasan primernya berupa botol plastik. Di dalam botol ditambahkan zat
pengering. Fungsi zat pengering adalah mencegah terbentuknya kelembapan
yang berlebihan. Botol plastik digunakan sebagai kemasan primer karena
kepraktisannya, ketahanan serta kestabilannya untuk sediaan kapsul. Tutup botol
dikemas sedemikian rupa sehingga mudah untuk dibuka.
Kemasan Primer Berupa Botol Plastik
Kemasan Sekunder Kardus
b. Penyimpanan
Harus disimpan pada tempat atau ruangan dengan kondisi kelembaban tidak boleh
terlalu rendah dan tidak terlalu dingin. Alasannya karena cangkang kapsul bila
disimpan dalam lingkungan yang kelembabannya tinggi , maka uap air akan
diabsorbsi oleh kapsul sehingga kapsul menjadi rusak. Cangkang kapsul dapat
menyerap air seberat 10 kali berat gelatin. Sedangkan bila kapsul disimpan pada
lingkungan udara yang sangat kering. Sebagian uap air pada kapsul akan hilang,
sehingga kapsul menjadi rapuh serta mungkin remuk jika dipegang. Dan terlindung
dari cahaya langsung. Karena sifat kurkumin lain yang penting adalah kestabilannya
terhadap cahaya (Tonnesen, 1985; Van der Good, 1997). Adanya cahaya dapat
menyebabkan terjadinya degradasi fotokimia senyawa tersebut. Hal ini karena adanya
gugus metilen aktif (-CH2-) diantara dua gugus keton pada senyawa tersebut.